Anda di halaman 1dari 48

Tugas Praktik Profesi Keperawatan Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN
MASALAH PSIKOSOSIAL

OLEH:
DESRIYANI SAPUTRI
R014221056

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

Akbar Harisa, S.kep., Ns., MN

PRAKTIK PROFESI JIWA


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL

A. Kasus (Masalah Utama)


Harga diri rendah situasional
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Harga diri rendah adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya
dengan orang lain. Harga diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai
hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat dan
dengan realitas dunia (Stuart & Gail, 2006).
Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri
sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat
terjadi secara situasional(trauma) atau kronis (kritik diri yang telah berlangsung
lama) dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung (Stuart & Sundeen,
2010).
Harga diri rendah situasional adalah suatu keadaan ketika individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri
dalam berespon terhadap suatu kejadian (kehilangan,perubahan).
Harga diri rendah situasional adalah evaluasi diri negatif yang berkembang
sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri seseorang yang
sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA, 2014).
Harga diri rendah situasional yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya
harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu terjadi ( korban perkosaan, dipenjara tiba-tiba)
(Dalami & Ernawati, 2009).
2. Etiologi
a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang
sembarangan pemasangan yang tidak sopan ( pengukuran pubis, pemasangan
kateler pemeriksaan perincal ).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat / sakit / penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai
pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagi tindakan tanpa persetujuan.
Harga diri rendah biasanya terjadi karena adanya kritik dari diri sendiri
dan orang lain, yang menimbulkan penurunan produktifitas berkepanjangan,
yang dapat menimbulkan gangguan dalam berhubungan dengan orang lain dan
dapat menimbulkan perasaan ketidakmampuan dari dalam tubuh, selalu merasa
bersalah terhadap orang lain, selalu berperasaan negatif tentang tubuhnya
sendiri.
Klien yang mempunyai gangguan harga diri rendah akan mengisolasi diri
dari orang lain dan akan muncul perilaku menarik diri, gangguan sensori
persepsi halusinasi bisa juga mengakibatkan adanya waham.
1) Faktor predisposisi
a) Faktor yang mempengaruhi harga diri : penolakan orangtua, harapan
orangtua tidak realistis, sekolah ditolak, pekerjaan.
b) Faktor yang mempengaruhi performa peran : stereotip peran gender,
tuntutan peran kerja, harapan peran budaya
c) Faktor yg mempengaruhi indentitas pribadi : ketidakpercayaan
orangtua, tekanan dari kelompok sebaya dan perubahan struktur sosial.
2) Faktor presipitasi
Ketegangan peran oleh stress yang berhubungan dengan frustasi yang
dialami dalam peran/posisi, halusinasi pendengaran dan penglihatan,
kebingungan tentang seksualitas diri sendiri, kesulitan membedakan diri
sendiri dari orang lain, gangguan citra tubuh, mengalami dunia seperti
dalam mimpi.
3. Tanda dan gejala
Keliant (2009) mengemukakan beberapa tanda dan gejala harga diri
rendah adalah :
a) Mengungkapkan rasa malu/bersalah
b) Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
c) Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya,
ketidakberdayaan dan ketidakbergunaan)
d) Kejadian menyalahkan diri secara episodik terhadap permasalahan hidup
yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
e) Kesulitan dalam membuat keputusan
f) Mengkritik diri sendiri.
g) Perasaan tidak mampu.
h) Pandangan hidup yang pesimis.
i) Penurunan produkrivitas.
j) Penolakan terhadap kemampuan diri.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji:
a) Perasaan malu pada diri sendiri akibat penyakit dan akibat terhadap
tindakan penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi rontok
(botak) karena pengobatan akibat penyakit kronis seperti kanker.
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri misalnya ini terjadi jika saya tidak
kerumah sakit menyalahkan dan mengejek diri sendiri.
c) Merendahkan martabat. Mis: saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
memang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d) Gangguan hubungan sosial. Mis: menarik diri, klien tidak mau bertemu
orang lain, lebih suka menyendiri.
e) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan yang suram
mungkin memilih alternatif tindakan.
f) Mencederai diri akibat harga diri rendah disertai dgn harapan yg suram
mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
g) Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.
h) Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.
i) Keluhan fisik
j) Penolakan terhadap kemampuan personal
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:
a) Data subjektif:
1) Mengkritik diri sendiri atau orang lain
2) Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
3) Perasaan tidak mampu
4) Rasa bersalah
5) Sikap negatif pada diri sendiri
6) Sikap pesimis pada kehidupan
7) Keluhan sakit fisik
8) Pandangan hidup yang terpolarisasi
9) Menolak kemampuan diri sendiri
10) Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
11) Perasaan cemas dan takut
12) Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
13) Mengungkapkan kegagalan pribadi
14) Ketidak mampuan menentukan tujuan
b) Data objektif:
1) Produktivitas menurun
2) Perilaku destruktif pada diri sendiri
3) Perilaku destruktif pada orang lain
4) Penyalahgunaan zat
5) Menarik diri dari hubungan sosial
6) Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
7) Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
8) Tampak mudah tersinggung/mudah marah
4. Proses terjadinya masalah
Proses terjadinya harga diri rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita
seseorang. Hal ini mengakibatkan berkurangnya tantangan dalam mencapai
tujuan. Tantangan yang rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya
hal ini menyebutkan penampilan seseorang yang tidak optimal. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu
mencapai remaja maka keadaanya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan
tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan, atau
pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung mengucilkan
dan menuntut lebih dari kemampuannya.
5. Komponen Konsep Diri
a. Citra tubuh (body image) : Sikap, persepsi keyakinan dan pengetahuan
individu secara sadar, atau tidak sadat, Terhadap tubuhnya yaitu : ukuran,
bentuk,, struktur makna, dan obyek yang kontak secara terus menerus baik
masa lalu maupun sekarang. Citra tubuh dapat diartikan sebagai kumpulun
sikap individu yang disadari maupun tidak ada tubuhnya. Citra tubuh
merupakan hal pokok dalam konsep diri, citra tubuh harus realistis, karena
semakin seseorang dapat menerima dan menyukai tabuhnya, ia akan lebih
bebas dan merasa aman dari kecemasan sehingga harga dirinya akan
meningkat. Sikap individu terhadap tubuhnya mencerminkan aspek penting
dalam dirinya misalnya menarik, gemuk, atau kurus, dan lain-lain.
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan,
makna dan obyek, pada klien yang dirawat di rumah sakit umum, perubahan
citra tubuh sangat mungkin terjadi. Stresor pada tiap kondisi kesehatannya
apakah semakin membaik atau memburuk, dan hal inilah yang dapat
menentukan harga diri seseorang.
Perubahan di antaranya Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun
akibat penyakit. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif seperti operasi,
suntikan dan pemasangan infus. Perubahan struktur sama dengan
perubahan bentuk tubuh disertai dengan pemasangan alat di dalam tubuh.
Keterbatasan gerak : makan, kegiatan. Makna dan obyek yang sering kontak
: penampilan dan dandanan berubah, pemasangan alat pada tubuh klien
seperti infus, respirator, suntik, pemeriksaan tanda vital.
b. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia harus berprilaku
berdasarkan standar, tujuan, keinginan atau nilai pribadi tertentu. Sering
disebut bahwa ideal diri sama dengan cita-cita, keinginan, harapan tentang
diri sendiri. Persepsi individu tentang bagaimana seharusnya berprilaku
berdasarkan standar,aspirasi, tujuan atau nilai yang diyakini. Penetapan
ideal diri dipengaruhi oleh kebudayaan, keluarga dan ambisi, keinginan
kemampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan orang serta prestasi
masyarakat setempat. Individu cenderung mensetting tujuan yang sesuai
dengan kemampuannya, kultural, realita, menghindari kegagalan dan rasa
cemas.
c. Harga diri (self esteem) adalah penilaian individu tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh prilaku sesuai dengan ideal diri.
Pencapaian ideal diri atau cita-cita/harapan langsung menghasilkan
perasaan berharga.
d. Identitas diri adalah kesadaran akan keunikan diri sendiri yang bersumber
dari penilaian dan observasi diri sendiri. Identitas ditandai dengan
kemampuan memandang diri sendiri beda dengan orang lain, mempunyai
percaya diri, dapat mengontrol diri, mempunyai persepsi tentang peran serta
citra diri.
e. Peran adalah seperangkat prilaku yang diharapkan secara sosial yang
berhubungan dengan fungsi indiidu pada bebagai kelompok sosial, tiap
individu mempunyai berbagai peran yang terintegrasi dalam pola fungsi
individu.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart &
Gail, 2006).
Mekanisme koping terdiri dari pertahanan koping jangka pendek atau
jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk
melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan.
b. Pertahanan jangka pendek
1) Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis
identitas diri (misalnya konser musik, menonton televisi secara
obsesif).
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara
(misalnya ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,
gerakan, atau geng).
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan
perasaan diri yang tidak menentu (misal : olahraga yang
kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan
popularitas).
4) Aktivitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat
identitas di luar dari hidup yang tidak bermakna saat ini
(misalnya: penyalahgunaan obat).
c. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini Stuart (2006) :
1) Penutupan identitas adalah adopsi identitas prematur yang
diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan,
aspirasi, atau potensi diri individu.
2) Identitas negatif adalah asumsi identitas yang tidak sesuai
dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.
3) Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi,
disosiasi, isolasi, proyeksi, pengalihan (displacement), Splitting,
berbalik marah terhadap terhadap diri sendiri, dan amuk.
C. Pohon Masalah
Efek Gangguan interaksi sosial: isolasi sosial



