Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

Ketentuan Pokok Fiqh Muamalah (Pengantar)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fikih Muamalah


Kontemporer dan Dipresentasikan di kelas ES

Oleh:

Indah Putri Adha : 30123023

Ayu Anggina : 30123025

Dosen Pembimbing:

Aidil Alfin, M.Ag. Ph.D

PROGRAM MAGISTER EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SJECH M.DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
TA. 2023/2024
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena


rahmat, taufik, hidayah dan inayah-Nya, makalah Fikih Muamalah Kontemporer
ini dapat diselesaikan, shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan seluruh orang yang senantiasa
mengikuti sunnah beliau. Makalah Fikih Muamalah Kontemporer ini dibuat
berdasarkan kepada panduan dan Garis-garis Besar Program Pengajaran yang
diberikan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Sjech M. Djamil Djambek
Bukittinggi.

Juga saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu


didalam penyusunan materi kuliah ini kami ucapkan terima kasih, karena tanpa
arahan, bimbingan dan motivasi yang diberikan, tentunya belum bisa tersaji
kepada para pembaca, walaupun tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu .

Akhir kata, sebagai karya Makalah Fikih Muamalah Kontemporer yang


baik tentunya memerlukan sebuah celah menyampaian materi, untuk itu saya
dengan segala kerendahan hati menerima masukan demi maksud diatas demi
peningkatan dan pengempurnaan dalam makalah dan pembelajaran ini.

Bukittinggi, 04 Maret 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................2
C. Tujuan Masalah....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. Pengertian Fiqh Muamalah..................................................................4
B. Posisi Muamalah dalam Syariah..........................................................6
C. Fardhu ‘Ain Mempelajari Fiqh Muamalah..........................................7
D. Urgensi Mempelajari Fiqh Muamalah.................................................9
E. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer................11
F. Asas-asas Fiqh Muamalah..................................................................14
G. Prinsip-prinsip Pengembangan dan Reformulasi Fiqh Muamalah
untuk Keuangan Modern....................................................................16
BAB III PENUTUP.......................................................................................23
A. Kesimpulan.........................................................................................23
B. Saran...................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fiqh muamalah merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata
fiqh dan muamalah. Secara etimologi fiqh berarti paham, mengetahui, dan
melaksanakan. Adapun kata muamalah secara etimologi sama dan
semaakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan
suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dalam
memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Muamalah merupakan aktivitas yang lebih pada tataran hubungan
antara sesama manusia yang berbeda dengan ibadah murni (mahdhah)
yang merupakan hubungan vertikal murni antara manusia dengan Tuhan.
Muamalah sebagai aktivitas sosial lebih longgar untu dikembangkan
melalui inovasi transaksi dan produk, maka wajar bila as- Syatibi
mengatakan: "muamalah berarti interaksi dan komunikasi antar orang
antar pihak dalam kehidupa sehari- hari dalam rangka beraktualisasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup.
Fiqh muamalah merupakan suatu bidang fiqh yang memfokuskan
kajian pada hukum-hukum mengenai perbuatan dan hubungan-hubungan
sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa
tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka dengan berpedoman pada syariah.
Adapun ruang lingkup pembahasan fiqh muamalah klasik ini yaitu
para fuqaha membatasi pembicaraan hukum muamalah dalam urusan-
urusan perdata yang menyangkut hubungan kebendaan seperti pengertian
benda dan macam-macamnya, hubungan manusia dengan benda yang
menyangkut hak milik, pencabutan hak milik perikatan tertentu seperti jual
beli, hutang piutang, sewa menyewa dan sebagainya

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Fiqh Muamalah ?
2. Bagaimana Posisi Muamalah dalam Syariah?
3. Apa saja Fardhu ‘Ain Mempelajari Fiqh Muamalah?
4. Apa Urgensi Mempelajari Fiqh Muamalah?
5. Apa Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer?
6. Apa Asas-asas Fiqh Muamalah?
7. Apa Prinsip-prinsip Pengembangan dan Reformulasi Fiqh Muamalah
untuk Keuangan Modern?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Pengertian Fiqh Muamalah
2. Untuk mengetahui Bagaimana Posisi Muamalah dalam Syariah
3. Untuk mengetahui apa saja Fardhu ‘Ain Mempelajari Fiqh Muamalah
4. Untuk mengetahui Urgensi Mempelajari Fiqh Muamalah
5. Untuk mengetahui Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Klasik dan
Kontemporer
6. Untuk mengetahui Asas-asas Fiqh Muamalah
7. Untuk mengetahui Prinsip-prinsip Pengembangan dan Reformulasi
Fiqh Muamalah untuk Keuangan Modern

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Muamalah


Fiqh muamalah merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata
fiqh dan muamalah. Secara etimologi fiqh berarti paham, mengetahui, dan
melaksanakan. Adapun kata muamalah secara etimologi sama dan
semaakna dengan al-mufa’alah (saling berbuat). Kata ini menggambarkan
suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain dalam
memenuhi kebutuhannya masing-masing. Secara terminologi fiqh
muamalah adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan yang
dilakukan oleh manusia dalam hal yang berkaitan dengan hartanya, seperti
jual beli, sewa menyewa, gadai dan lain-lain.1
Sementara itu Muhammad Usman Syubair berpendapat bahwa
muamalah mencakup semua bidang hukum yang mengatur hubungan
manusia yang berkaitan dengan harta benda. Pendapat tersebut didukung
oleh ulama Musthofa Ahmad Zarqa' yang mendifinisikan bahwa fikih
muamalah dengan hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan
manusia dan hubungan sesama manusia dalam urusan kebendaan, hak-hak
kebendaan serta penyelesaian perselisihan.
Muamalah merupakan aktivitas yang lebih pada tataran hubungan
antara sesama manusia yang berbeda dengan ibadah murni (mahdhah)
yang merupakan hubungan vertikal murni antara manusia dengan Tuhan.
Muamalah sebagai aktivitas sosial lebih longgar untu dikembangkan
melalui inovasi transaksi dan produk, maka wajar bila as- Syatibi
mengatakan: "muamalah berarti interaksi dan komunikasi antar orang
antar pihak dalam kehidupa sehari- hari dalam rangka beraktualisasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Muamalah yang dimaksud dalam kajian ini
adalah kegiatan manusia yang berkaitan dengan harta dan kativitas
ekonomi atau bisnisnya yang dilakukan menggunakan akad, baik langsung

1
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018), hal. 6-
7

3
4

maupun tidak seperti jula beli, sewa menyewa, gadai dan


seterusnya". Akad-akad semacam ini secara normatif diatur oleh hukum
Islam yang disebut dengan fikih muamalah.
Pengertian ini memberikan gambaran bahwa muamalah hanya
mengatur permasalahan tentang kehartaan yang muncul dari transaksi
antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan
hukum. Perbedaan pengertian muamalah dalam arti sempit dan luas adalah
dalam cakupannya. Pengertian luas mencakup munakahat, warisan,
politik, pidana dan sebaginya, Sedangkan dalam makna sempit
cakupannya hanya tentang ekonomi (iqtishadiyah).2

B. Posisi Muamalah Dalam Syariah


Istilah fqh muamalah tersusun atas dua suku kata yaitu fiqh dan
muamalah. Kata fiqh berasal dari kata (‫ه‬CC‫)فق‬yang artinya faham dan
mendalam. Bila faham dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat
lahiriyah, maka fiqh berarti faham yang menyampaikan ilmu zhahir
kepada ilmu batin. Dalam hal ini, al-Tirmizi menyebutkan "fiqh tentang
sesuatu" berarti mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya
Dalam definisi di atas, fiqh diibaratkan dengan ilmu karena fiqh itu
semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu
seperti disebutkan di atas, fiqh itu bersifat zhanni. Fiqh adalah apa yang
dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak
bersifat zhanni seperti fiqh. Namun zhan dalam fiqh ini kuat, maka ia
mendekati kepada ilmu, karena dalam definisi ini ilmu digunakan juga
untuk fiqh.
Imam Abu Hanifah mendefinisikan al-fiqh dengan cukup ringkas,
yakni mengetahui hak dan kewajiban diri. Yang dimaksud dengan
mengetahui di sini adalah memahami masalah-masalah parsial dengan
memahami dalilnya terlebih dahulu. Dengan kata lain, kata mengetahui di

2
Muflihatul Bariroh dan Kutbuddin Aibak, Fikih Muamalah Kontemporer, (Tulungagung:
Akademia Pustaka, 2021), hal. 2-3
5

sini maksudnya adalah kemampuan pada diri seseorang yang muncul


setelah melakukan penelitian- penelitian atas beberapa kaidah.
Hanya saja, definisi sangat umum, sehingga masalah- masalah
yang berkenaan dengan aqidah, akhlak, taswauf, dan amal-amal praktis
masuk di dalamnya. Sehingga permasalahan seperti kewajiban beriman,
membersihkan hati, shalat, puasa, jual beli, dan sebagainya masuk dalam
definisi ini. Inilah yang dinamakan al-fiqh al-akbar (fiqih besar). Pada
masa Abu Hanifah, definisi umum seperti ini lazim digunakan. Fiqih,
sebagai disiplin ilmu tersendiri, belum terpisah dari ilmu-ilmu syara' yang
lain. Barulah pada periode selanjutnya, ilmu-ilmu tersebut terpisah dan
menjadi disiplin ilmu tersendiri, di mana ilmu kalam khusus membahas
masalah aqidah; ilmu akhlak dan tasawuf membahas masalah intuisi dan
kerja hati seperti zuhud, sabar, ridha, keterlibatan aktif hati ketika shalat;
dan akhirnya ilmu fiqih hanya membahas masalah hukum-hukum praktis
berkenaan dengan kewajiban dan hak manusia.
Selanjutnya, kata muamalah berasal dari (‫ة‬CC‫)المعام‬, yang berarti
saling berbuat atau hubungan kepentingan (seperti jual beli, sewa dan
sebagainya). Kata ini menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-
masing. Adapun istilah fiqh muamalah berarti hukum-hukum yang
berkaitan dengan timdakan hukum manusia dalam persoalan-persoalan
keduniaan. Atau dapat juga diartikan sebagai tafsiran ulama’/mujtahid atas
perintah dan larangan dalam bidang muamalah.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa fiqh muamalah
merupakan suatu bidang fiqh yang memfokuskan kajian pada hukum-
hukum mengenai perbuatan dan hubungan-hubungan sesama manusia
mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa tentang hal-hal
tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dengan
berpedoman pada syariah.
6

Dengan begitu, fiqh muamalah dapat dikatakan sebagai hukum


perdata Islam. Namun fiqh muamalah sebagai hukum perdata Islam lebih
sempit ruang lingkupnya daripada hukum perdata dalam istilah ilmu
hukum pada umumnya. Dalam hukum perdata Islam (fiqh muamalah)
tidak tercakup hukum keluarga. Dalam hukum Islam, hukum keluarga
merupakan cabang hukum tersendiri yang berada di luar hukum perdata
(fiqh muamalah). Fiqh muamalah hanya meliputi hukum benda
(nazhariyyatul amwal wa milkiyyah) dan hukum perikatan (nazhariyyatul
iltizam).3

C. Fardu ‘Ain Mempelajari Fiqh Muamalah


Kegunaan/manfaat ilmu fiqih itu sendiri di dalam muka dimah al-
Iqna’ karangan asy-Syarbaini al-Khathib disebutkan bahwa fungsi ilmu
fiqih adalah untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-
Nya, namun jika boleh menambahkan penjelasan di sini, alangkah lebih
tepatnya jika ditambahkan “untuk menghindari kesalahan dalam
melaksanakan perintah Allah swt dan menjauhi larangan-Nya”, dengan
kata lain ilmu fiqih mempunyai kegunaan, yaitu agar kehidupan seorang
mukmin berjalan dengan benar sesuai yang dituntut oleh Allah swt.
Dengan demikian fungsi akan selaras dengan tujuan. Tidak ragu lagi
bahwa kehidupan manusia meliputi segala aspek. Dan kebahagiaan yang
ingin dicapai oleh manusia mengharuskannya untuk memperhatikan
semua aspek tersebut dengan cara yang terprogram dan teratur. Manakala
fiqih Islam adalah ungkapan tentang hukum-hukum yang Allah syari’atkan
kepada para hamba-Nya, demi mengayomi seluruh kemaslahatan mereka
dan mencegah timbulnya kerusakan di tengah-tengah mereka, maka fiqih
Islam datang memperhatikan aspek tersebut dan mengatur seluruh
kebutuhan manusia beserta hukum-hukumnya. Fiqih muamalah
merupakan bagian dari ilmu fiqih yang berkenaan dengan ibadah

3
Rusdan, Prinsip-prinsip dasar Fiqh Muamalah dan Penerapannya pada Kegiatan
Perekonomian, Vol. XV. No. 2, 2022, hal. 211-216
7

hubungannya antar manusia. Hukum mempelajari fiqih mumalah adalah


suatu keharusan yang tidak dapat ditawar lagi karena setiap aktifitas
manusia tidak lepas dari aspek ini. Oleh karena itu wajib hukumnya
mempe

D. Urgensi Mempelajari Fiqh Muamalah


Ajaran Islam tidaklah terbatas pada perkara ibadah. Sesuatu yang
keliru apabila syariat islam hanya dipandang pada segi ibadah saja. Sebab
syariat Islam itu sangat luas, lengkap dan sempurna, aturan hukum di
dalamnya selain mengatur persoalan penghambaan manusia kepada Tuhan,
juga mengatur persoalan hubungan interaksional antar manusia yang
menunjukkan eksistensi manusia sebagia makhluk sosial. Terdapat rambu-
rambu yang menjadi batasan dalam perilaku manusia untuk melakukan
interaksi sosial termasuk pada aktivitas ekonomi dan bisnis.
Persepsi Islam sebagai agama yang mengatur perkara ritual dan
tidak berperan aktif dalam pembangunan dan pengembangan ekonomi
inilah yang membuat umat Islam mulai melupakan fikih muamalah dalam
ta'lim-nya. Kajian tasawuf berupa tazkiayatun nafs (penyucian jiwa) dan
kajian fikih ibadah menjadi fokus utama yang diusahakan sebaik-baiknya,
namun disisi lain kompetensi fikih muamalah menjadi seadanya. Persepsi
keliru akan eksistensi ekonomi dalam komprehensifnya ajaran Islam, pada
akhirnya membuat sebagian umat Islam menutup mata dan memupuk
ketidakpedulian terhadap aktivitas ekonomi yang dilakukan apakah sesuai
dengan prinsip syariah atau tidak.
Husîn Syahatah menyatakan bahwa fikih muamalah (fikih ekonomi
syariah) memiliki kedudukan yang sangat penting dalam Islam. Tidak ada
manusia yang lepas dari aktivitas ekonomi dalam menjalani kehidupannya.
Oleh sebab itu hukum mempelajari fikih muamalah adalah fardhu 'ain bagi
setiap muslim. Seorang muslim memiliki kewajiban untuk memahami
bagaimana muamalahnya sebagai kepatuhan kepada syariat yang Allah
tetapkan. Apabila tidak memahami perkara muamalah ini, maka tanpa
8

disadari bisa terjerumus kepada sesuatu yang diharamkan maupun


syubhat. Seorang Muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, sudah
seharusnya berusaha keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh
dan dilakukan ikhlas untuk Allah semata.Memahami hukum muamalah
wajib bagi setiap muslim, namun untuk menjadi pakar (ahli ilmu/ulama)
dalam bidang ini hukumnya fardhu kifayah.
Fikih Muamalah diperoleh melalui penelusuran langsung terhadap
al-Qur'an dan Hadits oleh para para fukaha. Melalui kaidah- kaidah
ushuliyah, mereka merumuskan beberapa aturan yang harus dipraktekkan
dalam kehidupan ekonomi umat. Dalam epistemologinya, setelah al-
Qur'an dan hadits, terdapat ijtihad dengan menggunakan rasio atau akal.
Ijtihad merupakan upaya penggunaaan akal untuk memformulasikan dan
menghasilkan produk hukum.
Para ulama bersepakat (konsensus) bahwa muamalah adalah
kebutuhan umat manusia yang sangat penting dan umat Islam mutlak
mengetahui serta memahami hukum muamalah. Ekonomi yang didasarkan
pada syariat Islam, maka ini merupakan bentuk ketaatan kepada Allah
SWT Setiap ketaatan kepada Allah merupakan jalan ibadah (ketaqwaan),
maka menerapkan sistem ekonomi syariah adalah meniti jalan ibadah
(ketaqwaan) kepada Allah SWT.4
Dengan itu, urgensi mempelajari fiqh muamalah terletak pada
beberapa hal, yaitu sebagai berikut:
1. Kehidupan sehari-hari, dimana fiqh muamalah mengatur aspek-aspek
kehidupan sehari-hari, seperti transaksi keuangan, perdagangan, dan
hukum kontrak. Memehami fiqh muamalah membantu individu
menjalankan aktivitas tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip islam.
2. Kesejahteraan Individu dan Masyarakat, dimana penerapan fiqh
muamalah yang tepat dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan

4
Muhammad Syarif Hidayatullah, Urgensi Mempelajari Fikih Muamalah Dalam
Merespon Ekonomi dan Keuangan Kontemporer (Membangun Paradigma Ekonomi Syariah di
Masyaraka), Vol. 5, No. 1, 2021, hal. 44-46
9

individu dan Masyarakat, karena prinsip-prinsipnya menekankan


keadilan, kemaslahatan, dan kesetaraan.
3. Keselarasan dengan Ajaran Islam, dimana islam sebagai agama
lengkap yang memberikan pedoman dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk muamalah. Memehami fiqh muamalah membantu individu
menjalankan aktivitas keuangan dan social sesuai dengan ajaran islam.
4. Pencegahan dari pelanggaean syariah, dimana dengan memahami fiqh
muamlah, individu dapat menghindari praktik-praktik yang
bertentangan dengan prinsip-prinsip islam, seperti riba dan
ketidakadilan dalam transaksi keuangan.
5. Pengembangan Ekonomi Islam, dimana fiqh muamalah juga menjadi
dasar dalam pengemabangan ekonomi islam yang berkelanjutan,
dengan mempromosikan prinsip-prinsip yang sesuai dengan nilai-nilai
islam dalam praktik ekonomi.
6. Pemahaman yang Mendalam, dimana memahami fiqh muamalah
dengan mendalam juga membantu individu menjadi lebih kritis dan
cerdas dalam menilai berbagai transaksi dan Keputusan keuangan,
serta meminimalkan risiko terjadinya kerugian atau ketidakadilan.
Dengan itu mempelajari fiqh muamalah, setiap individu dapat
memastikan bahwa aktivitas keuangan dan sosialnya sesuai dengan
ajaran islam dan memberikan manfaat yang maksimal bagi diri sendiri
dan Masyarakat secara keseluruhan.

E. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Klasik dan Kontemporer


1. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Klasik
Secara sederhana, muamalah dapat diartikan sebaagai pergaulan
hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya
dengan orang-orang lain disekitarnya. Sedangkan hukum muamalah
dapat diartikan sebagai patokan atau aturan hukum yang mengatur
hubungan hak dan kewajiban dalam hidup bermasyarakat.
10

Adapun ruang lingkup pembahasan fiqh muamalah klasik ini yaitu


para fuqaha membatasi pembicaraan hukum muamalah dalam urusan-
urusan perdata yang menyangkut hubungan kebendaan seperti
pengertian benda dan macam-macamnya, hubungan manusia dengan
benda yang menyangkut hak milik, pencabutan hak milik perikatan
tertentu seperti jual beli, hutang piutang, sewa menyewa dan
sebagainya.
2. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah Kontemporer
Fiqh muamalah kontemporer merupakan aturan-aturan Allah SWT
yang wajib ditaati yang mengaatur hubungan manusia dengan manusia
dalam kaitannya dengan ke harta benda dalam bentuk transaksi-
transaksi yang modern.
Ruang lingkup fiqh muamalah kontemporer mencakup masalah-
masalah fiqh yang berhubungan dengan situasi kontemporer (modern),
yaitu sebagai berikut:
a. Persoalan transaksi bisnis kontemporer yang belum dikenal zaman
klasik. Ruang lingkup ini membahas setiap transaksi yang baru
bermunculan padaa saat ini. Seperti uang kertas, saham, obilgasi,
reksadana, MLM, asuransi. Salah satu ini adalah asuransi, asuransi
merupakan pertanggungan dimana perjanjian antara dua pihak, pihak
yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada
pembayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan
jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran, apabila terjadi sesuatu
yang menimpa dirinya atau barang miliknya yang diasuransikan
sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya. Pada zaman klasik
transaksi akad asuransi ini belum ada, walaupun akad ini diqiyaskan
dengan kisah ikhtiar mengikat unta sebelum pergi meninggalkannya.
Akad ini dapat dibenarkan atau diperbolehkan dalam syariat Islam
selama tidak sejalan dengan apa yang diharamkan dan memenuhi
ciri-ciri hukum bisnis syari'ah.
11

b. Transaksi bisnis yang berubah karena adanya perkembangan atau


perubahan kondisi, situasi, dan tradisi/kebiasaan. Perkembangan
teknologi yang semakin cepat dan canggih menghadirkan berbagai
fasilitas dengan berbagai kemudahannya, begitu pula dalam hal
bisnis. Contohnya penerimaan barang dalam akad jual-beli
(possession/qabd), transaksi e-bussiness, transaksi sms.
c. Transaksi Bisnis Kontemporer yang menggunakan nama baru
meskipun A subtansinya seperti yang ada zaman klasik, misalnya
bunga bank yang sejatinya adalah sama dengan riba, jual beli Valuta
Asing. Walaupun Riba telah berganti nama yang lebih indah dengan
sebutan Bunga, namun pada hakikatnya subtansinya tetaplah sama,
dimana ada pihak yang menzhalimi dan terzhalimi, sehingga hukum
bunga sama dengan riba yang telah jelas keharamannya dalam al-
Qur'an.
d. Transaksi bisnis modern yang gunakan beberapa akad secara
berbilang, seperti IMBT, Murabahah Lil Amiri Bisyira. Dalam
lingkup ini membahas bahwa pada masa kontemporer ini ada
beberapa akad yang dimodifikasi dalam suatu transaksi bisnis .5

F. Asas-Asas dan Prinsip-prinsip Pengembangan dan Reformulasi Fiqh


Muamalah untuk Keuangan Moderen
Mereformulasi fiqh muamalah berarti mengaktualkan kembali fiqh
muamalah untuk disesuaikan dengan kehidupan modern, agar kajian fiqh
muamalah bisa sejalan dengan perkembangan zaman. Dalam melakukan
reformulasi fiqh muamalah ini, dibutuhkan sejumlah alat dan disiplin ilmu
syariah serta beberapa prinsip moral agar formulasinya sesuai syariah dan
berada dalam koridor syariah. Disiplin ilmu tersebut ialah ushul fiqh,
qawaid fiqh, tarikh tasyrik, falsafah tasyrik dan maqashid syariah

5
Ismail Pane, dkk, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Aceh: Yayasan Penerbit Muhammad
Zaini, 2021), hal. 12-14
12

Beberapa prinsip moral yang senantiasa harus selalu dipertimbangkan


meliputi:
Fiqh muamalah memiliki beberapa prinsip atau asas seperti prinsip
mubah, prinsip suka sama suka, prinsip keadilan, prinsip saling
menguntungkan, prinsip tolong menolong, dan prinsip tertulis. Berikut ini
penjelasannya:
Prinsip Mubah
Prinsip ini merupakan asas terpenting hukum Islam di bidang
muamalah. Prinsip ini mengandung arti bahwa fiqh muamalah memberi
kesempatan yang luas bagi tumbuh kembang berbagai bentuk dan macam
muamalah baru sesuai dengan perkembangan kebutuhan hidup
masyarakat. Bentuk atau jenis kegiatan ekonomi bisnis baru harus
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada dengan tanpa melupakan prinsip
pokok muamalah. Dapat juga dikatakan bahwa segala bentuk transaksi
bisnis dan ekonomi beserta hal-hal yang terkait dengannya sah dan boleh
dilakukan sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya. Dalam hal ini
patokannya jelas yakni,
‫األصل يف املعامةل الاابحة الا أن يدل دليل عىل حترميها‬
"Hukum asal dalam semua bentuk muamalah adalah boleh dan sah
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya."
Dengan demikian, hukum dasar muamalah adalah mubah, kecuali
jika ada nash yang shahih, tsabit dan tegas dalalah-nya (ketepatgunaan
sebagai dalil) yang melarang serta mengharamkannya. Ini menjadi prinsip
utama atau kaidah utama, bahwa hukum dasar segala hal dan perbuatan
adalah mubah. Bisa dikatakan bahwa ihwal jual beli, hibah, sewa-
menyewa, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang dibutuhkan manusia
dalam hidup mereka, seperti makan, minum, dan berpakaian, syariat telah
datang membawa etika-etika yang baik berkenaan dengan kebiasaan-
kebiasaan tersebut. Ini berarti bahwa manusia bebas untuk saling berjual
beli dan sewa- menyewa sekehendak mereka selama tidak diharamkan
syariat. Mereka juga bebas makan dan minum sekehendak mereka
13

selama tidak diharamkan syariat. Meskipun demikian, ada di


antaranya yang dianjurkan atau dimakruhkan. Selama syariat tidak secara
tegas membatasi, maka semua kebiasaan tersebut tetap dipandang tanpa
ketentuan (muthlaq), sesuai dengan aslinya.
Dengan demikian, berbeda dengan aktifitas ibadah yang hukum
dasarnya larangan sampai ada dalil yang memerintahkan hal tersebut,
maka hukum dasar pada muamalah adalah sebaliknya, yakni setiap
aktifitas muamalah apa pun bentuknya bebas dan sah dilakukan hingga ada
dalil yang melarangnya. Setiap orang berhak melakukan segala bentuk
aktifitas muamalah selama tidak ada dalil yang melarangnya. Itu sebabnya,
kreativitas, dinamisasi, modernisasi, digitalisasi dan fleksibelisasi sangat
ditekankan dalam aktivitas muamalah. Istilah bid'ah yang selama ini sering
menjadi term dalam ranah ibadah sama sekali tidak dijumpai dalam ranah
muamalah dan transaksi bisnis.
Hal ini merupakan kebalikan dari ibadah, yang mana seseorang
harus dapat menjelaskan secara lugas dasar pijakan atau dalil dalam
melakukan ibadah. Namun demikian, para ulama tetap harus menganalisis
dan melakukan tinjauan hukum terhadap setiap kontrak-kontrak bisnis dan
keuangan, khususnya setiap kemunculan kontrak atau bisnis jenis baru.
Hal ini penting dilakukan mengingat banyak masyarakat awam yang tidak
memahami aturan syariah sehingga mereka membutuhkan arahan dan
bimbingan para ulama untuk menyakinkan mereka bahwa yang mereka
lakukan itu sudah sesuai dengan aturan syariat Islam.
Prinsip Suka Sama Suka/Ridha (at-Taradhi)
At-taradhi adalah kerelaan yang sebenarnya, bukan kerelaan yang
bersifat semu dan seketika. Keridhaan ini sendiri bersifat subyektif yang
tidak dapat diketahui kecuali dengan ekspresi nyata dari pihak yang
bertransaksi, baik melalui kata- kata, tulisan, tindakan, atau isyarat. Oleh
karena itu, keridhaan harus ditunjukkan melalui pernyataan ijab dan qabul.
Sementara persetujuan secara ridha untuk melakukan ijab dan qabul hanya
dapat dilakukan oleh orang yang telah memiliki kecakapan hukum
14

(ahliyyah), yaitu baligh dan berakal. Ini juga berarti bahwa ridha juga
harus bebas dari intimidasi dan penipuan. Keridhaan dalam transaksi
bisnis (muamalah) merupakan salah satu prinsip pokok yang terpenting.
Oleh karena itu, transaksi bisnis baru dikatakan sah apabila
didasarkan pada keridhaan kedua belah pihak. Artinya, tidak sah suatu
akad apabila salah satu pihak dalam keadaan terpaksa, dipaksa atau merasa
tertipu. Bisa jadi saat akad berlangsung kedua belah pihak saling meridhai,
akan tetapi kemudian salah satu pihak merasa tertipu, artinya hilang
keridhaannya, maka akad tersebut bisa batal. Terkait dengan prinsip ini
muncul satu kaidah fiqh.
‫األصل يف العقد رىض املتعاقدين ونتيجته ما الزتمه اب لتعاقد‬
"Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak
yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan."
Di sisi lain, secara gamblang prinsip keridhaan dalam transaksi
bisnis (muamalah) ini ditegaskan dalam QS. an-Nisa' ayat 29

ٰٓ‫َاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا اَل َتْأُك ُلْٓو ا َاْم َو اَلُك ْم َبْيَنُك ْم اْلَباِط ِل ِآاَّل َاْن َتُك ْو َن ِتَج اَر ًة َع ْن َتَر ا ِّم ْنُك ْم ۗ َو اَل َتْقُتُلْٓو ا‬
‫ٍض‬ ‫ِب‬
‫َاْنُفَس ُك ْم ۗ ِاَّن َهّٰللا َك اَن ِبُك ْم َر ِح ْيًم ا‬

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan (tijarah) yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu" (QS. an-Nisa' ayat 29).
Uraian di atas menegaskan bahwa kebebasan berkehendak para
pihak yang melakukan transaksi sangat diperhatikan dalam hukum Islam.
Tidak boleh satu pihak memaksakan kehendak kepada pihak lainnya.
Pelanggaran terhadap kebebasan berkehendak ini berakibat tidak dapat
dibenarkannya suatu bentuk atau jenis suatu muamalah. Berhubung
kebebasan berkehendak merupakan urusan batin seseorang, maka ia
terkongkritisasi dalam ijab dan qabul.
15

1. Prinsip Keadilan
Keadilan merupakan salah satu bentuk tindakan yang banyak
disebut secara eksplisit dalam al-Qur'an, antara lain dalam QS. an-Nahl
ayat 90,

۞ ‫ِاَّن َهّٰللا َيْأُم ُر ِباْلَع ْد ِل َو اِاْل ْح َس اِن َوِاْيَتۤا ِئ ِذ ى اْلُقْر ٰب ى َو َيْنٰه ى َع ِن اْلَفْح َش ۤا ِء َو اْلُم ْنَك ِر َو اْلَبْغ ِي َيِع ُظُك ْم‬
‫َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُرْو َن‬

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat


kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran" (QS.
An-Nahl ayat 90).
Dalam pandangan ahli ushul fiqh dinyatakan bahwa kalimat al-'adl
dalam ayat tersebut merupakan perintah langsung yang wajib untuk
dilaksanakan. Dalam Tafsir al- Misbah dijelaskan bahwa kata al-'adl
mengandung dua makna yang bertolak belakang, yakni lurus dan sama
serta bengkok dan berbeda. Seorang yang adil adalah yang berjalan
lurus dengan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan
ukuran ganda. Persamaan inilah yang menjadikan seseorang yang adil
tidak berpihak kepada salah seorang yang berselisih. Kecuali itu, al-'adl
juga berarti "menempatkan sesuatu pada tempat yang semestinya". Hal
ini mengantarkan kepada kondisi "persamaan", walaupun dalam ukuran
kuantitas belum tentu sama. Di samping itu, al-'adl juga diartikan
moderasi, artinya tidak mengurangi dan juga tidak melebihkan. Sebagai
lawannya adalah kezaliman, penganiayaan, dan keburukan, karenanya
setelah kata al-'adl diikuti dengan kata ihsan (kebajikan).
2. Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini mengindikasikan bahwa segala bentuk kegiatan dalam
muamalah harus dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi
pihak-pihak yang terlibat. Prinsip ini bertujuan untuk menciptakan
kerjasama antara individu atau pihak-pihak dalam masyarakat dalam
16

rangka saling memenuhi keperluannya masing-masing guna meraih


kesejahteraan bersama.
Menyangkut prinsip saling menguntungkan Allah SWT. berfirman
dalam QS. al-Baqarah ayat 278-279,

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنوا اَّتُقوا َهّٰللا َو َذ ُرْو ا َم ا َبِقَي ِم َن الِّر ٰب ٓو ا ِاْن ُكْنُتْم ُّم ْؤ ِمِنْيَن‬

‫َفِاْن َّلْم َتْفَع ُلْو ا َفْأَذُنْو ا ِبَح ْر ٍب ِّم َن ِهّٰللا َو َر ُسْو ِلٖۚه َوِاْن ُتْبُتْم َفَلُك ْم ُرُءْو ُس َاْم َو اِلُك ْۚم اَل َتْظِلُم ْو َن َو اَل ُتْظَلُم ْو َن‬

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan


tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman. Maka jika kamu tidak lagi mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan
memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (tidak lagi memungut riba),
maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak pula
dianiaya" (QS. Al-Baqarah ayat 278-279).
Secara eksplisit, ayat ini berhubungan dengan larangan
bermuamalah yang mengandung unsur riba. Kemudian hal ini
dikembangkan oleh Rasulullah SAW., dalam berbagai bentuk
muamalah yang diduga kuat akan merugikan para pihak yang akan
mengadakan akad, seperti tindakan monopoli (ihtikar) dan mengganggu
harga pasar. Di sinilah letak arti penting sabda Rasulullah SAW., yang
menyatakan
‫الرضر وال رضار‬
"Tidak boleh merugikan orang lain dan tidak boleh pula dirugikan."

Hadits ini jelas melarang seseorang berbuat sesuatu yang


merugikan orang lain dalam bermuamalah.

3. Prinsip Tolong Menolong/ Ta’awun


Prinsip Ta'awun atau tolong menolong mewajibkan seluruh Muslim
untuk tolong menolong dan membuat kemitraan dalam setiap kegiatan
muamalah. Dalam konteks ini, perlu dibangun kemitraan yang
berorientasi pada startegi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
17

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama


dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan."
Terdapat banyak ayat al-Qur'an dan al-Hadits yang menekankan
keharusan saling membantu antara sesama Muslim khususnya dan umat
manusia umumnya. Di antara ayat al- Qur'an yang menganjurkan saling
tolong menolong dalam hal yang positif dan baik adalah firman Allah
SWT., dalam QS. al- Maidah ayat 2,
‫َو َتَع اَو ُنوا َعىَل اْلِّرِب َو الَّتْقَو ى‬
".... Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa......" (QS. Al-Maidah ayat 2).
4. Prinsip Tertulis
Dalam al-Qur'an Surat al-Baqarah ayat 282-283, disebutkan bahwa
Allah SWT., menganjurkan kepada manusia hendaknya suatu perikatan
dilakukan secara tertulis, dihadiri oleh saksi-saksi, dan diberikan
tanggungjawab individu yang melakukan perikatan dan yang menjadi
saksi. Selain itu, dianjurkan pula bahwa apabila suatu perikatan
diaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang suatu benda
sebagai jaminannya. Adanya tulisan, saksi, dan/ atau benda jaminan ini
menjadi alat bukti atas terjadinya perikatan tersebut.6
Pada era modern ini ijtihad dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu
a. Ijtihad intiqa’i (ijtihad tarjih) Yang dimaksud dengan ijtihad intiqa’i
atau ijtihad tarjih adalah ijtihad yang usahanya adalah meramu hukum
dari hasil ijtihad yang telah ada sebelumnya dengan cara
membandingkannya dan memilih yang paling baik dan paling tepat
untuk diterapkan dalam masanya
b. Ijtihad insya’i Yang dimaksud dengan ijtihad insya’i adalah usaha
untuk menetapkan kesimpulan hukum mengenai peristiwa-peristiwa
baru yang belum diselesaikan oleh para ahli hukum terdahulu. (Amir
Syarifuddin, 2012, 150). Kegiatan ijtihad insya’i mutlak harus kembali

6
Rusdan, Prinsip-prinsip dasar Fiqh Muamalah dan Penerapannya pada Kegiatan
Perekonomian, Vol. XV. No. 2, 2022, hal. 216-233
18

diaktifkan guna mencari solusi-solusi baru terhadap permasalahan yang


baru muncul serta demi pengembangan hukum Islam, sebab setiap masa
memiliki problem yang berbeda, demikian pula halnya dengan masa
sekarang, problemnya tidak serupa dengan masa dahulu. Kriterianya
sangat keras dialamatkan kepada sebagian ulama yang menganggap
bahwa pintu ijtihad telah tertutup.
c. Ijtihad Komparasi Ijtihad komparatif ialah mengabungkan kedua
bentuk ijtihad di atas (intiqai dan insya’i). Dengan demikian di samping
untukmenguatkan ataumengkompromikan beberapa pendapat, juga
diupayakan adanya pendapat baru sebagai jalan keluar yang lebih sesuai
dengan tuntunan zaman. Pada dasarnya hasil ijtihad yang dihasilkan
oleh ulama terdahulu merupakan karya agung tetap utuh, bukanlah
menjadi patokan mutlak, melainkan masih memerlukan ijtihad baru.
Karena itu, diperlukan kemampuan mereformulasi hasil sebuah ijtihad,
dengan jalan menggabungkan kedua bentuk ijtihad di atas. Teknis
pengambilan keputusan dalam berijtihad pada era modern ini lebih
diutamakan dan ditekankan dengan model ijtihad kolektif. Secara
tekstual dan konstekstual menegaskan bahwa berkumpulnya ulil amri
untuk bermusyawarah dalam menentukan hukum sebuah masalah yang
tidak ada hukumnya dalam Alquran maupun Sunnah, kemudian sampai
pada pendapat yang disepakati, merupakan salah satu bentuk ijtihad dan
salah satu sumber pokok hukum Islam, dan mengamalkan keputusan
jamaah ketika itu lebih diutamakan daripada melaksanakan hasil ijtihad
personal. Ijtihad kolektif yang independen adalah hujjah yang mengikat
semua umat sesuai dengan kaidah: “Keputusan pemerintah dalam
masalah yang diperselisihkan akan mengangkat perselisihan.” Kaidah
ini terbatas pada masalah yang tidak bertentangan, dan berdirinya ulil
amri untuk mengatur Ijtihad kolektif, menjadikannya memiliki nilai
praktis dan menambahkan kekuatan hukumnya. Menurut al-Qardawi,
dalam bidang muamalah, lapangan ijtihad yang menuntut jawaban-
jawaban baru ada dua bidang. yaitu: Pertama: Bidang ekonomi atau
19

keuangan, dalam bidang ini muncul sederetan bentuk-bentuk transaksi


yang sifatnya tidak pernah dijumpai pada masa dahulu. Kedua: Bidang
ilmu pengetahuan atau kedokteran. Dalam bidang ini juga ditemukan
berbagai cara kegiatan yang memerlukan kejelasan hukum.
Perkembangan ekonomi yang sangat pesat dan mengglobal yang
didukung oleh teknologi informasi telah melahirkan banyak produk
ekonomi, oleh sebab itu, bidang ekonomi menuntut dasar-dasar hukum
Islam yang sesuai dengan syariah. Untuk memenuhi tuntutan tersebut,
metode ijtihad yang digunakan adalah ijtihad intiqa’iy dan ijtihad
insya’i. Ijtihad pertama adalah olah pikir intelektual dengan cara
mentarjih berbagai pendapat ulama mazhab. Selain tarjih dan takhyir,
juga dimungkinkan melakukan talfiq, sepanjang bukan untuk mencari-
cari kemudahan belaka, tetapi tujuannya adalah untuk kemaslahatan.
Jadi talfiq untuk tujuan implementasi maqashid dibenarkan dalam
syariah. Dalam ijtihad intiqa’iy dibutuhkan pengetahuan yang luas
dibidang muqaranah mazahib (perbandingan mazhab) baik fiqh
muamalah maupun perbandingan ushul fiqh. Sedangkan ijtihad insya’iy
adalah sebuah ijtihad yang melahirkan pendapat Reformulasi Fiqh
Muamalah terhadap Pengembangan Produk Perbankan Syariah baru
yang belum pernah ada di masa ulama masa lampau. Dalam bidang
ekonomi keuangan, ijtihad insya’i sangat banyak dipraktekkan, seperti,
net revenue dalam sistem jual beli urbun dan sebagainya. Kedua metode
ijtihad intiqa-iy dan ijtihad insya’i harus dilukan secara kolektif
(berjamaah). Berijtihad secara berjamaah disebut dengan (ijtihad
jama’iy). Saat ini tidak zamannya lagi berijtihad secara individu. Untuk
memecahkan dan menjawab persoalan ekonomi keuangan kontemporer,
para ahli harus berijtihad secara jamaah (kolektif). Ijtihad berjamaah
(jama’iy) dilakukan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Dalam
kondisi sekarang bentuk ijtihad ini semakin dibutuhkan, mengingat
terpisahkannya disiplin keilmuan para ahli. Ada ulama ahli syariah di
satu pihak dan di pihak lain ada ahli / praktisi ekonomi yang bukan ahli
20

syariah. Kedudukannya ijtihad jama’i dalam perumusan hukum


ekonomi Islam sangat kuat, apalagi bila dibandingkan dengan ijtihad
individu (fardy). Jika lembaga ijtihad kolektif dikolektifkan lagi pada
lembaga di atasnya yang lebih besar, maka kedudukannya dalam
syariah semakin kuat dan mengikat umat, sekalipun namanya fatwa.
Teori yang melandasi inovasi produk sesuai dengan kebutuhan zaman,
tempat, situasi dan kondisi kontemporer adalah kaedah fikih yang
sangat populer dalam syariah, yaitu : ‫تغير اآلحكام بتغير اآلزمنة و األمكنةو األحوا‬
‫ ل و العادات و النيات‬Hukum (muamalat) dapat berubah karena perubahan
zaman, tempat, keadaan, adat dan niat. (Muchlis Usman, 1999 :145)
Inovasi Produk dalam Sistem Perbankan Syariah

Inovasi produk menjadi kunci perbankan syariah untuk lebih


kompetitif dan lebih berkembang dengan cepat sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Inovasi tersebut harus menjadi strategi prioritas
bagi bank-bank syari’ah sebab inovasi memiliki peran penting di tengah
pasar yang kompetitif, karena itu industri perbankan syariah harus dapat
terus melakukan inovasi-inovasi baru. Produk- produk bank syari’ah
saat sekarang masih terbatas di tabungan, deposito, giro, pembiayaan
murabahah, mudharabah, syirkah dan itu masih belum dalam jumlah
yang banyak. Keberhasilan sistem perbankan syariah di masa depan
akan banyak tergantung kepada pengembangan inovasi tersebut. Hal ini
di tandai dengan kemampuan bank-bank syari’ah menyajikan produk-
produk yang menarik, kompetitif dan memberikan kemudahan
transaksi, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Menurut Agustianto
ada beberapa pilar- pilar dari inovasi produk perbankan syariah.

1. Inovasi produk sejatinya dikembangkan dengan dukungan teknologi


informasi dan telekomunikasi yang semakin canggih, sehingga
mempermudah urusan konsumen dan meningkatkan efisiensi
kegiatan usaha para konsumen. Tanpa teknologi canggih, bank-bank
syariah akan kalah bersaing dengan bank-bank konvensional.
21

Transaksi perbankan secara elektronik telah menjadi kebutuhan


yang tak terelakkan. Sebuah bank swasta raksasa nasional, disinyalir
telah melukan transaksinya sebanyak 70 % secara elektronik. Kita
menyadari bahwa biaya teknologi memang tinggi, karena itu, bagi
Unit Usaha Syariah dapat mengunakan fasilitas bank induknya,
sehingga lebih efisien. Bank-bank umum syariah dapat melakukan
sinergi produk bersama. Upaya ini semestinya dilakukan bank-bank
syariah, jangan ingin menang dan menonjol sendiri.
2. Keharusan memahami karakter bisnis sektor riil. Peningkatan
kualitas SDM tidak saja dari aspek keilmuan syariahnya di bidang
fiqh muamalah, ushul fiqh, qawaid fiqh dan maqashid syariah,
tetapi juga dari bidang bisnis yang lain, seperti pemahaman yang
baik tentang karakter dan resiko binsis sektor riil. Jadi, Supaya
produk bisa berkembang perlu adanya peningkatan pemahaman
bankir akan sektor riil secara variatif, perdagangan (trading),
industri manufaktur, infrastruktur, pertambangan, telekomunikasi,
properti, pertanian dengan segala macam karakter dan resikonya,
peternakan, perikanan, dsb. Pokoknya SDM bankir syariah harus
disiapkan untuk memahami segala macam bisnis sektor riil tersebut.
Pengembangan produk bank syariah ke sektor riil, sangat penting
karena bisa melindungi perekonomian domestik dan meningkatkan
kemampuan ekonomi rakyat. Selain itu, hubungan kemitraan dan
linkage dengan LKM syariah harus terus digalakkan dan
dikembangkan dengan berbagai skim produk.
3. Untuk mengembangkan produk- produk yang bervariasi dan
menarik, bank syariah dapat membangun hubungan kerjasama atau
berafiliasi dengan lembaga-lembaga keuangan internasional.
Kerjasama itu akan bermanfaat dalam mengembangkan produk-
produk bank syari’ah. Bank syariah bisa belajar praktis kepada
bank-bank yang telah berpengalaman di luar negeri di berbagai
negara yang mengembangkan perbankan syariah.
22

4. Dalam melakukan inovasi produk diperlukan efisiensi dan


efektivitas dalam mengembangkan produk bank syariah. Inovasi
produk harus memperhatikan harga sehingga tetap bisa bersaing
dengan harga bank konvensional.
5. Dalam melakukan inovasi produk perlu diperhatikan pencitraan
(brand), positioning dan diferensiasi. Pencitraan adalah
menampilkan dan menunjukkan bahwa bank syariah sebagai sebuah
lembaga yang bukan sekedar bank, tetapi jauh daripada itu. Ada tiga
faktor penentu yang menentukan pencitraan bank syariah, pertama
menujukkan universalitas, terbuka dan inklusif serta menggunakan
komunikasi produk yang gampang di mengerti tanpa meninggalkan
ciri khas bank syariah. Kedua, mengembangkan produk- produk
baru yang lebih beragam dan skema keuangan yang lebih bervariasi.
Ketiga, memiliki people dan fasilitas yang memungkinkan keunikan
produk yang bisa dinikmati kapan pun dan dalam jangkauan dan
jaringan yang luas.7

7
Yosi Aryant, Reformulasi Fiqh Muamalah Terhadap Pengembangan Produk Perbankan
Syariah Jurnal Ilmiah Syari‘Ah, Volume 16, Nomor 2, Juli-Desember
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Fiqh muamalah merupakan suatu bidang fiqh yang memfokuskan


kajian pada hukum-hukum mengenai perbuatan dan hubungan-hubungan
sesama manusia mengenai harta kekayaan, hak, dan penyelesaian sengketa
tentang hal-hal tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari
mereka dengan berpedoman pada syariah.

Fiqh muamalah yang direformulasi dilakukan melalui beberapa


metode ijtihad, yaitu ijtihad intiqa’i, ijtihad insya’i, dan ijtihad komparasi.

Keberhasilan sistem perbankan syariah di masa depan akan banyak


tergantung kepada pengembangan inovasi. Hal ini di tandai dengan
kemampuan bank- bank syariah menyajikan produk- produk yang
menarik, kompetitif dan memberikan kemudahan transaksi, sesuai dengan
kebutuhan masyarakat.

B. SARAN

Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah kami masih


banyak kekurangan. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan
perbaikan susunan makalah ini dengan menggunakan pedoman dari
beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari pembaca.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ismail Pane, dkk. 2021. Fiqh Muamalah Kontemporer, (Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini hal. 10
Ismail Pane, dkk. 2021.Fiqh Muamalah Kontemporer, (Aceh: Yayasan Penerbit
Muhammad Zaini. hal. 12-14
Muflihatul Bariroh dan Kutbuddin Aibak. 2021. Fikih Muamalah Kontemporer,
(Tulungagung: Akademia Pustaka, hal. 2-3
Rusdan, Prinsip-prinsip dasar Fiqh Muamalah dan Penerapannya pada Kegiatan
Perekonomian, Vol. XV. No. 2, 2022, hal. 211-216 Muhammad Syarif
Hidayatullah, Urgensi Mempelajari Fikih Muamalah Dalam Merespon
Ekonomi dan Keuangan Kontemporer (Membangun Paradigma Ekonomi
Syariah di Masyaraka), Vol. 5, No. 1, 2021, hal. 44-46
Rusdan, Prinsip-prinsip dasar Fiqh Muamalah dan Penerapannya pada Kegiatan
Perekonomian, Vol. XV. No. 2, 2022, hal. 216-233
Sri Sudiarti, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018),
hal. 6-7
Yosi Aryant, Reformulasi Fiqh Muamalah Terhadap Pengembangan Produk
Perbankan Syariah Jurnal Ilmiah Syari‘Ah, Volume 16, Nomor 2, Juli-
Desember

Anda mungkin juga menyukai