Anda di halaman 1dari 56

ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH WASIAT

DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING


(Studi Kasus Putusan Nomor.
16/Pdt.G/2019/PN.PTK)

TESIS

Diusulkan Oleh :

WAHYU ALISA PUTRI


A2031211026

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PONTIANAK
2023
ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH WASIAT
DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING
(Studi Kasus Putusan Nomor.
16/Pdt.G/2019/PN.PTK)

TESIS

Diusulkan Oleh :

WAHYU ALISA PUTRI


A2031211026

Diajukan Untuk Diseminarkan Sebagai


Syarat Dalam Penulisan Tesis

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS TANJUNGPURA FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN
PONTIANAK
2023
ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH WASIAT
DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING
(Studi Kasus Putusan Nomor.
16/Pdt.G/2019/PN.PTK)

TESIS
Lembar Persetujuan
Usulan Penelitian Tesis Untuk Diseminarkan
Di hadapan Tim Pembimbing dan Pembahas
Pada Tanggal : .......... Bulan ........ Tahun ......

Oleh :

WAHYU ALISA PUTRI


A2031211026

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Hermansyah, S.H.,M.Hum Ismawartati, S.H., M.H


NIP. 196505151990021003 NIP. 196107251990022001

Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum UNTAN,

Dr. Rommy Patra, SH., M.H


NIP. 198105212005011002
DAFTAR ISI

COVER

HALAMAN PENGESAHAN

DAFTAR ISI..................................................................................................i

1. PENDAHULUAN.....................................................................................1

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH....................................................1

1.2. PERUMUSAN MASALAH...............................................................7

1.3. KEASLIAN PENELITIAN................................................................7

1.4. TUJUAN PENELITIAN.....................................................................8

1.5. MANFAAT PENELITIAN.................................................................8

1.6. KERANGKA PEMIKIRAN...............................................................9

1.6.1. Kerangka Teoritik.....................................................................8

1.6.2. Kerangka Konseptual..............................................................16

2. METODE PENELITIAN.......................................................................18

2.1. PENDEKATAN PENELITIAN.......................................................19

2.2. SPESIFIKASI PENELITIAN...........................................................19

2.3. SUMBER DAN JENIS DATA PENELITIAN.................................19

2.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA................................................20

2.5. TEKNIK ANALISIS DATA............................................................21

3. SISTEMATIKA PENULISAN..............................................................21

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Negara berdasarkan atas hukum yang ditandai dengan asas yang

berlaku yaitu bahwa semua perbuatan atau tindakan seseorang baik

individu maupun kelompok serta pemerintah harus didasarkan pada

ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada

sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan atau didasarkan pada

peraturan yang berlaku pada saat ini.

Dalam konsep rechtsstaat perlindungan hak dasar yang diwujudkan

melalui asas legalitas. Dengan asas tersebut maka hukum harus

dipositifkan, yang dimana artinya hukum harus dibentuk dengan secara

sadar dan dituangkan dalam bentuk yang resmi sebagaimana yang diatur

dan dibuat oleh Peraturan Perundang - Undangan yang berlaku.

Staatsblad 1860 Nomor 3 tentang peraturan jabatan Notaris di

Indonesia ( Reglemen op het Notaris-ambt in indonesia) di dalam pasal 1

menyebutkan bahwa Para Notaris adalah pejabat umum, khususnya

berwenang untuk membuat akta-akta otentik mengenai semua perbuatan,

persetujuan dan ketetapan-ketetapan, yang untuk diperintahkan oleh suatu

undang-undang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang

berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik, menjamin hari

dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan grosse-

1
grosse,salinan-salinan dan kutipan-kutipannya, semua itu sejauh

pembuatan akta-akta tersebut oleh undang-undang umum juga ditugaskan

atau diserahkan kepada pejabat- pejabat atau orang lain.

Surat hibah wasiat dibawah tangan adalah bentuk perjanjian hibah

yang dibuat secara tertulis oleh pemberi hibah dengan tangan sendiri dan

tidak harus melalui notaris. Hal ini dapat dilakukan sesuai dengan

ketentuan Pasal 870 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata), yang menyatakan bahwa hibah dilakukan dengan akta

otentik atau dengan surat dibawah tangan yang kemudian disaksikan oleh

dua orang saksi.

Namun, dalam praktiknya, terkadang terdapat masalah dalam

proses pembuktian dan pengakuan surat hibah wasiat dibawah tangan

tersebut. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti adanya

perselisihan di antara ahli waris atau adanya tuduhan bahwa surat hibah

wasiat tersebut palsu atau tidak sah.

Oleh karena itu, diperlukan analisis yuridis terkait surat hibah

wasiat dibawah tangan yang diwarmerking, yaitu surat hibah wasiat yang

diberi tanda tangan oleh pihak pemberi hibah pada setiap lembaran surat

sebagai bentuk pengakuan atas keabsahan dan keaslian surat tersebut.

Analisis ini dapat membantu memahami secara lebih mendalam

tentang keabsahan dan kekuatan hukum surat hibah wasiat tersebut serta

2
upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menyelesaikan

perselisihan yang mungkin timbul terkait surat hibah wasiat tersebut.

Surat hibah dan wasiat dibawah tangan merupakan bentuk

perjanjian yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama

dalam hal pemberian harta benda kepada orang lain. Surat hibah adalah

perjanjian yang dibuat oleh pemberi hibah untuk memberikan harta benda

kepada pihak yang dituju tanpa syarat imbalan. Namun, dalam praktiknya,

seringkali terdapat permasalahan terkait sah atau tidaknya surat hibah dan

wasiat dibawah tangan, terutama jika surat tersebut tidak dilakukan dengan

prosedur yang sesuai dengan hukum.

Surat hibah wasiat dibawah tangan yang diwarmerking adalah

sebuah dokumen yang sering digunakan dalam praktek hukum di

Indonesia. Dalam dokumen tersebut, seseorang dapat menyatakan

keinginannya untuk memberikan sebagian atau seluruh harta bendanya

kepada pihak lain, baik itu keluarga, kerabat, maupun orang lain di luar

keluarga.

Adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan

surat hibah wasiat dibawah tangan yang diwarmerking. Pertama, dokumen

tersebut harus dibuat dengan jelas dan lengkap, termasuk identitas pihak

yang memberi hibah, identitas pihak yang menerima hibah, serta rincian

harta benda yang diberikan. Kedua, dokumen tersebut harus dibuat dengan

3
benar dan sah, sehingga dapat dianggap sebagai bukti yang dapat diterima

di pengadilan.

Surat hibah wasiat yang dibuat dibawah tangan ini masih

mempunyai kekuatan hukum sebagai bukti sah atas niat pemberian harta

benda dari penulis surat kepada pihak penerima. Oleh karena itu, perlu

dilakukan analisis yuridis terkait surat hibah wasiat dibawah tangan yang

diwarmerking untuk mengetahui status hukum dan kekuatan pembuktian

surat tersebut di hadapan hukum.

Dengan adanya dilakukannya Analisis yuridis ini dapat dilakukan

dengan merujuk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Undang-Undang

tentang Wasiat, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Tata Cara

Pendaftaran dan Pelaporan Kematian. Selain itu, analisis yuridis juga

dapat dilakukan dengan mempertimbangkan putusan-putusan pengadilan

yang relevan terkait kasus serupa.

Dalam Kasus perkara Putusan Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK para

Penggugat yaitu :

1. Tn. KAMARUDIN BIN ADAM (Penggugat I)


2. Ny. NURHAYATI BINTI ADAM (Penggugat II)
3. Ny. SANIAH BINTI ADAM (Penggugat III)
4. Tn. BURHANUDIN BIN ADAM (Penggugat IV)
5. Tn. ABUBAKAR BIN ADAM (Penggugat V)
6. Ny. HAMIMAH BINTI ADAM (Penggugat VI)
7. Ny. RAFIKAH BINTI ADAM (Penggugat VII)

4
Melakukan gugatan kepada Pengadilan Negeri Pontianak dengan

Perbuatan Melawan Hukum dan Ganti Rugi yang dilakukan para

Tergugat,yaitu :

1. MUHAMMAD AMIN BIN ACHMAD (Tergugat I)


2. HERMANTO (Tergugat II)
3. ALEXANDER THE (Tergugat III)
4. KEPALA KANTOR KEMENTRIAN AGRARIA DAN TATA
RUANG (ATR)/BADAN PERTANAHAN NASIONAL (BPN) KOTA
PONTIANAK (Tergugat IV)

Sebelum kedua belah pihak bersengketa yang didaftarkan melalui

Kepanitraan Pengadilan Negeri Pontianak pada tanggal 12 Februari 2019 dengan

Registrasi Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK, yang dimenangkan oleh Pihak

Penggugat.

Duduk perkara sebagai berikut: Semasa hidup Muhammad Moeha(Wafat

Tahun 1956) menikah dengan Muna (Wafat Tahun 1939) yang dimana mereka

dikarunia empat orang anak yaitu :

1. HAMIDAH BINTI MUHAMMAD MOEHA


2. JALILU BINTU MUHAMMAD MOEHA
3. ABDUL GANI BIN MUHAMMAD MOEHA
4. DA’EM BIN MUHAMMAD MOEHA

Anak pertama Muhammad Moeha yang bernama Mahidah

menikah dengan Umar dan memiliki dua orang anak yaitu Dasima

dan Adam. Anak kedua Hamidah menikah dan memiliki tujuh orang

anak yang sebagai Pengugat. Bahwa semasa hidup Muhammad

5
Moeha dan Hamidah memiliki sebidang tanah berdasarkan Surat Jual

Beli Surat asal yang bertanda tangan di atas Nama H. RAHMAT Bin

H. ARIP (Waris dari H. Arip) yang tinggal di jalan Kampung Kapur

Distrik Pontianak, tanah kebun getah yang terletaknya di sebelah kiri

ma`suk Parit Kongsi H. Hoesin distrik Pontianak adalah lebarnya 25

Depa tangan dan panjang 200 Depa Tangan pada tanggal 08

Desember 1936.

Selain itu sebelum membeli tanah diatas, Moehammad Moeha

juga telah memiliki tanah dibagian selatan yang berbatasan dengan

tanah diatas dengan ukuran Lebar 12,5 Depa dan Panjang 200 Depa,

sehingga apabila digabungkan ukuran Lebar tanah menjadi 37,5 Depa

dan Panjang tetap 200 Depa dengan batas-batas keseluruhan yang

saat ini.

LUTJONG Bin DUL telah membuat surat jual beli dengan

memalsukan tanda tangan dan atau cap jempol Alm.MAIMUNAH

Binti USMAN dan AMINAH Binti USMAN yang bertindak selaku

pembeli telah membeli tanah milik Moehammad Moeha melalui

anak-anaknya yang bernama MIDAH Binti MUHAMMAD, GANI

Bin MUHAMMAD dan KATONG Bin MUHAMMAD.

Dalam Perjanjian Jual Beli No. 39/L-56/K.B.B tanggal 23

Oktober 1956 dibuat secara melawan hukum oleh pihak-pihak yang

tidak bertanggungjawab dengan maksud menguasai tanah milik

Moehammad Moeha, hal tersebut dapat dibuktikan dari umur para

6
pihak yang tidak melakukan perbuatan hukum, atau masih dibawah

umur, yaitu dengan hitungan umur.

- KATONG Bin MUHAMMAD (Almarhum) lahir tanggal 5

September 1941/Umur 14 tahun 11 bulan dan 18 hari ;

- MINAH Binti USMAN lahir tanggal 7 September

1946/Umur10bahun1bulan dan 16 hari ;

- MON Binti USMAN lahir tanggal 1 Oktober 1948/Umur 8

tahun dan 22 hari ;

Dengan berbekal Surat Perjanjian Jual Beli No. 39/L-56/K.B.B

tanggal 23 Oktober 1956 kemudian diketahui dibuat secara palsu oleh

LUTJONG Bin DUL dengan maksud untuk menguasai tanah tersebut,

maka tanah tersebut diperjual belikan kembali pada tanggal 19 Oktober

1959 antara MINAH BINTI USMAN dan MON BINTI USMAN

dengan LUTJONG BIN DUL, sehingga tanah tersebut telah beralih

menjadi milik LUTJONG BIN DUL.

Oleh karena tanah tersebut dikuasi oleh LUTJONG BIN DUL

dengan berdasarkan surat perjanjian jual beli diatas,maka ahlis Waris

MUHAMMAD MOEHA yang bernama ADBUL FATAH melaporkan

perbuatan LUTJONG ke kepolisian Resort Kota pontianak dengan

dugaan pemalsuan surat dan tanda tangan MINAH BIN USMAN dan

MOH BINTI USMAN.

7
Surat Jual Beli No.39/L-56/K.B.B tanggal 23 Oktober 1956 dan

Surat Jual Beli tanggal 19 Oktober 1959 dinyatakan batal. Surat Hibah

Wasiat tanggal 17 Juli 2008 cacat secara hukumkarena di duga di buat

dengan palsu dengan cara menakut nakuti dengan tekanan ahli waris

Mohammad Moeha yaitu Abdul Fatah, Halimah, dan Dasimah berbekal

Putusan Pengadilan Tinggi Pontianak Nomor : 16/PDT/2008/ PT.PTK

tanggal 28 Mei 2008 yang mengabulkan Gugatan Bantahan Tergugat I

dan Tergugat II yang kemudian di WAARMERKING

PENDAFTARAN Notaris tanggal 27 April 2009 dan Pendaftaran di

Kepaniteraan Pengadilan Negeri Pontianak tanggal 01 Mei 2009,

sehingga di duga surat tersebut di buat dibawah tekanan dan ancaman.

Para Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Pemeriksa

Perkara agar para tergugat mengosongkan tanah sengketa bangunan-

bangunan serta tanaman-tanaman yang masih berdiri diatasnya dan

apabila para tergugat tidak melaksanakan apa yang dimohonkan oleh

penggugat,maka dengan itu memohon ke majelis hakim untuk

menetapkan uang paksa sebesar Rp.1000.000,- (satu juta rupiah) setiap

harinya sejak putusan ini diucapkan.

Dengan melakukan analisis yuridis yang cermat, dapat dihasilkan

kesimpulan dan pendapat hukum yang dapat membantu dalam

menyelesaikan permasalahan hukum terkait surat hibah wasiat dibawah

tangan yang diwarmerking tersebut.

8
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian melalui tesis ini dengan judul “ANALISIS

YURIDIS SURAT HIBAH WASIAT DIBAWAH TANGAN YANG

DI WAARMERKING (Studi Kasus Putusan Nomor.

16/Pdt.G/2019/PN.PTK)”

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, Penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kekuatan pembuktian surat dibawah tangan yang di

waarmerkingkan ?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam dalam memutuskan perkara

Putusan Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK ?

3. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Putusan

Nomor 285/PK/Pdt/2019 ?

1.3 Keaslian Penelitian

Untuk menjamin orisinalitas substansi penelitian pada tesis ini,

penulis berusaha menemukan tesis yang memiliki substansi penelitian

serupa sebagai pembanding yang mendekati kesamaan pada judul tesis-

tesis sebagai berikut :

1. JUDUL TESIS :

KEKUATAN PEMBUKTIAN WAARMERKING AKTA DIBAWAH

TANGAN OLEH NOTARIS

RUMUSAN MASALAH :

9
a. Apakah kewenangan Notaris dalam akta yang di warmerking

terhadap akta dibawah tangan ?

b. Apakah tanggung jawab Notaris terhadap akta yang dibawah

tangan yang diwarmerking ?

c. Perbedaan kekuatn pembuktian akta yang dibawah tangan yang

diwarmeking oleh Notaris?

2. JUDUL TESIS :

KEKUATAN AKTA DIBAWAH TANGAN SEBAGAI ALAT

BUKTI DIPENGADILAN

RUMUSAN MASALAH :

a. Apa yang menjadi dasar akta dibawah tangan ?

b. Bagaimana kekuatan pebuktian akta dibawah tangan sebagai alat

bukti dipengadilan ?

1.4. Tujuan Penelitian

Penulisan Tesis berjudul ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH

WASIAT DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING (Studi

Kasus Putusan Nomor. 16/Pdt.G/2019/PN.PTK) bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian surat dibawah tangan yang

telah diwaarmerkingkan oleh Notaris.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan Perkara

Nomor 16/Pdt.G/2019/PN.PTK.

3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam Putusan akhir Nomor

perkara 285/PK/Pdt/2021.

10
1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan, serta

memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu

pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum pembuktian pada

khususnya, terutama tentang kekuatan pembuktian akta dibawah

tangan yang telah di waarmerking Notaris.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat membantu bagi para kalangan

praktisi, dalam menangani suatu perkara yang serupa dalam

pemeriksaan mengenai bukti-bukti terutama mengenai bukti surat,

termasuk dapat bermanfaat bagi masyarakat mengenai pentingnya

peranan Notaris dalam perjanjian.

1.6. Kerangka Pemikiran

1.6.1 Kerangka Teoritik

Kerangka teoritis adalah identifikasi teori-teori yang dijadikan

sebagai landasan berfikir untuk melaksanakan suatu penelitian atau

dengan kata lain untuk mendiskripsikan kerangka referensi atau teori

yang digunakan untuk mengkaji permasalahan.

Tentang hal ini jujun S.Soerya Sumantri mengatakan : Pada


hakekatnya memecahkan masalah adalah dengan menggunakan
pengetahuan ilmiah sebagai dasar argumen dalam mengkaji
persoalan agar kita mendapatkan jawaban yang dapat diandalkan.

11
Dalam hal ini kita mempergunakan teori-teori ilmiah sebagai alat
bantu kita dalam memecahkan permasalahan.1

Adapun beberapa konsep - konsep yang menyangkut dengan

tesis ini sebagai berikut :

a. Pembuktian

Kamus Besar Bahasa Indoensia Makna Pembuktian adalah


sebagai berikut:
a) proses, cara, perbuatan membuktikan
b) usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa dalam
sidang pengadilan
c) Berbagai macam bahan yang dibutuhkan oleh hakim, baik
yang diketahui sendiri oleh hakim maupun yang diajukan
oleh saksi untuk membenarkan atau menggagalkan dakwaan
atau gugatan;2

Pembuktian adalah penyajian alat bukti yang digunakan di

pengadilan yang sah menurut hukum kepada hakim dalam

memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang

peristiwa yang dikemukakan.3

b. Akta di bawah tangan

Akta dibawah tangan yang memuat suatu perikatan hutang


sepihak untuk membayar sejumlah uang atau menyerahkan suatu
benda yang harganya ditentukan oleh sejumlah uang, harus ditulis
seluruhnya dengan tangan sendiri oleh penandatanganan, atau
setidak-tidaknya selain tanda tangan harus ditulis pula oleh
penandatanganan sendiri dengan huruf-huruf jumlah uang atau
benda yang harus dibayar atau diserahkan itu. 4

c. Notaris
1
Mardalis, 2004, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: PT
Bumi Aksara, hlm. 41.
2
Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses pada
tanggal 12 februari 2023 pukul 20:17 WIB
3
Sarwono, 2010, Hukum Acara Teori dan Praktek, Jakarta: Sinar Grafika, hlm.
62.
4
Husni Thamrin, 2011, Pembuatan Akta oleh Notaris, Yogyakarta: Laksbang
Pressindo, hlm. 17.

12
Notaris adalah pejabat umum yang memiliki kewenangan
untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,
perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan
umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akta yang dibuat oleh Notaris, menjamin
kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan
grosse, salinan dan kutipannya, semuannya sepanjang pembuatan
akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.5

d. Waarmerking

Menurut Salim HS, waarmeking adalah

membukukan surat dibawah tangan dengan mendaftar

dalam buku khusus atau disebut dengan gewarmeken .

Akta dibawah tangan yang dibukukan merupakan akta

yang telah ditanda tangani ada hari dan tanggal yang

disebut dalam akta para pihak, dan tanda tangan tersebut

bukan didepan Notaris/ pejabat yang berwenang. Makna

akta dibawah tangan yang dibukukan adalah:6

a. Bahwa yang dijamin oleh Notaris adalah akta

tersebut memang benar telah ada pada hari, dan

b. Tanggal dilakukan pendaftaran/ pembukuan oleh

Notaris

Abdul Ghofur Ashori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif


5

Hukum dan Etika, Yogyakarta: UII Press, hlm. 33.


6
Habib Adji & Sjaifurrahman , Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, (CV
Mandar Maju,2011) hal. 102

13
e. Putusan Pengadilan

Sudikno Mertokusumo dalam hal ini mendefinisikan putusan


sebagai pernyataan hakim dalam kedudukannya sebagai pejabat
negara yang diberi kewenangan untuk itu dan diucapkan dalam
persidangan yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa diantara
pihak-pihak yang berperkara. Sama halnya dengan itu, Mukti Arto
juga mendefinisikan putusan sebagai pernyataan hakim yang
dituangkan secara tertulis serta di ucapkan dalam suatu sidang
yang merupakan hasil dari suatu pemeriksaan suatu perkara.7

Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Teori

Kepastian Hukum, Teori Kewenangan dan Teori Perjanjian.

a) Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum yang menghendaki bahwa hukum

dapat berfungsi sebagaimana peraturan yang harus ditaati dan

tidak hanya terhadap bagaimana peraturan tersebut

dilaksanakan, akan tetapi bagaimana norma- norma atau materi

muatan dalam peraturan tersebut dapat memuat prinsip- prinsip

yang berdasarkan hukum. Kepastian hukum akan menjamin

bahwa seseorang melakukan perilaku sesuai dengan ketentuan

hukum yang berlaku pada saat ini, sebaliknya tanpa ada

kepastian hukum yang berlaku maka seseorang tidak dapat

memiliki ketentuan baku dalam menjalankan perilaku. 8

7
Asnawi & M Natsir, 2014, Hermeneutika Putusan Pengadilan, Yogyakarta:
UII Press, Yogyakarta, hlm. 13-14.

8
Arief, Sidharta, 2007, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu
Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum, Bandung: PT Refika, hlm. 8.

14
Gustav Radbruch mengemukakan 4 (empat) hal
mendasar yang berhubungan dengan makna kepastian teori
hukum, yaitu :
1. Hukum itu positif, artinya bahwa hukum positif
itu adalah perundang- undangan.
2. Hukum itu didasarkan pada fakta, artinya didasarkan pada
kenyataan.
3. Fakta harus dirumuskan dengan cara yang jelas
sehingga menghindari kekeliruan dalam
pemaknaan, di samping mudah dilaksanakan.
4. Hukum positif tidak boleh diubah.9

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada

pandangannya bahwa dalam teori kepastian hukum adalah

kepastian tentang hukum itu yang merupakan produk dari

perundang-undangan. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan

oleh Gustav Radbruch, hukum positif ialah yang mengatur

kepentingan-kepentingan masyarakat harus selalu ditaati

meskipun hukum positif itu kurang adil. Kepastian hukum juga

perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.

Asas kepastian hukum ini pula yang dapat dijadikan

sebagai landasan untuk mengatasi persoalan dalam hal tindakan

Notaris dalam melakukan legalisasi akta dibawah tangan

berdasarkan peraturan perundang- undangan, jika para pihak

memperkarakan di pengadilan.10

b) Teori Pembuktian

https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-
9

hukum/diakses pada tanggal 31 Januari 2023 pukul 15.53 WIB

Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami


10

Hukum, Yogyakarta: Laksbang Pressindo, hlm. 59.

15
Pembuktian berasal dari kata “bukti” yang dalam

“Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu yang

menyatakan kebenaran peristiwa atau keterangan nyata.11

Pembuktian adalah merupakan tindakan atau perbuatan untuk

membuktikan kebenaran atas suatu peristiwa yang telah terjadi.

Menurut Darwan pembuktian adalah benar suatu

peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya.

Menurut Sudikno Mertokusumo menggunakan istilah


membuktikan, dengan memberikan pengertian, sebagai berikut:
1) Kata membuktikan dalam arti logis, artinya memberi kepastian
yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan
tidak memungkinkan adanya bukti-bukti lain.
2) Kata membuktikan dalam arti konvensional, yaitu pembuktian
yang memberikan kepastian, hanya saja bukan kepastian
mutlak melainkan kepastian yang nisbi atau relatif, sifatnya
yang mempunyai tingkatan antara lain :
3) Kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka, maka
kepastian ini bersifat intuitif dan disebut conviction intime.
4) Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, maka
disebut conviction raisonnee.
5) Kata membuktikan dalam arti yuridis, yaitu pembuktian yang
memberi kepastian kepada hakim tentang kebenaran suatu
peristiwa yang terjadi.12

c) Teori Kewenangan

Konsep teori kewenangan menurut Philipus M. Hadjon


bahwa setiap tindakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
disyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah menurut
peraturan perundang undangan. kewenangan diperoleh melalui
tiga sumber yaitu; atribusi, delegasi, mandat. Kewenangan
atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
11
Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta Pusat:
Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, hlm. 228.
12
Andi Sofyan, 2013, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Yogyakarta:
Rangkang Education, hlm. 242.

16
negara oleh undang-undang, kewenangan delegasi dan mandat
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.13

Atribusi ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar


konstitusi atau peraturan perundang-undangan. Dalam
kewenangan atribusi pelaksanaannya dilakukan sendiri oleh
pejabat atau badan tersebut dan tertera dalam peraturan dasarnya.
Relevansi dengan permasalahan tanggung jawab Notaris dalam
membuat akta otentik berdasarkan dokumen yang cacat yuridis
terhadap kewenangan atribusi yang mengatur mengenai tanggung
jawab dan tanggung gugat yang berada pada pejabat ataupun
badan pemerintahan yang sebagaimana tertera dalam peraturan
dasarnya.1 4

Hal serupa juga telah dijelaskan oleh Ridwan HR dalam


buku Hukum Administrasi Negara bahwa seiring dengan pilar
utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan
prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari
peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi
pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.15

Teori kewenangan ini nantinya sebagai landasan untuk

mengetahui sejauh mana kewenangan Notaris dalam pembuatan

Akta atau melakukan hal lain seperti legalisasi surat dibawah

tangan.

d) Teori Perjanjian

Salah satu bentuk hukum yang berperan nyata dan penting

bagi kehidupan masyarakat adalah Hukum Perjanjian. Istilah

perjanjian berasal dari bahasa Belanda yaitu overeenkomst, dan

dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah contract/agreement.

Perjanjian dirumuskan dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang

13
Hadjon M Philipus, 2001, Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, hlm.72.
14
I Dewa Gede, 2018, Teori-Teori Hukum, Malang: Setara Press, Malang, hlm.
24.
15
Ridwan HR, 2016, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Pers, hlm.
101.

17
menentukan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

satu orang lain atau lebih.”

Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat


adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.
Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum
yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain
untuk melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini, kedua belah pihak
telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya
paksaan maupun keputusan yang hanya bersifat satu pihak.16

Menurut Fuady banyak definisi tentang kontrak telah

diberikan dan masing-masing bergantung kepada bagian-bagian

mana dari kontrak tersebut yang dianggap sangat penting, dan

bagian tersebutlah yang ditonjolkan dalam definisi tersebut”.17

Selain itu Subekti juga memberikan definisi tersendiri

mengenai perjanjian. Menurut Subekti: “Subekti memberikan

definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana dua orang itu

saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”18 Sedangkan

menurut M. Yahya Harahap: “Suatu perjanjian adalah suatu

hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang

memberikan kekuatan hak pada suatu pihak uuntuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk

melaksanakan prestasi.” “Pengertian kontrak atau perjanjian yang

dikemukakan para ahli tersebut melengkapi kekurangan definisi


16
Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya
di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm.3.
17
Fuady Munir, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis)
Buku Kedua, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 80.
18
Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, hlm. 28.

18
Pasal 1313 BW, sehingga secara lengkap pengertian kontrak atau

perjanjian adalah perbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.19

1.6.2. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual menjadi bagian penting dalam sebuah

penulisan tesis karena dengan kerangka ini dapat diperoleh

gambaran konsep-konsep penelitian yang diambil dari istilah dalam

judul penelitian.

Menurut Soerjono Soekanto, kerangka konseptual adalah

suatu sistem yang harmonis tentang arah dan konsep dasar yang

saling berhubungan, yang dinginkan dapat menciptakan tolak ukur

yang sesuai dan menyokong kaidah tentang jenis, fungsi dan

merupakan uraian konsep-konsep yang berhubungan dengan variabel

penulisan.20

Dalam penelitian yang ini mengkaji mengenai “analisis

yuridis surat dibawah tangan yang di waarmerking” dengan

pembahasan judul tesis yang diangkat merupakan surat hibah wasiat

yang dibuat dibawah tangan yang diwaarmerkingkan oleh notaris.

Dengan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

tergugat dengan memalsukan tanda tangan dan cap jempol di surat

perjanjian jual beli.

19
Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, Jakarta: Rjagrafindo
Persada, hlm. 39.
20
Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press,
hlm. 132.

19
Oleh karena terjadinya perkara atas hibah wasiat dibawah

tangan yang masih di selidiki keabsahan dan keaslian nya. Maka

dengan itu dilakukannya banding oleh pihak penggugat untuk

mengambil hak mereka dengan mengajukan permohonan kepada

Hakim Majelis Pengadilan Negeri Pontianak Untuk para Tergugat

atau pihak lainnya mengosongkan Lahan dan mengganti seluruh

kerugian atas biaya perkara.

2. Metode Penelitian

Metode Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiyah yang didasarkan


kepada suatu metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan
mempelajari suatu gejala tertentu dengan jalan menganalisisnya, karena
penelitian dalam ilmu-ilmu social merupakan suatu proses yang dilakukan
secara terencana dan sistematis untuk memperoleh pemecahan masalah dan
memberikan kesimpulan-kesimpulan yang tidak meragukan.21

Penelitian merupakan sarana pokok dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang bertuan untuk mengungkap kebenaran

sistematis, metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian

tersebut diadakan analisa dan kondtruksi terhadap data yang telah

dikumpulkan.22

2.1. Pendekatan Penelitian

Metode Pendekatan penelitian yang digunakan dalan tesis ini

adalah metode penelitian hukum Yuridis normatif. Penelitian hukum

normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengkaji

21
Zamaludin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-7, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 18.
22
Peter Mahmud Marzuki, 2015, Penelitian Hukum, Jakarta: Prenadamedia
Group, hlm. 35.

20
bahan- bahan yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan

dan bahan lain dari berbagai literatur yang mempunyai korelasi dan

relevansi dengan pemasalahan yang akan diteliti, serta teori-teori

hukum dan pendapat para sarjana. Dengan kata lain penelitian ini

meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder.

2.2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini menggunakan deskriptif analisis yaitu

penelitian yang disamping memberikan gambaran, menuliskan dan

melaporkan suatu objek atau suatu peristiwa juga akan mengambil

kesimpulan umum dari masalah yang dibahas.

2.3. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Penelitian yuridis normatif ini menggunakan data sekunder. Data

sekunder yang dimaksud terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum ini diperoleh dari sumber yang mengikat dalam

bentuk peraturan perundang-undangan, antara lain:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Peraturan Perundang-undangan

3) Undang-undang No. 2 tahun 2014 tentang perubahan atas

Undang-undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris

b. Bahan Hukum Sekunder

21
Bahan-bahan yang memberikan informasi atau hal-hal lain yang

berkaitan dengan isi sumber bahan hukum primer serta

implementasinya dan dapat membantu menganalisis dan memahami

bahan baku primer berupa :

1) Buku-buku literatur

2) Jurnal hukum

3) Makalah hasil seminar, tesis, disertasi, dan artikel ilmiah

4) Penelitian tesis sebelumnya

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang menunjang bahan hukum primer dan sekunder

seperti artikel dalam format elektonik (internet).

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah teknik pengumpulan data dengan cara Penelitian Kepustakaan atau

disebut dengan studi dokumen. Studi Dokumen yaitu pengumpulan bahan-

bahan hukum yang dilakukan melalui penelusuran dokumen-dokumen

hukum dan risalah-risalah pendukungnya. Bahan-bahan hukum berupa

peraturan perundang- undangan, tentang surat hibah wasiat dibawah

tangan yang di waarmerkingkan di Notaris, serta sumber lainnya yang bisa

dijadikan referensi.

2.5. Teknik Analisis Data

Semua bahan hukum yang terkumpul melalui penelitian kepustakaan

akan dipilah-pilah guna memperoleh kaidah hukum atas permasalahan

22
yang dirumuskan dan kemudian disistematiskan sehingga menghasilkan

klasifikasi yang selaras dengan permasalahan penelitian ini. Selanjutnya

bahan hukum yang diperoleh akan dianalisis secara kualitatif.

4. Sistematika Penelitian

Dalam penulisan tesis berjudul “ANALISIS YURIDIS SURAT HIBAH

WASIAT DIBAWAH TANGAN YANG DI WAARMERKING (Studi Kasus

Putusan Nomor 16/PDT.G/2019/PN.PTK)” , Penulis membagi penulisan

sebagai berikut :

BAB I : Berisi Latar Belakang Masalah. Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka

Konseptual, Kerangka Teori, Metode Penelitian

Sistematika Penelitian, dan Jadwal Penelitian.

BAB II : Berisi Tinjauan Umum mengengai Notaris di

Indonesia, tinjauan umum tentang Akta dibawah tangan,

Tinjauan Umum tentang Hibah Wasiat, Tinjauan Umum

tentang Waarmeking, dan Perjanjian Jual Beli.

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan yang berisi kasus

Posisi Putusan No. 16/PDT.G/2019/PN.PTK, Analisis

Kasus Surat Hibah Wasiat dibawah tangan yang di

Waarmerking.

BAB IV : Berisi Kesimpulan dan Saran

Bagian Akhir : Terdiri dari Daftar Pustaka yang memuat informasi

23
mengenai referensi-referensi yang digunakan Penulis

dan lampiran-lampiran yang Penulis pandang perlu

untuk disertakan dalam Penelitian Tesis ini.

24
BAB II

TINJAUAN HUKUM SURAT HIBAH WASIAT DIBAWAH TANGAN

YANG DI WAARMERKING

2.1 Tinjauan Umum Tentang Notaris

2.2 Sejarah Profesi Notaris

Menurut Ken Salazar, Notaris berasal dari kata Notarius

yang berarti tanda tulisan atau karakter yang dipergunakan untuk

mencatat atau mendeskripsikan perkataan seseorang.

Keberadaan Notaris sudah ada sejak lama, mereka memfasilitasi

kebutuhan masyarakat yang ketika itu tidak banyak bisa

membaca dan menulis. Notaris membantu menuliskan poin-poin

penting kemudian ditanda tangani masing masing pihak. Notaris

mengautentifikasi dokumen tersebut dengan tanda tertentu. Ada

dua pandangan terhadap profesi ini, pertama sebagai pengesah

dokumen atau mem verifikasi arsip, jika benar akan di stempel

sebagai tanda dokumen tersebut terverifikasi. Fenomena

semacam ini terjadi di negara-negara yang menerapkan sistem

common law, seperti inggris, Amerika Serikat, Malaysia, Filipina

dan Singapura. Sedangkan di Indonesia, Notaris menjalankan

fungsi yang lebih strategis. Ini pandangan kedua yang

memosisikan Notaris sebagai pihak yang berkwajiban

memberikan pelayanan hukum privat atau keperdataan, membuat

43
akta autentik dengan ciri berkekuatan hukum. Ini diterapkan di

negara-negara penganut hukum sipil, seperti Belanda, Perancis,

Rumusna kerja di hukum keperdataan yang bersifat hubungan

pribadi rakyat dengan rakyat.2324

Sejarah Notaris di Indonesia pada awal abad ke-17 seiring

dengan adanya Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di

Indonesia. Jan Pieterszoon Coen pada saat itu menjabat sebagai

Gubernur Jenderal di Jacatra (sekarang disebut Jakarta) antara tahun

1617 sampai 1629, guna keperluan para penduduk dan para pedagang

di Jakarta ia menganggap perlu mengangkat seorang Notaris yang

disebut Notarium Publicum, yaitu tepatnya pada tanggal 27 Agustus

1620, Melchior Kerchem sebagai Sekretaris College van Schepenen

(Urusan Perkapalan Kota) di Jakarta untuk merangkap sebagai Notaris

yang berkedudukan di Jakarta.

Isi dari surat pengangkatannya, Melchior Kerchem sebagai

Notaris memiliki tugas yaitu, melayani dan melakukan semua surat

libel (Smaadschrift), surat wasiat dibawah tangan (codicil), akta

perjanjian perdagangan, perjanjian kawin, surat wasiat (testament),

dan akta-akta lainnya dan juga ketentuan-ketentuan yang perlu di Kota

Praja. Pada tahun 1625 jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan

Sekretaris College van Schepenen, yaitu dengan dikeluarkannya

instruksi untuk para Notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi


23
Handoko, Widhi, ( 2019) Dominasi Negara Terhadap Profesi Notaris antara ide dan
realitas, Bogor: PT Roda Publikasi Kreasi, hal. 2
24

44
tersebut hanya terdiri dari 10 (sepuluh) pasal, antara lain menetapkan

bahwa Notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang dipercayakan

kepadanya dan tidak boleh menyerahkan salinan-salinan dari akta-akta

kepada orang-orang yang tidak berkepentingan.

Kemudian pada tanggal 7 Maret 1922 (Stb. No. 11) dikeluarkan

Instructive voor de Notarissen residerende in Nederlands Indie. Pasal

1 dari instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan

wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris

bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan

maksud untuk memberikan jabatan Notaris sebagai kekuatan dan

pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli

atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga

mengeluarkan salinannya yang sah dan benar.

Selanjutnya pada tahun 1860 Pemerintah Hindia Belanda

memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan baru tentang

jabatan Notaris di Nerderlands Indie (Hindia Belanda) untuk

disesuaikan dengan peraturan-peraturan tentang jabatan Notaris yang

belaku di Belanda. Sebagai pengganti Instructive voor de Notarissen

residerende in Nederlands Indie, kemudian pada tanggal 1 Juli 1860

ditetapkan Reglement op Het Notais Ambt in Nederlands Indie (Stbl.

1860:3).

Keberadaan Notaris pada awalnya secara etis yuridis diatur

dalam rambu-rambu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

45
(Burgerlijk Wetboek/BW), terutama Buku Keempat dalam pasal-pasal

sebelumnya, yang secara sistematis merangkum suatu pola ketentuan

alat bukti berupa tulisan sebagai berikut :

a. Bahwa barang siapa mendalilkan peristiwa dimana ia mendasarkan

suatu hak, wajib baginya membuktikan peristiwa itu; dan

sebaliknya terhadap bantahan atas hak orang lain (Pasal 1865 BW);

b. Bahwa salah satu alat bukti ialah tulisan dalam bentuk autentik dan

dibawah tangan. Tulisan autentik ialah suatu akta yang dibuat

sebagaimana ditentukan oleh Undang-Undang; dibuat oleh atau

dihadapan pejabat umum yang berwenang; ditempat mana akta itu

di buat (Pasal 1866-1868 BW);

c. Bahwa Notaris adalah pejabat umum satu-satunya yang berwenang

membuat akta autentik (Pasal 1 Reglement op Het Notaris Ambt in

Indonesia/Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, Staatsblad 1860

Nomor 3 Tahun 1860).25

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

Notaris dibentuk, karna berbagai ketentuan dalam peraturan

Perundang-undangan tentang jabatan Notaris peninggalan zaman

kolonial Hindia Belanda, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan

perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia. Oleh

karena itu, Pemerintah Indonesia menganggap perlu diadakan

pembaharuan dan peraturan kembali secara menyeluruh dalam satu


25
Soegondo Notodisoerjo, 2009, Hukum Notariat di Indonesia (Suatu Penjelasan), PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13.

46
Undang-Undang yang mengatur tentang jabatan Notaris, sehingga

dapat tercipta suatu univikasi hukum yang berlaku untuk seluruh

warga penduduk wilayah Negara Republik Indonesia. Khususnya

univikasi hukum di bidang kenotariatan, dan dari itu lahirlah Undang-

Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang

kini menjadi dasar yang baru bagi lembaga Notariat di Indonesia.

2.1.2 Pengertian Notaris

Berdasarkan sejarah, Notaris adalah seorang pejabat negara/pejabat

umum yang dapat diangkat oleh negara untuk melakukan tugas-tugas

negara dalam pelayanan hukum kepada masyarakat demi

tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat pembuat akta otentik

dalam hal keperdataan.26

Peraturan Jabatan Notaris (PJN, Ordonansi Staatsblad 1860

Nomor 3) mendefinisikan Notaris sebagai : Pejabat Umum yang satu-

satunya berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum

atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam

suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan

aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipanya, semuanya

sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.27


26
Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, 2013, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris.
Dunia Cerdas. Jakarta Timur. hal.
27
Ibid, hal. 4.

47
Definisi Notaris menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 adalah sebagai berikut : Notaris adalah

Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan

kewenangan lainya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ini. Pengetian Notaris yang demikian telah dirubah dengan Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 menjadi berbunyi :

Notaris adalah Pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan memiliki kewenangan lainya sebagaimana dimaksud

dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan Undang-Undang lainya.

Berkaitan dengan definisi tentang Notaris tersebut diatas, maka

tugas dari seorang Notaris adalah mengkostatir hubungan

hukumantara para pihak dalam bentuk tertulis dan format tertentu,

sehingga merupakan suatu akta autentik. Notaris adalah pembuat

dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.

Notaris adalah pejabat umum yang independent (mandiri),

berhak mengatur, menentukan kantor baik berupa kelak maupun

bentuk gedung dan karyawan maupun jumlah gaji, tidak tergantung

kepada pejabat maupun lembaga lain.28

2.2 Tinjauan Umum Jabatan Notaris

28
A.A. Andi Prajitno, 2010, P engetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di
Indonesia, Putra Media Nusantara, Surabaya, hal. 26

48
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, wewenang, dan

hak pada seorang pegawai dalam suatu organisasi. Jabatan merupakan suatu

bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk

keperluan dan fungsi tertentu serta bersifat berkesinambungan sebagai suatu

lingkungan pekerjaan yang tetap. Jabatan merupakan suatu subjek hukum,

yakni pendukung hak dan kewajiban. Agar suatu jabatan dapat berjalan maka

jabatan tersebut disandang oleh subjek hukum lainnya yaitu orang. Orang

yang diangkat untuk melaksanakan Jabatan disebut Pejabat. Suatu Jabatan

tanpa ada Pejabatnya, maka jabatan tersebut tidak dapat berjalan.

Jabatan Notaris pada hakikatnya adalah sebagai pejabat umum

(private notary) yang ditugaskan oleh kekuasaan umum untuk melayani

kebutuhan masyarakat akan alat bukti otentik yang memberikan kepastian

hubungan hukum keperdataan. Jadi, sepanjang alat bukti otentik tetap

diperlukan oleh sistem hukum negara maka jabatan Notaris akan tetap

diperlukan eksistensinya ditengah masyarakat.29

Jabatan Notaris sesungguhnya menjadi bagian penting dari negara

Indonesia yang menganut prinsip negara hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD

Negara Republik Indonesia 1945). Dengan prinsip ini, negara menjamin

adanya kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum, melalui alat

bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai

subjek hukum dalam masyarakat. Salah satu jaminan atas kepastian hukum

29
Borman, M. S., (2019), Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam Perspektif
Undang-Undang Jabatan Notaris, http://repository.unitomo.ac.id/id/eprint/1606, diakses pada
tanggal 14 Februari 2023, hal. 78.

49
yang memberikan perlindungan hukum adalah alat bukti yang terkuat dan

terpenuh, dan mempunyai peranan penting berupa akta otentik.

Menurut Pasal 1 ayat (1) UUJN, Notaris didefinisikan sebagai pejabat

umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan

lainnya. Definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris ini

merujuk pada tugas dan wewenang yang dijalankan oleh Notaris. Artinya

Notarismemiliki tugas sebagai pejabat umum dan memiliki wewenang untuk

membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-

Undang Jabatan Notaris.30

2.2.1. Tugas dan Wewenang Notaris

Tugas pokok Notaris ialah membuat akta

otentik. Adapun kata otentik itu berdasarkan Pasal 1870 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata memberikan kepada pihak-pihak

yang membuatnya suatu pembuktian sempurna. Disinilah letak arti

penting dari seorang Notaris, bahwa Notaris karena Undang-Undang

diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna,

dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam akta otentik itu pada

pokoknya dianggap benar sepanjang tidak ada bukti sebaliknya.

Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya untuk

membuat akta yang diminta oleh para pihak yang menghadap

kepadanya, maka Notaris harus memiliki 4 (empat) unsur, yaitu :

a. Unsur kebenaran;

30
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum
dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 14.

50
b. Unsur keabsahan;

c. Unsur kelengkapan; dan

d. Unsur kejelasan.

Kewenangan Notaris terdapat dalam UUJN yang selanjutnya

oleh Habibie Adjie dibagi dalam 3 (tiga) ranah kewenangan yakni

kewenangan umum (Pasal 15 ayat (1), kewenangan khusus (Pasal 15

ayat (2), kewenangan yang akan ditentukan kemudian (Pasal 15 ayat

(3) UUJN).

1) Kewenangan Umum Notaris

Kewenangan umum Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (1)

UUJN, yang berbunyi :

“Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
peraturan Perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain dan ditetapkan
oleh Undang-Undang.”

2) Kewenangan Khusus Notaris

Kewenangan khusus Notaris diatur dalam Pasal 15 ayat (2)

UUJN. Kewenangan tersebut meliputi :

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal


surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b) Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c) Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa
salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan
digambarkan dalam surat yang bersangkutan;

51
d) Melakukan pengesahan, kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya;
e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g) Membuat akta risalah lelang.

3) Kewenangan Notaris yang akan ditentukan berdasarkan peraturan

Perundang-undangan

Wewenang Notaris yang akan ditentukan merupakan

wewenang yang akan muncul berdasarkan peraturan Perundang-

undangan. Dalam kaitan ini perlu diberikan batasan mengenai

peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang terdapat dalam

Pasal 15 ayat (3), “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang

diatur dalam Perundang-undangan.”

Kewenangan ini dijadikan dasar bagi Notaris apabila

dikemudian hari lahir suatu peraturan Perundang-undangan yang

didalamnya mencamtumkan klausula yang mengharuskan

menggunakan akta otentik.

2.2.2. Tanggung Jawab Notaris

a. 31
Pengertian Tanggung Jawab Notaris

Kamus Bahasa Indonesia mendefinisikan tanggung jawab adalah kewajiban

menanggung segala sesuatunya bila terjadi apa-apa boleh dituntut,

dipersalahkan, dan diperkarakan.Sedangkan dalam kamus hukum, tanggung

jawab adalah suatu keseharusan bagi seseorang untuk melaksanakan apa

31
Wahyu Untara, 2015, Kamus Bahasa Indonesia, Indonesia Tera, Jakarta, hal. 508.

52
yang telah diwajibkan kepadanya.32 Berhubungan dengan ini menurut

Purnadi Purbacaraka mempunyai pendapat bahwa tanggung jawab hukum

bersumber atau lahir atas penggunaan fasilitas dalam penerapan kemampuan

tiap orang untuk menggunakan hak atau melaksanakan kewajiban. Dan

setiap pelaksanaan kewajiban dan setiap penggunaan hak baik yang

dilakukan secara tidak memadai maupun yang dilakukan secara memadai

pada dasarnya tetap harus disertai dengan pertanggungjawaban dan

pelaksaan kekuasaannya.33

2.3. Tinjauan Umum Tentang Akta Notaris

2.3.1. Pengertian Akta Notaris

Menurut Kamus Hukum pengertian acta atau biasa disebut

akta adalah perbuatan-perbuatan. Sedangkan pengertian authentik atau

autentik adalah dalam bentuk menurut Undang-Undang dan dibuat oleh

pejabat yang berwenang. Notaris memiliki kewajiban untuk memasukkan

bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris sungguh-sungguh telah

dimengerti dan sesuai dengan kahendak para pihak, yaitu dengan cara

membacakannya sehingga menjadi jelas isi akta Notaris, serta memberikan

akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan Perundang-

undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan

demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau

tidak menyetujui isi akta Notaris yang akan ditanda tanganinya34


32
Sudarsono, 2009, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal. 329.
33
Purnadi Purbacaraka, 2010, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya, Bandung, hal. 37
34
Machmud, A., & Muktar, M., (2022), Aspek Hukum Akta Notaris Yang Dibuat Di Luar
Wilayah Jabatan Notaris. Jurnal Justice Aswaja,
http://journal.unucirebon.ac.id/index.php/juc/article/view/315, diakses pada tanggal 10 Februari
2023, hal. 24.

53
Menurut Sudikmo Mertokusumo akta adalah surat yang diberi

tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak atau

perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.35

Menurut Hasanudin Rahman menyatakan bahwa suatu akta ialah suatu

tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu

peristiwa sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu tulisan yang

memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan

ditandatangani.36

2.3.2. Macam-Macam Akta

Menurut Pasal 1 angka 7 UUJN dijelaskan bahwa : “Akta

Notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat

oleh atau dihadapan Notaris, menurut bentuk dan tata cara yang

ditetapkan dalam Undang-Undang ini”, sehingga ada 2 (dua) macam

akta Notaris yaitu akta yang di buat oleh Notaris dan akta yang di buat

di hadapan Notaris. Namun dalam ketentuan Pasal 1867 KUH Perdata

menentukan bahwa “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan

tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah

tangan.”

35
Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta,
hal. 151.
36
Ahdiana Yuni Lestari & Endang Heriyani, 2008, Dasar-Dasar Pembuatan Kontrak
dan Aqad, Yogyakarta, Lab Hukum Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta, hal. 24.

54
Menurut bentuknya sendiri akta dibagi menjadi 2 (dua) macam

yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan, berikut akan dijelaskan

secara rinci mengenai akta otentik dan akta dibawah tangan.

1. Akta Otentik

Acte authentic dalam kamus hukum diartikan sebagai akta

atau surat yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris dengan para

saksi, dalam Pasal 165 H.I.R bahwa akta otentik adalah : “Akta

otentik, yaitu suatu surat yang diperbuat oleh atau di hadapan

pegawai umum yang berkuasa akan membuatnya, mewujudkan

bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta

sekalian orang yang mendapatkan hak daripadanya, yaitu tentang

segala hal yang disebut didalam surat itu dan juga tentang yang

tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan sahaja tetapi yang

tersebut kemudian itu hanya sekedar yang diberitahukan itu

langsung berhubung dalam pokok akta itu.”

Berdasarkan KUH Perdata dijelaskan mengenai akta otentik

yaitu terdapat dalam Pasal 1868 “Suatu akta yang dibuat dalam

bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan

pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.”

Menurut Pasal 165 HIR dan Pasal 285 Rbg dijelaskan bahwa Akta

otentik yaitu : “Akta otentik adalah suatu akta yang dibuat oleh atau

dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu, merupakan bukti yang

lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dan mereka yang

55
mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan

bahkan sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya

diberitahukan itu berbubuhan langsung dengan perihal pada akta itu.”37

Pasal 1 angka 7 UUJN menyebutkan bahwa akta Notaris

merupakan akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut

bentuk dan tata cara yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Akta

yang dibuat sedemikian dan yang memuat uraian dari apa yang dilihat dan

disaksikan serta dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat oleh Notaris

(sebagai pejabat umum).

Akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris maksudnya

adalah yang membuat para pihak dan disaksikan oleh pejabat tersebut.

Akta ini berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi karena perbuatan yang

dilakukan oleh pihak lain kepada Notaris dalam menjalankan jabatanya

dan untuk keperluan pihak lain itu atau melakukan perbuatan itu

dihadapan Notaris agar keterangan atau perbuatan itu dikonstantir oleh

Notaris didalam suatu akta otentik, akta yang sedemikian ini dinamakan

akta yang dibuat di hadapan Notaris.

2. Akta Dibawah Tangan

37
Irawan Soerodjo, 2003, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola,
Yogjakarta, hal. 35.

56
Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk

pembuktian oleh pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi

akta ini semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.

Dengan demikian akta dibawah tangan adalah surat yang sengaja

dibuat dan ditandatangani oleh orang-orang atau pihak-pihak yang

dimaksudkan sebagai alat bukti. Akta dibawah tangan baru

merupakan alat bukti yang sempurna apabila diakui oleh kedua

belah pihak atau dikuatkan oleh alat bukti lainnya. Apabila para

pihak yang menandatangani surat atau perjanjian tersebut

mengakui dan tidak menyangkal tanda-tanganya, tidak menyangkal

isinya dan apa yang tertulis dalam surat perjanjian itu, maka akta

dibawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang

sama dengan suatu akta autentik atau resmi.38 Akta dibawah tangan

melekat kekuatan pembuktian dengan memenuhi syarat formil dan

materiil yaitu mencakup :

a. Dibuat secara sepihak atau berbentuk partai (sekurang-

kurangnya dua pihak) tanpa campur tangan pejabat yang

berwenang;

b. Ditandatangani oleh pembuat atau para pihak yang

membuatnya;

Isi dan tandatangan diakui.39


38
Sanjaya, U. H., (2018), Kedudukan Surat Wasiat Terhadap Harta Warisan Yang Belum
Dibagikan Kepada Ahli Waris. Jurnal Yuridis,
https://ejournal.upnvj.ac.id/index.php/Yuridis/article/view/317, diakses pada tanggal 10 Februari
2023, hal. 110
39
M. Yahya Harahap, 2006, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan,
penyitaan, pembuktian dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 546.

57
Lebih lanjut M. Yahya Harahap menjelaskan bahwa akta

dibawah tangan yang sudah memenuhi syarat formil dan materiil

selain memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan

mengikat, juga mempunyai minimal pembuktian mampu berdiri

sendiri tanpa bantuan alat bukti lain dan dengan demikian pada

dirinya sendiri terpenuhi batas minimal pembuktian. Terhadap akta

dibawah tangan terdapat dua faktor yang mengubah dan

mengurangi nilai minimal kekuatan pembuktian yang apabila

terhadapnya diajukan bukti lawan atau isi dan tanda tangan

diingkari atau tidak diakui pihak lawan.40

2.4. Tinjauan Umum Hibah dan Hibah Wasiat dalam Bulgerlijk Wetboek

2.4.1 Pengertian Hibah dan Hibah Wasiat

Menurut BW, Hibah dibagi menjadi dua bentuk yaitu Hibah dan

Hibah Wasiat. Masyarakat sering kali bingung dan menyamakan istilah

hibah dan hibah wasiat dalam BW tersebut. Padahal, sebernarnya istilah

hibah dan hibah wasiat dalam BW meskipun hampir sama namum ada unsur yang

membedakan kedua.

Salah satu perbedaan mendasar dari hibah dan hibah wasiat adalah

pelaksanaan hibah dilakukan semasa sebenarnya istilah hibah dan hibah wasiat

dalam BW meskipun hampir sama namun ada unsur yang membedakan keduanya.

Salah satu perbedaan mendasar dari hibah dan hibah wasiat adalah pelaksanaan

hibah dilakukan semasa pemberi hibah masih hidup sedangkan untuk hibah
40
Ibid, hal. 547

58
wasiat, pelaksanaannya hanya dapat dilakukan setelah pemberi hibah wasiat

(pewaris) meninggal dunia.

Beberapa ahli hukum juga memberikan pengertian hibah, diantaranya

Eman Suparman yang menyatakan:

Hibah adalah suatu pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain

yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya biasanya

dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Biasanya pemberian tersebut tidak

akan pernah dicela oleh sanak keluarga yang tidak menerima pemberian itu. Oleh

karena itu, pada dasarnya seorang pemilik harta kekayaan berhak dan leluasa

untuk memberikan harta bendanya kepada siapapun”.41

Adapun menurut Kansil, “hibah adalah suatu perjanjian di mana pihak pertama

akan menyerahkan suatu benda karena kebaikannya kepada pihak lain yang

menerima kebaikannya itu.42

Selain itu, BW juga memberikan definisi terkait hibah sebagaimana diatur

dalam Pasal 1666 BW bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si

penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik

kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan sipenerima hibah yang

41
Eman Suparman, 2005, Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif

Islam, Adat, dan BW, Bandung: Refika Aditama, hlm. 81

42 30
CST Kansil, 2002, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum

Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 252.

59
menerima penyerahan itu. Berdasarkan rumusan pasal tersebut, dapat diketahui

unsur-unsur dari hibah yaitu:43

a. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan cuma-cuma, artinya

tidak ada kontra prestasi dari penerima hibah;

b. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk

menguntungkan pihak yang diberi hibah;

c. Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala harta benda milik

penghibah, baik benda berwujud maupun benda tidak berwujud, benda tetap

maupun benda bergerak, termasuk juga segala piutang penghibah;

d. Hibah tidak dapat ditarik kembali;

e. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup;

f. Pelaksanaan penghibahan dapat juga dilakukan setelah penghibah meninggal

dunia;

g. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris.

Adapun pengertian tentang hibah wasiat diatur dalam Pasal 957 BW.

Terkait hibah wasiat ini, masih kurang literatur yang membahas secara terpisah

dengan hibah. Bahkan beberapa masih menyamakan antara hibah dan hibah

wasiat, padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Berdasarkan Pasal 957 BW

hibah wasiat didefinisikan sebagai suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan

mana si yang mewariskan kepada seorang atau lebih memberikan beberapa

barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, seperti misalnya segala barang-barang

43
Maman Suparman, 2015, Hukum Waris Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 136

60
bergerak atau tak bergerak atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau

sebagian harta peninggalannya.

2.4.2. Ketentuan Hibah dan Hibah Wasiat dalam Burgerlijk Wetboek

Burgerlijk Wetboek mengatur hibah dan hibah wasiat dalam Buku yang

berbeda. Lebih rinci, hibah dalam BW dikategorikan dalam hukum perikatan

yakni di dalam Buku Ketiga Bab X tentang hibah (Pasal 1666-1693 BW),

sementara hibah wasiat dalam Buku Kedua tentang pewarisan. Hal ini karena

pelaksanaan hibah dilakukan saat seseorang masih hidup sehingga salah satu

syarat untuk proses pewarisan yakni adanya seseorang yang meninggal dunia

yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan tidak terpenuhi. Berdasarkan Pasal

1667 BW, penghibahan hanya boleh dilakukan terhadap barang-barang yang

sudah ada pada saat penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-

barang yang belum ada, maka penghibahan batal sekadar mengenai barang-barang

yang belum ada.

Kemudian, Pasal 1668 BW menyebutkan bahwa penghibah tidak boleh

menjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menggunakan hak miliknya atas

barang yang telah dihibahkan karena penghibahan demikian dipandang tidak sah.

Akan tetapi, penghibah boleh memperjanjikan bahwa ia tetap berhak menikmati

atau memungut hasil barang bergerak atau barang tidak bergerak yang dihibahkan,

atau menggunakan hak itu untuk keperluan orang lain dengan syarat

memperhatikan ketentuan-ketentuan Buku Kedua Bab X tentang hak pakai hasil

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1669 BW.

61
Pada prinsipnya, hibah tidak dapat ditarik kembali sebagaimana telah

diatur dalam Pasal 1666 BW. Namun berdasarkan alasan yang telah ditetapkan

oleh BW dan mengingat keadaan tertentu, hibah dimungkinkan untuk ditarik

kembali oleh si pemberinya.44 Berdasarkan Pasal 1688 BW bahwa suatu hibah

tidak dapat ditarik kembali atau dihapuskan karenanya, melainkan dalam hal-hal

yang berikut:

1)Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah

dilakukan;

2)Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu

melakukan kejahatan yang bertujuan mengambil jiawa si penghibah atau suatu

kejahatan lain terhadap si penghibah; dan

3)Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah,

setelah orang ini jatuh dalam kemiskinan.

Dalam hal terjadi penarikan hibah, maka segala barang yang telah

dihibahkan harus segera dikembalikan kepada penghibah dalam keadaan bersih

dari beban-beban yang melekat di atas barang tersebut. Misalnya barang yang

dihibahkan yang sedang dijadikan jaminan hak tanggungan atau fiducia, maka

penerima hibah harus segera melunasinya sebelum barang tersebut dikembalikan

kepada pemberi hibah.45Jika penerima hibah beritikad tidak baik atau buruk

sehingga ia tidak mau mengembalikan barang yang dihibahkan atau

membebaskan barang yang dihibahkan dari beban-beban di atas barang tersebut,

maka pemberi hibah dapat menuntut pengembalian atau pembebasan tersebut.

44
Maman Suparman, Op.cit., hlm. 137
45
Eman Suparman, Op.cit., hlm. 87

62
Dasar hukumnya dapat dilihat pada ketentuan Pasal 1689 BW yang menyebutkan

bahwa “si penghibah dapat menuntut hibah kembali, bebas dari beban hipotik

(hak tanggungan) beserta hasilnya dan pendapatan yang diperoleh si penerima

hibah atas benda yang dihibahkan”. Hal ini untuk menjamin agar pemberi hibah

tidak dirugikan karena tindakan penerima hibah terhadap barang yang dihibahkan

tersebut.

Adapun menurut Pasal 1690 BW, pada pokoknya berarti benda yang

dihibahkan dapat tetap pada si penerima hibah meskipun sebelumnya benda-benda

hibah tersebut telah didaftarkan lebih dahulu oleh penerima hibah. Hal ini karena

apabila penuntutan kembali yang dilakukan oleh pemberi hibah dikabulkan maka

semua perbuatan si penerima hibah dianggap batal.46

46
Maman Suparman, Loc.cit.

63
4

Tindakan penghibahan harus dibuat dan dilakukan

sewaktu pemberi hibah hidup. Begitu juga dengan penerima

hibah, juga harus ada saat menerima hibah. Hal ini mengacu pada

Pasal 1679 BW di mana hibah tidak boleh diberikan kepada

orang yang telah meninggal dunia atau kepada anak-anak yang

belum lahir. Hibah kepada anak dalam kandungan diperbolehkan,

namun dilihat apakah anak yang dimaksud benar-benar ada di

dalam kandungan. Keberadaan anak dalam kandungan harus

dibuktikan dengan kelahiran anak tersebut, yang harus terjadi

kurang lebih sembilan bulan setelah tanggal hibah.47

2.4.3. Tinjauan Umum tentang Waarmerking

Pasal 1874 KUH Perdata, mengatur legalisasi atau waarmeking

tanda tangan para pihak yang tercantum dalam akta dibawah tangan,

artinya tanda tangan para pihak yang tercantum dalam akta tersebut,

disahkan kebenarannya oleh Notaris atau pejabat yang berwenang

untuk itu. Pada dasarnya penegasan kebenaran tanda tangan yang

terdapat dalam akta dibawah tangan, dengan sendirinya meliputi

pengesahan kebenaran tanda tangan.48

Waarmerken atau waarmerking adalah sebuah akta dibawah

tangan yang didaftarkan untuk diberikan tanggal yang pasti. Akta

47
Tan Thong Kie, 2007, Studi Notariat dan Serba-Serbi Praktek

Notaris, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, hlm. 584.

48
Yusrizal, Kiagus (2008) “Tinjauan hukum terhadap kekuatan pembuktian akta dibawah tangan
dihubungkan dengan kewenangan Notaris dalam pasal 15 ayat (2) UU Nomor 30 tahun 2004 tentang
5

yang sudah ditandatangani, diberikan kepada Notaris untuk

didaftarkan dan diberikan tanggal yang pasti. Pada waarmerken atau

waarmerking ini, tidak menjelaskan mengenai siapa yang

menandatangani dan apakah penandatangan memahami isi akta.

Hanya mempunyai kepastian tanggal aja dan tidak ada kepastian tanda

tangan.

Pendaftaran surat di bawah tangan atau waarmerking ini

belum diatur secara khusus dan secara redaksional, namun terkait

Legalisasi dapat di temukan pada Undang-UndangNomor 2 Tahun 2014

Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a menyatakan Notaris

dalam jabatannya berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan

kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku

khusus. Namun Penerapan surat di bawah tangan yang di daftarkan oleh

notaris terdapat banyak permasalahan, banyak yang salah memahami,

surat di bawah tangan yang didaftarkan oleh notaris tidak memiliki dasar

hukum yang jelas, hanya diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.

Menurut isi pasal tersebut notaris berwenang, namun tidak dijelaskan

kekuatan hukum surat di bawah tangan yang didaftarkan notaristersebut.

Waarmerking sendiri kalau dilihat secara

yuridis,sebenarnyahanya merupakan tindakan hukumNotaris atau pejabat

umum lainnyayangberwenang menurut undang-undang, untuk mencatat

dan mendaftarkansuratdi bawah tangan yang telahdibuatoleh para pihak


6

dalam buku khususuntukitu sesuai dengan urutan yangada.Jadi

waarmerking tidak menyatakan kebenaran penanggalandan

penandatanganan dan kebenaranisidari surat di bawah tangan tersebut

sebagaimana legalisasiataupengesahan.49

15N.G. Yudara, Pokok-pokok Pemikiran disekitar kedudukan dan fungi Notaris serta
49

akta Notaris Menurut Sistem Hukum di Indonesia, Renvoi, Nomor. 10.34.III, Tanggal 3 Maret
2006.
7

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdul Ghofur Ashori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum


dan Etika, UII Press, Yogyakarta.
Andi Sofyan, 2013, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, Rangkang Education,
Yogyakarta.
Arief, Sidharta, 2007, Meuwissen Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, T
eori Hukum dan Filsafat Hukum, PT Refika, Bandung.
Asnawi & M Natsir, 2014, Hermeneutika Putusan Pengadilan, Yogyakarta: UII P
ress, Yogyakarta.
Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Huk
um, Laksbang Pressindo, Yogyakarta.
Fuady Munir, 2003, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku K
edua, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Habib Adji & Sjaifurrahman, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam P
embuatan Akta, CV Mandar Maju, Bandung.
Hadjon M Philipus, 2001, Hukum Administrasi Negara, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di B
idang Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Husni Thamrin, 2011, Pembuatan Akta oleh Notaris, Laksbang Pressindo, Yogya
karta.
I Dewa Gede, 2018, Teori-Teori Hukum, Setara Press, Malang.

Kamus Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta Pusat.
Mardalis, 2004, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, PT Bumi Aksara,
Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2015, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Ridwan HR, 2016, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta.

Salim HS, 2018, Peraturan Jabatan Notaris, Sinar Grafika, Jakarta Timur.
8

Sarwono, 2010, Hukum Acara Teori dan Praktek, Sinar Grafika, Jakarta.

Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Subekti, 2005, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta.

Syahmin AK, 2006, Hukum Kontrak Internasional, Rjagrafindo Persada, Jakarta.

Zamaludin Ali, 2016, Metode Penelitian Hukum, Cetakan ke-7, Sinar Grafika, Jak
arta.

JURNAL

Cici Harfiah, 2006, Kekuatan Pembuktian Akta dibawah tangan dihubungkan


dengan wewenang Notaris dalam Legalisasi dan Warmeking, Tesis
Universitas Airlangga, Surabaya.

Meitinah, “Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Yang Telah


memperoleh Legalisasi dari Notaris”, Jurnal Hukum dan Pembangunan,
Tahun Ke-36, diakses 3 Februari 2023, pukul 14.00 WIB

Rahmadhani Febri, 2020, “Kekuatan Pembuktian Akta di Bawah Tangan


Waarmerking Dalam Perspektif Peraturan Perundang-undangan di
Indonesia”, Jurnal Recital Review, Vol. 2, No. 2, di akse pada tanggal 4
Februari 2023 Pukul 23.00 WIB

WEBSITE

https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/02/05/memahami-kepastian-dalam-
hukum/diakses pada tanggal 31 Januari 2023 pukul 15.53 WIB

Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.kemdikbud.go.id/, diakses pada


tanggal 12 februari 2023 pukul 20:17 WIB

Lista Kuspriatni, Hukum Perjanjian, Diakses pada tanggal 12 Februari 2023,


from:URL:http://lista.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/19365/
Hukum%2BPerjanjian.pdf.
2

Anda mungkin juga menyukai