Core Problem Gangguan konsep diri: harga diri rendah


situasional



Etiologi Ketidakefektifan koping individu

D. Masalah Keperawatan
Harga diri rendah situasional
E. Rencana Tindakan Keperawatan
Tndakan keperawatan untuk pasien
Pasien mampu :
1. Mengenal harga diri yang terganggu: penyebab (perubahan yg terjadi), respon dan
akibat
2. Mengidentifikasi, menilai dan memilih kemampuan/keterampilan positif untuk
meningkatkan harga diri
3. Melatih kemampuan/ketrampilan yang dapat dilakukan
4. Menyadari manfaat kemampuan/ketrampilan positif terhadap harga diri
Sp1
a. Assesmen harga diri rendah
b. Diskusi kemampuan/ketrampilan positif , nilai, dan pilih untuk latihan
c. Latihan kemampuan/ketrampilan positif (pertama)
Sp 2
a. Evaluasi harga diri rendah, manfaat melakukan kemampuan positif
b. Latihan kemampuan /ketrampilan positif (kedua), dst sampai harga diri meningkat

Tndakan keperawatan untuk keluarga


Keluarga mampu:
a. Mengenal masalah harga diri rendah pada anggota keluarganya
b. Merawat anggota keluarga yang mengalami harga diri rendah
c. Memfollow up anggota keluarga yang mengalami harga diri rendah
Sp 1
a. Jelaskan HDR situasional pada keluarga
b. Latih keluarga membimbing pasien mengidentifikasi kemampuan/ketrampilan
positif pasien
c. Latih keluarga membimbing pasien melakukan kemampuan/ketrampilan yang dapat
dilatih, beri pujian
Sp2
a. Evaluasi kemampuan keluarga merawat/membimbing pasien
b. Latih lanjut keluarga membimbing pasien, memberi pujian dan semangat pada
pasien
c. Latihan keluarga melakukan follow up
ANSIETAS
A. Kasus (Masalah Utama)
Ansietas

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Ansietas adalah emosi, perasaan yang timbul sebagai respon awal terhadap
stress psikis dan ancaman terhadap nilai-nilai yang berarti bagi individu. Ansietas
sering digambarkan sebagai perasaan yang tidak pasti, ragu-ragu, tidak berdaya,
kegelisahan, kekhawatiran, tidak tentram yang disertai dengan keluhan fisik
(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016). Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas
dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Ansietas dialami secara
subjektif dan dikomunikasikan secara intrapersonal (Stuart, 2013).

Ansietas adalah suatu gejala yang tidak menyenangkan, sensasi cemas, takut
dan terkadang panik akan suatu bencana yang mengancam dan terkadang panik akan
suatu bencana yang mengancam dan tidak terelakkan yang dapat atau tidak
berhubungan dengan rangsangan eksternal ansietas berkaitan dengan perasaan tidak
pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.
Kondisi dialami secara subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan
interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut yang merupakan penilaian
intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional
terhadap penilaian tersebut (Stuart & Sundeen, 2006).

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas menurut Stuart
& Sundeen (2006) adalah :

1) Teori Psikoanalitik.
Psikoanalitik adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls
primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
Aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan
ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.

2) Teori Interpersonal.
Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas
juga berhubungan dengan perkembangan trauma, sperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga
diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.

3) Teori Perilaku.
Perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu
dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk
menghindari kepedihan, Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa
individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan
yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan
selanjutnya.

b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi 2 menurut Stuart (2013):

1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan


fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas ,
harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
c. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
dalan uapaya mempertahankan diri dari ansietas. Intensitas dari perilaku akan
meningkat sejalan dengan peningkatan ansietas.
1) Respon fisiologi terhadap Ansietas menurut Azizah, Zainuri, & Akbar
(2016) yaitu:
Sistem Tubuh Respon
Palpitasi
Jantung berdebar
Tekanan darah meninggi
Rasa mau pingsan
Pingsan
Kardiovaskuler
Tekanan darah menurun
Denyut nadi menurun
Napas cepat
Napas pendek
Tekanan pada dada
Pernapasan Napas dangkal
Pembengkakan pada tenggorok
Terengah-engah
Refleks meningkat
Reaksi kejutan
Mata berkedip-kedip
Insomnia
Tremor
Rigiditas
Gelisah
Wajah tegang
Neuromuskular
Kelemahan umum
Kaki goyah
Gerakan yang janggal
Kehilangan nafsu makan
Menolak makanan
Rasa tidak nyaman pada abdomen
Gastrointestinal
Mual
Rasa terbakar pada jantung
Diare
Tidak dapat menahan kencing
Traktus urinarius
Sering berkemih
Wajah kemerahan
Berkeringan setempat (telapak tangan)
Gatal
Rasa panas dan dingin pada kulit
Kulit Wajah pucat
Berkeringat seluruh tubuh
2) Respon perilaku, kognitif dan afektif terhadap ansietas menurut Azizah,
Zainuri, & Akbar (2016) yaitu sebagai berikut:
Sistem Respon
Gelisah
Ketegangan fisik
Tremor
Gugup
Bicara cepat
Perilaku Kurang koordinasi
Cenderung mendapat cedera
Menarik diri dari hubungan interpersonal
Menghalangi
Melarikan diri dari masalah
Menghindar
Hiperventilasi
Perhatian terganggu
Konsentrasi buruk
Pelupa
Salah dalam memberikan penilaian
Preokupasi
Hambatan berpikir
Kognitif Bidang persepsi menurun
Bingung
Sangat waspada
Kesadaran diri meningkat
Kehilangan objektivitas
Takut kehilangan kontrol
Mudah terganggu
Tidak sabar
Gelisah
Tegang
Nervus
Afektif Ketakutan
Ketakutan/ Gugup
Gelisah /Teror
Alarm

3. Tingkatan Ansietas dan Karakteristiknya


Menurut Videbeck (2010) mengelompokan ansietas kedalam empat tingkat
sesuai dengan rentang respon ansietas yaitu :
a) Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan
sehari-hari. Pada tingkat ini lapang persepsi meningkat dan individu akan
berhati-hati dan waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar
dan akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.

