KEPERAWATAN JIWA
oleh :
Mega Meilani
071212008
C. Penyebab
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-
tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.
Factor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
penolakan orang tua yang tidak realitas, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal
diri yang tidak realistis.
1. Perkembangan individu yang meliputi :
a. Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak
dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal pula untuk mencintai orang lain.
b. Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang –
orang tuanya atau orang tua yang penting/ dekat dengan individu
yang bersangkutan.
c. Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang
tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan
individu.
d. Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2. Ideal diri
a. Individu selalu dituntut untuk berhasil.
b. Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
c. Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya
diri.
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep
diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara situasional atau
kronik.Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas (Fitria,
2009).
a. Situasional
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis yang terjadi
secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba
– tiba, misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi
korban pemerkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk
penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga bisa menyebabkan
rendanya harga diri seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan
alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak
tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan
petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga.
b. Kronik
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah
berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum
dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas apabila telah
mempengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun
bertindak, maka dianggap telah mempengaruhi koping individu
tersebut sehingga menjdai tidak efektif (mekanisme koping tidak
efektif). Bila kondisi klien dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih
lanjut dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki
kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolaasi sosial). Klien yang
mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
D. Jenis
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama
E. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
F. Psikopatologi
Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu Faktor predisposisi yang
merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Faktor yang mempengaruhi performa peran
adalah peran gender, tuuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.Faktor
yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.Sedangkan
faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksika kejadian yang
megancam kehidupan dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru.Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari
penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien
menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri
rendah yaitu mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, rasa
bersalah, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis,
adanya keluhan fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri
secara realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart &
Sundeen, 2005, hal. 230).melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak
ditanggulangi secara intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan
proses pikir (curiga), perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko
terjadi amuk.
SP II (P) SP II (K)
1. Mengevaluasi jadwal 1. Melatih keluarga
kegiatan harian pasien. mempraktekkan cara
2. Melatih kemampuan merawat pasien dengan
kedua. harga diri rendah.
3. Menganjurkan pasien 2. Melatih keluarga
memasukkannya kedalam melakukancara
jadwal kegiatan harian. merawat langsung
kepada pasien harga
diri rendah
SP III (k)
SP III (p) 1. Membantu keluarga
1. Mengevaluasi jadwal membuat jadwal
kegiatan harian pasien. aktivitas dirumah
2. Melatih kemampuan ketiga. termasuk minum obat.
3. Menganjurkan pasien 2. Menjelaskan follow up
memasukkannya kedalam pasien setelah pulang.
jadwal harian.
2. Modalitas
a. Therapy Modalitas
Therapi modalitas atau perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi
diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, therapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep
diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi
atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
3. Kolaboratif
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat.
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
4) Tidak menyebabkan kantuk
5) Memperbaiki pola tidur
6) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
STRATEGI PELAKSANAAN ( SP )
Pertemuan : Ke 1 (satu)
A. Proses Keperawtan
1. Kondisi
Ds : Klien mengatakan malu dan tak berguna, Klien sering
mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu,
Do : Klien kelihatan sering menyendiri, Klien lebih banyak diam,
Selama berkomunikasi kontak mata kurang.
2. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
3. Tujuan Umum
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
4. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
d. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
yang dimilikinya
5. Intervensi keperawatan
SP I (P)
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan
d. Melatih pasien sesuai dengan kemamppuan yang dipilih
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
f. Menganjurkan pasien memasukkannya dalam jadwal kegiatan harian
SP II (P)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan kedua
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian
SP III (P)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan ketiga
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal harian
B. Tindakan
1. BHSP, salam terapeutik, perkenalkan diri dengan sopan, jelaskan tujuan
interaksi, ciptaan lingkungan yang tenang dan buat kontrak yang jelas
( waktu, tempat, topic ).
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakana kepada klien bahwa dirinya adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( SP )
SP 1 PASIEN :
Pasien mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana keadaan X hari ini ?X terlihat
segar“.perkenalkan nama saya Teguh Tri Prakoso UNIVERSITAS NGUDI
WALUYO , saya suka dipanggil Teguh.
Kerja :
” apa saja kemampuan yang X dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa X lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring..............dst. “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang X miliki “.
”X, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus
sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan
di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !”
” X sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
B. Terminasi :
“Bagaimana perasaan X setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ?Yach, X ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat
tidur, yang sudah X praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini
dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian X. Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa
? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. X masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring..kalu begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai
jumpa ya”
SP 2 PASIEN:
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan X pagi ini ? Wah, tampak cerah ”
B. Kerja :
“ X, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas., X bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan.
C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan X setelah latihan cuci piring ?”
X. Mau berapa kali X mencuci piring? Bagus sekali X mencuci piring tiga
kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan
tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar
kita akan latihan mengepel”