BADAN HUKUM
“HUKUM CESSIE DALAM PENYELESAIAN
KREDIT MACET (BERMASALAH) KEPEMILIKAN RUMAH DI INDONESIA”
Di susun Oleh :
1. ALVI MAULANA
2. ONONOTA GEA
3. GARA SAKI
4. HICLER
5. DENY SUWANDI
6. BOBBY CAFRI
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha ESA, Karena berkat
limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai “HUKUM CESSIE DALAM
PENYELESIAN KREDIT MACET (BERMASALAH) KEPEMILIKAN RUMAH DI
INDONESIA”
Kami Mengucapkan terima kasih Kepada Bapak Dr.Hamler SH.MH selaku dosen
Bidang studi “BADAN HUKUM” di kelas B.2 sekolah tinggi ilmu hukum (STIH) Persada
bunda, dan pihak-pihak yang telah memberi bimbingan serta motivasi yang sangat membantu
dalam penyelesaian makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kami dan bagi mahasiswa/i
DAFTAR ISI
bab i pendahuluan
1.1 latar belakang masalah...............................................4
1.2 masalah pokok......................................................................5
1.3 metode penulisan.................................................................6
1.4 landasan teori.....................................................................7
bab ii pembahasan
2.1 cessie dapat menyelesaikan kredit macet (bermasalah) pemilikan
rumah di indonesia........................................................8
2.2 perlindungan hukum terhadap pihak yang terlibat dengan cessie
terhadap penyelesaian kredit macet (bermasalah) pemilikan
rumah di indonesia......................................................9
2.3 peralihan jaminan debitur dapat di balik nama oleh kreditur baru
dalam penyelesaian kredit macet (bermasalah) pemilikan
rumah..............................................................................12
Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat normatif, yang mana
penelitian di lakukan atau ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis atau bahanbahan
hukum lainnya. Dalam penulisannya undang-undang yang digunakan adalah
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata,lalu Undang-Undang No. 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah (khususnya pasal 16),begitu juga Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun
1998 Jo. No. 7 Tahun 1992, dan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun
2004 Jo. No. 2 Tahun 2014.
Dengan menggunakan tipe penelitian ini, dimaksudkan agar dapat
mencocokan antara teori yang ada dengan kehidupan nyata yang dialami, sesuai
dengan Benjamin Cardozo5 yang memiliki kesimpulan bahwa “hukum dan ketataan
kepada hukum adalah fakta-fakta yang setiap harinya berlaku bagi kita dari dalam
pengalaman hidup kita. Kita harus mencari suatu konsepsi hukum yang dapat
dibenarkan oleh kenyataan”.
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 613 KUH Perdata tersebut berada dalam Bagian Kedua Buku
Kedua KUH Perdata dibawah judul Tentang Cara Memperoleh Hak Milik,
jadi cessie merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik. Dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan penyerahan dalam proses cessie
adalah penyerahan tagihan atas nama dari cedent ke cessionaris. Telah
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tagihan atas nama adalah tagihan
atau piutang yang jelas atas nama krediturnya (dalam hal ini apabila cessie
belum dilakukan maka tagihan atau piutang masih atas nama kreditur lama).
Dalam tagihan atas nama jelas kepada siapa utang tersebut harus dibayar.
Dalam proses cessie ini, tindakan penyerahan tidak berdiri sendiri,
tindakan tersebut selalu merupakan konsekuensi lebih lanjut dari suatu
peristiwa hukum, yang mewajibkan orang untuk menyerahkan sesuatu.
Hubungan hukum yang mewajibkan adanya penyerahan disini disebut
sebagai hubungan hukum obligatoir, yang bisa timbul dari perjanjian
maupun dari undang-undang. Hubungan hukum obligatoir dalam proses
cessie termasuk yang timbul dari perjanjian karena muncul karena
diperjanjikan antara para pihak. Kita ketahui suatu perjanjian obligatoir
adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban antara para pihak.
Peristiwa yang menjadi dasar penyerahan yang disebut peristiwa
perdata atau rechtstitel adalah peristiwa yang menimbulkan perikatanperikatan
diantara dua pihak, dimana yang satu berkedudukan sebagai
kreditur dan pihak lain berkedudukan sebagai debitur. Jadi peristiwa perdata
(rechtstitel) tersebut adalah hubungan obligatoir yang menjadi dasar cessie.3
Dalam permasalahan ini, rechtstitel atau peristiwa perdata yang menjadi
dasar cessie dikenal dengan nama perjanjian jual beli dan pengalihan
piutang. Permasalahan disini adalah hubungan antara peristiwa perdata
(rechtstitel) tersebut dengan tindakan penyerahannya sendiri (cessie). Apabila
dikaitkan dengan rumusan teori kausal dan teori abstrak, masih banyak
perdebatan KUH Perdata menganut teori kausal ataukah teori abstrak.
