Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TEKNOLOGI PASCAPANEN SORGUM

DISISUN OLEH :
Novia Rosalin Amimma (D1C222006)

DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Dewi Fortuna, S.TP., M.P

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah
ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami
berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 29 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... iii
1.1 ...................................................................................................................Latar
Belakang.................................................................................................... 1
1.2 ...................................................................................................................Rumu
san Masalah............................................................................................... 2
1.3 ...................................................................................................................Tujua
n................................................................................................................. 2
1.4 ...................................................................................................................Manf
aat.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 ...................................................................................................................Tekno
logi Pascapanen Sorgum............................................................................ 3
2.2 ...................................................................................................................Pengo
lahan Pascapanen Sorgum......................................................................... 8
BAB III PENUTUP
3.1 ...................................................................................................................Kesi
mpulan....................................................................................................... 13
3.2 ...................................................................................................................Saran
................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

2.1.1 LATAR BELAKANG


Sorgum (Sorghum bicolor L. Moench) mempunyai kandungan nutrisi dasar
yang tidak kalah penting dibanding dengan serealia lainnya, dan mengandung
unsur pangan fungsional. Biji sorgum mengandung karbohidrat 73%, lemak
3,5%, dan protein 10%, bergantung pada varietas dan lahan pertanaman
(Mudjisihono dan Damarjati 1987; Suarni dan Patong 2001). Kelemahan sorgum
sebagai bahan pangan adalah adanya tanin dalam biji. Senyawa polifenol tersebut
memberi warna kurang baik pada produk akhir dengan rasa agak sepat. Selain
itu, dikenal sebagai antinutrisi karena menghambat proses daya cerna protein dan
karbohidrat dalam tubuh. Bertitik tolak dari hal tersebut, maka untuk
mempromosikan kelebihan sorgum sebagai bahan pangan adalah
memperkenalkan potensi pangan fungsional yang terkandung dalam bijinya.
Unsur pangan fungsional tersebut termasuk beragamnya antioksidan, unsur
mineral terutama Fe, serat makanan, oligosakarida, β-glukan termasuk komponen
karbohidrat non-starch polysakarida (NSP), dan lainnya. Pangan fungsional
bermanfaat untuk mencegah penyakit yang terkait dengan sistem kekebalan
tubuh, endokrin, saraf, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, dan lain sebagainya
(Suarni dan Subagio 2013).
Walaupun potensi sorgum di Indonesia cukup besar dengan beragam varietas,
baik local maupun introduksi, tetapi pengembangannya bukan hal mudah.
Banyak masalah dihadapi termasuk sosial, budaya, dan psikologis di mana beras
merupakan pangan bergengsi (superior food) sedang sorgum kurang bergengsi
(inferior food), sementara gandum adalah bahan pangan impor yang sangat
bergengsi. Sorgum merupakan bahan pangan pendamping beras yang
mempunyai keunggulan komparatif terhadap serealia lain seperti jagung,
gandum, dan beras.

1
Hingga saat ini, Indonesia masih mengimpor pati/dekstrin baik dalam bentuk
pati alami maupun yang telah dimodifikasi dari luar, pada hal sorgum termasuk
sumber pati yang memadai. Peranan teknologi pascapanen sangat dibutuhkan,
mulai dari panen, pengeringan, perontokan, penyosohan, pembuatan tepung
sorgum, pembuatan pati sorgum. Selanjutnya pemanfaatan dari bahan setengah
jadi ini, menjadi aneka produk olahan baik diversifikasi pangan maupun aneka
produk industry. Masyarakat masih belum mengenal kelebihan sorgum, hingga
saat ini hasil-hasil penelitian pemanfaatan sorgum masih belum banyak diadopsi
dan diterapkan oleh masyarakat. Penerapan teknologi pascapanen sorgum
terutama di tingkat petani belum dilakukan dengan baik, masih perlu perbaikan.

2.1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut :
a. Bagaimana proses pembuatan tepung sorgum?
b. Bagaimana teknologi pascapanen yang bisa dilakukan untuk proses
pembuatan sorgum?

2.1.3 TUJUAN
Makalah ini bertujuan untuk membahas pokok – pokok penting seperti :
a. Mengetahui bagaimana proses pembuatan tepung sorgum.
b. Mengetahui bagaimana teknologi pascapanen yang bisa dilakukan untuk
proses pembuatan sorgum.
c. Mengetahui bagaimana kualtias terbaik sorgum.

2.1.4 MANFAAT
Memberikan informasi dan literasi untuk menambah pengetahuan dan
wawasan khususnya kepada mahasiswa tentang teknologi pasca panen sorgum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teknologi Pascapanen Sorgum


Untuk memperoleh biji sorgum kering masak fisiologis yang siap diproses
menjadi bahan setengah jadi yaitu sorgum sosoh, tepung sorgum dan pati sorgum
melalui beberapa tahapan. Peranan teknologi pascapanen primer meliputi
kegiatan panen, pengeringan, perontokan, pengeringan ulang sehingga diperoleh
biji sorgum kering dengan kadar air 12-14%. Biji sorgum kering yang diperoleh
dari pascapanen primer, diolah menjadi bahan setengah jadi (sosoh, tepung, pati),
selanjutnya dibuat ragam produk olahan baik pangan maupun industry (Suarni
2004; Suarni dan Firmansyah 2012).

1. Pemanenan
Biji sorgum yang melekat pada malai tidak mempunyai pelindung (seperti
kelobot atau polong) sehingga biji sorgum sangat rentan terhadap kehilangan
menjelang panen misalnya dimakan burung, serangga, jamur serta kondisi
lingkungan lainnya yang merugikan. Selain itu, sorgum juga agak sulit
dikeringkan di lapangan sampai kadar air 14% sebelum dipanen. Oleh karena
itu, apabila saat panen tiba, sorgum sebaiknya dipanen dan diproses secepat
mungkin untuk menghindari susut kualitatif dan kuantitatif.
Pemanenan dapat dilakukan setelah terlihat adanya ciri-ciri seperti daun
tanaman telah menguning, malai telah sempurna dan biji telah mengeras. Selain
ciri visual, saat panen juga dapat diduga dengan melihat umur bakal biji
terbentuk (biasanya umur 60-65 hari), dan berdasarkan informasi tersebut
waktu panen yang tepat adalah 40-45 hari setelah bakal biji terbentuk. Kadar air
biji sorgum saat panen bervariasi antara 20-23%, sedangkan untuk layak
dirontokkan dengan kadar air 17%, sehingga memerlukan pengeringan
(Firmansyah et al. 2010).

3
Panen sorgum dilakukan dengan memotong malai dengan menggunakan
sabit atau parang. Panjang malai yang telah masak fisiologis umumnya
bervariasi antara 20- 23 cm dan berbentuk ellips kompak. Malai sorgum
dipotong sekitar 20 cm dari pangkal/bawah malai dengan menggunakan sabit.
Malai yang telah dipotong selanjutnya dikumpulkan dan di masukkan ke dalam
karung plastik untuk diproses pada fase selanjutnya. Keterlambatan dalam
pemanen sorgum berakibat menurunkan hasil panen 8-16% tergantung kadar air
biji sorgum.

2. Pengeringan
Pengeringan sorgum dilakukan untuk menurunkan kadar air biji agar aman
disimpan, dengan kadar air berkisar antara 10-12%. Selama pengeringan
berlangsung terjadi proses penguapan air pada biji karena adanya panas dari
media pengering, sehingga uap air akan lepas dari permukaan biji ke ruangan di
sekeliling tempat pengering (Brooker et al. 1974).
Pengeringan diperlukan sebelum perontokan untuk menghindari terjadinya
biji pecah saat dirontok. Untuk itu, kadar air biji harus diturunkan menjadi 12-
14% kemudian dirontok lalu dikeringkan kembali sampai 10-12% sebelum
disimpan dalam jangka waktu tertentu sehingga tidak mudah terserang hama
dan terkontaminasi cendawan/jamur, serta mempertahankan volume dan bobot
bahan sehingga memudahkan penyimpanan (Handerson and Perry 1982).
Keterlambatan proses pengeringan dapat berakibat pada kerusakan biji
sorgum khususnya oleh serangan hama kumbang bubuk. Selain itu, proses
pengeringan yang terlalu lama atau terlalu cepat dan proses pengeringan yang
tidak merata juga dapat menurunkan kualitas biji sorgum. Suhu yang terlalu
tinggi atau adanya perubahan suhu yang mendadak juga dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada biji sorgum yang berdampak langsung pada mutu
yang dihasilkan (Brooker et al. 1981).
Selama proses pengeringan bahan, transformasi fisik salah satunya yaitu
warna bahan dapat mengalami perubahan. Laju perubahan ini berbanding lurus

4
dengan lama proses pengeringan (Culver dan Wrolstad, 2008). Warna biji dapat
menjadi salah satu indikasi lama proses pengeringan biji sorgum.