1) Agak tidak nyaman


2) Gelisah
3) Insomnia ringan
4) Perubahan nafsu makan ringan
5) Pengulangan pertanyaan
6) Perilaku mencari perhatian
7) Peningkatan kewaspadaan
8) Peningkatan kewaspadaan
9) Peningkatan persepsi dan pemecahan masalah
10) Mudah marah
11) Gerakan tidak tenang
b) Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu
lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal
lain.

1) Perkembangan dari ansietas ringan


2) Perhatian terpilih pada lingkungan
3) Ketidaknyamanan subjektif sedang
4) Peningkatan ketegangan otot
5) Perubahan dalam nada suara
6) Konsentrasi hanya pada tugas-tugas individu
7) Peningkatan jumlah waktu yang digunakan pada situasi masalah
8) Takipnea
9) Takikardi
10) Gemetaran
11) Suara bergetar
c) Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu
cenderumng memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.
Individu tidak mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan.
1) Perasaan terancam
2) Ketegangan otot berlebihan
3) Diaphoresis
4) Perubahan pernafasan ; nafas panjang, hyperfentilasi, dispnea dan
pusing
5) Perubahan gastro intestinal ; mual, muntah, rasa terbakar pada ulu hati,
sendawa, anoreksia, diare atau konstipasi
6) Perubahan kardiovaskuler ; tachycardia, palpitasi, rasa tidak nyaman
pada precordial, ketidakmampuan untuk belajar, ketidakmampuan
untuk konsentrasi
7) Rasa terisolasi
8) Kesulitan atau ketidaktepatn pengungkapan
9) Aktivitas yang tidak berguna
10) Bermusuhan
d) Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak
dapat melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan.

1) Hyperaktifitas atau mobilitas berat


2) Rasa terisolasi yang ekstrim
3) Kehilangan identitas, desintegrasi kepribadian
4) Sangat goncang dan otot tegang
5) Ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan kalimat yang lengkap
6) Distorsi,persepsi penilaian yang tidak realitas terhadap lingkungan dan
ancaman
7) Perilaku kacau dalam usaha melarikan diri
8) Menyeran

4. Kriteria Diagnostik
a. Ansietas berlebihan dan tidak wajar atau ansietas itu dirasakan apabila individu
itu menghadapi objek atau situasi yang ditakuti atau ansietas dirasakan apabila
berusaha melawan obsesi atau kompulsinya.
b. Tidak disebabkan oleh gangguan lain seperti skizofrenia, gangguan afektif atau
gangguan mental organik.
c. Gambaran penyerta :
1) Ketegangan motorik; tegang, nyeri otot, letih, tidak dapat santai, kelopak
mat bergetar kening berkerut, muka tegang, gelisah, tidak dapat
diam,mudah kaget.
2) Hiperaktivitas autonomic; berkeringat, jantung berdebar-debar, rasa panas
dingin, telapak tangan lembab, mulut kering, pusing, kepala terasa ringan,
sering kencing, diare, rasa tidak enak di uluhati, kerongkongan terasa
tersumbat, muka merah/pucat, denyut nadi dan napas cepat waktu istirahat,
menggigil, kesemutan dan bergetar.
3) Kewaspadaan berlebihan; mengamati lingkungan secara berlebihan
sehingga mengakibatkan perhatian mudah teralih, sukar konsentrasi dan
tidak sabaran.
5. Rentang Respon
Rentang respon ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan maladaptif
seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Respon Adaptif Respon Maladaptif

I I I
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Respon Adaptif adalah suatu keadaan dimana terjadi stresor dan bila individu
mampu untuk menghambat dan mengatur hal tersebut, maka akan menghasilkan
hal yang positif.
Hal positif tersebut antara lain :
a. Dapat memecahkan masalah dan konflik.
b. Adanya dorongan untuk bermotivasi.
c. Terjadinya peningkatan prestasi.
Respon Maladaptif adalah suatu keadaan dimana tidak terjadi pertahanan
perilaku individu secara otomatis terhadap ancaman kecemasan. Apabila terjadi
ancaman terhadap individu, kemudian individu tersebut menggunakan respon
adaptif, maka ia dapat beradaptasi terhadap ancaman tersebut dengan demikian
maka kecemasan tidak terjadi. Tetapi apabila menggunakan respon maladaptif,
maka yang akan terjadi adalah individu akan menggalami kecemasan secara
bertahap, mulai dari sedang, ke tingkat berat dan akhirnya menjadi panik.
6. Sumber Koping
Individu dapat mengatasi stres dan ansietas dengan menggerakan sumber
koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal ekonomik,
kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
7. Mekanisme Koping
Ketika mengalami ansietas, individu menggunakan berbagai kemampuan
mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama terjadinya
perilaku patologis. Pola yang cenderung digunakan seseorang untuk mengatasi
ansietas ringan cenderung tetap dominan ketika ansietas menghebat. Ansietas
ringkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang serius.
Tingkat ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :
a. Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi secara realistik tuntutan situasi
stres.
1) Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi
hambatan pemenuhan kebutuhan.
2) Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik
untuk memindahkan seseorang dari sumber stres.
3) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal seseorang.
b. Mekanisme pertahanan ego, membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang, tetapi jika berlangsung pada tingkat tidak sadar dan melibatkan
penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini dapat merupakan
respon maladaptif terhadap stres.

