Anda di halaman 1dari 84

Katalog : 9101009.

14

ANALISIS ISU TERKINI

DETERMINAN KEMISKINAN
PROVINSI RIAU

.id
go
s.
bp
u.
ia
r
s ://
tp
ht

PENGARUH PRODUKSI KELAPA SAWIT, NILAI TUKAR PETANI SUBSEKTOR TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT,
UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA, USIA HARAPAN HIDUP DAN HARAPAN LAMA SEKOLAH TERHADAP
TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI RIAU MENGGUNAKAN REGRESI DATA PANEL

BADAN PUSAT STATISTIK


PROVINSI RIAU
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.g
o.
id
ANALISIS ISU TERKINI
DETERMINAN KEMISKINAN
PROVINSI RIAU

ISBN : 978-602-5665-38-7
No. Publikasi : 14550.2012
Katalog BPS : 9101009.14
Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm
Jumlah Halaman : xiv + 68 halaman

.id
Naskah:

go
Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik
s.
Penyunting:
bp

Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik


u.
ia

Desain Kover:
//r

Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik


s:
tp

Penerbit:
ht

© BPS Provinsi Riau

Pencetak:
CV M.N. Grafika

Dilarang mengumumkan, mendistribusikan, mengomunikasikan


dan/atau menggandakan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk
tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan Pusat Statistik
ORGANISASI PENULISAN

Pengarah:
Misfaruddin

.id
Editor:
Urip Widiyantoro
go
Fitri Hariyanti
s.
bp
u.

Penulis:
ia

Ferdian Fadly
//r

Oldestia Vianny
s:

Fitri Hariyanti
tp
ht

Pengolah Data:
Ferdian Fadly

Desain Layout dan Cover:


Ferdian Fadly

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU iii


.id
go
s.
bp
u.
ia
//r
s:
tp
ht

iv DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


KATA PENGANTAR

Publikasi Determinan Kemiskinan Provinsi Riau ini berisi


analisis yang mengkaji pengaruh produksi kelapa sawit, Nilai
Tukar Petani (NTP) Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat,
Upah Minimum Kabupaten/Kota, serta Umur Harapan Hidup
dan Harapan Lama Sekolah terhadap tingkat kemiskinan
Provinsi Riau.
Buku ini merupakan salah satu buku dari serial Analisis Isu
Terkini Provinsi Riau yang difokuskan terhadap pengaruh produksi perkebunan

.id
terutama kelapa sawit terhadap kemiskinan Provinsi Riau. Kemiskinan

go
merupakan salah satu masalah pembangunan yang dihadapi banyak daerah,
tidak terkecuali Provinsi Riau. Hampir dua pertiga penduduk miskin Provinsi Riau
s.
tinggal di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perdesaan sebesar 7,29 persen atau
bp

lebih tinggi dibandingkan di perkotaan yang besarnya 6,12 persen. Menariknya,


u.

potensi sumber daya alam yang dimiliki wilayah perdesaan jauh lebih besar
ia

dibandingkan wilayah perkotaan, misalnya dari subsektor perkebunan. Oleh


//r

karena itu, buku ini akan mengkaji variabel apa saja yang mempengaruhi
s:

kemiskinan terutama dari sisi subsektor perkebunan.


tp

Publikasi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
ht

sangat diharapkan untuk perbaikan dan kesempurnaan analisis di masa yang


akan datang. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyelesaian publikasi ini.

Pekanbaru, September 2020


Kepala Badan Pusat Statistik
Provinsi Riau,

Drs. Misfaruddin, M.Si.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU v


.id
go
s.
bp
u.
ia
//r
s:
tp
ht

vi DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


ABSTRAKSI
Kemiskinan merupakan salah satu masalah pembangunan yang dihadapi banyak daerah,
tidak terkecuali Provinsi Riau. Hampir dua pertiga dari penduduk miskin Provinsi Riau atau
sebesar 308,23 ribu orang tinggal di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perdesaan yang
sebesar 7,29 persen lebih tinggi dibandingkan di perkotaan yang besarnya 6,12 persen.
Menariknya, potensi sumber daya alam yang dimiliki wilayah perdesaan Provinsi Riau jauh
lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan. Salah satu potensinya adalah dari subsektor
perkebunan dengan kelapa sawit sebagai komoditas unggulannya. Oleh karena itu,
penelitian determinan kemiskinan Provinsi Riau ini perlu dilaksanakan. Penelitian ini akan

.id
menganalisis seberapa besar pengaruh produksi kelapa sawit dan Nilai Tukar Petani (NTP)

go
Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat mampu dilaksanakan dalam rangka upaya
s.
pengentasan kemiskinan. Analisis ini menggunakan data panel 12 kabupaten/kota se-
bp

Provinsi Riau. Hasilnya, variabel-variabel yang signifikan menurunkan tingkat kemiskinan


u.

Provinsi Riau adalah produksi kelapa sawit, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan
ia
//r

Rakyat, Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Umur Harapan Hidup (UHH). Model
s:

yang dihasilkan ini mampu menjelaskan setidaknya 70 persen variasi yang terdapat pada
tp

variabel persentase penduduk miskin (P0) di Provinsi Riau. Peningkatan produksi kelapa
ht

sawit perlu dilakukan tetapi hendaknya dibarengi dengan peningkatan NTP terutama
NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat agar upaya pengentasan kemiskinan
terutama di perdesaan lebih optimal dilaksanakan.

Kata kunci: Kemiskinan, Sawit, NTP, Panel

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU vii


.id
go
s.
bp
u.
ia
//r
s:
tp
ht

viii DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


DAFTAR ISI
Halaman

Kata Pengantar v
Abstraksi vii
Daftar Isi ix
Daftar Tabel xi
Daftar Gambar xiii

Bab I Pendahuluan 1

.id
1.1 Latar Belakang Masalah 3
1.2 Perumusan Masalah go 6
s.
bp

1.3 Tujuan Penelitian 7


u.

1.4 Sistematika Penulisan 7


ia
//r

Bab II Tinjauan Pustaka 9


s:
tp

2.1 Kemiskinan 11
ht

2.2 Nilai Tukar Petani 15


2.3 Upah Minimum Regional 17
2.4 Umur Harapan Hidup 17
2.5 Harapan Lama Sekolah 17
2.6 Kerangka Pikir 18

Bab III Metodologi 21


3.1 Sumber Dan Jenis Data 23
3.2 Metode Analisis 24
2.2.1 Analisis Deskriptif 24
2.2.2 Analisis Regresi Data Panel 24

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU ix


Bab IV Pembahasan 29
4.1 Gambaran Umum Kemiskinan di Provinsi Riau 31
4.2 Produksi Kelapa Sawit (CPO) Riau 34
4.3 Nilai Tukar Petani Provinsi Riau 36
4.4 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau 37
4.5 Harapan Lama Sekolah di Provinsi Riau 38
4.6 Umur Harapan Hidup Penduduk Riau 40
4.7 Hubungan antara Produksi Kelapa Sawit, Nilai Tukar Petani (NTP), 43
Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Tingkat Pendidikan serta
Kesehatan terhadap Kemiskinan di Riau

.id
Bab V Penutup go 51
s.
5.1 Kesimpulan 53
bp

5.2 Saran 53
u.
ia
//r

Daftar Pustaka 55
s:
tp

61
ht

Lampiran

x DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi 34
Riau Menurut Kabupaten/Kota, 2015 - 2019
Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau 36
Menurut Kelompok Subsektor (2012=100), 2014-2019
Tabel 4.3 Perkembangan Upah Minimum Kabupaten/Kota di 38
Provinsi Riau Menurut Kabupaten/Kota (ribu rupiah),
2015 – 2019
Tabel 4.4 Perkembangan Harapan Lama Sekolah (HLS) di Provinsi 40

.id
Riau Menurut Kabupaten/Kota (tahun), 2014-2019
Tabel 4.5 go
Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi 42
s.
bp

Riau Menurut Kabupaten/Kota (tahun), 2014-2019


u.

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Model 44


ia

Tabel 4.7 Output Uji Chow 45


//r

Tabel 4.8 Output Uji Hausman 45


s:
tp

Tabel 4.9 Hasil Output Model Terpilih: Random Effects Model 47


ht

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU xi


.id
go
s.
bp
u.
ia
//r
s:
tp
ht

xii DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pikir 19


Gambar 4.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi 31
Riau (%)
Gambar 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut 32
Tempat Tinggal di Provinsi Riau (ribu orang)
Gambar 4.3 Proporsi Penduduk Miskin Menurut Tempat Tinggal 33
Gambar 4.4 Perkembangan Produksi Kelapa Sawit Riau (ton), 2014- 35

.id
2019*
Gambar 4.5 go
Sebaran Produksi Kelapa Sawit Menurut 35
s.
Kabupaten/Kota (juta ton), 2019*
bp

Gambar 4.6 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau 37


u.
ia

(rupiah), 2015 - 2019


//r

Gambar 4.7 Harapan Lama Sekolah (HLS) di Provinsi Riau (tahun), 39


s:

2010-2019
tp
ht

Gambar 4.8 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi 41


Riau (tahun), 2010-2019
Gambar 4.9 Uji Kenormalan Jarque-Bera 46

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU xiii


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s. BAB I
go
.id
PENDAHULUAN
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemiskinan merupakan salah satu masalah pembangunan yang dihadapi
banyak negara di dunia termasuk Indonesia. Upaya untuk mengatasi kemiskinan
ditunjukkan dalam bentuk keseriusan dan komitmen dengan menjadikannya
sebagai salah satu goal (tujuan) dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)

.id
atau Sustainable Development Goals (SDGs) yang tertuang dalam tujuan 1 yaitu
go
tanpa kemiskinan. Todaro, et al (2015) menyebutkan bahwa kemiskinan yang
s.
bp

semakin meluas serta angka yang tinggi merupakan inti dari semua masalah
u.

pembangunan. Kemiskinan merupakan masalah multidimensi yang berkaitan


ia

dengan berbagai aspek kehidupan dan penghidupan manusia, baik aspek


//r

ekonomi, politik, sosial budaya, psikologi, teknologi, dan lainnya, yang saling
s:
tp

terkait secara erat satu dengan lainnya (Yunus, 2007). Oleh karenanya, upaya
ht

pengentasan kemiskinan membutuhkan waktu, strategi, dan sumber daya yang


perlu disinergikan.
Salah satu kebijakan yang dilakukan pemerintah sebagai upaya
mengatasi kemiskinan adalah melalui pengembangan ekonomi daerah secara
inklusif melalui peningkatan daya ungkit dari sektor produktif. Hal ini dapat
dilakukan dengan memprioritaskan pengembangan sektor usaha strategis yang
berkaitan erat dengan komoditas unggulan yang berpotensi tumbuh serta punya
peluang berkembang. Sektor-sektor strategis yang dapat memberikan kontribusi
dalam menggerakkan perekonomian yang berkelanjutan perlu dikelola secara
sungguh-sungguh dan optimal.
Provinsi Riau atau biasa dikenal dengan Bumi Melayu Lancang Kuning
merupakan salah satu daerah masyhur di negeri ini. Provinsi Riau merupakan

