Disusun oleh:
NIMAS TIKA INAS TARINA 260110140102
FREDERICK ALEXANDER 260110140103
INDRASWARI PITALOKA 260110140104
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS FARMASI
JATINANGOR
2017
POLIMER
1. Definisi
Polimer merupakan makromolekul yang terbentuk dari banyak unit
yang berulang. Jika unit yang berulang memiliki jenis yang sama disebut
homopolimer, jika unit yang berulang memiliki jenis yang berbeda,
disebut kopolimer (Labarre, 2011).
2. Sejarah Polimer
Polimer berasal dari bahasa Yunani, poli yang berarti banyak dan
meros yang berarti bagian. Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1833 oleh ahli kimia, Jons Jakob Berzelius (Jensen, 2006).
Keberadaan polimer berawal dari karet natural yang dianggap
sebagai sejarah awal dari perkembangan polimer, dimana karet ini
digunakan sejak tahun 1600 sebelum masehi untuk membuat bola pada
Manat Indian (sekarang bernama Meksiko). Karet natural selanjutnya
dikembangkan menjadi bahan membuat sepatu bot dan baju. Namun
ketika temperatur panas, karet memiliki karakteristik yang basah, lengket,
namun menjadi kaku dan padat ketika suhu dingin. Pada tahun 1839
Goodyear menemukan cara untuk memperbaiki resistensi karet terhadap
perubahan suhu, yaitu dengan memprosesnya dengan sulfur, atau disebut
vulkanisasi (Labarre, 2011).
Selulosa kemudian mulai dimodifikasi. Pada tahun 1833,
Braconnot melakukan nitrasi terhadap selulosa yang kemudian
dikembangkan dalam skala besar di banyak negara. Beberapa polimer
sintesis seperti polivinil klorida ditemukan pada akhir abad 19. Pada awal
1900, Baekeland mengembangkan Bakelite yang merupakan materi
bersifat kaku dan ringan yang didapat dari mereaksikan fenol dan
formaldehid. Penemuan ini dianggap sebagai materi jenis koloid. Namun
kemudian, penemuan ini dianggap sebagai makromolekul yang
dikemukakan oleh Staudinger tahun 1917. Kemudian hubungan antara
viskositas polimer dengan berat molekulnya dikemukakan oleh Mark yang
dikenal sebagai teori Mark-Houwink-Sakurada (Labarre, 2011).
Makromolekul dan polimer pada kenyataannya merupakan dua hal
yang berbeda, karena banyak polimer yang bukan merupakan
makromolekul (contohnya cincin S3O9 sebagai trimer dari SO3), dan
banyak pula makromolekul yang secara komposisi tidak dapat
digolongkan sebagai polimer, Hal ini menyebabkan predikat
makromolekul pada polimer sudah sedikit digunakan, dan sekarang
digunakan penyebutan sebagai polimer untuk material organik maupun
molekul dan makromolekul yang terikat membentuk suatu rantai secara
kovalen (Jansen, 2008).
Polimer natural yang dimodifikasi seperti rayon dan selulosa asetat
kemudian diperkenalkan pada tahun 1920. Polimer pun semakin
berkembang, ditemukan polimer rayon oleh Wallace Carother. Pada
perang dunia 2, polimer banyak digunakan untuk mensubstitusi material
yang rusak, sehingga terjadi produksi besar-besaran nilon (sebagai
pengganti karet), karet sintetis, silikon, cat sintetis dan banyak plastik.
Semenjak perang dunia dua ini, banyak polimer disintesis dan terus
dikembangkan, diantaranya yaitu epoksi, poliester, polipropilen,
polikarbonat, poliamida dan lain-lain (Griskey, 2012).
3. Klasifikasi Polimer
Menurut Griskey (2012) polimer terbagi kedalam beberapa bagian,
diantaranya:
a. Berdasarkan struktur polimer
Polimer berdasarkan struktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
struktur linear (rantai lurus), bercabang, dan bentuk crosslinked.
Bentuk rantai lurus, artinya polimer semakin memanjang dalam satu
garis lurus ketika monomer bergabung. Bentuk rantai lurus dapat
menjadi polimer termoplastik, atau dapat melunak saat diberi
temperatur panas(Griskey, 2012).
Bentuk rantai bercabang yaitu polimer memiliki rantai samping yang
juga turut memanjang. Percabangan dapat disebabkan polimer tidak
murni, misalnya terdapat molekul yang digunakan dalam proses
polimerisasi yang memiliki gugus fungsi yang reaktif sehingga ikut
terpolimerisasi sebagai gugus samping(Griskey, 2012).
v. Kopolimerisasi Graft
Polimer ini bercabang, dan setiap cabang memiliki struktur
kimia yang berbeda dengan struktur utamanya. Secara
sederhana dapat diartikan sebagai polimer yang memiliki
homopolimer rantai utama dengan cang rantai berupa
homopolimer yang berbeda.
(Young, 2011)
Jensen, W. B. 2006. Thse Origin of the Term Allotrope. J. Chem. Educ, 83: 838
839
Kadaji, V. G. dan Betageri G. V. 2011. Water Soluble Polymers for
Pharmaceutical Applications. Polymers. 3: 1973.
Labarre, Denis; Gilles Ponchel dan Christine Vauthier. 2011. Biomedical and
Pharmaceutical Polymers. London: Pharmaceutical Press.
Lee, K. Y. 2005. Design Parameters of Polymers for Tissue Engineering
Application. Macromolecular Research. 13: 277-84.
Liechty, W. B., David R. K., Brandon V. S., dan Nicholas A. P. 2010. Polymers
for Drug Delivery Systems. Annu Rev Chem Biomol Eng. 1: 149-173.
Meyer Bill and Fred W. 1971. Textbook of Polymer Science, 2nd edition. Sidney:
Wiley Interscience.
Mishra, N., Goyal A. K., Khatri K., Vaidya B., Paliwal R., Rai S. 2008.
Biodegradable Polymer Based Particulate Carriers for the Delivery of
Proteins and Peptides. Anti-inflammatory and Anti-allergy Agents in
Medicinal Chemistry. 7:240-251.
Murthy, R. S. R. 2007. Biodegradable Polymer. In: Controlled and Novel Drug
Delivery 1st Ed. New Delhi: CBS Publisher and Distributers.
Podczeck, F. 2009. Gelatin. In: Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Ed.
London: Pharmaceutical Press.
Porter, S. C. dan Bruno C. H. 1990. Coating of Pharmaceutical Solid Dosage
Form. In: Pharmaceutical Dosage Form: Tablets 2nd Ed. New York:
Marcel Dekker.
Rautio J, Laine K, Gynther M, and Souvolainen J, 2008. Prodrug Approaches for
CNS Delivery, AAPS Journal, 1: 92-102.
Rautio J, Kumpulainen H, Heimbach T, Oliyai R, Oh D, Jarvinen T, and
Savolainen J, 2008. Prodrugs : Design and Clinical Applications, Nature,
7: 255-270.
Roche EB, 1987. Bioreversible Carriers in Drug Design, Theory and Application,
Pergamon Press, New York.
Santos CR, Capela R, Pereira CSGP, Valente E, Gouveia L, Pannecouque C,
Clerq ED, Moreira R, and Gomes P, 2009. Structure-activity
Relationships for Dipeptide Prodrugs of Acyclovir : Implications for
Prodrug Design, Eur. J. Med. Chem, 44: 2239-2346.
Singh, K. K. 2009. Carrageenen. In: Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th
Ed. London: Pharmaceutical Press.
Stegemann S, Leveiller F, Franchi D, de Jong H, Linden H, 2007. When Poor
Solubility becomes an Issue : From Early Stage to Proof of Concept, Eur.
J. Pharm Sci, 31: 249-261.
Steingrimsdottir H, Gruber A, Palm C, Grimfors G, Kalin M, and Eksborg S,
2000. Bioavailability of Acyclovir after Oral Administration of Acyclovir
and Its Prodrug Valaciclovir to patients with Leukopenia after
Chemotheraphy, J. Antimicrob Agents Chemother, 44 (1): 207-209.
Stella VJ and Nti-Addae KW, 2007. Prodrug Strategies to Overcome Poor Water
Solubility, Adv. Drug Dev. Rev., 59:677-694.
Weller, P. J. 2009. Ceratonia. In: Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Ed.
London: Pharmaceutical Press.
Yawkolsky SH, 1981. Techniques of Solubilization of Drug, Marcel Dekker Inc,
New York, 183-211.
Young, Robert J. dan Peter A. Lovell. 2011. Introduction to Polymers Third
Edition. US: CRC Press.