Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PRODUKSI TANAMAN POLONGAN DATARAN RENDAH


“BUDIDAYA DAN PENANGANAN PASCA PANEN KACANG TANAH
(Arachis hypogaea L.)”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Produksi Tanaman Polongan


Dataran Rendah Yang Diampu Oleh Bapak Didi Carsidi, S.TP., M.P.

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Mitami Dwi Rahmawati (NIM. 542110119006)


Sardiman (NIM. 542110120005)

PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas makalah mengenai “Budidaya Dan Penanganan
Pasca Panen Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.)” ini dengan tepat waktu.
Dengan rasa penuh tanggung jawab maka kami menyusun makalah ini
berdasarkan studi pustaka dari berbagai sumber. Makalah ini diajukan untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Produksi Tanaman Polongan Dataran Rendah yang
diampu oleh Bapak Didi Carsidi, S.TP., M.P.
Kami dalam menyusun makalah ini banyak diberi bantuan oleh beberapa
pihak. Oleh karena itu kami ingin mengucapkan ucapan terimakasih kepada :
1. Bapak Didi Carsidi, S.TP., M.P. selaku dosen Mata Kuliah Produksi
Tanaman Polongan Dataran Rendah, yang telah memberikan tugas
makalah ini sesuai dengan jurusan yang kami ambil,
2. Kedua orang tua yang penuh pengertiannya memberikan dorongan, doa
dan semangat kepada kami selama penyusunan makalah ini,
3. Rekan satu kelompok yang telah membantu pada saat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
sempurna, sehingga kami membutuhkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk kemudian dapat penulis revisi dan tulis dimasa yang
selanjutnya. Kami berharap dengan adanya makalah ini mampu berguna serta
bermanfaat.

Indramayu, 11 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN ................................................................................3
2.1 Perkembangan Varietas Kacang Tanah di Indonesia......................3
2.2 Klasifikasi Kacang Tanah...............................................................4
2.3 Syarat Tumbuh Kacang Tanah........................................................5
2.3.1 Tanah ....................................................................................5
2.3.2 Iklim......................................................................................5
2.4 Budidaya Tanaman Kacang Tanah.................................................8
2.4.1 Pengolahan Tanah.................................................................8
2.4.2 Mulsa Organik......................................................................9
2.4.3 Cara Tanam, Kepadatan Tanaman, dan Jarak Tanam...........9
2.4.4 Perlakuan Benih....................................................................10
2.4.5 Pemupukan............................................................................10
2.4.6 Pengendalian Gulma ............................................................11
2.4.7 Pengelolaan Air.....................................................................12
2.4.8 Panen.....................................................................................12
2.5 Penanganan Pasca Panen Kacang Tanah........................................12
2.5.1 Pemanenan ...........................................................................13
2.5.2 Perontokan Polong Kacang Tanah........................................14
2.5.3 Pengupasan Kulit Polong Kacang Tanah..............................14
2.5.4 Pengeringan Kacang Tanah .................................................14
2.5.5 Penyimpanan Kacang Tanah ................................................15
BAB III. PENUTUP ........................................................................................16
3.1 Kesimpulan ....................................................................................16
3.2 Saran ...............................................................................................16

ii
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia merupakan komoditas
pertanian terpenting setelah kedelai yang memiliki peran strategis pangan nasional
sebagai sumber protein dan minyak nabati. Kacang tanah umumnya ditanam di
lahan kering. Marzuki (2009) menyatakan bahwa kacang tanah mengandung
lemak 40-50%, protein 27%, karbohidrat 18%, dan vitamin. Kacang tanah
dimanfaatkan sebagai bahan pangan konsumsi langsung atau campuran makanan
seperti roti, bumbu dapur, bahan baku industri, dan pakan ternak, sehingga
kebutuhan kacang tanah terus meningkat setiap tahunnya sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk (Balitkabi 2008).
Produktivitas kacang tanah di Indonesia tergolong rendah, jika dibandingkan
dengan negara USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai lebih dari 2
ton/ha. Salah satu penyebab produktivitas kacang tanah yang masih rendah karena
proses pengisian polong kacang tanah belum maksimal, masih banyak ditemukan
polong yang hanya terisi setengah penuh bahkan cipo (Kasno 2005). Hasil polong
kacang tanah di tentukan oleh fotosintat yang di akumulasi ke dalam kulit dan biji
kacang tanah (Kadekoh 2007). Bahan kering untuk pengisian biji pada kacang
tanah diduga lebih banyak diperoleh dari fotosintesis selama pengisian biji
(Purnamawati et al. 2010).
Permasalahan yang dihadapi dalam meningkatkan produksi kacang tanah
nasional disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: a) Penerapan teknologi belum
dilakukan dengan baik, sehingga produktivitas belum optimal misalnya,
pengolahan lahan kurang optimal sehingga drainase buruk dan struktur tanah
padat, pemeliharaan tanaman kurang optimal sehingga serangan OPT tinggi b)
Penggunaan benih bermutu masih rendah, c) Penggunaan pupuk hayati dan
organik masih rendah (Dirjen Tanaman Pangan 2012). Penanganan pasca panen
yang tidak baik juga dapat mempengaruhi kualitas dari kacang tanah.

