Anda di halaman 1dari 36

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala penulis


aturkan karena atas segala rahmat, hidayat, berkat, kemudahan serta
kelancaran yang diberikannya-Nya, sehingga buku saku Fisiologi dan
Teknologi pasca panen dengan judul “Budidaya Tanaman Jagung” ini
dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Nurbaiti, M.Si


sebagai dosen pengampu Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen yang
telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasihat dan motivasi sampai
selesainya buku saku ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini.

Penulis mengharapkan masukan yang bersifat membangun


untuk penyempurnaan buku saku ini.

Pekanbaru, 20 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR........................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR............................................................. v

I PENDAHULUAN............................................................... 1
1.1. Latar Belakang............................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................... 2

II PEMBAHASAN................................................................. 3
2.1. Klasifikasi Tanaman Jagung......................................... 3
2.2. Morfologi Jagung......................................................... 4
2.2.1. Akar......................................................................... 4
2.2.2. Batang..................................................................... 5
2.2.3. Daun........................................................................ 6
2.2.4. Bunga...................................................................... 7
2.2.5. Tongkol dan biji...................................................... 8
2.3. Syarat Tumbuh............................................................. 9
2.3.1.Iklim......................................................................... 9
2.3.2. Tanah....................................................................... 9
2.4 Budidaya Tanaman Jagung......................................... 10
2.4.1. Penyiapan Benih.................................................... 10
2.4.2. Persiapan Lahan.................................................... 12
2.4.3. Ploting dan Penanaman........................................... 13
2.4.4. Pemupukan.............................................................. 15
2.4.5. Pengairan................................................................. 17
2.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit........................... 19

iii
2.4.7. Penanganan Pasca Panen Jagung............................ 21
2.4.8. Pemanenan.............................................................. 22
2.4.9. Pengeringan............................................................. 23
2.4.10. Pemipilan............................................................... 25
2.4.11. Penyimpanan......................................................... 26

III PENUTUP......................................................................... 29
3.1 Kesimpulan.................................................................... 29
3.2 Saran.............................................................................. 29

DAFTAR PUSTAKA............................................................. 30

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Akar jagung.......................................................................... 5
2. Batang jagung....................................................................... 6
3. Daun Jagung......................................................................... 7
4. Bunga Jagung....................................................................... 7
5. Biji dan tongkol jagung........................................................ 9
6. Pestisida................................................................................ 11
7. Persiapan lahan jagung......................................................... 13
8. Penanaman jagung................................................................ 15
9. Proses pemupukan jagung.................................................... 17
10. Proses pengairan lahan jagung.......................................... 19
11. Proses pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung. . 21
12. Alur Penanganan Pascapanen Jagung................................. 27

v
I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai
ekonomi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah
beras juga sebagai sumber pakan (Purwanto, 2008). Upaya
peningkatan produksi jagung masih menghadapi berbagai masalah
sehingga produksi jagung dalam negeri belum mampu mencukupi
kebutuhan nasional (Soerjandono, 2008).
Peningkatan produksi jagung harus disertai dengan usaha
penyelamatan dan penanganan hasil untuk menghindari kerusakan
dan penyusutan hasil baik susut kualitas maupun susut kuantitas.
Penanganan pasca panen jagung merupakan serangkaian kegiatan
mulai dari panen, pengeringan hingga penyimpanan. Kegiatan
tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Penyimpanan
merupakan suatu proses penanganan pasca panen yang penting karena
selama proses penyimpanan hasil-hasil produksi pertanian akan
mengalami proses kerusakan. Bentuk kerusakan dapat berupa
kerusakan fisik, kimia, mekanik, biologis dan mikrobiologis.
Daya simpan dan mutu jagung selama penyimpanan dipengaruhi
oleh kondisi awal biji sebelum disimpan (kadar air, persentase biji
rusak atau pecah) dan lingkungan ruang penyimpanan. Suharno
(1982) dalam Surtikanti (2004) menganjurkan penyimpanan jagung
dalam bentuk pipilan, pada kadar air awal biji maksimal 13% serta
1
kondisi ruang penyimpanan yang sejuk dan kering (suhu 27°C dan
RH 70%). Kadar air biji lebih dari 13% akan memberi peluang bagi
perkembangan hama gudang. Penyimpanan jagung dalam bentuk
tongkol atau pipilan dengan kadar air 12-14% dalam pengemasan
karung goni atau karung plastik pada suhu ruang tidak dapat
memperpanjang daya simpan.
Biji jagung tidak tahan disimpan lama baik dalam gudang
maupun tempat penyimpanan lainnya, karena mudah terserang
kumbang bubuk Sitophilus zeamais. Tingkat kerusakan ditentukan
oleh intesitas serangan hama tersebut. Hama ini menyerang biji
jagung sejak di pertanaman sebelum panen, terutama pada tongkol
yang kelobotnya kurang menutup sempurna ataupun yang rusak
akibat serangan hama lain seperti penggerek tongkol. Peningkatan
produksi yang tinggi kurang mengesankan jika diikuti oleh
kehilangan yang besar di gudang.

1.2. Tujuan
Untuk mengetahui proses budidaya jagung hingga tahap
penanganan pasca panen jagung (Zea mays L.)

2
II PEMBAHASAN

2.1. Klasifikasi Tanaman Jagung


Tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt) merupakan
salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-
rumputan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman pangan yang
penting, selain gandum dan padi. Tanaman jagung berasal dari
Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika, melalui kegiatan bisnis
orang Eropa ke Amerika. Pada abad ke-16 orang portugal
menyerbarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Jagung oleh orang
Belanda dinamakan mais dan oleh orang Inggris dinamakan corn (Tim
Karya Tani Mandiri, 2010).