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 3


salah satu provinsi terkaya di Indonesia dengan potensi alamnya yang luar biasa.
Namun demikian, provinsi ini juga tidak luput dari permasalahan kemiskinan.
Persentase penduduk miskin di Provinsi Riau pada tahun 2020 sebesar 6,82
persen atau mencapai 483,39 ribu orang. Masalahnya, 63,76 persen dari
penduduk miskin tersebut atau sebesar 308,23 ribu orang tinggal di perdesaan.
Tingkat kemiskinan di perdesaan sebesar 7,29 persen atau lebih tinggi
dibandingkan di perkotaan yang besarnya 6,12 persen.
Menariknya, potensi sumber daya alam yang dimiliki wilayah perdesaan
jauh lebih besar dibandingkan wilayah perkotaan seperti potensi barang
tambang, areal perkebunan, lahan gambut, dan lain-lain. Salah satu potensi

.id
sumber daya alam paling utama yang dimiliki Riau adalah dari lapangan usaha

go
pertanian yang didominasi oleh sebkategori perkebunan dengan komoditas
s.
kelapa sawit sebagai unggulannya. Lapangan usaha ini menjadi salah satu
bp

penyumbang kontribusi besar terhadap perekonomian masyarakat Riau.


u.
ia

Kelapa sawit tercatat sebagai komoditas unggulan di Provinsi Riau. Luas


//r

areal lahan gambut yang mencapai mencapai 2,54 juta hektar pada tahun 2019
s:

menjadi nyawa bagi perkebunan kelapa sawit. Hal ini menempatkan Riau di
tp
ht

peringkat pertama sebagai provinsi dengan area perkebunan kelapa sawit terluas
di Indonesia, dengan total lahan sekitar 19 perrsen dari total luas areal
perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Indonesia. Hal ini sejalan dengan
sumbangsih produksi kelapa sawit di Riau yang mencapai lebih dari 20 persen
produksi kelapa sawit nasional. Tak heran jika Provinsi Riau mendapat julukan
sebagai daerah penghasil kelapa sawit terbesar di Indonesia. Jika ditelusuri lebih
lanjut, Provinsi Riau mampu menghasilkan produksi kelapa sawit sebesar 6,30
juta ton pada tahun 2019. Tingginya produksi kelapa sawit di provinsi Riau
diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan masyarakat di Provinsi Riau
terutama bagi mereka yang tinggal di perdesaan dalam upaya mengentaskan
kemiskinan.

4 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Selain produksi kelapa sawit, hal lain yang tidak boleh luput dari
perhatian ketika membahas kemiskinan adalah kondisi harga yang diterima
maupun yang dibayar oleh petani dalam proses produksinya. Indikator yang
dapat digunakan untuk melihat kondisi tersebut adalah Nilai Tukar Petani (NTP)
dimana angka ini dapat menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk
pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi
dan penambahan barang modal. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat
pula tingkat kemampuan/daya beli petani. Sehingga, angka NTP dapat pula
menggambarkan tingkat perkembangan kesejahteraan petani.
Penghitungan NTP menggunakan rasio dari harga yang diterima petani

.id
(HT) terhadap harga yang dibayar petani (HB). Konsep ini secara sederhana

go
menggambarkan daya beli pendapatan petani. Petani di Riau didominasi oleh
s.
petani subsektor perkebunan, maka untuk melihat tingkat kesejahteraan petani
bp

kelapa sawit digunakan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Pada tahun
u.
ia

2019, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat (2012=100) di Provinsi Riau


//r

sebesar 92,31. Karena nilainya kurang dari 100, angka ini dapat diartikan sebagai
s:

kondisi kemampuan nilai tukar petani di subsektor tanaman perkebunan rakyat


tp
ht

tahun 2019 relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun dasarnya. Kondisi ini
diduga dapat mempengaruhi upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau.
Kondisi lain yang diduga dapat mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah
Upah Minimum Provinsi (UMP). Saat upah yang diterima cukup baik dan dapat
mencukupi kebutuhan hidup pekerja maka tingkat kesejahteraan pekerja juga
menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika upah yang diterima pekerja jauh di bawah
standar maka akan berpengaruh juga kepada kemampuan pekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga penetapan UMP yang sesuai
merupakan sebuah bentuk kebijakan yang krusial dan diduga turut
mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah.
Faktor-faktor penting lain yang tidak boleh dikesampingkan dan
mempengaruhi tingkat kemiskinan di suatu daerah adalah tingkat pendidikan dan

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 5


kesehatan. Pendidikan adalah pionir dalam pembangunan masa depan suatu
bangsa. Pendidikan yang berkualitas dapat menentukan kualitas dari
pembangunan. Melalui pendidikan, maka generasi manusia yang berkualitas
dapat terlahir yang berguna untuk mendukung tercapainya pembangunan yang
lebih berkelanjutan dan maksimal. Oleh karena itu, setiap manusia haruslah
selalu memperbaiki kualitas dirinya melalui pendidikan yang dilakukan dengan
profesional agar tujuan untuk pembangunan yang berkualitas akan tercapai dan
berhasil dengan baik.
Selain pendidikan, kesehatan adalah faktor penting lain yang diduga
mempengaruhi upaya menyukseskan pembangunan terutama untuk

.id
meningkatkan kesejahteraan sosial. Masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan

go
yang baik diharapkan akan memiliki tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi,
s.
tingkat pendapatan yang lebih baik, dan sejumlah hal positif lainnya.
bp

Berdasarkan uraian di atas, kemiskinan merupakan hal yang penting


u.
ia

untuk diteliti sehingga penelitian ini mengambil judul “Determinan Kemiskinan


//r

Provinsi Riau”. Penelitian ini menganalisis variabel-variabel apa saja yang diduga
s:

berpengaruh terhadap kemiskinan di Provinsi Riau. Variabel-variabel yang diduga


tp
ht

tersebut adalah produksi kelapa sawit, Nilai Tukar Petani (NTP), Upah Minimum
Regional (UMR), tingkat pendidikan, dan tingkat kesehatan.
Berbagai indikator tersebut dikumpulkan untuk mendapatkan gambaran
hubungan variabel-variabel tersebut terhadap kemiskinan di Provinsi Riau.
Penelitian ini juga diharapkan mampu mengidentifikasi pengaruh produksi
kelapa sawit sebagai komoditas unggulan di Provinsi Riau terhadap kemiskinan di
Provinsi Riau.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran tingkat kemiskinan di Provinsi Riau?

6 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


2. Bagaimana pengaruh produksi kelapa sawit, Nilai Tukar Petani (NTP),
Upah Minimum Regional (UMR), tingkat pendidikan, dan tingkat
kesehatan terhadap kemiskinan di Provinsi Riau?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah disusun, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh gambaran tingkat kemiskinan di Provinsi Riau
2. Mengetahui pengaruh produksi kelapa sawit, Nilai Tukar Petani (NTP),
Upah Minimum Regional (UMR), tingkat pendidikan, dan tingkat
kesehatan terhadap kemiskinan di Provinsi Riau.

.id
1.4 Sistematika Penulisan go
s.
Publikasi ini terdiri dari 5 bab. Bab I menjelaskan latar belakang
bp

penulisan, rumusan masalah dan tujuan, serta sistematika penulisan. Bab II


u.
ia

merupakan tinjauan pustaka yang menjelaskan konsep kemiskinan dan


//r

pendekatan pengukuran kemiskinan dan hasil beberapa penelitian yang


s:

mengaitkan kemiskinan dengan variabel bebas yang digunakan. Bab III


tp
ht

menjelaskan tentang metodologi, terutama model kuantitatif yang digunakan.


Bab IV membahas tentang keterkaitan antara kemiskinan dan variabel yang
digunakan baik melalui analisis deskriptif (tabel dan grafik), maupun analisis
model. Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 7


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB II
.id
go
s.
bp

TINJAUAN PUSTAKA
u.
ia
//r
s:
tp
ht
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemiskinan
Kemiskinan adalah kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang
tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat (Bappenas, 2004). Hak-hak dasar
antara lain: (a) terpenuhinya kebutuhan pangan, (b) kesehatan, pendidikan,

.id
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumber daya alam, dan
go
lingkungan hidup, (c) rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan,
s.
bp

(d) hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik.


u.
ia

2.1.1 Jenis-jenis Kemiskinan


//r

a. Kemiskinan Relatif
s:
tp

Kemiskinan relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh kebijakan


ht

pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat


sehingga menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan. Standar minimum
disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada waktu tertentu dan
perhatian terfokus pada golongan penduduk “termiskin”, misalnya 20 persen
atau 40 persen lapisan terendah dari total penduduk yang telah diurutkan
menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok ini merupakan penduduk relatif
miskin. Dengan demikian, ukuran kemiskinan relatif sangat tergantung pada
distribusi pendapatan/pengeluaran penduduk sehingga dengan menggunakan
definisi ini berarti “orang miskin selalu hadir bersama kita”.
Dalam praktik, negara kaya mempunyai garis kemiskinan relatif yang
lebih tinggi dari pada negara miskin seperti pernah dilaporkan oleh Ravallion
(1998: 26). Paper tersebut menjelaskan mengapa, misalnya, angka kemiskinan

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 11


resmi (official figure) pada awal tahun 1990-an mendekati 15 persen di Amerika
Serikat dan juga mendekati 15 persen di Indonesia (negara yang jauh lebih
miskin).
Artinya, banyak dari mereka yang dikategorikan miskin di Amerika
Serikat akan dikatakan sejahtera menurut standar Indonesia. Tatkala negara
menjadi lebih kaya (sejahtera), negara tersebut cenderung merevisi garis
kemiskinannya menjadi lebih tinggi, dengan perkecualian Amerika Serikat, di
mana garis kemiskinan pada dasarnya tidak berubah selama hampir empat
dekade. Uni Eropa, misalnya, umumnya mendefinisikan penduduk miskin adalah
mereka yang mempunyai pendapatan per kapita di bawah 50 persen dari median

.id
(rata-rata) pendapatan. Ketika median/rata-rata pendapatan meningkat, garis
kemiskinan relatif juga meningkat. go
s.
Dalam hal mengidentifikasi dan menentukan sasaran penduduk miskin,
bp

maka garis kemiskinan relatif cukup untuk digunakan, dan perlu disesuaikan
u.
ia

terhadap tingkat pembangunan negara secara keseluruhan. Garis kemiskinan


//r

relatif tidak dapat dipakai untuk membandingkan tingkat kemiskinan antar


s:

negara dan waktu karena tidak mencerminkan tingkat kesejahteraan yang sama.
tp
ht

b. Kemiskinan Absolut
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan
untuk mencukupi kebutuhan dasar minimum seperti pangan, perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja. Kebutuhan dasar minimum diterjemahkan sebagai ukuran finansial
dalam bentuk uang dan nilainya dikenal dengan istilah garis kemiskinan.
Penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan/pengeluaran per kapita per bulan
di bawah garis kemiskinan digolongkan sebagai penduduk miskin.
Garis kemiskinan absolut “tetap (tidak berubah)” dalam hal standar
hidup sehingga garis kemiskinan absolut dapat membandingkan kemiskinan
secara umum. Garis kemiskinan absolut sangat penting jika seseorang ingin