3. Pengeringan Sorgum di Tingkat Petani


Cara pengeringan sorgum yang umum dilakukan di tingkat petani adalah
dengan menjemur di bawah sinar matahari. Penjemuran sorgum langsung di
lapang dengan bantuan sinar matahari umumnya dilakukan pada malai yang
masih bersatu dengan biji. Efektifitas penjemuran sangat ditentukan oleh:
Ketebalan lapisan pengeringan, suhu dan lama pengeringan, bulk density, dan
frekuensi pembalikan yang dilakukan (FAO 1999).
Fasilitas penjemuran yang umumnya digunakan di tingkat petani adalah: a.
tanpa alas jemur, malai langsung dikeringkan di atas tanah atau ditepi jalan, b.
lembaran plastik atau terpal, c. penjemuran dengan menggantung di tiang
bawah kolom rumah, d. penjemuran di atas perapian/dapur petani, dan e. lantai
jemur.
Teknis pengeringan dilakukan dengan menyusun malai sorgum di terpal
atau lantai jemur dengan ketebalan tumpukan 10-20 cm atau menyesuaikan
dengan kondisi faslitas penjemuran. Semakin tipis ketebalan tumpukan dan
semakin sering dilakukan pembalikan maka waktu pengeringan yang
dibutuhkan juga makin sedikit. Di beberapa daerah seperti Soe dan Pulau Rote
Ndao Nusa Tenggara Timur, malai sorgum ditumpuk di atas perapian dapur
dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan dan untuk menekan serangan
hama kumbang bubuk/sitophilus yang dapat merusak biji.
Lama waktu penjemuran malai sorgum bervariasi antar 5-7 hari dengan
asumsi kondisi cuaca cerah. Dengan kisaran waktu tersebut, kadar air biji
sorgum akan turun dari 18-20% menjadi 12-14% atau dengan kata lain laju
penurunan kadar air sebesar 0,7-1%/hari. Kriteria untuk mengetahui tingkat
kekeringan biji adalah dengan cara menggigit biji sorgum, bila bersuara maka
biji telah kering dan malai siap untuk dirontok. Kriteria lain untuk melihat
tingkat kekeringan biji adalah dengan melihat perubahan warna, khususnya

5
pada jenis sorgum biji putih/coklat. Sorgum yang baru dipanen biasanya
berwarna coklat muda namun setelah kering maka warnanya akan berubah
menjadi coklat tua.
Apabila biji sorgum akan digunakan sebagai benih atau untuk disimpan
dalam waktu yang lama, disarankan untuk mengeringkan malai sampai kadar
air 12-14% kemudian dirontok lalu dikeringkan kembali sampai kadar air 10-
12% (Firmansyah et al. 2011).

4. Pengeringan Sorgum dengan Alat Mekanis


Pengeringan secara mekanis adalah pengeringan dengan bantuan alat
pengering yang dioperasikan secara mekanis. Beberapa alat pengering mekanis
adalah: (a) alat pengering dengan sumber panas energi bahan bakar minyak
(solar, minyak tanah, premium); (b) alat pengering dengan sumber panas energi
bahan bakar limbah pertanian; (c) alat pengering dengan sumber panas energi
sinar matahari.
Spesifikasi alat pengering yang dirancang Prabowo et al. (2000), yaitu alat
pengering dengan sumber panas matahari dan tungku bahan bakar tongkol
jagung/kayu telah dioperasikan untuk mengeringkan jagung dan sorgum di
Balitsereal sejak tahun 2000, khususnya pada musim hujan. Rata-rata suhu
pengering tersebut pada jam 08:00- 16:00 berkisar antara 30-45ºC, kemudian
mengalami penurunan sampai 25ºC pada pukul 17:00. Suhu udara pada kotak
pengering yang diamati pada panel kolektor panas bagian atap bangunan
pengering (T-k) dan saluran udara pemanas (T-s) masing-masing 30ºC dan
55ºC. Kelembaban nisbi udara (RH) yang tercatat selama pengamatan berkisar
antara 80-100% dengan suhu lingkungan (anbient) 21-35ºC. Suhu maksimum
pada kotak pengering T1-T6 cocok untuk pengeringan benih, dengan kisaran
suhu 40-45ºC (Firmansyah et al. 2011).