Adapun klasifikasi tanaman jagung manis sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Monocotiledon

Ordo : Poales

Famili : Poaceae

Genus : Zea

Spesies : Zea mays Saccharata Sturt

3
2.2. Morfologi Jagung

2.2.1. Akar
Tanaman jagung berakar serabut dan memiliki sistem perakaran
yang terdiri dari tiga bagian yaitu akar seminal, akar adventif, dan
akar penyangga atau kait. Akar seminal adalah akar yang tumbuh ke
bawah pada saat akar yang berkembang dari radikula dan embrio.
Saat plumula muncul ke permukaan tanah pertumbuhan akar seminal
akan melambat dan akan berhenti pertumbuhan akar seminal pada
saat tanaman berumur 10-18 hari setelah berkecambah.Akar adventif
adalah akar yang tumbuh keatas secara berurutan dari tiap buku antara
7- 10 buku yang berasal perkembangan dari buku di ujung mesokotil.
Akar adventif akan berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar
adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Akar penyangga
atau kait adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di
atas permukaan tanah, akar penyangga berperan untuk menjaga agar
tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu
penyerapan hara dan air. Faktor yang mempengaruhi perkembangan
akar jagung berdasar kedalaman dan penyebarannya adalah varietas,
pengolahan tanah, fisik dan kimia tanah, keadaan air tanah dan
pemupukan (Subekti, et al. 2012).

4
Gambar 1. Akar jagung

2.2.2. Batang
Batang tanaman jagung tidak bercabang dan terdiri atas ruas-
ruas. Ruas- ruas bagian atas berbentuk silindris, sedangkan bagian
bawah berbentuk bulat pipih yang terdiri dari sejumlah ruas dan buku
ruas. Pada buku ruas terdapat tunas yang akan berkembang menjadi
tongkol. Batang jagung memiliki tiga komponen jaringan utama yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat
batang (pith). Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran batang dengan
kepadatan bundles yang tinggi namun mendekati pusat batang
kepadatan bundles akan berkurang. Penyebab batang tanaman jagung
tahan rebah dikarenakan konsentrasi bundles vaskuler yang tinggi
dibawah epidermis. Genotipe jagung yang mempunyai batang kuat
memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di
bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler (Paliwal,
2000).

5
Gambar 2. Batang jagung

2.2.3. Daun
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung
mulai terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan
pelepah daun yang erat melekat pada batang. Jumlah daun sama
dengan jumlah buku batang. Jumlah daun umumya berkisar antara 10-
18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna adalah 3-4
hari setiap daun.
Daun jagung berbentuk memanjang merupakan banun pita
(ligulatus), ujung daun runcing (acutus), tepi daun rata (integer).
Tanaman jagung memiliki lebar helai daun, sudut daun, bentung
ujung daun yang beragam dan terdapat dua tipe daun jagung, yaitu
tegak (erect) dan menggantung (pendant) Terdapat ligula diantara
pelepah daun dan helai daun. Ibu tulang daun sejajar dengan tulang
daun. Jagung memiliki stomata berbentuk memanjang (halter). Setiap
stomata dikelilingi sel epidermis berbentuk kipas yang berperan
penting dalam respon tanaman dalam deficit air pada sel-sel daun
(Subekti, et al. 2012)

6
Gambar 3. Daun Jagung

2.2.4. Bunga
Tanaman jagung termasuk tanaman berumah satu (monoecious)
yaitu dimana bunga jantan dan bunga betina terpisah dalam satu
tanaman. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik tumbuh (aplikal)
di ujung tanaman. Bunga betina berkembang dari pertengahan batang
(Palliwal, 2000). Tanaman jagung memiliki bunga jantan (staminate)
terbentuk pada ujung batang, sedangkan bunga betina (pistilate)
terletak pada pertengahan batang. Tanaman jagung termasuk
penyerbukan silang dikarenakan sifatnya yang protrandy dan bunga
jantan dan bunga betina terpisah (Muhadjir. 1988). Menurut Subekti,
et al. (2012), menyatakan tanaman jagung bersifat protandry yaitu
dimana pada sebagian besar varietas, bunga jantannya (anthesis)
muncul 1-3 hari sebelum rambut bunga betina (silking) muncul.

Gambar 4. Bunga Jagung

7
2.2.5. Tongkol dan biji
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol, tergantung
varietas. Tongkol jagung diselimuti oleh daun kelobot. Tongkol
jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu
terbentuk dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah.
Setiap tongkol terdiri atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu
genap. Biji jagung disebut kariopsis, dinding ovari atau perikarp
menyatu dengan kulit biji atau testa, membentuk dinding buah. Biji
jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu (a) pericarp, berupa
lapisan luar yang tipis, berfungsi mencegah embrio dari organisme
pengganggu dan kehilangan air; (b) endosperm, sebagai cadangan
makanan, mencapai 75% dari bobot biji yang mengandung 90% pati
dan 10% protein, mineral, minyak, dan lainnya; dan (c) embrio
(lembaga), sebagai miniatur tanaman yang terdiri atas plamule, akar
radikal, scutelum, dan koleoptil (Hardman and Gunsolus 1998).
Pati endosperm tersusun dari senyawa anhidroglukosa yang
sebagian besar terdiri atas dua molekul, yaitu amilosa dan
amilopektin, dan sebagian kecil bahan antara. Namun pada beberapa
jenis jagung terdapat variasi proporsi kandungan amilosa dan
amilopektin. Protein endosperm biji jagung terdiri atas beberapa
fraksi, yang berdasarkan kelarutannya diklasifikasikan menjadi
albumin (larut dalam air), globumin (larut dalam larutan salin), zein
atau prolamin (larut dalam alkohol konsentrasi tinggi), dan glutein
(larut dalam alkali). Pada sebagian besar jagung, proporsi masing-

8
masing fraksi protein adalah albumin 3%, globulin 3%, prolamin
60%, dan glutein 34% (Vasal 1994).

Gambar 5. Biji dan tongkol jagung


2.3. Syarat Tumbuh

2.3.1.Iklim
Tanaman jagung menghendaki daerah yang beriklim sedang
hingga subtropis atau tropis yang basah dan di daerah yang terletak
antara 0-500LU hingga 0-400 LS. Tanaman jagung juga menghendaki
penyinaran matahari yang penuh. Suhu optimum yang dikehendaki
adalah 21-340 C. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung
adalah 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pertumbuhan tanaman
jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang
ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji
yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah (Tim Karya
Tani Mandiri, 2010).

2.3.2. Tanah
Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur,
berdrainase yang baik, pH tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat
toleran ditanami jagung antara lain andosol, latosol dengan syarat pH-

9
nya harus memadai untuk tanaman tersebut (Rukmana, 1997). Pada
tanah-tanah yang bertekstur berat, jika akan ditanami jagung maka
perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik. Namun, apabila kondisi
tanahnya gembur, dalam budidaya jagung tanah tidak perlu diolah
(sistem TOT). Tanaman jagung ditanam di Indonesia mulai dari
dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki
ketinggian antara 1000-1800 mdpl. Sedangkan daerah yang optimum
untuk pertumbuhan jagung adalah antara 0-600 mdpl (Tim Karya
Tani Mandiri, 2010).

2.4 Budidaya Tanaman Jagung

2.4.1. Penyiapan Benih


Benih yang digunakan harus memiliki sifat unggul dengan daya
tumbuh benih minimal 90% untuk menghasilkan jagung yang
berkualitas dengan produksi tinggi. Seleksi biji jagung untuk benih
dilakukan dengan memperhatikan kondisi fisik biji jagung yang baik,
sehat dan berbobot, serta matang fisiologis. Kebutuhan benih untuk
tanaman jagung antara 20-30 kg/ha.Benih jagung dengan kualitas
fisiologi yang tinggi lebih toleran terhadap kondisi biofisik yang
kurang optimal dan lebih efektif dalam meanfaatkan pupuk dan unsur
hara di dalam tanah (Sakiri, 2019). Adapun pemilihan benih jagung
yakni tongkol dikupas dan dikeringkan, lalu dipipil.
Sebelum ditanam, benih diberi perlakuan benih (seed treatment).
Fungisida yang digunakan adalah jenis Insure Max 510FS. Fungisida

10
sistemik yang bersifat protektif dan kuratif berbentuk pekatan
suspensi berwarna merah muda digunakan untuk mengendalikan
penyakit bulai (Peronosclerospora maydis) pada tanaman jagung.
Manfaat penggunaan Insure Max 510FS diantaranya perlindungan
total terhadap serangan penyakit bulai, mampu mengendalikan
penyakit bulai yang sudah resisten dengan fungisida lain,
meningkatkan pertumbuhan awal tanaman (vigor tanaman terlihat
lebih baik), warna daun lebih hijau dan sehat. Adapun insektisida
yang digunakan adalah jenis Cruiser 350F, manfaat penggunaan jenis
insektisida ini diantaranya dapat mengendalikan dan mencegah
serangan hama-hama seperti aphid, hama penghisap, ulat tanah, lalat
bibit, thrips, ulat, dan serangga pemotong batang.

Gambar 6. Pestisida

Perlakuan benih dengan fungisida dan insektisida dilakukan


dengan cara mengambil cairan fungisida dan insektisida sesuai dosis
dan dimasukkan ke dalam wadah percampur, lalu tambahkan air
secukupnya, aduk hingga rata kemudian masukkan benih ke dalam
wadah tersebut dan dicampurkan merata, kering anginkan selama
beberapa jam sebelum benih digunakan (Azrai et al., 2018).
11
2.4.2. Persiapan Lahan
Persiapan lahan untuk penanaman jagung diawali dengan
pembersihan atau sanitasi lahan dengan cara membersihkan vegetasi
gulma, sampah atau kotoran yang berada di lahan, bebatuan yang
dapat mengganggu penanaman, serta bongkahan kayu yang terdapat
di lahan yang dapat mengganggu aktivitas penanaman nantinnya.
Selanjutnya dilakukan langkah pengolahan lahan yang
dilakukan dengan cara membalikan tanah dengan tujuan untuk
menggemburkan tanah serta memperbaiki aerasi pada tanah.
Pembalikan tanah untuk menggemburkan tanah dilakukan dengan
cara mencangkul tanah dan membongkar bongkahan dan
menjadikannya partikel yang lebih kecil sehingga mudah untuk
diolah. Pembongkahan tanah dapat dilakukan dengan bantuan
menteskan beberapa volume air dengan tujuan untuk memcah
keteguhan tanah sehingga tanah akan lebih mudah hancur dan
menghasilkan tanah yang gembur setelah diolah.