12 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


menilai efek dari kebijakan anti kemiskinan antarwaktu, atau memperkirakan
dampak dari suatu proyek terhadap kemiskinan (misalnya pemberian kredit skala
kecil). Angka kemiskinan akan terbanding antara satu negara dengan negara lain
hanya jika garis kemiskinan absolut yang sama digunakan di kedua negara
tersebut.
Bank Dunia menghitung garis kemiskinan absolut dengan menggunakan
pengeluaran konsumsi yang dikonversi ke dalam US$ PPP (Purchasing Power
Parity/Paritas Daya Beli), bukan nilai tukar US$ resmi. Tujuannya adalah untuk
membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara. Hal ini bermanfaat dalam
menentukan ke mana menyalurkan sumber daya finansial (dana) yang ada, juga

.id
dalam menganalisis kemajuan dalam memerangi kemiskinan. Angka konversi PPP

go
menunjukkan banyaknya rupiah yang dikeluarkan untuk membeli sejumlah
s.
kebutuhan barang dan jasa di mana jumlah yang sama tersebut dapat dibeli
bp

seharga US$1 di Amerika. Angka konversi ini dihitung berdasarkan harga dan
u.
ia

kuantitas di masing-masing negara yang dikumpulkan dalam suatu survei yang


//r

biasanya dilakukan setiap lima tahun sekali. Pada umumnya ada dua ukuran yang
s:

digunakan oleh Bank Dunia, yaitu: a) US$ 1 PPP per kapita per hari; b) US$ 2 PPP
tp
ht

per kapita per hari. Ukuran tersebut sekarang direvisi menjadi US$ 1,25 PPP dan
US$ 2 PPP per kapita per hari.
Pendapatan per kapita yang tinggi sama sekali bukan merupakan jaminan
tidak adanya kemiskinan absolut dalam jumlah yang besar. Hal ini mengingat
besar atau kecilnya porsi atau bagian pendapatan yang diterima oleh kelompok-
kelompok penduduk yang paling miskin tidak sama untuk masing-masing negara,
sehingga mungkin saja suatu negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi
justru mempunyai persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan
internasional yang lebih besar dibandingkan dengan suatu negara yang
pendapatan per kapitanya lebih rendah.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 13


Faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan tersebut antara lain
struktur pertumbuhan ekonomi yang berlangsung di negara yang bersangkutan,
berbagai pengaturan politik dan kelembagaan yang dalam praktiknya ikut
menentukan pola-pola distribusi pendapatan nasional.

2.1.2 Pendekatan dalam Pengukuran Kemiskinan


Strategi kebutuhan dasar (basic needs), sebagaimana dikutip oleh Thee
Kian Wie (1981: 29), dipromosikan dan dipopulerkan oleh International Labor
Organisation (ILO) pada tahun 1976 dengan judul “Kesempatan Kerja,
Pertumbuhan Ekonomi, dan Kebutuhan Dasar: Suatu Masalah bagi Satu Dunia”.

.id
Strategi kebutuhan dasar memang memberi tekanan pada pendekatan langsung

go
dan bukan cara tidak langsung seperti melalui efek menetes ke bawah (trickle-
s.
down effect) dari pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Kesulitan umum dalam
bp

penentuan indikator kebutuhan dasar adalah standar atau kriteria yang subjektif
u.
ia

karena dipengaruhi oleh adat, budaya, daerah, dan kelompok sosial. Di samping
//r

itu, kesulitan penentuan secara kuantitatif dari masing-masing komponen


s:

kebutuhan dasar karena dipengaruhi oleh sifat yang dimiliki oleh komponen itu
tp
ht

sendiri, misalnya selera konsumen terhadap suatu jenis makanan atau komoditas
lainnya.
Beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan mengenai
konsep kebutuhan dasar ini termasuk alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar
yang dicakup adalah komponen kebutuhan dasar dan karakteristik kebutuhan
dasar serta hubungan keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen
kebutuhan dasar menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1. Menurut United Nations (1961), sebagaimana dikutip oleh Hendra
Esmara (1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: kesehatan,
bahan makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi
pekerjaan, perumahan, sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan
manusia.

14 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


2. Menurut UNSRID (1966), sebagaimana dikutip oleh Hendra Esmara
(1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: (i) kebutuhan fisik
primer yang mencakup kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan; (ii)
kebutuhan kultural yang mencakup pendidikan, rekreasi, dan
ketenangan hidup; dan (iii) kebutuhan atas kelebihan pendapatan.
3. Menurut Ganguli dan Gupta (1976), sebagaimana dikutip oleh Hendra
Esmara (1986: 289), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: gizi,
perumahan, pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan, dan
sandang.
4. Menurut Green (1978), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1981:

.id
31), komponen kebutuhan dasar terdiri atas: (i) personal consumption

go
items yang mencakup pangan, sandang, dan pemukiman; (ii) basic public
s.
services yang mencakup fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air
bp

minum, pengangkutan, dan kebudayaan.


u.
ia

5. Menurut Hendra Esmara (1986: 320-321), komponen kebutuhan dasar


//r

primer untuk bangsa Indonesia mencakup pangan, sandang, perumahan,


s:

pendidikan, dan kesehatan.


tp
ht

6. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), komponen kebutuhan dasar terdiri


dari pangan dan bukan pangan yang disusun menurut daerah perkotaan
dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS). Berdasarkan komposisi pengeluaran konsumsi penduduk,
dapat dihitung besarnya kebutuhan minimum untuk masing-masing
komponen.

2.2 Nilai Tukar Petani


Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga
yang diterima petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang
dinyatakan dalam persentase. Secara konsep NTP menyatakan tingkat
kemampuan tukar atas barang-barang (produk) yang dihasilkan petani di

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 15


perdesaan terhadap barang/jasa yang dibutuhkan untuk konsumsi rumah tangga
dan keperluan dalam proses produksi pertanian.
Penghitungan NTP dilandasi pemikiran bahwa sebagai agen ekonomi
yang memproduksi hasil pertanian yang kemudian hasilnya dijual, petani juga
merupakan konsumen yang membeli barang dan jasa untuk kebutuhan hidupnya
sehari-hari dan juga mengeluarkan biaya produksi dalam usahanya untuk
memproduksi hasil pertanian.
NTP dapat dirumuskan sebagai berikut:
𝑰𝒕
𝑵𝑻𝑷 = 𝒙𝟏𝟎𝟎
𝑰𝒃

.id
Keterangan:
NTP = Nilai Tukar Petani
go
s.
It = Indeks yang diterima oleh petani
bp

Ib = Indeks yang dibayarkan oleh petani


u.
ia
//r

NTP digunakan untuk mengukur kemampuan tukar (term of trade)


s:

produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam
tp

berproduksi dan konsumsi rumah tangga. Selain itu, NTP dapat digunakan untuk
ht

memperoleh gambaran tentang perkembangan tingkat pendapatan petani dari


waktu ke waktu yang dapat dipakai sebagai dasar kebijakan untuk memperbaiki
tingkat kesejahteraan petani. Selain itu menunjukkan tingkat daya saing
(competitiveness) produk pertanian dibandingkan dengan produk lain.
NTP dapat diinterpretasikan sebagai berikut:
 NTP > 100: petani mengalami kenaikan dalam hal perdagangan ketika rata-
rata tingkat harga yang mereka terima mengalami kenaikan yang lebih cepat
daripada tingkat rata-rata harga yang dibayarkan terhadap tahun dasar atau
ketika rata-rata tingkat harga yang mereka terima mengalami penurunan
yang lebih lambat daripada tingkat rata-rata harga yang dibayarkan
terhadap tahun dasar.

16 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


 NTP = 100: petani tidak mengalami perubahan dalam hal perdagangan
karena perubahan harga yang diterima oleh petani sama dengan perubahan
harga yang dibayar oleh petani terhadap tahun dasar.
 NTP < 100: petani tidak mengalami perubahan dalam hal perdagangan
karena perubahan harga yang diterima oleh petani sama dengan perubahan
harga yang dibayar oleh petani terhadap tahun dasar.

2.3 Upah Minimum Regional


Upah Minimum Regional (UMR) adalah suatu standar minimum yang
digunakan oleh para pengusaha untuk memberikan upah kepada pegawai,

.id
karyawan, atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. UMR yang

go
digunakan pada penelitian ini adalah Upah Minimum Kabupaten/Kota se-Provinsi
s.
Riau tahun 2015 - 2019.
bp
u.
ia

2.4 Harapan Lama Sekolah (HLS)


//r

Harapan Lama Sekolah (HLS) merupakan Angka Harapan Lama Sekolah


s:

(HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan
tp
ht

dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang.


HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem
pendidikan di berbagai jenjang. HLS Indonesia pada tahun 2016 sebesar 12,72
tahun. Artinya, secara rata-rata anak usia 7 tahun yang masuk jenjang pendidikan
formal pada tahun 2016 memiliki peluang untuk bersekolah selama 12,72 tahun
atau setara dengan Diploma I.

2.5 Umur Harapan Hidup (UHH)


Umur Harapan Hidup merupakan rata-rata tahun hidup yang masih akan
dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun
tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 17


Umur Harapan Hidup merupakan alat untuk mengevaluasi kinerja
pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada umumnya dan
meningkatkan derajat kesehatan pada khususnya. Umur Harapan Hidup yang
rendah di suatu daerah harus diikuti dengan program pembangunan kesehatan,
dan program sosial lainnya termasuk kesehatan lingkungan, kecukupan gizi dan
kalori, termasuk program pemberantasan kemiskinan.
Umur Harapan Hidup yang terhitung untuk Indonesia dari Sensus
Penduduk tahun 1971 adalah 47,7 tahun, artinya bayi-bayi yang dilahirkan
menjelang tahun 1971 (periode 1967-1969) akan dapat hidup sampai 47 atau 48
tahun. Tetapi bayi-bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1980 mempunyai usia

.id
harapan hidup lebih panjang yakni 52,2 tahun, meningkat lagi menjadi 59,8 tahun

go
untuk bayi yang dilahirkan menjelang tahun 1990, dan bayi yang dilahirkan tahun
s.
2000 usia harapan hidupnya mencapai 65,5 tahun. Peningkatan usia harapan
bp

hidup ini menunjukkan adanya peningkatan kehidupan dan kesejahteraan


u.
ia

bangsa Indonesia selama 30 tahun terakhir dari tahun 1970-an sampai tahun
//r

2000.
s:
tp
ht

2.6 Kerangka Pikir


Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks. Banyak hal yang
mempengaruhi kemiskinan. Namun demikian, variabel utama yang digunakan
untuk menilai perkembangan kemiskinan dalam penelitian ini adalah produksi
kelapa sawit. Hal ini didasari atas peran dari kelapa sawit yang merupakan
komoditas unggulan di Provinsi Riau. Tingginya produksi kelapa sawit diduga
mampu mengangkat kesejahteraan petani terutama yang tinggal di perdesaaan
se-Provinsi Riau.
Namun demikian, hal itu bukan merupakan satu-satunya penentu
kemiskinan di perdesaan di Provinsi Riau. Tingginya produksi sebaiknya dibarengi
dengan kualitas harga yang diterima oleh petani. Untuk menggambarkan analisis

18 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


tersebut, peneliti menggunakan variabel Nilai Tukar Petani (NTP) terutama
Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat.
Kemudian, untuk menggambarkan kondisi upah yang diterima oleh
masyarakat dari lapangan usaha nonpertanian, peneliti menggunakan variabel
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) masing-masing kabupaten/kota se-
Provinsi Riau. Selain itu, peneliti juga menggunakan variabel kesehatan dan
pendidikan yang diwakili masing-masing oleh Umur Harapan Hidup (UHH) dan
Harapan Lama Sekolah (HLS).
Gambaran kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Upah Minimum

.id
Kabupaten/Kota
atau UMK Se-
NTP Subsektor Provinsi Riau
(rupiah) go
s.
Tanaman Umur Harapan
Perkebunan Hidup /UHH
bp

Rakyat (tahun)
u.

(2012=100)
ia
//r

Tingkat
s:

Produksi Kelapa Harapan Lama


Kemiskinan
tp

Sawit Sekolah/HLS
(P0)
(tahun)
ht

(ton)
(%)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Dari gambar di atas, tingginya produksi kelapa sawit, NTP, dan UMK
diharapkan mampu secara signifikan menurunkan tingkat kemiskinan suatu
daerah. Selain itu, tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik yang
dicerminkan dari semakin besarnya nilai AHH dan HLS mampu mendukung upaya
pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau terutama di perdesaan.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 19


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s. BAB III
go
.id
METODOLOGI
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB III
METODOLOGI
Metodologi pada publikasi ini secara sederhana disajikan ke dalam 2
(dua) bagian, yaitu sumber data dan metode penghitungan. Kedua hal tersebut
akan dijabarkan secara rinci pada penjelasan di bawah ini.

3.1 Sumber dan Jenis Data

.id
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari website
go
Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id) dengan rincian variabel sebagai berikut:
s.
bp

1. Tingkat Kemiskinan (%)


u.

Peneliti menggunakan persentase penduduk miskin (P0) Head Count


ia

Index (HCI-P0), yaitu persentase penduduk miskin yang berada di


//r

bawah Garis Kemiskinan (GK).


s:
tp

2. Produksi Kelapa Sawit (Ton)


ht

Peneliti menggunakan logaritma natural dari produksi kelapa sawit


3. Nilai Tukar Petani/NTP (2012 = 100)
Peneliti menggunakan logaritma natural dari NTP Subsektor
Tanaman Perkebunan Rakyat
4. Upah Minimum Kabupaten/Kota (Rupiah)
Peneliti menggunakan logaritma natural dari Upah Minimum
Kabupaten/Kota.
5. Umur Harapan Hidup/UHH (Tahun)
UHH digunakan sebagai indikator kualitas kesehatan.
6. Harapan Lama Sekolah/HLS (Tahun)
HLS digunakan sebagai indikator kualitas pendidikan.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 23


3.2 Metode Analisis
3.2.1 Analisis Deskriptif
Pada bagian analisis deskriptif akan diberi gambaran pergerakan variabel
persentase penduduk miskin, produksi kelapa sawit/Crude Palm Oil (CPO), Nilai
Tukar Petani (NTP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), Harapan Lama
Sekolah (HLS), dan Umur Harapan Hidup (UHH).

3.2.2 Analisis Regresi Data Panel


Selain analisis deskriptif (tabel dan grafik), untuk melihat keterkaitan
antara kemiskinan dengan produksi kelapa sawit, NTP, UMK, UHH, dan HLS

.id
digunakan pula analisis kuantitatif yaitu dengan menggunakan analisis data

go
panel. Secara umum, data panel dicirikan oleh T periode waktu (t=1,2,…,T) yang
s.
kecil dan N jumlah individu (i=1,2,…,N) yang besar. Namun tidak menutup
bp

kemungkinan sebaliknya, yakni data panel terdiri dari periode waktu yang besar
u.
ia

dan jumlah individu yang kecil. Dalam model ini, data yang digunakan bersifat
//r

balanced panels dimana setiap unit individu mempunyai jumlah observasi yang
s:

sama, sehingga total observasi yang dimiliki adalah sejumlah N (jumlah provinsi)
tp
ht

dikalikan T (jumlah periode).


Menurut Baltagi dalam Gujarati (2003) dan Widarjono (2005), ada
beberapa keuntungan analisis regresi yang menggunakan data panel, yaitu:
1. Data panel yang merupakan gabungan data runtun waktu (time
series) dan data cross section mampu menyediakan data yang
lebih banyak, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih
lengkap. Dengan demikian model regresi yang diperoleh akan
memiliki degree of freedom (df) yang lebih besar sehingga
estimasi yang dihasilkan akan lebih baik.
2. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan data
cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada
masalah penghilangan variabel (omitted variable).

24 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


3. Data panel mampu mengurangi kolinearitas antarvariabel.
4. Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang
secara sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series
murni atau data cross section murni.
5. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh
agregat individu, karena data yang diobservasi lebih banyak.

Kelebihan lain dari analisis regresi data panel adalah mengenai


fleksibilitas yang lebih besar bagi peneliti dalam memodelkan perbedaan perilaku
di antara individu-individu yang diobservasi (Greene, 2000). Analisis regresi yang

.id
menggunakan data panel mempunyai tiga macam model, yaitu model Common

go
Effect, Fixed Effect, dan Random Effect. Model common effect merupakan model
s.
yang paling sederhana, yaitu hanya mengombinasikan data time series dan data
bp

cross section dalam bentuk pooled. Sementara dalam model fixed effect
u.
ia

diasumsikan bahwa perbedaan antarindividu dapat diakomodasi melalui


//r

perbedaan intersepnya. Intersep pada setiap individu merupakan parameter


s:

yang tidak diketahui dan akan diestimasi. Yang terakhir adalah random effect,
tp
ht

dalam model ini estimasi data panel akan dipilih dimana residual mungkin saling
berhubungan antarwaktu dan antarindividu. Sehingga model ini mengasumsikan
bahwa setiap individu mempunyai perbedaan intersep yang merupakan variabel
random atau stokastik.

3.2.2.1 Pemilihan Model Regresi Data Panel


Dalam menentukan model regresi data panel yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan antarvariabel, peneliti menggunakan beberapa dasar
pengujian.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 25


a Uji Chow
Uji ini dilakukan untuk memilih salah satu model pada regresi
data panel, yaitu antara fixed effect model dengan common effect model.
H0 Hipotesis nol pada uji ini adalah bahwa model yang tepat adalah
model common effect dan hipotesis alternatifnya bahwa model yang
tepat adalah model fixed effect. Uji yang digunakan adalah nilai Chow
Statistic (F-Stat) menggunakan tingkat signifikansi α.

b Uji Hausmann
Uji ini dilakukan untuk memilih salah satu model pada regresi

.id
data panel, yaitu antara random effect model dengan fixed effect

go
model. Hipotesis nol pada uji ini adalah bahwa model yang tepat adalah
s.
model random effect dan hipotesis alternatifnya bahwa model yang
bp

tepat adalah model fixed effect. Statistik uji yang digunakan adalah nilai
u.
ia

p-value menggunakan tingkat signifikansi α (Baltagi, 1997).


//r
s:

c Uji LM
tp
ht

Uji ini dilakukan untuk memilih salah satu model pada regresi
data panel, yaitu antara random effect model dengan common effect
model. Hipotesis nol pada uji ini adalah bahwa model yang tepat adalah
model common effect dan hipotesis alternatifnya bahwa model yang
tepat adalah model random effect. Statistik uji yang digunakan adalah
nilai p-value menggunakan tingkat signifikansi α.

26 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


3.2.2.4. Pengujian Model Regresi Data Panel
a. Uji Overall (Uji F)
Uji overall digunakan untuk mengetahui apakah variabel-
variabel independen secara simultan signifikan terhadap
variabel dependen. Statistik uji yang digunakan adalah nilai F-
value menggunakan tingkat signifikansi α. Apabila didapatkan
kesimpulan bahwa secara simultan variabel signifikan terhadap
model, dilanjutkan pengujian pada uji parsial (Widarjono,
2007).

.id
b. Uji Parsial (Uji-t)

go
Uji parsial digunakan untuk mengetahui variabel-variabel
s.
manakah yang berpengaruh secara signifikan terhadap model.
bp

Statistik uji yang digunakan adalah nilai t-value menggunakan


u.
ia

tingkat signifikansi α (Widarjono, 2007).


//r
s:

c. Koefisien Determinasi
tp
ht

Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa jauh


variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen
dalam model dengan menggunakan nilai Adj. R-Squared
(Gujarati, 2009).

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 27


3.3. Model Penelitian
Adapun model regresi yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:

𝑃0𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑜𝑔(𝑆𝑎𝑤𝑖𝑡)𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐿𝑜𝑔(𝑁𝑇𝑃)𝑖𝑡 + 𝛽3 𝐿𝑜𝑔(𝑈𝑀𝐾)𝑖𝑡 +


𝛽4 𝑈𝐻𝐻𝑖𝑡 + 𝛽5 𝐻𝐿𝑆𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
dimana:
P0 = Persentase penduduk miskin (%).
Log(Sawit) = Logaritma Natural dari produksi sawit (ton)
Log(NTP) = Logaritma Natural dari NTP

.id
Log(UMK) = Logaritma Natural dari UMK
UHH
go
= Usia Harapan Hidup (tahun)
s.
HLS = Harapan Lama Sekolah (tahun)
bp

i = Provinsi ke-i
u.
ia

t = Tahun pengamatan (2017 - 2019)


//r
s:
tp
ht

28 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s. BAB IV
go
.id
PEMBAHASAN
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB IV
PEMBAHASAN
Peningkatan kesejahteraan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor,
baik secara langsung maupun secara tidak langsung mempengaruhi kemiskinan.
Namun publikasi ini hanya memfokuskan penelitian pada beberapa variabel,
yaitu produksi Crude Palm Oil (CPO), Nilai Tukar Petani (NTP), Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK), Harapan Lama Sekolah (HLS), dan Umur Harapan Hidup

.id
(UHH). Pada bagian ini akan dideskripsikan tentang keadaan kesejahteraan
go
masyarakat dan variabel yang dapat mempengaruhi keadaan tersebut.
s.
bp
u.

4.1. Gambaran Umum Kemiskinan di Provinsi Riau


ia

Gambar 4.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin


//r

di Provinsi Riau (persen), 2015-2019


s:
tp

9,46 9,00
8,43
ht

8,09
8,42 7,62
7,98 7,78 7,39 7,08
6,79 6,40 6,79
6,35 6,28

Kota Desa Total

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Badan Pusat Statistik

Pengentasan kemiskinan merupakan sebuah tujuan pembangunan.


Berdasarkan gambar 4.1 dapat ditunjukkan bahwa persentase penduduk miskin
Provinsi Riau dari 2015 – 2019 mengalami tren menurun dari tahun ke tahun.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 31


Persentase penduduk miskin di Provinsi pada tahun 2019 adalah 7,08 persen,
turun dari 8,42 persen pada tahun 2015.
Hal yang menarik untuk diamati pada gambar 4.1 di atas adalah meskipun
mengalami penurunan, tingkat kemiskinan di desa se-Provinsi Riau lebih tinggi
dibandingkan di kota. Tingkat kemiskinan di desa pada tahun 2019 adalah
sebesar 7,62 persen. Sementara itu, tingkat kemiskinan di kota hanya sebesar
6,28 persen.

Gambar 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Tempat Tinggal


di Provinsi Riau (ribu orang), 2015-2019

.id
400
350
365 go
s.
353
300 336 327
bp

315
250
u.

