Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA

HARGA DIRI RENDAH

oleh :

Mega Meilani

071212008

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022
A. Pengertian
1. Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan (Keliat,
dalam Fitria, 2009).
2. Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima
lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam
Yosep, 2009).
Komponen Konsep Diri terdiri atas :
a. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa
lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan,
dan potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan
persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 2005).
b. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 2005). Sering juga disebut bahwa ideal diri
sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
c. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi,
dan keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 2005). Pembentukan
identitas dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang
kehidupan tapi merupakan tugas utama pada masa remaja
d. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok
sosial. Peran yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak
mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih
atau dipilih oleh individu (Stuart & Sundeen, 2005).
e. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh
dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal
diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam
penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan,
tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart &
Sundeen, 2005).

B. Tanda dan Gejala


1. Data subbyektif
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
2. Data obyektif
Tanda dan gejala harga diri rendah menurut Budi Ana Keliat ( 2001 ),
yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
c. Gangguan hubungan social (menarik diri).
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupannya).
Menurut Stuart & Sundeen (2002), perilaku klien HDR menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut :
a. Produktivitas menurun.
b. Mengkritik diri sendiri dan orang lain.\
c. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
d. Gangguan dalam berhubungan.
e. Perasaan tidak mampu.
f. Rasa bersalah.
g. Mudah tersinggung.
h. Perasaan negative terhadap tubuhnya sendiri.
i. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
j. Pandangan hidup yang pesimis.
k. Keluhan fisik.
l. Pandangan hidup yang bertentangan.
m. Penolakan terhadap kemampuan personal.
n. Destruktif terhadap diri sendiri.
o. Menolak diri secara social.
p. Penyalahgunaan obat.
q. Menarik diri dan realitas.
r. Khawatir.
Akibat harga diri rendah yang berkepanjangan (kronis), klien akan
mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang
lain.

C. Penyebab
Harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-
tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.
Factor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
penolakan orang tua yang tidak realitas, kegagalan berulang kali, kurang
mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal
diri yang tidak realistis.
1. Perkembangan individu yang meliputi :
a. Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak
dicintai kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan
akan gagal pula untuk mencintai orang lain.
b. Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang –
orang  tuanya atau orang tua yang penting/ dekat dengan individu
yang bersangkutan.
c. Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang
tua atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan
individu.
d. Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2. Ideal diri
a. Individu selalu dituntut untuk berhasil.
b. Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
c. Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya
diri.

Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep
diri : harga diri rendah kronis ini dapat terjadi secara situasional atau
kronik.Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah
hilangnya sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk
tubuh, mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas (Fitria,
2009).
a. Situasional
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis yang terjadi
secara situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba
– tiba, misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi
korban pemerkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk
penjara. Selain itu, dirawat di rumah sakit juga bisa menyebabkan
rendanya harga diri seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan
alat bantu yang membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak
tercapai akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan
petugas kesehatan yang kurang menghargai klien dan keluarga.
b. Kronik
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah
berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum
dirawat dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas apabila telah
mempengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun
bertindak, maka dianggap telah mempengaruhi koping individu
tersebut sehingga menjdai tidak efektif (mekanisme koping tidak
efektif). Bila kondisi klien dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih
lanjut dapat menyebabkan kondisi dimana klien tidak memiliki
kemauan untuk bergaul dengan orang lain (isolaasi sosial). Klien yang
mengalami isolasi sosial dapat membuat klien asik dengan dunia dan
pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko perilaku kekerasan.
D. Jenis
Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama
E. Pohon Masalah

Isolasi Sosial

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah Core Problem

Koping Individu Tidak Efektif

F. Psikopatologi
Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu Faktor predisposisi yang
merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Faktor yang mempengaruhi performa peran
adalah peran gender, tuuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.Faktor
yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial.Sedangkan
faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksika kejadian yang
megancam kehidupan dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru.Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari
penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien
menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri
rendah yaitu mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, rasa
bersalah, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis,
adanya keluhan fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri
secara realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart &
Sundeen, 2005, hal. 230).melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak
ditanggulangi secara intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan
proses pikir (curiga), perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko
terjadi amuk.