Gambar 7. Persiapan lahan jagung

12
Langkah selanjutnya dalam persiapan lahan adalah pembuatan
bedengan dengan ukuran 150 cm x 80 cm yang dilakukan dengan alat
bantu cangkul untuk membudahkan pembuatan bedeng. Bedengan
yang telah jadi kemudian ditaburi dengan pupuk kendang dan diolah
ringan, penambahan pupuk kendang bertujuan untuk menggemburkan
tanah dan menyempurankan aerasi tanah (Azwir, 2013) sehingga
proses penanaman akan lebih mudah. Pada bagian pingir lahan dibuat
saluran drainase dnegan lebar 30 cm untuk menghindari adanya
genangan air disekitar area lahan budidaya. Jarak antara pengolahan
lahan dengan waktu tanam adalah 1 minggu. Lubang tanam dibentuk
pada bedengan yang telah dibuat dengan bantuan alat tanam
konvensional.

2.4.3. Ploting dan Penanaman


Proses penanaman benih jagung dilakukan, apabila lahan sudah
cukup gembur dan subur. Lubang digalih dengan sistem tugal sedalam
5-15 cm. Pemberian jarak yang tepat dapat mencegah pertumbuhan
jagung saling bertubrukan. Selain itu berbagai pola pengaturan jarak
tanam telah dilakukan guna mendapatkan produksi yang optimal.
Penggunaan jarak tanam pada tanaman jagung dipandang perlu,
karena untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang seragam,
distribusi unsur hara yang merata, efektivitas penggunaan lahan,
memudahkan pemeliharaan, menekan pada perkembangan hama dan
penyakit juga untuk mengetahui berapa banyak benih yang diperlukan
pada saat penanaman.
13
Terdapat dua jalur tempat penanaman jagung (jalur kiri dan jalur
kanan). Pola penanaman pada setiap lahan dilakukan pembentangan
tali jarak lubang yang sudah diberi tanda jarak ada tali. Setiap tanda
pada tali di tugal menggunakan kayu sebagai pembuatan lubang
tanam. Jarak tanam yang digunakan terdaat 2 cara yaitu: a. 70 cmx 20
cm dengan 1 benih per lubang tanam, b. 75 cm x 40 cm dengan 2
benih per lubang tanam.
Salah satu sistem tanam jagung yaitu sistem tanam jajar legowo.
Jajar legowo adalah suatu cara tanam yg didesain untuk meningkatkan
produktivitas tanaman melalui peningkatan populasi tanaman dan
pemanfaatan efek tanaman pinggir, dimana penanaman dilakukan
dengan merapatkan jarak tanaman dalam baris dan merenggangkan
jarak tanaman antar legowo. Pemanfaatan sistem legowo juga
dikaitkan dengan upaya peningkatan produksi melalui peningkatan
indeks pertanaman (IP) jagung. Dengan peningkatan IP maka hasil
panen dapat meningkat dan pengelolaan lahan menjadi lebih
produktif. Jika penanaman dilakukan dengan cara tanam legowo, agar
populasi tanaman tetap berkisar antara 66.000 – 71.000 tanaman/ha,
maka jarak tanam yang diterapkan adalah 25 cm x (50 cm – 100 cm)
1 tanaman/lubang atau 50 cm x (50 cm – 100 cm) 2 tanaman/lubang
(populasi 66.000 tanaman/ha).

14
Gambar 8. Penanaman jagung

2.4.4. Pemupukan
Pupuk merupakan suatu bahan yang ditambahkan ke tanah
untuk mendukung dan menyediahkan unsur-unsur esensial dalam
menopang pertumbuhan tanaman target. Pemupukan sangat berkaitan
erat dengan kegiatan budidaya jagung dimana pemupukan adalah
salah satu dari faktor kunci bagi keberhasilan dalam budidaya jagung.
Kegiatan pemberian pupuk dalam mendukung pertumbuhan tanaman
jagu, baik itu berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik dimana
pada dasarnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hara yang
diperlukan jagung dalam mendukung pertumbuhan dan
berkembangnya tanaman.

Sumber hara alami, seperti bahan yang berasal dari tanah, pupuk
kandang, sisa tanaman, dan air irigasi. Sedangkan Pupuk anorganik
umumnya hanya untuk memenuhi kekurang hara alami yang
diperlukan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang. Sehingga
perlu diperhatikan waktu dari pemberian pupuk serta takaran pupuk
yang akan diberikan yang hendaknya disesuaikan dengan umur
tanaman pertumbuhan tanaman. Pengelompokan pupuk pada dasarnya
didasarkan pada sumber bahan yang digunakan, bentuk, kandungan
unsur hara dalam pupuk dan cara aplikasinya.

Pemupukan dilakukan secara berimbang untuk efisiensi


pemberian pupuk itu sendiri, dalam hal ini berarti pemberian

15
berdasarkan kepada keseimbangan antara hara yang dibutuhkan oleh
tanaman jagung yang berdasarkan tingkat sasaran hasil yang ingin
dicapai serta ketersediaan hara dalam tanah. Dengan tetap
mempertimbangkan beragamnya kondisi kesuburan tanah diberbagai
tempat satu. Hal ini sangat berpengaruh terhadap takaran dan jenis
pupuk yang diperlukan untuk tempat atau lokasi target yang berbeda
pula. Mengacu dengan beberapa hal tersebut maka pemupukan
berimbang dikenal juga dengan disebut Pengelolaan hara spesifik
lokasi.

Pemupukan berimbang memiliki prinsip serta beberapa


perangkat dalam usaha mengoptimalkan penggunaan hara dari
sumber-sumber alami atau lokal sesuai dengan kebutuhan tanaman
jagung. Menurut Sirappa dan Nasruddin (2010), Pada prinsipnya,
pemupukan dilakukan secara berimbang yang disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman dan pertimbangan kemampuan tanah
menyediakan hara secara alami serta keberlanjutan sistem produksi
dan keuntungan yang memadai bagi petani.

Pemupukan pada tanaman jagung dilakukan pada umur 10-15


hari setelah tanam. Jenis pupuk yang digunakan pada kegiatan
penelitian UML hibrida pada cekaman N rendah ( Low N ) yaitu :
Urea, SP-36 dan KCl. Dengan takaran: Urea 3 sebanyak 04 gram ,
KCl sebanyak 1.4 gram, SP 36 sebanyak 2,34 gram. Pemupukan
dilakukan dengan cara menaburkan pupuk disekeliling tanaman
jagung dengan jarak 10 cm dari pangkal batang. Pupuk KCl memiliki
kandungan 50 pupuk SP 36, P 36, urea N 46. Terdapat 2 ulangan yaitu
16
ulangan pertama menggunakan urea, SP 36, KCl dan ulangan kedua
yaitu SP 36 dan KCl. Adapun tujuannya yaitu untuk membedakan
antara 2 ulangan yang menggunakan urea dan tidak menggunakan
urea.

Gambar 9. Proses pemupukan jagung


2.4.5. Pengairan
Saat ini, kegiatan budidaya jagung diIndonesia umumnya masih
bergantung pada ketersediaan air hujan. Untuk menyiasati hal
tersebut, pengoptimalan pengelolaan air harus diusahakan, yaitu tepat
waktu, tepat sasaran, dan tepat jumlah sehingga upaya peningkatan
produktivitas maupun perluasan areal tanam dan peningkatan
intensitas pertanian jagung menjadi lebih efisien. Pompanisasi
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan sebagai bentuk
antisipasi kekeringan tanaman sebagai dampak dari ketidakcukupan
pasokan air hujan. Setelah penanaman, tepatnya pemberian air yang
sesuai dengan tingkat pertumbuhan tanaman jagung sangat
berpengaruh terhadap hasil produksi. Periode pertumbuhan tanaman
jagung yang membutuhkan pengairan lahan dibagi menjadi lima fase,
yaitu fase pertumbuhan awal yang berlangsung selama 15-25 hari,
fase vegetatif selama 25-40 hari, fase pembungaan selama 15-20 hari,
17
fase pengisian biji selama 35-45 hari, dan fase pematangan selama 10-
25 hari.

Pembuatan saluran genangan air disekeliling bedengan adalah


cara yang optimal dalam pemberian air pada lahan kering agar air
benar-benar meresap sampai kedalam tanah. Adapun tujuan yang
ingin dicapai dari pengelolaan air pada lahan pertanian adalah : 1)
penggunaan air yang efisien dan tingginya hasil produksi yang
dicapai, 2) biaya penggunaan air yang lebih efisien, 3) pemerataan
penggunaan air yang ada namun terbatas, dan 4) terwujudnya
penggunaan sumber daya air yang hemat lingkungan. Kekurangan air
pada tanaman jagung biasanya lebih toleran saat fase vegetatif (25-40
hari) dan saat fase pematangan (10-25 hari). Apabila tanaman jagung
kekurangan air pada fase pembungaan (15-20 hari) maka akan
berpengaruh besar terhadap penurunan hasil panen. Hal ini
disebabkan karena saat bunga jantan dan bunga betina muncul dan
terjadi proses penyerbukan maka proses pengisian biji dapat
terhambat karena terjadi pengeringan pada tongkol/bunga betina.
Sehingga, kekurangan air pada fase ini secara nyata dapat
menurunkan hasil panen akibat mengecilnya ukuran biji. Untuk itu,
pengairan sangat penting untuk diperhatikan pada lahan pertanian
jagung.

18
Gambar 10. Proses pengairan lahan jagung

2.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit


Penyakit pada jagung yang paling sering di jumpai yaitu bulai.
Penyakit bulai di Indonesia sendiri terhitung sangat banyak
mengakibatkan kerugian. Kerugian bahkan dapat mencapai angka
90% gagal panen diakibatkan oenyakit bulai ini. Penyakit bulai pada
jagung ini diakibatkan oleh Peronosclerospora sp.
Penyakit bulai dalam pengendaliannya dilakukan berbagai
perlakuan. Tahapan awal untuk mencegah bulai yaitu dengan
menggunakaan metalaxil. Benih sebelum dilakukan penanaman
dicampur dengan metalaxil. Benih sebanayak 1kg di campur dengan
metalaksil ridhomil atau saromil sebanyak 2gr yang dilarutkan dalam
air 10 ml. Sementara untuk jamur dilakukan penyemprotan dengan
fungisida (Dithane M-45) dengan dosis 45 gr per tangki isi 15 liter.
Infeksi jamur yang menyerang tanaman jagung dilakukan
penyemprotan seperti dosis dengan menyemprotkan bagian bawah
tanaman (terhitung bagian tongkol ke bawah).
Selain jamur dan bulai ulat daun juga menjadi hama yang sering
dijumpai pada tanamn jagung. Hama ulat daun di sebabkan oleh
spesies Prodenia litura. Spesies ini biasanya menyerang daun bagian

19
pucuk mulai dari jagung berusia sekitar 1 bulan hingga pada saat
dewasa daun akan menjadi rusak. Pengendalian yang dilakukan guna
menghindarinya yautu dengan penyemprotan insektisida pada jagung
(filidol).
Penyakit pada tanaman jagung yang juga sering di jumpai yaitu
busuk batang. Penyakit ini juga menjadi ancaman bagi petani jagung
saat ini. Penyakit ini disebabkan jamur Diplodia maydis. Jamur ini
biasa muncul ketika memasuki musim kemarau yang kering. Penyakit
busuk batang biasanya akan terlebih dahulu menyerang pangkal
batang hingga sampai pada jaringan batang dan merusak batang dan
membusuk. Biasanya jika sudah terjadi pada tanaman penyemprotan
fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan sidazeb.
Hama dan penyakit pada tanaman jagung lain seperti hama
penggerek batang, hawar daun, serta hama lainnya juga masih kerao
dijumpai di lahan pertanian jagung. Maka dari itu pengendalian hama
dan penyakit penting untuk dilakukan guna menjaga kualitas jagung
yang dihasilkan. Pengendalian yang biasa dilakukan dengan
penyemprotan, atau dengan mengguanakan pupk sesuai dosis dan
penambahan nutrisi pada pemupukan.

Gambar 11. Proses pengendalian hama dan penyakit tanaman


jagung

20
2.4.7. Penanganan Pasca Panen Jagung
Waktu panen menentukan mutu biji jagung, pemanenan yang
terlalu awal menyebabkan banyak butir muda sehingga kualitas
rendah dan tidak tahan simpan. Pemanenan yang terlambat
menurunkan kualitas dan meningkatkan kehilangan hasil. Jagung siap
panen ditandai dengan daun dan batang tanaman mulai menguning
dan berwarna kecoklatan pada kadar air sekitar 35 - 40%. Panen
optimum merupakan saat panen yang paling tepat untuk mendapatkan
kualitas hasil panen yang baik. Pada umumnya kadar air jagung yang
dipanen pada kondisi optimal tersebut sesuai untuk konsumsi sebagai
pangan, pakan dan industri. Penundaan kegiatan panen akan
menurunkan kualitas jagung (Syarif dan Halid, 1993).
Alur penanganan proses pascapanen jagung menurut (Richana et
al., 2012) sebagai berikut:

2.4.8. Pemanenan
Mutu hasil panen jagung akan baik bila jagung dipanen pada
tingkat kematangan yang tepat (matang optimal). Tanda jagung siap
panen atau matang optimal antara lain : bila kelobot telah berwarna
kuning, biji telah keras dan warna biji mengkilap, jika ditekan dengan
ibu jari tidak lagi ditemukan bekas tekanan pada biji tersebut, pada
keadaan seperti ini kadar air sudah mencapai sekitar 35%. Cara lain
untuk menentukan tingkat kematangan jagung adalah terbentuknya
lapisan berwarna hitam pada butiran (black layer tissue formation),
21
terbentuk dalam selang waktu lebih kurang tiga hari bersamaan
dengan tercapainya berat kering maksimum pada butiran.
Tanaman jagung dapat dipanen pada kadar air tinggi dan kadar
air rendah, tergantung dari tujuan memanen dan permintaan pasar.
Jagung yang dipanen pada kadar air tinggi yaitu pada kadar air sekitar
35% (pada matang optimal). Sedangkan jagung yang dipanen pada
kadar air rendah biasanya ditandai dengan kelobot batang dan daun
yang sudah berwarna coklat dan tanaman sudah sangat kering,
biasanya kadar air berkisar antara 17-18%. Hal ini memudahkan
proses pengeringan dan pemipilan yang akan dilakukan .
Pemanenan yang terlalu awal, memberikan hasil panen dengan
persentase butir muda yang tinggi dan biji keriput setelah mengalami
pengeringan, sehingga kualitas biji dan daya simpannya rendah.
Pemanenan yang terlambat mengakibatkan penurunan mutu dan
peningkatan kehilangan hasil, karena butir rusak akan meningkat
sebagai akibat pengaruh cuaca yang tidak menguntungkan maupun
infeksi hama dan penyakit dilapangan. Perlu diingat bahwa kelobot
tidak sepenuhnya dapat melindungi biji jagung.
Waktu panen sebaiknya dilakukan pada hari-hari cerah, jangan
pada saat hujan agar supaya penanganan jagung setelah dipanen yaitu
pengeringan tidak mendapat hambatan. Pemanenan jagung yang
sederhana dan umum dilakukan dan hasilnya sangat baik adalah
dipuntir dengan tangan atau sabit dengan memotong tangkai.
Sekaligus memotong batang dan bagian tanaman lainnya dan
ditinggal dilapangan dan kemudian dibenamkan kedalam tanah

22
sebagai bahan pupuk. Jagung sebaiknya dipanen dalam bentuk
tongkol lengkap dengan kelobotnya, bila dipanen tanpa kelobot resiko
kerusakan butir-butir jagung tambah besar. Segera setelah dipanen
pisahkan jagung yang tidak sehat atau terinfeksi penyakit dilapangan
supaya penyebaran hama dan penyakit dapat dicegah.

2.4.9. Pengeringan
Pengeringan adalah proses penurunan kadar air sampai
mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk diproses selanjutnya dan
aman untuk disimpan dan mutu produk yang dihasilkan tinggi. Tujuan
pengeringan adalah memenuhi persyaratan mutu yang akan
dipasarkan, kadar air jagung yang memenuhi standar mutu
perdagangan adalah 14%. Tujuan pengeringan adalah untuk
menghindari kerusakan-kerusakan seperti kerusakan karena biji
terangsang pertunbuhannya, dan kerusakan karena mikroba yang
terangsang perkembangannya. Biji yang akan disimpan kadar air
sebaiknya 13%, dimana jamur tidak tumbuh dan respirasi biji rendah.
Disarankan agar pengeringan dilakukan segera dalam waktu 24 jam
setelah panen.
Jagung dapat dikeringkan dalam bentuk tongkol berkelobot,
tongkol tanpa kelobot, atau jagung pipilan. Pengeringan jagung
idealnya dalam dua tahap. Pengeringan awal biasanya dilakukan
dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan pemipilan jagung,
sebab pemipilan tanpa dilakukan pengeringan terlebih dahulu dapat
menyebabkan butir rusak, terkelupas kulit, terluka atau cacat, dan
23
pengerjaannya lambat. Pengeringan awal ini dilakukan sampai kadar
air sekitar 17-18%. Pada keadaan ini jagung akan mudah dipipil dan
tidak menimbulkan kerusakan. Jagung sudah berupa pipilan dapat
dikeringkan sampai kadar air 13% sehingga tahan untuk disimpan.
Cara pengeringan dapat dibedakan atas pengeringan
konvensional, dan pengeringan buatan. Pada sistem konvensional,
jagung pada batangnya dibiarkan dilapang sampai kering secara
alami. Hal ini dapat mengakibatkan infestasi hama dan lahan tidak
dapat diolah untuk tanaman berikutnya selama jagung tersebut belum
dipanen. Waktu pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari
sebaiknya dari pukul 08.00-11.30, dan lamanya pengeringan sekitar 3
hari bila cuaca cerah. Gunakan alas jemur seperti tikar, lantai jemur,
terpal dan sebagainya. Cara pengeringan dengan menggunakan sinar
matahari dianggap baik karena kadar air jagung tidak turun secara
drastis, sehingga tidak menimbulkan kerusakan dan selain itu cara ini
adalah yang termurah.
Pengeringan konvensional lainnya adalah dengan cara
pengasapan. Cara ini bisa digunakan untuk mengamankan hasil
jagung dimusim penghujan. Sumber asap dapat diperoleh dari
pembakaran sekam dan tongkol jagung. Cara digantung setinggi 80
cm dari sumber asap, pengeringan dari kadar 29% menjadi 14%
jagung berkelobot membutuhkan waktu 7 hari. Untuk tujuan benih,
pengasapan lebih baik dari pada penjemuran ditinjau dari daya
tumbuh dan serangan jamur. Daya tumbuh benih jagung BC-2 dengan
pengasapan lebih tinggi dari penjemuran yaitu masing-masing 92.9%

24
dan 90.9%. Selain itu dengan pengasapan serangan jamur lebih
rendah dibandingkan dengan penjemuran yaitu masing-masing 5.0%
dan 9.0%.
Panen jagung yang jatuh pada musim hujan, pengeringan dapat
dilakukan dengan menggunakan alat pengering mekanis, seperti alat
pengering jenis batch dryer, pengeringan bertingkat, dan lain-lain.
Alat pengering jenis batch dryer menggunakan temperatur udara
tertentu sesuai dengan tujuan pengeringan. Untuk jagung konsumsi
temperatur udara pengering antara 50-60% dan kelembaban relatif
40%, sedangkan untuk jagung bibit temperatur udara sekitar 40 °C,
karena temperatur diatas 45 °C dapat mematikan embrio.

2.4.10. Pemipilan
Pipilan adalah pemisahan biji jagung dari tongkolnya. Pemipilan
dapat dilakukan bila tongkol sudah kering dan kadar air biji tidak
lebih dari 18%, yaitu bila dipipil dengan tangan lembaga tidak
tertinggal pada janggel. Pipilan jagung pada kadar air tersebut lebih
mudah dan kerusakan mekanis dapat ditekan. Dalam proses
pembijian, tidak dapat dihindari terjadinya kerusakan mekanis pada
biji jagung, yang besarnya proporsional terhadap kadar air butiran.
Pemipilan jagung secara tradisional dilakukan dengan tangan.
Metode ini meskipun berat dan kapasitasnya kecil tapi efektif dalam
pemisahan kelobot dan tongkol serta kerusakan mekanisnya kecil.
Pemisahan biji yang rusak atau terserang hama dan penyakit dari biji
yang sehat. Alat pemipil yang lebih maju yaitu yang disebut corn
25
sheller yang dijalankan dengan motor. Jagung dalam kondisi masih
bertongkol dimasukkan kedalam lubang pemipil (hopper) dan karena
ada gerakan dan tekanan, pemutaran yang berlangsung dalam corn
sheller maka butir-butir biji akan terlepas dari tongkol, butir-butir
tersebut langsung akan keluar dari lubang pengeluaran untuk
selanjutnya ditampung dalam wadah atau karung. Pemipil dengan alat
ini sangat efektif karena relatif 100% butir-butir jagung dapat terlepas
dari tongkolnya (kecuali butir-butir yang terlalu kecil yang terdapat di
bagian ujung tongkol). Kualitas pemipilannya sangat baik karena
persentase biji yang rusak/cacat serta kotoran yang dihasilkannnya
sangat kecil.