200
ia

150 179 176


//r

166 162 174


100
s:
tp

50
ht

0
2015 2016 2017 2018 2019

Kota Desa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan Gambar 4.2 dapat ditunjukkan pula bahwa jumlah


penduduk miskin yang tinggal di desa mengalami penurunan. Pada tahun 2019,
jumlah penduduk miskin Provinsi Riau yang tinggal di desa adalah 315 ribu orang,
berkurang dari 365 ribu orang pada tahun 2015. Namun demikian, jumlah
penduduk miskin di desa tahun 2019 masih jauh lebih besar dibandingkan jumlah
penduduk miskin di kota yang hanya 176 ribu orang.

32 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Ditinjau dari proporsinya, 64,15 persen atau hampir dua pertiga
penduduk miskin di Provinsi Riau tinggal di desa. Sementara itu, jumlah
penduduk miskin Provinsi Riau yang berlokasi di kota hanya 35,85 persen
(Gambar 4.3).

Gambar 4.3 Proporsi Penduduk Miskin Menurut Tempat Tinggal


Di Provinsi Riau, 2019

Kota

.id
35,85%

go
s.
Desa
bp

64,15%
u.
ia
//r
s:
tp

Sumber: Badan Pusat Statistik


ht

Tabel 4.1 menunjukkan persentase penduduk miskin menurut


kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan data Susenas bulan Maret. Dari
tabel tersebut tampak bahwa secara umum persentase penduduk miskin di
kabupaten/kota se-Provinsi Riau pada periode tahun 2015 - 2019 menunjukkan
tren penurunan.
Persentase penduduk miskin terkecil di Provinsi Riau pada tahun 2019
berada di Kota Pekanbaru sebesar 2,52 persen. Sementara itu, persentase
terbesar berada di Kabupaten Kepulauan Meranti, yaitu 26,93 persen. Sebagai
kabupaten baru, kondisi Kepulauan Meranti baik dari sisi pembangunan
infrastruktur, pendidikan maupun kesehatan relatif belum cukup memadai

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 33


dibandingkan kabupaten lain untuk menggerakkan roda perekonomian yang
memungkinkan penduduk miskin keluar dari kemiskinannya.
Apabila diperhatikan lebih jauh, persentase penduduk miskin yang cukup
besar juga terjadi di Kabupaten Rokan Hulu. Persentase penduduk miskin di
kabupaten ini pada tahun 2019 mencapai 10,53 persen.

Tabel 4.1 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Riau


Menurut Kabupaten/Kota, 2015 – 2019

Persentase Penduduk Miskin Maret (%)


Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 2018 2019

.id
Kuantan Singingi 10,80 9,85 9,97 9,92 9,56
Indragiri Hulu 7,76 7,15
go 6,94 6,30 6,06
s.
Indragiri Hilir 8,11 7,99 7,70 7,05 6,54
bp

Pelalawan 12,09 11,00 10,25 9,73 9,62


u.
ia

Siak 5,67 5,52 5,80 5,44 5,03


//r

Kampar 9,17 8,38 8,02 8,18 7,71


s:

Rokan Hulu 11,05 11,05 10,91 10,95 10,53


tp

Bengkalis 7,38 6,82 6,85 6,22 6,27


ht

Rokan Hilir 7,67 7,97 7,88 7,06 7,01


Kep. Meranti 34,08 30,89 28,99 27,79 26,93
Pekanbaru 3,27 3,07 3,05 2,85 2,52
Dumai 5,26 4,74 4,57 3,71 3,56
RIAU 8,42 7,98 7,78 7,39 7,08
Sumber : Riau Dalam Angka, 2015-2020

4.2 Produksi Kelapa Sawit (CPO) Riau


Perkembangan produksi kelapa sawit (CPO) di Provinsi Riau dari tahun
2015 sampai dengan 2019 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2015,
produksi kelapa sawit di Riau tercatat sebesar 7,84 juta ton, menurun menjadi

34 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


7,46 juta ton pada tahun 2019.
Gambar 4.4 Perkembangan Produksi Kelapa Sawit di Provinsi Riau (ton),
2014-2019

7.841.947

7.777.069 7.779.659

7.683.535

.id
7.466.260

go
s.
bp
u.
ia

2015 2016 2017 2018 2019


//r

Catatan: Tahun 2019 angka sementara


s:

Sumber: Badan Pusat Statistik


tp
ht

Gambar 4.5 Sebaran Produksi Kelapa Sawit Menurut Kabupaten/Kota


di Provinsi Riau (juta ton), 2019

1,34
1,20
1,10
0,96
0,81
0,73

0,45 0,47
0,33

0,00 0,04 0,04

Kuantan Indragiri Indragiri Pelalawan Siak Kampar Rokan Hulu Bengkalis Rokan Hilir Kepulauan Pekanbaru Dumai
Singingi Hulu Hilir Meranti

Sumber: Riau Dalam Angka 2020

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 35


4.3. Nilai Tukar Petani Provinsi Riau

Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan indeks harga yang


diterima petani (It) dan indeks harga yang dibayar petani (Ib). Angka NTP dapat
menggambarkan kemampuan/daya beli petani di perdesaan. Selain itu, NTP juga
menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh maupun untuk biaya produksi dan penambahan
barang modal. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat
kemampuan/daya beli petani.
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat ditunjukkan bahwa hanya penduduk yang
bekerja di subsektor tanaman pangan dan perikanan secara konsisten menikmati

.id
kondisi daya beli yang relatif lebih baik dibandingkan tahun dasarnya (2012=100).
go
Pada tahun 2019, NTP untuk masing-masing subsektor tersebut adalah 100,99
s.
bp

dan 112,31.
u.
ia

Tabel 4.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Riau


//r

Menurut Kelompok Subsektor (2012=100), 2014-2019


s:
tp

Nilai Tukar Petani


Kelompok subsektor
ht

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Tanaman Pangan 100,44 103,67 112,63 104,00 102,11 100,99

Tanaman Hortikultura 97,26 95,74 94,36 94,01 98,43 98,61


Tanaman Perkebunan
95,03 91,17 97,27 104,48 95,57 92,31
Rakyat
Peternakan 98,88 100,77 100,30 97,73 98,23 96,66

Perikanan 105,13 106,03 110,46 115,25 114,97 112,31


Sumber: Statistik Nilai Tukar Petani Provinsi Riau, 2014-2019

Sementara itu, NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat memiliki


nilai terkecil, yaitu 92,31. Angka yang kurang dari 100 ini menunjukkan bahwa

36 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


daya beli yang dimiliki oleh petani yang bekerja di subsektor perkebunan pada
tahun 2019 ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan daya beli mereka pada tahun
2012. Hal ini sangat ironis karena sebagian besar penduduk yang tinggal di
perdesaan bekerja di subsektor perkebunan. Selain itu, kontribusi subsektor
perkebunan dalam menciptakan nilai tambah bruto atau Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Riau juga relatif sangat besar.

4.4 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau


Kenaikan Upah minimum kabupaten/kota akan meningkatkan
penghasilan buruh/karyawan. Kenaikan tersebut akan diikuti dengan fenomena
meningkatnya daya beli masyarakat dan munculnya usaha-usaha baru yang pada

.id
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menurunkan tingkat
kemiskinan. go
s.
bp

Pada periode tahun 2015-2019 di Provinsi Riau, upah minimum


kabupaten/kota juga menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Upah
u.
ia

Minimum Provinsi (UMP) Riau tahun 2019 mengalami peningkatan sekitar satu
//r

juta rupiah atau naik sebesar 41,74 persen dibandingkan pada tahun 2015.
s:
tp

Gambar 4.6 Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau (rupiah),


ht

2015 - 2019
2.662.025
2.464.154
2.266.722
2.095.000
1.878.000

2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Riau Dalam Angka, 2015-2020

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 37


Tabel 4.3 Perkembangan Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau
Menurut Kabupaten/Kota (ribu rupiah), 2015 – 2019

Upah Minimum Kabupaten/Kota


Kabupaten/Kota
2015 2016 2017 2018 2019
Kuantan Singingi 1.980,0 2.207,7 2.389,8 2.598,0 2.806,6
Indragiri Hulu 1.950,0 2.174,5 2.440,8 2.751,1 2.820,0
Indragiri Hilir 1.940,0 2.163,7 2.342,2 2.546,2 2.750,6
Pelalawan 1.925,0 2.176,5 2.356,0 2.561,3 2.766,9
Siak 1.982,0 2.209,9 2.392,2 2.600,6 2.809,4
Kampar 1.918,0 2.138,6 2.315,0 2.516,6 2.718,7

.id
Rokan Hulu 1.925,0 2.146,4 2.323,5 2.525,8 2.728,6
Bengkalis 2.225,0 2.480,9 go
2.685,5 2.919,5 3.005,6
s.
bp

Rokan Hilir 1.910,0 2.129,7 2.305,3 2.506,1 2.707,4


u.

Kep. Meranti 1.940,0 2.163,1 2.341,6 2.545,5 2.749,9


ia

Pekanbaru 1.925,0 2.146,4 2.352,6 2.557,5 2.762,9


//r

Dumai 2.200,0 2.453,0 2.655,4 2.886,7 3.118,5


s:
tp

Sumber: Riau Dalam Angka, 2015-2020


ht

Upah minimum di tingkat kabupaten/kota juga mengalami peningkatan


selama lima tahun terakhir. Upah minimum terbesar pada tahun 2019 berada di
Kota Dumai yaitu sebesar 3,12 juta rupiah, sedangkan upah minimum terkecil
berada di Kabupaten Rokan Hilir yaitu sebesar 2,71 juta rupiah.

4.5 Harapan Lama Sekolah di Provinsi Riau


Variabel Harapan Lama Sekolah (HLS) merupakan salah satu indikator
proses pembangunan sebagai ukuran keberhasilan program-program pendidikan
jangka pendek. Harapan lama sekolah dapat memberikan gambaran tentang
capaian (stock) dan penambahan (flow) sumber daya manusia berkualitas di

38 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


suatu wilayah. Semakin bagus kualitas pendidikan masyarakat maka
kemungkinan mereka untuk mendapatkan pekerjaan akan lebih baik sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Gambar 4.7 Harapan Lama Sekolah (HLS) di Provinsi Riau (tahun), 2010-2019

13,11 13,14
13,03
12,86
12,74

12,45
12,27

.id
11,76 11,78 11,79

go
s.
bp

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
u.
ia

Sumber: Riau Dalam Angka, 2011-2020


//r
s:

Pada periode tahun 2010-2019 di Provinsi Riau, variabel ini menunjukkan


tp

peningkatan dari tahun ke tahun. Pertumbuhan harapan lama sekolah


ht

menunjukkan tren peningkatan yang relatif signifikan. Anak usia 7 tahun yang
masuk dunia pendidikan pada tahun 2019 diharapkan akan dapat bersekolah
selama 13,14 tahun atau mencapai Diploma II, meningkat dibandingkan tahun
2010 yang hanya mencapai jenjang kelas II Sekolah Menengah Atas (SMA).
Harapan lama sekolah di tingkat kabupaten/kota juga terus meningkat dari
tahun ke tahun. Harapan lama sekolah tertinggi di Provinsi Riau pada tahun 2019
berada di Kota Pekanbaru, yaitu 15,37 tahun, sementara terendah berada di
Kabupaten Indragiri Hilir, yaitu 11,90 tahun. Harapan lama sekolah tumbuh paling
cepat di Kabupaten Indragiri Hilir selama kurun watu 2014 hingga 2019. Dalam
kurun waktu yang sama, Kabupaten Kepulauan Meranti dan Rokan Hulu menjadi

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 39


kabupaten/kota dengan pertumbuhan harapan lama sekolah paling lambat di
Riau.
Tabel 4.4 Perkembangan Harapan Lama Sekolah (HLS) di Provinsi Riau
Menurut Kabupaten/Kota (tahun), 2014-2019

Harapan Lama Sekolah


Kabupaten/Kota
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kuantan Singingi 11,96 12,64 12,81 13,26 13,27 13,32
Indragiri Hulu 11,51 11,92 12,24 12,29 12,32 12,35
Indragiri Hilir 10,67 11,38 11,58 11,88 11,89 11,90
Pelalawan 11,02 11,56 11,68 11,89 12,16 12,17

.id
Siak 11,81 12,26 12,56 12,72 12,73 12,75
Kampar 12,72 12,86 12,87 go 13,20 13,21 13,45
s.
bp

Rokan Hulu 12,36 12,39 12,59 12,81 12,82 12,83


u.

Bengkalis 12,35 12,39 12,72 12,73 12,83 12,86


ia

Rokan Hilir 11,42 11,75 12,06 12,25 12,63 12,67


//r

Kep. Meranti 12,34 12,41 12,74 12,77 12,78 12,81


s:
tp

Pekanbaru 14,07 14,86 14,87 14,93 15,34 15,37


ht

Dumai 12,40 12,46 12,75 12,97 12,98 13,10


Sumber: Indikator Pembangunan Manusia dan Gender Provinsi Riau, 2019

4.6 Umur Harapan Hidup Penduduk Riau


Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan aset kekayaan bangsa
sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas, pendidikan dan kesehatan merupakan modal utama
yang harus dimiliki manusia agar mampu meningkatkan potensinya dan
berkontribusi dalam pembangunan. Umumnya, semakin tinggi kapabilitas dasar
yang dimiliki suatu bangsa, semakin tinggi peluang untuk meningkatkan potensi
bangsa itu.

40 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Indikator Umur Harapan Hidup (UHH) yang merepresentasikan aspek
kesehatan, terus meningkat dari tahun 2010-2019. Semakin meningkatnya UHH
di Riau mengindikasikan bahwa derajat kesehatan masyarakat di Riau semakin
membaik karena UHH merupakan salah satu tolok ukur derajat kesehatan
masyarakat. Dalam jangka waktu 10 tahun, Riau berhasil meningkatkan UHH
sebesar 1,33 tahun dari 70,15 tahun menjadi 71,48 tahun atau meningkat
sebesar 1,89 persen.

Gambar 4.8 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Riau


(tahun), 2010-2019

.id
go 71,48
s.
71,19
bp

70,93 70,97 70,99


70,76
70,67
u.

70,49
70,32
ia

70,15
//r
s:
tp
ht

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019

Sumber: Riau Dalam Angka, 2011-2020

Di tingkat kabupaten/kota, umur harapan hidup saat lahir pada tahun


2019 berkisar antara 67,53 tahun hingga 72,22 tahun. Umur harapan hidup
tertinggi berada di Kota Pekanbaru, sedangkan terendah berada di Kabupaten
Kepulauan Meranti. Selama lima tahun terakhir, umur harapan hidup paling
cepat tumbuh di Kabupaten Indragiri Hilir. Jadi, meskipun umur harapan hidup di
kabupaten ini cukup rendah, tetapi perkembangannya relatif cepat dibandingkan
kabupaten lainnya. Di sisi lain, umur harapan hidup tumbuh paling lambat di

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 41


Kabupaten Siak.

Tabel 4.5 Perkembangan Umur Harapan Hidup (UHH) di Provinsi Riau


Menurut Kabupaten/Kota (tahun), 2014-2019

Umur Harapan Hidup


Kabupaten/Kota
2014 2015 2016 2017 2018 2019
Kuantan Singingi 67,66 67,86 67,92 67,99 68,17 68,44
Indragiri Hulu 69,64 69,74 69,79 69,83 69,97 70,20
Indragiri Hilir 66,54 66,84 66,95 67,07 67,32 67,66

.id
Pelalawan 70,13 70,23 70,39 70,54 70,74 71,03
Siak 70,54 70,54 70,59 go70,64 70,79 71,03
s.
bp

Kampar 69,80 70,00 70,08 70,16 70,35 70,64


u.

Rokan Hulu 68,93 69,03 69,17 69,31 69,55 69,89


ia

Bengkalis 70,38 70,58 70,63 70,69 70,85 71,11


//r

Rokan Hilir 69,27 69,47 69,57 69,66 69,87 70,17


s:
tp

Kep. Meranti 66,42 66,72 66,85 66,99 67,21 67,53


ht

Pekanbaru 71,55 71,65 71,70 71,75 71,94 72,22


Dumai 70,05 70,25 70,31 70,37 70,55 70,82
Sumber: Indikator Pembangunan Manusia dan Gender Provinsi Riau, 2019;

42 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


4.7 Hubungan antara Produksi Kelapa Sawit, Nilai Tukar Petani (NTP), Upah
Minimum Kabupaten/Kota, dan Tingkat Pendidikan serta Kesehatan terhadap
Kemiskinan di Riau
Pada subbab ini dibahas hubungan antara kemiskinan dengan variabel
bebas yang diyakini mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan
model persamaan regresi. Karena keterbatasan series data, maka model yang
akan digunakan dalam analisis di sini adalah model regresi data panel.

Model selengkapnya adalah sebagai berikut:

.id
𝑃0𝑖𝑡 = 𝛽0 + 𝛽1 𝐿𝑜𝑔(𝑆𝑎𝑤𝑖𝑡)𝑖𝑡 + 𝛽2 𝐿𝑜𝑔(𝑁𝑇𝑃)𝑖𝑡 + 𝛽3 𝐿𝑜𝑔(𝑈𝑀𝐾)𝑖𝑡 +
𝛽4 𝑈𝐻𝐻𝑖𝑡 + 𝛽5 𝐻𝐿𝑆𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡 go
s.
dimana:
bp

P0 = Persentase penduduk miskin (%).


u.
ia

Log(Sawit) = Logaritma Natural dari produksi sawit (ton)


//r

Log(NTP) = Logaritma Natural dari NTP


s:

Log(UMK) = Logaritma Natural dari UMK


tp

UHH = Umur Harapan Hidup (tahun)


ht

HLS = Harapan Lama Sekolah (tahun)


i = Provinsi ke-i
t = Tahun pengamatan (2017 - 2019)

Dalam model regresi data panel dikenal tiga metode, yaitu metode
common effect, fixed effect, dan random effect. Dalam metode common effect
hasil analisis regresi dianggap berlaku pada semua objek dan pada keseluruhan
waktu. Metode ini mempunyai kelemahan yaitu adanya ketidaksesuaian model
dengan keadaan yang sesungguhnya karena sebetulnya kondisi setiap objek pada
suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu
yang lain.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 43


Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan metode fixed
effect di mana dalam metode ini sudah ditunjukkan perbedaan konstan
antarobjek. Metode fixed effect menunjukkan bahwa dalam satu objek memiliki
suatu konstanta yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian
juga dengan koefisien regresinya tetap besarnya dari waktu ke waktu (time
invariant).
Sementara itu metode random effect digunakan untuk mengatasi
kelemahan metode fixed effect yang menggunakan variabel semu yang dapat
menyebabkan model mengalami ketidakpastian. Sementara untuk melihat mana
yang terbaik dari ketiga metode tersebut digunakan uji Lagrange Multiplier (LM)

.id
dan uji Haussman.

go
s.
4.7.1 Hasil Estimasi dan Pemilihan Model Terbaik
bp

Adapun hasil estimasi model berdasarkan metode common effect, fixed


u.
ia

effect, dan random effects models adalah sebagai berikut:


//r
s:

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Model


tp
ht

Koefisien
Variabel
Common Fixed Random
C 645.306 76.696 144.260
LOG(SAWIT) -0.905 -0.203 -0.756
LOG(NTP) -31.971 1.055 -1.299
LOG(UMK) -28.830 -4.155 -3.338
UHH -0.406 -0.191 -0.987
HLS -1.983 0.332 -0.210
Dummy variables terlampir
Cross-section random (rho) 0.989
Idiosyncratic random (rho 0.012
R-squared 0.888 0.999 0.742
Adjusted R-squared 0.869 0.998 0.699
Durbin-Watson stat 0.138 2.181 1.441
Prob(F-statistic) 0.000 0.000 0.000

44 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Untuk memilih salah satu model pada regresi data panel, yaitu antara
model common effect dan fixed effect dilakukan Uji Chow. Hasil dari pengujian
ini adalah sebagai berikut:
Tabel 4.7 Output Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 171.130363 (11,19) 0.0000


Cross-section Chi-square 165.813287 11 0.0000

.id
go
Hipotesis null (H0) pada pengujian ini adalah model common effects lebih
s.
baik, artinya memang tidak ada perbedaan efek antarindividu pada data panel.
bp

Seperti yang dapat dilihat pada output di atas, nilai Prob=0.0000 untuk Cross-
u.

section F, yang berarti kurang dari 0.05 sehingga keputusannya adalah tolak
ia

hipotesis null. Hasilnya dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95


//r
s:

persen ada perbedaan efek antarindividu pada data panel, sehingga cukup bukti
tp

untuk menyatakan model fixed effects lebih sesuai digunakan untuk data ini
ht

dibandingkan model common effects.


Dengan keputusan pada pengujian Chow, maka selanjutnya dilakukan uji
lanjutan yaitu Hausman test. Uji ini dilakukan untuk membandingkan antara
model random effect dan fixed effect.

Tabel 4.8 Output Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.437006 5 0.1337

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 45


Hipotesis null pada pengujian ini adalah model random effects lebih baik,
artinya efek antarindividu bersifat acak pada data panel. Nilai Prob yang besar
dari 0.05 menunjukkan kondisi terima H0. Dalam hal ini H0-nya adalah model
random effects lebih baik dibandingkan model fixed effects. Karena nilai prob nya
= 0,1337, maka dengan tingkat keyakinan 95 persen cukup bukti untuk
menyatakan bahwa model random effect lebih sesuai digunakan untuk model
penelitian yang dibangun.
Model regresi data panel terpilih dapat disebut sebagai model yang baik
jika model tersebut memenuhi kriteria dari beberapa asumsi yang sering dikenal
dengan istilah uji asumsi klasik. Berdasarkan pemilihan estimasi model yang

.id
sesuai untuk persamaan regresi pada model ini adalah random effects. Oleh

go
karena itu, model ini akan diuji kenormalannya menggunakan Jarque-Bera Test.
s.
Sementara itu, pengujian asumsi yang lain tidak dilakukan karena metode
bp

estimasi random effects menggunakan Generalized Least Square (GLS).


u.
ia

Gambar 4.9 Uji Kenormalan Jarque-Bera


//r
s:

7
Series: Standardized Residuals
tp

6
Sample 2017 2019
Observations 36
ht

5
Mean 5.04e-14
Median 0.031587
4
Maximum 4.070550
Minimum -4.431143
3 Std. Dev. 2.643415
Skewness -0.134768
2 Kurtosis 1.983451

1 Jarque-Bera 1.659034
Probability 0.436260

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Hipotesis null pada pengujian ini adalah asumsi normal pada model
terpenuhi. Seperti yang dapat dilihat pada output di atas, nilai Prob=0.436260,
yang berarti lebih dari 0.05 sehingga keputusan nya adalah terima hipotesis null.
Hasilnya dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat keyakinan 95 persen, asumsi
normal pada model terpenuhi.

46 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


4.7.2 Interpretasi Model
Berdasarkan hasil subbab 4.7.1 maka model terpilih yang akan dilakukan
interpretasi adalah model random effects. Hasil estimasi lengkap dari model
tersebut adalah sebagai berikut:

Tabel 4.9 Hasil Output Model Terpilih: Random Effects Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


(1) (2) (3) (4) (5)
C 144.2595 10.57624 13.63996 0.0000
LOG(SAWIT) -0.756016 0.203764 -3.710246 0.0008
LOG(NTP) -1.298630 0.628348 -2.066738 0.0475
LOG(UMK) -3.338120 1.496961 -2.229931 0.0334

.id
UHH -0.986811 0.462269 -2.134714 0.0411
HLS -0.210305 0.322323 -0.652466 0.5191
go
s.
R-squared 0.741951
bp

Adjusted R-squared 0.698942


F-statistic 17.25137
u.

Prob(F-statistic) 0.000000
ia
//r

Dari hasil estimasi regresi yang disajikan pada Tabel 4.9 kolom 5, terlihat
s:

ada empat variabel tidak bebas (independent variable) yang berpengaruh


tp
ht

signifikan terhadap perubahan tingkat kemiskinan yaitu produksi kelapa sawit,


Nilai Tukar Petani (NTP), Upah Minimum Kabupaten/Kota, dan Umur Harapan
Hidup (UHH). Hal ini ditunjukkan oleh nilai probability pada masing-masing
variabel yang kurang dari 0,05. Adapun dari nilai adjusted R-squared dapat
ditunjukkan bahwa model yang dihasilkan mampu menjelaskan setidaknya 70
persen variasi yang terdapat pada variabel persentase penduduk miskin (P0) di
Provinsi Riau.
Dari Tabel 4.9 terlihat pula bahwa produksi kelapa sawit signifikan
mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini diindikasikan oleh koefisien log(sawit)
yang mempunyai tanda negatif dan nilai probability yang kurang dari 0,05.
Kondisi ini mengandung arti bahwa jika produksi kelapa sawit menurun maka
tingkat kemiskinan akan meningkat, sebaliknya jika variabel-variabel tersebut

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 47


meningkat maka tingkat kemiskinan akan menurun dengan asumsi faktor lain
dianggap konstan/tetap (ceteris paribus). Adapun koefisien log(sawit) adalah
sebesar -0,756 yang memberikan arti bahwa setiap pertumbuhan produk kelapa
sawit sebesar 1 persen maka akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 0,756
persen (ceteris paribus). Oleh karena itu, peningkatan produksi kelapa sawit perlu
untuk dilakukan dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan terutama di
perdesaan di Provinsi Riau.
Senada dengan peningkatan produksi kelapa sawit, peningkatan Nilai
Tukar Petani (NTP) terutama Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat juga perlu
dilakukan. Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa NTP Subsektor Tanaman Perkebunan

.id
Rakyat signifikan mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini diindikasikan oleh

go
koefisien log(NTP) yang mempunyai tanda negatif dan nilai probability yang
s.
kurang dari 0,05. Kondisi ini mengandung arti bahwa jika Nilai Tukar Petani
bp

Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat menurun maka tingkat kemiskinan akan


u.
ia

meningkat, sebaliknya jika variabel tersebut meningkat maka tingkat kemiskinan


//r

akan menurun dengan asumsi faktor lain dianggap konstan/tetap (ceteris


s:

paribus). Adapun koefisien log(NTP) adalah sebesar -1,299 yang memberikan arti
tp
ht

bahwa setiap pertumbuhan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar


1 persen maka akan menurunkan tingkat kemiskinan sebesar 1,299 persen
(ceteris paribus). Oleh karena itu, peningkatan produksi kelapa sawit itu penting
tetapi hendaknya dibarengi dengan naiknya NTP Subsektor Tanaman Perkebunan
Rakyat. Hal ini penting agar upaya pengentasan kemiskinan terutama di
perdesaan di Provinsi Riau lebih optimal.
Menariknya, peningkatan NTP Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat
dapat dilakukan dengan dua pendekatan. Pertama, peningkatan NTP dapat
dilakukan dengan meningkatkan harga produk kelapa sawit saat transaksi. Kedua,
peningkatan NTP dapat dilakukan dengan mengendalikan harga yang dibayar
oleh petani, contohnya: biaya pembelian pupuk dan kebutuhan sehari-hari.
Sementara untuk lapangan usaha nonpertanian, upaya pengentasan

48 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


kemiskinan dapat ditempuh melalui peningkatan Upah Minimum
Kabupaten/Kota. Dari Tabel 4.9 terlihat bahwa Upah Minimum Kabupaten/Kota
signifikan mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini diindikasikan oleh koefisien
log(UMK) yang mempunyai tanda negatif dan nilai probability yang kurang dari
0,05. Kondisi ini mengandung arti bahwa jika Upah Minimum Kabupaten/Kota
menurun maka tingkat kemiskinan meningkat, sebaliknya jika variabel tersebut
meningkat maka tingkat kemiskinan akan menurun dengan asumsi faktor lain
dianggap konstan/tetap (ceteris paribus). Adapun koefisien log(UMK) adalah
sebesar -3,34 yang memberikan arti bahwa setiap pertumbuhan Upah Minimum
Kabupaten/Kota sebesar 1 persen maka akan menurunkan tingkat kemiskinan

.id
sebesar 3,34 persen (ceteris paribus). Oleh karena itu, Peningkatan Upah

go
Minimum Kabupaten/Kota perlu untuk dilakukan dalam rangka upaya
s.
pengentasan kemiskinan terutama di perdesaan di Provinsi Riau.
bp

Upaya pengentasan kemiskinan itu dapat optimal, jika kondisi kesehatan


u.
ia

masyarakatnya tetap diperhatikan. Salah satu indikator yang dapat


//r

menggambarkan hal ini adalah umur harapan hidup. Dari Tabel 4.9 terlihat
s:

bahwa Umur Harapan Hidup signifikan mengurangi tingkat kemiskinan. Hal ini
tp
ht

diindikasikan oleh koefisien UHH yang mempunyai tanda negatif dan nilai
probability yang kurang dari 0,05. Kondisi ini mengandung arti bahwa jika Umur
Harapan Hidup menurun maka tingkat kemiskinan akan meningkat, sebaliknya
jika variabel tersebut meningkat maka tingkat kemiskinan akan menurun dengan
asumsi faktor lain dianggap konstan/tetap (ceteris paribus). Adapun koefisien
UHH adalah sebesar -0,987 yang memberikan arti bahwa setiap kenaikan Umur
Harapan Hidup sebesar 1 tahun maka akan menurunkan tingkat kemiskinan
sebesar 0,987 persen (ceteris paribus).
Sementara itu, belum cukup bukti untuk menyatakan bahwa variabel
pendidikan dalam hal ini Harapan Lama Sekolah (HLS) signifikan menurunkan
tingkat kemiskinan. Hal ini ditunjukkan oleh koefisien bertanda negatif dan nilai
probability yang lebih besar dari 0,05.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 49


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s. BAB V
go
PENUTUP
.id
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Persentase penduduk miskin Provinsi Riau dari 2015 – 2019 mengalami
tren menurun dari tahun ke tahun. Namun demikian, tingkat kemiskinan

.id
di desa se-Provinsi Riau lebih tinggi dibandingkan di kota. Tingkat
go
kemiskinan di desa pada tahun 2019 adalah sebesar 7,62 persen
s.
bp

berbanding di kota sebesar 6,28 persen. Selain itu, hampir dua pertiga
u.

penduduk miskin di Provinsi Riau tinggal di desa.


ia

2. Terdapat empat variabel bebas (independent variable) yang


//r

berpengaruh signifikan mengurangi tingkat kemiskinan yaitu produksi


s:
tp

kelapa sawit, Nilai Tukar Petani (NTP), Upah Minimum Kabupaten/Kota,


ht

dan Usia Harapan Hidup.


3. Model yang dihasilkan mampu menjelaskan setidaknya 70 persen variasi
yang terdapat pada variabel persentase penduduk miskin (P0) di Provinsi
Riau.

5.2 Saran

Peningkatan produksi kelapa sawit perlu dilakukan sebagai salah satu


upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi Riau. Namun demikian, peningkatan
produksi tersebut baiknya dibarengi dengan peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP)
terutama Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat. Upaya lain yang dapat
dilakukan dalam rangka memberantas kemiskinan adalah melalui peningkatan

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 53


Upah Minimum Kabupaten/Kota. Selain itu, peningkatan kualitas kesehatan yang
tercermin dari Umur Harapan Hidup sangat penting untuk mengurangi tingkat
kemiskinan di Provinsi Riau.

Semoga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai salah satu


referensi terkait determinan kemiskinan di Provinsi Riau dan dapat
dikembangkan. Salah satu bentuk pengembangan yang dapat dilakukan adalah
dengan menjadikan variabel kemiskinan perdesaan masing-masing
kabupaten/kota sebagai fokus pada penelitian selanjutnya.

.id
go
s.
bp
u.
ia
//r
s:
tp
ht

54 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
DAFTAR PUSTAKA
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
DAFTAR PUSTAKA

Almasdi Syahza. (2010). Dampak Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit


Terhadap Multiplier Effect Ekonomi Pedesaan Di Daerah Riau. Jurnal
Ekonomi.

Almasdi, S. (2002). Paradigma Baru : Pemasaran Produk Pertanian Berbasis


Agribisnis Di Daerah Riau. Ekonomi.

.id
go
Amin, A. M., Bahri, S., Setianingsih, R., & Ernawati. (2015). Analisis
s.
Perkembangan Kondisi Kemiskinan Di Provinsi Riau. In Seminar Nasional
bp

“Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia.”


u.

Https://Doi.Org/978 - 979 - 3793 - 71 - 9


ia
//r

Aris, A., Juanda, B., Fauzi, A., & Hakim, D. B. (2016). Dampak Pengembangan
s:

Perkebunan Kelapa Rakyat Terhadap Kemiskinan Dan Perekonomian


tp
ht

Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Agro Ekonomi.


Https://Doi.Org/10.21082/Jae.V28n1.2010.69-94

Baltagi, B.H. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. 1997.

Chalid, N., & Yusuf, Y. (2014). Pengaruh Tingkat Kemiskinan Dan Tingkat
Pengangguran, Upah Minimun Kabupaten/Kota Dan Laju Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Riau.
Jurnal Ekonomi.

Dewi, N., Yusuf, Y., & Iyan, R. (2016). Pengaruh Kemiskinan Dan Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Di Provinsi Riau.
Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 57


Diramita Dan Umaruddin Usman. (2018). Pengaruh Jumlah Penduduk,
Pengangguran Dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Kemiskinan Di
Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Ekonomi Regional Unimal.

Girsang, S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan Di Provinsi Riau.


Journal Of Chemical Information And Modeling.
Https://Doi.Org/10.1017/Cbo9781107415324.004

Gujarati, D. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. 2009.

Jaya, I.G.N.M., & Sunengsih, N. Kajian Analisis Regresi Dengan Data Panel.

.id
Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan

go
Mipa. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. 2009.
s.
Lutfi, M. Y., & Suparyati, A. (2015). Determinasi Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
bp

Dan Kemiskinan Di Wilayah Indonesia Bagian Barat. Media Ekonomi.


u.
ia

Https://Doi.Org/10.25105/Me.V23i2.3321
//r
s:

Maryanti, S. (2009). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Tingkat Kemiskinan Di


tp

Provinsi Riau. Pekbis.


ht

Mujahidin, A. (2008). Pengentasan Kemiskinan Dalam Prespektif Ekonomi Islam


Akhmad Mujahidin Fakultas Syari’ah Dan Ilmu Hukum UIN Suska Riau,
Pekanbaru. Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman.

Rahayu, H. C., Sarungu, J. J., Hakim, L., & Soesilo, A. M. (2018). Dimensi
Kemiskinan Di Wilayah Pesisir Pada Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi
Riau. Jurnal Organisasi Dan Manajemen.
Https://Doi.Org/10.33830/Jom.V14i1.142.2018

Setiawan, D., Kadir, H., & Riva, V. A. (2014). Pengaruh Tingkat Pengangguran
Dan Tingkat Upah Minimum Provinsi Terhadap Tingkat Kemiskinan Di

58 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Provinsi Riau. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas
Riau.

Sjahza, A., & Asmit, B. (2019). Regional Economic Empowerment Through Oil
Palm Economic Institutional Development. Management Of
Environmental Quality: An International Journal.
Https://Doi.Org/10.1108/Meq-02-2018-0036

Sumarti, T. (2007). Kemiskinan Petani Dan Strategi Nafkah Ganda Rumahtangga


Pedesaan. Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan.
Https://Doi.Org/10.22500/Sodality.V1i2.5930

.id
go
Syahza, A. (2003). Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (Ukm) Untuk
s.
Percepatan Peningkatan Ekonomi Daerah Di Kabupaten Indragiri Hulu
bp

Propinsi Riau Almasdi. Repository University Of Riau.


u.
ia

Syahza, A. (2003). Rancangan Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat


//r

Pedesaan Berbasis Agribisnis Di Daerah Riau. Jurnal Pembangunan


s:

Pedesaan. Https://Doi.Org/10.1007/S10156-008-0617-0
tp
ht

Syahza, A. (2004). Kelapa Sawit Dan Kesejahteraan Petani Di Pedesaan Daerah


Riau. Perspektif.

Syahza, A. (2011). Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan


Perkebunan Kelapa Sawit *. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian
Masalah Ekonomi Dan Pembangunan.
Https://Doi.Org/10.23917/Jep.V12i2.200

Syahza, A. (2014). Acceleration Empowerment Economics The Rural Society


With Lembaga Penelitian Universitas Riau , Pekanbaru Pendahuluan.
Lembaga Penelitian Universitas Riau, Pekanbaru.

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 59


Syahza, A. (2019). The Potential Of Environmental Impact As A Result Of The
Development Of Palm Oil Plantation. Management Of Environmental
Quality: An International Journal. Https://Doi.Org/10.1108/Meq-11-
2018-0190

Syahza, A., & Khaswraina, S. (2007). Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit


Dan Kesejahteraan Petani Di Daerah Riau. Jurnal Sorot.

Syahza, A., & Suarman, S. (2013). Strategi Pengembangan Daerah Tertinggal


Dalam Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Jurnal
Ekonomi Pembangunan: Kajian Masalah Ekonomi Dan Pembangunan.

.id
Https://Doi.Org/10.23917/Jep.V14i1.166

go
s.
Widarjono, A. Ekonometrika: Teori Dan Aplikasi. Ekonisia FE UII. Yogyakarta.
bp

2007.
u.
ia

Zebua, W. N., Bakce, D., & Hadi, S. (2010). Analisis Faktor-Faktor Dominan Yang
//r

Mempengaruhi Kemiskinan Di Provinsi Riau. Indonesian Journal Of


s:

Agricultural (IJAE).
tp
ht

60 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
LAMPIRAN
ht
tp
s:
//r
ia
u.
bp
s.
go
.id
LAMPIRAN

Lampiran 1. Model Common Effects

Dependent Variable: PO
Method: Panel Least Squares
Date: 08/14/20 Time: 17:59
Sample: 2017 2019

.id
Periods included: 3
Cross-sections included: 12

go
Total panel (balanced) observations: 36 s.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
bp

C 645.3063 166.1384 3.884149 0.0005


u.

LOG(SAWIT) -0.904985 0.084319 -10.73287 0.0000


LOG(NTP) -31.97118 12.19840 -2.620931 0.0136
ia

LOG(UMK) -28.83008 8.429189 -3.420267 0.0018


//r

AHH -0.406162 0.397103 -1.022812 0.3146


s:

HLS -1.982720 0.584760 -3.390655 0.0020


tp

R-squared 0.887847 Mean dependent var 8.818611


ht

Adjusted R-squared 0.869155 S.D. dependent var 6.284288


S.E. of regression 2.273187 Akaike info criterion 4.631254
Sum squared resid 155.0213 Schwarz criterion 4.895174
Log likelihood -77.36257 Hannan-Quinn criter. 4.723369
F-statistic 47.49830 Durbin-Watson stat 0.138343
Prob(F-statistic) 0.000000

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 63


Lampiran 2. Model Fixed Effects

Dependent Variable: PO
Method: Panel Least Squares
Date: 08/14/20 Time: 18:00
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 76.69576 75.23611 1.019401 0.3208


LOG(SAWIT) -0.202719 0.433652 -0.467469 0.6455
LOG(NTP) 1.054731 4.950151 0.213071 0.8335
LOG(UMK) -4.155132 6.496404 -0.639605 0.5301
AHH -0.190527 1.168388 -0.163068 0.8722

.id
HLS 0.332090 0.653702 0.508015 0.6173

Effects Specification
go
s.
bp

Cross-section fixed (dummy variables)


1401 0.878721
u.

1402 -1.759609
1403 -1.527878
ia

1404 1.976188
//r

1405 -2.643629
s:

1406 -0.503426
1407 2.370752
tp

1408 -1.482834
ht

1409 -1.073968
1410 14.82288
1471 -6.650597
1473 -4.406597

R-squared 0.998879 Mean dependent var 8.818611


Adjusted R-squared 0.997936 S.D. dependent var 6.284288
S.E. of regression 0.285532 Akaike info criterion 0.636441
Sum squared resid 1.549044 Schwarz criterion 1.384213
Log likelihood 5.544069 Hannan-Quinn criter. 0.897433
F-statistic 1058.432 Durbin-Watson stat 2.180866
Prob(F-statistic) 0.000000

64 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Lampiran 3. Model Random Effects

Dependent Variable: PO
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 08/14/20 Time: 18:06
Sample: 2017 2019
Periods included: 3
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 36
Swamy and Arora estimator of component variances
White cross-section standard errors & covariance (no d.f. correction)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 144.2595 10.57624 13.63996 0.0000


LOG(SAWIT) -0.756016 0.203764 -3.710246 0.0008

.id
LOG(NTP) -1.298630 0.628348 -2.066738 0.0475

go
LOG(UMK) -3.338120 1.496961 -2.229931 0.0334
AHH -0.986811 0.462269 -2.134714 0.0411
s.
HLS -0.210305 0.322323 -0.652466 0.5191
bp

Effects Specification
u.

S.D. Rho
ia

Cross-section random 2.644595 0.9885


//r

Idiosyncratic random 0.285532 0.0115


s:

Weighted Statistics
tp
ht

R-squared 0.741951 Mean dependent var 0.548647


Adjusted R-squared 0.698942 S.D. dependent var 0.557152
S.E. of regression 0.305702 Sum squared resid 2.803618
F-statistic 17.25137 Durbin-Watson stat 1.440538
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.823063 Mean dependent var 8.818611


Sum squared resid 244.5674 Durbin-Watson stat 0.016514

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 65


Lampiran 4. Pengujian Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: EQ01
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 171.130363 (11,19) 0.0000


Cross-section Chi-square 165.813287 11 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: PO
Method: Panel Least Squares
Date: 08/14/20 Time: 18:07
Sample: 2017 2019

.id
Periods included: 3

go
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 36
s.
bp

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


u.

C 645.3063 166.1384 3.884149 0.0005


LOG(SAWIT) -0.904985 0.084319 -10.73287 0.0000
ia

LOG(NTP) -31.97118 12.19840 -2.620931 0.0136


//r

LOG(UMK) -28.83008 8.429189 -3.420267 0.0018


s:

AHH -0.406162 0.397103 -1.022812 0.3146


HLS -1.982720 0.584760 -3.390655 0.0020
tp
ht

R-squared 0.887847 Mean dependent var 8.818611


Adjusted R-squared 0.869155 S.D. dependent var 6.284288
S.E. of regression 2.273187 Akaike info criterion 4.631254
Sum squared resid 155.0213 Schwarz criterion 4.895174
Log likelihood -77.36257 Hannan-Quinn criter. 4.723369
F-statistic 47.49830 Durbin-Watson stat 0.138343
Prob(F-statistic) 0.000000

66 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


Lampiran 5. Pengujian Hausman dan Kenormalan

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: EQ01
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 8.437006 5 0.1337

7
Series: Standardized Residuals
6 Sample 2017 2019
Observations 36
5
Mean 4.58e-14

.id
Median 0.031587
4
Maximum 4.070550

go
Minimum -4.431143
3
Std. Dev. 2.643415
s.
Skewness -0.134768
2 Kurtosis 1.983451
bp

1 Jarque-Bera 1.659034
u.

Probability 0.436260
ia

0
-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4
//r
s:

Residual Cross-Section Dependence Test


tp

Null hypothesis: No cross-section dependence (correlation) in residuals


Equation: EQ01
ht

Periods included: 3
Cross-sections included: 12
Total panel observations: 36
Note: non-zero cross-section means detected in data
Cross-section means were removed during computation of correlations

Test Statistic d.f. Prob.

Pesaran scaled LM 1.614292 0.1065


Pesaran CD 0.026913 0.9785

DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU 67


Lampiran 6. Pengujian Lagrange Multiplier Untuk Deteksi Random Effects

Lagrange Multiplier Tests for Random Effects


Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 31.20867 0.853563 32.06223


(0.0000) (0.3555) (0.0000)

Honda 5.586472 -0.923885 3.296947


(0.0000) -- (0.0005)

King-Wu 5.586472 -0.923885 1.341344

.id
(0.0000) -- (0.0899)

Standardized Honda 6.809021


go
-0.195521 1.853432
s.
(0.0000) -- (0.0319)
bp

Standardized King-Wu 6.809021 -0.195521 0.090952


u.

(0.0000) -- (0.4638)
ia

Gourierioux, et al.* -- -- 31.20867


//r

(< 0.01)
s:

*Mixed chi-square asymptotic critical values:


tp

1% 7.289
ht

5% 4.321
10% 2.952

68 DETERMINAN KEMISKINAN PROVINSI RIAU


id
.
. go
b ps
u.
ria
//
s:
tp
ht

BADAN PUSAT STATISTIK


PROVINSI RIAU
Jalan Pattinura No.12 Pekanbaru 28131
Telp. (0761) 23042, Fax. (0761) 21336
Homepage: http://riau.bps.go.id
Email : bps1400@bps.go.id

Anda mungkin juga menyukai