8. Penanganan
Yang pertama yang harus dilakukan pada pasien adalah edukasi pasien untuk
mengatasi panik dan ansietas. Pasien dicoba untuk dapat menghilangkan gejala
ansietas dengan berbagai cara. Cara yang mudah adalah relaksasi, latihan nafas,
hipnosis, desensitisasi, latihan fisik yang sedang (jangan latihan berat), seperti jalan
3 – 4 km sehari. Selain itu pasien harus ditingkatkan rasa percaya diri. Pengobatan
ini merupakan terapi tambahan dan bukan substitusi dari terapi farmakologik. Satu
hal yang penting adalah bahwa pengobatan non farmakologik sendiri, tanpa
pengobatan farmakologik kurang khasiatnya.
C. Pohon Masalah
Efek Perubahan konsep diri: HDR situasional

Koping individu tidak efektif

Core problem Ansietas

Etiologi Stres berlebihan

1. Masalah Keperawatan
Ansietas
2. Data yang Perlu Dikaji
a) Respon Physiologic
1) Palpitasi jantung
2) Mulut kering
3) Sulit bernafas
4) Nausea
5) Respiration meningkat
6) Tremors
7) Nadi meningkat
8) Tekanan darah meningkat
9) Menangis
10) Sulit untuk tidur
11) Sulit untuk makan
b) Respon Psychologic
1) Ekspresi sedih
2) Rasa takut
3) Marah
4) Tidak percaya pada org lain
5) Ketidakmampuan memperhatikan
6) Rasa tidak berdaya
7) Tidak punya harapan
8) Perubahan sexual
9) Respon sosial
10) Menarik diri dari interaksi dengan orang lain
11) Rasa bermusuhan terhadap orang lain
12) Berpakaian tidak sesuai
13) Perubahan komunikasi

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Tindakan untuk pasien
1. Tujuan
a) Pasien mampu menurunkan ansietas dengan mengenal ansietas yang dialami
b) Pasien mampu menurunkan ansietas melalui aktivitas mengontrol ansietas
c) Pasien mampu memperagakan dan menggunakan aktivitas menurunkan ansietas
2. Tindakan
a) Bina hubungan saling percaya
1) Mengucapkan salam terapeutik
2) Berjabat tangan
3) Menjelaskan tujuan interaksi
4) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien
b) Bantu pasien mengidentifikasi ansietas yang dialami oleh pasien
1) Bantu pasien perasaan, persepsi dan ketakutan terkait ansietas yang dialami
2) Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
3) Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
4) Bantu pasien mengidentifikasi waktu dan frekuensi timbulnya ansietas
5) Bantu pasien menyadari respon ansietas yang dirasakan
c) Ajarkan pasien melakukan aktivitas untuk menurunkan ansietas yang dialami:
1) Latih relaksasi: tarik napas dalam, relaksasi progresif
2) Latih ventilasi perasaan dengan komunikasi terbuka
3) Latih menghentikan pikiran negatif
4) Latih teknik reduksi ansietas dengan kegiatan

Tindakan untuk keluarga


1. Tujuan
a) Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya
b) Keluarga mampu memahami proses terjadinya masalah ansietas
c) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas
d) Keluarga mampu mempraktekkan cara merawat pasien dengan ansietas
e) Keluarga mampu merujuk anggota keluarga yang mengalami ansietas
2. Tindakan
a) Bantu keluarga mengenal masalah ansietas yang dialami oleh anggota
keluarganya:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang pengertian ansietas
2) Diskusikan dengan keluarga tentang penyebab ansietas
3) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala ansietas
b) Diskusikan dan latih keluarga cara merawat anggota keluarga dengan ansietas
melalui aktivitas untuk menurunkan ansietas:
1) Latih relaksasi: tarik napas dalam , relaksasi progresif
2) Latih ventilasi perasaan dengan komunikasi terbuka
3) Latih menghentikan pikiran negatif
4) Latih teknik reduksi ansietas melalui kegiatan
c) Diskusikan dengan keluarga tentang kondisi-kondisi dimana pasien harus
dirujuk kefasilitas kesehatan dan bagaimana cara merujuknya
KETIDAKBERDAYAAN

A. Kasus (Masalah Utama)


Ketidakberdayaan
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
NANDA Internasional (2016) mendefinisikan ketidakberdayaan sebagai
persepsi bahwa tindakan seseorang secara signifikan tidak akan mempengaruhi
hasil; persepsi kurang kendali terhadap situasi saat ini atau situasi yang akan segera
terjadi. Ketidakberdayaan juga didefinisikan sebagai kondisi ketika individu atau
kelompok merasakan kurangnya control personal terhadap sejumlah kejadian atau
situasi tertentu akan mempengaruhi tujuan dan gaya hidupnya (Carpenito, 2009).
2. Etiologi
Menurut Towsend (2010) bebrapa penyebab yang mungkin pada seseorang
yang mengalamiketidakberdayaan sebagi berikut:
a. Kemungkinan etiologi :
1) Disfungsi proses berduka
2) Kurangnya umpan balik positif
3) Umpan balik negatif yang konsisten
b. Faktor yang berhubungan :
Setiap proses penyakit baik akut maupun kronis dapat menyebabkan
ketidakberdayaan atau berperan menyebabkan ketidakberdayaan.
Beberapa sumber umum antara lain :
1) Berhubungan dengan ketidakmampuan berkomunikasi, sekunder akibat
CVA, trauma servikal, infark miokard, nyeri.
2) Berhubungan dengan ketidakmampuan menjalani tanggung jawab peran
sekunder akibat pembedahan, trauma, artritis.
3) Berhubungan dengan proses penyakit yang melemahkan, sekunder akibat
sklerosis multipel, kanker terminal.
4) Berhubungan dengan penyalahgunaan zat.
5) Berhubungan dengan distorsi kognitif, sekunder akibat depresi.
Situasional (Personal, lingkungan) :
1) Berhubungan dengan status kuratif menjadi paliatif.
2) Berhubungan dengan perasaan kehilangan kontrol dan pembatasan gaya
hidup sekunder akibat (sebutkan).
3) Berhubungan dengan pola makan berlebihan.
4) Berhubungan dengan karakteristik personal yang sangat mengontrol nilai
(misalnya, lokus kontrol internal).
5) Berhubungan dengan pembatasan RS atau lembaga.
6) Berhubungan dengan gaya hidup berupa ketidakmampuan (Helplessness).
7) Berhubungan dengan rasa takut akan penolakan (ketidaksetujuan).
8) Berhubungan dengan kebutuhan dependen yang tidak terpenuhi.
9) Berhubungan dengan umpan balik negatif yang terus-menerus.
10) Berhubungan dengan hubungan abusive jangka panjang.
11) Berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
12) Berhubungan dengan mekanisme koping yang tidak adekuat.
Maturasional :
1) Anak remaja: berhubungan dengan masalah pengasuhan anak.
2) Dewasa: berhubungan dengan peristiwa kehilangan lebih dari satu kali,
sekunder akibat penuaan (misalnya, pensiun, defisit sensori, defisit
motorik, uang, orang terdekat).
3. Gejala klinis
Batasan Karakteristik (NANDA Internasional, 2016)
a. Ansietas
b. Pemberi asuhan
c. Harga diri rendah kronik
d. Kurang pengetahuan
e. Kekurangan secara ekonomi
f. Penyakit
g. Pola koping tidak efektif
h. Kurang dukungan sosial
i. Nyeri
j. Penyakit yang melemahkan secara progresif
k. Harga din rendah situasionaì
l. Marginalisasi social
m. Kondisi terstigma
n. Perjalanan penyakit yang tidak dapat diprediksi
Tanda dan gejala (Observasi):
a. Selera Makan turun/kurang
b. Waktu tidur panjang
c. Peran serta perawatan diri turun
d. Sikap pasif dalam perawatan
e. Perhatian pada orang yang dekat turun
f. Dapat merupakan lanjutan ansietas
Tanda dan gejala (wawancara):
a. Tidak mampu mengendalikan perubahan situasi
b. Tidak dapat menghasilkan sesuatu
c. Ketidakpuasan dan frustasi terhadap ketidakmampuanya.
d. Ketidakmampuan perawatan diri
e. Tidak dapat pengambilan keputusan saat diberikan kesempatan
Menurut SDKI (2017) , terdapat tanda dan gejala ketidakberdayaan yaitu sebagai
berikut :
Tanda dan Gejala Mayor Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Subjektif
Menyatakan frustasi atau tidak 1. Merasa diasingkan
mampu melaksanakan aktivitas. 2. Menyatakan keraguan tentang
kinerja peran
3. Menyaakan kurang kontrol
4. Menyatakan rasa malu
5. Merasa tertekan
Objektif Objektif
Bergantung pada orang lain 1. Tidak berpartisipasi dalam
perawatan.
2. Pengasingan

