Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG BUDIDAYA, PANEN, DAN PRODUKSI TANAMAN KAKAO

DI SUSUN OLEH KELOMPOK III

1. ROSWITA V. JELITA
2. SARLIANO F. PANTUR
3. RIKARDUS S.VIKTORI
4. ROLANT A. MEDES
5. SEBASTIANUS F. DARMAN

PRODI SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

UNIVERSITAS KHATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkatNya,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “budidaya, panen, dan produksi
Tanaman Kakao”. Keberhasilan dalam menyelesaikan makalah ini berhasil berkat ada dorongan,
bimbingan, dukungan, serta bantuan kepada kami . Oleh karena itu, sudah sepantasnya dan
dengan kerendahan hati kami menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada semua pihak
yang turut membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................................i

KATA PENGANTAR......................................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1. Latar
Belakang.........................................................................................................................1
1.2. Rumusan
Masalah.....................................................................................................................2
1.3. Tujuan
Masalah...........................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN..............................................................................................................3

2.1. Bagaiman cara budidaya,panen dan pasca panen.....................................................................3

2.2 Bagaimana Produktivitas Kakao di Sentra Produksi ................................................................4

2.3 Bagaiaman keberlanjutan produksi kakao di indonesia ...........................................................5

2.4 Apa Saja strategi untuk meningkatkan keberlanjutan produksi kakao di indonesia .................5

2.5 Bagaiman cara analisis produksi usahatani Kakao...................................................................6

BAB III : PENUTUP........................................................................................................................7

3.1 Kesimpulan.................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kakao merupakan komoditas unggulan yang memiliki nilai penting, yaitu sebagai andalan
ekspor. Kakao termasuk salah satu dari empat komoditas sektor perkebunan yang memberikan
devisa yang sangat besar, yaitu kelapa sawit, karet, kopi dan kakao. Selain itu, industri kakao
menghidupi lebih dari 1,3 juta kepala keluarga petani yang tersebar di seluruh Indonesia
(Ditjenbun Pertanian, 2010).
Perkembangan produksi kakao dunia (dalam wujud biji kering) tahun 1980 sampai 2012
menunjukkan kecenderungan meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar 3,7% per tahun.
Menurut FAO, produksi biji kakao tahun 2008-2012 didominasi oleh negara Pantai Gading,
Ghana, Indonesia, Nigeria, Kamerun dan Brazil. Keenam Negara tersebut memberikan kontribusi
sebesar 84,07% terhadap total produksi kakao dunia. Pantai Gading memberikan kontribusi
sebesar 31,64% dengan rata-rata produksi kakao sebesar 1,42 juta ton. Indonesia berada di
peringkat kedua dengan kontribusi sebesar 17,36%, diikuti oleh Ghana dengan kontribusi sebesar
16,02%, sedangkan kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya kurang dari 10%.
(Sekjen Kementrian Pertanian, 2014).
Indonesia masih memiliki prospek yang sangat besar untuk pengembangan kakao baik untuk
pasar lokal maupun pasar internasional dari tingkat hulu sampai dengan hilir. Hal ini mengingat
(a) tersedianya sumberdaya alam, tenaga kerja, serta rakitan teknologi yang dimotori oleh pusat-
pusat penelitian komoditas kakao; (b) program pemerintah melalui Rencana Strategis Direktorat
Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, yang menegaskan bahwa kakao akan terus
dikembangkan sebagai komoditas ekspor unggulan setelah karet dan minyak sawit. Implementasi
kebijakan tersebut dapat dilihat dari pengembangan kakao yang telah dilakukan sejak awal tahun
1980-an.
Permintaan biji kakao terus meningkat, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara Eropa
Barat. Berbagai negara tersebut dikenal sebagai produsen makanan yang menggunakan kakao
sebagai komponen utamanya. Indonesia sebagai salah satu produsen perlu memanfaatkan peluang
tersebut untuk meningkatkan devisa negara dengan meningkatkan ekspor biji kakao. Berorientasi
pada pasar ekspor, peluang besar kakao Indonesia relatif masih terbuka. Beberapa hasil studi
menunjukkan bahwa daya saing produk kakao Indonesia, khususnya biji kakao masih baik
sehingga Indonesia masih mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor dan mengembangkan
pasar domestik.(Rubiyo dan Siswanto,2012).
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara budidaya dan panen tanaman kakao?
2. Bagaimana Produktivitas Kakao di Sentra Produksi?
3. Apa saja srategi meningkatkan keberlanjutan produksi kakao indonesia?
4. Bagaiamana keberlanjutan produksi kakao di indonesia?
5. Bagaimana cara analisis produksi usahatani kakao?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui budidaya dan panen tanaman kakao
2. Untuk mengetahui produktivitas kakao di sentra produksi
3. Untuk mengetahui strategi meningkatkan keberlanjutan produksi kakao indonesia
4. Untuk mengetahui keberlanjutan produksi kakao di indonesia.
5. Untuk mengetahui cara analisi produksi usahatani kakao
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Cara Budidaya, Panen Dan Pasca Panen Tanaman Kakao
 Pembibitan
Bibit coklat
Bibit coklat bisa diperoleh dengan 2 cara yaitu :
1) Melalui perbanyakan generatif ( biji ).
2) Melalui perbanyakan vegetatif ( okulasi, enten, atau stek ).
 Persemaian
1) Persemaian pendahuluan Persemaian pendahuluan berfungsi untuk mengecambahkan biji
sebelum dipindahkan ke persemaian pemeliharaan. Persemaian pendahuluan dapat dibuat
dari peti yang berisi pasir steril/serbuk gergaji steril (yang sudah direbus) atau karung goni
steril. Biji – biji yang dikecambahkan disusun rapat ,tetapi jangan sampai bersentuhan.
2) Persemaian pemeliharaan Persemaian pemeliharaan adalah tempat menampung dan
memelihara kecambah dari persemaian pendahuluan.
Bentuk persemaian pemeliharaan : Bentuk keranjang / plastic
Keranjang / plastic ini mempunyai ukuran tinggi 35 – 40 cm dengan garis tengah 15 cm
dan di misi tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dengan perbandingan 4 : 1 : 1 : 1 .
Kadang – kadang campuran ini sedikit diberi kapur. Setiap keranjang / plastic diisi satu
kecambah dengan membenamkan sedalam jari telunjuk , lalu ditutup dengan tanah.
Keranjang / plastik yang sudah diberi tanaman disusun diatas rak dengan jarak 40 cm,
tinggi rak 25 cm dari atas tanah dan dibuat tempat yang teduh atau dibuat larikan – larikan
pohon petai cina dan turi yang mempunyai jarak tanam 3 – 4 m. Selain itu perlu di beri
atap setinggi 2 m yang dibuat dari daun kelapa, alaang – alang dsb.Atap ini berangsur –
angsur dikurangi. Perawatan persemaian pemeliharaan dalam keranjang / plastik meliputi :
1. Menyiram minimal 1 kali sehari.
2. Setiap 10 hari diberipupuk urea 1,4 gr. untuk tiap keranjang / plastik.
3. Pemberantasan hama. Penyakit yang sering menyerang pada pembibitan adalah
GLOESPORIUM. Pemberantasan dilakukan dengan Dithane m-45 dengan dosis 0,1 – 0,2
% rotasi 2 minggu.
 Pengolahan Media Tanam
Persiapan
Lahan perkebunan coklat/kakao dapat berasal dari hutan asli, hutan sekunder, tegalan,
bekas tanaman perkebunan atau pekarangan. Lahan yang miring harus dibuat teras-teras
agar tidak terjadi erosi. Areal dengan kemiringan 25-60% harus dibuat teras individu.
Pembukaan Lahan
Cara penyiapan lahan dapat dengan cara pemberihan selektif dan pembersihan total.
Alang-alang di tanah tegalan harus dibersihkan/dimusnahkan supaya tanaman kakao dan
pohon naungan dapat tumbuh baik. Untuk memperlancar pembuangan air, saluran drainase
yang secara alami telah ada harus dipertahankan dan berfungsi sebagai saluran primer.
Saluran sekunder dan tersier dibangun sesuai dengan keadaan lapangan(Ali & Hariyadi,
2018).
Pengapuran
Tanah-tanah dengan pH di bawah 5 perlu diberi kapur berupa batu kapur sebanyak 2
ton/ha atau kapur tembok sebanyak 1.500 kg/ha.
Pemupukan
Pemupukan sebelum bibit ditanam dapat dilakukan guna untuk merangsang pertumbuhan
bibit cokelat. Lubang-lubang tersebut perlu diberi pupuk dengan pupuk Agrophos