6
5. Perontokan
Setelah melalui proses pengeringan dengan menurunkan kadar air dari
>20% menjadi 12-14% maka tahapan selanjutnya adalah perontokan atau
pemisahan biji dengan malai sorgum. Perontokan secara tradisional banyak di
jumpai di tingkat petani, misalnya di Demak, petani umumnya merontok
sorgum dengan memukul tumpukan malai dengan alu atau kayu dengan
kapasitas kerja 15 kg/jam. Setelah dirontok, biji kemudian dibersihkan dengan
menampi dengan tujuan untuk memisahkan biji dengan daun, malai dan kotoran
ikutan lainnya. Di berbagai negara terdapat caracara yang unik untuk merontok
sorgum.
Balai penelitian Tanaman Serealia merancangbangun alat perontok multi
komoditas untuk padi dan sorgum dengan tujuan untuk optimalisasi
penggunaan alat sehingga waktu menganggur alat (idle) lebih kecil
(Firmansyah et al. 2003 ). Hasil perbaikan alsin perontok padi/kedelai untuk
sorgum model PSPK-Balitsereal mempunyai kapasitas 343 kg/jam dengan
efisiensi 90,23-92,84% pada putaran silinder perontok 500-700 rpm dan laju
pengumpanan berkisar 6-8 kg/menit. Mesin tersebut juga diuji untuk merontok
padi dengan kapasitas 220 kg/jam dan efisiensi 82,93% pada putaran silinder
600 rpm dan laju pengumpanan 7 kg/menit.

6. Penyimpanan Sorgum
Setelah melalui proses perontokan maka biji sorgum siap untuk diproses
sesuai peruntukannya. Biji sorgum yang akan digunakan untuk konsumsi
langsung harus melewati proses penyosohan terlebih dahulu. Penyosohan
lapisan kulit luar sorgum diperlukan untuk membuang lapirsan tanin yang
rasanya sepat dan mempengaruhi citarasa makanan. Apabila biji akan
dipasarkan, tidak perlu disosoh dan langsung dimasukkan dalam karung dan
disimpan di gudang.
Penyimpanan produk biji bertujuan untuk mempertahankan kualitas biji
dari kemungkinan faktor lingkungan yang dapat merusak biji sorgum,

7
diantaranya serangan hama, biji berkecambah, dan peningkatan kadar air yang
dapat memicu timbulnya jamur. Sorgum dapat disimpan dalam bentuk malai
atau biji. Penyimpanan di tingkat petani dilakukan dengan menggantungkan
malai sorgum di atas perapian/dapur. Metode penyimpanan ini selain sebagai
pengeringan lanjutan juga untuk mencegah serangan hama kumbang bubuk
selama penyimpanan. Namun penyimpanan model ini membutuhkan tempat
yang agak luas (FAO 2001).
Biji sorgum simpanan sangat peka terhadap serangan hama gudang. Biji
sorgum yang disimpan pada kadar air awal lebih kurang 13% setelah terinfeksi
hama sewaktu di lapangan dan disimpan di dalam kaleng dengan tutup kurang
rapat dan sering dibuka, kerusakan lebih kurang 30% biji sorgum berlubang-
lubang setelah disimpan selama tiga bulan dalam suhu kamar. Hasil penelitian
penyimpanan biji sorgum beberapa galur/varietas setelah waktu simpan tiga
bulan, sudah mulai terserang hama gudang, termasuk kumbang bubuk
Sitophilus zeamais Moisch (Nonci et al. 1997; Pabbage et al. 1997).

2.2 Pengolahan Pasca Panen Sorgum


Tersedianya biji sorgum kering merupakan bahan pangan dan industry yang
akan melalui beberapa tahapan pengolahan tergantung peruntukkannya. Balai
Penelitian Tanaman Serealia merancangbangun mesin penyosoh khusus sorgum
pada tahun 1995 dengan memodifikasi mesin penyosoh Model TGM-400 yang
dibuat Jepang (Lando et al. 1998 ). Modifikasi dilakukan dengan memperpanjang
dimensi alat, panjang dan diameter silinder penyosoh, serta model sarangan
(Lando et al. 1998). Hasil pengujian menunjukkan bahwa pemanjangan silinder
penyosoh dari 32 mm menjadi 176,2 mm meningkatkan kapasitas penyosohan
menjadi dari 4 kg/jam menjadi 29 kg/jam pada putaran silinder penyosoh 2500
rpm. Pengembangan dan perbaikan rancangan dilakukan, dan pada tahun 2010,
dihasilkan prototipe baru mesin penyosoh tipe abrasif PSA-M3yang digerakkan
enjin 10 HP. Mesin ini mampu menyosoh biji sorgum dengan kapasitas 40

8
kg/jam, lebih tinggi dibandingkan generasi pendahulunya yang hanya
mempunyai kapasitas sosoh 29 kg/jam (Firmansyah et al. 2010).
Kapasitas penyosohan berbeda tergantung ukuran biji, kadar air penyosohan
serta tingkat kekerasan biji. Hasil akhir dari penyosohan ini adalah beras sorgum
yang sudah bersih dari kulit ari dan siap untuk ditepungkan. Dimensi biji sorgum
varietas varietas lokal Selayar dengan warna biji merah, lokal Selayar dengan
warna biji coklat/ hitam dan warna biji putih beda. Ketiga varietas tersebut yang
beda demensinya, jika disosoh dengan mesin sosoh PSA-M3, kualitasnya juga
berbeda.
1. Penepungan
Teknologi penepungan dilakukan dengan dua metode yaitu metode
basah dan kering, rendemen tepung metode basah lebih tinggi dibanding
metode kering untuk semua varietas. Hal ini disebabkan dengan perendaman
beras sorgum (metode basah) granula pati, lemak dan protein mengalami
pengembangan/perubahan struktur, sehingga biji lunak dan mudah
ditepungkan. Sehingga rendemen tepung lebih tinggi dan tekstur lebih halus.
Proses tersebut berpengaruh terhadap kandungan nutrisi biji sorgum.

2. Pembuatan Pati Sorgum


Pembuatan pati sorgum relatif lebih sulit dibanding penepungan, yaitu melalui
proses sortasi, penyosohan, perendaman, dan ekstrak pati dengan berbagai
metode. Pelepasan matriks protein yang mengikat pati sorgum dapat
dilakukan dengan perendaman, penambahan larutan kimia yang aman untuk
pangan.

3. Pemanfaatan Sorgum sebagai Bahan Diversifikasi Pangan


Dalam bentuk sosoh (sorgum pulut) dapat diolah menjadi makanan
tradisional antara lain wajik, tape, rangginan, hal ini dapat menunjukkan
kemampuan sorgum sosoh dalam mensubsititusi beras pulut yang relatif
mahal harganya (Rp.18000/kg). Selanjutnya bahan tepung sorgum pulut dan

9
non pulut dapat diolah menjadi beragam pangan tradisional, dalam hal ini
dapat mengganti/mensubstitusi tepung beras pulut/non pulut (Suarni dan
Firmansyah 2012).

4. Sorgum Sosoh dan Tepung Sorgum


Pemanfaatan sorgum sosoh untuk membuat nasi sorgum, bubur sorgum
telah banyak dilakukan. Misalnya pembuatan nasi sorgum instan yaitu: biji
sorgum disosoh (DS 100%), direndam di dalam larutan Na2HPO4 0,2 % pada
suhu 30ºC selama 2 jam. Selanjutnya sorgum sosoh dicuci dan dimasak
menggunakan rice cooker hingga matang, dibekukan (suhu -40ºC, 24jam) dan
dithawing, dan dikeringkan. Karakteristik nasi sorgum instan dengan
kandungan protein 9,31%, karbohidrat 89,5%, lemak 0,88%, amilosa 32%,
serat pangan 8,8%, daya cerna pati 61,64% dan daya cerna protein 73,93%,
serta energi 403 kkal/100 g (Widowati et al. 2010).
Untuk produk roti tawar dan mie, substitusi tepung sorgum berkisar 10-
20%. Untuk meningkatkan persentase substitusi perlakuan dengan
penambahan surfaktan pada adonan substitusi tepung sorgum terhadap terigu
dapat ditingkatkan hingga taraf 25-30% dengan tingkat penerimaan panelis
kriteria suka (Suarni 2004).
Pemanfaatan tepung sorgum dalam pembuatan stik bawang telah
dilakukan Tjahyadi et al. (2011). Mengunakan sorgum genotype 1.1. dengan
lama penyosohan 1,5 menit dan imbangan tepung sorgum dengan tepung
terigu 50:50 menghasilkan stik bawang sorgum dengan karakteristik yang
terbaik dan disukai, termasuk cita-rasa, kerenyahan, warna dan kenampakan
keseluruhan. Diperoleh rendemen stik bawang 88,9%, volume pengembangan
137,8%, dan penyerapan minyak 24,39%. Substitusi tepung sorgum diatas
50% memperlihatkan tampilan warna agak kusam (kurang cerah). Hal ini,
sesuai dengan penelitian Apsari (2007); Suarni dan Patong (2001) pada
pembuatan roti tawar dengan sorgum masing-masing genotipe B-100, UPCA-

10
S1 bahwa semakin besar tingkat substitusi tepung sorgum terhadap terigu,
tingkat kecerahan adonan roti makin menurun.
Untuk produk mi dari tepung sorgum telah dilakukan Muhandri et al.
(2011) dengan menggunakan varietas Numbu. Hasil analisis menunjukkan
bahwa tepung sorgum memiliki kadar air 13,52% bb, kadar protein 8,50% bk,
kadar lemak sebesar 2,42% bk, kadar abu 0,84% bk, kadar karbohidrat
88,23% bk, kadar pati 82,18% bk, dan kandungan amilosa sebesar 22,46%.
Proses optimum pembuatan mi sorgum menggunakan ekstruder ulir ganda
adalah suhu 85°C dan kecepatan 20 Hz.

5. Sorgum dalam Bio Industri


Dari tiga komponen hasil panen sorgum, yaitu biji, nira batang dan
bagas (ampas perahan nira) dapat digunakan sebagai bahan baku etanol.
Sorgum manis yang batangnya banyak mengandung gula, berpotensi sebagai
bahan baku gula, bioetanol dan molase untuk pembuatan mono sodium
glutamat (Suarni dan Hamdani 2001).
Biji sorgum memiliki komposisi pati sebanyak ±78,45%, sangat
berpotensi sebagai sumber bahan bakar nabati yaitu bioetanol. Bioetanol
(C2H5OH) merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini menjadi
primadona untuk menggantikan minyak bumi. Minyak bumi saat ini harganya
semakin meningkat, selain kurang ramah lingkungan juga termasuk sumber
daya yang tidak dapat diperbaharui. Beberapa hasil penelitian dari bahan pati
sorgum menjadi bioetanol dengan perlakuan fermentasi (Herlinda 2011;
Meldha et al. 2012).
Sorgum sebagai sumber pati yang potensial, dapat dijadikan bahan
baku pada industri dekstrin, gula, bioetanol, farmasi serta kosmetik. Pati
sorgum dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengisi, pengental makanan. Selain
itu, dapat dibuat bubur, biscuit dan olahan sejenisnya. Komposisi rasio
amilosa/amilopektin sekitar 25%:75% pada varietas Numbu, Kawali
menunjukkan sesuai industri tersebut.

11
Selain pati sorgum sebagai bahan baku bioetanol, batang sorgum juga
dapat diekstrak menjadi nila sorgum, selanjutnya dapat diolah menjadi gula
merah, selain itu dapat difermentasikan menjadi bioetanol seperti halnya dari
bahan pati sorgum.

12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Untuk memanfaatkan sorgum sebagai bahan diversifikasi pangan dan bio
industry memerlukan penanganan pascapanen yang akurat, sistimatis, mudah
dipahami dan dilakukan di lapangan. Teknologi pascapanen yang diterapkan
mulai panen, pengeringan, perontokan, pengeringan ulang, penyimpanan.
Selanjutnya diproses menjadi bahan setengah jadi (sosoh, tepung jagung, pati),
dengan sentuhan teknologi pengolahan tergantung peruntukkannya.

3.2 Saran
Dalam pemanfaatannya Sorgum sosoh dapat dibuat aneka olahan, demikian
juga dengan tepung sorgum. Bahan pati dapat dimanfaatkan pada industry
sebagai bahan perekat, farmasi, kosmetik, gula cair, bahan bioetanol. Produk
berbasis sorgum dengan kualitas bermutu dapat dihasilkan dengan penanganan
pascapanen yang memadai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D.B., F.W. Bakker, and C.W. Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A
VI Publishing Co. Inc, West Port. USA.
Brooker, D.B., F.W. Bakker-Arkema and C.W. Hall. 1981. Drying cereal grains.
Connecticut: the avi publishing. 265p.
Culve, C.A. and R.E. Wrolstad. 2008. Color quality of fresh and processed foods.
(eds) ACS Symposium Series 983.
Dharmaputra, O.S. 2013. Post Harvest Quality Improvement Of Sorghum (Sorghum
bicolor (L.) Moench) GRAINS. BIOTROPIA - The Southeast Asian Journal
of Tropical Biology, 19(2). https://doi.org/10.11598/btb.2012.19.2.255
FAO. 1999. Sorghum: Postharvest Operation. Natural Resources Institute
(www.fao.org)
FAO. 2001. Sorghum and millets in human nutrition.(www.fao.org) Rome.
Firmansyah, I.U., M. Aqil dan Sinuseng. 2003. Teknologi proses pascapanen primer
jagung dan sorgum. Laporan Hasil Penelitian, Balai Penelitian Tanaman
Serealia. Maros. p. 1-35.
Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, Y. Sinuseng, F. Koes, dan
J.Tandiabang. 2004. Teknologi pascapanen primer jagung dan sorgum untuk
pangan, pakan, benih yang bermutu dan kompetitif. Laporan Hasil
Penelitian, Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-35.
Firmansyah, I.U., M.Aqil, Suarni, M. Hamdani, O. Komalasari. 2010. Penekanan
kehilangan hasil pada proses perontokan gandum (1,5%) dan penurunan
kandungan taninsorgum (mendekati 0%) pada proses penyosohan. Laporan
Hasil Penelitian, Balai Penelitian Serealia. Maros. P. 1-40.
Handerson, S.M and R.L. Perry. 1982. Agricultural process engineering. Third
edition. The AVI Publishing Company Inc., Westport Connecticut.
Hendrival, Rengga, Dewi Sartika. 2019. Susceptibility of Sorghum Cultivars to
Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) During Storage. Agrosains
Journal. Vol 7, No.2. DOI: 10.18196/pt.2019.100.110-116

14
Mohammed, A.; Bekeko, Z.; Yusufe, M.; Sulyok, M.; Krska, R. Fungal Species and
Multi-Mycotoxin Associated with Post-Harvest Sorghum (Sorghum bicolor
(L.) Moench) Grain in Eastern Ethiopia. Toxins2022,14,473. https://
doi.org/10.3390/toxins14070473.
Onwude,D.I.;Chen,G. Special Issue “Advances in Postharvest Process Systems”.
Processes2021,9,1426. https://doi.org/10.3390/pr9081426
Pabbage, M.S., Suarni, N. Nonci dan Masmawati. 1997. Mekanisme resistensi
galur/varietas biji sorgum terhadap kumbang bubuk Sitophilus Zeamais
Moisch (ColeopteraCurclionidap). Prosiding Kongres Perhimpunan
Entomolgi Indonesa V dan Simposium Etomologi. hal. 230-233.
Prabowo, A., Y. Sinuseng, dan IGP. Sarasutha. 2000. Evaluasi alat pengering jagung
dengan sumber panas sinar matahari dan pembakaran tongkol jagung. Hasil
Penelitian Kelti Fisiologi. Balitjas, Maros.
Qiu, S.; Yu, Y.; Feng, Y.; Tang, Z.; Cui, Q.; Yuan, X. Crushing Characteristics of
Sorghum Grains Subjected to Compression and Impact Loading at Different
Moisture Contents. Agriculture 2022, 12, 1422. https://doi.org/10.3390/
agriculture12091422
Samuel, G., Mc. Nell and M.D. Mantross. 2003. Harvesting, drying, and storing grain
sorghum. College og Agriculture, University of Kentucky.

15

Anda mungkin juga menyukai