4. Klasifikasi
Menurut Prabowo (2014); Wilkinson (2007) ketidakberdayaan yang dialami
klien dapat terdiri dari 3 tingkatan yaitu:
a) Rendah
Klien mengungkapakan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat energi
dan bersikap pasif.
b) Sedang
Klien mengalami ketergantungan pada orang lain yang dapat
mengakibatkan ititabilitas, ketidaksukaan, marah dan rasa bersalah. Klien tidak
melakukan praktik perawatan diri ketika ditantang. Klien tidak ikut memantau
kemajuan pengobatan. Klien menunjukkan ekspresi ketidakpuasan terhadap
ketidakmampuan melakukan aktivitas atau tugas sebelumnya. Klien
menujukkan ekspresi keraguan tentang performa peran.
c) Berat
Klien menunjukkan sikap apatis, depresi terhadap perburukan fisik yang
terjadi dengan mengabaikan kepatuhan pasien terhadap program pengobatan
dan menyatakan tidak memiliki kendali (terhadap perawatan diri, situasi, dan
hasil). Pada klien NAPZA biasanya klien cenderung jatuh pada kondisi
ketidakberdayaan berat karena tidak memiliki kendali atas situasi yang
memepngaruhinya untuk menggunakan NAPZA atau ketidakmampuan
mempertahankan situasi bebas NAPZA.
5. Sumber Koping

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Harapan Kesempatan Ketidakpastian Bahaya Tidak berdaya Putus

a. Harapan
Harapan akan mempngaruhi respons psikologis terhadap penyakit fisik.
Kurangnya harapan dapat meningkatkan stres dan berakhir dengan penggunaan
mekanisme koping yang tidak adekuat. Pada beberapa kasus, koping yang tidak
adekuat dapat menimbulkan masalah kesehatan jiwa.
b. Ketidakpastian
Ketidakpastian adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu
memahami kejadian yang terjadi. Hal ini akan mempengaruhi kemmapuan
individu mengkaji situasi dan memperkirakan upaya yang akan dilakukan.
Ketidakpastian menjadi berbahaya jika disertai rasa pesimis dan putus asa.
c. Putus asa
Putus asa ditandai dengan perilaku pasif, perasaan sedih dan harapan
hampa, kondisi ini dapat membawa klien dalam upaya bunuh diri.
C. Pohon Masalah
Efek Keputusasaan

Core Problem Ketidakberdayaan

Perubahan konsep diri: HDR situasional

Koping individu tidak efektif


Etiologi
Ansietas

Stres berlebihan
1. Masalah Keperawatan
Ketidakberdayaan
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Data subjektif :
1) Mengatakan secara verbal ketidakmampuan mengendalikan atau
mempengaruhi situasi.
2) Mengatakan tidak dapat menghasilkan sesuatu.
3) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri.
b. Data objektif :
1) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau pengambilan keputusan saat
kesempatan diberikan.
2) Segan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
3) Tidak memantau kemajuan, ketidakmampuan mencari informasi tentang
perawatan.
4) Apatis, pasif.
5) Ekspresi muka murung.
6) Bicara dan gerakan lambat.
7) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan.
8) Tidur berlebihan.
9) Menghindari orang lain.
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan pada pasien
a. Tujuan umum :
1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2. Pasien mampu mengenali dan mengekspresikan emosinya
3. Pasien mampu memodifikasi pola kognitiif yang negatif
4. Pasien mampu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan
dengan perawatan pasien
5. Pasien mampu termotivasi untuk aktif mencapai tujuan realistis.
b. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Bina hubungan saling percaya
2. Membuat kontrak ( inform consent )
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang dapat berpengaruh pada
ketidakberdayaan (misalnya: pekerjaan, aktivitas hiburan, tanggung jawab
peran, hubungan antar pribadi).
Rasional: mengidentifikasi situasi/hal-hal yang berpotensi dapat dikendalikan
dan dapat digunakan sebagai sumber kekuatan/power bagi klien.
4. Diskusikan dengan pasien pilihan yang realistis dalam perawatan, berikan
penjelasan untuk pilihan tersebut.
Rasional: Memberikan kesempatan pada klien untuk berperan dalam proses
perawatan, termasuk untuk meningkatkan pemikiran positif klien, dan
meningkatkan tanggung jawab klien.
5. Libatkan pasien dalam pembuatan keputusan tentang rutinitas
perawatan/rencana terapi
Rasional: Pelibatan klien dalam proses pembuatan keputusan, mampu
meningkatkan rasa percaya diri.
6. Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan perawatan kepada pasien
(jelaskan semua prosedur, peraturan dan pilihan untuk pasien, berikan waktu
untuk menjawab pertanyaan dan minta individu untuk menuliskan pertanyaan
sehingga tidak terlupakan)
Rasional: Meningkatkan kemampuan berpikir positif terhadap proses perawatan
yang sedang dijalani oleh klien, pelibatan klien dalam setiap pengambilan
keputusan menjadi hal penting.
7. Bantu pasien mengidentifikasi situasi kehidupannya yang dapat dikendalikan
(perasaan cemas, gelisah, ketakutan).
Rasional: Kondisi emosi pasien mengganggu kemampuannya untuk
memecahkan masalah. Bantuan diperlukan agar dapat menyadari secara akurat
keuntungan dan konsekuensi dari alternative yang ada.
8. Bantu klien mengidentifikasi situasi kehidupan yang tidak dapat ia kendalikan
(adiksi), Disukusikan dan ajarkan cara melakukan manipulasi menghadapi
kondisi-kondisi yang sulit dikendalikan, misalnya afirmasi.
Rasional: Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan ketidakmampuan sebagai upaya mengatasi masalah yang tidak
terselesaikan dan menerima hal-hal yang tidak dapat diubah.
9. Bantu pasien mengidentifikasi faktor pendukung, kekuatankekuatan diri
(misalnya kekuatan baik itu berasal dari diri sendiri, keluarga, orang terdekat,
atau teman). Rasional: Pada pasien dengan ketidakberdayaan dibutuhkan faktor
pendukung yang mampu mensupport pasien, dari dalam sendiri dapat berupa
penguatan nilai-nilai spiritual, Jika dalam proses perawatan kekuatan lain tidak
adekuat.
10. Sampaikan kepercayaan diri terhadap kemampuan pasien untuk menangani
keadaan dan sampaikan perubahan positif dan kemajuan yang dialami pasien
setiap hari.
Rasional: Meningkatkan rasa percaya diri terhadap kemampuan atas upaya dan
usaha yang sudah dilakukan oleh klien.
11. Biarkan pasien mengemban tanggung jawab sebanyak mungkin atas praktik
perawatan dirinya. Dorong kemandirian pasien, tetapi bantu pasien jika tidak
dapat melakukannya.
Rasional: memberikan pilihan kepada pasien akan meningkatkan perasaannya
dalam mengendalikan hidupnya.
12. Berikan umpan balik positif untuk keputusan yang telah dibuatnya

Tindakan keperawatan pada keluarga


a. Tujuan keperawatan pada keluarga
1. Keluarga mampu mengenal masalah ketidakberdayaan/ ketidakmampuan pada
anggota keluarganya
2. Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ketidakberdayaan
atau ketidakmampuan
3. Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami
ketidakberdayaan/ ketidakmampuan.
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Mendiskusikan kondisi pasien : Ketidak berdayaan, Penyebab terjadi, tanda dan
gejala.
2. Melatih keluarga merawat ketidakberdayaan pasien.
3. Melatih keluarga melakukan follow up ketidakberdayaan pasien
KEPUTUSASAAN
A. Kasus (Masalah Utama)
Keputusasaan

B. Proses Terjadinya Masalah


1. Definisi
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2014).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa bahwa
kehidupannya terlalu berat untuk dijalani (dengan kata lain mustahil). Seseorang yang
tidak memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki
kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya dan percaya bahwa
baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya. Keputusasaan berkaitan
dengan kehilangan harapan, ketidakmampuan, keraguan, duka cita, apati, kesedihan,
depres dan bunuh diri (Stuart, 2013).
Menurut Azizah, Zainuri, & Akbar (2016) mengemukakan bahwa keputusasaan
merupakan kondisi yang dapat menguras energi. Keputusasaan merupakan status
emosional yang berkepanjangan dan bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak
melihat adanya alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang muncul
atau untuk mencapai apa yang diinginkan serta tidak dapay mengerahkan energinya
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan .
2. Tanda dan Gejala
Adapun tanda dan gejala menurut Keliat & Budu (2011), adalah:
a) Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa (“saya
tidak dapat melakukan”)
b) Sering mengeluh dan Nampak murung.
c) Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
d) Menunjukkan kesedihan, afek datar atau tumpul.
e) Menarik diri dari lingkungan.
f) Kontak mata kurang.
g) Mengangkat bahu tanda masa bodoh.
h) Nampak selalu murung atau blue mood.
i) Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takipneu)
j) Menurun atau tidak adanya selera makan
k) Peningkatan waktu tidur.
l) Penurunan keterlibatan dalam perawatan.
m) Bersikap pasif dalam menerima perawatan
n) Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna.
Sedangkan menurut, Keliat, Yosep & Iyus (2010) adalah:
a) Mayor (harus ada)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai hal
yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.
1) Fisiologis
Respon terhadap stimulus melambat, tidak ada energi, tidur bertambah.
2) Emosional
Individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan perasaannya
tapi dapat merasakan, tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan
dan pertolongan tuhan, tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup, hampa
dan letih, perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak
mampu dan terperangkap.
3) Individu memperlihatkan
Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan, penurunan
verbalisasi, penurunan afek, kurangnya ambisi, inisiatif, serta minat,
ketidakmampuan mencapai sesuatu, hubungan interpersonal yang terganggu,
proses pikir yang lambat, kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan
kehidupannya sendiri.
4) Kognitif
Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan
membuat keputusan, mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang
bukan masalah yang dihadapi saat ini, penurunan fleksibilitas dalam proses
pikir, kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali).
b) Minor ( mungkin ada )
1) Fisiologis
Anoreksia, BB menurun
2) Emosional
Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain, merasa berada
diujung tanduk, tegang, muak (merasa ia tidak bisa), kehilangan kepuasan
terhadap peran dan hubungan yang ia jalani
3) Individu memperlihatkan
Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara, penurunan
motivasi, keluh kesah, kemunduran, sikap pasrah, depresi
4) Kognitif
Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima, hilangnya
persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa datang, bingung,
ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif, distorsi proses pikir dan
asosiasi, penilaian yang tidak logis.
3. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon keputusasaan adalah:
1) Faktor genetic: Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan
2) Kesehatan jasmani: Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka
dalam menghadapi situasi masalah dan mengalami keputusasaan.
4) Struktur kepribadian
5) Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan keputusasaan adalah:
1) Faktor kehilangan
2) Kegagalan yang terus menerus
3) Faktor Lingkungan
4) Orang terdekat (keluarga)
5) Status kesehatan (penyakit yang diderita dan dapat mengancam jiwa)
6) Adanya tekanan hidup
7) Kurangnya iman
4. Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan gangguan keputusasaan.
b. Psikoterapi
Adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan
terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai
realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus
asa dan semangat juangnya.
c. Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung
pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani
terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari
penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan
dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.

e. Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali
kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi
dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah
keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan,
berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program
rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program
rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan
ke masyarakat.

5. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Harapan Putus harapan


Yakin Tidak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Apatis
Tetap hati Gagal dalam kehidupan
Depresi
Bunuh diri
C. Pohon Masalah
Efek Risiko bunuh diri

Core Problem Keputusasaan

Etiologi Ketidakberdayaan

Gangguan konsep diri: harga diri rendah

1. Masalah Keperawatan
Keputusasaan
2. Data yang Perlu Dikaji
a. Data Subyektif
Tanda-tanda lisan seperti misalnya, isi pembicaraan pesimis,”saya tidak
bisa”, menghela napas. Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
Sering mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi,
tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
b. Data Objektif
Menutup mata, penurunan nafsu makan, penurunan afek, penurunan respon
terhadap stimuli, penurunan pengungkapan verbal, kurang inisiatif, kurang terlibat
dalam perawatan, pasif, mengangkat bahu sebagai respong terhadap pembicara,
gangguan pola tidur, meninggalkan pembicara, dan menghindari kontak mata.
c. Koping Maladaptif
DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.

D. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan askep pasien
a. Pasien mampu mengenal perasaan, penyebab, akibat
b. Mengidentifikasi perasaan, pikiran, dan perilaku positif diri sendiri, keluarga dan
lingkungan
c. Latihan berpikir positif, harapan masa depan dan menemukan makna hidup
1) Tujuan Umum ; Klien mampu mengekpresikan harapan positif tentang masa depan,
mengekpresikan tujuan dan arti kehidupan.
2) Tujuan Khusus ; klien mampu :
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal masalah keputusasaan
c) Berpartisipasi dalam aktifitas
d) Menggunakan keluarga sebagai system pendukung

Tindakan keperawatan untuk pasien


Sp1
a. Assesmen penyebab, akibat keputusasaan
b. Diskusi perasaan, pikiran dan perilaku positif
c. Latihan berpikir positif : diri sendiri, keluarga dan lingkungan
Sp 2
a. Evaluasi ketidakberdayaan, latihan berpikir positif
b. Latihan harapan masa depan, kegiatan positif & makna hidup