sebanyak 300 gram/ lubang atau pupuk urea sebanyak 200 gram/lubang, pupuk TSP
sebanyak 100 gram/lubang.(Ali, Hosir, & Nurlina, 2017) Pupuk-pupuk tersebut diberikan
2 (dua) minggu sebelum penanaman bibit cokelat, kemudian lubang tersebut ditutup
kembali dengan tanah atas yang dicampur dengan pupuk kandang/kompos.
 Teknik Penanaman
Hubungan Tanaman Dan Jarak Tanam
Hubungan tanam yang biasa dipakai untuk tanaman coklat adalah hubungan segi empat
dengan jarak tanam 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m . Kadang – kadang dipakai juga hubungan
pagar yaitu dengan jarak antara barisan tanam 4 m dan jarak tanam di dalam barisan 2 m.
jarak tanam 4 m x 2 m ini memberikan hasil lebih tinggi di bandingkan jarak tanam 4 m x
4 m dengan hubungan segi empat.
Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa bulan sebelum masa tanam. Ukuran lubang tanam adalah
60 x 60 x 60 cm. Pemupukan lubang tanam dilakukan dengan memberikan pupuk
agrophos 0,3 kg perlubang tanaman dan dilakukan 2 minggu sebelum masa tanam.
Kemudian lubang tersebut ditutup kembali.
Cara Penanaman
Lubang tanam dibuka kembali sebesar tanah putaran atau besarnya keranjang / plastik dari
bibit sebelum penanaman dilakukan. Sebelum bibit ditanam, bagi bibit keranjang atau
kantong plastik, kranjang atau plastiknya harus dilepas terlebih dahulu dengan cara :
1. Mula – mula alas keranjang / kantong plastik digunting.
2. Lalu bibit dimasukan ke dalam lubang tanam yang dibuat sebesar tanah putaran dengan
telapak tangan sebagai penumpu alas bibit.
3. Kemudian dinding keranjang atau kantong plastik digunting dari atas kebawah.
4. Sesudah itu keranjang atau plastik ditarik keluar.
Setelah bibit di tanam sedalam leher akar maka tanah disekitar bibit dipadatkan serta
permukaannya dibuat meninggi menuju leher akar.
 Pemeliharaan Tanaman
Penjaringan dan Penyulaman
Penyulaman dapat dilakukan sampai tanaman berumur 10 tahun.
Penyiangan
Pengendalian gulma dilakukan dengan membabat tanaman pengganggu sekitar 50 cm dari
pangkal batang atau dengan herbisida sebanyak 1,5-2,0 liter/ha yang dicampur dengan
500-600 liter air. Penyiangan yang paling aman adalah dengan cara mencabut tanaman
pengganggu.Tujuan penyiangan/pengendalian gulma adalah untuk mencegah persaingan
dalam penyerapan air dan unsur hara, untuk mencegah hama dan penyakit serta gulma
yang merambat pada tanaman cokelat/kakao. Dalam pemberantasan gulma harus dikaukan
rutin minimal satu bulan sekali, yaitu dengan menggunakan cangkul, koret/dicabut dengan
tangan(Ali, 2018).
Pemangkasan
Tujuan pemangkasan adalah untuk menjaga/pencegahan serangan hama atau penyakit,
membentuk pohon, memelihara tanaman dan untuk memacu produksi. a) Pemangkasan
bentuk1. Fase muda. Dilakukan pada saat tanaman berumur 8-12 bulan dengan
membuang cabang yang lemah dan mempertahankan 3-4 cabang yang letaknya merata ke
segala arah untuk membentuk jorquette (percabangan)2. Fase remaja. Dilakukan pada
saat tanaman berumur 18-24 bulan dengan membuang cabang primer sejauh 30-60 cm dari
jorquette (percabangan) b) Pemangkasan pemeliharaan.Membuang tunas yang tidak
diinginkan, cabang kering, cabang melintang dan ranting yang menyebabkan tanaman
terlalu rimbun. c) Pemangkasan produksi. Bertujuan untuk mendorong tanaman agar
memiliki kemampuan berproduksi secara maksimal. Pemangkasan ini dilakukan untuk
mengurangi kelebatan daun.
Pemupukan
Dosis pemupukan tanaman yang belum berproduksi (gram/tanaman):
a. Umur 2 bulan: ZA=50 gram/pohon.
b. Umur 6 bulan: ZA=75 gram/pohon; TSP=50 gram/pohon; KCl=30 gram/pohon;
Kleserit=25 gram/pohon.
c. Umur 12 bulan: ZA=100 gram/pohon.
d. Umur 18 bulan: ZA=150 gram/pohon; TSP=100 gram/pohon; KCl=70
gram/pohon; Kleserit=50 gram/pohon
e. Umur 24 bulan: ZA=200 gram/pohon Dosis pemupukan tanaman berproduksi
(gram/tanaman):a) Umur 3 tahun: ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 50
gram/pohon, TSP = 2 x 50 gram/pohon, KCl = 2 x 50 gram/pohon.b) Umur 4 tahun:
ZA = 2 x 100 gram/pohon, Urea = 2 x 100 gram/pohon, TSP = 2 x 100 gram/pohon,
KCl = 2 x 100 gram/pohon.c) > 5 tahun: ZA = 2 x 250 gram/pohon, Urea = 2 x 125
gram/pohon, TSP= 2 x 125 gram/pohon, KCl = 2 x 125 gram/pohon. Pemupukan
dilakukan dengan membuat alur sedalam 10 cm di sekeliling batang kakao dengan
diameter kira-kira ½ tajuk. Waktu pemupukan di awal musim hujan dan akhir musim
hujan.
Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat untuk
pencegahan sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang. Kadar dan jenis
pestisida disesuaikan (Ali, 2017). Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha
pemberantasan hama, selain jenis juga kadarnya ditingkatkan. Misal untuk pemberantasan
digunakan insektisida berbahan aktif seperti Dekametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin
(Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil Nudrin 24 WSC/Lannate 20 L)
dan Fenitron (Karbation 50 EC).
Rehabilitasi Tanaman Dewasa
Tanaman dewasa yang produktivitasnya mulai menurun tidak diremajakan (ditebang untuk
diganti tanaman baru), tetapi direhabilitasi dengan cara okulasi tanaman dewasa dan
sambung samping tanaman dewasa. Cara yang kedua lebih unggul karena peremajaan
dapat dilakukan dalam waktu yang lebih singkat, murah dan lebih cepat berproduksi.
Entres (bahan sambungan) diambil dari kebun entres atau produksi yang telah diseleksi,
berupa cabang berwarna hijau, hijau kekakaoan atau kakao, diameter 0,75-1,50 cm dan
panjang 40-50 cm. Sambungan dapat dibuka setelah 3-4 minggu.
Penyiraman
Penyiraman tanaman cokelat yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon
pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi
tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon cokelat dilakukan pada tanaman muda
terutama tanaman yang tak diberi pohon pelindung.
 Panen dan pasca panen
Ciri dan Umur Panen
Buah cokelat/kakao bisa dipenen apabila perubahan warna kulit dan setelah fase
pembuahan sampai menjadi buah dan matang ± usia 5 bulan. Ciri-ciri buah akan dipanen
adalah warna kuning pada alur buah; warna kuning pada alur buah dan punggung alur
buah; warna kuning pada seluruh permukaan buah dan warna kuning tua pada seluruh
permukaan buah. Kakao masak pohon dicirikan dengan perubahan warna buah:a) Warna
buah sebelum masak hijau, setelah masak alur buah menjadi kuning.b) Warna buah
sebelum masak merah tua, warna buah setelah masak merah muda, jingga, kuning. Buah
akan masak pada waktu 5,5 bulan (di dataran rendah) atau 6 bulan (di dataran tinggi)
setelah penyerbukan. Pemetikan buah dilakukan pada buah yang tepat masak. Kadar gula
buah kurang masak rendah sehingga hasil fermentasi kurang baik, sebaliknya pada buah
yang terlalu masak, biji seringkali telah berkecambah, pulp mengering dan aroma
berkurang.
Cara Panen
Untuk memanen cokelat digunakan pisau tajam. Bila letak buah tinggi, pisau disambung
dengan bambu. Cara pemetikannya, jangan sampai melukai batang yang ditumbuhi buah.
Pemetikan cokelat hendaknya dilakukan hanya dengan memotong tangkai buah tepat
dibatang/cabang yang ditumbuhi buah. Hal tersebut agar tidak menghalangi pembungaan
pada periode berikutnya. Pemetikan berada di bawah pengawasan mandor. Setiap mandor
mengawasi 20 orang per hari. Seorang pemetik dapat memetik buah kakao sebanyak
1.500 buah per hari. Buah matang dengan kepadatan cukup tinggi dipanen dengan sistem
6/7 artinya buah di areal tersebut dipetik enam hari dalam 7 hari. Jika kepadatan buah
matang rendah, dipanen dengan sistem 7/14.
Periode Panen
Panen dilakukan 7-14 hari sekali. Selama panen jangan melukai batang/cabang yang
ditumbuhi buah karena bunga tidak dapat tumbuh labi di tempat tersebut pada periode
berbunga selanjutnya.
Prakiraan Produksi
Tanaman kakao mencapai produksi maksimal pada umur 5-13 tahun. Produksi per hektar
dalam satu tahun adalah 1.000 kg biji kakao kering.
 Pascapanen
Pengumpulan
Buah yang telah dipanen biasanya dikumpulkan pada tempat tertentu dan dikelompokkan
menurut kelas kematangan. Pemecahan kulit dilaksanakan dengan menggunakan kayu
bulat yang keras.
Penyortiran/pengelompokkan
Biji kakao kering dibersihkan dari kotoran dan dikelompokkan berdasarkan mutunya:a)
Mutu A: dalam 100 gram biji terdapat 90-100 butir bijib) Mutu B: dalam 100 gram biji
terdapat 100110 butir bijic) Mutu C: dalam 100 gram biji terdapat 110-120 butir biji.
Penyimpanan
Biji kakao basah diperam (difermentasi) selama 6 hari di dalam kotak kayu tebal yang
dilapisi aluminium dan bagian bawahnya diberi lubang-lubang kecil dengan cara sebagai
berikut:a) Tumpukkan biji di dalam kotak dengan tinggi tumpukan tidak lebih dari 75.b)
Tutup dengan karung goni atau daun pisang.c) Aduk-aduk biji secara periodik (1 x 24
jam) agar suhu naik sampai 50 derajat C.
Pengemasan dan Pengangkutan
Biji-biji cokelat yang sudah kering dapat dimasukan dalam karung goni. Tiap goni diisi 60
kilogram biji cokelat kering. kemudian karung-karung yang berisi biji cokelat kering
tersebut disimpan dalam gudang yang bersih, kering dan berfentilasi yang baik. Sebaiknya
biji cokelat tersebut sudah segera bisa dijual dan diangkut dengan menggunakan truk dan
sebagainya. Penyimpanan di gudang, sebaiknya tidak lebih dari 6 bulan, dan setiap tiga
bulan harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya jamur atau hama yang menyerang biji
cokelat.
2.2 Produktivitas Kakao di Sentra Produksi
Menurut Rubiyo dan Siswanto,( 2012),Produktivitas kakao sangat beragam antar daerah dan
wilayah provinsi. Setiap wilayah umumnya memiliki tingkat produktivitas di bawah 1 ton biji
kering terkecuali Provinsi Sumatera Utara mencapai 1,165 ton. Produktivitas ini masih di bawah
potensi produksi kakao yang dapat mencapai 2 ton biji kering/ha/tahun. Rendahnya produktivitas
kakao ini sangat dipengaruhi terjadinya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) serta
penyakit busuk buah kakao maupun VSD di lapangan.
Rendahnya produktivitas kakao terutama kakao rakyat karena pada umumnya petani kakao
belum banyak menanam benih unggul yang dianjurkan, kebanyakan kakao yang ditanam berasal
dari benih asalan sehingga produksinya rendah dan rentan serangan hama dan penyakit.
Rendahnya produktivitas kakao di beberapa sentra produksi kakao juga banyak disebabkan oleh
kondisi perawatan dan pemeliharaan kebun. Banyak tanaman yang diusahakan petani kondisinya
tidak terawat dan tidak produktif karena sudah berumur tua, di atas 25 tahun. Sementara
pemeliharaan tanaman yang ada kurang maksimal. Pemupukan seringkali tidak sesuai dengan
anjuran karena sulitnya memperoleh pupuk yang distribusinya terbatas sehingga harganya relatif
mahal, sementara petani umumnya kurang bermodal. Pemangkasan dan kebersihan kebun juga
jarang diperhatikan sehingga tanaman tidak produktif bahkan mendorong meningkatnya serangan
OPT(Organisme pengganggu tanaman).
Budidaya kakao menghadapi banyak kendala di lapangan, antara lain penyakit dan hama
tanaman yang dapat menurunkan kuantitas dan kualitas produksi kakao. Salah satu penyakit
utama pada tanaman kakao di Indonesia adalah penyakit busuk buah (blackpod) yang disebabkan
oleh P. palmivora (Butl). Butl. Penyakit yang sama juga diketahui menyerang tanaman kakao di
berbagai negara penghasil kakao. Penyakit busuk buah di lapangan menyebabkan kerugian yang
bervariasi besarnya antara satu daerah dengan daerah lainnya di Indonesia bahkan di antar negara.
Secara umum, besarnya kerugian antara 20-30% per tahun dapat terjadi akibat infeksi penyakit
busuk buah pada pertanaman kakao di lapangan (Wood dan Lass, 1985). Berdasarkan data tahun
1997 dilaporkan infeksi penyakit busuk buah menyebabkan menurunnya total kakao dunia hingga
sebesar 44%/tahun (Van der Vossen, 1997).
2.2. Keberlanjutan produksi kakao di indonesia
Rata-rata luas lahan kakao di Indonesia selama beberapa tahun terakhir (2015-2020) sebesar
1.642.506,3 hektar (Badan Pusat Statistik, 2021; FAOSTAT, 2022). Dimasa yang akan datang ,
luas lahan kakao di Indonesia diprediksi cenderung meningkat (sampai tahun 2035) dengan
pertumbuhan tahunan (annual growth rate/AGR) sebesar 29,2 %).
Produksi kakao Indonesia juga diprediksi cenderung meningkat dengan pertumbuhan tahunan
sebesar 17,1 %. Namun, tampaknya permasalahan kakao di Indonesia adalah produktivitas yang
rendah. Produktivitas kakao Indonesia juga diprediksi cenderung menurun dimasa mendatang
dengan pertumbuhan tahunan yang minus sebesar 30,4% . Dibandingkan negara-negara produsen
kakao lainnya seperti Peru, Ekuador, dan Ghana, produktivitas kakao Indonesia lebih rendah .
Produktivitas kakao Peru, Ekuador, dan Ghana berturut-turut mencapai 937,6 kg/ha, 621,8 kg/ha,
dan 551,6 kg/ha pada tahun 2020, sementara produktivitas kakao Indonesia tercatat sebesar 467,3
kg/ha (FAOSTAT, 2022).
Proyeksi ekspor kakao Indonesia sampai tahun 2035. Secara visual, tampak bahwa
pertumbuhan ekspor kakao Indonesia cenderung stagnan dalam kurun waktu 15 tahun ke depan.
Namun, jika dilihat lebih detail dari data peramalan, ekspor kakao kemungkinan akan menurun
dengan tingkat penyusutan per tahun sebesar 9,3%. Sementara itu proyeksi impor kakao
Indonesia sampai tahun 2035. Dibandingkan pertumbuhan ekspor yang diprediksi akan menurun,
pertumbuhan impor kakao Indonesia diprediksi justru cenderung naik ditahun-tahun mendatang
(sebesar 40,2% per tahun). Hasil proyeksi tersebut memiliki implikasi bahwa keberlanjutan
produksi kakao tersandung masalah produktivitas dengan tingkat urgensi yang tinggi untuk
diatasi. Jika tidak diatasi, terdapat kemungkinan bahwa Indonesia akan menjadi pengimpor kakao
bersih dimasa datang (jumlah impor lebih besar daripada ekspor). Pada tahun 2020 Indonesia
mengimpor kakao dengan nilai sebesar 551 juta US $ (OEC, 2022). Dengan jumlah sebesar itu,
Indonesia telah menjadi importir utama biji Kakao (utuh atau pecah, mentah atau panggang)
kelima terbesar dunia setelah Belanda (1,78 miliar US $), Amerika Serikat (990 juta US $),
Malaysia (922 juta US $), dan Jerman (680 juta US $) (OEC, 2022).
2.3.Strategi meningkatkan keberlanjutan produksi kakao Di indonesia
Seperti yang disebutkan sebelumnya, perkebunan rakyat yang dikelola oleh petani kecil
mendominasi di sub sektor perkebunan kakao. Salah satu akar permasalahannya di tingkat
produksi adalah para petani kakao pada umumnya menganggap bahwa menanam kakao hanya
sebagai usaha untuk mendapatkan penghasilan tambahan (Miswar, 2017; Saputro & Sariningsih,
2020). Berdasarkan anggapannya tersebut, petani sering kali menanam kakao sebagai usaha
sampingan dan bukan sebagai tanaman prioritas. Petani menaman kakao di pekarangan di sela-
sela tanaman lain (seperti tanaman kelapa), dan karena menganggapnya sebagai tanaman
pekarangan, petani kurang intensif merawat tanaman kakaonya (Nurhadi et al., 2019).
Selain karena kurang intensif memelihara kakaonya, petani kakao juga belum banyak
menanam benih unggul yang dianjurkan. Petani biasanya menggunakan benih asalan sehingga
produksi kakaonya rendah dan tanamannya rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Petani
juga kurang melakukan pemupukan yang sesuai anjuran, karena kekurangan dana untuk membeli
pupuk yang harganya mahal dan sering kali sulit didapatkan. Selain itu, petani relatif kurang
menjaga kebersihan kebun dan melakukan pemangkasan sehingga serangan organisme
pengganggu tanaman meningkat dan tanaman menjadi tidak produktif (Bulu et al., 2019; Rubiyo
& Siswanto, 2012).
Saat ini banyak pohon kakao di perkebunan petani sudah tua, dan produktivitasnya menurun
seiring waktu (Ramadhan & Hardin, 2019). Kondisi tersebut tidak akan memberikan hasil yang
optimal bagi petani dalam jangka panjang, dan pohon yang sudah tua pada akhirnya perlu
diremajakan dengan bibit yang lebih baik. Dengan berbagai pengalaman yang dimilikinya, para
petani mungkin agak skeptis apakah bibit yang dikembangkan di wilayah lain, ketika ditanam di
perkebunan mereka, akan mampu beradaptasi dengan baik dengan kondisi lokal (tanah, iklim, dan
lain-lain). Untuk itu, penting untuk mempromosikan varietas baru kepada petani melalui,
misalnya, demonstrasi plot atau model perkebunan; jika para petani melihat potensi peningkatan
hasil, mereka cenderung untuk mengadopsinya. Alternatif lain untuk meremajakan pohon kakao
mungkin dengan bibit yang diproduksi secara lokal oleh pembibit yang kompeten atau dengan
jenis bibit yang mampu beradaptasi dengan kondisi geografis yang berbeda, termasuk tanah yang
miskin hara. Secara keseluruhan, sejalan dengan upaya peningkatan produktivitas, kepedulian
terhadap lingkungan tidak dapat diabaikan, misalnya dengan menjaga kesuburan tanah melalui
peningkatan input organik, konservasi air melalui perlindungan sumber air, dan pengurangan
limbah kimia, serta peningkatan keanekaragaman hayati. Sistem wanatani (polikultur) dapat
membantu meningkatkan keanekaragaman hayati melalui peningkatan jenis (atau genetik) pohon
di perkebunan kakao (Zasari & Sitorus, 2022), yang selanjutnya memungkinkan petani untuk
mendiversifikasi pendapatan mereka.
Banyak petani kakao yang memiliki penghasilan yang sangat terbatas (Yormawi, 2019). Oleh
karena itu strategi peningkatan produksi kakao juga harus fokus pada dukungan yang spesifik bagi
mata pencaharian petani. Sekelompok petani mungkin perlu dibantu untuk membangun operasi
pertanian yang lebih komersial melalui peningkatan kapasitas organisasi seperti kelompok tani,
koperasi, dan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dengan adanya organisasi yang kuat,
diharapkan petani dapat meningkatkan kapasitas atau posisi tawarnya (barganing position)
sehingga tidak selalu harus dalam keadaan yang menerima harga yang ditetapkan pihak lain.
Selain itu, strategi untuk meningkatkan keberlanjutan produksi kakao harus memperhatikan
lingkungan pendukung (enabling environtment). Lingkungan pendukung mengacu pada
kombinasi kelembagaan, kebijakan, regulasi, dan infrastruktur yang mendukung peningkatan
keberlanjutan produksi kakao (Diaz-Bonilla et al., 2014). Namun di Indonesia, lingkungan
pendukung tampaknya tidak terlalu membantu, karena dukungan untuk sektor kakao agak terbatas
(Ariningsih et al., 2020). Pemerintah tampaknya lebih memberikan prioritas pada makanan pokok
(Sianipar & G Tangkudung, 2021) misalnya padi dan palawija daripada kakao sehingga kebijakan
menjadi kurang proaktif (misalnya, untuk layanan penyuluhan) dan investasi yang relatif rendah
di sektor kakao (misalnya, infrastruktur dan fasilitas pedesaan) (Ariningsih et al., 2020). Masalah
lainnya adalah bahwa meskipun petani memproduksi sebagian besar untuk pasar domestik dan
ekspor, produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan relatif rendah. Salah satu masalahnya
adalah rendahnya profesionalisme petani (pengetahuan dan keterampilan dalam produksi,
pemrosesan, dan pemasaran) (Nurhadi et al., 2019). Akses yang terbatas ke keuangan dan input
yang terjangkau, dan akses yang sulit ke daerah terpencil (karena kondisi jalan yang buruk) turut
berperan menjelaskan mengapa banyak petani tidak terorganisir dengan baik dan bergantung pada
pedagang perantara (tengkulak) untuk memasarkan kakao mereka (Kusmaria et al., 2022).
Oleh karena itu, strategi peningkatan produksi kakao berkelanjutan perlu fokus pada
perbaikan kelembagaan. Perbaikan terutama pada instrumen yang masih kurang, seperti akses ke
keuangan dan input, sarana dan prasarana pedesaan, organisasi petani yang berfungsi dengan baik,
dan akses ke pelatihan melalui penyediaan layanan penyuluhan. Untuk mengatasi keterbatasan
akses keuangan dan input, upaya perlu diarahkan untuk menyelesaikan masalah umum di sektor
kakao, yaitu keengganan petani untuk berurusan dengan bank dan/atau penyedia input karena
persyaratan administratif. Bank dan/atau pemberi kredit juga raguragu untuk memberikan kredit
karena pertanian dianggap berisiko tinggi, sehingga mensyaratkan petani untuk memberikan
jaminan (misalnya tanah dan bangunan) yang pada akhirnya membuat petani enggan berurusan
dengan bank dan penyedia keuangan lainnya.
2.4 Analisis produksi usahatani Kakao
1. Karakteristik Responden
Yang termasuk Karakteristik responden ini yaitu:
1. Umur Responden.
Umur petani responden pada umumnya cukup bervariasi, dimana umur petani
terendah adalah 30 tahun, yang paling tua yaitu 65 tahun dan rata-rata umur petani
di Desa Masari yaitu 48 tahun. Umur petani berpengaruh terhadap kemampuan
fisik dalam bekerja dan cara berpikir dalam mengambil keputusan. Petani yang
berumur relatif lebih muda mempunyai kemapuan fisik yang lebih baik serta lebih
mudah mengadopsi teknologi yang mampu meningkatkan produksi dan tentunya
pendapatan petani. Petani yang sudah berusia lanjut, mempunyai kemampuan fisik
cenderung menurun dan masih menerapkan metode yang tradisional untuk
mengolah usahataninya, dan produksi yang dihasilkan kadang-kadang lebih rendah
dibanding petani yang berusia muda yang menggunakan teknologi.
2. Tingkat Pendidikan.
Tingkat pendidikan seorang petani dapat mempengaruhi kualitas sumberdaya
manusia, dimana tingkat pendidikan tersebut sangat terkait dengan kematangan
berpikir yang dimiliki dalam mengelola kegiatan usahatani dan dalam pengambilan
keputusan guna meningkatkan produktivitas kinerja sehingga meningkatkan
pendapatan, serta akan lebih mudah dalam menerima informasi dan teknologi baru
tingkat pendidikan terakhir petani responden di Desa Masari bahwa jumlah petani
yang berpendidikan SD hanya 3 orang dengan presentase 10 %, kemudian jumlah
petani yang berpendidikan SLTP sebanyak 13 orang dengan presentase 43,33 %,
petani yang berpendidikan SLTA sebanyak 13 orang dengan presentase 43,33 %
dan jumlah petani yang berpendidikan S1 hanya 1orang dengan presentase 3,33 %.
Berdasarkan uraian yang tidak dikemukakan, maka petani kakao di Desa Masari
didominasi oleh tingkat pendidikan SLTP dan SLTA.
3. Pengalaman Berusahatani.
Menurut Darmasetiawan dan Wicaksoso (2012) pengalaman petani dalam
menjalankan usahatani merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilannya. Semakin lama petani bekerja pada kegiatan tersebut, maka
semakin banyak pengalaman diperolehnya dan diharapkan akan lebih menguasai
serta lebih terampil dalam teknik budidaya, teknologi pasca panen dan penguasaan
teknologi lainnya yang berkaitan dengan usahataninya.
4. Tanggungan Keluarga.
merupakan kewajiban yang perlu dipenuhi oleh petani selaku tulang punggung
keluarga. Tanggungan keluarga juga memiliki pengaruh terhadap produktivitas
petani. Petani yang memiliki anggota keluarga yang sedikit, tanggungan
keluarganya pun tidaklah berat dibandingkan dengan petani yang memiliki
tanggungan keluarga yang lebih banyak.
5. Luas Lahan.
Lahan adalah tempat tumbuhnya tanaman khususnya tanaman kakao, maka dalam
usahatani luas lahan sangat menentukan besar kecilnya produksi. Semakin besar
luas lahan maka semakin besar pula produksi yang dihasilkan. Demikian pula
sebaliknya semakin sempit lahan garapan maka semakin rendah produksi yang
dihasilkan.
2. Faktor-faktor produksi usahatani
a. Jumlah Tanaman yang Berproduksi.
Jumlah tanaman merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil
produksi. Dalam 1 Ha bibit yang dapat ditanam sejumlah 1.200 pohon (berisi tanaman
kakao semua), dan dapat menghasilkan 2 sampai 3 ton kakao kering. Jumlah tanaman
yang tidak sesuai dengan luas lahan yang digunakan akan merugikan pendapatan
petani, hal ini disebabkan adanya tumpang sari antar kakao dengan tanaman lain,
sehingga jarak tanam antar kakao tidak efektif lagi, dampaknya tanaman kakao tidak
mendapatkan unsur hara yang diperlukan.
b. Penggunaan Pupuk.
Pemupukan merupakan salah satu kegiatan pemeliharaan tanaman yang berperan
penting terhadap produktifitas tanaman. Akibat pemupukan yang tidak tepat,
lahanlahan kakao banyak yang mengalami kemunduran khususnya dalam hal kualitas
lahan. Pupuk yang biasanya digunakan dalam pemupukan tanaman kakao adalah
pupuk urea atau ZA sebagai sumber N, pupuk TSP sebagai sumber P, dan pupuk KCl
sebagai sumber K. Selain pupuk buatan, pada tanaman kakao juga diberikan tambahan
pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos. Meskipun tanaman membutuhkan
asupan tambahan berupa pupuk buatan ataupun pupuk organik, pemberian pupuk harus
tetap memperhatikan petunjuk dan dosis yang dianjurkan.
Pupuk yang digunakan oleh petani responden usahatani kakao yaitu urea dan ponska,
Rata-rata penggunaan pupuk urea sebanyak 333,333 Kg, sedangkan rata-rata
penggunaan pupuk ponska sebanyak 186,667 Kg. Jadi rata-rata penggunaan pupuk
urea dan ponska yaitu 520 Kg. Biaya yang dibutuhkan petani kakao sebesar Rp.
1.048.000,- per jumlah pohon 1.003 pohon kakao.
c. Penggunaan Pestisida.
Penyemprotan pestisida dilakukan dengan dua tahapan, pertama bersifat pencegahan
sebelum diketahui ada hama yang benar-benar menyerang, kadar dan jenis
pestisida.Penggunaan pestisida pada usahatani kakao oleh petani responden
menunjukan kisaran 600-950 sebanyak 11 orang menggunakan pestisida sebanyak 200
liter dengan presentase 21,41 %, sedangkan pada kisaran 951-1.300 sejumlah 19 orang
menggunakan pestisida sebanyak 734 liter dengan presentase 78,58 %. Penggunaan
pestisida secara keseluruhan petani responden usahatani kakao sebanyak 934 liter.

d. Tenaga Kerja.
Penggunaan tenaga kerja yang efektif dan memiliki keterampilan serta kemampuan
yang memadai merupakan faktor yang penting dalam mencapai keberhasilan
usahatani. Adapun kegiatan yang melibatkan tenaga kerja meliputi pemupukan,
pengendalian hama (penyemprotan), pemangkasan dan panen, tenaga kerja yang
digunakan dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK).
Hari orang kerja (HOK) merupakan faktor yang dapat mempengaruhi produksi,
hal ini dikarenakan petani yang memiliki banyak jam kerja dalam mengontrol dan
mengawasi lahan pertaniannya seperti mengendaliakan hama dan penyakit dengan cara
menyemprotkan pestisida dan pemberian pupuk yang secukupnya serta pemangkasan,
akan lebih banyak menghasilkan produksi ketimbang petani yang memiliki sedikit jam
kerja untuk memonitoring lahannya. Berdasarkan hasil penelitian, pada umumnya
petani kakao menggunakan tenaga kerja dimana pengupahan yang berlaku yaitu Rp.
60.000/hari dan tidak membedakan antara pria dan wanita. Rata-rata penggunaan
tenaga kerja petani responden kakao adalah 48 HOK per jumlah tanaman (1.003
pohon). Rata-rata biaya tenaga kerja sebesar Rp 2.904.000,- per jumlah tanaman 1.003
pohon.
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan produksi kakao Indonesia terkendala oleh
masalah produktivitas yang cenderung menurun. Jika hal ini tidak diatasi, terdapat kemungkinan
bahwa Indonesia akan menjadi pengimpor kakao bersih dimasa datang (jumlah impor lebih besar
daripada ekspor).
Strategi-strategi untuk meningkatkan keberlanjutan produksi kakao Indonesia perlu fokus pada
peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih kakao unggul dengan cara mempromosikan
varietas baru kepada petani melalui, misalnya, demonstrasi plot atau model perkebunan Strategi
peningkatan produksi kakao juga harus fokus pada dukungan yang spesifik bagi mata
pencaharian petani. Beberapa petani mungkin perlu dibantu untuk membangun operasi pertanian
yang lebih komersial melalui peningkatan kapasitas organisasi, sedangkan petani lain terutama
petani miskin mungkin perlu dibantu untuk mencari mata pencaharian alternatif melalui
kesempatan kerja yang layak atau melalui kegiatan usaha nonpertanian. Strategi peningkatan
produksi kakao perlu fokus pada perbaikan instrumen lingkungan pendukung yang masih kurang
(seperti akses ke keuangan dan input, sarana dan prasarana pedesaan, pengembangan kapasitas
organisasi petani, dan layanan penyuluhan).
DAFTAR PUSTAKA

Ariningsih, E., Purba, H. J., Sinuraya, J. F., Suharyono, S., & Septanti, K. S. (2020). Kinerja
Industri Kakao di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 37(1), 1.
https://doi.org/10.21082/fae.v37n1.20 19.1-23

Bulu, Y. G., Sudarto, Sari, I. N., & Utami, S. K. (2019). Dampak Diseminasi Teknologi
Pemangkasan Kakao Terhadap Peningkatan Produktivitas Dan Pendapatan Petani Di
Lahan Kering Kabupaten Lombok Utara Nusa Tenggara Barat.
https://ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/p i/YG_Dampak Diseminasi.pdf

Diaz-Bonilla, E., Orden, D., & Kwieciński, A. (2014). Enabling environment for agricultural
growth and competitiveness: evaluation, indicators and indices. OECD Food, Agriculture
and Fisheries Papers, No. 67, OECD Publishing. http://dx.doi.org/10.1787/5jz48305h4 vd-
en

Ditjenbun, 2010. Kakao, Statistik Perkebunan, Direktorat Jenderal Perkebunan Jakarta.

Hariyadi, B. W., Ali, M., & Nurlina, N. (2017). Damage Status Assessment Of Agricultural Land
As A Result Of Biomass Production In Probolinggo Regency East Java. ADRI
International Journal Of Agriculture, 1(1).

Kusmaria, K., Zukryandry, Z., Fitri, A., Anggraini, D., & Budiarti, L. (2022). Bimtek Pengolahan,
Pengemasan dan Pemasaran Biji Kakao di Desa Padang Cermin Kabupaten Pesawaran
Provinsi Lampung. Jurnal Pengabdian Mandiri, 1(6), 993–998.

Marni ,1986. Bertanam Coklat. Majalah Trubus. 200 : 10 – 13.

Miswar. (2017). Pengaruh Penggunaan Pupuk , Tenaga Kerja Dan Luas Areal Terhadap
Pendapatan Petani Coklat Di Kecamatan Peunaron Kabupaten Aceh Timur. Samudra
Ekonomika, 1(2), 142–150.

Nurhadi, E., Hidayat, S. I., Indah, P. N., Widayanti, S., & Harya, G. I. (2019). Keberlanjutan
komoditas kakao sebagai produk unggulan agroindustri dalam meningkatkan
kesejahteraan petani. Agriekonomika, 8(1), 51–61.

Rubiyo dan Siswanto.2012.Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao (Theobroma cacao


L.) Di Indonesia. Buletin RISTRI.3 (1).33-48.

Ramadhan, F. M., & Hardin, I. K. D. (2019). Teknik Budidaya Kakao Pada Kelompok Tani
Kakao di Kelurahan Waliabuku Kota Baubau. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat
MEMBANGUN NEGERI, 3(1), 14.

Sianipar, B., & G Tangkudung, A. (2021). Tinjauan Ekonomi, Politik dan Keamanan Terhadap
Pengembangan Food Estate di Kalimantan Tengah Sebagai Alternatif Menjaga Ketahanan
Pangan di Tengah Pandemi Covid-19. Jurnal Keamanan Nasional, 6(2), 235–248.

Sutomo, N., Hariyadi, B. W., & Ali, M., (2018).Budidaya Tanaman Kakao.OSF preprints,1-12.
Vander vossen, H.A.M. 1997. Strategies of Vareity Improvement on Cocoa with Emphasis on
Durable Disease Resistance. INGENIC. Reading, UK. 32p.

Yormawi, I. (2019). Analisis Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Pendapatan


Petani Kakao di Desa Pasapa Kecamatan Budong-Budong Kabupaten Mamuju Tengah
Provinsi Sulawesi Barat. LaGeografia, 16(1), 6–19.

Zasari, M., & Sitorus, R. (2022). Exploration-Characterization Morphology of Local Cocoa On


Bangka Island: EksplorasiKarakterisasi Morfologi Tanaman Kakao Lokal Di Pulau
Bangka. AGROSAINSTEK: Jurnal Ilmu Dan Teknologi Pertanian, 6(1), 23–33.
BIODATA KELOMPOK

 Nama : Roswita Voni Jelita


 Nama Panggilan :Voni
 NPM :20302161
 Tempat tanggal lahir :Pogol 30 Maret 2002
 Alamat : Rego Pogol
 Jenis kelamin :Perempuan
 Agama :Katolik
 Status : Mahasiswa
 Prodi :Sosial Ekonomi Pertanian
 Nomor Telepon :081 236 720 177

 Nama : Sarliano Fransisko Pantur


 Nama Panggilan :Charly
 NPM :20302165
 Tempat tanggal lahir :Leda, 9 januari 2002
 Alamat : Leda
 Jenis kelamin :Laki-laki
 Agama :Katolik
 Status : Mahasiswa
 Prodi :Sosial Ekonomi Pertanian
 Nomor Telepon :081 218 579 166

 Nama : Rikardus S. Viktori


 Nama Panggilan :Viktor
 NPM :20302154
 Tempat tanggal lahir :Ngancar 12 April 2001
 Alamat : Pocokoe
 Jenis kelamin :Laki-laki
 Agama :Katolik
 Status : Mahasiswa
 Prodi :Sosial Ekonomi Pertanian
 Nomor Telepon :081 238 818 532
 Nama : Rolant A. Medest
 Nama Panggilan :Rolant
 NPM :20302158
 Tempat tanggal lahir :Rembong 15 September 2000
 Alamat : Rembong
 Jenis kelamin :Laki-laki
 Agama :Katolik
 Status : Mahasiswa
 Prodi :Sosial Ekonomi Pertanian
 Nomor Telepon :082 144 555 434

 Nama : Sebastianus F. Darman


 Nama Panggilan : Bastian
 NPM :20302166
 Tempat tanggal lahir :Ndoso 17 Februari 2001
 Alamat : Cibal Ndoso
 Jenis kelamin :Laki-laki
 Agama :Katolik
 Status : Mahasiswa
 Prodi :Sosial Ekonomi Pertanian
 Nomor Telepon :081 353 644 620

Anda mungkin juga menyukai