Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN JIWA II

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

Disusun Oleh :

Hasanudin 010116A042

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

UNGARAN

2018
LAPORAN PENDAHULUAN HARGA DIRI RENDAH (HDR)
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Harga Diri rendah


Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan
(Keliat, dalam Fitria, 2009).
Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak
diterima lingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry,
dalam Yosep, 2009).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dapat secara langsung atau tidak langsung
diekspresikan (Towsend, 2005).
Harga diri rendah merupakan perasaan negative terhadap diri sendiri
termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, tidak
berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putusasa (Maryam et.al, 2007).

Komponen Konsep Diri terdiri atas :


1. Citra tubuh (Body Image)
Citra tubuh (Body Image) adalah kumpulan dari sikap individu yang
disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya. Termasuk persepsi masa
lalu dan sekarang, serta perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan
potensi. Yang secara berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan
pengalaman yang baru (Stuart & Sundeen, 2005).
2. Ideal Diri (Self Ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus
berperilaku sesuai dengan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal
tertentu (Stuart & Sundeen, 2005). Sering juga disebut bahwa ideal diri
sama dengan cita – cita, keinginan, harapan tentang diri sendiri.
3. Identitas Diri (Self Identifity)
Identitas adalah pengorganisasian prinsip dari kepribadian yang
bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan
keunikkan individu (Stuart & Sundeen, 2005). Pembentukan identitas
dimulai pada masa bayi dan terus berlangsung sepanjang kehidupan tapi
merupakan tugas utama pada masa remaja
4. Peran Diri (Self Role)
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran
yang diterapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan.
Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu
(Stuart & Sundeen, 2005).
5. Harga Diri (Self Esteem)
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar
dalam penerimaan diri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan,
kekalahan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga (Stuart
& Sundeen, 2005).

B. Jenis Harga Diri Rendah


Menurut Fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Harga diri rendah situasional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif
mengenai diri dalam berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan,
perubahan).
2. Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami
evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu
lama
C. Tanda Dan Gejala
1. Data subyektif
a. Mengungkapkan untuk memulai hubungan/ pembicaraan
b. Mengungkapkan perasaan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekhawatiran terhadap penolakan oleh orang lain
2. Data obyektif
Tanda dan gejala harga diri rendah menurut Budi Ana Keliat ( 2001 ),
yaitu :
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
c. Gangguan hubungan social (menarik diri).
d. Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
e. Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupannya).
Menurut Stuart & Sundeen (2002), perilaku klien HDR menunjukkan
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Produktivitas menurun.
2. Mengkritik diri sendiri dan orang lain.
3. Destruktif yang diarahkan pada orang lain
4. Gangguan dalam berhubungan.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Rasa bersalah.
7. Mudah tersinggung.
8. Perasaan negative terhadap tubuhnya sendiri.
9. Ketegangan peran yang dihadapi atau dirasakan.
10. Pandangan hidup yang pesimis.
11. Keluhan fisik.
12. Pandangan hidup yang bertentangan.
13. Penolakan terhadap kemampuan personal.
14. Destruktif terhadap diri sendiri.
15. Menolak diri secara social.
16. Penyalahgunaan obat.
17. Menarik diri dan realitas.
18. Khawatir.
Akibat harga diri rendah yang berkepanjangan (kronis), klien akan
mengisolasi diri dari lingkungan dan akan menghindar dengan orang lain.

D. Penyebab Harga Diri Rendah


Harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan
malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh korupsi, dipenjara tiba-
tiba). Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena :
a. Privacy yang harus diperhatikan, misalnya : pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran pubis,
pemasangan kateter, pemeriksaan perineal).
b. Harapan akan struktur bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai
karena dirawat/sakit/penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya
berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan
tanpa persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit/dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang maladaptif.

Factor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis adalah penolakan
orang tua yang tidak realitas, kegagalan berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang
tidak realistis.
1. Perkembangan individu yang meliputi :
a. Adanya penolakan dari orang tua, sehingga anak merasa tidak dicintai
kemudian dampaknya anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal pula
untuk mencintai orang lain.
b. Kurangnya pujian dan kurangnya pengakuan dari orang – orang tuanya
atau orang tua yang penting/ dekat dengan individu yang bersangkutan.
c. Sikap orang tua over protecting, anak merasa tidak berguna, orang tua
atau orang terdekat sering mengkritik serta merevidasikan individu.
d. Anak menjadi frustasi, putus asa merasa tidak berguna dan merasa
rendah diri.
2. Ideal diri
a. Individu selalu dituntut untuk berhasil.
b. Tidak mempunyai hak untuk gagal dan berbuat salah.
c. Anak dapat menghakimi dirinya sendiri dan hilangnya rasa percaya diri.

Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan,
serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
kronis ini dapat terjadi secara situasional atau kronik. Faktor presipitasi
terjadinya harga diri rendah kronis adalah hilangnya sebagian anggota tubuh,
berubahnya penampilan atau bentuk tubuh, mengalami kegagalan, serta
menurunnya produktivitas (Fitria, 2009).
1. Situasional
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis yang terjadi secara
situasional bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba – tiba,
misalnya harus dioperasi, mengalami kecelakaan, menjadi korban
pemerkosaan atau menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain
itu, dirawat di rumah sakit juga bisa menyebabkan rendanya harga diri
seseorang di karenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang
membuat klien tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur,
bentuk dan fungsi tubuh, serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang
menghargai klien dan keluarga.
2. Kronik
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah
berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau sebelum
dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum dirawat dan menjadi
semakin meningkat saat dirawat.
Baik faktor predisposisi maupun presipitasi diatas apabila telah
mempengaruhi seseorang baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak,
maka dianggap telah mempengaruhi koping individu tersebut sehingga
menjdai tidak efektif (mekanisme koping tidak efektif). Bila kondisi klien
dibiarkan tanpa adanya intervensi lebih lanjut dapat menyebabkan kondisi
dimana klien tidak memiliki kemauan untuk bergaul dengan orang lain
(isolaasi sosial). Klien yang mengalami isolasi sosial dapat membuat klien
asik dengan dunia dan pikirannya sendiri sehingga dapat muncul resiko
perilaku kekerasan.

E. Akibat Harga Diri


Klien yang mengalami gangguan harga diri rendah bisa mengakibatkan
gangguan interaksi sosial : menarik diri, dan memicu munculnya perilaku
kekerasan yang beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Isolasi social merupakan suatu keadaan dimana individu dan kelompok
mengalami kebutuhan meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk melakukan kontak.

F. Psikopatologi Harga Diri


Menurut Stuart (2005), berbagai faktor menunjang terjadinya
perubahan dalam konsep diri seseorang yaitu Faktor predisposisi yang
merupakan faktor pendukung harga diri rendah meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang
mempunyai tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan
ideal diri yang tidak realistis. Faktor yang mempengaruhi performa peran
adalah peran gender, tuuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya. Faktor
yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakpercayaan orang tua,
tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan struktur sosial. Sedangkan
faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksika kejadian yang
megancam kehidupan dan ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau
posisi yang diharapkan dimana individu mengalami frustrasi.
Pada mulanya klien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga
merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain. Biasanya klien
berasal dari lingkungan yang penuh permasalahan, ketegangan, kecemasan
dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam
hubungan yang positif dengan orang lain yang menimbulkan rasa aman. Klien
semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru. Ia berusaha
mendapatkan rasa aman tetapi hidup itu sendiri begitu menyakitkan dan
menyulitkan sehingga rasa aman itu tidak tercapai. Hal ini menyebabkan ia
mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realitas daripada mencari
penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan. Semakin klien
menjauhi kenyataan semakin kesulitan yang timbul dalam mengembangkan
hubungan dengan orang lain.
Tanda dan gejala yang muncul pada gangguan konsep diri harga diri
rendah yaitu mengkritik diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan,gangguan dalam berhubungan,
penurunan produktivitas, destruktif yang diarahkan pada orang lain, rasa
bersalah, ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis,
adanya keluhan fisik, perasaan tidak mampu, mudah tersinggung, menarik diri
secara realitas,penyalahgunaan zat dan menarik diri secara sosial.(Stuart &
Sundeen, 2005, hal. 230). Melihat tanda dan gejala diatas apabila tidak
ditanggulangi secara intensif akan menimbulkan distress spiritual, perubahan
proses pikir (curiga), perubahan interaksi sosial (menarik diri) dan resiko
terjadi amuk.
G. Pohon Masalah Harga Diri Rendah

Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan Persepsi Sensori

Isolasi Sosial

Core Probelm Harga Diri Rendah Kronik

Causa Koping Individu Tidak Efektif

(Fitria, 2009)