Tujuan askep keluarga


a. Mengenal masalah keputusasaan pada anggota keluarga
b. Merawat anggota keluarga yang mengalami keputusassan
c. Memfollow up anggota keluarga yang mengalami keputusassan
Tindakan keperawatan untuk keluarga
Sp 1
a. Penjelasan keputusasaan: penyebab, tanda dan gejala, akibat
b. Latih membimbing pasien berpikir positif: diri sendiri, keluarga dan lingkungan
Sp2
a. Evaluasi peran keluarga mevaluasi keputusasaan dan membimbing berpikir
b. Latih membimbing harapan masa depan, kegiatan positif dan makna hidup dan follow
up
Tindakan keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
1) Ucapkan salam
2) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan yang disukai
3) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
4) Jelaksan tujuan pertemuan
5) Dengarkan klien dengan penuh perhatian
6) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.
b. Klien mengenal masalah keputusasaannya
1) Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaan sedih, kesendirian,
keputusasaannya.
2) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien
3) Bantu klien mengidentifikasikan tingkah laku yang mendukung putus asa:
pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya
partisipasi dalam aktifitas.
4) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk atasi masalahnya,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan.
5) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini digunakan oleh
klien.
6) Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.
7) Bantu klien identifikasi keuntungan dn kerugian dari tiap alternative.
8) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah faktor resiko
terbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang rencana, metode dan cara
bunuh diri.
GANGGUAN CITRA TUBUH

A. Kasus (Masalah Utama)


Gangguan citra tubuh
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
Gangguan citra tubuh adalah kebingungan dalam gambaran mental dari fisik
seseorang. (NANDA 2012-2014). Gangguan citra tubuh adalah suatu keadaan ketika
individu mengalami atau berisiko untuk mengalami gangguan dalam pencerapan diri
seseorang. Gangguan citra tubuh merupakan konfusi pada gambaran mental dari fisik diri
seseorang. Gangguan citra tubuh biasanya melibatkan distorsi dan persepsi negatif
tentang penampilan fisik mereka. Perasaan malu yang kuat, kesadaran diri dan
ketidaknyamanan sosial sering menyertai penafsiran ini. Sejumlah perilaku menghindar
sering digunakan untuk menekan emosi dan pikiran negatif, seperti visual menghindari
kontak dengan sisa ekstremitas, mengabaikan kebutuhan perawatan diri dari sisa
ekstremitas dan menyembunyikan sisa ekstremitas lain. Pada akhirnya reaksi negatif ini
dapat mengganggu proses rehabilitasi dan berkontribusi untuk meningkatkan isolasi
sosial (Wald & Alvaro, 2004).
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan
mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra
tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan
fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan anggota
penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya (Kozier, 2004). Respon pasien
terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat meliputi respon terhadap kelainan
bentuk atau keterbatasan, perubahan dalam kebebasan dan ketergantungan, serta pola
ketergantungan dalam komunikasi dan sosialisasi.

Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:


a) Respon penyesuaian
Menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa syok, kesangsian, pengingkaran,
kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)
b) Respon mal-adaptif
Lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan dengan kelainan bentuk atau
keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri. Perilaku yang bersifat merusak, berbicara
tentang perasaan tidak berharga atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan.

Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:


c) Respon penyesuaian
Merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian (membuat keputusan) dalam
mengembangkan perilaku kepedulian yang baru terhadap diri sendiri, menggunakan
sumber daya yang ada, interaksi yang saling mendukung dengan keluarga.
d) Respon mal-adaptif
Menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa kepeduliannya terhadap yang lain yang
terus-menerus bergantung atau dengan keras menolak bantuan.

Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:


e) Respon penyesuaian
Memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi dan menerima tawaran bantuan,
dan bertindak sebagai pendukung bagi yang lain.
f) Respon mal-adaptif
Mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat kedangkalan kepercayaan diri
dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi diri sendiri, dendam, malu, frustrasi,
tertekan) (Carol, 1997).

2. Etiologi
Beberapa kondisi patofisiologi dan psikopatologis dan prosedur terapeutik yang dapat
menimbulkan gangguan citra tubuh yakni :
a. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh:
1) Enterostomi
2) Mastaktomi
3) Histerektomi
4) Pembedahan kardiovaskuler
5) Pembedahan leher radikal
6) Laringektomi
b. Amputasi pembedahan atau traumatik
c. Luka bakar
d. Trauma wajah
e. Gangguan makan
1) Anoreksia nervosa
2) Bulimia
f. Obesitas
g. Gangguan muskuluskeletal, seperti : atritis
h. Gangguan integumen
1) Psoriasis
2) Skar sekunder akibat trauma atau pembedahan
i. Lesi otak
1) Cerebrovaskular accident
2) Demensia
3) Penyakit parkinson
j. Gangguan afektif
1) Depresi
2) Skizofrenia
k. Gangguan endokrin
1) Akromegali
2) Sindroma chusing
l. Penyalahgunaan bahan kimia
m. Prosedur diagnostik
n. Kehilangan atau pengurangan fungsi
1) Impotensi
2) Pergerakan/kendali
3) Sensori/persepsi
o. Memori
p. Terapi modalitas
1) Teknologi tinggi (misalnya impian defibrilator, prostesis sendi, dialisis)
2) Kemoterapi
q. Nyeri
r. Perubahan psikososial atau kehilangan
1) Perubahan volunter atau dipaksakan dalam peran bekerja atau sosial
2) Dukungan orang terdekat
3) Perceraian
4) Kepemilikan pribadi (rumah, perlengkapan rumah tangga, keuangan)
5) Translokasi/relokasi
s. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)
1) Umpan balik interpersonal negatif
2) Penekanan pada produktivitas
t. Defisit pengetahuan (personal, pemberi asuhan, atau masyarakat)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Citra Tubuh


Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.
Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep
diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh.
Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan
pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima dan
mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar dari
rasa cemas dan meningkatkan harga diri. Proses tumbuh kembang fisik dan kognitif
perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh bila dibandingkan dengan aspek lain dari konsep
diri (Potter & Perry, 2005).
4. Positif dan Negatif Citra Tubuh
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk
individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu
menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik
seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari
seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan
tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.
Individu merasakan yakin dan nyaman dengan kondisi badannya (Dewi, 2009).
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk
individu, perasan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu
merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu
adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan
khawatir akan badannya. Individu merasakan canggung dan gelisah terhadap badannya
(Dewi, 2009).
5. Manifestasi Klinis Gangguan Citra Tubuh :
Adapun tanda dan gejala dari gangguan citra tubuh, (Harnawatiaj, 2008) yaitu:
1. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah
2. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi/akan terjadi
3. Menolak penjelasan perubahan tubuh
4. Persepsi negatif pada tubuh
5. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang
6. Mengungkapkan keputusasaan
7. Mengungkapkan ketakutan

C. Pohon Masalah
Efek Harga diri rendah situasioanl

Core Problem Perubahan konsep diri:
Gangguan citra tubuh

Koping individu tidak efektif
Etiologi 
Ansietas sedang-berat Stress overload
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : Gangguan Citra Tubuh
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Defisit Perawatan Diri

Berikut ini merupakan data objektif dan data subjektif yang sering ditemukan pada gangguan
citra tubuh :
Data Objektif :
1. Mengurung diri
2. Dari hasil pemeriksaan dokter, pasien mengalami goncangan emosi.
3. Hilangnya bagian tubuh
4. Perubahan anggota tubuh baik bentuk maupun fungsi.
5. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu.
6. Menolak melihat bagian tubuh.
7. Aktifitas sosial menurun.
Data Subyektif :
1. Nafsu makan tidak ada.
2. Sulit tidur
3. Pasien suka mengeluh nyeri di dada.
4. Pasien mengeluh sesak nafas.
5. Menolak perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi.
6. Mengatakan hal negatif tentang anggota tubuhnya yang tidak berfungsi.
7. Mengungkapkan perasaan tidak berdaya, tidak berharga, keputusasaan.
8. Menolak berinteraksi dengan orang lain.
9. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu.
10. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi.
11. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang.

E. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan tindakan keperawatan bagi pasien perubahan citra tubuh adalah meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya, peran serta pasien sesuaidengan kemampuan yang
dimiliki, mengidentifikasi perubahan citra tubuh, menerima perasaan dan pikirannya,
menetapkan masalah yang dihadapinya, mengidentifikasi kemampuan koping dan sumber
pendukung lainnya, melakukan tindakan yang dapat mengembalikan integritas diri (Keliat,
1998).
Kepada pasien
1. Tujuan umum : Kepercayaan diri klien kembali normal
2. Tujuan khusus :
 Pasien dapat mengidentifikasi citra tubuhnya .
 Pasien dapat mengidentifikasi potensi (aspek positif).
 Pasien dapat melakukan cara untuk meningkatkan citra tubuh.
 Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Kepada keluarga
1. Tujuan umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri klien
2. Tujuan khusus :
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguan.
 Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuh.
 Keluarga mengetahui cara mengatasimasalah gangguan citra tubuh.
 Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuh
 Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien dan memberikan pujian atas
keberhasilannya.

Tindakan Keperawatan
Secara umum, intervensi yang dapat dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan citra tubuh ialah :
1. Membina hubungan perawat – pasien yang terapeutik
Biasanya dimulai pada saat diagnosa, berlanjut melalui proses integrasi, dan dapat
diperkirakan sukses antara 1-2 tahun. Hubungan perawat – pasien yang saling percaya perlu
untuk program pendidikan, dukungan, konseling dan rujukan.
2. Memberikan pendidikan kesehatan
Pada fase awal pasien disiapkan untuk menghadapi perubahan citra tubuh. Pada fase
perubahan, bantu pasien untuk melakukan tindakan yang berkaitan dengan masalah yang
dihadapi. Isi informasi berkaitan dengan cara-cara penyelesaian masalah, misalnya cara
mengatasi rasa bersalah, perasaan negatif tentang diri dan sebagainya.
3. Dorong pasien untuk merawat diri dan berperan serta dalam proses keperawatan.
Peran serta pasien dalam merawat diri akan mempercepat proses penerimaan terhadap
perubahan tubuh yang dialami, hendaknya dilakukan secara bertahap dan berlanjut.
4. Tingkatkan peran serta sesama pasien.
Anggota kelompok pasien dengan masalah yang sama dapat memberikan dukungan bahwa
apa yang dirasakan pasien adalah normal dan ada jalan keluarnya. Jika belum ada kelompok
yang permanen, dapat dipilih pasien di ruangan yang mempunyai masalah yang sama dan
telah menyelesaikan masalah dengan baik.
5. Tingkatkan dukungan keluarga pasien terutama pasangan pasien.
Bantu pasangan mengatasi masalah sendiri sebelum ia membantu pasien. Waktu kunjungan
yang teratur dan bergantian antar anggota keluarga, beri pendapat tentang makna perubahan
tubuh pasien, dan membicarakannya dengan pasien.
6. Membantu pasien memutuskan alternatif tindakan yang dapat mengurangi seminimal
mungkin perubahan gambaran tubuh.
7. Rehabilitasi bertahap untuk adaptasi terhadap perubahan, misalnya berjalan dengan tongkat
pada amputasi (Keliat, 1998).

Secara khusus, berikut ini adalah intervensi yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan
citra tubuh :
Kepada pasien
1. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya : dulu dan saat ini, perasaan tentang citra
tubuhnya dan harapan terhadap citra tubuhnya saat ini.
2. Diskusikan potensi bagian tubuh yang lain.
3. Bantu pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu.
4. Ajarkan pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara :
a. Gunakan protese, wig, kosmetik atau yang lainnya sesegera mungkin, gunakan pakaian
yang baru.
b. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara lengkap.
c. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
d. Motivasi pasien untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang
ideal.
5. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara :
a. Susun jadwal kegiatan sehari-hari.
b. Dorong melakukan aktifitas sehari-hari dan terlibat dalam aktifitas keluarga dan sosial.
c. Dorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti/mempunyai peran penting
baginya.
d. Beri pujian terhadap keberhasilan pasien melakukan interaksi.
6. Monitor apakah pasien bisa menerima perubahan citra tubuhnnya.
7. Membantu pasien untuk mengidentifikasi respon positif dari orang lain
8. Membantu pasien untuk mempertimbangkan kembali persepsi negatif terhadap diri sendiri
9. Membantu pasien untuk mengidentifikasi dampak identitas kelompok sebaya pada perasaan
harga diri
10. Dorong pasien untuk menerima tantangan baru
11. Bantu pasien untuk meningkatkan nilai objektif pada sebuah kejadian
12. Evaluasi kemampuan pasien untuk menentukan keputusan
13. Perkenalkan pasien dengan orang atau kelompok yang telah sukses melewati pengalaman
yang sama
14. Pahami perspektif pasien pada situasi stress
15. Sediakan pilihan yang realistis bagi pasien tentang askep tertentu
16. Atur situasi yang akan meningkatkan otonomi pasien
17. Bantu pasien untuk menemukan kekuatan dan kemampuan dirinya
18. Bantu pasien untuk menyatakan perasaan,persepsi dan ketakutan
19. Bantu pasien untuk mengevaluasi perilaku diri
20. Latih pasien untuk menggunakan teknik relaksasi,bila dibutuhkan

Kepada keluarga
1. Jelaskan dengan keluarga tentang gangguan citra tubuh yang terjadi pada pasien.
2. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi masalah gangguan citra tubuh.
3. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien :
a. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.
b. Memfasilitasi interaksi di rumah.
c. Melaksanakan kegiatan di rumah dan sosial.
d. Memberikan pujian atas kegiatan yang telah dilakukan pasien.
4. Ajarkan kepada keluarga untuk mengevaluasi perkembangan kemampuan pasien seperti
pasien mampu menyentuh dan melihat anggota tubuh yang terganggu, melakukan aktifitas di
rumah dan di masyarakat tanpa hambatan.
5. Beri pujian yang realistis terhadap keberhasilan keluarga.
6. Stimulasi persepsi HDR.

F. Evaluasi
Keberhasilan tindakan terhadap perubahan citra tubuh pasien dapat diidentifikasi
melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan, termasuk hubungan interpersonal dan
sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan perhatiannya terhadap perubahan citra
tubuh, memperlihatkan kemampuan koping, kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan
bagian tubuh yang berubah, kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan
(pekerjaan, rekreasi dan seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi,
mampu mendiskusikan rekonstruksi (Keliat, 1998).
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L. M., Zainuri, I., & Akbar, A. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi
Praktik Klinik. Yogyakarta: Indomedia Pustaka.
Keliat, & Budu, A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC.

Kusumawati Farida dan Hartono Yudi, 2012. Buku Ajar Keperawatan Jiwa., Jakarta, Salemba
Medika.
Kozier, Erb, et all. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
NANDA International. (2014). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 -21017 Edisi
10. Jakarta: EGC.
Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan: Pusdik SDM Kesehatan Kementrian
Kesehatan RI.
Stuart, G. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Yosep, & Iyus. (2010). Keperawatn Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai