Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
a. Menjelaskan pengertian, kedudukan serta ruang lingkup muamalah.
1
b. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan Jual Beli dan pernikahan sebagai
contoh dari kegiatan muamalah.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan
khususnya kepada mahasiswa tentang muamalat.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Berikut pengertian muamalah secara umum menurut para ahhi dan tokoh-
tokoh besar :
a. Menurut Louis Ma’luf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum
syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia,
seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
b. Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah
peraturanperaturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan
dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan,
perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan
dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang
telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan
terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar
manfaat di antara mereka.
Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah
adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik
yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan
antara manusia dengan alam sekitarnya.
4
jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup pada suatu pihak oleh
karena adanya tekanan-tekanan pihak lain.
Meskipun bidang muamalat langsung menyangkut pergaulan hidup yang
bersifat duniawi, tetapi nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan, yang berarti
bahwa pergaulan hidup duniawi itu akan mempunyai akibat-akibat di akhirat
kelak. Nilai-nilai agama dalam bidang muamalat itu dicerminkan dalam adanya
hukum halal dan haram yang selalu diperhatikan, misalnya akad jual beli adalah
muamalat yang halal, dan akad utang-piutang dengan riba adalah muamalat yang
haram dan sebagainya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan muamalat dalam
Islam diantaranya yaitu:
a. Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang
muamalat, karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami
perkembangan.
b. Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan
di bidang muamalat tersebut tidak menimbulkan ke-madharat-an atau
kerugian salah satu pihak.
c. Meskipun bidang muamalat berkaitan dengan kehidupan duniawi,
namun dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan akhirat,
sehingga dalam ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah,
rusak dan batal.
5
Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, “Dalam bidang muamalah maliyah
ini, seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah
sebagai kepatuhan kepada syari’ah Allah SWT. Jika ia tidak memahami
muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan
atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan takut kepada
Allah SWT, harus berupaya keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh
dan ikhlas untuk Allah SWT semata. Memahami/mengetahui hukum muamalah
maliyah wajib bagi setiap muslim, namun untuk menjadi ahli dalam bidang ini
hukumnya fardhu kifayah.
leh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :
“Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah
mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam” (H.R.Tarmizi)
Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa
umat Islam Tidak boleh beraktifitas bisnis, Tidak boleh berdagang, Tidak boleh
beraktivitas per-bankan, Tidak boleh beraktifitas asuransi, Tidak boleh
beraktifitas pasar modal, Tidak boleh beraktifitas koperasi, Tidak boleh
beraktifitas pegadaian, Tidak boleh beraktifitas reksadana, Tidak boleh
beraktifitas bisnis MLM, Tidak boleh beraktifitas jual-beli, Tidak boleh
berkegiatan ekonomi apapun, kecuali faham fiqh muamalah. Sehubungan dengan
itulah Dr.Abdul Sattar menyimpulkan muamalat adalah inti terdalam dari tujuan
agama Islam untuk mewujudkan kemaslahatan manusia.
6
janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan.“
(Hud : 84,85)
7
2.5 Ruang Lingkup Muamalah
Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan
muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa
peraturanperaturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang
menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara
manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Menurut Ibnu Abidin, fiqih muamalah terbagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu:
1. Muawadlah maaliyah (hukum kebendaan)
2. Munakahat (hukum perkawinan)
3. Muhasanat ( hukum acara)
4. Amanat dan ‘Aryah (pinjaman)
5. Tirkah (harta peninggalan)
8
penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, alat tukar (uang), dan akad ijab
kabul atau serah terima. Berdasarkan rukun jual beli tersebut, jumhur ulama
menetapkan syarat-syarat tertentu sebagai berikut.
a. Orang yang Berakal
Berakal sehingga jual beli yang dilakukan oleh orang gila
hukum- nya tidak sah.
Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda.
Maksudnya, seseorang yang sama dalam waktu yang ber-
samaan tidak dapat bertindak sebagai pen- jual dan pembeli.
b. Syarat Ijab Kabul Ijab kabul saat ini telah mengalami perkembangan.