H. Diagnosa Keperawatan Utama


Harga Diri Rendah

I. Fokus Intervensi Keperawatan


1. Mandiri
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
No. DX KEP PASIEN KELUARGA
1 Harga Diri SP I p SP I k
Rendah 1. Mengidentifikasi 1. Mendiskusikan masaalah
kemampuan dan aspek yang dirasakan keluarga
positif yang dimiliki pasien dalam merawat pasien
2. Membantu pasien menilai 2. Menjelaskan pengertian,
kemampuan yang masih tanda, dan gejala harga
dapat digunakan diri rendah yang dialami
3. Membantu pasien memilih pasien beserta proses
kegiatan yang akan dilatih terjadinya
sesuai dengan kemampuan 3. Menjelaskan cara-cara
4. Melatih pasien sesuai merawat pasien harga
dengan kemamppuan yang diri rendah
dipilih
5. Memberikan pujian yang
wajar terhadap keberhasilan SP II k
pasien 1. Melatih keluarga
6. Menganjurkan pasien mempraktekkan cara
memasukkannya dalam merawat pasien dengan
jadwal kegiatan harian harga diri rendah
2. Melatih keluarga
SP II p melakukancara merawat
1. Mengevaluasi jadwal langsung kepada pasien
kegiatan harian pasien harga diri rendah
2. Melatih kemampuan kedua
3. Menganjurkan pasien
memasukkannya kedalam
jadwal kegiatan harian

SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal 1. Membantu keluarga
kegiatan harian pasien membuat jadwal
2. Melatih kemampuan ketiga aktivitas dirumah
3. Menganjurkan pasien termasuk minum obat
memasukkannya kedalam 2. Menjelaskan follow up
jadwal harian pasien setelah pulang
2. Modalitas
a. Therapy Modalitas
Therapi modalitas atau perilaku merupakan rencana
pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan
sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi
diri sendiri dan latihan praktis dalam komunikasi interpersonal.
Therapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana
dan masalah dalam hubungan kehidupan yang nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu therapy
aktivitas kelompok stimulasi kognitif atau persepsi, therapy aktivitas
kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan
Akemat,2005). Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas
yang paling relevan dilakukan pada individu dengan gangguan konsep
diri harga diri rendah adalah therapyaktivitas kelompok stimulasi
persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi adalah
therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan terkait
dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam
kelompok, hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi
atau alternatif penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
3. Kolaboratif
a. Psikofarmaka
Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu yang cukup
singkat.
2) Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
3) Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat, baik
untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
4) Tidak menyebabkan kantuk
5) Memperbaiki pola tidur
6) Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka yang beredar dipasaran
yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi dalam 2
golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan
kedua (atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama
misalnya chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan
Haloperidol. Obat yang termasuk generasi kedua misalnya:
Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine, Zotatine, dan
aripiprazole.
b. Psikoterapi
Therapy kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul
lagi dengan orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya
supaya ia tidak mengasingkan diri lagi karena bila ia menarik diri ia
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c. Therapy Kejang Listrik ( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang granmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik diberikan
pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
STRATEGI PELAKSANAAN ( SP )
TINDAKAN PERAWATAN

Masalah Utama : Harga Diri Rendah

Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawtan
1. Kondisi
Ds : Klien mengatakan malu dan tak berguna, Klien sering
mengatakan dirinya tidak mampu melakukan sesuatu,
Do : Klien kelihatan sering menyendiri, Klien lebih banyak diam,
Selama berkomunikasi kontak mata kurang.
2. Diagnose Keperawatan
Harga diri rendah
3. Tujuan Umum
Kien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
4. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
b. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
c. Klien dapat memilih kemampuan yang akan digunakan
d. Klien mampu melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
yang dimilikinya
5. Intervensi keperawatan
SP I p
a. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
b. Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan
c. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan
d. Melatih pasien sesuai dengan kemamppuan yang dipilih
e. Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
f. Menganjurkan pasien memasukkannya dalam jadwal kegiatan
harian
SP II p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan kedua
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal kegiatan
harian
SP III p
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
b. Melatih kemampuan ketiga
c. Menganjurkan pasien memasukkannya kedalam jadwal harian

B. Tindakan
1. BHSP, salam terapeutik, perkenalkan diri dengan sopan, jelaskan tujuan
interaksi, ciptaan lingkungan yang tenang dan buat kontrak yang jelas
(waktu, tempat, topic ).
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakana kepada klien bahwa dirinya adalah seorang yang berharga dan
bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.

C. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( SP )


SP 1 PASIEN :
Pasien mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan
kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian
A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana keadaan S hari ini ? S terlihat
segar“.perkenalkan nama saya Hasanudin, mahasiswa Universitas
Ngudi Waluyo Ungaran, saya suka dipanggil Hasan.

