Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

URBANISASI SEBAGAI FAKTOR PENDUKUNG TIMBULNYA


STRATIFIKASI SOSIAL MASYARAKAT
(Contoh Kasus Kota Jakarta)

Disusun Oleh :
(Nama)
(nim)

Dosen Pengampu:
(nama dosen)

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang, 30 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i


DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii
BAB I ....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2
1.4 Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II ...................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Urbanisasi ................................................................................. 3
2.2 Pertambahan Jumlah Pendatang .................................................................. 3
2.3 Kepadatan Penduduk Akibat Urbanisasi...................................................... 4
2.4 Permasalahan Urbanisasi Menimbulkan Stratifikasi Sosial .......................... 5
2.5 Solusi Masalah Stratifikasi .......................................................................... 9
BAB III................................................................................................................... 11
PENUTUP .............................................................................................................. 11
3.1 Kesimpulan............................................................................................... 11
3.2 Saran ........................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stratifikasi sosial berasal dari istilah Social Stratification yang berarti Sistem
berlapislapis dalam masyarakat; kata Stratification berasal dari stratum
(jamaknya : strata) yang berarti lapisan; stratifikasi sosial adalah pembedaan
penduduk atau measyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis)
(syarif Moeis,2008). Banyak hal yang bisa menciptakan stratata sosial di
masyarakat seperti tingat pertumbuhan penduduk yang tinggi di suatu kota,
kemiskinan, pendidikan, ekonom, pekerjaan yang kadangkala strata sosial itu
menciptakan suatu permasalahan di perkotaan. Akar dari stratifikasi sosial di
masyarakat kota besar biasanya diakibatkan karena arus urbanisasi yang tinggi.
Permasalahan di negara berkembang adalah tingginya angka pertumbuhan
penduduk yang tidak didukung oleh pemerataan perekonomian dan pemerintahan
yang maju di desa dan di kota atau antar kota di negara berkembang tersebut.
Sekarang ini sekitar 67% penduduk dunia hidup di negara-negara yang sedang
berkembang yang tingkat kelahiranya berbeda jauh dengan negara maju
Hasnida(dalam Rendi,2016:209). Hal itu yang menyebabkan kemiskinan dan
pengangguran menjadi persoalan yang umum di negara berkembang.
Ketimpangan ketersediaan lapangan kerja yang disebabkan oleh tidak
meratanya pembangunan di suatu daerah, bermuara pada pesatnya angka
urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa menuju ke kota yang
kebanyakan berasal dari faktor mencari penghidupan atau mata pencaharian yang
dinilai lebih bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Soetomo (dalam
Rendi, 2016:211) mengemukakan bahwa urbanisasi selanjutnya di definisikan
sebagai proses terbentuknya kehidupan pedesaan, dalam konteks ekonomi, sosial
dan mentalitas masyarakat. Orang yang tinggal di desa kebanyakan bekerja
sebagai petani karena pekerjaan itu dinilai tidak cukup untuk menyambung hidup
mereka lebih memilih pindah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan lain.

1
Pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi di perkotaan pada dua dasawarsa
terakhir menunjukkan peningkatan yang pesat pada periode 1971- 1980
mencapai 4,60 persen per tahun meningkat menjadi 5,36 persen per tahun pada
periode 1980-1990. Menurut hasil olah cepat sensus penduduk 2010 jumlah
penduduk sebesar 237,6 juta orang yang meningkat dari sensus penduduk tahun
2000 sebesar 1,45 persen per tahun.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan urbanisasi?
b. Bagaimana proses urbanisasi bisa terjadi?
c. Bagaimana faktor yang menyebabkan urbanisasi bisa terjadi?

1.3 Tujuan
Untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa proses terjadi dan fakor
yang menyebabkan urbanisasi.

1.4 Manfaat
Memberikan informasi untuk menambah pengetahuan dan wawasan
khususnya kepada mahasiswa tentang urbanisasi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Urbanisasi


Urbanisasi merupakan proses mobilitas suatu penduduk dari desa menuju ke
kota. Urbanisasi meliputi perubahan penduduk, proses produksi dan lingkungan
sosial-politik-ekonomi pedesaan yang bersifat padat karya ke ekonomi kota yang
terkonsentrasikan spesialisasi produksi, teknologi relatif tinggi, dan
kewiraswastaan (Alia.dkk,2012:101). Urbanisasi membawa pengaruh besar
dalam lingkup perkotaan jika urbanisasi bisa di kontrol maka pendapatan dan
pembangunan suatu kota akan menjadi sangat pesat tetapi jika tidak maka
dampak buruk yang akan terjadi. Di kota besar di Indonesia yang perekonomian,
kesejahteraan hidup dan pembangunan nya maju seperti Jakarta, Bandung,
Semarang tidak bisa lepas dari dampak buruk urbanisasi yang menghasilkan
klasifikasi sosial di masyarakat perkotaan.

2.2 Pertambahan Jumlah Pendatang


Pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi di perkotaan pada dua dasawarsa
terakhir menunjukkan peningkatan yang pesat pada periode 1971- 1980
mencapai 4,60 persen per tahun meningkat menjadi 5,36 persen per tahun pada
periode 1980-1990. Menurut hasil olah cepat sensus penduduk 2010 jumlah
penduduk sebesar 237,6 juta orang yang meningkat dari sensus penduduk tahun
2000 sebesar 1,45 persen per tahun.
Dari data BPS diatas bisa dilihat bahwa tingkat jumlah penduduk perkotaan
setiap tahun mengalami peningkatan berbanding terbalik dengan tingkat jumlah
penduduk yang tinggal di desa malah cenderung semakin menurun. Semakin
pesatnya jumlah penduduk yang melakukan urbanisasi didukung data proyeksi
tingkat urbanisasi sampai tahun 2035 membuat semakin kompleksnya
permasalhan di daerah perkotaan.

3
Kegiatan urbanisasi yang sangat pesat dan menumpuk di kota kota besar
mengakibatkan banyak timbul lingkungan kumuh di daerah sub urban atau
pinggiran kota. Selain adanya lingkungan kumuh kegiatan urbanisasi yang tidak
terkontrol membawa pengaruh dan dampak buruk bagi lingkungan perkotaan
seperti kemacetan, pengangguran, meningkatnya kriminalitas, demoralisasi yang
tinggi dan masih banyak lagi. Kebanyakan penduduk yang melakukan urbanisasi
tidak didukung oleh skill dan keterampilan dalam bekerja sehingga banyak dari
mereka yang hanya menjadi pekerja kasar, serabutan, pekerja seks komersial,
gelandangan yang hanya mencoreng wajah indah perkotaan.

2.3 Kepadatan Penduduk Akibat Urbanisasi


Permasalahan lain yang timbul dari meningkatnya urbanisasi adalah
kurangnya ketersediaan lahan di daerah perkotaan, yang membawa pengaruh
dengan timbulnya kepadatan bangunan pemukiman, sehingga berdampak pada
adanya pemukiman yang tidak layak huni atau biasa disebut pemukiman kumuh
(slums area). Menurut (Debagus nandang,2011:80) rumah rumah pemukiman
kumuh dibangun diatas lahan yang rentan terhadap bencana seperti banjir, tanah
longsor, dan penggusuran.
Urbanisasi ke kota besar seperti membuat sebuah kelas sosial di masyarakat,
jara yang begitu jauh antara si miskin dan si kaya atau etnis pendatang dengan
masyarakat asli daerah tersebut. Klasifikasi sosial di masyarakat perkotaan sering
menimbulkan konflik sosial karena lahan, lapangan pekerjaan, pendidikan
merupakan kebutuhan primer manusia sedangkan hal tersebut di perkotaan
adalah yang mustahil bisa dinikmati semua orang.
Kepadatan penduduk di daerah perkotaan yang membawa berbagai carut
marut permasalahan sudah bisa kita di kota kota besar di Indonesia seperti
Jakarta, Bandung ataupun Semarang. Kota tersebut merupakan kota yang
mempunyai tingkat perekonomian dan pembangunan yang maju dengan
kesejahteraan yang cukup tinggi sehingga angka urbanisasi di kota itu juga besar.

4
2.4 Permasalahan Urbanisasi Menimbulkan Stratifikasi Sosial
Sejak jaman dahulu di Kota Batavia yang sekarang menjadi Jakarta sudah
banyak terbentuk kelas sosial. Batavia yang dulunya pelabuhan sunda kelapa
yang kecil disulap menjadi Ibu kota Hindia Belanda yang menampung manusia –
manusia dari mana saja baik Betawi, Jawa, Sunda, Cina, Arab, Eropa dan lain
lain yang beraktifitas disini yang dulunya Cuma terdapat kampung-kampung
kecil yang sederhana dan terbuat dari kayu, lalu Belanda mengubahnya menjadi
bangunan megah arsitektur Eropa yang terbuat dari beton dan baja yang bisa
menghalau hujan dan badai. Tetapi itu semua tidak didapatkan dengan gratis
banyak nyawa yang dikorbankan dari golongan pribumi atau bumiputera dalam
bentuk kerja paksa, pemerasan, monopoli perdagangan oleh golongan eropa.
Dalam hal kendaraan umum saja pada saat itu sudah ada pembagian kelasnya
misalnya kereta yang disebut trem, untuk golongan pribumi hanya boleh
menggunakan trem kelas ketiga sedangkan golongan timur asing dan eropa
menggunakan trem kelas 2 dan 1. Perbedaan antara trem kelas pribumi dan kelas
diatasnya adalah adanya atap pada kelas timur asing dan eropa yang melindungi
dari sengatan sinar matahari sedangkan trem kelas 3 tidak beratap seolah dengan
trem tersebut bangsa kolonial ingin membedakan mana yang budak dan berwarna
kulitnya dan mana yang majikan atau penguasa.
Kebanyakan penghuni kota Jakarta pada jaman dulu sampai sekarang adalah
orang yang melakukan urbanisasi. Apalagi di era modern seperti ini Jakarta
merupakan pusat dari segala aktivitas pemerintahan. DKI Jakarta juga
merupakan kota yang didalamnya terdapat berbagai aktivitas yang berhubungan
dengan kegiatan ekonomi dan bisnis, sehingga perekonomian di jakarta maju dan
terdapat banyak lapangan pekerjaan yang menjanjikan. Ketimpangan kelas sosial
di Jakarta bisa dilihat dari banyaknya lingkungan kumuh sampai penggusuran
dan banyaknya pengangguran, yang timpang jika dibandingkan dengan tingginya
alokasi dana APBD akibat banyaknya investor atau penanam modal asing di
Jakarta, masyarakat kelas atas dan kawasan perumahan elit yang ada di Jakarta.

5
Dengan total pendapatan daerah sebesar Rp. 43,82 triliun atau sekitar 67,38
persen dari total pendapatan yang ditargetkan sebesar Rp. 65,04 triliun. Sumber
terbesar dari pendapatan tersebut berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang mencapai Rp. 31,27 triliun, diikuti oleh pendapatan dari bagi hasil pajak
yang mencapai Rp. 9,28 triliun. Dari pendapatan daerah itu Pemerintahan Kota
Jakarta sudah bisa membiayai belanja daerah mencapai Rp. 37,8 triliun atau
59,39 persen dari yang dianggarkan salah satunya untuk membiayai program
unggulan di bidang pendidikan yaitu pemberian Kartu Jakarta Pintar. Dari data
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta itu bisa dilihat bahwa Jakarta
merupakan daerah yang maju dalam bidang perekonomian dan pendapatan
daerahnya juga termasuk yang tinggi di Indonesia.
Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi di DKI Jakarta menjadikan
kawasan metropolitan ini seperti gula yang menarik semut untuk mendatanginya.
Banyak pendatang dari luar kota berbondong-bondong pergi dan mengadu nasib
di ibu kota dengan harapan mencari sumber rejeki yang lebih baik. Dari data BPS
tentang pertambahan penduduk di DKI Jakarta pada Tahun 2013-2014 bertambah
sebesar 1,05 Persen atau sekitar 10 Juta jiwa lebih.
Dari hasil Proyeksi berdasarkan sensus penduduk Tahun 2010 ditemukan data
pertambahan penduduk di Jakarta mencapai 105 ribu jiwa per tahun atau dengan
kata lain setiap jamnya penduduk Jakarta bertambah menjadi 12 orang.
Berdasarkan pemantauan dan pengawasan tahun-tahun sebelumnya, mayoritas
pendatang baru menuju Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Barat di tiga
kota itu pendatang baru menilai banyak peluang kerja dilansir oleh
(www.metrotvnews.com).
Dengan pendapatan daerah yang tinggi dan tingkat pertumbuhan ekonomi
yang pesat maka sudah tidak mengherankan lagi jika DKI Jakarta merupakan
sebuah provinsi sekaligus kota yang paling padat penduduknya dengan luas lahan
administratif yang terbatas membuat banyak penduduk menempati lahan yang
bisa dibilang ilegal. Urbanisasi ke Jakarta memang perlu ditangani secara serius
karena menyebabkan berbagai persoalan, khususnya bagi Pemerintah Provinsi

6
DKI Jakarta dalam memenuhi kebutuhan warga pendatang, seperti penyediaan
lapangan kerja, pemukiman, sanitasi, dan air bersih dilansir oleh (www.m
ediaindonesia.com). Ketersediaan kesempatan kerja dan usaha ekonomi di
berbagai bidang sementara di daerah asal mereka menghadapi keterbatasan
kesempatan ekonomi, menyebabkan banyak penduduk bermigrasi ke Jakarta,
terutama untuk tujuan ekonomi (Haning.Romdiati, 2006:15).
Permasalahan yang cukup pelik dan berangsur angsur tanpa adanya solusi di
Jakarta adalah banjir dan kemacetan akibat padatnya penduduk juga massive nya
lalu lalang kendaraan di jalan raya. Banjir yang melanda kota Jakarta bukanlah
hal yang baru saja terjadi tetapi hal itu merupakan investasi dari menyempitnya
sungai dan menumpuknya sampah yang menghambat aliran sungai tersebut dari
dulu. Secara geografis Jakarta berbatasan dengan Provinsi Banten disebelah barat
dan provinsi Jawa Barat disebelah timur dan laut Jawa di utara. Di sebelah utara
terbentang pantai sepanjang ± 35 km tempat bermuaranya 13 sungai dan 2 kanal
Dinas PU DKI Jakarta (dalam BPS provinsi DKI Jakarta,2015:3). Dengan
terbentuknya lingkungan kumuh karena sempitnya lahan di bantaran sungai dan
kurangnya kesadaran masyarakat Jakarta tentang budaya tertib pembuangan
sampah menambah faktor pendukung bencana banjir karena 73 persen wilayah
Jakarta di lalui oleh aliran sungai. Arus urbanisasi yang mengakibatkan adanya
lingkungan kumuh di Jakarta membuat Pemerintah Kota Jakarta melakukan
penertiban dengan cara penggusuran yang sering menimbulkan konflik sosial di
dalamnya. Kemacetan juga menjadi dampak urbanisasi di Jakarta karena hampir
setiap penduduk yang bekerja, setiap harinya membawa kendaraan pribadi
sedikit yang menggunakan sarana dan prasarana umum. Faktor yang
mempengaruhi kemacetan adalah kapasitas jalan, banyaknya lalu lintas yang
ingin bergerak tetapi kalau kapasitas jalan tidak bisa menampung maka lalu lintas
akan terhambat sehingga terjadi kemacetan Sinulingga,1999 (dalam
A.Aris,2012).
Angka pengangguran di Kota Jakarta juga termasuk tinggi selain karena
jumlah penduduk yang padat, juga penduduk yang melakukan urbanisasi kadang

7
tidak mempunyai skill atau riwayat pendidikan. Namun yang lebih
mengkhawatirkan, yakni persentase tingkat pengangguran terbuka di Jakarta
ternyata melebihi persentase tingkat pengangguran terbuka nasional
(www.Kompasiana.com). Biasanya pengangguran di Jakarta untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya memilih bekerja secara informal karena tidak harus belajar
seperti menjadi pemulung sampah, pengepul barang bekas atau hanya menjadi
pengemis di pinggir jalan. Mereka kemudian mencari tempat tinggal seadanya
seperti di emperan toko, sebagian lain yang sedikit mampu memilih membangun
rumah di tanah-tanah kosong atau tanah negara (Debagus Nandang, 2011:81).
Lingkungan kumuh pun terbentuk dari aktivitas tersebut sehingga Pemerintahan
Kota Jakarta melakukan tindakan penertiban lingkungan kumuh dengan cara
mengadakan program penggusuran penggusuran. Tercatat pada Lembaga
Bantuan Hukum Jakarta, setidaknya pada Tahu 2015 dan 2016 telah terjadi
penggusuran paksa di 306 titik di wilayah Jakarta, dari penggusuran tersebut
memakan korban mencapai 13.871 keluarga. Pada tahun ini dari hasil penelitian
LBH Jakarta akan ada 507 Program penggusuran dengan menghabiskan dana
hampir 22 miliyar rupiah berikut rinciannya:
1) Jakarta Pusat, 91 program, Rp 3.436.481.764,-
2) Jakarta Timur, 118 program, Rp 5.571.525.941,-
3) Jakarta Selatan, 124 program, Rp 3.992.228.818,- 4. Jakarta Barat, 94
program, Rp.6.237.900.417,-
4) Jakarta Utara, 69 program, Rp.3.052.656.407,-
5) Kepulauan Seribu, 11 program, Rp. 387.537.907,
Anggaran diatas belum termasuk anggaran operasional dan pengadaan barang
dan jasa dari satuan pelaksana penggusuran paksa, yaitu Satpol PP
(www.bantuanhukum.or.id). Kondisi sosial masyarakat yang melakukan
urbanisasi di Jakarta sangatlah miris mereka pergi dari desa atau dari kota ke kota
yang lebih maju untuk mencari sumber rejeki tetapi yang didapat hanyalah
penggusuran. Bisa digambarkan sebenarnya urbanisasi di Jakarta telah membuat
suatu kasta sosial antara si kaya dan si miskin, pendatang yang terpelajar dan

8
tidak terpelajar sehingga dari kondisi tersebut sering di Jakarta terdapat konflik
sosial. . Kondisi sosial masyarakat Jakarta juga banyak yang intolenransi dilansir
oleh (https://m.detik.com) penduduk kota Jakarta menempati peringkat pertama
terendah di Indonesia tentang isu intoleransi seperti pelanggaran pembebasan
beragama dan beribadah (KBB) dan masih banyak lagi.

2.5 Solusi Masalah Stratifikasi


Permasalahan ini harus dicarikan sebuah solusi yang konkrit agar Kota Jakarta
bisa nyaman dan aman ditinggali semua penduduknya. Agar stratifikasi sosial
masyarakat kota Jakarta tidak begitu jauh jaraknya dan mengurangi adanya
bentrokan sosial salah satu caranya dengan menekan laju urbanisasi di Jakarta.
Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas pendidikan dan kesehatan
merupakan faktor pendukung upaya mengurangi urbanisasi. Solusi yang
ditawarkan dalam tulisan ini adalah dengan membentuk badan usaha milik desa
(BUMdes).
Keunggulan yang dimiliki BUMdes antara lain mampu menekan laju
pertumbuhan perkotaan, mendorong berkembangnya ekonomi masyarakat desa,
memberikan perlindungan dengan pemberian pinjaman suku bunga yang ringan
dan yang terakhir dapat menjadi sumber pendapatan asli desa sehingga anggaran
pembangunan di pedesaan dapat ditingkatkan (Ketut Gunawan, 2011:61).
Dengan membentuk BUMdes diharapkan penduduk desa di dalam sebuah kota
yang belum maju bisa ditekan keinginannya untuk melakukan urbanisasi di
Jakarta.
Dampak lain dari pengurangan laju urbanisasi bagi terbentuknya stratifikasi
sosial di masyarakat adalah jarak antara masyarakat perekonomian rendah dan
tinggi yang bisa dikurangi jumlahnya selain itu kemajemukan di Kota Jakarta
juga bisa di kontrol. Masyarakat yang terlalu majemuk di dalam suatu kota
apalagi dengan tingkat perekonomian yang berbeda kadang terbentuk suatu
kecemburuan sosial yang bermuara kepada kasus intoleransi antar masyarakat.
Agar permasalahan itu bisa dikurangi seharusnya pemerintahan kota Jakarta bisa

9
mengembangkan orangorang yang tidak mempunyai keterampilan dengan
pemberian life skill yang menunjang kegiatan ekonomi mereka.
Permaslahan penggusuran lingkungan kumuh yang diakibatkan oleh
masyarakat miskin bisa diatasi dengan pemberian ganti rugi yang sepadan dan
memperhatikan beberapa factor.
1) Akses pendidikan murah yang gampang di jangkau di lingkungan baru
2) Keterjaminan lapangan pekerjaan
3) Akses kesehatan yang mudah didapat
Dengan solusi yang mudah di implementasikan itu harapanya penduduk di
Kota Jakarta bisa hidup rukun, adil, sejahtera yang membuat wajah Ibu Kota
Indonesia ini kembali tersenyum.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebuah kota besar seperti Jakarta yang maju dalam hal pemerintahan,
perekonomian, banyanya akses lapangan pekerjaan membuat kota Jakarta banyak
menjadi tujuan penduduk dari kota lain untuk melakukan urbanisasi. Dengan
banyaknya penduduk yang melakukan hal tersebut membuat padat aktivitas
sosial di Jakarta yang menimbulkan terbentuknya stratifikasi sosial di masyarakat
Jakarta.
Banyaknya penduduk yang melakukan urbanisasi tanpa adanya keterampilan
yang mendukung pekerjaan membuat permasalahan kompleks di Jakarta seperti
pengangguran, intoleransi antar masyarakat, terbentuknya lingkungan kumuh dan
lain-lain padahal di Kota Jakarta yang notabene disebut kota bisnis banyak sekali
terbentuk lingkungan mewah seperti Apartemen, Perumahan eksklusif, Hotel dan
masyarakat elite yang kondisi ekonominya berlimpah.
Kondisi tersebut membuat di Jakarta timbul berbagai macam kelas sosial jarak
antara si kaya dan si miskin yang sangat mencolok membuat Pemerintah Kota
Jakarta banyak mengeluarkan kebijakan yang merugikan masyarakat ekonomi
menengah kebawah seperti penggusuran dengan dalih mempercantik kota. Tidak
jarang juga kita lihat di Jakarta banyak sekali aksi kriminalitas karena hal
tersebut.
Permasalahan ini harus dicarikan sebuah solusi yang konkrit agar Kota Jakarta
bisa nyaman dan aman ditinggali semua penduduknya. Agar stratifikasi sosial
masyarakat kota Jakarta tidak begitu jauh jaraknya dan mengurangi adanya
bentrokan sosial salah satu caranya dengan menekan laju urbanisasi di Jakarta.
Peningkatan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas pendidikan dan kesehatan
merupakan faktor pendukung upaya mengurangi urbanisasi. Solusi yang
ditawarkan dalam tulisan ini adalah dengan membentuk badan usaha milik desa
(BUMdes). Keunggulan yang dimiliki BUMdes antara lain mampu menekan laju

11
pertumbuhan perkotaan, mendorong berkembangnya ekonomi masyarakat desa,
memberikan perlindungan dengan pemberian pinjaman suku bunga yang ringan
dan yang terakhir dapat menjadi sumber pendapatan asli desa sehingga anggaran
pembangunan di pedesaan dapat ditingkatkan (Ketut Gunawan, 2011:61).

3.2 Saran
Dengan membentuk BUMdes diharapkan penduduk desa di dalam sebuah
kota yang belum maju bisa ditekan keinginannya untuk melakukan urbanisasi di
Jakarta. Dampak lain dari pengurangan laju urbanisasi bagi terbentuknya
stratifikasi sosial di masyarakat adalah jarak antara masyarakat perekonomian
rendah dan tinggi yang bisa dikurangi jumlahnya selain itu kemajemukan di Kota
Jakarta juga bisa di kontrol.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ariadi, Rendi dan Said Muhammad.2016. Pengaruh Urbanisasi, Pendidikan Dan


Pendapatan Terhadap Tingkat Fertilitas Di Lima Kota Provinsi Aceh.
dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Unsyiah Vol 1 Nomor 1.
Aris,Azhar. 2012. Analisis Dampak Sosial Ekonomi Pengguna Jalan Akibat
Kemacetan lalu Lintas. dalam Jurnal Ilmiah. Malang: UNIVERSITAS
BRAWIJAYA.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2015. Statistik Daerah Provinsi DKI
Jakarta. dalam Katalog BPS 1101002.31. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia Tahun 2010-2035. Jakarta.
Fajar Indrawan, Aditya (16 November 2017). Setara: DKI Jadi Kota dengan Toleransi
Terendah di Indonesia. Diakses pada tanggal 29 November 2022
https://m.detik.com Gunawan,
Ketut. 2011. Manajemen Bumdes Dalam Rangka Menekan Laju Urbanisasi. Jurnal
Sains dan Teknologi vol. 10 No. 03.
Widyatech Hartati Ali, Ismaini Zain dan Brodjol Sutijo Suprih Ulama.2012. Analisis
CART (Classification And Regression Trees) pada Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kepala Rumah Tangga di Jawa Timur Melakukan
Urbanisasi. Jurnal Sains dan Seni ITS Vol.1 No 1. Surabaya.
Moeis, Syarif. (2008). Stratifikasi Sosial. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia.
Nandang,Debagus. 2011. Pengaruh Urbanisasi Terhadap Tumbuhnya Rumah Bedeng
Di Semarang. dalam Jurnal Teknik UNISFAT Vol. 6 No. 2.
Ritonga,Razali (18 Oktober 2017). Ihwal Urbanisasi Jakarta.. . Diakses pada tanggal
29 November 2022 www.mediaindonesia.com.
Romdiati,Haning dan Mita Noveria. 2006. Mobilitas Penduduk AntarDaerah Dalam
Rangka Tertib Pengendalian Rangka Tertib Pengendalian Migrasi Masuk
Ke DKI Jakarta. dalam Jurnal Kependudukan Indonesia Vol. 1 No. 1

13
Siaran Pers LBH Jakarta Nomor 777/SK-ADV-PMU/VII/2017 (03 Juli
2017).
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Anggarkan 22 Milyar untuk 507 Program
Penggusuran. . Diakses pada tanggal 29 November
2022.www.Bantuanhukum.or.id
Tomy Rivaldo (2 Juni 2012). Tingkat Pengangguran di DKI Jakarta Melebihi Tingkat
Pengangguran Nasional. . Diakses pada tanggal 29 November 2022..
www.Kompasiana.com
Whisnu Mardiansyah (07 Juli 2017). Tren Urbanisasi di Jakarta. . Diakses pada
tanggal 29 November 2022. www.Metrotvnews.com

14

Anda mungkin juga menyukai