Bahkan, kita bisa memanfaatkan teknologi, seperti ponsel dan internet.
Di antara syaratnya, yaitu terjadi kesepakatan antara penjual dan
pembeli dengan lafal yang dapat dipahami. Selain itu, juga ada
informasi tertentu tentang keadaan barang dengan jelas. Jika pihak
pembeli menyatakan menerima, akad dianggap telah terjadi
c. Syarat Barang yang Diperjualbelikan
Barang itu ada atau jika tidak ada di tempat, penjual tetap
menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang
tersebut.
Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
Milik sah penjual atau orang yang mewakilkan.
Bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang
disepakati bersama ketika transaksi berlangsung
d. Syarat Nilai Tukar
Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlah-
nya.
Bisa diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum.
Jika jual beli itu dilakukan secara barter (muqayyadah), barang
yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara
9
Inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratanpersyaratan, rukun-
rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-
syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.
Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda
tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat
dibenarkan penggunaannya menurut syara’. Benda itu adakalanya bergerak
(dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat
dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada
perumpamaannya (mistli) dan tak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang
lainlainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang
syara’. Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya haramn
diperjualbelikan sehingga jual beli tersebut dipandang batal dan jika dijadikan
harga penukar, maka jual beli tersebut dianggap fasid.
Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang
bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual Beli dalam arti umum
ialah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan
kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-
menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang
ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda
yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan,
jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya. Jual beli dalam arti khusus ialah
ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan
yang mempunyai daya tarik, penukarannya bukan mas dan bukan pula perak,
bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak
merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si pembeli maupun tidak,
barang yang sudah diketahui terlebih dahulu.
10
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual
beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut
hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli. Ditinjau dari segi
benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam
Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi tiga bentuk:
a. Jual beli benda yang kelihatan.
b. Jual beli yang disebutkan sifat-sifat dalam janji, dan
c. Jual beli benda yang tidak ada.
Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan ada yang
dilarang jual beli yang dilarang juaga ada yang batal ada pula yang terlarang
tetapi sah. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:
a. Barang yang hukumnya najis menurut agama, seperti anjing, babi,
bangkai dll
b. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba
jantan dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.
c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
d. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun,
maksud muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih
di ladang atau di sawah.
e. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang
belum pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih
hijau.
f. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh
menyentuh.
g. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar,
seperti seseorang berkata, “lemparkan padaku apa yang ada padamu
dan sebaliknya.
h. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan
buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi
basah.
11
i. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan. 1
j. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jaual beli ini hampir sama
dengan jual beli menentukan dua harga, hanya saja di sini di anggap
sebagai syarat, seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku yang
butut ini dengan syarat kamu mau menjual mobilmu padaku”.
k. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan
terjadi penipuan.
l. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual.
m. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar.
Sedangkan jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya, tetapi
yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain:
a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk
membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya,
sebelum mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga
yang setinggitingginya.
b. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain.
c. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi
harga temannya dengan maksud memancing-mancing orang itu mau
membeli barang kawannya.
d. Menjual di atas penjualan orang lain.
Hikmah Pelaksanaan Jual Beli antara lain:
a. Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan
keleluasaan kepada hamba-hambaNYa
b. Kehidupan menjadi terjamin dan tertib karena masing-masing bangkit
untuk menghasilkan sesuatu yang menjadi sarana hidup.
c. Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya
dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli menerima barang
dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu
mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan
seharihari.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perbedaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan pengertian dalam
arti luas adalah dalam cakupannya. Muamalah dalam arti luas mencakup masalah
pernikahan. Meskipun pernikahan telah diatur dalam disiplin ilmu tersendiri,
yaitu dalam fiqh munakahat, karena masalah pernikahan telah diatur dalam
disiplin ilmu tersendiri, maka dalam muamalah pengertian sempit tidak termasuk
di dalamnya. Jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang
yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian
atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
3.2 Saran
Dimohon saran, kritikan dan masukan terhadap makalah yang telah disajikan
oleh penulis untuk lebih sempurna.
13
DAFTAR PUSTAKA
14