2.4.11. Penyimpanan
Penyimpanan bertujuan untuk mempertahankan kualitas
sekaligus mencegah kerusakan dan kehilangan yang dapat disebabkan
faktor luar dan dalam, seperti kadar air biji, aktivitas respirasi,
pemanasan sendiri, suhu penyimpanan, kelembaban udara,
konsentrasi oksigen udara, serangan mikroba, hama dan iklim.
Penyimpanan jagung dapat dilakukan dalam bentuk tongkol
berkelobot dan dalam bentuk pipilan, jarang ditemukan jagung yang
disimpan tanpa kelobot.
Proses pascapanen jagung terdiri atas serangkaian kegiatan yang
dimulai dari pemetikan dan pengeringan tongkol, pemipilan tongkol,
pengemasan biji, dan penyimpanan sebelum dijual ke pedagang
pengumpul. Semua proses tersebut apabila tidak tertangani dengan
26
baik akan menurunkan kualitas produk karena berubahnya warna biji
akibat terinfeksi cendawan, jagung mengalami pembusukan,
tercampur benda asing yang membahayakan bagi kesehatan
(Firmansyah et al., 2006).
Alur penanganan mulai dari panen dan pascapanen jagung dapat
dilihat pada Gambar 7.

Gambar 12. Alur Penanganan Pascapanen Jagung

Teknologi penanganan pascapanen tersebut harus diterapkan


sesuai dengan GHP untuk mendapatkan hasil pertanian yang
berkualitas dan berdaya saing. Tujuan yang lebih spesifik adalah
meningkatkan kuantitas jagung berorientasi agar kebutuhan pasar
yang dapat terpenuhi. GHP merupakan teknologi penanganan
pascapanen yang dilakukan oleh petani atau pelaku usaha tani di
kebun maupun di dalam bangsal pengemasan atau packing house.
Penanganan dimulai dari panen sampai distribusi. Panduan GHP atau
SOP pascapanen disusun untuk memenuhi kriteria penanganan

27
pascapanen untuk mencapai standart mutu tertentu. Aplikasi prinsip-
prinsip jaminan mutu dan keamanan pangan dalam tahapan GHP
diharapkan dapat meningkatkan pasokan hasil pertanian yang
berkualitas. Akselerasi penerapan penanganan pascapanen yang baik
akan memberikan mutu yang baik pada hasil akhir. Tujuan yang ingin
dicapai melalui penerapan GHP adalah untuk menurunkan kehilangan
hasil, mempertahankan mutu, meningkatkan ketersediaan hasil
pertanian yang bermutu, meningkatkan daya saing dan meningkatkan
akses pasar.

III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanaman jagung manis (Zea mays Saccharata Sturt) merupakan
salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-
rumputan. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman pangan yang
penting, selain gandum dan padi. Tanaman jagung manis (Zea mays
Saccharata Sturt) merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-
bijian dari keluarga rumput-rumputan. Tanaman ini merupakan salah
satu tanaman pangan yang penting, selain gandum dan padi.

28
Jagung merupakan salah satu serealia yang strategis dan bernilai
ekonomi serta mempunyai peluang untuk dikembangkan karena
kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat dan protein setelah
beras juga sebagai sumber pakan. Upaya peningkatan produksi jagung
masih menghadapi berbagai masalah sehingga produksi jagung dalam
negeri belum mampu mencukupi kebutuhan nasional.

3.2 Saran
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam melaksanakan
budidaya tanaman jagung perlu diperhatikan dalam hal perawatan
agar tanaman yang dihasilkan memiliki kualitas dan kuantitas yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Azrai, M. Muhammad, ., Ramlah, A. Fauziah, K dan Rahmi, Y. A.


2018. Petunjuk Teknis Teknologi Produksi Benih Jagung
Hibrida. Penerbit Balai PenelitianTanaman Serealia, Maros,
Indonesia.
Azwir. 2013. Kajian Cara Persiapan Lahan dalam Usaha Tani Jagung
di Lahan Kering Inceptisol. Jurnal Pengkajian Teknologi
Pertanian. 16(2): 85-91.
Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Bogor.

29
Firmansyah, I.U., Muhammad. A. dan Yamin, S. 2011. Penanganan
Pasca Panen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.
Hardman and Gunsolus. 1998. Corn growth and development.
Extension Service. University of Minesota.
Muhadjir, F. 1988. Budidaya Tanaman Jagung. Bogor. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 423 hal.
Paliwal, R. L. 2000. Tropical maize morphology. Intropical maize:
improvement
and production. Food and Agriculture Organization of the United
Nations. Rome. p 13 – 20.
Purwanto, S., 2008. Perkembangan Produksi dan Kebijakan dalam
Peningkatan Produksi Jagung.
Richana, N., Ratnaningsih, dan H. Winda. 2012. Teknologi
Pascapanen Jagung. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pascapanen Pertanian. Bogor. 38 hal.
Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta.
Sirappa, M. P, dan Nasruddin, R. 2010. Peningkatan Produktivitas
Jagung Melalui Pemberian Pupuk N, P, K dan Pupuk Kandang
pada Lahan Kering di Maluku. Prosiding Pekan Serelia Nasional.
Soerjandono, N. B. 2008. Teknik Produksi Jagung Anjuran di Lokasi
Peima Tani Kabupaten Sumenep. Buletin Teknik Pertanian.
Subekti, N. A., Syafruddin, R, Efendi dan S. Sunarti. 2012. Morfologi
Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Marros. Hal 185-204.
Syarif, R. dan Halid, H.1993.Teknologi Penyimpanan Pangan.
Penerbit Arcan. Jakarta.
Tim Karya Tani Mandiri, 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa
Aulia. Bandung.
Vasal, S. K. 1994. High quality protein corn. In: A.R. Halleuer (Ed.).
Sepcialty
corns. CRC Press Inc. USA.
30
31

Anda mungkin juga menyukai