G. Diagnose keperawatan utama


Harga Diri Rendah
H. Intervensi keperawatan
1. Mandiri
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
No. DX KEP PASIEN KELUARGA
1 Harga Diri SP I(p) SP I (k)
Rendah 1.   Mengidentifikasi 1.   Mendiskusikan
kemampuan dan aspek masaalah yang
positif yang dimiliki dirasakan keluarga
pasien. dalam merawat pasien.
2.   Membantu pasien menilai 2.  Menjelaskan
kemampuan yang masih pengertian, tanda, dan
dapat digunakan. gejala harga diri
3.   Membantu pasien memilih rendah yang dialami
kegiatan yang akan dilatih pasien beserta proses
sesuai dengan kemampuan terjadinya.
4.   Melatih pasien sesuai 3.   Menjelaskan cara-cara
dengan kemamppuan yang merawat pasien harga
dipilih. diri rendah.
5.   Memberikan pujian yang
wajarterhadap
keberhasilan pasien.
6.   Menganjurkan pasien
memasukkannya dalam
jadwal kegiatan harian

SP II (P) SP II (K)
1.   Mengevaluasi jadwal 1.   Melatih keluarga
kegiatan harian pasien. mempraktekkan cara
2.   Melatih kemampuan merawat pasien dengan
kedua. harga diri rendah.
3.   Menganjurkan pasien 2.   Melatih keluarga
memasukkannya kedalam melakukancara
jadwal kegiatan harian. merawat langsung
kepada pasien harga
diri rendah

SP III (k)
SP III (p) 1.  Membantu keluarga
1. Mengevaluasi jadwal membuat jadwal
kegiatan harian pasien. aktivitas dirumah
2. Melatih kemampuan ketiga. termasuk minum obat.
3. Menganjurkan pasien 2.   Menjelaskan follow up
memasukkannya kedalam pasien setelah pulang.
jadwal harian.

2. Modalitas
a. Therapy Modalitas
Therapi modalitas atau perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien.Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi
diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi
kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana dan
masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, therapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep
diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi
atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
3. Kolaboratif
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat.
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
4) Tidak menyebabkan kantuk
5) Memperbaiki pola tidur
6) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran yang
hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalan 2 golongan
yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical).Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang
termasuk generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine,
Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples.Therapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
STRATEGI PELAKSANAAN ( SP )

Masalah Utama : Harga Diri Rendah

Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawtan
1. Kondisi
Ds : Klien mengatakan malu dan tak berguna, Klien sering
mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu,
Do : Klien kelihatan sering menyendiri, Klien lebih banyak diam,
Selama berkomunikasi kontak mata kurang.
2. Diagnosa Keperawatan
Harga diri rendah
3. Tujuan Umum
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
4. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
d. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
yang dimilikinya
5. Intervensi keperawatan
SP I (P)
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan
d. Melatih pasien sesuai dengan kemamppuan yang dipilih
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
f. Menganjurkan pasien memasukkannya dalam jadwal kegiatan harian
SP II (P)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan kedua
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian
SP III (P)
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan ketiga
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal harian
B. Tindakan
1. BHSP, salam terapeutik, perkenalkan diri dengan sopan, jelaskan tujuan
interaksi, ciptaan lingkungan yang tenang dan buat kontrak yang jelas
( waktu, tempat, topic ).
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakana kepada klien bahwa dirinya adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( SP )

SP 1 PASIEN :
Pasien mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.

A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana keadaan X hari ini ?X terlihat
segar“.perkenalkan nama saya Teguh Tri Prakoso UNIVERSITAS NGUDI
WALUYO , saya suka dipanggil Teguh.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan kegiatan


yang pernah X lakukan?Setelah itu kita akan nilai kegiatan mana yang
masih dapat X dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan
untuk kita latih”

”Dimana kita duduk ?bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama ?


Bagaimana kalau 20 menit ?

Kerja :
” apa saja kemampuan yang X dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa X lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring..............dst. “ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang X miliki “.

”X, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat
dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus
sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.

”Sekarang, coba X pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di


rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur X
”. Mari kita lihat tempat tidur X. Coba lihat, sudah rapihkah tempat
tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan
di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !”
” X sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba X lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau X


lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan T (tidak) melakukan.

B. Terminasi :
“Bagaimana perasaan X setelah kita bercakap-cakap dan latihan
merapihkan tempat tidur ?Yach, X ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat
tidur, yang sudah X praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini
dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian X. Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa
? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. X masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring..kalu begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai
jumpa ya”

SP 2 PASIEN:
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan X pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Bagaimana X , sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi


pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita
akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu X?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

B. Kerja :
“ X, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas., X bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan.

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, X ambil satu piring kotor, lalu


buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian X bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring
tersebut. Setelah itu X bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di
rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba X yang melakukan…”

“Bagus sekali, X dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang


dilap tangannya

C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan X setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan


sehari-hari

X. Mau berapa kali X mencuci piring? Bagus sekali X mencuci piring tiga
kali setelah makan.”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan
tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar
kita akan latihan mengepel”

”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”


DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan


Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika.
Stuart GW, Sundeen SJ. 2005. Buku saku keperawatan jiwa. EGC :
Jakarta.
Riyadi, S. Dan Purwanto, T. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai