Hukum Pajak (Magister Kenotariatan)
Hukum Pajak (Magister Kenotariatan)
1 . R . S A N T O S O B R O T O D I H A R D J O , 2 0 0 3 , P E N G A N TA R
I L M U H U K U M PA J A K , R E F I K A A D I T A M A ,
BANDUNG.
2 . S E T U S E T YA WA N , 2 0 0 6 , P E R PA J A K A N ,
B AY U M E D I A PA B L I S H I N G , M A L A N G .
3 . H . R O C H M AT S O E M I T R O , 1 9 9 8 , A S A S D A N D A S A R
P E R PA J A K A N 2 ( E D I S I R E V I S I ) , R E F I K A
A D I TA M A , B A N D U N G .
4. UNTUNG SUKARDJI, 2015, POKOK-POKOK PPN
( PA J A K P E R T A M B A H A N N I L A I ) I N D O N E S I A , R A J A
G R A F I N D O P E R S A D A , J A K A RTA .
5 . M U Q O D I M , 1 9 9 3 , P E R PA J A K A N ( B U K U S A T U ) , U I I
P R E S S , Y O G YA K A R T A .
6 . M U H A M M A D D J A FA R S A I D I , 2 0 1 4 ,
P E M B A H A R U A N H U K U M PA J A K , R A J A G R A F I N D O
P E R S A D A , J A K A RTA .
7. Tjip Ismail, 2007, Pengaturan Pajak Daerah di Indonesia,
Yellow Printing, Jakarta.
8.Y.Sri Pudyatmoko, 2005, Pengadilan dan Penyelesaian
Sengketa di Bidang Pajak, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
9. Hendra Karianga, 2013, Politik Hukum Dalam Pengelolaan
Keuangan Daerah, Prenadamedia, Jakarta.
10.John F.Due, 1985, Keuangan Negara, a.b.Iskandarsyah, UI-
Press, Jakarta
11. Gunadi, 2007, Pajak Internasional, Fakultas Ekonomi UI,
Jakarta.
12.Guritno Mangkoesoebroto, 1993, Ekonomi Publik (Edisi 3),
BPFE, Yogyakarta.
HUKUM PAJAK
(MAGISTER KENOTARIATAN)
RUANG LINGKUP HUKUM PAJAK
Hukum Pajak sebagai bagian dari ilmu hukum, memiliki
ruang lingkup berlakunya maupun materi yang dikandungnya.
Ditinjau dari berlakunya, dibedakan atas hukum pajak
nasional dan hukum pajak internasional. Sedangkan ditinjau
dari materinya, hukum pajak dibedakan atas hukum pajak
materiil dan hukum pajak formal.
Hukum pajak nasional adalah hukum pajak yang dietapkan
oleh suatu negara dan berlaku dalam wilayah negara yang
menetapkannya.
Dalam hukum pajak nasional terdapat hukum pajak daerah
yang ditetapkan oleh uatu daerah tertentu dalam wilayah
negara dan berlaku hanya pada daerah yang bersangkutan.
Pajak internasional adalah hukum pajak yang ditetapkan oleh dua negara atau
lebih dan berlaku pada wilayah yang terikat dari perjanjian yang diadakan
untuk itu.
Hukum pajak internasional dapat dibedakan atas hukum pajak internasional
dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Hukum pajak internasional dalam arti sempit merupakan keseluruhn kidah
pajak yang berdasarkan hukum antar negara seerti traktat-traktat, konvensi-
konvensi dan lain sebagainya, dan berdasarkan prinsip-prinsip hukum pajak
yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara, mempunyai tujuan
mengatur soal perpajakan antara negara-negara yang saling mempunyai
kepentingan. Hukum pajak dalam arti sempit ini semata-mata berdasarkan
sumber-sumber asing.
Huum pajak internasional dalam arti luas; yaitu keseluruhan kaidah, baik yang
berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi dan prinsip hukum pajak yang
diterima baik oleh negara-negara maupun kaidah-kaidah nasional yang
mempunyai sebagai obyeknya pengenaan pajak dalam mana dapat
ditunjukkan adanya unsur-unsur asing hal mana mungkin dapat menimbulkan
bentrokan hukum antar dua negara atau lebih.
“Hukum atau ketentuan pajak internasional” yang merujuk pada aspek
internasional dari ketentuan perpajakan suatu negara (terasuk Indonesia).
Dengan sedikit pengecualian, undang-undang pajak belum ada yang
internasional karena disusun oleh suatu negara.
Demikian juga belum ada suatu praktek dan kebiasaan umum negara-negara
atau Tindakan Lembaga internasional (misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa)
yang mengesampingkan ketentuan internasional perpajakan.
Aspek internasional yang paling mengemuka dari sistim perpajakan negara
terutama adalah Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B, tax treaty)
yang ditutup oleh kebanyakan negara pemungut pajak.
P3B umumnya bersifat membatasi hak pemajakan negara penandatanganan
perjanjian, tidak mengenakan pajak malahan bersfat meringankan beban
pajak pra wajib pajak dari negara dimaksud.
Selain P3B terdapat perjanjian lainnya baik antar negara maupun antara
suatu negara dengan wajib pajak negara lain (individual ruling) yang
mencantumkan masalah pemajakan, misalnya Kerjasama ekonomi,
kesepakatan perlindungan investasi, transportasi internasional, kontrak bagi
hasil (minyak dan gas bumi) dan sebagainya.
Secara umum, ketentuan pajak internasional suatu negara
meliputi 2 (dua) dimensi luas yaitu: (1) pemajakan terhadap wajib
pajak dalam negeri(WPDN) atas penghasilan dari luar negeri, dan
(2) pemajakan terhadap wajib pajak luar negeri (WPLN) atas
penghasilan dari dalam negeri (domestic)
Dalam aplikasinya pemajakan penghailan luar negeri dilakukan
oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan
penghasilan domestic dilakukan oleh negara sumber (source
country)
Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara
domisili dan sumber tersebut menimbulkan pajak ganda
internasional (international double taxation)
Sementara itu ketentuan pajak internasional suatu negara pada
umumnya disusun untuk mencapai sekurang-kurangnya 4 (empat)
tujuan: (1) memperoleh bagian penerimaan dari trasaksi lintas
perbatasn secara adil; (2) meningkatkan keadilan (fairness) dalam
perpajakan; (3) memperkuat daya saing ekonomi domestic, dan
POLITIK HUKUM BIDANG PERPAJAKAN
Suatu negara tidak akan berdaya tika tidak
mempunyai uang untuk menghidupi dirinya.
Uang untuk penyelenggaraan pemerintahan
seringkalai disebut sebagai urat nadi bagi negara yang
tanpanya negara akan mati.
Sebagian besar uang untuk keperluan negara
diperoleh dari pajak-pajak yang dapat ditarik dari
rakyat baik oleh pemerintah pusat maupun oleh
pemerintah daerah.
Jadi kewenangan bagi negara untuk menarik pajak
dari rakyatnya menjadi konsekuensi dari adanya
negara itu sendiri.
Meskipun begitu, karena negara didirikan untuk
melindungi hak-hak rakyat atau warga negara, maka
penarikan pajak oleh negara haruslah didasarkan pada
UU, yakni produk hukum yang ditentukan oleh rakyat
melalui pembentuk UU.
Di Indonesia adagium pengaturan penarikan pajak harus
melalui UU sudah diatur juga di dalam UUD 1945. Pasal 23
ayat (1) UUD 1945 menentukan, “Anggaran pendapatan
dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan
keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan UU dan
dilaksanakan secara terbuka dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Pasal 23A UUD 1945 menentukan pula, “pajak dan
pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan
negara diatur dengan UU”.
Ketentuan yang dapat ditarik dari kedua pasal tersebut:
(1) ABPN tidak boleh ditarik dan dikelola secara
sembarangan , ia harus ditetapkan dengan UU dan
dikelola secara transparan dan bertanggungjawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
(2) Pajak sebagai bagian dari sumber penerimaan negara
untuk APBN harus pula diatur dulu dengan UU.
Bila dikaitkan pajak dan ABPN, maka terdapat fungsi
pajak dalam pembangunan.
Fungsi pajak terdiri dari fungsi penerimaan negara
(budgetair) dan fungsi mengatur yaitu merupakan salah
satu alat untuk mencapai suatu tujuan tertentu di luar
bidang keuangan yang lazimnya disebut kebijakan fiscal
(fiscal policy).
Istilah fiscal dalam arti luas adalah segala sesuatu yang
bertalian dengan keuangan negara dan bukan semata-mata
mengenai pajak.
istilah fiscal adalah sinonim dari istilah fiscus (bahasa
Yunani), atau fisc (bahasa Perancis), yang berarti
“keranjang uang” atau kas negara.
oleh karenanya, pada mulanya kata fiscal dalam fiscal
policy memiliki arti yang sama dengan keuangan negara,
yang dalam bahasa inggris lazim mencakup: revenue,
expenditures and debt policy.
Pola memperbesar dan memperkecil pendapatan nasional
dengan menggunakan instrumen penerimaan dan
pengeluaran negara dalam rangka menjaga stabilitas
ekonomi disebut sebagai kebijakan fiskal (Atep Adya
Barata: hlm.19 , Kekuasaan Pengelolaan Keuangan
Negara/Daerah)
pajak merupakan faktor terpenting bagi keuangan negara
dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional,
tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan
asing;
Fjeldstad menyatakan: “ An effective tax system is
considered central for sustainable development because it
can mobilize the domestic revenue base as a key mechanism
for developing contries to escape from aid or single natural
resource dependency”.
Hal ini mengandung makna bahwa sistem pajak yang
efektif akan mampu menggerakan roda pembangunan
untuk dapat keluar dari ketergantungan terhadap
bantuan luar dan sumber daya alam.
Hal ini mengandung makna bahwa sistem pajak yang
efektif akan mampu menggerakan roda pembangunan
utuk dapat keluar dari ketergantungan terhadap bantuan
luardan sumber daya alam.
Fungsi pajak Dalam Pembangunan:
Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan.
Menurut speigenlenberg, pajak tidak semata-mata
mempunyai fungsi buggeter (taxation for revenue only),
tetapi juga dapat digunakan untuk:
a) Mengatur tingkat pendapatan di sektor swasta;
b) Mengadakan redistribusi pendapatan;
c) Mengatur volume pengeluaran.
Fungsi Anggaran (budgetair); merupakan suaatu alat atau suatu
sumber untuk memasukan uang ke dalam kas negara, yang akan
digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin negara. Apabila masih
terdapat sisa, dana tersebut digunakan untuk membiayai investasi
pemerintah.
Fungsi mengatur (regulerend/regulating); pajak digunakan sebagai
suatu alat, yang akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu.
Djojohadikoesomo menagtakan: “ fiscal policy sebagai alat
pembangunan harus mempunyai tujuan bersamaan, yaitu secara
langsung menemukan dana yang akan digunakan untuk public
investment dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan
private saving ke arah sektor-sektor produktif, maupun digunakan
untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang menghambat
pembangunan”.
Dalam fungsi mengatur, pajak mempunyai peranan yang
sangat penting, yakni mendorong penyaluran dana dari
private saving ke private investment atau penanaman modal.
bentuk-bentuk fasilitas atau insentif pajak yang diberikan,
antara lain dalam bentuk tax holiday maupun tax allowance.
Menurut pendapat Musgrave, fiscal function mempunyai tiga
fungsi utama; yaitu:
a) Fungsi alokasi; melakukan alokasi sumber dana yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
jika pasar tidak mau memproduksi suatu barang/jasa atau
sarana umum karena pertimbangan inefisiensi, maka
pemerintah melakukan intervensi dengan menyediakan
barang publik (public goods), seperti membangun jembatan,
membangun pelabuhan, melakukan fogging untuk
memberantas jentik nyamuk dan sebagainya.
sumber pembiayaan yang paling efektif bagi
pembiayaan pengadaan barang-barang publik
adalah melalui pungutan pajak,
Rosdiana dan tarigan: pengadaan public goods
yang didanai oleh pajak mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan alternatif pembiayaan seperti:
- Cetak uang (printing money)
- Pinjaman luar negeri (borrowing abroad)
- Pinjaman dalam negeri (borrowing domestically)
seperti penerbitan obligasi pemerintah.
