LAPORAN PENDAHULUAN
MASALAH PSIKOSOSIAL
OLEH:
DESRIYANI SAPUTRI
R014221056
D. Masalah Keperawatan
Harga diri rendah situasional
E. Rencana Tindakan Keperawatan
Tndakan keperawatan untuk pasien
Pasien mampu :
1. Mengenal harga diri yang terganggu: penyebab (perubahan yg terjadi), respon dan
akibat
2. Mengidentifikasi, menilai dan memilih kemampuan/keterampilan positif untuk
meningkatkan harga diri
3. Melatih kemampuan/ketrampilan yang dapat dilakukan
4. Menyadari manfaat kemampuan/ketrampilan positif terhadap harga diri
Sp1
a. Assesmen harga diri rendah
b. Diskusi kemampuan/ketrampilan positif , nilai, dan pilih untuk latihan
c. Latihan kemampuan/ketrampilan positif (pertama)
Sp 2
a. Evaluasi harga diri rendah, manfaat melakukan kemampuan positif
b. Latihan kemampuan /ketrampilan positif (kedua), dst sampai harga diri meningkat
Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas, takut
dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan terkadang panik akan
suatu bencana yang mengancam dan tidak terelakkan yang dapat atau tidak
berhubungan dengan rangsangan eksternal ansietas berkaitan dengan perasaan tidak
pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut (Stuart & Sundeen, 2006).
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas menurut Stuart
& Sundeen (2006) adalah :
1) Teori Psikoanalitik.
Psikoanalitik adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
2) Teori Interpersonal.
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas
juga berhubungan dengan perkembangan trauma, sperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga
diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3) Teori Perilaku.
Perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu
dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan, Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan
yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan
selanjutnya.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi 2 menurut Stuart (2013):
4. Kriteria Diagnostik
a. Ansietas berlebihan dan tidak wajar atau ansietas itu dirasakan apabila individu
itu menghadapi objek atau situasi yang ditakuti atau ansietas dirasakan apabila
berusaha melawan obsesi atau kompulsinya.
b. Tidak disebabkan oleh gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan afektif atau
gangguan mental organik.
c. Gambaran penyerta :
1) Ketegangan motorik; tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak
mat bergetar kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat
diam,mudah kaget.
2) Hiperaktivitas autonomic; berkeringat, jantung berdebar-debar, rasa panas
dingin, telapak tangan lembab, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan,
sering kencing, diare, rasa tidak enak di uluhati, kerongkongan terasa
tersumbat, muka merah/pucat, denyut nadi dan napas cepat waktu istirahat,
menggigil, kesemutan dan bergetar.
3) Kewaspadaan berlebihan; mengamati lingkungan secara berlebihan
sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sukar konsentrasi dan
tidak sabaran.
5. Rentang Respon
Rentang respon ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif
seperti terlihat pada gambar berikut ini:
I I I
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Respon Adaptif adalah suatu keadaan dimana terjadi stresor dan bila individu
mampu untuk menghambat dan mengatur hal tersebut, maka akan menghasilkan
hal yang positif.
Hal positif tersebut antara lain :
a. Dapat memecahkan masalah dan konflik.
b. Adanya dorongan untuk bermotivasi.
c. Terjadinya peningkatan prestasi.
Respon Maladaptif adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi pertahanan
perilaku individu secara otomatis terhadap ancaman kecemasan. Apabila terjadi
ancaman terhadap individu, kemudian individu tersebut menggunakan respon
adaptif, maka ia dapat beradaptasi terhadap ancaman tersebut dengan demikian
maka kecemasan tidak terjadi. Tetapi apabila menggunakan respon maladaptif,
maka yang akan terjadi adalah individu akan menggalami kecemasan secara
bertahap, mulai dari sedang, ke tingkat berat dan akhirnya menjadi panik.
6. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakan sumber
koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik,
kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
7. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai kemampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya
perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi
ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menghebat. Ansietas
ringkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stres.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan
respon maladaptif terhadap stres.
8. Penanganan
Yang pertama yang harus dilakukan pada pasien adalah edukasi pasien untuk
mengatasi panik dan ansietas. Pasien dicoba untuk dapat menghilangkan gejala
ansietas dengan berbagai cara. Cara yang mudah adalah relaksasi, latihan nafas,
hipnosis, desensitisasi, latihan fisik yang sedang (jangan latihan berat), seperti jalan
3 – 4 km sehari. Selain itu pasien harus ditingkatkan rasa percaya diri. Pengobatan
ini merupakan terapi tambahan dan bukan substitusi dari terapi farmakologik. Satu
hal yang penting adalah bahwa pengobatan non farmakologik sendiri, tanpa
pengobatan farmakologik kurang khasiatnya.
C. Pohon Masalah
Efek Perubahan konsep diri: HDR situasional
1. Masalah Keperawatan
Ansietas
2. Data yang Perlu Dikaji
a) Respon Physiologic
1) Palpitasi jantung
2) Mulut kering
3) Sulit bernafas
4) Nausea
5) Respiration meningkat
6) Tremors
7) Nadi meningkat
8) Tekanan darah meningkat
9) Menangis
10) Sulit untuk tidur
11) Sulit untuk makan
b) Respon Psychologic
1) Ekspresi sedih
2) Rasa takut
3) Marah
4) Tidak percaya pada org lain
5) Ketidakmampuan memperhatikan
6) Rasa tidak berdaya
7) Tidak punya harapan
8) Perubahan sexual
9) Respon sosial
10) Menarik diri dari interaksi dengan orang lain
11) Rasa bermusuhan terhadap orang lain
12) Berpakaian tidak sesuai
13) Perubahan komunikasi
4. Klasifikasi
Menurut Prabowo (2014); Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami
klien dapat terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a) Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi
dan bersikap pasif.
b) Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat
mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak
melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau
kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien
menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.
c) Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan
dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan
hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien cenderung jatuh pada kondisi
ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali atas situasi yang
memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan
mempertahankan situasi bebas NAPZA.
5. Sumber Koping
a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan
individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
C. Pohon Masalah
Efek Keputusasaan
Stres berlebihan
1. Masalah Keperawatan
Ketidakberdayaan
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Data subjektif :
1) Mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau
mempengaruhi situasi.
2) Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
3) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
b. Data objektif :
1) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat
kesempatan diberikan.
2) Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
3) Tidak memantau kemajuan, ketidakmampuan mencari informasi tentang
perawatan.
4) Apatis, pasif.
5) Ekspresi muka murung.
6) Bicara dan gerakan lambat.
7) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
8) Tidur berlebihan.
9) Menghindari orang lain.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien
a. Tujuan umum :
1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2. Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya
3. Pasien mampu memodifikasi pola kognitiif yang negatif
4. Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan pasien
5. Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan realistis.
b. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Bina hubungan saling percaya
2. Membuat kontrak ( inform consent )
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat berpengaruh pada
ketidakberdayaan (misalnya: pekerjaan, aktivitas hiburan, tanggung jawab
peran, hubungan antar pribadi).
Rasional: mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi dapat dikendalikan
dan dapat digunakan sebagai sumber kekuatan/power bagi klien.
4. Diskusikan dengan pasien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan
penjelasan untuk pilihan tersebut.
Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berperan dalam proses
perawatan, termasuk untuk meningkatkan pemikiran positif klien, dan
meningkatkan tanggung jawab klien.
5. Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas
perawatan/rencana terapi
Rasional: Pelibatan klien dalam proses pembuatan keputusan, mampu
meningkatkan rasa percaya diri.
6. Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada pasien
(jelaskan semua prosedur, peraturan dan pilihan untuk pasien, berikan waktu
untuk menjawab pertanyaan dan minta individu untuk menuliskan pertanyaan
sehingga tidak terlupakan)
Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir positif terhadap proses perawatan
yang sedang dijalani oleh klien, pelibatan klien dalam setiap pengambilan
keputusan menjadi hal penting.
7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat dikendalikan
(perasaan cemas, gelisah, ketakutan).
Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Bantuan diperlukan agar dapat menyadari secara akurat
keuntungan dan konsekuensi dari alternative yang ada.
8. Bantu klien mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak dapat ia kendalikan
(adiksi), Disukusikan dan ajarkan cara melakukan manipulasi menghadapi
kondisi-kondisi yang sulit dikendalikan, misalnya afirmasi.
Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi masalah yang tidak
terselesaikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat diubah.
9. Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung, kekuatankekuatan diri
(misalnya kekuatan baik itu berasal dari diri sendiri, keluarga, orang terdekat,
atau teman). Rasional: Pada pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan faktor
pendukung yang mampu mensupport pasien, dari dalam sendiri dapat berupa
penguatan nilai-nilai spiritual, Jika dalam proses perawatan kekuatan lain tidak
adekuat.
10. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani
keadaan dan sampaikan perubahan positif dan kemajuan yang dialami pasien
setiap hari.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan atas upaya dan
usaha yang sudah dilakukan oleh klien.
11. Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak mungkin atas praktik
perawatan dirinya. Dorong kemandirian pasien, tetapi bantu pasien jika tidak
dapat melakukannya.
Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan meningkatkan perasaannya
dalam mengendalikan hidupnya.
12. Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang telah dibuatnya
e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan,
berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan
ke masyarakat.
5. Rentang Respon
1. Masalah Keperawatan
Keputusasaan
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Data Subyektif
Tanda-tanda lisan seperti misalnya, isi pembicaraan pesimis,”saya tidak
bisa”, menghela napas. Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
b. Data Objektif
Menutup mata, penurunan nafsu makan, penurunan afek, penurunan respon
terhadap stimuli, penurunan pengungkapan verbal, kurang inisiatif, kurang terlibat
dalam perawatan, pasif, mengangkat bahu sebagai respong terhadap pembicara,
gangguan pola tidur, meninggalkan pembicara, dan menghindari kontak mata.
c. Koping Maladaptif
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
2. Etiologi
Beberapa kondisi patofisiologi dan psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat
menimbulkan gangguan citra tubuh yakni :
a. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh:
1) Enterostomi
2) Mastaktomi
3) Histerektomi
4) Pembedahan kardiovaskuler
5) Pembedahan leher radikal
6) Laringektomi
b. Amputasi pembedahan atau traumatik
c. Luka bakar
d. Trauma wajah
e. Gangguan makan
1) Anoreksia nervosa
2) Bulimia
f. Obesitas
g. Gangguan muskuluskeletal, seperti : atritis
h. Gangguan integumen
1) Psoriasis
2) Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
i. Lesi otak
1) Cerebrovaskular accident
2) Demensia
3) Penyakit parkinson
j. Gangguan afektif
1) Depresi
2) Skizofrenia
k. Gangguan endokrin
1) Akromegali
2) Sindroma chusing
l. Penyalahgunaan bahan kimia
m. Prosedur diagnostik
n. Kehilangan atau pengurangan fungsi
1) Impotensi
2) Pergerakan/kendali
3) Sensori/persepsi
o. Memori
p. Terapi modalitas
1) Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
2) Kemoterapi
q. Nyeri
r. Perubahan psikososial atau kehilangan
1) Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
2) Dukungan orang terdekat
3) Perceraian
4) Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
5) Translokasi/relokasi
s. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
1) Umpan balik interpersonal negatif
2) Penekanan pada produktivitas
t. Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)
C. Pohon Masalah
Efek Harga diri rendah situasioanl
Core Problem Perubahan konsep diri:
Gangguan citra tubuh
Koping individu tidak efektif
Etiologi
Ansietas sedang-berat Stress overload
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Defisit Perawatan Diri
Berikut ini merupakan data objektif dan data subjektif yang sering ditemukan pada gangguan
citra tubuh :
Data Objektif :
1. Mengurung diri
2. Dari hasil pemeriksaan dokter, pasien mengalami goncangan emosi.
3. Hilangnya bagian tubuh
4. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
5. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
6. Menolak melihat bagian tubuh.
7. Aktifitas sosial menurun.
Data Subyektif :
1. Nafsu makan tidak ada.
2. Sulit tidur
3. Pasien suka mengeluh nyeri di dada.
4. Pasien mengeluh sesak nafas.
5. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
6. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
7. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan.
8. Menolak berinteraksi dengan orang lain.
9. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.
10. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
11. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.
Tindakan Keperawatan
Secara umum, intervensi yang dapat dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan citra tubuh ialah :
1. Membina hubungan perawat – pasien yang terapeutik
Biasanya dimulai pada saat diagnosa, berlanjut melalui proses integrasi, dan dapat
diperkirakan sukses antara 1-2 tahun. Hubungan perawat – pasien yang saling percaya perlu
untuk program pendidikan, dukungan, konseling dan rujukan.
2. Memberikan pendidikan kesehatan
Pada fase awal pasien disiapkan untuk menghadapi perubahan citra tubuh. Pada fase
perubahan, bantu pasien untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi. Isi informasi berkaitan dengan cara-cara penyelesaian masalah, misalnya cara
mengatasi rasa bersalah, perasaan negatif tentang diri dan sebagainya.
3. Dorong pasien untuk merawat diri dan berperan serta dalam proses keperawatan.
Peran serta pasien dalam merawat diri akan mempercepat proses penerimaan terhadap
perubahan tubuh yang dialami, hendaknya dilakukan secara bertahap dan berlanjut.
4. Tingkatkan peran serta sesama pasien.
Anggota kelompok pasien dengan masalah yang sama dapat memberikan dukungan bahwa
apa yang dirasakan pasien adalah normal dan ada jalan keluarnya. Jika belum ada kelompok
yang permanen, dapat dipilih pasien di ruangan yang mempunyai masalah yang sama dan
telah menyelesaikan masalah dengan baik.
5. Tingkatkan dukungan keluarga pasien terutama pasangan pasien.
Bantu pasangan mengatasi masalah sendiri sebelum ia membantu pasien. Waktu kunjungan
yang teratur dan bergantian antar anggota keluarga, beri pendapat tentang makna perubahan
tubuh pasien, dan membicarakannya dengan pasien.
6. Membantu pasien memutuskan alternatif tindakan yang dapat mengurangi seminimal
mungkin perubahan gambaran tubuh.
7. Rehabilitasi bertahap untuk adaptasi terhadap perubahan, misalnya berjalan dengan tongkat
pada amputasi (Keliat, 1998).
Secara khusus, berikut ini adalah intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan
citra tubuh :
Kepada pasien
1. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan tentang citra
tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
2. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
3. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
4. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
a. Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian
yang baru.
b. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara lengkap.
c. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
d. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang
ideal.
5. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a. Susun jadwal kegiatan sehari-hari.
b. Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial.
c. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting
baginya.
d. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.
6. Monitor apakah pasien bisa menerima perubahan citra tubuhnnya.
7. Membantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain
8. Membantu pasien untuk mempertimbangkan kembali persepsi negatif terhadap diri sendiri
9. Membantu pasien untuk mengidentifikasi dampak identitas kelompok sebaya pada perasaan
harga diri
10. Dorong pasien untuk menerima tantangan baru
11. Bantu pasien untuk meningkatkan nilai objektif pada sebuah kejadian
12. Evaluasi kemampuan pasien untuk menentukan keputusan
13. Perkenalkan pasien dengan orang atau kelompok yang telah sukses melewati pengalaman
yang sama
14. Pahami perspektif pasien pada situasi stress
15. Sediakan pilihan yang realistis bagi pasien tentang askep tertentu
16. Atur situasi yang akan meningkatkan otonomi pasien
17. Bantu pasien untuk menemukan kekuatan dan kemampuan dirinya
18. Bantu pasien untuk menyatakan perasaan,persepsi dan ketakutan
19. Bantu pasien untuk mengevaluasi perilaku diri
20. Latih pasien untuk menggunakan teknik relaksasi,bila dibutuhkan
Kepada keluarga
1. Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
2. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
a. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
b. Memfasilitasi interaksi di rumah.
c. Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial.
d. Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien.
4. Ajarkan kepada keluarga untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien seperti
pasien mampu menyentuh dan melihat anggota tubuh yang terganggu, melakukan aktifitas di
rumah dan di masyarakat tanpa hambatan.
5. Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga.
6. Stimulasi persepsi HDR.
F. Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan citra tubuh pasien dapat diidentifikasi
melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan, termasuk hubungan interpersonal dan
sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra
tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan
bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan
(pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi,
mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Keliat, & Budu, A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.
Kusumawati Farida dan Hartono Yudi, 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa., Jakarta, Salemba
Medika.
Kozier, Erb, et all. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA International. (2014). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 -21017 Edisi
10. Jakarta: EGC.
Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep, & Iyus. (2010). Keperawatn Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.