1
2

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan di buatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Produksi Tanaman Polongan Dataran Rendah, serta untuk mengetahui bagaimana
cara budidaya dan penangangan pasca panen tanaman kacang tanah.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Varietas Kacang Tanah di Indonesia


Asal muasalnya kacang tanah masuk ke Indonesia melalui India dan China,
dan ditemukan pertama kali di Maluku pada tahun 1690. Sebelumnya kacang
tanah berasal dari daerah di lereng Pegunungan Andes, Amerika Latin, yang saat
ini merupakan daerah tempat negara-negara seperti Bolivia, Peru, dan Brazil.
Berdasarkan keragaan tanaman dan polong, kacang tanah dibedakan menjadi tiga
tipe, yakni Spanish, Valencia, dan Virginia. Namun, yang banyak berkembang di
Indonesia adalah tipe Spanish dan Valencia. Tipe Spanish dicirikan dengan dua
biji per polong, sedangkan tipe Valencia memiliki 3-4 biji per polong. Untuk
memenuhi kebutuhan di Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian (Balitbangtan) telah melepas sebanyak 40 varietas kacang tanah.
Kacang tanah yang pertama kali dilepas pada tahun 1950 dan terakhir melepas
pada tahun 2018. Berdasarkan perkembangannya, Balitbangtan telah
mengelompokkan kacang tanah di Indonesia menjadi 3 periode.
Periode pertama tahun 1950-1975, diperiode ini adalah tonggak dimulainya
perakitan varietas unggul kacang tanah yang pertama di Indonesia. Sebanyak 4
varietas unggul berhasil dilepas dengan nama Gajah, Macan, Banteng,
dan Kidang. Empat varietas yang rilis tahun 1950 tersebut rata-rata
produktivitasnya 1,8 t/ha polong kering, dan umur panen rata-rata adalah 100 hari
setelah tanam (HST). Selain itu, mempunyai keunggulan tahan terhadap penyakit
layu bakteri. Selanjutnya pada periode kedua tahun 1976-2000 Balitbangtan
berhasil melepas 17 varietas unggul baru kacang tanah dengan rata-rata
produktivitas hasil lebih tinggi dari periode sebelumnya. Produktivitas yang
dihasilkan dari ke 17 varietas tersebut rata-rata 2,1 t/ha. Selain itu, umur panen
kacang tanah dari ke 17 varietas tersebut juga menjadi lebih pendek, rata-rata 92,1
HST (berkisar dari 80-100 HST).
Ada dua varietas yang produktivitasnya tinggi pada periode ini, yaitu
varietas Komodo dan Biawak dengan produktivitas 2,3 dan 2,5 t/ha. Selain itu,

3
4

semua varietas yang dilepas pada periode ini tahan atau toleran, dan beberapa
berstatus agak tahan terhadap infeksi bakteri Ralstonia solanacearum. Selain
kendala biotik, kendala abiotik juga mulai menjadi perhatian pada periode ini,
salah satunya adalah lahan bereaksi masam (pH tanah rendah). Hal ini terlihat
pada varietas yang di lepas pada periode tersebut,
diantaranya: Landak, Badak, Trenggiling, dan Simpai yang memiliki keunggulan
adaptif pada kondisi lahan masam. Periode ketiga tahun 2001-2018 perakitan
varietas unggul baru kacang tanah berkembang pesat. Di periode ini telah dilepas
sebanyak 23 varietas unggul baru kacang tanah dengan rata-rata produktivitasnya
2,7 t/ha. Di sisi lain, umur panen menjadi lebih pendek, rata-rata 91 HST (berkisar
dari 85-108 HST).
Varietas Hypoma 3 bertipe Valencia mempunyai produktivitas 4,6 t/ha
dengan umur panen 108 HST, dan varietas Katana 1 bertipe Spanish mempunyai
produktivitas hasil 3,5 t/ha polong kering dengan umur panen hanya 87 HST.
Selain produktivitas hasil tinggi, ke 23 varietas unggul baru tersebut berstatus
tahan atau toleran, dan beberapa berstatus agak tahan terhadap penyakit karat
dan/atau bercak daun. Hanya beberapa varietas (misal Tala 1, Tala 2, Bima) yang
rentan terhadap kedua penyakit daun tersebut.

2.2 Klasifikasi Kacang Tanah


Menurut Suprapto (1998), di dalam dunia tumbuh-tumbuhan, kacang tanah
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyte
Sub divisi : Anglospermae
Kelas : Dicotyleoneae
Ordo : Leguminales
Family : Papilonaceae
Genus : Arachis
Spesies : Arachis hypogaea L.
5

2.3 Syarat Tumbuh Kacang Tanah


Budidaya tanaman kacang tanah harus memperhatikan syarat tumbuh, hal ini
dilakukan agar tanaman kacang tanah dapat tumbuh dan berproduksi dengan
maksimal. Syarat tumbuh kacang tanah adalah sebagai berikut :
2.3.1 Tanah
Jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir atau lempung liat berpasir sangat
cocok untuk tanaman kacang tanah. Kemasaman (pH) tanah yang cocok untuk
kacang tanah adalah 6,5−7,0. Tanaman masih cukup baik bila tumbuh pada tanah
agak masam (pH 5,0–5,5), tetapi peka terhadap tanah basa (pH>7). Pada pH tanah
7,5−8,5 (bereaksi basa) daun akan menguning dan terjadi bercak hitam pada
polong. Di tanah basa, hasil polong akan berkurang karena ukuran polong dan
jumlah polong menurun. Pada jenis tanah Vertisol yang bertekstur berat
(kandungan lempung tinggi) tanaman kacang tanah dapat tumbuh baik, akan tetapi
pada saat panen banyak polong tertinggal dalam tanah sehingga mengurangi hasil
yang diperoleh.
Tanah yang baik sistem drainasenya menciptakan aerasi yang lebih baik,
sehingga tanaman akan lebih mudah menyerap air, hara nitrogen, CO2 dan O2.
Drainase yang kurang baik akan berpengaruh buruk terhadap respirasi akar,
karena persediaan O2 dalam tanah rendah. Kondisi ini akan menghambat
pertumbuhan akar dan bakteri fiksasi nitrogen menjadi tidak aktif. Apabila tanah
mempunyai struktur remah, maka keberhasilan perkecambahan benih akan lebih
besar, ginofor lebih mudah melakukan penetrasi kemudian berkembang menjadi
polong, dan polong lebih mudah dicabut pada saat panen.
2.3.2 Iklim
Unsur iklim meliputi suhu, curah hujan, angin, kelembaban udara,
penguapan, awan dan radiasi matahari. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
unsur-unsur iklim antara lain suhu, curah hujan dan radiasi matahari.
 Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkecambahan
benih dan pertumbuhan awal kecambah. Pada suhu tanah kurang dari 18 oC,
kecepatan perkecambahan akan lambat, sebaliknya suhu tanah >40 oC akan
6

mematikan benih yang baru ditanam. Suhu untuk pertumbuhan optimum


berkisar antara 27 oC dan 30 oC tergantung pada macam varietas.
 Suhu Udara
Suhu udara merupakan unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, serta pembungaan. Pada fase generatif, suhu
maksimum terletak antara 24 oC dan 27 oC, dan suhu udara >33 oC akan
mempengaruhi benangsari. Suhu diurnal memegang peranan penting
khususnya pada awal stadia pertumbuhan tanaman. Proses asimilasi mencapai
optimum pada suhu di atas 22 °C dan fotosintesis terhambat pada suhu malam
kurang dari 20 °C.
 Cahaya
Kacang tanah adalah tanaman C3 dan cahaya mempengaruhi proses
fotosintesis dan respirasi. Kanopi tanaman sangat respons terhadap
meningkatnya intensitas cahaya. Penyinaran 60% radiasi matahari pada
tanaman berumur 60 hari setelah kecambah merupakan saat kritis bagi
tanaman. Intensitas cahaya yang rendah pada saat berbunga akan
menghambat pertumbuhan vegetatif. Pada fase pembungaan, saat terbukanya
bunga dan jumlah bunga yang terbentuk sangat tergantung pada cahaya.
Intensitas cahaya yang rendah pada saat pembentukan ginofor akan
mengurangi jumlah ginofor. Di samping itu, rendahnya intensitas penyinaran
pada masa pengisian polong akan menurunkan jumlah dan bobot polong
sehingga meningkatkan jumlah polong hampa.
 Lama Penyinaran dan Iradiasi
Lama penyinaran (fotoperiode) atau panjang hari bagi daerah tropik (daerah
ekuator) seperti Indonesia pada umumnya pendek dan tidak jauh berbeda
antarmusim, yaitu sekitar 11 jam 30 menit hingga 12 jam 42 menit (List
1958). Dengan demikian lama penyinaran bukan merupakan faktor pembatas
bagi pertumbuhan tanaman kacang tanah, karena kacang tanah termasuk
tanaman hari pendek atau netral. Di daerah subtropik dengan lama penyinaran
lebih dari 16 jam per hari, kacang tanah sangat tanggap terhadap hari pendek,
khususnya selama fase pertumbuhan reproduktif. Lama penyinaran 12 jam
7

per hari menghasilkan jumlah bunga, jumlah polong dan indeks panen lebih
tinggi dibanding dengan lama penyinaran 14–16 jam per hari. Pengaruh lama
penyinaran tersebut tampak jelas apabila rata-rata suhu harian selama
pertumbuhan tanaman berlangsung adalah 26 °C.
Shorter et al. (1992) dan Bell et al. (1992) melaporkan bahwa hasil kacang
tanah di daerah tropik beriklim basah lebih rendah dibanding hasil di daerah
tropik beriklim kering dan subtropik, masing-masing 2,5 t, 4,5 t dan 5,8 t/ha
polong kering. Penyebab utama adalah rendahnya radiasi matahari dan
tingginya suhu udara di daerah tropik beriklim basah. Pendapat tersebut
diperkuat oleh Darmijati (1987) yang melaporkan bahwa hasil kacang tanah
rata-rata pada musim hujan lebih rendah daripada musim kemarau, masing-
masing 1,4 t/ha dan 1,8 t/ha. Salah satu faktor penyebabnya adalah radiasi
matahari yaitu berkisar antara 107–357 cal/cm2 /hari pada musim hujan dan
antara 250–400 cal/cm2 /hari pada musim kering selama pertumbuhan
tanaman berlangsung.
 Curah Hujan
Hujan yang cukup pada saat tanam sangat dibutuhkan agar tanaman dapat
berkecambah dengan baik dan distribusi curah hujan yang merata selama
periode tumbuh akan menjamin pertumbuhan vegetatif. Sedangkan bila
terlalu banyak hujan pada fase vegetatif akan menurunkan hasil. Kelembaban
tanah yang cukup pada awal pertumbuhan, saat berbunga, dan saat
pembentukan polong sangat penting untuk mendapatkan produksi yang
tinggi.
Hasil kacang tanah dapat mencapai empat kali lebih besar apabila pengairan
diberikan pada fase vegetatif dan generatif daripada apabila takaran pengairan
sama tetapi hanya diberikan pada fase vegetatif saja (ODA 1984 dalam Ong
1986). Suyamto dkk (1989) melaporkan bahwa pada kondisi tanpa pengairan
dan hanya mengandalkan curah hujan 85 mm, tanaman menghasilkan 0,04
t/ha polong kering, namun dengan curah hujan 550 mm dapat menghasilkan
2,4 t/ha.
8

2.4 Budidaya Tanaman Kacang Tanah


Budidaya tanaman kacang tanah dilakukan dengan tahapan-tahapan agar
dapat menghasilkan produktifitas yang maksimal. Tahapan budidaya tanaman
kacang tanah adalah sebagai berikut :
2.4.1 Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah sebelum tanam mempunyai dua tujuan pokok yaitu: (a)
Membuat kondisi fisik lahan remah/gembur untuk menunjang pertumbuhan yang
baik bagi tanaman, dan, (b) Mengurangi populasi gulma yang tumbuh. Penyiapan
lahan yang baik mempermudah penanaman, pertumbuhan dan perkembangan
benih, kecambah dan tanaman muda, akar tanaman akan lebih baik, ginofor akan
lebih mudah menembus tanah serta polong berkembang secara lebih baik.
Pengolahan tanah sempurna merupakan pengolahan tanah yang lazim dilakukan
secara intensif yaitu dua kali dibajak dan digaru dengan tujuan agar tanah menjadi
gembur, remah, bersih dari sisa-sisa tanaman sebelumnya serta bersih dari gulma.
Dengan demikian tanaman mampu membentuk sistem perakaran yang lebih
dalam, leluasa dan mempengaruhi penyerapan unsur hara dan air.
Kandungan air tanah dipengaruhi oleh perbedaan sistem pengolahan tanah
yaitu kandungan air tanah lebih tinggi terdapat pada tanah tanpa diolah diikuti
pengolahan tanah terbatas (Girsang 1999). Di lahan sawah, sebaiknya di kanan
dan kiri petakan dibuat drainase, sehingga akan terbentuk bedengan. Pada tanah-
tanah bertekstur liat, atau dengan kandungan abu dan lempung tinggi, hendaknya
dibuat bedengan dengan ukuran 2 m, sehingga lima jalur tanaman di atas
bedengan. Hal ini untuk mempercepat drainase/pengatusan lahan.
Kacang tanah yang ditanam tanpa bedengan serta tanahnya diolah secara
dangkal akan berpengaruh negatif pada hasil, sebab pertumbuhan tanaman kurang
optimal. Pembuatan bedengan yang diapit oleh saluran patusan dapat
meningkatkan hasil 0,34 t/ha dibanding dengan tanpa saluran. Kegunaan saluran
ini selain untuk mengalirkan air pada saat kelebihan, juga dipakai untuk saluran
irigasi apabila diperlukan tambahan air. Saluran patusan ini dibuat dengan lebar
±25 cm dan dalam ±25 cm.
9

2.4.2 Mulsa Organik


Pemberian mulsa organik menjadikan suhu dan kelembaban tanah lebih
seragam, karena dapat bertindak sebagai insulator yaitu akan menyalurkan panas
apabila suhu dingin dan akan mendinginkan bila suhu udara panas (Coleman et al.
1989). Selain itu, mulsa juga menurunkan jumlah air yang hilang akibat evaporasi,
mengurangi pemadatan tanah akibat curah hujan yang tinggi dan mengurangi
pertumbuhan gulma (Williams 1997). Oleh karena itu, mulsa organik juga
cenderung mempercepat saat berbunga, umur panen, cenderung meningkatkan
jumlah cabang, jumlah bunga dan nyata meningkatkan jumlah polong isi per
tanaman.
Aplikasi mulsa organik jerami pada dosis 3 t/ha telah meningkatkan jumlah
polong isi per tanaman dan tidak menurunkan bobot 100 biji atau ukuran bijinya.
Selain dapat meningkatkan kelembaban tanah, mulsa organik juga memperbaiki
iklim mikro di bawah tanaman dan menekan populasi gulma. Mulsa organik yang
diaplikasikan menjadikan struktur tanah lebih gembur (Coleman et al. 1989)
sehingga mempermudah ginofor masuk ke dalam tanah untuk berkembang
menjadi polong.
Di samping itu, terjadinya peningkatan aktivitas mikroorganisme dan
makrofauna dengan membuat lubang udara di dalam tanah telah mempermudah
infiltrasi air ke dalam tanah, dan kotorannya dapat meningkatkan stabilitas
agregat, sehingga pembentukan dan pertumbuhan polong kacang tanah menjadi
lebih baik. Pengolahan tanah dan pemberian mulsa jerami pada dasarnya tidak
perlu diberikan bersama-sama pada budidaya kacang tanah setelah padi pada
lahan sawah dengan struktur tanah relatif ringan. Apabila tanah diolah, maka tidak
perlu diberi mulsa.
2.4.3 Cara Tanam, Kepadatan Tanaman, dan Jarak Tanam
Kacang tanah sebagian besar ditanam di lahan kering dengan menyebar benih
di belakang alur bajak dan diperkirakan populasi mencapai 300.000−500.000
tanaman/ha. Karena secara umum kualitas benih rendah, pada saat panen hanya
tersisa antara 100.000−150.000 tanaman/ha. Populasi tanaman optimum adalah
250.000 tanaman/ha, benih ditanam secara tugal dengan jarak tanam 40 cm x 10
10

cm. Cara larikan ini bertujuan untuk mempermudah pemeliharaan tanaman yang
meliputi penyiangan gulma dan penyemprotan fungisida/insektisida.
Penanaman dengan cara meletakkan benih mengikuti jalur bajak dapat pula
dilakukan asal penempatan/peletakan benih kacang tanah pada jarak teratur. Benih
diletakkan dalam lubang tanam sedalam ±3−5 cm, satu biji/lubang kemudian
lubang tanam ditutup dengan tanah halus. Penutupan ini bertujuan untuk
menjamin terjadinya kontak antara benih dan air tanah, mengurangi serangan
hama dan mengurangi busuk benih karena banyaknya air di dalam lubang tanam.
Kebutuhan benih untuk jarak tanam 40 cm x 10 cm dengan rendemen/ nisbah
biji/polong 50% dan bobot biji 45 g/100 biji adalah sekitar 175 kg/ha polong
kering atau 80–90 kg biji.
2.4.4 Perlakuan Benih
Daya tumbuh benih yang baik adalah lebih dari 90%, dan sangat dianjurkan
untuk melakukan uji daya tumbuh sebelum benih ditanam. Biji kacang tanah yang
dipilih untuk benih adalah yang tua, bernas dan bebas dari penyakit (tidak
bernoda). “Seed treatment” dengan fungisida Captan, maupun kombinasi
insektisida Tiamektosan dan fungisida Captan ternyata meningkatkan jumlah
tanaman dipanen. Hal ini menunjukkan bahwa fungisida tersebut efektif dalam
menekan serangan jamur tular tanah dan bakteri layu selama pertumbuhan
tanaman, utamanya pada awal pertumbuhan tanaman. Terhadap hasil polong
kering, kombinasi fungisida dan insektisida ternyata memberikan hasil terbaik
dibanding aplikasi tunggal maupun tanpa aplikasi sama sekali.
2.4.5 Pemupukan
Kacang tanah seperti tanaman kacang-kacangan lainnya tidak menunjukkan
respons yang nyata terhadap tambahan pupuk. Akan tetapi untuk mempertahankan
keseimbangan unsur hara di dalam tanah, maka pemberian pupuk sebanyak 50 kg
Urea, 100 kg TSP dan 50–100 kg KCl/ha dapat digunakan sebagai patokan
anjuran. Pupuk dapat diberikan dengan disebar merata pada petakan tanah
sebelum tanam lalu dicampur/diaduk dengan tanah. Dapat pula pupuk diberikan
secara larikan yaitu dengan membuat parit sekitar 7−10 cm di samping lubang
benih.
11

Beberapa daerah sentra produksi kacang tanah menunjukkan gejala


kekurangan unsur mikro Fe (besi) yaitu daun berwarna kuning pucat. Gejala ini
dapat diatasi dengan penyemprotan pupuk daun yang mengandung unsur mikro,
yang dilakukan pada saat tanaman berumur 3 dan 6 minggu. Pada lokasi di mana
kandungan unsur kalsiumnya sangat rendah, polong yang terbentuk kurang
bernas, maka pemberian 0,5–1 t/ha dolomit dengan cara dicampur dengan tanah
pada kedalaman 0–20 cm, meningkatkan jumlah polong bernas dan memberikan
hasil polong lebih baik dari yang disebar pada permukaan tanah pada larikan
sedalam 5−10 cm sebelum tanaman berbunga.
50 kg Urea/ha atau 100 kg ZA/ha, diberikan bersamaan tanam atau saat
tanaman umur antara 7–15 hari. Pemupukan paling efisien dilakukan secara larik
atau tugal. Bila kandungan P rendah (P-Bray I12 ppm) tidak perlu pupuk P. Jika
kandungan K tersedia dalam tanah kurang dari 0,3 me/100 g tanah, maka perlu
dipupuk dengan KCl sebanyak 33–50 kg/ha (45% K2O) atau 25– 38 KCl (60%
K2O). Pupuk K dapat diberikan bersamaan tanam dengan cara disebar. Pada tanah
dengan kandungan Ca rendah (Ca-dd 7,4) perlu ditambahkan bubuk belerang
sebesar 300–400 kg/ha dengan cara mencampur rata dengan tanah atau diberikan
pada alur tanaman sebelum tanam atau diberikan bersama pengolahan tanah. Bila
tidak tersedia bubuk belerang, bisa diganti 2,5–5 ton/ha pupuk kandang.
Pemupukan Gejala kuning juga dapat diatasi dengan penyemprotan larutan yang
mengandung 0,5–1% FeSO4, 0,1 % asam sitrat, 3% ammonium sulfat (ZA), 0,2%
Urea pada umur 30, 45, dan 60 hari untuk mempercepat pemulihan klorosis.
2.4.6 Pengendalian Gulma
Kacang tanah lebih mudah terinvestasi gulma pada fase awal perkecambahan
dan selama pertumbuhan vegetatif karena pertumbuhan kanopi lambat dan jarak
tanam antarbaris lebar (40 cm). Ruang bebas di antara tanaman ini menciptakan
kondisi yang kondusif bagi tumbuhnya gulma terutama spesies gulma yang tahan
naungan. Besarnya investasi gulma di lahan kacang tanah juga dapat disebabkan
rendahnya populasi kacang tanah akibat jumlah perkecambahan yang rendah.
Holland dan MacNamara (1982) menyatakan bahwa pada kerapatan tanaman yang
12

rendah, gulma tumbuh lebih pesat karena gulma tidak mengalami persaingan
tinggi terhadap unsur hara, cahaya, dan air.
Saat penyiangan gulma yang tepat sebenarnya tergantung pada populasi gulma di
lapang. Penyiangan seyogyanya dilaksanakan sebelum tanaman berbunga.
Manfaat dari penyiangan antara lain: – menekan persaingan unsur-unsur hara
antara tanaman dengan gulma, – memperkecil/mengurangi sumber serangan
hama-penyakit, – mempermudah pemeliharaan dan panen, – menggemburkan
tanah. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis dengan bajak,
cangkul, sabit, atau secara kimia menggunakan herbisida. Herbisida Lasso dengan
takaran 1,5 kg/ha bahan aktif, dapat digunakan sebagai herbisida pra-tumbuh.
Penyiangan 2 kali pada umur 21 dan 42 HST, tiga kali pada umur 15, 30 dan 45
HST serta gabungan satu kali penyiangan dan herbisida pra-tumbuh memberikan
hasil polong yang setara untuk varietas Kelinci. Apabila gulma dikendalikan,
terjadi peningkatan hasil 0,85–1,05 t/ha
2.4.7 Pengelolaan Air
Dibandingkan dengan kedelai, kacang tanah lebih toleran terhadap
kekeringan. Meskipun demikian, pada masa kritis pertumbuhan yaitu pada fase
perkecambahan, pembungaan, dan pengisian polong, tanaman harus cukup air.
Apabila air tidak tersedia pada fase-fase kritis tersebut, maka pertumbuhan
tanaman terhambat dan berakibat pada penurunan hasil polong. Bila tersedia
pengairan, dilakukan pengairan pada periode kritis tanaman yaitu: pertumbuhan
awal (umur hingga 15 hari), umur 25 hari (awal berbunga), umur 50 hari
(pembentukan dan pengisian polong), dan umur 75 hari (pemasakan polong).
2.4.8 Panen
Penentuan umur panen pada kacang tanah lebih sulit karena polongnya
berada di dalam tanah. Sebagai patokan untuk mengetahui tanaman telah tua dan
dapat dipanen adalah: 1. daun-daun telah mulai kuning kering dan luruh (umur
85–90 hari), 2. varietas-varietas yang telah dilepas umur masak berkisar antara
85–110 hari, 3. polong telah masak, yang ditandai: kulit polong telah mengeras
dan bagian dalam berwarna coklat, biji telah mengisi penuh, kulit polong tipis dan
berwarna mengkilat.
13

Umur panen tergantung pada varietas yang ditanam, dan musim tanamnya.
Panen yang terlalu cepat/awal akan menurunkan hasil dan mutu karena biji
menjadi keriput dan kadar lemak rendah. Kadar lemak tertinggi dicapai ketika
polong telah tua dengan umur 110 hari. Sebaliknya, hasil polong akan berkurang
bila dipanen terlambat karena banyak polong tertinggal di dalam tanah. Saat
panen kacang tanah disesuaikan dengan penggunaan kacang tanah itu sendiri.
Untuk konsumsi berupa kacang tanah rebus dan kacang asin, kacang tanah
dipanen sebelum polong masak benar yaitu umur 70–80 hari. Khusus untuk benih,
kacang tanah dapat dipanen pada periode masak fisiologis. Untuk keperluan
konsumsi seperti kacang garing, minyak goreng dan ekspor, kacang tanah dipanen
umur 90–95 hari.

2.5 Penanganan Pasca Panen


Penanganan pasca panen kacang tanah merupakan subsistem dari sistem
agribisnis kacang tanah yang mencakup kegiatan mulai panen s/d menghasilkan
produk setengah jadi. Ruang lingkup penanganan pasca panen kacang tanah
meliputi kegiatan panen, perontokan polong, pengeringan, pengupasan,
pengolahan produk setengah jadi, pengemasan dan penyimpanan.
2.5.1 Pemanenan
Pemanenan merupakan aspek penting dalam penanganan produksi. Pada
umumnya masih dilakukan secara manual karena saat belum tersedia teknologi
pemanenan SOP pemanenan kacang tanah bertujuan untuk : memperoleh kacang
tanah brangkasan sebanyak-banyaknya atau kehilangan hasil sekecil-kecilnya. Hal
yang haru dilakukan adalah :
 Prosedur
 Tentukan waktu panen - Umur panen : (deskripsi varietas) - Kadar air :
moisture tester - Fisik : batang dan daun berwarna kuning
 Siapkan tenaga pemanen yang trampil
 Siapkan wadah : karung, keranjang, dll
 Lakukan panen dengan cara : cabut batang dengan tangan
 Bersihkan polong dari tanah/kotoran yang melekat
14

 Masukkan ke dalam wadah yang bersih


 Kumpulkan ditempat pengumpulan sementara
 Angkulah ke tempat proses selanjutnya
2.5.2 Perontokan Polong Kacang Tanah
Perontokan berpengaruh terhadap komponen mutu hasil polong seperti
kotoran, polong rusak dan rendemen biji. Kehilangan hasil pada proses
perontokan akibat tercecer 2 %. Perontokan dapat dilakukan secara manual atau
dengan alat perontok. Saat ini telah tersedia alat perontok yang mampu
meningkatkan kapasitas, efisiensi perontokan, menekan kehilangan hasil dan
memperbaiki kualitas hasil.
SOP perontokan polong kacang tanah bertujuan untuk mendapatkan polong
kacang tanah sebanyak-banyaknya. Prosedur pada ssat perontokan polong kacang
tanah yaitu dengan menyiapkan tenaga atau alat perontok, kemudian siapkan
wadah dan lakukan perontokan polong dengan tangan atau alat pemolong .
Kemusian masukkan ke dalam wadah dan angkut ke tempat prosesing selanjutnya.
2.5.3 Pengupasan Kulit Polong Kacang Tanah
Proses pengupasan biasanya masih dilakukan secara manual dengan
mengupas kulit kacang satu demi satu. Cara ini kurang efisien karena
membutuhkan banyak tenaga dan waktu lebih lama. Saat ini sudah ada alsin
pengupas kacang tanah yaitu pengupas manual atau mekanis.
SOP pengupas kulit kacang tanah bertujuan untuk mendapatkan biji kacang
tanah sebanyak-banyaknya. Prosedur yang dilakukan yaitu dengan menyiapkan
tenaga atau alat pengupas kacang tanah, siapkan kacang tanah dan wadah.
Lakukan pengupasan dengan tangan atau alat pengupas kemudian lakukan sortasi
biji kacang tanah dan masukan ke dalam wadah. Kemudian angkutlah ke tempat
proses selanjutnya.
2.5.4 Pengeringan Kacang Tanah
Pengeringan kacang tanah dapat dilakukan dalam bentuk polong atau biji.
Proses pengeringan pada umumnya masih dilakukan dengan penjemuran dengan
tujuan agar menurunkan kadar air menjadi 8 – 9 %. SOP pengeringan kacang
tanah polong bertujuan untuk memperoleh kacang tanah polong dengan kadar air
15

8 – 9 %. Prosedur yang di lakukan yaitu dengan menyiapkan alas penjemuran atau


dryer yang baik. Siapkan kacang tanah polong kemudian lakukan pengeringan
dengan cara penjemuran atau dengan menggunakan mesin pengering. Lakukan
pengeringan sampai kadar air 8 – 9 %, Kemudian lakukan pembalikan dan
masukkan ke dalam wadah yang sudah disiapkan. Angkut ke tempat proses
selanjutnya.
2.5.5 Penyimpanan Kacang Tanah
Penyimpanan dapat dilakukan dalam bentuk polong atau biji. Penyimpanan
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan dan mempertahankan kualitas. SOP
penyimpanan kacang tanah polong bertujuan untuk memperpanjang daya simpan
dan mempertahankan kualitas kacang tanah. Prosedur yang dilakukan yaitu
dengan menyiapkan tempat penyimpanan yang baik yaitu ventilasi yang baik,
bangunan tinggi, alas tumpukan. Kemaslah kacang tanah polong dengan karung
plastik berukuran yang sama, kemudian susunlah karung dengan tumpukan
teratur.
SOP penyimpanan kacang tanah biji bertujuan untuk memperpanjang daya
simpan dan mempertahankan kualitas kacang tanah biji. Prosedur yaitu dengan
menyiapkan tempat penyimpanan yang baik dengan ventilasi yang baik,
kering/tidak lembab, gunakan kayu untuk alas tumpukan. Kemaslah kacang tanah
biji dengan karung plastik berukuran yang sama, kemudian susunlah karung
dengan tumpukan teratur.
BAB III

3.1 Kesimpulan
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) di Indonesia merupakan komoditas
pertanian terpenting setelah kedelai. kacang tanah masuk ke Indonesia melalui
India dan China, dan ditemukan pertama kali di Maluku pada tahun 1690.
Produktivitas kacang tanah di Indonesia tergolong rendah, jika dibandingkan
dengan negara USA, Cina, dan Argentina yang sudah mencapai lebih dari 2
ton/ha. Untuk meningkatkan produksi tanaman kacang tanah perlu dilakukan
budidaya tanaman yang baik. Penanganan pasca panen juga berpengaruh dalam
mutu tanaman kacang tanah.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca yang khususnya

ingin berdudidaya tanaman kacang tanah, hendaklah memperhatikan syarat

tumbuh, teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang baik agar

mendapatkan produktifitas yang maksimal.

16
DAFTAR PUSTAKA

[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2021. Sejarah


Perkembangan Varietas Kacang Tanah di Indonesia.
https://www.litbang.pertanian.go.id/info-teknologi/4214/#:~:text=Asal
%20muasalnya%20kacang%20tanah%20masuk,Bolivia%2C%20Peru
%2C%20dan%20Brazil. Diakses pada tanggal 12 Maret 2022.
[Balitkabi] Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2008.
Teknologi Produksi Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Kacang-
kacangan dan Umbi-umbian. Malang (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Coleman, D.C., J.M. Oades, and G. Uehara. 1989. Dynamics of soil organic
matter in tropical ecosystems. NIFTAL Project. University of Hawaii
Press. Hawaii. p. 140–148. Darmijati, S. 1987. Tanggap empat varietas
kacang tanah terhadap musim di lahan kering
Darmijati, S. 1987. Tanggap empat varietas kacang tanah terhadap musim di lahan
kering. Pemberitaan Penelitian Sukarami. Hlm. 12–16.
Girsang, W. 1999. Studi dinamika populasi gulma serta pertumbuhan dan hasil
jagung (Zea mays L.) pada berbagai sistem pengolahan tanah dan variasi
lebar lorong tanaman. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Holland, J.F. dan D.W. Mc Namara. 1982. Weed control and row spacing in
dryland shorgum in Northern New South Wales. Aust. J. Exp. Anim.
Husb. 22: 310–316.
List, R.J. 1958. Smithsonian Meteorological Tables. The Smithsonian Institution.
Washington. 527 p.
Rahmianna, gustina Asri, dkk. BUDIDAYA KACANG TANAH. Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.
Shorter, R., K.J. Middleton, S. Sadikin, M. Machmud, M.J. Bell and G.C. Wright.
1992. Identification of disease, agronomic and eco-physiological factors
limiting peanuts yields. p. 9–18. In Peanut Improvement: A case study in

17
Indonesia. Proc. of an ACIAR/ AARD/ODPI collaborative review
meeting held at Malang, East Java, Indonesia, 19–23 August 1991.
ACIAR Proc. No. 40.
Williams, D.J. 1997. Organic Mulch. Cooperative Extension Service. Department
of Natural Resources and Environmental Science (NRES). University of
Illinois. p. 2.

18

Anda mungkin juga menyukai