- Menjual cadangan devisa (running down foreign
exchange reserves)
mencetak uang tidak terkendali dapat menyebabkan
terjadinya kerawanan sosial (melambungnya harga-harga)
Pinjam dari luar negeri dapat meningkatkan ketergantungan
pada asing;
Sedangkan menerbitkan obligasi, terjadi sesaknya pasar,
karena sudah ada obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan
swasta
b) Fungsi distributif; menyeimbangkan pembagian pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat.
ketidak sempurnaan pasar dapat menyebabkan kesenjangan
antar golongan semangkin lebar. Untuk mencegahnya, negara
melalui UU dapat memaksa golongan masyarakat kaya untuk
menyisihkan penghasilannya dengan mewajibkan mereka
membayar pajak sesuai dengan kemampuannya (ability to pay)
melalui pungutan pajak, negara dapat menyediakan hal-hal
sebagai berikut:
1) Pelayanan kesehatan yang murah;
2) Pendidikan yang terjangkau;
3) Memberikan subsidi pengadaan rumah murah bagi
masyarakat;
4) Menyediakan subsidi barang-barang kebutuhan pokok.
c) Fungsi stabilitasi;
pajak dapat digunakan untuk menstabilkan keadaan
ekonomi, misalnya dengan menetapkan pajak yang tinggi,
pemerintah dapat mengatasi inflasi, karena jumlah uang
yang beredar dapat dikurangi.
- Untuk mengatasi deplasi (kelesuan ekonomi), pemerintah
dapat menurunkan pajak).
- Fungsi stabilitasi, ditekankan pada aspek penggunaan
anggaran-anggaran sebagai kebijakan untuk stabilitasi
harga-harga kebutuhan masyarakat, untuk menjamin
peningkatan pertumbuhan ekonomi, untuk
mempertahankan kerja yang terbuka luas.
Berkaitan dengan fungsi pajak dalam pembangunan,
berkaitan erat dengan bagaimana politik hukum nasional di
bidang perpajakan.
Politik hukum, merupakan bagian dari ilmu hukum yang
menelaah perubahan yang harus dilakukan dalam hukum
yang berlaku agar dapat menenuhi tuntutan kehidupan
masyarakat.
Politik hukum bidang perpajakan seyogyanya menyelidiki
semua hukum pajak yang ada sekarang dan dimana perlu
diadakan perubahan sesuai dengan kebutuhan.
Ini perlu dilakukan agar hukum pajak yang
diperbaharuai dapat memenuhi rasa keadilan dan
tuntutan-tuntutan baru dari masyarakat.
Mahfud MD, menyatakan politik hukum (legal policy)
yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah yang meliputi:
1) Pebangunan hukum yang berintikan pembuatan dan
pembaharuan terhadap materi-materi hukum agar dapat
sesuai dengan kebutuhan.
2) Pelaksanaan kebutuhan hukum yang telah ada termasuk
penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak
hukum, mencakup pula pengertian tentang bagaimana
politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat
konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan
dan penegakan hukum itu.
Seperti telah dipaparkan sebelumnya, pada dasarnya politik
hukum pajak dilandaskan pada ketentuan Pasal 23 A UUD
NRI 1945 sebagai hukum tertinggi yang menyatakan bahwa :
“ Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk
keperluan negara diatur dengan UU”.
Selain ketentuan itu, politik hukum pajak juga dielaborasi
dalam peraturan perundang-undangan bidang pajang yang
berlaku di Indonesia. Salah satu yang menarik untuk dibahas
adalah keadilan dalam pemungutan pajak.
Keadilan adalah merupakan konsep keadilan sosial yang
secara luas dianut oleh hampir semua negara, namun dalam
praktek tidak mudah dilaksanakan.
Konsep ini memandang pajak merupakan suatu alat
redistribusi pendapatan, golongan kaya menyumbang lebih
besar dari pada nilai pelayanan yang diterimanya ,
sebaliknya golongan miskin nilai pelayanan yang diperoleh
lebih besar dibanding sumbangan yang ia berikan.
Dalam praktek, hal ini juga dapat dicapai kalau golongan
kaya menikmati manfaat layanan yang sedikit lebih kecil
dari pengeluaran layanan pemerintah
Keadilan dalam hal perpajakan mempunyai tiga dimensi:
(1) Keadilan vertikal; secara umum pajak itu dikatakan baik
jika pajak tersebut “progresif”. Artinya persentase
pendapatan seseorang yang dibayarkan untuk pajak
bertambah sesuai dengan tingkat pendapatannya.
(2) Keadilan Horizontal; seseorang yang menerima
gaji seharusnya tidak membayar pajak lebih besar
dari pada seseorang dengan pendapatan yang sama
dari bisnis atau pertanian.
(3) Keadilan Geografis; pemerataan harus dilihat
dalam kaitannya dengan penerimaan dan
pengeluaran. Pengenaan pajak atas penduduk
adalah tepat kalau mereka tinggal di daerah yang
yamperoleh pelayanan khusus dari pemerintah.
hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan
keadilan geografis ini adalah yang lebih berperan
aktif membayar pajak seharusnya mendapat
prioritas atas kontra prestasi pembayaran pajak
yang mereka lakukan.
Peranan pajak untuk meningkatkan kemandirian anggaran
(Jurnal Economi Pembangunan, Vol.10, no.2, Des , 2009,
hlm.154-171; Joko Waluyo.
Kemandirian anggraran negara juga mempengaruhi
stabilitas perekonomian nasional, jika terjadi
gejalaeksternal perekonomian dunia maka relatif cepat
untuk melakukan recovery perekonomian.
Secara politis, kemandirian keuangan negara akan
mengurangi tekanann-tekanan terhadap arah, tujuan dan
sasaran pembangunan nasional, sehingga tujuan
kemerdekaan akan lebih cepat tercapai.
Salah satu kemampuan pemerintah untuk menghimpun
dana masyarakat yaitu dengan melalui instrumen
perpajakan.
Di Indonesia hampir semua rezim pemerintahan
yang berkuasa menjalankan kebijakan anggaran
defisit, yang berbeda hanyalah sumber
pembiayaannya.
pada masa Orde Lama; pembiayaan defisit dengan
mencetak uang;
Orde Baru, pembiayaan defisit anggaran didanai
dengan menggunakan utang luar negeri;
Pemerintahan Orde Reformasi saat ini berusaha
memobilisasi dana masyarakat dengan menerbitkan
obligasi negara untuk membiayai defisit anggaran.
Perpajakan optimal dalam perspektif Hukum Pajak Berpalsafah Pancasila.
Kajian mengenai pajak berfalsafah Pancasila yang ada masih terbatas pada kesesuaian
hukum pajak terhadap Pancasila , belum mendiskripsikan karakteristik pajak yang
diinginkan Pancasila.
Dalam khasanah perpajakan terdapat 5 (lima) prinsip umum yang sudah mapan yaitu
four maxims dari Adam Smith, general principles of taxation dari Jhon Stuart Mill,
Principle of Taxation dari Francis A.Woeker, principle of apportionment dari Hendry C,
Adam dan the fundamental problems dari Edwin R.A Sligmen.
: Ide penting kelima prinsip umum perpajakan bukan pada pajak sebagai penutup biaya
operasional negara (budgetair function). Budgetetair merupakan fungsi utama atau
tradisional pajak, dan itu tidak terbantahkan.
Ide penting dari kelima prinsip umum perpajakan terletak pada kehati-hatian dalam
memungut pajak.
- Ini berangkat dari situasi bahwa pajak mengakibatkan nestapa bagi individu dalam
pertukaran (market)
- Ini bermuara pada konsep pajak yang baik yang menempatkan pajak menuju fungsi
kesejahteraan sosial.
- Konsekwensinya prinsip netralitas dan efisiensi menjadi prasyarat mutlak dalam
pemungutan pajak . Keduanya menjelma pada perpajakan optimal.
Penstudi hukum pajak masih berpegang pada prinsip ability to pay sebagai standar
solidaritas dan redistribusi sosial. Ability to pay mengrahkan pemungutan pajak berpijak
pada kesejahtraan masing-masing individu, sementara perpajakan optimal menganggap
hal tersebut tidak tepat karena menghadirkan disinsentif bagi individu dalam mengelola
sumber daya terbatasnya.
Peran pajak bagi ekonomi suatu negara hanya berujung pada dua (dua) kebijakan, yakni
alokasi dan distribusi.
- Kebijakan alkasi, merujuk pada pentingnya pajak untuk membiayai barang-barang yyang
tidak sanggup disediakan oleh individu privat, sedangkan kebijakan distribusi fokus
pada pajak sebagai skema pendistribusian kesejahteraan individu-individu dalam
masyarakat.
- Sebagai suatu negara baik Hidia Belanda maupun pemerintahan Indonesia, tetap
menempatkan pajak sebagai bagian dari kebijakan alokasi dan kebijakan distribusi.
Pajak berfalsafah Pancasila
- Bilamana Pancasila merupakan national guidelines bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara, maka wujud pajak seperti apakah yang diinginkan Pancasila.
- Postulatnya: Pancasila merupakan dasar statis untuk mempersatukan individu dalam
kehidupan Bersama sekaligus menjadi penuntun yang bersifat dinamis , yang
mengarahkan bangsa dan negara dalam mencapai tujuannya.
- Pancasila menginginkan perubahan mendasar pada sistem sosial (ranah matarial, mental dan
political) untuk mewujudkan perikehidupan kebangsaan dan kewarganegaraan yang merdeka ,
Bersatu, berdaulat, adil dan Makmur.
Ada tiga ranah Garapan Pancasila, yakni mental, material dan political. Ketiga ranah, sekalipun
dapat dibedakan tetapi tidak dapat terlepaspisahkan.
- Perubahan mental memerlukan dukungan political dan material
- Perubahan material membutuhkan dukungan mental dan political
- Bangsa Indonesia yang berdikari dalam perekonomian (ranah material); bangsa Indonesia yang
berkepribadian dalam berkebudayaan (domain mental) dan bangsa Indonesi yang berdaulat
(ranah politik)
- Ranah mental dijiwai sila 1 Pancasila yang menempatkan welas asih dan moralitas pada
kehidupan keagamaan; juga dijiwai sila ke-2 yang mengandung visi kebangsaan yang humanis.
- Ranah mental dijiwai sila ke-3 Pancasila yang menginginkan penyelenggaraan negara yang
melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia berdasarkan semangat kesatuan.
Ranah mental dalam lingkup pajak, disebut sebagai kepatuhan. Ada dua aspek (yang perlu
diperhatikan)
1. Kekuatan otoritas pajak dalam penegakan peraturan pajak; dan kepercayaan masyarakat
terhadap otoritas pajak.
2. Interaksi keduanya (kekuatan otoritas pajak dan kepercayaan masyarakat) menghasilkan
perilaku keptuhan pajak.
- Bilamana keduanya berada pada titik minimal, maka dapat dipastikan
kepatuhan pada titik terendah.
- Apabila keduanya (otoritas-masyarakat) berada pada titik maksimal, maka
kepatuhan relative berada titik tertinggi.
- Bilamana keduanya berada pada titik yang biasa saja, maka kepatuhan
berpotensimenurun.
- Apabila kekuatan otoritas pajak (baik substansi maupun implementasi)
mencerminkan fairness, maka kepatuhan berpotensi meningkat.
Kedua (2) Ranah Material.
- Ranah ini dijiwai oleh sila kelima Pancasila, yang menginginkan setiap
individu bergotongroyong dalam memajukan kesejahteraan
umum,mencerdaskan kehidupan bangsa serta melakukan pembangunan
berkelanjutan untuk keadilan dan perdamaian, dengan karakter kemandirian,
sikap hemat, etos kerja, dan ramah lingkungan (berat sama dipikul ….)
- Ranah material tersebut dalam lingkup pajak, mengarah pada: (1) pajak
harus dikembalikan kepada rakyat, sehingga penerimaannya tidak digunakan
untuk menutup deficit anggaran; (2) pembayar pajak mendapat benefit
terutama kases informasi dan akses ekonomi.
- Keduanya menitik beratkan pada
peningkatan pelayanan publik melalui
ketersediaan berbagai barang dan jasa
yang dibutuhkan masyarakat. Titik berat ini
memperlihatkan adanya semangat
pembentukan negara kesejahteraan.
- Pada tataran konstitusi, emangat
pembentukan negara kesejahteraan
ditunjukkan melalui UUD 1945 yang
menyebutkan:…..(pembukaan)
1. PENGERTIAN & DEFINISI PARA SARJANA
a. Mr.Dr.N.J.Feldmann; Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak
oleh dan terutang kepada penguasa, (menurut norma-norma yang
ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontra prestasi, dan semata-
mata digunakan untuk menutup pengeluaran pengeluaran umum.