Teori kausal hubungannya adalah sebab akibat sebagaimana
disampaikan oleh J. Satrio, maka atas peristiwa cessie ini parameternya
adalah apakah peristiwa perdata yang mendasari tindakan penyerahan
tersebut sah? Apabila peristiwa perdatanya batal atau dibatalkan maka
demikian juga tindakan penyerahannya adalah batal atau dengan kata lain
pihak penerima piutang (kreditur baru) tidak berhak untuk menerima
piutang tersebut. Dalam praktik, disini apabila terjadi perjanjian jual beli
dan pengalihan piutang yang cacat hukum, batal ataupun dibatalkan, maka
penyerahannya juga batal, dan akibatnya si penerima penyerahan
(kreditur baru) tidak menjadi pemilik atas piutang yang dialihkan tersebut.
Sebagai pertimbangan dari pendapat teori abstrak, bahwa
penyerahan harus didasarkan atas adanya kehendak untuk menyerahkan.
Kehendak untuk menyerahkan tersebut tampak pada peristiwa perdata
(rechtstitel)nya. Rechtstitel disini merupakan peristiwa yang berdiri sendiri
dengan penyerahan. Teori abstrak tidak mensyaratkan titel yang sah, hanya
mensyaratkan adanya suatu titel saja. Jadi dengan telah dilaksanakannya
perjanjian obligator dalam hal ini penulis contohkan sama yaitu dengan
perjanjian jual beli dan pengalihan piutang, apabila perjanjian tersebut batal
atau dibatalkan maka bisa saja penyerahannya tetap sah. Hal ini tetap harus
mengingat Pasal 584 KUH Perdata tentang cara memperoleh hak milik yang
berbunyi hak milik atas suatu barang tidak dapat diperoleh selain dengan
pengambilan untuk dimiliki, dengan perlekatan, dengan lewat waktu,
dengan pewarisan, baik menurut undang-undang maupun menurut surat
wasiat, dan dengan penunjukan atau penyerahan berdasarkan suatu peristiwa
perdata untuk pemindahan hak milik, yang dilakukan oleh orang yang
berhak untuk berbuat terhadap barang itu.
Penyerahan tersebut harus dilakukan oleh orang yang berhak atas
barang tersebut atau pemilik yang sah. Teori abstrak disini dalam praktik
memberikan perlindungan kepada pembeli terakhir apabila ternyata barang
atau piutang tersebut telah dialihkan lagi kepada pihak pembeli terakhir
yang beritikad baik.
Bahwa sesuai dengan asas droit de suite, yakni suatu hak yang terus
mengikuti pemilik benda, atau hak yang mengikuti bendanya di tangan
siapapun yang mana hak kebendaan itu sendiri adalah
suatu hak absolut, artinya hak yang melekat pada suatu benda, memberikan
kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap
tuntutan oleh setiap orang. Asas tersebut sejalan dengan pasal 621
KUHPerdata dan pasal 16 Undang- Undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak
tanggungan atas tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, hal tersebut dibuktikan dengan kesamaan yang
terdapat di kedua pasal tersebut dalam memberikan kepastian hukum kepada
pembeli cessie.
Namun, meskipun terlihat sama tetapi keduanya memiliki bagian yang
berbeda dalam memberikan kepastian hukum Pada pasal 621 KUHPerdata,
Undang-Undang memberikan kepastian hukum
mengenai Hak Keperdataan yang akan didapat oleh pembeli cessie, yang mana
hak tersebut dapat diperoleh dengan melalui Putusan Pengadilan.
2. Akta cessie yang dibuat oleh Notaris tidak dapat secara langsung dijadikan
dasar untuk melakukan peralihan hak tanah di BPN. Perlu disempurnakan
dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri terlebih dahulu, agar
dari ketetapan Pengadilan Negeri tersebut dapat menjadi dasar peralihan nama
(didalam penetapannya, PN memerintahkan BPN untuk dapat mengalihkan
nama yang tertulis di sertipikat menjadi nama pembeli cessie sesuai dengan
pasal 621 KUHPer). Hal ini dibuktikan dengan contoh penetapan pengadilan
nomor : 142/Pdt.P/2017/PN.Sda., bahwa hakim menerima permohonan cessie
dengan didasari “…berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum tersebut
diatas, Pengadilan Negeri menganggap cukup layak dan pantas untuk
memeriksa dan menyelesaikan permasalahan cessie ini dan tidak bertentangan