Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DI INDONESIA

MUCHAMAD FADLE ASSIDIQI (191110002629)


ITA SHOFIANA (191110002634)
MUHAMMAD MUJAHIDURROHMAN (191110002642)

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS


UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
(UNISNU)
JEPARA 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pembangunan
Daerah Tertinggal Di Indonesia” ini dengan lancar.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku
panduan yang berkaitan dengan Perekonomian Indonesia, serta infomasi dari media massa yang
berhubungan dengan “Daerah Tertingal Di Indonesia”. Penulis harap, dengan membaca makalah
ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai
“Daerah Tertinggal Di Indonesia” dalam agama islam. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
maka penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih
baik.

Jepara, 27 Juli 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 3
BAB I .............................................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................................................. 4
A. Latar Belakang................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................................... 5
BAB II ............................................................................................................................................................. 6
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................... 6
1. Pengertian Pembangunan Daerah Tertinggal ................................................................................... 6
2. Faktor Penyebab Daerah Tertinggal .................................................................................................. 8
3. Permasalahan-permasalahan di Daerah Tertinggal ........................................................................ 11
4. Krtiteria Penentuan Daerah tertinggal ............................................................................................ 14
5. Data daerah tertinggal 2020-2024 ...................................................................................................... 17
6. Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal .............................................................. 20
7. Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal ..................................................................................... 24
8. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal....................................................... 29
9. Sumber Pendanaan Pembangunan Daerah Tertinggal ................................................................... 32
10. Pandangan Masyarakat Daerah Tertinggal Terhadap Pendidikan ................................................ 39
11. Upaya Mengatasi Ketertinggalan Pendidikan Di Daerah Tertinggal ................................................ 42
BAB III .......................................................................................................................................................... 47
PENUTUP ..................................................................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 49

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang berada di kawasan asia
tenggara. Layaknya sebuah Negara berkembang, Indonesia tak akan pernah lepas dengan
program-program pembangunan baik dalam skala lokal maupun skala nasional. Pada
hakikatnya tujuan pembangunan adalah mewujudkan masyarakat yang mempunyai tingkat
kesejahteraan sosial yang tinggi. Namun dalam perjalanannya, berbagai kendala masih
sering dijumpai.

Menurut data BPS indonesia, jika dilihat dari administratif kabupaten/kota, data terkini
pemerintah menyebutkan terdapat 122 kabupaten/kota yang memiliki daerah tertinggal.
Padahal lanjut Marwan, dari hasil pertemuannya dengan berbagai kepala daerah dan
aparatur desa, jumlah kabupaten/kota yang memiliki desa tertinggal mencapai 200 - 300
kabupaten/kota. Sebanyak 32.000 desa dari 74.093 jumlah desa di Indonesia atau 52,79
persen. (SJ)

Salah satu kendala yang mendominasi adalah rendahnya tingkat aksesbilitas ke daerah
pembangunan. Hal inilah yang menjadi penyebab utama kesenjangan pembangunan.
Kesenjangan pembangunan, baik antar golongan masyarakat maupun antar daerah yang
relatif masih tinggi berusaha terus diturunkan. Berbagai program percepatan yang
diharapkan menjadi katalis terhadap peningkatan kegiatan pembangunan nyatanya masih
dirasa kurang dampaknya.

Salah satu contohnya adalah tarik-menarik kewenangan dan masalah birokrasi yang
terlalu rumit (Koran Jakarta:16 oktober 2013). Oleh karena itu pemerintah membuat
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal. Dalam rangka melaksanakan pembangunan
di daerah tertinggal diperlukan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses

4
sehingga memudahkan bagi Kementerian PDT dan Kementerian/Lembaga dalam
melakukan afirmasi dan intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah tertinggal.

Di Indonesia sendiri tercatat ada 122 kabupaten/kota daerah tertinggal yang menyebar
di seluruh Indonesia. Dalam pengkategorian sebuah daerah tertinggal terdapat 5 faktor
yang mempengaruhi anatara lain faktor geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia,
prasarana dan sarana, serta daerah terisolasi, rawan konflik dan rawan bencana. Pada
umumnya pada aspek seumber daya manusia, masyarakat di daerah tertinggal mempunyai
tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan
adat yang belum berkembang.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud daerah tertinggal di Indonesia
2. Apakah penyebab munculnya daerah tertinggal
3. Bagaimana pemerintah mengurangi daerah tertinggal

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui daerah tertinggal dan penyebabnya
2. Mengetahui hasil analisis daerah tertinggal di Indonesia
3. Mengetahui upaya pemerintah mengurangi daerah tertinggal

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Pembangunan Daerah Tertinggal

Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu


daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan
keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya
sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya.
Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan penanggulangan kemiskinan dalam hal
cakupan pembangunannya.

Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek
sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal
dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup di
daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah tertinggal


yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang kondisi sosial,
budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan infrastruktur masih
tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada umumnya terdapat pada
daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti daerah perbatasan antarnegara,
daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta daerah rawan bencana.

Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang secara ekonomi mempunyai
potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan sebagai akibat terjadinya konflik
sosial maupun politik.

Agenda utama Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009 mencakup empat agenda utama
yang difokuskan untuk pencapaian: Aman (Peace), Adil (Justice), Demokratis
(Democracy), dan Sejahtera (Prosperity). Masing-masing agenda utama tersebut
dijabarkan lebih lanjut ke dalam kerangka prioritas yang menjadi landasan

6
penyelenggaraan program kerja dari seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu pada lima
tahun ke depan.

Pembentukan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu


wujud komitmen Pemerintah untuk mempercepat pencapaian sasaran agenda tersebut
diatas. Sebagai lembaga kementerian yang baru, maka terlebih dahulu perlu didukung
dengan penyusunan rencana strategis (renstra) yang menjabarkan strategi pembangunan
Daerah Tertinggal dalam menghadapi permasalahan dan tantangan tersebut diatas.

Beberapa agenda dan program prioritas Kabinet Indonesia Bersatu yang terkait dengan
tugas dan fungsi peran dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal akan
bersinggungan dengan :

a. Agenda dan program Pertahanan, Keamanan, Politik, dan Harmoni Sosial, seperti:
memperbaiki proses desentralisasi dan otonomi daerah dalam menjaga keutuhan dan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, turut serta menjaga dan penanggulanan
keamanan dalam negeri dari gerakan separatisme daerah, konflik SARA, teror
internasional maupun lokal, harmonisasi dan integrasi sosial, dan menjaga terjaminnya
toleransi beragama;

b. Agenda dan program Keadilan, Hukum, HAM, dan Keadilan akan bersinggungan
dengan perwujudan keadilan sosial dan persamaan kesempatan;

c. Agenda dan program Demokrasi bersinggungan dengan perwujudan civil society


seperti pemberdayaan masyarakat dan peranserta masyarakat;

d. Agenda dan program Ekonomi dan Kesejahteraan akan bersinggungan dengan


memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan peran sektor riil dan dunia usaha,
mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, memacu pembangunan infrastruktur,
menggalakan dan menggerakan investasi, dan meningkatkan kualitas hidup, pendidikan,
kesehatan, dan lingkungan hidup.

Pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan kewenangan dari pemerintah


daerah baik Provinsi maupun Kabupaten, sedangkan Pemerintah berfungsi sebagai,
motivator dan fasilitator dalam percepatan pembangunan pada daerah tertinggal. Namun

7
demikian, pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan
kerja keras para pemangku kepentingan (stakeholders). Pelaksanaan program
pembangunan di daerah tertinggal menjadi program prioritas nasional dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009.

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal melakukan fungsi fasilitasi, koordinasi,


sinkronisasi, dan akselerasi pembangunan daerah tertinggal. Untuk itu diperlukan
penyamaan persepsi dan langkah tindak lanjut yang dapat disepakati oleh seluruh
stakeholders.

Pengertian daerah tertinggal, didefinisikan, berdasarkan kondisi sosial, ekonomi,


budaya, dan wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek
manusianya, maupun prasarana pendukungnya).

2. Faktor Penyebab Daerah Tertinggal

Menurut data BPS indonesia, jika dilihat dari administratif kabupaten/kota, data terkini
pemerintah menyebutkan terdapat 122 kabupaten/kota yang memiliki daerah tertinggal.
Padahal lanjut Marwan, dari hasil pertemuannya dengan berbagai kepala daerah dan
aparatur desa, jumlah kabupaten/kota yang memiliki desa tertinggal mencapai 200 - 300
kabupaten/kota. Sebanyak 32.000 desa dari 74.093 jumlah desa di Indonesia atau 52,79
persen. (SJ)

Salah satu kendala yang mendominasi adalah rendahnya tingkat aksesbilitas ke daerah
pembangunan. Hal inilah yang menjadi penyebab utama kesenjangan pembangunan.
Kesenjangan pembangunan, baik antar golongan masyarakat maupun antar daerah yang
relatif masih tinggi berusaha terus diturunkan. Berbagai program percepatan yang
diharapkan menjadi katalis terhadap peningkatan kegiatan pembangunan nyatanya masih
dirasa kurang dampaknya.

Salah satu contohnya adalah tarik-menarik kewenangan dan masalah birokrasi yang
terlalu rumit (Koran Jakarta:16 oktober 2013). Oleh karena itu pemerintah membuat

8
Kementrian Pembangunan Daerah Tertinggal. Dalam rangka melaksanakan pembangunan
di daerah tertinggal diperlukan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses
sehingga memudahkan bagi Kementerian PDT dan Kementerian/Lembaga dalam
melakukan afirmasi dan intervensi untuk percepatan pembangunan di daerah tertinggal.

Dalam pengkategorian sebuah daerah tertinggal terdapat 5 faktor yang mempengaruhi


anatara lain faktor geografis, sumberdaya alam, sumberdaya manusia, prasarana dan
sarana, serta daerah terisolasi, rawan konflik dan rawan bencana. Pada umumnya pada
aspek seumber daya manusia, masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat
yang belum berkembang.

Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor


penyebab, yaitu:

a. Geografis

Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya
yang jauh di pedalaman, perbukitan/ pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau
terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan
baik transportasi maupun media komunikasi.

b. Sumberdaya Alam

Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang
memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah
yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan
sumberdaya alam yang berlebihan.

c. Sumberdaya Manusia

Pada umumnya masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan,


pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum
berkembang.

d. Prasarana dan Sarana

9
Keterbatasan prasarana dan sarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi,
kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah
tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial.

e. Daerah Terisolasi, Rawan Konflik dan Rawan Bencana

Daerah tertinggal secara fisik lokasinya amat terisolasi, disamping itu seringnya suatu
daerah mengalami konflik sosial bencana alam seperti gempa bumi, kekeringan dan banjir,
dan dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi.

Selain itu penyebab suatu daerah tertinggal dikarenakan pemekaran wilayah Misalnya
satu daerah tersebut tadinya bukan merupakan daerah tertinggal namun ketika terjadi
pemekaran, maka sumber daya alam di daerah tersebut hilang karena masuk ke dalam
daerah baru.

“Ini pekerjaan besar bagi kami, bagaimana mengembangkan daerah tersebut tanpa
tergantung dengan sumber daya yang sudah bukan menjadi wilayahnya lagi,” katanya. Hal
itu terjadi pada pemekaran wilayah baik itu di tingkat propinsi maupun kabupaten.

Sebagai contoh, Papua misalnya. Ketika terjadi pemekaran dan muncul Papua Barat,
provinsi ini menjadi daerah yang semakin tertinggal. Banyak sumber daya alam yang
potensial masuk ke dalam wilayah Papua Barat dan membuat propinsi baru ini menjadi
lebih maju. “Sebaliknya Papua masih berat apalagi akses masih sulit karena banyak daerah
tertinggal di pegunungan,” paparnya.Selain itu, pemekaran daerah baru juga membutuhkan
biaya yang besar. Pembuatan gedung baru untuk pemerintahan daerah yang baru,
penambahan tenaga kerja, dan banyak hal lain yang memerlukan biaya yang tak kecil
dalam membuat sebuah kepemerintahan daerah baru. Penyedotan biaya pada hal seperti ini
bisa membuat sebuah daerah menjadi tertinggal dengan daerah pecahannya.

Untuk itu ia sangat merasa lega setelah ada keputusan dalam moratorium pemekaran
daerah. Menurutnya, jumlah daerah yang menjadi fokus pembangunannya sudah banyak
dan pihaknya pun berusaha agar tak muncul daerah tertinggal baru seperti ini.Ia pun
berusaha keras untuk memberikan pancingan agar daerah-daerah tertinggal terutama di
daerah terluar Indonesia bisa masuk menjadi daerah yang maju. Ia benar-benar

10
memperhatikan bobot yang menjadi indikator sebuah daerah bisa terentaskan dari status
daerah tertinggal. Bobot tersebut diantaranya adalah sumber daya manusia (SDM),
ketersediaan sarana dan tenaga kesehatan, pembangunan infrastruktur, karakteristik
daerah, aksebilitas serta kemampuan keuangan daerah. Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), juga angka melek huruf dan sarana pendidikan juga menjadi perhatiannya.

Dari faktor yang dapat kita lihat, cita-cita bangsa kita untuk mensejahterakan
masyarakat belum sepenuhnya terwujud mengingat pembangunan yng hanya terpusat di
daerah perkotaan, bahkan cita-cita untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak akan
terwujud apabila tidak ada fasilitas pendidikan (sekolah) yang berada di daerah pelosok
maka sudah jelas bahwa ketidakmerataan pembangunan merupakan suatu penyebab dalam
gagalnya pembangunan di Indonesia.

3. Permasalahan-permasalahan di Daerah Tertinggal

Sebagai daerah yang memiliki tingkat kemajuan pembangunan yang lebih rendah
dibandingkan dengan daerah lain, daerah tertinggal ternyata memiliki berbagai persoalan
tersendiri. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang dimiliki oleh daerah tertinggal
hampir sama antara satu daerah dengan daerah lainnya. Pada hakikatnya, setiap
permasalahan yang terjadi di daerah tertinggal merupakan tantangan bagi pemerintah, baik
pemerintah pusat atau pemerintah daerah setempat untuk mengatasinya dan menemukan
solusi jitu agar terentas dari predikat daerah tertinggal. Tak dapat dipungkiri bahwa
kemajuan pembangunan suatu daerah di berbagai bidang akan meningkatkan kesejahteraan
dan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut.

Berikut beberapa permasalahan yang jamak ditemukan di daerah tertinggal di


Indonesia:

a. Pengelolaan potensi sumber daya lokal dalam pengembangan perekonomian


daerah tertinggal masih belum optimal.

11
b. Kualitas sumber daya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat daerah
tertinggal masih rendah.

c. Koordinasi antar pelaku pembangunan di daerah tertinggal masih lemah.

d. Tindakan afirmatif kepada daerah tertinggal belum optimal.

e. Aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah masih


rendah.

f. Sarana dan prasarana pendukung ekonomi lainnya masih terbatas (Bappenas,


2010: 92).

Kondisi masyarakat di daerah tertinggal

Masyarakat merupakan aktor penting dalam pembangunan daerah tertinggal.


Keberadaan mereka sangat mempengaruhi upaya keberlangsungan pembangunan di daerah
tertinggal. Tanpa peran dan partisipasi masyarakat setempat, maka upaya percepatan
pembangunan daerah tertinggal oleh pemerintah akan mengalami kendala. Masyarakat
sebagai subyek pembangunan juga perlu diperhatikan agar agenda pembangunan daerah
tertinggal dapat terencana dan terlaksana sesuai indikator-indikatornya. Karena, kerap kali
pemerintah tidak mengetahui kondisi masyarakat di daerah tertinggal sehingga kurang
dapat membuat program pembangunan yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan
masyarakat di daerah tertinggal.

Masyarakat Indonesia memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda antara satu sama
lain, baik adat istiadat maupun budayanya. Kadangkala program pembangunan daerah
tertinggal tidak berhasil karena berbenturan dengan kearifan lokal yang dimiliki oleh tiap-
tiap daerah. Sebagai contoh pembangunan jalan baru di Paniai dan jaringan irigasi di
Nabire, Provinsi Papua, terkendala tuntutan adat. Di Paniai, masyarakat adat menuntut
ganti rugi atau hak ulayat atas tanah adat yang terkena pembangunan jalan. Pembangunan
di Papua hendaknya mengedepankan aspek antropologis karena terdapat masyarakat
modern dan tradisonal yang yang harus didekati dengan pendekatan yang berbeda
(Weningdi, 2013). Kegagalan program seperti ini lebih dikarenakan minimnya data sosial
tentang masyarakat setempat. Data sosial dapat berupa cara hidup, adat istiadat, dan

12
kearifan lokal suatu masyarakat. Pengumpulan data sosial di masyarakat dapat dilakukan
dengan pembentukan tim khusus dan dibantu partisipasi aktif anggota masyarakat setempat
sehingga status data sosial tersebut semakin valid.

Untuk melihat bagaimana kondisi masyarakat di daerah tertinggal dapat dilihat dalam
berbagai perspektif, diantaranya:

1. Kemiskinan

Daerah tertinggal identik dengan kondisi penduduk yang miskin. Pada tahun 2009,
jumlah penduduk miskin secara nasional masih tinggi, yaitu 32,53 juta jiwa atau 14,5%
dari total penduduk. Daerah tertinggal menjadi konsentrasi kemiskinan, yaitu dengan rata-
rata tingkat kemiskinan sebesar 23,4% (BPS, 2007).

2. Pengangguran

Selain masalah kemiskinan, daerah tertinggal juga mengalami kendala dalam masalah
tenaga kerja. Minimnya lapangan pekerjaan di daerah mengakibatkan banyak masyarakat
usia produktif menjadi pengangguran. Jumlah pengangguran secara nasional pada tahun
2009 sebanyak 8,96 juta jiwa atau 7,87%.

3. Tingkat Urbanisasi yang Tinggi

Kondisi lain yang dialami oleh daerah tertinggal adalah tingginya arus urbanisasi
masyarakat dari desa ke kota. Banyak faktor yang memicu mereka untuk melakukan
urbanisasi, seperti kemiskinan dan pengangguran. Arus urbanisasi yang terus meningkat
dari tahun ke tahun juga menyebabkan usaha percepatan pengembang- an kualitas SDM
terhambat dan perluasan lapangan pekerjaan. Tujuan utama urbanisasi di Indonesia adalah
Pulau Jawa. Laju pertumbuhan penduduk di kota metropolitan saat ini adalah 0,16%
sampai 0,9%. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk di sekitar perkotaan metropolitan
adalah 3% sampai dengan 4,13%.

4. SDM (Sumber Daya Manusia) yang Rendah

Permasalahan yang sering membelenggu daerah tertinggal adalah rendahnya kualitas


SDM. Rendahnya kualitas SDM ini dicirikan dengan pencapaian indeks pembangunan

13
manusia (IPM) yang rendah. IPM daerah tertinggal rata-rata hanya 67,7. Bahkan pada
tahun 2008, sebanyak 85% berada di bawah IPM nasional, yaitu 71,2. Rendahnya IPM
tersebut disebabkan oleh pendapat masyarakat yang rendah ditambah dengan tingkat
pelayanan dan pendidikan yang belum memadai. Selain itu juga disebabkan oleh rata-rata
lama sekolah (RLS), angka melek huruf (AMH), dan angka harapan hidup (AHH).
Rendahnya RLS, AMH, dan AHH masyarakat daerah tertinggal karena mereka tidak
tersentuh oleh program-program nasional, selain karena kurangnya infrastruktur dan
minimnya fasilitas (KPDT, TT: 48–58).

4. Krtiteria Penentuan Daerah tertinggal

a. Indikator Daerah Tertinggal

Program Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan salah satu fokus Pembangunan


Indonesia. Pembenahan dilakukan dengan menyentuh aspek sosial, budaya, ekonomi,
perbaikan infrastruktur, dan aksesibilitas yang masih tetinggal dibandingkan daerah-daerah
lain. Penetapan Daerah dengan kategori tertinggal didasarkan pada perhitungan 6 (enam)
kriteria yang meliputi perekonomian masyarakat, Sumber Daya Manusia setempat,
ketersediaan Infrastruktur (prasarana), Kapasitas yang dimiliki Daerah / kemampuan
keuangan daerah, Aksesibilitas, dan Karakteristik Daerah.

Dalam hal ini Kementerian Pembangunan Daerah Terpencil melakukan afirmasi dan
intervensi untuk mempercepat pembangunan di daerah yang termasuk dalam kategori
daerah tertinggal. Agar percepatan pembangunan tepat sasaran dan sesuai dengan
kebutuhan daerah yang bersangkutan, dibutuhkan keakuratan data sebagai pedoman dalam
menentukan program. Berikut indikator dalam penentuan Daerah Tertinggal termasuk
didalamnya data-data Kabupaten Jeneponto yang diperoleh dari Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik.

• Ekonomi

14
1. Jumlah Penduduk, Keluarga, Penduduk Miskin, dan Keluarga Prasejahtera dan
Sejahtera 1 Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;

2. PDRB, Persentase Kedalaman Kemiskinan, dan IKK Menurut Kabupaten Daerah


Tertinggal.

• SDM

1. Jumlah Penduduk, Persentase Angkatan Kerja, dan Persentase Pengangguran


Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;

2. Angka Melek Huruf, Angka Partisipasi Sekolah, dan IPM Menurut Kabupaten
Daerah Tertinggal;

3. Jumlah Desa, Puskesmas, dan Poliklinik Desa Menurut Kabupaten Daerah


Tertinggal;

4. Jumlah Desa, Persentase Desa yang Memiliki Fasilitas Kesehatan > 5 km dan
Fasilitas Pendidikan > 3 km Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal;

5. Rata-rata Jarak Desa Tanpa Fasilitas Pendidikan ke Fasilitas Pendidikan Terdekat


Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal.

• Infrastruktur

1. Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Permukaan Jalan
Utama;

2. Persentase Rumah Tangga Pengguna Listrik dan Telepon Menurut Kabupaten


Daerah Tertinggal;

3. Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jenis Pasar;

4. Jumlah Desa Menurut Kabupaten Daerah Tertinggal dan Jarak Fasilitas Pasar;

5. Jumlah Penduduk, Dokter, dan Dokter/1000 Penduduk Menurut Kabupaten Daerah


Tertinggal.

15
• Kapasitas Daerah

1. Besarnya PAD Berdasarkan Kabupaten dan Tahun;

2. Besarnya Celah Fiskal Berdasarkan Kabupaten dan Tahun.

• Aksesibilitas

Rata-Rata Jarak dan Waktu Tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan ke Kantor Kabupaten
yang Membawahi.

b. Karakteristik Daerah Tertinggal

Persentase Desa Berdasarkan Kabupaten dan Karakteristik Daerah. Dan data Indikator
Primer Pembangunan Daerah Tertinggal termasuk diantara 183 Daerah Tertinggal
berdasarkan rilis Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Badan Pusat Statistik.
Semoga dengan data yang dibagi ini akan memberi sudut pandang berbeda dalam
penyikapan kita terhadap Jeneponto yang tidak sekadar asumsi tapi didukung oleh data-
data yang akurat. Data berikut adalah data yang diperoleh untuk Tahun 2010, harapan
sebenarnya data yang up to date 2011, tapi setelah dicari, ternyata belum ada sampai tulisan
ini dipublish.

DASAR HUKUM PENENTUAN DAERAH TERTINGGAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 131 TAHUN 2015

TENTANG

PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN 2015-2019

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

16
Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor
78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, perlu menetapkan
Peraturan Presiden tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019;

Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2007 Nomor
33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran


Negara Republik Indonesia 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587);

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2014 tentang


Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Lembaran Negara Republik lndonesia 2014
Nomor 264, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5598);

5. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional Tahun 2015-2019 (Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor
246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5589);

5. Data daerah tertinggal 2020-2024

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2020 tentang penetapan daerah


tertinggal tahun 2020-2024. Ada 62 daerah yang ditetapkan tertinggal. Berikut daftar
daerah tertinggal tahun 2020-2024:

17
DATA DAERAH TERTINGGAL 2020-2024

Provinsi Sumatera Utara Provinsi Maluku Utara

1. Kabupaten Nias 31. Kabupaten Kepulauan Sula

2. Kabupaten Nias Selatan 32. Kabupaten Pulau Talibau

3. Kabupaten Nias Utara Provinsi Papua Barat

4. Kabupaten Nias Barat 33. Kabupaten Teluk Wondama

Provinsi Sumatera Barat 34. Kabupaten Kabupaten Teluk Bintuni

5. Kabupaten Kepulauan Mentawai 35. Kabupaten Kabupaten Sorong Selatan

Provinsi Sumatera Selatan 36. Kabupaten Sorong

6. Kabupaten Musi Rawas Utara 37. Kabupaten Tambrauw

Provinsi Lampung 38. Kabupaten Maybrat

7. Kabupaten Pesisir Barat 39. Kabupaten Manokwari Selatan

Provinsi Nusa Tenggara Barat 40. Kabupaten Pegunungan Arfak

8. Kabupaten Lombok Utara Provinsi Papua

Provinsi Nusa Tenggara Timur 41. Kabupaten Jayawijaya

9. Kabupaten Sumba Barat 42. Kabupaten Nabire

10. Kabupaten Sumba Timur 43. Kabupaten Paniai

11. Kabupaten Kupang 44. Kabupaten Puncak Jaya

12. Kabupaten Timor Tengah Selatan 45. Kabupaten Boven Digoel

13. Kabupaten Belu 46. Kabupaten Mappi

18
14. Kabupaten Alor 47. Kabupaten Asmat

15. Kabupaten Lembata 48. Kabupaten Yahukimo

16. Kabupaten Rote Ndao 49. Kabupaten Pegunungan Bintang

17. Kabupaten Sumba Tengah 50. Kabupaten Tolikara

18. Kabupaten Sumba Barat Daya 51. Kabupaten Keerom

19. Kabupaten Manggarai Timur 52. Kabupaten Waropen

20. Kabupaten Sabu Raijua 53. Kabupaten Supiori

21. Kabupaten Malaka 54. Kabupaten Mamberamo Raya

Provinsi Sulawesi Tengah 55. Kabupaten Nduga

22. Kabupaten Donggala 56. Kabupaten Lanny Jaya

23. Kabupaten Tojo Una-una 57. Kabupaten Mamberamo Tengah

24. Kabupaten Sigi 58. Kabupaten Yalimo

Provinsi Maluku 59. Kabupaten Puncak

25. Kabupaten Maluku Tenggara Barat 60. Kabupaten Dogiyai

26. Kabupaten Kepulauan Aru 61. Kabupaten Intan Jaya

27. Kabupaten Seram Bagian Barat 62. Kabupaten Deiyai

28. Kabupaten Seram Bagian Timur

29. Kabupaten Maluku Barat Daya

30. Kabupaten Buru Selatan

19
6. Kebijakan Dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal

Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) jilid II memiliki sebelas prioritas nasional seperti
yang dicantumkan dalam RPJM Nasional 2010-2014, dimana salah satunya adalah: daerah
tertinggal, terdepan, terluar, dan pasca konflik. Penetapan prioritas ini menggambarkan
bahwa sampai sekarang masih terjadi kesenjangan wilayah, walaupun pembangunan
nasional yang dilakukan secara sistematis telah dilakukan sejak Orde Baru. Beberapa
persoalan kesenjangan wilayah diantaranya: (1) terkonsentrasinya industri manufaktur di
kota-kota besar di Pulau Jawa; (2) melebarnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan
Barat Indonesia (KBI) dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI); (3) kesenjangan antara
daerah perkotaan dan perdesaan; (4) kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar
wilayah; serta (5) terabaikannya pembangunan daerah perbatasan, pesisir, dan kepulauan.

Pada era 1970-an kesenjangan sudah mulai tampak. Pada era tersebut KBI telah
menguasai lebih dari 80 % Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, di mana Pulau Jawa
memiliki porsi terbanyak dalam penguasaan PDB nasional, yakni sekitar 46% dengan luas
wilayah yang hanya 9% dari total luas wilayah Indonesia. Sementara itu, KTI hanya
menguasai sekitar 18% PDB nasional.Kesenjangan ini juga dipengaruhi oleh ketimpangan
antara perkotaan dan perdesaan. Daerah perkotaan didominasi oleh sektor industri
pengolahan, komunikasi, jasa, dan keuangan, di mana sektor-sektor tersebut memiliki nilai
tambah yang tinggi serta komparatif dan kompetitif yang tinggi antar sektor. Sementara
itu, di perdesaan yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang
perekonomian, menyumbang 14% bagi kontribusi PDB nasional yang masih kalah jauh
dibandingkan dengan sektor komunikasi yang menempatkan lebih dari 16% bagi PDB
nasional.

Dalam rangka penanganan kesenjangan wilayah telah diintroduksi istilah daerah


tertinggal sejak RPJM Nasional 2004-2009 dan Strategi Nasional Pembangunan Daerah
Tertinggal (STRANAS PDT) 2004-2009. Daerah Tertingal didefinisikan sebagai daerah
kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan
daerah lain dalam skala nasional. RPJM Nasional 2004-2009 menetapkan 199 Daerah
Tertinggal sebagai prioritas yang perlu ditangani. Penetapan daerah tertinggal ini

20
didasarkan atas 6 kriteria yaitu: perekonomian masyarakat, sumberdaya manusia,
infrastruktur, kemampuan keuangan lokal (celah fiskal), aksesibilitas, dan karakteristik
daerah.

Daerah tertinggal tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan proporsi 123


kabupaten (62 %) berada di KTI, 58 Kabupaten (29 %) di Sumatera, dan 18 Kabupaten
(9 %) ada di Jawa dan Bali. Gambaran distribusi daerah tertinggal yang berada di seluruh
Indonesia menjadi koreksi bahwa persoalan kesenjangan wilayah bukan sekedar isu KBI
vs KTI, tapi menjadi persoalan kita di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan daerah
tertinggal sebagai bentuk kesadaran kolektif dalam penanganan kesenjangan wilayah harus
disikapi lebih serius. Sebab bagaimanapun kesenjangan wilayah merupakan isu sensitif
bagi Bangsa Indonesia, yang dalam beberapa fase sering menjadi pemicu timbulnya
gerakan sparatis.

a. Evaluasi dan Target Pembangunan Daerah Tertinggal

Kabinet Indonesia Bersatu mengklaim bahwa sampai Tahun 2009 telah dapat
mengentaskan 50 kabupaten tertinggal, sehingga dari 199 kabupaten tertinggal masih ada
149 kabupaten tertinggal yang perlu ditangani. Namun karena sampai Tahun 2009 terdapat
34 daerah otonom baru yang berasal dari daerah induk yang berstatus daerah tertinggal,
maka KIB jilid II dalam lima tahun kedepan memiliki kewajiban membina 183 kabupaten
tertinggal. Dalam rancangan RPJM Nasional 2010-2014 telah dipasang target bahwa pada
Tahun 2014 ada 50 lagi kabupaten tertinggal yang harus terentaskan. Kementerian
Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) sebagai bagian dari portopolio KIB disamping
memiliki target mengentaskan 50 kabupaten tertinggal pada akhir Tahun 2014, juga
memasang tiga target lainnya, yaitu: a) meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di
daerah tertinggal dari 6,6 % pada tahun 2010 menjadi 7,1 % pada Tahun 2014; b)
berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal dari 18,8% pada Tahun
2010 menjadi 14,2% pada Tahun 2014; dan c) meningkatnya kualitas sumberdaya manusia
(yang ditunjukkan oleh IPM) dari 67,7 pada tahun 2010 menjadi 72,2 pada Tahun 2014.
Prestasi dan komitmen pemerintah dalam menangani kesenjangan wilayah tidaklah keliru
jika kita apresiasi dengan baik. Namun demikian ada beberapa catatan kritis yang perlu

21
diperhatikan mengingat apa yang telah dilakukan pemerintah itu belum sepenuhnya sesuai
harapan (masyarakat dan daerah).

Kinerja pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal salah satunya ditentukan oleh


kualitas KPDT. Kedepan KPDT perlu meningkatkan kapasitas sumber daya internalnya.
Bagaimanapun KPDT memiliki tugas dan fungsi yang sangat penting yaitu merumuskan
kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal
(Perpres No. 9/2005). Bahkan KPDT memiliki tugas dan fungsi tambahan dalam
operasional kebijakan di bidang pembangunan infrastruktur perdesaan, pemberdayaan
masyarakat, dan pengembangan ekonomi lokal (Perpres No. 90/2006). Dan hampir 50 %
kabupaten di Indonesia menjadi "pasien" KPDT. Maka tidak salah jika
kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat memiliki
harapan yang tinggi atas peran yang semestinya dimainkan oleh KPDT di dalam percepatan
pembangunan daerah tertinggal.

Penegasan Kabinet Indonesia Bersatu yang menempatkan daerah tertinggal, terdepan,


terluar, dan pascakonflik sebagai salah satu prioritas nasional seyogyanya disikapi oleh
internal KPDT secara lebih profesional dan percaya diri sehingga bisa menjadi leader
(pemimpin) yang efektif. Hal lain yang perlu diperjelas yaitu menyangkut penetapan
daerah tertinggal. Di sini perlu ada transfaransi dan konsistensi dalam methodologi, serta
tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politis. Kekeliruan pemerintah dalam
menetapkan status ketertinggalan suatu daerah akan berdampak pada efektifitas afirmatif
action yang dilakukan kemudian.

b. Stategi Pembangunan Daerah Tertinggal

Penyebab utama ketertinggalan suatu daerah diantaranya karena kebijakan


pembangunan yang terlalu berdimensi sektoral. Hal ini dibuktikan dengan dominannya
penerapan asas dekonsentrasi dan orientasi sektoral pemerintah pusat. Di daerah juga setali
tiga uang (sama saja). Ini terlihat dari kuatnya ego dinas dan pendekatan sektoral dalam
RPJM Daerah.

Belum optimalnya pendekatan spasial dalam perencanaan pembangunan dapat


dirasakan dari adanya ketimpangan antardaerah. Diabaikannya dimensi spasial membuat

22
warna pembangunan daerah ditentukan "mekanisme pasar". Akibatnya modal dan orang
cenderung memilih daerah yang menawarkan return yang lebih tinggi dan menarik, yang
pada gilirannya daerah yang maju semakin maju, yang tertinggal tetap tertinggal. Melihat
problematika ini maka kedepan perlu dilakukan reorientasi strategi pembangunan daerah
tertinggal.

Strategi pembangunan daerah tertinggal yang harus dilakukan oleh pemerintah yaitu :

• strategi pembangunan ekonomi lokal perlu lebih menekankan dimensi spasial.


Daerah perlu mengombinasikan pendekatan sektoral berbasis kluster di mana saat ini bisnis
/ sektor unggulan daerah maupun rakyat miskin cenderung mengelompok.

• perlu adanya integrasi strategi pembangunan perdesaan dengan strategi


pembangunan perkotaan. Desa umumnya masih tertinggal dalam berbagai jenis
infrastruktur. Dengan integrasi ini diharapkan dapat dikembangkan keterkaitan desa-kota
(ruralurban linkage) dan jejaring antarkota (network cities).

• diperlukan Big Push bagi percepatan pembangunan daerah tertinggal. Teori Big
Push ini pertama kali dicetuskan Paul Narcyz Rosenstein-Rodan. Pada 1943, Rosenstein-
Rodan menulis artikel tentang "Problems of Industrialisation of Eastern and South-Eastern
Europe". Dalam teori yang belakangan dikenal dengan Big Push Model, ditekankan
perlunya rencana dan program aksi dengan investasi skala besar untuk mempercepat
industrialisasi di negara-negara Eropa Timur dan Tenggara.

Dalam konteks daerah tertinggal, "daya dorong yang besar" bisa diartikan modal dan
infrastruktur. Aksesibilitas modal dan keberpihakannya kepada daerah tertinggal
merupakan langkah strategis. Pengembangan infrastruktur yang menghubungkan daerah
tertinggal dengan pusat-pusat bisnis, pasar, dan jejaring internasional tampaknya perlu
menjadi prioritas bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan swasta. Berdasarkan
perhitungan awal KPDT total kebutuhan investasi di kabupaten tertinggal Tahun 2010-
2014 mencapai sekitar Rp. 716 Triliun. Angka ini barangkali mendekati pemenuhan
kebutuhan Big Push Model. Hanya saja upaya pemenuhan seluruh kebutuhan daerah
tertinggal untuk keluar dari ketertinggalan hanyalah mimpi jika mengandalkan anggaran

23
KPDT semata, karena alokasi anggaran APBN yang dikelola KPDT hanya sekitar Rp. 1
Triliun per tahun.

Besarnya dana yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan percepatan


pembangunan daerah tertinggal perlu diupayakan dengan berbagai cara (yang sah)
diantaranya melalui: (1) pemberian insentif kepada investor agar tertarik berinvestasi di
daerah tertinggal, dan (2) mainstraiming alokasi anggaran kementerian/lembaga dan
pemerintah daerah untuk fokus pada penyelesaian ketertinggalan daerah.

Semua gambaran permasalahan dan kebutuhan daerah tertinggal di atas merupakan


sebuah tantangan. Harapannya sekarang terletak pada pembuktikan komitmen pemerintah.
Keinginan mengentaskan ketertinggalan daerah hendaknya tidak berhenti pada dokumen
perencanaan semata, apalagi sekedar basa-basi.

7. Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal

Berdasarkan sasaran dan strategi pembangunan daerah tertinggal tersebut, maka


ditetapkan prioritas pembangunan daerah tertinggal adalah :

1. menyelenggarakan koordinasi antar kementerian / lembaga dalam penyusunan


dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS), dan
Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN);

2. memberikan asistensi serta supervisi kepada pemerintah daerah dalam perumusan,


pelaksanaan, dan evaluasi percepatan pembangunan daerah tertinggal yang sinergi,
harmoni, sinkron, dan terpadu;

3. melakukan asistensi bersama kementerian / lembaga terkait kepada pemerintah


daerah dalam pencapaian pemenuhan SPM untuk pelayanan dasar publik di daerah
tertinggal, terutama pada pemenuhan pendidikan, kesehatan, transportasi, air bersih,
informasi, dan telekomunikasi;

4. mengembangkan rumusan dan implementasi kebijakan percepatan pembangunan


daerah tertinggal yang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah tertinggal guna
meningkatkan efektivitas pencapaian sasaran pembangunan; dan

5. mendorong kementerian / lembaga terkait dan pemerintah daerah merumuskan


dan melaksanakan kebijakan afirmasi daerah tertinggal termasuk di Provinsi Papua dan
Provinsi Papua Barat.

24
Untuk mengimplementasikan kebijakan pembangunan daerah tertinggal secara
terpadu dan tepat sasaran serta tepat kegiatan, maka diperlukan program prioritas yang
diarahkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi oleh semua
daerah tertinggal, antara lain :

1. Program Pengembangan Ekonomi Lokal

Kegiatan pokok dari program pengembangan ekonomi lokal, meliputi:

• Meningkatkan kemampuan dan keterampilan masyarakat;

• Meningkatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat;

• Mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru, dengan memperhatikan


produk andalan daerah;

• Meningkatkan akses masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah kepada
permodalan, pasar, informasi, dan teknologi

• Meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi di daerah tertinggal dengan pusat-


pusat pertumbuhan;

• Mengembangkan kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antardaerah dalam


kegiatan ekonomi lokal;

• Penguatan dan penataan kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat.

2. Program Pemberdayaan Masyarakat

Program pemberdayaan masyarakat mempunyai kegiatan pokok, sebagai berikut :

• Mengupayakan pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat;

• Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat;3)

• Mengupayakan adanya pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi


dan efektivitas penyediaan pelayanan umum, khususnya untuk komunitas adat terpencil;

• Meningkatkan kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui


penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan secara konsisten.

3. Program Pengembangan Prasarana Dan Sarana

25
Program pengembangan prasarana dan sarana, kegiatan pokoknya meliputi :

• Pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan
kesehatan;

• Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana ekonomi antara lain melalui skim
USO (Universal Service Obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk
transportasi, dan listrik masuk desa;

• Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan


sistem yang terpadu dengan daerah maju;

• Memperluas jaringan informasi dan teknologi;

• Mengembangkan prasarana perdesaan khususnya prasarana pertanian dan


transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan.

4. Program Pencegahan Dan Rehabilitasi Bencana

Program pencegahan dan rehabilitasi bencana, kegiatan pokoknya meliputi :

• Rehabilitasi sarana dan prasarana sosial-ekonomi yang rusak akibat bencana;

• Percepatan proses rekonsiliasi antara masyarakat yang terlibat konflik dan


pemulihan mental masyarakat akibat trauma konflik;

• Peningkatan rasa saling percaya dan harmoni antar kelompok;

• Sosialisasi penerapan spesifikasi bangunan yang memiliki ketahanan terhadap


bencana;

• Menerapkan sistem deteksi dini terjadinya bencana.

5. Program Pengembangan Daerah Perbatasan

Program pengembangan daerah perbatasan, kegiatan pokoknya, meliputi :

• Memfasilitasi dan memotivasi Pemerintah Daerah untuk menjadikan wilayahnya


sebagai beranda depan negara dengan mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi;

• Meningkatkan kapasitas daerah perbatasan sebagai koridor peningkatan ekspor dan


perolehan devisa;

• Menyusun rencana strategis pengembangan wilayah perbatasan;

• Mengembangkan wawasan kebangsaan masyarakat.

26
Pembangunan Masyarakat (dalam hal ini kaitannya dengan masyarakat di daerah
tertinggal) adalah suatu proses melalui usaha dan prakarsa masyarakat sendiri maupun
kegiatan pemerintahan dalam rangka memperbaiki kondisi ekonomi, sosial dan budaya.
Meskipun, pemerintah memiliki peranan kunci yang strategis dalam memberikan dorongan
(big push) untuk menggerakan roda pembangunan (Paul Narcyz, 1943).Jika kita cermati,
daerah tertinggal merupakan suatu permasalahan yang menyangkut tanggung jawab lintas
sektor baik kementerian/lembaga, daerah, swasta dan masyarakat.

Mengacu pada kriteria utama penetapan daerah tertinggal, problematika yang


ditemukan di suatu daerah tertinggal dapat berupa kemiskinan, pendidikan, ketersediaan
kebutuhan pokok, kesehatan, lingkungan, aksesibilitas dan sarana komunikasi. Penanganan
problem tersebut tentunya melibatkan seluruh kementerian/lembaga terkait yang memang
memiliki basis program sesuai yang dibutuhan juga peran aktif dari sektor swasta dan
masyarakat. Selain dukungan program dari kementerian/lembaga, daerah tertinggal juga
mencakup wilayah perbatasan, perdesaan, dan transmigrasi. Ketiga hal ini juga memiliki
penanganan tersendiri dalam pembangunannya. Terlebih wilayah kabupaten yang
ditetapkan sebagai daerah tertinggal, mencakup beberapa desa tertinggal. Kebijakan dana
desa yang bergulir pada saat ini dapat menjadi stimulus untuk meningkatkan status desa
tertinggal tersebut yang nantinya diharapkan dapat menyelesaikan problem ketertinggalan
di suatu kabupaten.

Beragamnya aspek pembangunan wilayah di daerah tertinggal tentunya merupakan


suatu peluang untuk mempercepat pengentasan ketertinggalan. Kabupaten yang ditetapkan
sebagai daerah tertinggal tidak hanya mendapat treatment sebagai daerah tertinggal saja,
tetapi juga sebagai wilayah perbatasan, transmigrasi, dan/atau perdesaan. Upaya
pembangunan daerah tertinggal haruslah terkoneksi sebagai suatu sistem pembangunan
yang sinergis.

Sinergitas yang dibangun dapat dimulai dari tiga hal, yang pertama ialah penyatuan
basis data kriteriaketertinggalan suatu daerah. Penyatuan data dipandang sebagai hal yang
sangat penting dan fundamental. Dari data tersebut, dapat digunakan untuk memetakan
permasalahan yang ada, mengetahui sebaran wilayah permasalahan, dan program apa yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kedua, peningkatan koordinasi
antar kementerian/lembaga dalam menangani ketertinggalan daerah. Dengan program dan
anggaran yang dimiliki kementerian/lembaga, didukung basis data bersama, maka
treatment yang diberikan kepada daerah tertinggal dapat tepat sasaran, efisien, dan
berkesinambungan. Ketiga, mendorong peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan
juga iklim usaha di daerah tertinggal.

Peningkatan kapasitas sumber daya manusia akan mendukung iklim usaha dengan
basis masyarakat lokal sebagai penggerak perekonomian setempat. Bergulirnya roda
perekonomian di daerah tertinggal dapat meminimalisir faktor ketertinggalan di daerah

27
tersebut. Sedangkan untuk mendorong iklim usaha, pemerintah dapat menggulirkan
kebijakan atau regulasi khusus yang bersifat afirmatif untuk memudahkan dunia usaha
maupun iklim investasi di daerah tertinggal, seperti pembentukan Kawasan Ekonomi
Khusus. Selain itu, pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal dapat dilakukan
dengan memperhatikan pendekatan keterkaitan antarwilayah terhadap pusat-pusat
pertumbuhan wilayah. Dalam hal ini, pusat pertumbuhan berfungsi sebagai lokomotif
dalam pengembangan potensi ekonomi daerah tertinggal yang merupakan penyangga
aglomerasi pertumbuhan pusat kegiatan yang sudah ada. Sehingga, tercipta integrasi
pembangunan antar wilayah yang menekan disparitas kesejahteraan di setiap daerah.

Oleh karena itu, pembangunan yang terkoneksi dan sinergi dapat mewujudkan target
pengentasan dan menjawab kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal. Program dan
sumber daya anggaran di kementerian/lembaga dapat dioptimalkan menuju pembangunan
yang efektif dalam menjawab permasalahan, bukan program yang hanya berujung pada
serapan anggaran.

Selanjutnya terdapat NAWAKERJA PRIORITAS dimana terdapat sembilan program


yang merupakan target—target utama jangka pendek dari kementerian (Menteri Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi) selama 5 tahun kedepan yaitu tahun
2014-2019, antara lain:

1. Peluncuran “Gerakan Desa Mandiri” di 5.000 desa pada tahun 2015;

2. Pendampingan dan Penguatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat desa


dengan menyediakan tenaga pendamping sebanyak 84.000 orang;

3. Pembentukan dan pengembangan 5.000 BUMDES;

4. Revitalisasi Pasar Desa di 5.000 desa/kawasan perdesaan;

5. Pembangunan Infrastruktur jalan pendukung pengembangan produk unggulan di


5.000 Desa Mandiri;

6. Penyiapan implementasi penyaluran Dana Desa Rp. 1,4 miliar per desa secara
bertahap;

7. Penyaluram Modal bagi Koperasi/UKM di 5.000 Desa;

8. Pilot project sistem pelayan publik jaringan koneksi online di 5.000 Desa;

9. “Save Villages” di daerah perbatasan dan pulau-pulau terdepan, terluar dan


terpencil.

28
8. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Pembangunan Daerah Tertinggal

Untuk mewujudkan keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan daerah


tertinggal, maka dalam pelaksanaannya menerapkan prinsip-prinsip pelaksanaan
pembangunan sebagai berikut.

a. Berorientasi pada masyarakat ( people center oriented ).

Masyarakat di daerah tertinggal adalah pelaku sekaligus pihak yang mendapatkan


manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu, program pembangunan daerah
tertinggal diarahkan untuk membiayai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
praktis dan strategis masyarakat, yang hasil (output) dan dampaknya (outcome) dapat
dirasakan langsung oleh masyarakat setempat.

Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia lebih menekankan


kepada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam
sejarah penjajahan dan posisinya dalam tata ekonomi internasional. Karena itu pendekatan
ini berpendapat bahwa masyarakat harus menggugat struktur dan situasi keterbelakangan
secara simultan dalam berbagai tahapan. Secara lebih tajam, Korten menyatakan bahwa
konsep pembangunan berpusat pada manusia memandang inisiatif dan kreatifitas dari
rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang utama dan memandang kesejahteraan
material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan.

Selanjutnya Korten mengemukakan tiga tema penting yang dianggap menentukan bagi
konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada manusia, yaitu:

1. Penekanan akan dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin


guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri;

2. Kesadaran bahwa walaupun sektor modern merupakan sumber utama bagi


pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sektor tradisional menjadi sumber utama
bagi kehidupan sebagai besar rumah tangga miskin;

29
3. Kebutuhan akan kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun
kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan
swadaya berdasarkan sumber-sumber daya lokal.

Manusia dan lingkungan merupakan variabel endogen yang utama, yaitu sebagai titik
tolak bagi perencanaan pembangunan, sehingga perspektif dasar dan metode analisis dalam
pendekatan pembangunan ini adalah Ekologi Manusia, yaitu kajian mengenai interaksi
antara sistem manusia dan ekosistemnya. Pendekatan ini juga mempersoalkan dua asumsi
yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi; pertama, bahwa
pembangunan dengan sendirinya membantu setiap orang, dan kedua, bahwa masyarakat
ingin diintegrasikan dalam arus utama suatu pembangunan model barat, dimana mereka
tidak punya pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang bagaimanakah yang
sebenarnya mereka inginkan.

Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan, dalam pendekatan


pembangunan yang berpusat pada manusia dibedakan antara strategi jangka panjang
dengan strategi jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk mengeliminasi
bahkan menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas dan bangsa. Prasarat dasar bagi
proses ini juga termasuk pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan
neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, dan kontrol
yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan-perusahaan multinasional
(multinational corporations). Sedangkan strategi jangka pendek didefinisikan sebagai
kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi berbagai krisis yang sedang
berlangsung, dengan membantu masyarakat dalam produksi pangan melalui peningkatan
diversifikasi pertanian, sebagaimana juga kesempatan kerja di sektor formal dan informal.

Dengan demikian, pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia berupaya


membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat subordinasi mereka melalui
organisasi-organisasi lokal secara bottom-up. Oganisasi yang dianggap paling efektif
adalah organisasi yang bermula dengan kebutuhan praktis masyarakat yang konkrit, yang
berkaitan dengan persoalan kesehatan, ketenagakerjaan dan penyediaan pelayanan dasar,
tetapi yang dapat memanfaatkan isu-isu tersebut sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan
strategis masyarakat dalam suatu konteks sosial politik tertentu.

30
b. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat (socially accepted)

Kegiatan pembangunan daerah tertinggal harus berdasarkan kebutuhan daerah dan


masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan asas pemerataan. Dengan demikian
diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang optimal dan tanggung jawab secara
penuh terhadap program pembangunan daerah tertinggal. Karena selama ini banyak
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah bukanlah berdasarkan kebutuhan masyarkat
melainkan lebih kepada hasil kepentingan politik yang hnya menguntungkan pihak-pihak
tertentu sehingga selama ini pembangunan tidak pernah sukses.

Hal ini dikarenakan juga massyarakat yang merasa tidak membutuhkan hasil
pembanguanan tersebut malah emngabaikan hasil pembangunan bahkan cenderung
merusak diakrenakan masyarakat mersa usaha mereka untuk menyampaikan aspirasi
kebutihan melalui musrembang yang mereka perjuangkan menjadi percuma karena selalu
kalah dalam pembahasan di tingkat yang lebih tinggi.

c. Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat (culturally appropriate).

Pengembangan kegiatan yang berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat


perlu memperhatikan adat istiadat dan budaya yang telah berkembang sebagai suatu
kearifan tradisional (traditional wisdom) dalam kehidupan masyarakat setempat dan
memperkaya khasanah budaya bangsa. Hal ini dikarenakan masyarakat indonesia sampai
saat ini masih memegang teguh adat istiadat dan budaya leluhuhrnya terutama di daerah
pedesaan dan masyarakat indonesia mayoritas masih bertempat tinggal di daerah pedesaan.

Jika pemeriintah melaksanakn pembangunan yang tidak sesuai dengan budayaa dan
adat istiadat apa lagi bertolak belkang dapat kita pastikan bahwa pembangunan tersebut
tidak akan sukses dan pemerintah dianggap gagal menjalankan fungsi pembangunannya.

d. Berwawasan lingkungan (environmentally sound)

Pelaksanaan kegiatan dalam program pembangunan daerah tertinggal harus


berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini
mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan
budaya masyarakat di daerah yang bersangkutan, baik untuk jangka pendek, menengah,

31
dan panjang. Hal ini dilakukan demi keberlangsungan hidup orang banyak dan untuk
generasi keddepannya jangan sampai pembanunan yang pemerintah lakukan saat ini malah
menghasilkan lebih banyak kerusakan di masa yang akan datanng yang akan merugikan
negara, pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Contoh freeport dan lapindo.

e. Tidak diskriminatif (non discriminative)

Dalam pelaksanaan kegiatan di daerah tertinggal tidak diskriminatif, baik dari segi
suku, agama, ras, dan antargolongan. Prinsip ini digunakan agar kegiatan pembangunan
daerah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu. Jika dalamm pembangunan
pemerintah masih ada unsur SARA maka pemerintah sangat salah karena kita ketahui
bersama bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural dan hal seeprti ini dapat menciptakan
perselisihan bahkan perpecahan berbangsa dan bernegaara.

9. Sumber Pendanaan Pembangunan Daerah Tertinggal

Berikut adalah beberapa sumber pendanaan pembangunan daerah tertinggal,


diantaranya:
1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Pembangunan daerah tertinggal membutuhkan dukungan semua sektor terkait, untuk


itu diharapkan kementerian dan lembaga pemerintah di tingkat pusat mengalokasikan
anggarannya ke daerah tertinggal melalui dana dekonsentrasi dan dana pembantuan.

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Pembangunan daerah tertinggal pada hakekatnya menjadi tanggung jawab pemerintah


daerah, untuk itu pemerintah daerah wajib memprioritaskan pengalokasian dananya untuk
mengatasi ketimpangan daerahnya baik melalui APBD propinsi: subsidi daerah bawahan
(tugas pembantuan) maupun APBD kabupaten tugas pembantuan ke desa.

3. Dana Alokasi Khusus (DAK)

Dana alokasi khusus diprioritaskan untuk mengatasi kesenjangan pembangunan di


daerah tertinggal. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.

32
4. Dana Swasta dan Masyarakat

Untuk daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam besar, sumberdana dapat
diperoleh dari dana kapitalisasi sumberdaya alam dan investasi dunia usaha/swasta.

5. Dana Penerimaan Lain yang Sah

Dana-dana yang belum termasuk diatas dapat dijadikan untuk pembangunan daerah
tertinggal baik yang dikelola langsung oleh masyarakat, lembaga non pemerintah, maupun
pemerintah dan pemerintah daerah.

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014) telah menetapkan "daerah tertinggal, terdepan,
terluar, dan pascakonflik" sebagai salah satu prioritas nasional pembangunan dari sebelas
prioritas nasionalyang ada, yaitu (1) reformasi birokrasi dan tata kelola; (2) pendidikan; (3)
kesehatan; (4) penanggulangan kemiskinan; (5) ketahanan pangan; (6) infrastruktur; (7)
iklim investasi dan bisnis; (8) energi; (9) lingkungan hidup dan pengelolaan bencana; (10)
daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik; dan (11) kebudayaan, kreativitas, dan
inovasi teknologi.

Dalam RPJMN disebutkan bahwa substansi inti program aksi untuk daerah tertinggal
yaitu adanya pengentasan daerah tertinggal di sedikitnya 50 kabupaten paling lambat 2014.
Untuk mencapai hal tersebut sasaran-sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam
5 (lima) tahun (2010-2014) adalah:

• Meningkatnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal sebesar 6,6


persen pada tahun 2010 menjadi 7,1 persen pada tahun 2014

• Berkurangnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal pada tahun 2010


sebesar 18,8 persen menjadi 14,2 persen pada tahun 2014

• Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia di daerah tertinggal yang ditunjukkan


oleh peningkatan indeks pembangunan manusia (IPM) pada tahun 2010 sebesar 67,7
menjadi 72,2 pada tahun 2014.

33
Berbagai upaya dari kementerian/lembaga (sektor) terkait tentunya telah dilakukan
dibawah koordinasi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT). Dari upaya-
upaya tersebut tentu sudah ada keberhasilan yang dicapai, namun tentu tidak menutup
kemungkinan masih adanya target-target yang belum tercapai.

Salah satu yang belum banyak disentuh adalah persoalan ketenagakerjaan. Kalau kita
mau jujur, ketiga sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal dalam RPJMN sangatlah
terkait (digunakan kata terkait untuk menggantikan kata tergantung) kepada keberhasilan
penanganan ketenagakerjaan. Sehingga menjadi sangat wajar jika dalam sisa waktu
Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II tumbuh kesadaran untuk menjadikan Ketenagakerjaan
sebagai prioritas kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal. Penjelasannya
sederhana.

1. Pengurangan Persentase Penduduk Miskin

Untuk Percepatan Penanggulangan Kemiskinan telah dikeluarkan Peraturan Presiden


Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010. Disadari bahwa kemiskinan merupakan
permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan langkah-langkah penanganan dan
pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam rangka mengurangi beban dan
memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui pembangunan inklusif,
berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang bermartabat.

Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan 1) mengurangi


beban pengeluaran masyarakat miskin; 2) meningkatkan kemampuan dan pendapatan
masyarakat miskin; 3) mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan
Kecil; 4) mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

Adapun program percepatan penanggulangan kemiskinan terdiri dari: 1) Kelompok


program bantuan sosial terpadu berbasis keluarga, bertujuan untuk melakukan pemenuhan
hak dasar, pengurangan beban hidup, dan perbaikan kualitas hidup masyarakat miskin; 2)
Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat,
bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat
miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
pemberdayaan masyarakat; 3) Kelompok program penanggulangan kemiskinan berbasis

34
pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, bertujuan untuk memberikan akses dan
penguatan ekonomi bagi pelaku usaha berskala mikro dan kecil; 4) Program-program
lainnya yang baik secara langsung ataupun tidak langsung dapat meningkatkan kegiatan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin

2. Dukungan DAK SPDT terhadap BUMDES dalam mengembangkan perekonomian


desa

Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) memiliki Dana Alokasi


Khusus sebagai salah satu sumber pendanaan pembangunan di 183 daerah tertinggal yaitu
Dana Alokasi Khusus Bidang Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal (DAK SPDT).

Diantara lembaga yang diberi peluang oleh Petunjuk Teknis Pemanfaatan DAK SPDT
untuk mengelola sarana dan prasarana adalah BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
Namun Lembaga ini tampaknya belum banyak dipilih oleh Pemerintah Daerah. Hal ini bisa
juga karena di daerah tertinggal belum banyak berdiri BUMDes. Diantara yang sedikit,
Kabupaten Sumbawa termasuk daerah tertinggal yang memberikan kepercayaan
pengelolaan sarana/prasarana DAK SPDT kepada BUMDes. Dalam hal ini dikelola oleh
BUMDes “Marijama”, Desa Jotamberu, Kecamatan Empang, Kabupaten Sumbawa.
BUMDes “Marijama” bekerjasama dengan Kelompok Masyarakat “Parayu Ati” mengelola
mobil pick-up bantuan DAK SPDT.

Keberadaan BUMDes diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah, PP No. 72 tentang Desa, dan Permendagri No. 39 Tahun 2010 tentang Badan
Usaha Milik Desa.

Banyak daerah sesunguhnya yang telah mengembangkan BUMDes. Dalam hal ini
BUMDes telah banyak diberi kesempatan untuk mengelola aset desa s eperti: pasar,
kawasan pariwisata, air bersih, dan listrik perdesaan. Pengusaha (swasta dan BUMN) juga
banyak yang menjadikan BUMDes sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan CSR
(Corporate Social Responsibility) atau PKBL (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan).

Semangat pengembangan BUMDes disamping karena adanya amanat undang-undang,


juga karena adanya keinginan menata kelembagaan ekonomi di tingkat desa yang saat ini

35
diramaikan oleh banyaknya lembaga di tingkat desa yang bersifat ad-hock bentukan
kementerian/lembaga dalam rangka menjawab kebutuhan pragmatis penangan suatu
proyek.

BUMDes juga bisa menjadi garda depan dalam menjaga dan mengelola aset-aset desa
sehingga lebih berdayaguna dan memberi manfaat kepada masyarakat.

Menurut catatan Aris Ahmad Risadi (2012) dalam bukunya yang berjudul "BUMDes:
Wahana Baru Pengembangan Ekonomi Lokal melalui Peran Optimal Pemerintah Desa,
Masyarakat, dan Swasta" disebutkan bahwa Pemerintah telah dan terus berupaya
membangun perdesaan melalui berbagai program pemberdayaan masyarakat yang bersifat
reguler ataupun ad-hock. Program-program pemberdayaan masyarakat digulirkan melalui
berbagai skema oleh kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah yang di antaranya
diwujudkan melalui penyaluran dana bergulir kepada Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
yang dibentuk secara khusus (ad-hock). Kondisi ini telah melahirkan banyak Lembaga
Keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi (LKMB3K) di desa dengan berbagai
nama yang kalau dilihat dari legalitasnya, LKM ini belum berbadan hukum. Dari data resmi
Kementerian Dalam Negeri (2010), diperkirakan LKMB3K di Indonesia berjumlah lebih
dari 61.400 unit. Investasi yang dikeluarkan untuk membangun model kelembagaan
perekonomian ad-hock di desa semacam itu tentu sangat besar, apalagi sesungguhnya pola-
pola tersebut sudah dilakukan sejak era Orde Baru. Namun sangat disayangkan, ternyata
LKM-LKM tersebut banyak yang berguguran.

Sebagai inisiasi awal, banyak kegiatan BUMDes yang masih terfokus pada pelayanan
jasa keuangan mikro. Terlebih bagi daerah yang sedari awal meniatkan pendirian
BUMDes-nya sebagai upaya melanjutkan program pemberdayaan masyarakat dengan
membentuk unit simpan pinjam. Namun demikian, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang BUMDes, di samping dapat membuka unit jasa
keuangan mikro, BUMDes juga dimungkinkan membuka unit kerja yang menggarap sektor
riil untuk menggali potensi alam maupun sumber daya manusia di desa.

3. Pembiayaan Pembangunan Kawasan dan Desa Tertinggal Melalui Dana CSR

36
Selama ini pembangunan prasarana dan sarana di berbagai daerah belum optimal
karena keterbatasan dana pemerintah dan luasnya wilayah yang harus dijangkau. Sebagai
akibat dari kondisi ini, masih banyak wilayah yang belum terjangkau oleh kegiatan
pembangunan dan pelayanan pemerintah secara memadai, khususnya kawasan timur
Indonesia (KTI), daerah perbatasan, dan wilayah tertinggal lainnya. Ketidakmerataan
persebaran penanaman modal dan keterbatasan jaringan prasarana dan sarana, berpengaruh
pada kecepatan kemajuan pembangunan sosial ekonomi di setiap daerah. Demi terciptanya
pemerataan kesejahteraan, pertumbuhan penduduk serta pertumbuhan ekonomi maka harus
diadakan pembangunan terhadap desa dan kawasan tertinggal sehingga diharapkan tidak
adanya lagi ketimpangan antara kawasan perkotaan dengan kawasan tertingal.

Pengelompokan Tipologi untuk Desa Terpencil didasarkan pada kriteria penilaian desa
terpencil yang telah dijelaskan terdahulu. Berdasarkan simulasi terhadap penilaian kriteria-
kriteria tersebut, maka dapat dirumuskan pengelompokan tipologi untuk Desa Terpencil
adalah terpencil karena ketiadaan sarana aksesibilitas,terpencil karena jarak,terpencil
karena isolasi geografis dan terpencil karena alasan khusus.

Penanganan pemerataan pengembangan perdesaan tidaklah mudah, ada banyak desa


tertinggal yang perlu ditangani ada beberapa permasalahan yang dihadapi dalam
mengembangkan kawasan tertinggal dan perbatasan seperti : prioritas pembangunan
daerah lebih banyak ditujukan kepada wilayah-wilayah yang berpenduduk padat dan
mudah terjangkau, terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah daerah dalam
melaksanakan pembangunan, terutama pada kawasan-kawasan yang terisolir dan
tertinggal, terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan serta sumber daya manusia,
belum adanya perhatian dari pelaku ekonomi swasta atau investor, baik yang berasal dari
daerah itu sendiri maupun dari luar dan lainnya.

Saat ini tercatat masih ada 183 Kabupaten yang diketegorikan tertinggal dari total 524
kabupaten dan 27 dari kabupaten tertinggal merupakan daerah perbatasan. Menurut
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) membutuhkan dana sebesar 300
triliun rupiah per tahun untuk membangun daerah tertinggal. Anggaran itu belum termasuk
untuk membangun daerah perbatasan yang tertinggal yang diperkirakan perlu dana 150
triliun rupiah untuk memajukannya.

37
Suatu daerah menuliskan P3D (personil, peralatan,pembiayaan dan dokumen)
daerahnya untuk mengetahui kebutuhan pembangunan yang akan dilakukan. Desa – desa
tertinggal membuat P3D yang kemudian akan dijawab oleh pemerintah daerah
menggunakan instrumen- instrumen pembiyayaan yang bersumber dari APBD. Namun,
pembiayaan belum dapat sepenuhnya ditangani oleh APBD sehingga dibantu oleh
pemerintah pusat dalam APBN.

Hal ini tercantum dalam KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA No. 39


TAHUN 2001 tentang penggunaan dana kontijensi untuk bantuan pengalihan personil,
peralatan,pembuayaan dan dokumen (P3D). Dana yang diperlukan dalam pembangunan
kawasan tertinggal tidaklah sedikit sehingga diperlukan sumber-sumber pembiayaan dan
strategi pembiayaan yang maksimal.

Sementara ini pembiayaan untuk melaksanakan Pembangunan Desa Terpencil, Desa


Tertinggal dan Pulau-Pulau Kecil dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Alokasi
Khusus (DAK), dan Dana Swasta dan Masyarakat. Namun, pembiayaan yang diberikan
pemerintah (konvensional) tidak selamanya dapat mengatasi kebutuhan dana karena
adanya keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah pusat sehingga tidak dapat menjawab
semua P3D yang di berikan desa tertinggal maka diperlukan strategi pembiayaan lainnya.

CSR merupakan salah satu potensi sumber pembiayaan yang dapat dimanfaatkan,
menurut menteri Pembangunan Daerah Tertinggal banyak perusahaan di Indonesia yang
dapat diminta untuk bekerjasama dalam mengarahkan dana tanggung jawab sosial
perusahaan (corporate Cocial Responcibility) untuk pendanaan pembangunan daerah-
daerah yang tertinggal.

Pendanaan terhadap kawasan tertinggal harus dikoordinir dengan baik agar pendanaan
tersebut tepat sasaran dan dapat menutupi kekurangan pendanaan yang bukan prioritas
pembangunan yang dianggarkan oleh pemerintah, seperti pendanaan Unit Kegiatan
Masyarakat guna mengebangkan keterampilan dan membuka lapangan kerja di desa
tersebut, pembangunan jalan poros yang sangat penting dalam mobilitas kegiatan ekonomi
masyarakat desa, serta pembangunan fasilitas, hal ini beberapa contok kegiatan

38
pembangunan yang bisa dikembangkan melalui dana CSR. Anggaran dana yang terbatas
harus dimanfatkan secara optimal dengan memberikan strategi-strategi penanganan yang
tepat dan menghitung keberlangsungan program dengan cermat pula agar pembiayaan tepat
sasaran dantidak terjadi tumpang tindih antar sumber pembiayaan dan diperlukan kontrol
kelangsungan hasil pembangunan yang baik.

10. Pandangan Masyarakat Daerah Tertinggal Terhadap Pendidikan

Pendidikan merupakan hal yang pertama dilakukan untuk meningkatkan kualitas


sumber daya manusia. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan perilaku
seseorang atau kelompok dalam upaya mendewasakan manusia melalui pengajaran dan
pelatihan, proses, cara mendidik. Kondisinya pendidikan menjadi hal yang paling sering
dibahas, karena lewat pendidikanlah sesuatu perubahan dimulai. Penciptaan generasi muda
yang memiliki kemampuan ilmu pengetahuan yang dengan ilmu pengetahuan itu dapat
melakukan pembangunan di segala bidang merupakan alasan umum mengapa pendidikan
menjadi begitu penting.

Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar
dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-
kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.

39
Menurut Ki Hajar Dewantoro di dalam buku pengantar ilmu pendidikan menyatakan
bahwa, “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter, pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan kehidupan
anak didik selaras dengan dunianya”. Dalam pendidikan tidak terlepas dari sistem
pembelajaran. Bagian suatu sistem yang melaksanakan fungsi untuk menunjang usaha
mencapai tujuan sistem disebut komponen. Dengan demikian, jelaslah bahwa sistem itu
terdiri atas komponen – komponen dan masing – masing komponen itu mempunyai fungsi
khusus. Semua komponen dalam sistem pembelajaran haruslah saling berhubungan satu
sama lain. Sebagai misal dalam proses pembelajaran di sajikan penyampaian pesan melalui
media, maka diperlukan adanya aliran listrik untuk membantu memberikan sinar. Jika
aliran listrik tidak berfungsi, akan menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melangsungkan
pembelajaran. Dengan dasar inilah, pendekatan sistem dalam pembelajaran memerlukan
hubungan antara komponen yang satu dengan lainnya.

Berbagai permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan


nasional, khususnya di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai
perjalanan pendidikan di Indoensia. Di suatu daerah tertinggal masih banyak dijumpai
kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang
masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagain daerah, khususnya
daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai.
Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasai wajah pendidikan kita di daerah permasalahan
seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah
tertinggal atau tertinggal, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di
Indoensia.

Di suatu daerah tertinggal masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum
terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah
kekurangan guru, walaupun pada sebagain daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan
guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang
menghiasai wajah pendidikan kita di daerah tertinggal.

Sarana komunikasi yang kurang baik dan jauhnya daerah dari pusat pemerintahan
menjadi salah satu penyebab tertinggalnya daerah dari pembangunan pendidikan.

40
Pemberlakuan Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah mengisyaratkan
pada kita mengenai perkembangan daerah-daerah dengan suasana yang lebih kondusif dan
demokratis. Namun ternyata hal ini juga berimbas pada pendidikan.

Sebenarnya, masih banyak daerah yang belum siap menerima kebijakan pemerintah
yang baru yang menyerahkan kebebasan pada pemerintah daerah untuk mengatur
pendidikan yang selama ini selalu berbasis pada pemerintah pusat. Hal ini dapat terlihat
dari ketidaksiapan daerah yang tertinggal dalam menghadapi situasi ini. Terlihat dari sarana
dan prasarana yang kurang memadai seperti akses jalan menuju sekolah, bangunan sekolah
yang rapuh, serta buku-buku yang digunakan dalam mengajar.

Hal tersebut berhubungan erat dengan masalah dana yang kurang tersedia di setiap
daerah. Ini menjadi masalah yang mendasar bagi pemerintah daerah, kecuali jika
pemerintah pusat dapat membantu mereka mengatasi masalah ketersediaan dana ini. Yang
kedua adalah masalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang belum memadai. Tidak hanya
mengenai kuantitasnya namun juga kualitasnya yang jauh dibawah standar kelayakan.
Masih terdapat beberapa daerah yang SDM nya masih belum memadai dan mengerti
bagaimana konsep pendidikan yang sebaiknya diterapkan. Terlihat juga dari tenaga
pengajar yang kebanyakan honorer. Banyak dari tenaga pengajar tersebut merupakan
relawan yang bersedia membantu mengajar .

Pendidikan hingga tahun 2005 menunjukkan, bangunan SD dan SMP di daerah


tertinggal di Sumatera Utara berjumlah 9.735 unit, dengan 63.997 kelas. Sedangkan jumlah
siswa sebanyak 2.002.371 orang. Sedangkan jumlah tenaga guru yang ada sebatas 84.241
orang.

Beberapa daerah yang tertinggal mempunyai Anggaran Pendapatan Asli Daerah


(PAD) yang sangat rendah, hal ini menyebabkan mereka merasa sangat berat untuk dapat
menyelenggarakan pendidikan dengan layak. “Karena anggarana Pendapatan Asli Daerah
(PAD) mereka sangat rendah, beberapa daerah yang selama ini kita kenal dengan daerah
tertinggal merasa keberatan untuk langsung menerima beban kewenangan kebijakan
desentralisasi pendidikan ini. Pembiayaan pembangunan yang mereka lakukan selama ini

41
banyak ditunjang oleh pusat atau propinsi. Pendapatan asli daerah mereka tergolong masih
sangat rendah” (Chan, Sam, 2006)

Masalah lain, yaitu masyarakat daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau
takut terhadap upaya pembaruan. Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba
mekanisme sering dianggap para pengajar sebagai sebuah malapetaka atau setidaknya
menjadi beban yang cukup berat untuk mereka. Serta LSM yang bergerak di bidang
pendidikan masih kurang.

11. Upaya Mengatasi Ketertinggalan Pendidikan Di Daerah Tertinggal

Cara melaksanakan pendidikan sudah tentu tidak terlepas dari tujuan pendidikan,
sebab pendidikan yang dimaksud di sini ialah pendidikan yang dilakukan di bumi untuk
kepentingan bangsa. Aspek ketuhanan sudah dikembangkan dengan banyak cara seperti
melalui pendidikan-pendidikan agama di sekolah maupun di perguruan tinggi, melalui
ceramah-ceramah agama di masyarakat, melalui kehidupan beragama di asrama-asrama,
lewat mimbar-mimbar agama dan ketuhanan di televisi, melalui radio, surat kabar dan
sebagainya. Bahan-bahan yang diserap melalui media itu akan berintegrasi dalam rohani
para siswa/mahasiswa.

Pengembangan pikiran sebagian besar dilakukan di sekolah-sekolah atau perguruan-


perguruan tinggi melalui bidang studi-bidang studi yang mereka pelajari. Pikiran para
siswa/mahasiswa diasah melalui pemecahan soal-soal, pemecahan berbagai masalah,
menganalisis sesuatu serta menyimpulkannya. Seperti yang telah kita ketahui, kualitas
pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Hal ini terbukti dari kualitas guru, sarana
belajar, dan murid-muridnya. Guru-guru tentuya punya harapan terpendam yang tidak
dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Memang, guru-guru saat ini kurang kompeten.
Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan
dana. Kecuali guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru.
Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki pengalaman yang dalam
mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Belum lagi masalah gaji guru. Jika fenomena ini

42
dibiarkan berlanjut, tidak lama lagi pendidikan di Indonesia akan hancur mengingat banyak
guru-guru berpengalaman yang pensiun.

Sarana pembelajaran juga turut menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan di


Indonesia, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang. Namun, bagi penduduk di daerah
terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang benar-benar dipakai buat
hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak belajar secara
normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya, antara lain guru dan sekolah.

❖ Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan

Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan secara
umum, yaitu:

• Efektifitas Pendidikan

• Efisiensi Pengajaran

• Standardisasi Pendidikan

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan
dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas
pendidikan sebagai berikut :

1. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan
tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak
memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung
sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

2. Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum


memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan

43
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

3. Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai
misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional
sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004),
siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi
matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini
prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga
yang terdekat.

4. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data
Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen
Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada
tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori
tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta
siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan
pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya
manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan
pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

5. Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.
Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT)
membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang
miskin tidak boleh sekolah.

44
Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang Badan Hukum Pendidikan
(RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik publik ke bentuk Badan Hukum
jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis amat besar. Dengan perubahan status itu
Pemerintah secara mudah dapat melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan
warganya kepada pemilik badan hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi
Negeri pun berubah menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN
dan MBS adalah beberapa contoh kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri
berdampak pada melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.

Dari APBN 2005 hanya 5,82% yang dialokasikan untuk pendidikan. Bandingkan
dengan dana untuk membayar hutang yang menguras 25% belanja dalam APBN
(www.kau.or.id). Rencana Pemerintah memprivatisasi pendidikan dilegitimasi melalui
sejumlah peraturan, seperti Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan
Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan
Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Penguatan pada privatisasi pendidikan itu,
misalnya, terlihat dalam Pasal 53 (1) UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Dalam pasal itu disebutkan, penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal
yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

❖ Solusi dari Permasalahan-permasalahan Pendidikan di Indonesia

Untuk mengatasi masalah-masalah di atas, secara garis besar ada dua solusi yang dapat
diberikan yaitu:

Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan.

Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait
langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas
guru dan prestasi siswa.

Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis


untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di
samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai

45
guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai
pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi
solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-
alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.

Adapun solusi yang dapat diberikan dari permasalahan di atas antara lain dengan
mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, dan
meningkatkan kualitas guru serta prestasi siswa.Perkembangan dunia di era globalisasi ini
memang banyak menuntut perubahan kesistem pendidikan nasional yang lebih baik serta
mampu bersaing secara sehat dalam segala bidang. Salah satu cara yang harus di lakukan
bangsa Indonesia agar tidak semakin ketinggalan dengan negara-negara lain adalah dengan
meningkatkan kualitas pendidikannya terlebih dahulu.

Dengan meningkatnya kualitas pendidikan berarti sumber daya manusia yang terlahir
akan semakin baik mutunya dan akan mampu membawa bangsa ini bersaing secara sehat
dalam segala bidang di dunia internasional

46
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Kriteria sebuah daerah tertinggal adalah berdasarkan kondisi sosial, budaya, ekonomi dan
wilayah (fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek lingkungan, aspek manusianya,
maupun prasarana pendukungnya) kurang berkembang dibandingkan daerah lain.

Pandangan masyarakat desa di daerah tertinggal cenderung lebih berorientasi pada hal
materiil, yaitu lebih menyukai jika anak-anaknya bekerja membantu orang tua daripada
harus belajar di sekolah. Mungkin hal inilah yang menyebabkan masyarakat desa di
daerah tertinggal.

Masyarakat daerah tertinggal adalah masyarakat yang gamang atau takut terhadap upaya
pembaruan. Perubahan kurikulum, uji coba model, dan uji coba mekanisme sering
dianggap para pengajar sebagai sebuah malapetaka atau setidaknya menjadi beban yang
cukup berat untuk mereka. Sudah cukup banyak usaha-usaha yang dilakukan pemerintah
dalam menghadapi masalah ketertinggalan daerah selama ini. Salah satunya yaitu
pemerintah mengeluarkan Permen PDT No. 07/ PER/ W-PDT /III/2007 tentang
perubahan strategi pembangunan daerah tertinggal. Ini merupakan implementasi teknis
dari Undang-undang nomor 25 tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan
nasional. Kementrian PDT juga membuat sasaran pembangunan daerah tertinggal yang
terbagi dalam sasaran jangka menengah (RPJMN) dan sasaran jangka panjang (RPJPN).

2. Saran
Daerah tertinggal masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan juga masyarakat
luas. Alangkah baiknya jika dalam pembangunan daerah tertinggal ini pemerintah juga
mengajak masyarakat ikut serta. Mengingat pendidikan merupakan salah satu pilar
penentu bangsa dimasa depan. Sebagai masyarakat, kita harus mengubah pandangan
masyarakat daerah tertinggal tentang pendidikan, hal ini disebabkan karena pendidikan
merupakan pilar penting dalam kehidupan bernegara.

47
Pendidikan juga teramat penting bagi setiap individu. Karena akan beruhubungan
selanjutnya kepada masa depan individu tersebut dan selanjutnya juga akan berpengaruh
pada bangsa dalam waktu mendatang. Penyuluhan mengenai pentingnya pendidikan akan
sangat dibutuhkan. Perbaikan sarana-prasaran harus tetap ditingkatkan.

Pengawasan dana pendidikan harus berjalan transparan. Mengingat telah banyak usaha
yang telah dilakukan pemerintah, dan tingkat kepedulian yang tinggi dari pemerintah
daerah, maka bukan hal yang tidak mungkin bahwa kita sebagai masyarakat dan abdi
Negara untuk melanjutkan program-program tersebut dan menjadikan Indonesia sebagai
Negara yang maju dan terdepan dalam pendidikan.

48
DAFTAR PUSTAKA

Utomo tjipto, Ruijter Kees. 1991. Peningkatan dan Pengembangan Pendidikan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama

Sam Tuti T, Chan Sam M. 2006. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Sastradipoera Koemaruddin. 1989. Kegunaan Konsep Gini dan Konsep Kesenjangan Pendidikan.
Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan

49

Anda mungkin juga menyukai