Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH STUDI KASUS

HAK WARIS DAN KEGIATAN MELANGGAR HUKUM

OLEH :
CHALIZAH VANI IMANINA
NIM 041314092

PRODI
METODE PENELITIAN HUKUM

UNIVERSITAS TERBUKA INDONESIA


NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Banyuwangi, November 2020


Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Sampul..........................................................................................
Kata Pengantar............................................................................................. i
Daftar Isi...................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................ 2
Bab II Pembahasan
2.1 Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum.......................... 3
2.2 Proses Lelang Hak Waris Akibat Wan Prestasi Debitur
Yang Menunggak Piutang.................................................. 4
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan........................................................................ 7
3.2 Sarab................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa
peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa
tersebut akan mempunyai akibat hukum. Pada waktu seseorang dilahirkan,
maka ia dalam hidupnya akan mempunyai hak dan kewajiban yang harus
diembannya. Sedangkan seorang yang meninggal dunia, maka akan
melepaskan hak dan kewajibannya. Suatu keadaan dimana seorang
tersebut meninggalkan keluarga dan harta kekayaan, tentu saja hal ini
berkaitan erat dengan warisan.
Hukum waris merupakan bagian dari hukum kekeluargaan, yang
memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan dan
mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu
masyarakat itu. Hal ini disebabkan hukum waris itu sangat erat kaitannya
dengan ruang lingkup kehidupan manusia bahwa setiap manusia pasti
akan mengalami suatu
peristiwa yaitu kematian atau meninggal dunia.
Apabila berbicara mengenai seseorang yang meninggal dunia,
apakah yang akan terjadi dengan segala sesuatu harta benda yang ia
tinggalkan. Terkait dengan hal tersebut tentunya jalan pikiran kita akan
menuju kepada masalah warisan. Ketika seseorang meninggal dunia,
hal ini menimbulkan sebuah akibat hukum yaitu tentang bagaimana
pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya
peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang tersebut. Penyelesaian
hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena
meninggalnya seseorang diatur oleh hukum waris.

1
1.2 Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang yang dijelasakan diatas maka penulis
dapat membuat rumusan masalah berikut :
1. Bagaimana pengertian Perbuatan melanggar hukum. ?
2. Bagaimana Proses lelang hak waris akibat wan prestasi debitur yg
menunggak piutang ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian Perbuatan melanggar hukum.
2. Untuk mengetahui Proses lelang hak waris akibat wan prestasi debitur
yg menunggak piutang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Perbuatan Melanggar Hukum


Perbuatan melawan hukum yaitu suatu perbuatan yang melanggar
hak orang lain atau jika orang berbuat bertentangan dengan kewajiban
hukumnya sendiri. Pasal 1365 KUHPerdata yang terkenal sebagai pasal
yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum memegang peranan
penting dalam hukum perdata. Dalam pasal 1365 KUHPerdata tersebut
memuat ketentuan sebagai berikut:“Setiap perbuatan melawan hukum
yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan
orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti
kerugian”.Apabila berbicara mengenai seseorang yang meninggal dunia,
apakah yang akan terjadi dengan segala sesuatu harta benda yang ia
tinggalkan. Terkait dengan hal tersebut tentunya jalan pikiran kita akan
menuju kepada masalah warisan.
Ketika seseorang meninggal dunia, hal ini menimbulkan
sebuah akibat hukum yaitu tentang bagaimana pengurusan dan kelanjutan
hak-hak dan kewajiban sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena
meninggalnya seseorang tersebut. Penyelesaian hak-hak dan kewajiban
sebagai akibat adanya peristiwa hukum karena meninggalnya seseorang
diatur oleh hukum waris
Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda
saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain, hanyalah hak-hak dan
kewajiban- kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.
Jelaslah bahwa harta warisan itu terdiri dari harta kekayaan yang
berwujud dan yang tidak berwujud. Harta kekayaan yang berwujud
misalnya tanah, rumah, mobil/motor dan lain sebagainya. Sedangkan harta

3
kekayaan yang tidak berwujud misalnya utang- piutang, dan lain
sebagainya.
2.2 Proses Lelang Hak Waris Akibat Wan Prestasi Debitur Yg Menunggak
Piutang
Pewarisan timbul karena terjadinya peristiwa kematian yang
menimpa seseorang dari anggota keluarga, terutama orang tua yaitu
ayah dan ibu. Apabila orang yang meninggal tersebut memiliki harta
kekayaan, yang menjadi masalah bukan peristiwa kematian itu, melainkan
harta kekayaan yang ditinggalkan oleh almarhum. Masalahnya yang akan
muncul siapakah yang berhak atas harta kekayaan yang ditinggalkan oleh
almarhum tersebut. Dan siapa yang wajib menanggung dan menyelesaikan
utang-piutang almarhum jika dia meninggalkan utang yang menjadi
kewajibannya.
Salah satu dari sengketa yang timbul misalnya ahli waris
bermaksud secara nyata melawan hukum untuk menguasai harta warisan.
Sehingga menolak proses lelang harta almarhum akibat wanprestasi
( menunggak piutang ). Pada dasarnya, piutang Kreditor pada awalnya
merupakan salah satu bentuk jaminan dari fasilitas kredit yang diterima
oleh nasabah debitor dari Kreditor. Piutang tersebut diberikan kreditor
dengan jaminan berupa Hak Tanggungan. Secara hukum, apabila debitor
cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui
pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan tersebut.
Berlandaskan ketentuan tersebut, apabila nasabah/debitor tidak
mampu dan/atau tidak mau untuk melunasi utang atau fasilitas kredit yang
ia peroleh dari Kreditor, maka berdasarkan UU Hak Tanggungan, terdapat
beberapa upaya eksekusi atas objek jaminan, yaitu sebagai berikut:
1. Mengeksekusi objek jaminan (Hak Tanggungan) berdasarkan titel
eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan (irah-irah
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”). Obyek Hak

4
Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang
pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditor-
kreditor lainnya.
2. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan
obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika dengan
demikian itu, akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak.
Berdasarkan upaya eksekusi berdasarkan UU Hak Tanggungan
tersebut, kreditor memang diberikan hak untuk mengeksekusi
sendiri/langsung objek jaminan atas kekuasaan sendiri. Eksekusi secara
sukarela tersebut dinamakan Parate Eksekusi, dimana Kreditor dapat
melakukan lelang jaminan kebendaan dimaksud atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum, berdasarkan irah-irah yang tercantum pada
Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Walaupun pada prinsipnya, eksekusi tanpa melalui fiat pengadilan
dapat dilaksanakan berdasarkan irah-irah yang terdapat pada Sertifikat
Hak Tanggungan, namun pada prakteknya, untuk kasus-kasus tertentu,
Kreditor melaksanakan parate eksekusi dengan bantuan Ketua Pengadilan
Negeri untuk menghindari tindakan defensif dari nasabah/debitor. Dalam
hal nasabah/debitor menolak eksekusi tersebut, Kreditor akan mengajukan
gugatan perdata, berupa wanprestasi terhadap perjanjian kredit antara
Kreditor dan nasabah.
Putusan atas perkara wanprestasi tersebut akan menjadi dasar
untuk melaksanakan Sita Eksekusi atas objek jaminan tersebut.
Sehubungan dengan hal ini, agar kiranya dicatat bahwa Kreditor sebagai
penjual lelang dan pemegang Hak Tanggungan, harus memastikan bahwa
obyek lelang (obyek Hak Tanggungan) tersebut bersih dari segala macam
pembebanan/jaminan maupun penguasaan secara fisik terhadapnya.
Pada praktiknya, Kreditor akan melakukan upaya-upaya untuk
menjamin penyerahan secara fisik dari obyek lelang tersebut kepada pihak

5
pemenang lelang, termasuk namun tidak terbatas dengan menggunakan
jasa pihak ketiga untuk pengosongan dan pengamanan agunan yang akan
dilelang sampai dengan penyerahan kepada pembeli/ pihak pemenang
lelang

6
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam kasus tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada
usaha – usaha yang dapat dilakukan dalam penyelesaian jika ahli waris
menolak atau melakukan wanprestasi upaya lelang jaminan terhadap
debitur yang menunggak piutang, usaha tersebut diantaranya :
1. Mengeksekusi objek jaminan (Hak Tanggungan) berdasarkan titel
eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan (irah-irah
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”). Obyek
Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara
yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk
pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu
dari pada kreditor-kreditor lainnya.
2. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan
obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika
dengan demikian itu, akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak.

3.2 Kesimpulan
Penulis merasa masih banyak kekurangan disana sini dalam
penyusunan makalah ini, kritik dan saran sangat kami harapkan untuk
perbaikan penulisan berikutnya. Semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengetahuan.

7
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

Pasal 6 Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah
Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”)

Pasal 20 ayat (1) jo. Pasal 14 UU Hak Tanggungan

Pasal 20 ayat (2) UU Hak Tanggungan

Anda mungkin juga menyukai