”Bagaimana, kalau kita bercakap-cakap tentang kemampuan dan


kegiatan yang pernah S lakukan? Setelah itu kita akan nilai kegiatan
mana yang masih dapat S dilakukan. Setelah kita nilai, kita akan pilih
satu kegiatan untuk kita latih”

”Dimana kita duduk ? bagaimana kalau di ruang tamu ? Berapa lama


? Bagaimana kalau 20 menit ?

Kerja :
” Apa saja kemampuan yang S dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya buat
daftarnya ya! Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa S lakukan?
Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring..............dst.”.“ Wah, bagus sekali ada lima kemampuan dan kegiatan
yang S miliki “.

” S, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih dapat


dikerjakan di rumah sakit ? Coba kita lihat, yang pertama bisakah, yang
kedua.......sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa dilakukan). Bagus
sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di rumah sakit ini.

”Sekarang, coba S pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan di


rumah sakit ini”.” O yang nomor satu, merapihkan tempat tidur?Kalau
begitu, bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur
S”. Mari kita lihat tempat tidur S. Coba lihat, sudah rapihkah tempat
tidurnya?”

“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan dulu
bantal dan selimutnya. Bagus ! Sekarang kita angkat spreinya, dan
kasurnya kita balik. ”Nah, sekarang kita pasang lagi spreinya, kita mulai
dari arah atas, ya bagus !. Sekarang sebelah kaki, tarik dan masukkan, lalu
sebelah pinggir masukkan. Sekarang ambil bantal, rapihkan, dan letakkan
di sebelah atas/kepala. Mari kita lipat selimut, nah letakkan sebelah
bawah/kaki. Bagus !”

” S sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba


perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”

“ Coba S lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau S


lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan bisa melakukan,
dan S (tidak) melakukan.

Terminasi :

“Bagaimana perasaan S setelah kita bercakap-cakap dan latihan


merapihkan tempat tidur ? Yach, S ternyata banyak memiliki kemampuan
yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah satunya, merapihkan tempat
tidur, yang sudah S praktekkan dengan baik sekali. Nah kemampuan ini
dapat dilakukan juga di rumah setelah pulang.”

”Sekarang, mari kita masukkan pada jadual harian. S. Mau berapa kali
sehari merapihkan tempat tidur. Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi jam berapa
? Lalu sehabis istirahat, jam 16.00”

”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. S masih ingat
kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah selain merapihkan
tempat tidur? Ya bagus, cuci piring.. kalu begitu kita akan latihan mencuci
piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis makan pagi Sampai
jumpa ya”
SP 2 PASIEN:
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.
A. Orientasi :
“Selamat pagi, bagaimana perasaan S pagi ini ? Wah, tampak cerah ”

”Bagaimana S, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore kemarin/ Tadi


pag? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu lagi, sekarang kita
akan latihan kemampuan kedua. Masih ingat apa kegiatan itu S?”

”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur”

”Waktunya sekitar 15 menit. Mari kita ke dapur!”

B. Kerja :
“ S, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu perlengkapannya,
yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun khusus untuk mencuci
piring, dan air untuk membilas., S bisa menggunakan air yang mengalir
dari kran ini. Oh ya jangan lupa sediakan tempat sampah untuk membuang
sisa-makanan.

“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”

“Setelah semuanya perlengkapan tersedia, S ambil satu piring kotor, lalu


buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat sampah.
Kemudian S bersihkan piring tersebut dengan menggunakan sabut/tapes
yang sudah diberikan sabun pencuci piring. Setelah selesai disabuni, bilas
dengan air bersih sampai tidak ada busa sabun sedikitpun di piring
tersebut. Setelah itu S bisa mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di
rak yang sudah tersedia di dapur. Nah selesai…

“Sekarang coba S yang melakukan…”

“Bagus sekali, S dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik. Sekarang


dilap tangannya
C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan S setelah latihan cuci piring ?”

“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan


sehari-hari

S Mau berapa kali S mencuci piring? Bagus sekali S mencuci piring tiga
kali setelah makan.”

”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah merapihkan


tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah itu? Ya benar
kita akan latihan mengepel”

”Mau jam berapa ? Sama dengan sekarang ? Sampai jumpa ”

Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua


kemampuan dilatih. Setiap kemampuan yang dimiliki akan menambah
harga diri pasien.

1. Tindakan keperawatan pada keluarga


Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah di
rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :

1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang


dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan
pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji pasien atas kemampuannya
4) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
5) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat demonstrasikan sebelumnya
7) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

SP 1 KELUARGA
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di
rumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan
memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat.
A. Orientasi :
“Selamat pagi !”perkenalkan nama saya Idia Indar Anggraeni yang merawat
pasien S.

“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini ?”

“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat S?


Berapa lama waktu Bp/Ibu?30 menit? Baik, mari duduk di ruangan
wawancara!”

B. Kerja :
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah S”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, S itu memang terlihat tidak

percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada

S, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah orang

paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, anak Bapak/Ibu memiliki

masalah harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran

pikiran yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan T ini

terus menerus seperti itu, S bisa mengalami masalah yang lebih berat

lagi, misalnya S jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih

mengurung diri”

“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri

rendah?”

“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”

“Setelah kita mengerti bahwa masalah S dapat menjadi masalah

serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk S”

”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki S? Ya benar, dia juga

mengatakan hal yang sama(kalau sama dengan kemampuan yang

dikatakan S)

” S itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur dan

cuci piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk itu,

Bapak/Ibu dapat mengingatkan S untuk melakukan kegiatan tersebut

sesuai jadual. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya, ya Pak/Bu. Dan


jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya meningkat. Ajak

pula memberi tanda cek list pada jadual yang kegiatannya”.

”Selain itu, bila S sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit, bapak/Ibu

tetap perlu memantau perkembangan S. Jika masalah harga dirinya

kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu dapat membawa

S ke puskesmas”

”Nah bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan

pujian kepada S”

”Temui S dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu berikan

pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali S, kamu sudah semakin

terampil mencuci piring”

”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”

C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”

“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi S

dan bagaimana cara merawatnya?”

“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap

kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu. Nanti di rumah juga

demikian.”

“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk

latihan cara memberi pujian langsung kepada S”


“Jam berapa Bp/Ibu dating? Baik saya tunggu. Sampai jumpa.”

SP 2 Keluarga :
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah
harga diri rendah langsung kepada pasien
A. Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”

” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”

”Bapak/IBu masih ingat latihan merawat anak Bapak Ibu seperti

yang kita pelajari dua hari yang lalu?”

“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada S.”

”Waktunya 20 menit”.

”Sekarang mari kita temui S”

B. Kerja:
”Selamat pagi S. Bagaimana perasaan S hari ini?”

”Hari ini saya datang bersama orang tua S. Seperti yang sudah

saya katakan sebelumnya, orang tua S juga ingin merawat S agar

S cepat pulih.”

(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)

”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang

sudah kita latihkan beberapa hari lalu, yaitu memberikan pujian

terhadap perkembangan anak Bapak/Ibu”


(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara merawat

pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).

”Bagaimana perasaan S setelah berbincang-bincang dengan

Orang tua S?”

”Baiklah, sekarang saya dan orang tua S ke ruang perawat dulu”

(Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan

terminasi dengan keluarga)

C. Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”

«Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat

tadi kepada S »

« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan

pengalaman Bapak/Ibu melakukan cara merawat yang sudah kita

pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak/Bu »

« Sampai jumpa »

SP 3 KELUARGA :
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga
A. Orientasi:
“Selamat pagi Pak/Bu”

”Karena hari ini hari terakhir kunjungan saya, maka kita akan

membicarakan jadwal selama di rumah”


”Berapa lama Bpk/Ibu ada waktu? Mari kita bicarakan di kantor

B. Kerja:
”Pak/Bu ini jadwal kegiatan S selama di rumah sakit. Coba

diperhatikan, apakah semua dapat dilaksanakan di

rumah?”Pak/Bu, jadwal yang telah dibuat selama S dirawat

dirumah sakit tolong dilanjutkan dirumah, baik jadwal kegiatan

maupun jadwal minum obatnya”

”Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku

yang ditampilkan oleh S selama di rumah. Misalnya kalau S terus

menerus menyalahkan diri sendiri dan berpikiran negatif terhadap

diri sendiri, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku

membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi lagi maka bawa

segera ke Rs untuk pengobatan lanjut

”Selanjutnya perawat H tersebut yang akan memantau

perkembangan S selama di rumah

C. Terminasi:
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan

harian . Ini surat rujukan untuk perawat H di PKM Inderapuri.

Jangan lupa kontrol ke PKM sebelum obat habis atau ada gejala

yang tampak. Silakan selesaikan administrasinya!”


DAFTAR PUSTAKA

Fitria, N. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan


Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta:
Salemba Medika.

Maryam et.al, (2007). Kebutuhan Dasar Manusia Berdasarkan Hierarki Maslow


Dan Penerapannya Dalam Keperawatan. Cetakan 1. Jakarta : Semesta
Medika

Stuart GW, Sundeen SJ. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC : Jakarta.

Riyadi, S. Dan Purwanto, T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa. Jakarta: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai