TESIS
Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
TESIS
Oleh
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing Pembimbing
(Dr. OK. Saidin, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN,MHum)
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
In order to increase road service, the road organizer needs to improve road
network system by improving road condition and constructing toll roads. The Medan-
Binjai tollroad which has been planned by the government passes plantation area of
PTPN (PT Perkebunan Nusantara) II. Therefore, it is necessary tocoordinate with the
party concerned about land clearing and about compensation on the land and asset
of PTPN II which have the impact of the tollroad construction. The research
problems were as follows: how about the implementation of the renunciation of rights
of the leasehold land of PTPN II for the Medan-Binjai tollroad construction, how
about the compensation of the land acquisition for the Medan-Binjai tollroad
construction, and how about legal protection for PTPN II in the renunciation of
rights for the Medan-Binjai tollroad construction.
The research used descriptive and judicial normative method. Primary data
were gathered by conducting documentary study and interviews with the informants,
and secondary data were obtained from primary, secondary, and tertiary legal
materials. The gathered data were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that in the implementation of land
acquisition for the Medan-Binjai toll road construction was done in some stages:
planning, preparation, implementation, submitting its result, and the compensation to
those who own the land. The amount of the compensation of the land and asset of
PTPN II based on per piece of land, plants, employees’ houses, and offices; the
compensation was in the form of money. Legal protection and valuation on land
rights for land acquisition to public utility are compensation, the opportunity to
negotiation, and the amount of compensation given to the land owners.
ii
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan shalawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW berikut
keluarga, para sahabat dan seluruh umat pengikutnya, atas terselesaikannya penulisan
Tesis dengan judul: “Analisis Yuridis Pelepasan Hak Guna Usaha PT.
Hukum Universitas Sumatera Utara. Dengan penuh kesadaran bahwa tiada satupun
yang sempurna di muka bumi ini, penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan
tesis ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan terlebih dengan keterbatasan
Penulisan tesis ini tidaklah mungkin akan menjadi sebuah karya ilmiah tanpa
adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah ikut serta baik
langsung maupun tidak langsung dalam usaha menyelesaikan tesis ini. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi mahasiswa Program
iii
Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menjadi
Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH., CN., MS., selaku Ketua Program
4. Bapak Prof. Syamsul Arifin, SH., MH., selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan
Tesis ini.
5. Bapak Dr. OK. Saidin, SH, MHum., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun teknik penulisan
Tesis ini.
6. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum., selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah memberikan waktu dan bimbingan serta materi ataupun
7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama
iv
10. Kepada rekan-rekan seperjuangan stambuk 2014 dan seluruh rekan- rekan lainnya
Utara.
11. Seluruh pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas
Akhirnya tidak lupa penulis mohon maaf atas segala kesalahan baik yang
disengaja maupun tidak sengaja. Penulis hanya bisa mendoakan agar semua pihak
yang telah membantu selama ini dilipatgandakan pahalanya. Dengan iringan doa
semoga Allah SWT berkenan menerima amal ini menjadi sebuah nilai ibadah disisi-
Nya dan dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Tesis ini dapat
Robbal’alamin
I. IDENTITAS PRIBADI
II. KELUARGA
III. PENDIDIKAN
vi
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR......................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
E. Keaslian Penelitian...................................................................... 9
F. Kerangka Teori dan Konsepsi..................................................... 11
1. Kerangka Teori .................................................................... 11
2. Konsepsi............................................................................... 20
G. Metode Penelitan......................................................................... 22
1. Spesifikasi Penelitian ........................................................... 22
2. Metode Pendekatan .............................................................. 22
3. Sumber Data......................................................................... 23
4. Alat Pengumpulan Data ....................................................... 25
5. Analisis Data ........................................................................ 26
BAB II PELAKSANAAN PELEPASAN TANAH HAK GUNA USAHA
PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNTUK
PEMBANGUNAN JALAN TOL MEDAN-BINJAI ..................... 27
A. Sejarah BerdirinyaPT. Perkebunan Nusantara II ........................ 27
B. Hak atas Tanah ........................................................................... 34
1. Pengertian Hak atas Tanah................................................... 34
vii
viii
ix
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah adalah tempat bermukim bagi umat manusia disamping sebagai sumber
kehidupan bagi mereka yang mencari nafkah melalui usaha. Tanah dan pembangunan
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa tanah pembangunan
hanya akan menjadi rencana.1 Disisi lain, tanah yang digunakan oleh negara untuk
semakin terbatas karena tanah tidak akan bisa bertambah luas, serta melonjaknya
umum.
mencerminkan pola pikir yang proaktif yang dilandasi sikap kritis dan obyektif, guna
politik yang sungguh-sungguh untuk memberikan dasar dan arah yang adil dalam
1
I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Jakarta, PT. Rineka Cipta, Cetakan Kedua,
1994, hal. 9.
pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan tidak
tumbuh dan mengakar dari Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang
menegaskan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
Peraturan Presiden, dan Peraturan yang diterbitkan oleh pimpinan instansi teknis di
bidang pertanahan.
Melalui hak menguasai dari Negara inilah, maka Negara selaku badan
bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sesuai
dengan peraturan dan kebijakan yang ada, yaitu dalam lingkup penguasaan
landasan hukum bagi pengambilan tanah hak, hal mana sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 18 yaitu untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan
Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,
2
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk Reformasi
Agraria), Yogyakarta, Citra Media, 2007, hal. 5.
dengan memberi ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan Undang-
Undang.
Sampai saat ini dapat ditemukan beberapa peraturan yang mengatur mengenai
pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu antara lain UUPA No.5/1960,
Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan
pemerintah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) No. 15 Tahun 1975,
kemudian dicabut dan diganti dengan Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1993
Umum dan terakhir digantikan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 65
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005
Umum.
khusus tentang pengadaan tanah, yaitu Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang
kepentingan umum.
memerlukan tanah. Tanah yang diperlukan tersebut dapat berupa tanah yang dikuasai
secara langsung oleh negara atau tanah yang sudah dipunyai dengan suatu hak oleh
suatu subyek hukum. Jika tanah yang diperlukan untuk pembangunan itu berupa
tanah negara, pengadaan tanahnya tidaklah sulit, yaitu pemerintah dapat langsung
mengajukan permohonan hak atas tanah tersebut untuk selanjutnya digunakan untuk
pembangunan. Namun demikian, tanah negara saat ini jarang ditemukan, oleh karena
itu tanah yang diperlukan untuk pembangunan umumnya adalah tanah hak yang dapat
berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai.
untuk kepentingan umum dan sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota.
Panitia pengadaan Tanah dibentuk untuk membuat dan menyusun pengadaan tanah
tanah oleh pemerintah untuk kepentingan umum dan kedua pengadaan tanah untuk
3
Abdurrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 79.
komersial atau bukan sosial.4 Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan
salah satu manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah. Pengadaan tanah dipandang
meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri, baik yang akan
untuk pembangunan hanya dapat dilakukan atas dasar dan bentuk ganti rugi yang
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan
atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan
tanah. Sehubungan dengan itu, pengadaan tanah menyangkut dua sisi dimensi harus
pemerintah.6
Tanah dan pembangunan merupakan dua entitas yang tidak dapat dipisahkan.
yang dijalankan oleh instansi dan perusahaan milik pemerintah sendiri, maupun
melingkupi aspek ekonomi namun juga politik. Sebagai alas hidup manusia, tanah
4
Bernhard Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan : Regulasi, Kompensasi
Penegakan Hukum, Jakarta, Pustaka Margareta, 2011, hal. 129.
5
Ibid., hal. 131.
6
Ibid.
dengan sendiri menempatkan posisi yang vital, atas pertimbangan karakternya yang
unik sebagai benda yang tak tergantikan, tidak dapat dipindahkan dan tidak dapat
direproduksi.7
tersebut di atas, maka pada saat ini pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan
infrastruktur jalan termasuk salah satunya adalah membangun jalan tol. Kebutuhan
akan jalan bebas hambatan dirasakan sudah sangat dibutuhkan untuk melancarkan
km yang akan dilakukan selama lima tahun ke depan. Penambahan jalan tol 1000 km
tersebut terdiri atas Trans Sumatera, Trans Jawa, Tol Samarinda-Balikpapan dan Tol
pembangunan jalan Tol salah satunya adalah Jalan Tol Medan-Binjai sepanjang
+ 16,72 Km. Pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai yang merupakan rangkaian dari
yang berperan banyak dalam menunjang pergerakan arus barang dan jasa. aktivitas
yang cepat disertai. pertumbuhan penduduk dan kenaikan jumlah kendaraan yang
tinggi. serta sistem jaringan jalan dan kondisi jalan yang kurang memadai. akan
7
Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Yogyakarta, Total Media, 2009,
hal. 270.
pelayanan jalan tersebut sebagai penyelenggara jalan merasa perlu membenahi sistem
jaringan jalan, baik dengan melakukan peningkatan jalan maupun dengan cara
yang digunakan adalah dalam status Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan
Nusantara II yang melintasi beberapa areal kebun milik perusahaan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan musyawarah antara pihak pemilik tanah dengan pihak yang
memerlukan tanah terkait dalam pembebasan lahan maupun terhadap penilaian ganti
kerugian lahan mdan asset milik PT. Perkebunan Nusantara II yang akan dibebaskan
Oleh karena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol Medan Binjai
yang mana lahan yang dibutuhkan pada saat ini dikuasai oleh PT. Perkebunan
Nusantara II dengan diberikannya status tanah Hak Guna Usaha, maka dalam
pelepasan objek pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang dikuasai oleh
Daerah harus didasarkan pada ketentuan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik
B. Rumusan Masalah
dalam pelepasan hak tanah atas untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol
Medan-Binjai?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan pelepasan tanah hak guna usaha PT. Perkebunan
2. Untuk mengetahui bentuk penetapan ganti rugi tanah PT. Perkebunan Nusantara
dalam pelepasan hak atas tanah untuk kepentingan pembangunan Jalan Tol
Medan-Binjai.
D. Manfaat Penelitian
praktis, yaitu:
sumbangan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam hal ini pembangunan jalan tol.
b. Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
E. Keaslian Penelitian
Sumatera Utara, penelitian mengenai “Analisis Yuridis Pelepasan Hak Guna Usaha
PT. Perkebunan Nusantara II Untuk Pengadaan Tanah Dalam Pembangunan Jalan Tol
Medan Binjai”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian
penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggung jawabkan.
judul dan substansi pokok permasalahan yang dibahas sangat jauh berbeda dengan
penelitian ini. Adapun penelitian yang berkaitan dengan pengadaan tanah untuk
1. Elfriza Meutia, 2004, dengan judul: “Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah
b. Adakah hambatan yang ditemui pada pelaksanaan pelepasan hak atas tanah
ditemui dilapangan?
2005 (Studi Kasus Kwala Namu di Kecamatan Pantai Labu dan Proyek
2005?
c. Upaya apa sajakah yang dilakukan untuk mengatasi hambatan yang ditemui
4. Yuselina, 2008, dengan judul: “Pelepasan Hak Ulayat Nagari Untuk Kepentingan
Umum (Studi Pengadaan Tanah Dari Hak Ulayat Untuk Bandar Udara
a. Bagaimana pelaksanaan pengadaan tanah yang berasal dari hak ulayat nagari
Minangkabau?
hambatan/masalah dalam pengadaan tanah yang berasal dari hak ulayat untuk
kepentingan umum?
baik permasalahan maupun pembahasan adalah berbeda. Oleh karena itu penelitian
1. Kerangka Teori
metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.8
landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum
sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam
Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses
tertentu terjadi.10 Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta
suatu masalah.
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori
yang dikutip oleh Otje Salman dan Anton F Susanto, menyebutkan: “teori adalah
suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama
tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan
atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
terintegrasi secara sintaksis (yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan
secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi
Seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah
didefenisikan dan saling berhubungan antar variable sehingga menghasilkan
pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variable
dengan variable lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variable
tersebut.
Fungsi teori dalam suatu kegiatan penelitian adalah untuk memberikan arahan
dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang terjadi, karena penelitian ini
merupakan penelitian hukum normatif, kerangka teori diarahkan secara khas ilmu
hukum.
13
HR. Otje Salman S. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung, Refika Aditama, 2005,
hal. 22.
14
Snelbecker dalam Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2002, hal. 34-35.
Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan hukum yang
hidup (the living law) di masyarakat. Teori Roscoe Pound tersebut selanjutnya
perubahan terencana dan berjangka dari suatu kondisi menuju kondisi yang lebih baik
dalam rangka untuk kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Dengan demikian setiap
memerlukan cakupan visi, misi, dan bidang kerja yang kedepannya jelas-jelas
terukur.
terlaksana. Hal ini berarti bahwa hukum sendiri tidak dapat dipisahkan dari
keadilan.15
kepentingan pribadi, sehingga apapun yang menjadi milik pribadi termasuk pula
milik negara. Negara harus mempunyai kekuasaan atas warganya. Kekuasaan itu
15
Tholahah Hasan, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim,
Yogyakarta, STPN, 1999, hal. 37.
diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral. Bagi Pluto, individu
atas nama bangsa melalui peraturan perundang-undangan, yaitu UUPA dan peraturan
ini tidak memberi kewenangan secara fisik dan menggunakannya seperti hak atas
ketentuan UUPA, sebagaimana yang tercantum pada penjelasan umum butir ke-2
milik, demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual-beli dengan pihak lain untuk
kepentingannya sendiri.
badan penguasa untuk menguasai bumi, air dan ruang angkasa, dalam arti bukan
memiliki”.18
16
Arif Budiman, Teori Negara Kekuasaan dan Ideologi, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama,
1997, hal. 6.
17
Arie Sukanti Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah Di Bidang
Pertanahan, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, hal. 23.
18
Muhammad Yamin, Jawaban Singkat Pertanyaan-Pertanyaan Dalam Komentar Atas
Undang-Undang Pokok Agraria, Edisi Revisi, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 5.
Terdapat 3 (tiga) prinsip yang dapat disimpulkan bahwa suatu kegiatan benar-
di pinggir kota dan pembangunan jalan tol, senantiasa membutuhkan tanah, hanya
tersebut, masyarakat sebagai pemegang hak atas tanah diharapkan dapat berperan
serta dengan cara merelakan tanah yang dimilikinya untuk diserahkan kepada pihak
yang membutuhkan, tentunya dengan mengikuti ketentuan yang ada, sebab pada
asasnya hak atas tanah itu mempunyai fungsi sosial, sebagaimana disebutkan di
Walaupun hak atas tanah yang dipunyai oleh seseorang atau badan hukum
berfungsi sosial, hak atas tanah tersebut sesuai dengan hukum tanah nasional
dilindungi dari gangguan pihak mana pun dan hak atas tanah tersebut tidak boleh
oleh penguasa.
19
Adrian Sutedi, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hal. 75-76.
sarana kepentingan umum perlu adanya pengadaan tanah yang merupakan langkah
musyawarah dan mufakat dengan pemilik/pemegang hak atas tanah dan benda-benda
yang ada di atasnya. Musyawarah yang dilakukan terkait dengan pemberian ganti rugi
secara wajar sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sama dengan pembayaran ganti
rugi terhadap hak-hak lainnya atas tanah, bangunan dan tanaman dengan tata cara
yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah
mengambil tanah yang diperlukan oleh pemerintah dengan cara pembebasan banyak
dipergunakan karena cara ini dianggap lebih cepat terlaksana, juga dianggap tidak
untuk dapat memberikan rasa kesejahteraan bagi pemilik dan yang memerlukan
tanah. Hal ini sejalan dengan pendapat Abdurrahman, pembebasan tanah adalah
hak/penguasaan atas tanah dengan cara pemberian ganti rugi atas dasar musyawarah
20
Marmin M. Roosadijo, Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada
Di Atasnya, Jakarta, Chalia Indonesia, 1997, hal. 38.
21
Abdurrahman, Masalah Pencabutan Hak Atas Tanah dan Pembebasan Tanah di Indonesia,
Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hal. 10.
pihak, yaitu instansi pemerintah yang memerlukan tanah dan masyarakat yang
pengadaan tanah dimaksud haruslah dilakukan melalui proses yang menjamin tidak
adanya pemaksaan kehendak dari satu pihak terhadap pihak yang lain, pengadaan
dampak harus diberikan ganti kerugian kepadanya untuk dapat memulihkan kondisi
memperhitungkan kerugian terhadap faktor fisik maupun non fisik. Kerugian yang
bersifat non fisik misalnya, hilangnya bidang usaha atau sumber penghasilan,
Ganti rugi merupakan suatu imbalan yang diterima oleh pemegang hak atas
tanah sebagai pengganti dari nilai tanah termasuk benda-benda yang berada
diatasnya, terhadap tanah yang telah dilepas atau diserahkan dan dengan adanya ganti
rugi ini menyebabkan pemegang hak atas tanah akan kehilangan hak atas tanah dan
Selain itu, adanya ketentuan mengenai ganti kerugian dianggap sebagai suatu
yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat disebut adil, apabila hal
22
Maria S.W. Soemardjono (I), Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya
Jakarta, Kompas, 2008, hal. 282.
tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya menjadi lebih
Maria S.W. Sumardjono mengatakan, ganti rugi dapat disebut adil apabila
keadaan setelah pengambilalihan tanah paling tidak kondisi sosial ekonominya setara
Sedangkan disisi lain prinsip keadilan juga harus meliputi pihak yang
barang dan kehormatan kepada masing-masing orang sesuai dengan tempatnya dalam
harus dilakukan dengan prinsip keadilan, yaitu dengan penghormatan terhadap hak-
hak atas tanah yang diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara
musyawarah. Perlakuan yang seimbang antara pemilik tanah dan yang membutuhkan
tanah adalah merupakan pemenuhan rasa keadilan bagi masing-masing pihak. Dalam
23
Maria S.W. Soemardjono (II), Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi Dan Implementasi,
Edisi Revisi, Jakarta, Kompas, 2006, hal. 89.
24
Syafruddin Kalo, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,
Medan, Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 156.
25
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. Ke IV, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 258.
hal ini maka, Pemerintah harus bertindak secara adil dan dilaksanakan dengan etika
2. Konsepsi
merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoritis
yaitu sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional, “konsep diartikan sebagai
kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus,
disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah, tidak boleh memiliki
makna ganda.
Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses
penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka penelitian ini, perlu dirumuskan
untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang
26
Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1998, hal. 28.
27
Soerjono Soekanto, Op.cit., hal. 133.
28
Samadi Surya Barata, Op.cit, hal. 3.
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi
Pelepasan Hak adalah pelepasan hubungan hukum antara sebidang tanah hak
Hak Guna Usaha adalah Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan
tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana telah
peternakan.
PT. Perkebunan Nusantara II adalah sebuah bekas Badan Usaha Milik Negara
yang bergerak dalam bidang agribisnis perkebunan. Badan usaha ini dibentuk
1996
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan
tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan
Jalan Tol adalah jalan umum yang kepada pemakainya dikenakan kewajiban
membayar tol dan merupakan jalan alternatif lintas jalan umum yang telah ada. Jalan
dengan sebagian atau seluruh pendanaan berasal dari pengguna jalan untuk
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian adalah usaha atau pekerjaan untuk mencari kembali yang dilakukan
dengan suatu metode tertentu dengan cara hati-hati, sistematis serta sempurna
menjawab problemnya.29
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif, artinya penelitian ini bertujuan
kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi.30
objek atau peristiwanya, kemudian menelaah dan menjelaskan serta menganalisa data
berlaku maupun dari pendapat ahli hukum sehingga dapat diperoleh gambaran
tentang data faktual yang berhubungan dengan pelepasan hak guna usaha dalam
pengadaan tanah untuk kepentingan umum untuk pembangunan jalan tol Medan
Binjai .
2. Metode Pendekatan
dari permasalahan dengan melihat berbagai aspek yang terdapat dalam pengadaan
29
Joko P. Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta,
1997, hal. 2.
30
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta, Garanit, 2004, hal. 58.
tanah untuk kepentingan umum, sehingga akan diketahui secara hukum tentang
pelepasan hak guna usaha dalam pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol
Medan Binjai.
3. Sumber Data
interview) dilakukan secara langsung kepada responden dan narasumber. Dalam hal
lanjut, sehingga dapat diperoleh jawaban yang memperdalam data primer dan
sekunder lainnya.
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari :
Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun
Umum, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 148 Tahun 2015 Tentang
Nasional No. 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Pengadaan Tanah dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum,
apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil
pengumpulan data.
a. Studi Dokumen.
akan diteliti.
b. Pedoman Wawancara
31
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, 2005,
hal. 141.
jalan Tol Medan Binjai yaitu pada Bagian Hukum dan Pertanahan
5. Analisis Data
data ke dalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan
dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.32
Mengingat sifat penelitian maupun objek penelitian, maka semua data yang
diperoleh akan dianalisa secara kualitatif, dengan cara data yang telah terkumpul
metode dedukatif ditarik suatu kesimpulan dari analisis yang telah selesai diolah
32
Lexy J. Moleong, Op.cit., hal. 101.
tahun 1957 dimana hal tersebut berkaitan dengan perjuangan Bangsa Indonesia
perkebunan didirikan dengan Akte Notaris G.H.S Loemban Tobing, SH., No. 12,
tanggal 5 April 1976, yang diperbaiki dengan Akte No. 54, tanggal 21 Desember
No. Y.A 5/43/8, tanggal 28 Januari 1977 dan telah diumumkan dalam Lembaran
Negara No. 52 tahun 1978 sebagai tambahan Berita Negara Republik Indonesia
No. 6, tanggal 20 Januari 1978, yang telah didaftarkan kepada Pengadilan Negeri
Tingkat I Medan, tanggal 19 Pebruari 1977 No. 10/1977. Dalam ataruan undang-
PT. Perkebunan II, disingkat ”PT. Perkebunan II” merupakan perubahan bentuk dan
Tahun 1969 tentang Perusahaan Perseroan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun
27
1975. Mulai tahun 1984 menurut Keputusan Rapat Umum Luar Biasa Pemegang
Saham Akte Pendirian tersebut diatas telah dirobah dan diterangkan dalam Akte
Notaris Imas Fatimah No. 94 tanggal 13 Agustus 1984, yang kemudian diperbaiki
dengan Akte No. 26 tanggal 8 Maret 1985 dengan persetujuan Menteri Kehakiman
No. C2-5013- HT.0104 Tahun 1985, tanggal 14 Agustus 1985. Sesuai dengan
Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 20 Desember 1990 akte tersebut
mengalami perobahan kembali dengan Akte Notaris Imas Fatimah No. 2 tanggal 1
dengan Akte Notaris GHS Loemban Tobing, SH., No. 6, tanggal 1 April 1974 dan
PT. Perkebunan IX yang didirikan dengan Akte Notaris Ahmad Bajumi, SH., No. 100
tanggal 18 September 1983, dilebur dan digabungkan menjadi satu dengan nama
PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) yang dibentuk dengan Akte Notaris Harun
Kamil, SH, No. 35, tanggal 11 Maret 1996, yang berkedudukan dan berkantor pusat
dengan Akte Notaris Sri Rahayu Prasetyo, SH., No. 7 tanggal 08 Oktober 2002.
Anggaran dasar ini direvisi kembali dengan Akte Notaris Nur Muhammad Dipo
Nusantara Pua Upa, SH., No.33 tanggal 13 Agustus 2008, akta perubahan ini telah
mendapat pengesahan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia
September 2008.
Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perkebunan Nusantara III
Nusantara III tanggal 1 Oktober 2014. Sebagai anak perusahaan Holding BUMN
Perkebunan adalah PTPN I, PTPN II, PTPN IV, PTPN V, PTPN VI, PTPN VII,
PTPN VIII, PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII, PTPN XIII dan PTPN XIV.33
perseroan telah mengalami perubahan sesuai Akta No. 24 tanggal 23 Oktober 2014,
Nusantara II tentang Perubahan Anggaran Dasar yang dibuat dihadapan Nanda Fauz
Iwan, SH, M.Kn., Notaris di Jakarta, Akta perubahan ini telah mendapat pengesahan
Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia berdasarkan surat
Nusantara II.
33
Http://ptpn2.com/index/tentang-kami/profil-perusahaan, diakses pada tanggal 23 Nopember
2016.
mengelompokkan unit usaha dalam Distrik Unit Usaha dan unit Pengembangan.
Distrik Usaha yang dikelola terdiri atas : Distrik Tanaman Tahunan Rayon Utara,
Distrik Tanaman Tahunan Rayon Selatan, Distrik Tanaman Tebu, Distrik Tanaman
Pengembangan adalah: Kebun Arso dan Prafi didaerah Papua. Masing-masing Distrik
Unit Usaha (DUU) dipimpin oleh 1 (satu) orang Manajer, sementara Kebun
sama dengan Kuala Lumpur Kepong Plantation Holding BHD. (KLK. PH) untuk
mendirikan perusahaan patungan yang diberi nama PT. Langkat Nusantara Kepong,
pada tanggal 01 Juli 2009 untuk melakukan kerja sama operasi (KSO) dalam
mengelola Distrik Rayon Tengah (5 unit usaha kebun termasuk 2 pabrik kelapa sawit
di dalamnya).
(termasuk 6 unit Pabrik Kelapa Sawit, 2 unit Pabrik Gula (PG, 2 unit Pabrik Karet, 3
unit Rumah Sakit (RS), 1 unit Bengkel Pusat (BP), 1 unit Balai Penelitian Tembakau
Deli (BPTD), dan 1 unit Riset dan Pengembangan Tebu (Risbang Tebu).
dibeberapa wilayah Sumatera Utara dan Papua, dengan total keseluruhan areal
mencapai 119.869,47 hektar, pada sebaran wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas
117.169,47 hektar (termasuk luas area kerja sama operasi dengan PT. Langkat
Nusantara Kepong (LNK) seluas 23.402,92 hektar dan Wilayah Provinsi Papua
Budidaya kelapa sawit diusahakan pada areal seluas 61.577 hektar, karet
11.256 hektar, dan kakao seluas 7.370 hektar. Selain penanaman komoditi pada areal
sendiri ditambah inti PT. Perkebunan Nusantara II juga mengelola areal Plasma
milik petani seluas 25.250 hektar untuk tanaman kelapa sawit. Disamping itu
PT. Perkebunan Nusantara II juga mengelola tanaman musiman yaitu tanaman tebu
dan tembakau. Tanaman tebu lahan kering ditanam pada areal seluas 16.046 hektar,
terdiri dari tebu sendiri (TS) 14.476 hektar dan tebu rakyat (TR) seluas 1.572 hektar,
- Kebun Melati
- Kebun Patumbak
34
Http://ptpn2.com/index/tentang-kami/profil-perusahaan, diakses pada tanggal 23 Nopember
2016.
- Kebun Babalan
- Kebun Helvetia
- Kebun Klumpang
- Kebun Sampali
- Kebun Helvetia
- Kebun Klumpang
- Kebun Tandem
5. Unit Papua:
Dari areal yang dikuasai oleh PT. Perkebunan Nusantara II seluas 106.796,71
hektar, yang telah memiliki sertifikat Hak Guna Usaha seluas 92.082,31 hektar,
sementara yang masih dalam proses pembuatan surat permohonan Hak Guna Usaha
seluas 3.111,77 hektar, proses perpanjangan Hak Guna Usaha pada Kantor Wilayah
Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara dan pada Kantor Badan Pertanahan
Nasional Pusat seluas 11.602,63 hektar, sedangkan areal yang digarap oleh
Sedangkan untuk areal Hak Guna Usaha milik PT. Perkebunan Nusantara II
yang tidak diperpanjang seluas 5.873,06 hektar, dimana pada saat ini sedang dalam
Sumatera Utara setelah terlebih dahulu mendapat izin dari Kementerian Badan Usaha
ekstensifikasi usaha perkebunan melalui Agro Wisata, Agro Bisnis dan Agro Industri.
35
Http://ptpn2.com/index/tentang-kami/profil-perusahaan, diakses pada tanggal 23 Nopember
2016.
36
Http://ptpn2.com/index/tentang-kami/profil-perusahaan, diakses pada tanggal 23 Nopember
2016.
yaitu: ”Dari perusahaan perkebunan menjadi perusahaan multi usaha berdaya saing
potensi sumber daya dan usaha, memberikan kontribusi optimal, menjaga kelestarian
Hak atas tanah merupakan hak penguasaan atas tanah yang berisikan
berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang
untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria
atau tolok pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam
hukum tanah.38
ayat (1) UUPA, yaitu bahwa: “Atas dasar ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan
hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi
Oleh karena itu, atas dasar ketentuan tersebut maka negara berwenang untuk
menentukan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki oleh dan atau diberikan kepada
37
Http://ptpn2.com/index/tentang-kami/profil-bisnis, diakses pada tanggal 23 Nopember 2016
38
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 283.
Kewenangan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa:
“Atas dasar hak mengusai dari negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-
Kemudian didalam ayat (2) dinyatakan bahwa: “Hak-hak atas tanah yang
dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan
tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada
penatagunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan
d. Hak pakai
e. Hak sewa
f. Hak membuka tanah
g. Hak memungut hasil hutan
h. Hak-hak lain yang tidak termasuk dalm hak-hak tersebut di atas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara
sebagaimana disebut dalam Pasal.
Hak-hak atas tanah tersebut diatas yang bersifat sementara diatur lebih lanjut
Hak-hak yang bersifat sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1
huruf h, ialah hak gadai, hak usah bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa
tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan
Seseorang atau badan hukum yang mempunyai suatu hak atas tanah, oleh
aktif serta wajib pula memelihara termasuk menambah kesuburan dan mencegah
Selain itu, UUPA juga menghendaki supaya hak atas tanah yang dipunyai
oleh seseorang atau badan hukum tidak boleh dipergunakan semata-mata untuk
masyarakat umum atau dengan kata lain semua hak atas tanah tersebut harus
mempunyai fungsi sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPA yang menyatakan
Pihak yang dapat mempunyai hak atas tanah diatur dalam ketentuan Pasal 9
ayat (2) UUPA, yaitu: “Tiap-tiap warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas
tanah untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun
keluarganya”.
Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 16.39
Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari
tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain,
yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam
keputusan pemberiannya oleh penjabat yang berwenang memberikannya
atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian
sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak
bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.42
Hak atas tanah yang bersifat sementara diatur dalam Pasal 53 UUPA. Hak
tersebut dimaksudkan sebagai hak yang bersifat sementara karena pada suatu
ketika hak tersebut akan dihapus. Hal tersebut dapat disebabkan karena
39
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
20 ayat 1
40
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
28 ayat 1.
41
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
35 ayat 1
42
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
41 ayat 1.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan hak atas tanah yang bersifat
sementara adalah:
Hak usaha bagi hasil merupakan hak seseorang atau badan hukum untuk
hasilnya akan dibagi diantara kedua belah pihak menurut perjanjian yang
orang lain yang memberi sejumlah uang kepada pemilik tanah dengan
pemiliknya.
43
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 290.
Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah, pertama
pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari kepentingan umum,
sedangkan yang kedua pengadaan tanah untuk kepentingan swasta yang meliputi
cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.”
ganti rugi kepada pihak pemilik atas tanah. Hal ini berarti adanya unsur keadilan bagi
pemilik tanah sehingga pada akhirnya dapat menjamin kepada pemilik tanah untuk
mempertahankan kehidupannya.
yang baru tersebut dalam pengadaan tanah tidak ada lagi istilah “pencabutan hak atas
tanah”. Hal ini berarti tidak ada lagi unsur-unsur pemaksaan kehendak untuk
dilakukannya pencabutan hak atas tanah terhadap tanah yang dibutuhkan dalam
untuk kepentingan umum. Prinsip dasar dalam pengadaan tanah, demokratis, adil,
tanah.
pengadaan tanah menjadi terhambat dan pembangunan fisiknya tidak dapat dilakukan
kerugian yang sangat besar karena proyek yang akan dibangun tertunda
pengoperasiannya.
tanah sudah tidak tersedia, tetapi di lapangan tanah-tanah yang akan diperlukan oleh
pemerintah ternyata telah dikuasai atau dimiliki oleh berbagai badan hukum, baik
privat maupun publik seperti, tanah aset pemerintah, tanah kawasan hutan, dan
salah satu manifestasi dari fungsi sosial hak atas tanah, pengadaan tanah dipandang
meningkatkan kesejahteraan rakyat atau masyarakat itu sendiri. Pengadaan tanah bagi
kepentingan umum hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dari pemegang hak
atas tanah mengenai dasar dan bentuk ganti rugi yang diberikan kepada pemegang
hak atas tanah itu sendiri. Karena merupakan perbuatan pemerintah untuk
musyawarah antara pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas tanah yang
Selain itu fungsi sosial atas tanah yaitu tanah haruslah dimanfaatkan untuk
kepentingan yang lebih besar bagi bangsa Indonesia sebagaimana mandat negara
kepada pemerintah yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk
mewujudkan berbagai fungsi sosial atas tanah maka dibentuk berbagai badan publik
44
Lieke Lianadevi Tukgali, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Cetakan Pertama, Jakarta, Kertas Putih Communication, 2010, hal. 2.
mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan
maupun yang menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda- benda yang
dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan
yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu umum dan tidak ada
batasannya.45
dalam arti sempit public use diartikan sebagai public access, atau apabila public
access tidak dimungkinkan, maka cukup “if the entire public could use the product of
the facility”.46
Menurut John Salindeho belum ada definisi yang sudah dikentalkan mengenai
pengertian kepentingan umum, namun cara sederhana dapat ditarik kesimpulan atau
kebutuhan atau kepentingan orang banyak atau tujuan sosial yang luas. Oleh Karena
itu rumusan demikian terlalu umum, luas dan tak ada batasnya, maka untuk
bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, dengan memperhatikan
45
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004, hal. 6.
46
Maria S.W. Soemardjono (I), Op.cit., hal. 200.
segi-segi sosial, politik, psikologis dan hankamnas atas dasar azas-azas Pembangunan
kriteria kepentingan umum dapat diuraikan lebih rinci, yakni meliputi sifat
Demikian metode penerapan tiga aspek tersebut sehingga kriteria kepentingan umum
dapat diformulasikan secara pasti, adil dan dapat diterima oleh masyarakat.48
dinyatakan dalam arti peruntukannya, yaitu untuk kepentingan bangsa dan negara,
dalam arti dapat dirasakan oleh masyarakat secara keseluruhan dan atau secara
langsung.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kepentingan berasal dari kata
dasar “penting” yang berarti amat perlu, amat utama, sangat berharga, dan kata
47
John Salindeho, Masalah Tanah dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, Jakarta, Sinar
Grafika, 1988, hal. 40
48
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 70.
49
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986,
hal. 600.
No. 2 Tahun 2012 yaitu: ”Kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus
dimiliki oleh pemerintah serta digunakan kesejahteraan masyarakat dan tidak untuk
mencari keuntungan.
Dalam pengadaan tanah ada tiga prinsip yang dapat dijadikan patokan bahwa
perorangan atau swasta. Dengan kata lain, swasta dan perorangan tidak dapat
oleh pemerintah.
50
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 75-76.
Tahun 2006, dimana ruang lingkup kegiatan kepentingan umum yang terdapat dalam
sebagai konsekuensinya adalah makin banyak juga tanah yang dibutuhkan untuk
umum dibatasi pada kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki
oleh pemerintah, serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Dengan demikian
interpretasi kegiatan yang termasuk dalam kategori kepentingan umum dibatasi pada
dilakukan oleh pemerintah dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah, akan tetapi
untuk mencari keuntungan maka hal ini jelas tidak dapat dikategorikan sebagai
Oleh karena itu sebenarnya tidak tepat dimasukkan dalam pengertian kepentingan
umum.
untuk dipenuhi dan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan
tidak dapat dihitung jumlahnya maupun jenisnya, yang kesemuanya itu harus
dihormati dan dilindungi. Dengan demikian wajarlah kalau setiap orang atau
dan dipenuhi, yang sudah tentu tidak mungkin dipenuhi semua sekaligus,
sama lain.
51
Maria S.W Sumardjono (II), Op.cit., hal. 73.
umum bila peruntukan dan manfaatnya dirasakan benar-benar oleh masyarakat secara
keseluruhan atau secara langsung, termasuk oleh pemilik tanah sebelumnya, dimana
tidak digunakan untuk tujuan mencari keuntungan semata atau tidak bersifat
pembangunan jalan umum, jembatan layang, rumah sakit umum, saluran pembuangan
tentang pencabutan hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada di atasnya.
Pembentukan Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 ini merupakan amanat dari Pasal
tanah. Penggunaan Undang-Undang No. 20 Tahun 1961 dilakukan jika tanah yang
Cara Pembebasan Tanah. Keberadaan PMDN No. 15 Tahun 1975 ini sejak semula
batal demi hukum dan pihak warga masyarakat yang terkena pembebasan dapat
selanjutnya menerbitkan Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Bagi
sehingga keberadaan Keppres No. 55 Tahun 1993 dianggap tidak dapat lagi untuk
mengakomodir dengan baik pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada saat itu
dan pada akhirnya Presiden menerbitkan Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang
tanah untuk kepentingan umum, sehingga dibutuhkan adanya perangkat hukum yang
52
Syafruddin Kalo, Reformasi Peraturan Dan Kebijakan Pengadaan Tanah Untuk
Kepentingan Umum, Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 39.
setingkat undang-undang untuk menjadi payung hukum yang kuat, oleh karena itu
setelah melewati perjalanan waktu yang cukup panjang, kemudian lahirlah Undang-
Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Umum
Umum
Nasional No. 6 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan
Pengadaan Tanah.
asas-asas hukum.
terdiri dari:
1. Asas Kemanusiaan;
terhadap hak asasi manusia, harkat, dan martabat setiap warga negara dan
2. Asas Keadilan;
3. Asas Kemanfaatan;
4. Asas Kepastian;
5. Asas Keterbukaan;
pengadaan tanah.
6. Asas Kesepakatan;
7. Asas Keikutsertaan;
8. Asas kesejahteraan;
9. Asas Keberlanjutan;
merupakan salah satu tahapan penting dalam proses manajemen suatu institusi atau
organisasi. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia.
masyarakat itu sendiri baik yang akan digunakan untuk kepentingan umum maupun
atas dasar persetujuan dari pemegang hak atas tanah mengenai dasar dan bentuk
ganti rugi yang diberikan kepada pemegang hak atau tanah itu sendiri.
regional, antar kota dan internal kota yang didukung oleh struktur jaringan jalan
masyarakat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Oleh karena
perbaikan-perbaikan jalan, pelebaran jalan maupun membuka akses jalan baru yang
perdagangan.
pembangunan infrastruktur pada suatu kawasan atau wilayah tertentu akan selaras
mempercepat distribusi barang dan jasa dari suatu kawasan ke wilayah lainnya.
Sehingga akan memacu laju pertumbuhan ekonomi regional suatu kawasan. Pada
Oleh sebab itu, karena sangat pentingnya Jalan Tol Medan-Binjai sebagai
Kota dan Kabupaten didalam Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan Jalan Tol
tanah air. Kota Medan sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara yang berada pada
pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, memiliki posisi strategis. Kota Medan
menjadi pintu terhadap jalur perdagangan domestik maupun luar negeri. Bagi Kota
Medan, kegiatan perdagangan menjadi motor penggerak roda perekonomian kota. Ini
kilometer dengan lebar jalan 120 meter. Untuk jumlah lahan yang dibutuhkan dalam
pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai tidaklah sedikit. Oleh karena itu, sudah pasti
dibutuhkan tanah baik dari milik pemerintah maupun dari masyarakat untuk
Medan-Binjai hampir 70 persen lahan yang digunakan adalah dalam status Hak Guna
Usaha milik PT. Perkebunan Nusantara II yang melintasi beberapa areal kebun.
Sebagai langkah awal dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol
Medan-Binjai, pihak yang memerlukan tanah dalam hal ini PT. Hutama Karya yang
umum haruslah didasarkan atas rencana tata ruang wilayah dan prioritas
Tahun 2012 telah menginstruksikan kepada instansi yang memerlukan tanah terlebih
memuat:
PT. Hutama Karya yang memerlukan tanah atau pejabat yang ditunjuk dan
kepada Gubernur Provinsi Sumtera Utara yang berwenang untuk itu berdasarkan
Karya sebagai pihak yang memerlukan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Medan-
pengadaan tanah dengan membentuk tim persiapan dalam waktu paling lama 10
53
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
perangkat daerah Provinsi terkait, Instansi yang memerlukan tanah, dan Instansi
terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Persiapan, Gubernur akan
Daerah Provinsi.
dilaksanakan dalam waktu paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak dokumen
Tahap kedua adalah persiapan pengadaan tanah, dimana dalam tahap ini
PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah bersama pemerintah
kegiatan, berupa:
Karya selaku pihak yang memerlukan tanah bersama dengan pemerintah Provinsi
kepada pihak PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak guna usaha, dimana
lahannya masuk dalam rencana lokasi untuk rencana pembangunan Jalan Tol Medan-
Binjai.54
awal lokasi rencana pembangunan, dimana tim persiapakan akan melakukan kegiatan
pengumpulan data awal pihak yang berhak dan objek pengadaan tanah. Untuk
kegiatan pendataan awal dilaksanakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
54
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Konsultasi publik dilakukan dengan melibatkan pihak yang berhak dan masyarakat
surat kuasa dari dan oleh pihak yang berhak atas lokasi rencana pembangunan.
Selanjutnya atas kesepakatan yang dicapai akan dituangkan dalam bentuk berita
acara kesepakatan. Atas dasar kesepakatan tersebut maka pihak yang memerlukan
tanah dalam hal ini PT. Hutama Karya dapat mengajukan permohonan penetapan
penetapan lokasi yang diajukan oleh PT. Hutama Karya, maka Gubernur akan
menetapkan lokasi dalam waktu paling lama 14 (empatbelas) hari kerja terhitung
memerlukan tanah.
II yang memiliki hak atas tanah bahwa di lokasi tersebut akan dilaksanakan
55
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat pada rencana lokasi
a. Sosialisasi;
c. Surat pemberitahuan.
tim persiapan pengadaan tanah untuk kepentingan umum melalui media cetak atau
media elektronik. Atas asar pemberitahuan dari PT. Hutama Karya selaku pihak yang
Direksi untuk membahas asset perkebunan yang terkena dampak dari pembangunan
56
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Dalam rapat yang diadakan tersebut diambil keputusan bahwa pada intinya
asset guna pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, akan tetapi untuk perbuatan
Negara hanya dapat dilakukan terlebih dahulu dengan memperoleh persetujuan dari
57
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
ditindaklanjuti dengan diadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) oleh seluruh
tindakan pengalihan sebagian asset kepada PT. Hutama Karya untuk digunakan
Asset, yang terdiri dari beberapa bidang yang terkait asset perusahan. Tim Pelepasan
pelepasan asset milik perusahaan, termasuk kajian dari sisi ekonomi dan hukum.59
58
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
59
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Selain itu, tugas Tim Pelepasan Asset yang dibentuk akan melakukan
jalan tol, penilaian ganti kerugian dan melakukan musyawarah berkaitan dengan
penetapan ganti kerugian dengan pihak PT. Hutama Karya dan tugas-tugas lain yang
Tabel 1
Letak Areal Kebun PT. Perkebunan Nusantara
Yang Dibebaskan
Tahap ketiga, setelah tidak ada keberatan dari pemegang hak atas tanah yaitu
60
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
PT. Hutama Karya kepada Lembaga Pertanahan yaitu Badan Pertanahan Provinsi
umum.
yang sifatnya tetap, ia hanya merupakan panitia yang bersifat khusus artinya kalau
pembebasan tanah itu sudah selesai, panitia itu hanya untuk pembebasan tanah
tertentu saja”.61
61
Soedhargo Soimin, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, Jakarta, Sinar Grafika, 1994,
hal. 34.
g. Lurah/Kepala Desa atau nama lain setempat pada lokasi pengadaan tanah
sebagai Anggota;
Lebih lanjut didalam Pasal 5 Perkaban No. 5 Tahun 2012 telah menentukan
dengan Pasal 111 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
a. Penyiapan pelaksanaan;
b. Inventarisasi dan identifikasi;
c. Penetapan penilai;
d. Musyawarah penetapan bentuk ganti kerugian;
e. Pemberian ganti kerugian;
f. Pemberian ganti kerugian dalam keadaan khusus;
g. Penitipan ganti kerugian;
h. Pelepasan objek pengadaan tanah;
i. Pemutusan hubungan hukum antara pihak yang berhak dengan objek
pengadaan tanah; dan
j. Pendokumentasian peta bidang, daftar nominatif dan data administrasi
pengadaan tanah.
pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah dari PT. Hutama Karya yang memerlukan
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012
pelaksanaan pengadaan tanah yang akan dituangkan dalam rencana kerja paling
kurang dan juga akan membentuk Satuan Tugas Pelaksana Pengadaan Tanah yang
kepada pihak yang berhak yaitu PT. Perkebunan Nusantara II selaku pemegang hak
atas tanah, yang disampaikan secara langsung dengan surat pemberitahuan. Setelah
identifikasi dengan melakukan pengukuran dan pemetaan bidang per bidang tanah
meliputi:
bidang tanah yang dilakukan oleh Satuan Tugas dilapangan, akan melibatkan Tim
Pelepasan Asset yang dibentuk oleh PT. Perkebunan Nusantara II. Keterlibatan Tim
untuk menunjuk letak lokasi tanah dan mengetahui mengenai data-data rumah
Tugas akan diserahkan oleh Ketua Satuan Tugas kepada Ketua Pelaksana Pengadaan
Tanah dengan Berita Acara Hasil Inventarisasi dan Identifikasi, yang selanjutnya
62
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Tugas atas tanah yang dibutuhkan untuk pengadaan tanah dalam pembangunan Jalan
Tol Medan-Binjai, yang berada pada areal perkebunan milik PT. Perkebunan
Nusantara II seluruhnya seluas 98,5838 hektar, dimana objek tanah tersebut berdiri
Tabel 2
Bukti Kepemilikan Hak Atas Tanah
PT. Perkebunan Nusantara II
Oleh karena dari hasil inventarisasi dan identifikasi yang telah diumumkan
tidak ada keberatan dari pihak PT. Perkebunan Nusantara II, maka atas dasar tidak
ada keberadaan tersebut akan menjadi dasar Satuan Tugas untuk penentuan terhadap
pelepasan hak objek pengadaan tanah yang dilakukan dihadapan Kepala Kantor
kerugian.
Aktiva Tetap, menjelaskan bahwa terhadap pelepasan hak atas tanah yang dikuasai
Khusus untuk pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah merupakan milik atau
dikuasai oleh Badan Usaha Milik Negara yang akan dipergunakan dalam pengadaan
tanah untuk kepentingan umum, maka Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah wajib
untuk membuat Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah sesuai hak yang dilepaskan.
Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah tersebut harus dibuat dalam Berita Acara
Daftar Pelepasan Hak Objek Pengadaan Tanah yang merupakan milik atau dikuasai
Sejak terjadinya pelepasan objek tanah tersebut maka hubungan hukum antara
pihak yang berhak dengan objek pengadaan tanah terhadap aset Badan Usaha Milik
Negara akan menjadi putus. Pemutusan hubungan hukum ini berlaku sejak
dilepaskannya hak sesuai dengan peraturan yang mengatur Barang Milik Negara atau
paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak ditetapkannya penetapan lokasi
Terhadap biaya-biaya yang timbul selama proses pelepasan maupun pada saat
pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai, seluruhnya akan ditanggung dan dibayar oleh
pihak PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah. 63 Ketentuan
mengenai biaya dalam pengadaan tanah sesuai dengan 51 Perkaban No. 5 Tahun
memerlukan tanah”.
Setelah seluruh proses pelepasan dan pengalihan asset milik PT. Perkebunan
selesai dilaksanakan, maka yang menjadi tugas Direksi PT. Perkebunan Nusantara II
sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan dalam waktu paling lambat 3 (tiga)
Pemindahtanganan.64
63
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
64
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Saat ini di Indonesia, infrastruktur jalan tol dirasakan masih kurang apabila
dibandingkan dengan negara lainnya di Asia, seperti Jepang, Malaysia, Korea dan
yang serius terhadap pembangunan infrastruktur. Ada dua hal yang perlu segera
tersebut, maka Pemerintah berinisitiaf untk membangun jalan tol diberbagai daerah di
pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera. Jalan Tol Trans Sumatera dibangun dari
Provinsi Lampung hingga Provinsi Banda Aceh dengan perkiraan sepanjang 2.048
kilometer.
70
Salah satu dari rencana pembangunan jalan tol tersebut adalah Jalan Tol
Medan-Binjai berada di Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan dan Kabupaten Deli
antara lain Kota Medan, Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang (Mebidang). Selain
itu Jalan Tol Medan-Binjai akan terhubung langsung dengan Jalan Tol Belawan-
Oleh karena itu, dengan pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai secara tidak langsung
Kualanamu.
Sumatera yang mempunyai nilai strategis bagi kegiatan transportasi manusia, barang
dan jasa serta akan mengurangi kemacetan di sepanjang jalur tersebut dan
Februari 2012, dimana pada saat itu Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan
pembangunan jalan tol di Sumatera. Dalam pertemuan tersebut juga hadir Deputi
Kementerian BUMN bidang Infrastruktur, Direktur Utama PT. Jasa Marga dan
65
Https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Tol_Trans_Sumatera, diakses pada tanggal 26
Nopember 2016.
berat, serta kurang diminati investor, maka awalnya disepakati untuk membangun
perusahaan patungan antara PT. Jasa Marga dan setiap Pemerintah Daerah di
mencadangkan sejumlah kawasan di sepanjang jalan tol untuk sebuah proyek bisnis
tersebut akan dilaksanakan pada empat ruas jalan tol yang meliputi ruas Jalan Tol
Kemudian pada era Presiden Joko Widodo merevisi aturan tersebut dengan
Peraturan Presiden No. 117 Tahun 2015. Dalam Perpres tersebut terdapat
penambahan ruas-ruas jalan tol lain yang akan digarap, yaitu ruas Jalan Tol
Kayuagung, ruas Jalan Tol Kisaran-Tebing Tinggi, serta ruas Jalan Tol Palembang-
Tanjung Api-Api.
66
Https://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_Tol_Trans_Sumatera, diakses pada tanggal 26
Nopember 2016.
Medan-Binjai antara Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dengan PT. Hutama
Karya (Persero) bertempat di Kantor Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Jalan Tol
Ruas Medan-Binjai merupakan salah satu dari 4 ruas jalan tol yang merupakan
penugasan kepada PT. Hutama Karya (Persero) sesuai amanat Peraturan Presiden
No. 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Dalam
Perpres tersebut PT. Hutama Karya (Persero) juga diberi kepercayaan untuk
dianggarkan dana sebesar Rp1.605 miliar. Porsi ekuitas akan bersumber dari
67
Http://bpjt.pu.go.id/berita/pdf/penandatanganan-perjanjian-pengusahaan-jalan-tol-ppjt-ruas-
medan-binjai, diakses pada tanggal 29 Nopember 2016.
memperhatikan keadilan, yang dapat dicapai dengan membina jaringan jalan yang
dananya berasal dari pengguna jalan. Selain itu tujuan dari dibangunnya jalan tol
Untuk kepastian dalam hal pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Tol
tahun 2012 dapat memberikan kepastian yang lebih baik terhadap permasalahan
pembebasan tanah.
Masalah pokok yang dihadapi dalam setiap kegiatan pengadaan tanah bagi
penetapan ganti rugi. Ganti kerugian merupakan penggantian yang layak dan adil
dengan berbagai macam bentuk atas pelepasan benda-benda yang terkait dengan
Selain melindungi kepentingan para pemegang hak atau tanah yang telah
ditentukan, pemberian ganti kerugian juga harus melindungi kepentingan pihak yang
akan memperoleh tanah. Dalam ganti kerugian tidak boleh ada keinginan untuk
adalah:
Kerugian yang dapat dimintakan penggantian itu, tidak hanya berupa biaya-biaya
yang sungguh-sungguh telah dikeluarkan (konsten), atau kerugian yang sungguh-
sungguh menimpa harta benda si berpiutang (schaden), tetapi juga berupa
kehilangan keuntungan (interessen), yaitu keuntungan yang akan didapat
seandainya si berhutang tidak lalai (winstderving).69
adalah: “Penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses
Pengadaan Tanah”.
Istilah ganti rugi tersebut dimaksud adalah pemberian ganti atas kerugian
yang diderita oleh pemegang hak atas tanah atas beralihnya haknya tersebut. Masalah
ganti kerugian menjadi komponen yang paling sensitif dalam proses pengadaan tanah.
Pembebasan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian sering kali menjadi proses
yang panjang, dan berlarut-larut akibat tidak adanya titik temu yang disepakati oleh
angka 10 tersebut, bahwa penggantian terhadap kerugian yang dialami pemilik tanah
68
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Bina Cipta, 1987, hal. 18.
69
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung, Alumni, 1985, hal. 163.
bersifat layak dan adil kepada pihak yang berhak. Terhadap pengganti kerugian yang
bersifat layak dan adil, undang-undang pengadaan tanah tersebut tidak memberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai nilai kerugian yang dianggap layak dan adil bagi
pemilik tanah.
Mengenai adanya ganti rugi dapat ditinjau dari 2 (dua) sudut, yaitu dari sudut
Agraria yaitu:
menyangkut, apa yang dimaksud dengan ganti rugi itu, bilamana ganti rugi itu
timbul dan apa ukuran dari ganti rugi itu serta bagaimana peraturannya dalam
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhi suatu perikatan
mulai diwajibkan bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai
untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau
dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang
melampaui tenggang waktu yang telah ditentukan.
hak atas tanah, diatur dalam ketentuan Pasal 18 UUPA yang menyatakan:
kepentingan bersama dan rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut dengan
memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang di atur dengan undang-
undang”.
Republik Indonesia No. 65 Tahun 2006. Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Presiden
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar
menukar atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang
bersangkutan”.
bahwa kepada masyarakat yang tanahnya dibebaskan untuk kepentingan umum akan
diberikan jaminan penggantian yang layak kepada pihak yang perhak dalam proses
Asas keadilan tersebut jelas sekali menyatakan bahwa ganti rugi tersebut
harus dapat memulihkan keadaan sosial ekonomi masyarakat yang terkena dampak
pengadaan tanah dimaksud dan ganti rugi itu haruslah memperhitungkan kerugian
tidak hanya fisik seperti, hilangnya tanah, bangunan, tanaman, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan tanah, tetapi juga kerugian yang sifatnya non fisik, misalnya,
akan pulih jika tidak ada bidang usaha. Karena usaha atau pekerjaanlah yang
keluarga. Oleh karenanya ganti rugi yang bersifat non fisik ini tidak boleh diabaikan
begitu saja, perlu adanya pengaturan dan penjelasan lebih lanjut oleh pembuat
kebijakan.
Keseimbangan tersebut adalah bahwa ganti rugi yang diberikan merupakan imbalan
yang dianggap layak, atau tidak menjadikan pemegang hak atas tanah (yang
ekonominya”.70
terhadap masa depan para pemegang hak atas tanah, hal tersebut sebagaimana
Begitu vitalnya ganti rugi, maka ganti rugi itu minimal harus sama dan senilai
dengan hak-hak dan pancaran nilai atas tanah yang akan digusur. Bila tidak
senilai, namanya bukan ganti rugi, tetapi sekadar pemberian pengganti atas
tanahnya yang tergusur. Prinsip dan tujuan UUPA harus dimaknai bahwa
ditempuhnya prosedur penggusuran tidak berarti akan merendahkan nilai ganti
rugi tanah, bangunan dan tanamannya serta benda-benda lain yang melekat pada
bangunan dan tanah.71
70
Oloan Sitorus Op.cit, hal. 30.
71
Adrian Sutedi, Op.cit., hal.184
merupakan ganti kerugian yang dianggap layak bagi tanah yang dilepaskan oleh
kerugian yang diterima dianggap layak, tetapi sering kali dalam upaya pembebasan
tanah masyarakat merasa tidak puas dengan ganti kerugian yang ditetapkan, bahkan
istilah ganti kerugian dipersepsikan sudah pasti orang yang melepaskan hak Atas
adakalanya ganti kerugian atau kompensasi yang diminta masyarakat dianggap terlalu
tinggi.
Bentuk ganti kerugian yang ditawarkan seharusnya tidak hanya sebatas ganti
kerugian fisik yang hilang, akan tetapi juga harus menghitung ganti kerugian non
lokasi yang baru. Oleh karena itu, sepatutnya pemberian ganti kerugian tersebut harus
tidak membawa dampak kerugian kepada pemegang hak atas tanah yang kehilangan
atas haknya tersebut melainkan membawa dampak pada tingkat kehidupan yang akan
lebih baik atau minimal sama pada waktu sebelum terjadinya kegiatan
pembangunan.72
72
Maria S.W. Sumardjono (I), Op.cit., hal. 200.
Oleh karena itu, terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
dilakukan oleh pemerintah benar-benar harus menyentuh dan masuk dalam katagori
tanahnya. Sebaliknya terhadap penawaran jumlah ganti kerugian atas tanah tersebut
juga hendaknya sesuai dengan standar nilai jual yang berlaku dan wajar berdasarkan
a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.
a. Uang;
b. Tanah pengganti;
c. Permukiman kembali;
d. Kepemilikan saham; atau
e. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Ganti kerugian dengan uang menyangkut besarnya ganti rugi yang dikaitkan
dengan harga tanah, bangunan, tanaman, serta benda-benda lain yang berkaitan
yang ada diatas tanah Hak Guna Bangunan/Hak Pakai yang diberikan di atas tanah
Hak Milik atau tanah hak pengelolaan, diberikan kepada pemilik bangunan dan/atau
Ganti rugi tanah untuk Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang diberikan di
atas tanah hak milik atau tanah hak pengelolaan, diberikan kepada pemegang hak
Undang No. 2 Tahun 2012, penentuan besarnya ganti rugi diserahkan sepenuhnya
kepada Tim Appraisal (Juru Taksir). Bagi juru taksir sendiri tidak mempunyai acuan
harga tanah, mungkin didasarkan harga pasar dan perlu diketahui harga pasar itu
tentang tata cara perhitungan ganti rugi, dimana hal ini sangat berbeda dengan
pengaturan ganti rugi didalam ketentuan Pasal 15 Perpres No. 36 Tahun 2005, yang
di atas, dapat dilihat penetapan tentang besarnya ganti rugi berpedoman kepada
NJOP. Meskipun besarnya ganti rugi dinilai oleh Lembaga/Tim Penilai yang
independen dan profesional, tetapi karena dasar penetapan ganti rugi berpedoman
kepada NJOP, maka lazimnya besarnya ganti rugi yang ditetapkan tidak akan jauh
berpedoman pada NJOP yaitu: “NJOP tidak selalu equivalen dengan harga tanah
yang sesungguhnya (real price) atau nilai pasar (market value). NJOP hampir
selalu lebih rendah dari harga pasar, mengingat penetapan besarnya NJOP
sekali. Potensi terjadi permasalahan harga apabila ganti rugi pengadaan tanah
didasarkan pada NJOP yang ditetapkan 3 tahun yang lalu, dengan demikian harga
ganti rugi akan merugikan pemilik.73 Disamping itu tidak mencerminkan nilai tanah
secara riil karena memang NJOP merupakan ranah perpajakan (fiscal value/tax
value/land tax).74
umum setempat atas tanah yang terkena pembebasan hak atas tanah. Karena
dikatakan harga dasar tanah atau NJOP maka harus menjadi dasar untuk menentukan
harga tanah/uang ganti rugi untuk tanah. Sedangkan harga umum setempat diartikan
73
Ismail Omar Dalam Gunanegara, Rakyat Dan Negara Dalam Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan, Cet. Pertama, Jakarta, Tatanusa, 2008, hal. 223.
74
Ibid., hal. 247.
suatu harga tanah yang terdapat secara umum dalam rangka transaksi tanah disuatu
tempat.75
Untuk penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat
diberikan ganti rugi dalam bentuk tanah pengganti, permukiman kembali, atau bentuk
lain yang disepakati telah oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Bentuk
lain dalam penggantian tanah ulayat dapat berupa pembangunan fasilitas umum,
seperti: pembangunan tempat peribadatan, sarana olah raga, sarana pendidikan, dan
lain-lain.
Berdasarkan bentuk ganti rugi terhadap hak ulaya tersebut dapat dipahami
karena hak ulayat adalah tanah kepunyaan bersama dari semua warga masyarakat
hukum adat yang bersangkutan. Tanah ulayat yang dipunyai oleh masyarakat hukum
adat itu dengan amanat untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat yang berarti
Selain itu didalam Perpres No. 71 Tahun 2012 yang baru muncul kehadiran
penilai pertanahan dan penilai publik. Keberadaan penilai pertanahan dan penilai
publik dibutuhkan untuk membantu proses menentukan nilai jual beli atau tukar
menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak dalam pengadaan tanah
75
Ten Haar, seperti dikutip dalam John Salindeho, Op.cit., hal. 62.
76
Budi Harsono, Op.cit., hal. 285.
yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah
mendapat lisensi dari BPN untuk menghitung nilai/harga Objek Pengadaan Tanah”.
No. 71 Tahun 2012, dijelaskan yaitu: ”Penilai yang telah memperoleh izin dari
Perlu diadakan suatu lembaga penaksir tanah yang bersifat independen dan
bekerja dengan profesionalisme, karena begitu sulit menentukan besaran ganti
rugi atas tanah karena selain berdasarkan NJOP, juga mempertimbangkan lokasi,
jenis hak atas tanah, status penguasaan atas tanah, peruntukan tanah, kesesuaian
dengan rencana tata ruang wilayah, prasarana, fasilitas dan urilitas, lingkungan
dan faktor-faktor lain. Keberadaan dan peran lembaga penilai swasta yang
profesional tersebut mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk menetapkan
nilai nyata tanah yang obyektif dan adil.77
dijelaskan lebih lanjut bahwa: “Penunjukan penilai publik dilakukan oleh Ketua
penilai pemerintah.”.
Dalam melakukan tugasnya penilai atau penilai publik meminta peta bidang
tanah, daftar nominatif dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian dari ketua
77
Maria S.W. Sumardjono (II), Op.cit., hal. 86.
pengadaan tanah wajib untuk menyerahkan data yang diminta dengan dibuat dalam
dasar perhitungan ganti rugi sebagaimana sebelumnya diatur cukup tegas dalam
Perpres No. 36 Tahun 2005 Jo. Perpres No. 65 Tahun 2006. Oleh karena itu penilaian
terhadap harga tanah akan diserahkan kepada penilai pertanahan atau lembaga
penilai.
Akan tetapi berbeda untuk pengadaan tanah dalam keadaan khusus, dimana
untuk keadaan khusus telah ketentuan dalam Perpres No. 71 Tahun 2012 telah
mengatur tentang dasar perhitungan nilai ganti rugi. Ketentuan dalam Pasal 84 ayat 3
Perpres dijelaskan bahwa: ”Dalam hal pihak yang berhak membutuhkan ganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuktikan dengan surat keterangan dari
Pasal 85 ayat 1 Perpres No. 71 Tahun 2012, telah menentukan nilai ganti kerugian,
yaitu: ”Ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (3), diberikan
maksimal 25 (duapuluh lima) persen dari perkiraan ganti kerugian yang didasarkan
Dalam hal menentukan nilai ganti rugi, Maria S.W. Sumardjono memberikan
pendapat untuk menentukan ganti rugi terhadap tanah ada beberapa faktor yang dapat
Apabila dibanding dengan negara India dalam hal pengadaan tanah untuk
kepentingan, dimana negara India dalam mempertimbangkan nilai ganti rugi adalah
nilai pasar tanah pada saat diumumkannya pelepasan tanah, kerugian yang timbul
karena dipecahnya bidang tanah tertentu, ganti rugi akibat pengurangan keuntungan
kerugian antara lain adalah nilai pasar tanah saat diumumkannya pengambilan hak
atas tanah, kerugian akibat dipecahnya bidang tanah tertentu, dan turunnya
78
Maria S.W. Sumardjono (II), Op.cit., hal. 81.
79
Kitay dalam Maria S.W. Soemardjono, Ibid., hal. 78.
Berdasarkan contoh dari Negara India dan Singapura dalam menentukan nilai
ganti rugi dapat dikatakan negara-negara tersebut telah lebih maju dalam pemberian
kepada nilai tanah dan didasarkan pada nilai pasar, kerugian yang sifatnya non fisik
seperti turunnya penghasilan pemegang hak atas tanah turut dijadikan pertimbangan
kerugian immaterial tersebut. Bentuk ganti rugi dalam pengadaan tanah di Indonesia
dan kemahiran tertentu dalam bidang khusus atau profesional dan tidak berasal dari
sejak jaman kolonial dulu. Pada masa penjajahan Hindia Belanda pembebasan tanah
80
Ibid., 78-79.
81
Ismail Omar Dalam Gunanegara, Op.cit., hal. 219.
untuk kepentingan pemerintah diatur dengan Bijdblad (BB) No. 11372 juncto
tanah untuk pembangunan sebuah gedung kantor dan tidak tersedia tanah negara,
yang bebas dari hak sesorang atau badan, maka dilakukan dengan cara pembelian
melalui bantuan panitia pembelian tanah untuk dinas. Panitia ini dibentuk oleh
Gubernur atau Residen sesuai wewenang yang dilimpahkan setiap kali pemerintah
membutuhkan tanah.83
Cara perolehan tanah melalui pembelian tanah karena menurut asas hukum
agraria kolonial, pemerintah Belanda adalah suatu badan hukum publik yang
dapat mempunyai/memiliki hak atas tanah seperti hak eigendom, hak opstal
hukum privat, maupun badan hukum publik tidak dibedakan untuk dapat
mempunyai hak atas tanah dengan hak yang sama (hak eigendom), kecuali beberapa
hak tertentu (seperti hak erfpacht) yang diperuntukan bagi bangsa Eropa yang
kurang mampu.
82
John Salindeho, Op.cit., hal. 71.
83
Ibid., hal. 71.
84
Ibid., hal. 72.
maupun benda-benda yang ada di atas tanah merupakan kegiatan yang sangat penting
pada semua hak guna menghindari berbagai masalah yang akan timbul dari adanya
pembebasan hak.86
peraturan Bijdblad No. 11372 jo. Bijdblad No. 12746 dianggap sudah tidak sesuai
lagi dan perlu diganti dengan peraturan baru yang lebih sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan jaman.
Tanah Swasta. Peraturan tersebut pada intinya mengatur mengenai tata cara
85
Ibid., hal. 73-74.
86
Ibid., hal. 74-75.
No. 2 Tahun 1985 tentang Tata Cara Pengadaan Tanah Untuk Proyek Pembangunan
sebagai reaksi terhadap pembebasan tanah yang telah dilakukan sebelumnya, maka
Kepentingan Umum.
kepentingan umum. Hal ini didasari oleh adanya kenyataan yang terjadi selama ini
yang menunjukkan kurang adanya jaminan kepastian hukum terutama bagi pihak
Umum, yang ditetapkan pada tanggal 3 Mei 2005, sebagai pengganti Keputusan
Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang
yang mengatur secara khusus tentang pengadaan tanah dengan disahkannya Undang-
Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum. Banyak substansi atau materi dari Perpres tersebut yang
dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang dimasukkan sebagai substansi original
hukumnya menjadi lebih kuat. Disamping juga karena pertimbangan bahwa segala
sesuatu yang mengambil hak tertentu dari warga negara harus diatur dengan undang-
undang.
Perubahan terkait dengan ganti rugi meliputi bentuk dan dasar perhitungan
ganti rugi. Bentuk ganti rugi dalam undang-undang tersebut tidak menyebutkan dasar
perhitungan ganti rugi sebagaimana sebelumnya diatur dalam Perpres No. 36 Tahun
2005 Jo. Perpres No. 65 Tahun 2006. Apakah penetapan ganti rugi berpedoman
kepada NJOP atau nilai nyata pada saat dilaksanakan pengadaan tanah. Pengaturan
terkait ganti rugi didalam undang-undang pengadaan tanah akan diserahkan kepada
tersebut dapat dikatakan merupakan langkah maju, sudah cukup lama disarankan oleh
para ahli di bidang pertanahan karena pada peraturan tentang pengadaan tanah
sebelumnya tidak dikenal lembaga seperti ini. Hanya saja lembaga penilai harga
terpercaya serta tidak memihak atau obyektif dalam melakukan penilaian terhadap
nilai tanah.
tanah, jadi yang dinilai adalah harga tanah bukan nilai tanah. Nilai tanah mengandung
makna yang lebih luas dari harga tanah. Harga tanah memuat makna yang lebih
sempit yaitu harga secara fisik atau terbatas pada konsep ekonomi. Bagi masyarakat
Indonesia, tanah tidak hanya mengandung nilai ekonomis semata akan tetapi lebih
luas dari hal itu, ada nilai-nilai lain yang terdapat pada sebidang tanah, seperti nilai
magis religius, nilai budaya dan lain sebagainya. Hal-hal ini sulit untuk diukur atau
Dalam hal ini ganti kerugian hanya diberikan kepada orang-orang yang hak
proyek tersebut juga terkena dampak, baik yang positif maupun negatif, seperti
kehilangan akses hutan, sungai dan sumber mata pencaharian lainnya. Bentuk ganti
Inventarisasi asset saja tidak mencukupi dan diusulkan untuk terlebih dahulu
dilakukan. Perlu juga dikembangkan bentuk ganti kerugian dalam pola kemitraan
jangka panjang yang saling menguntungkan antara pemilik modal (swasta) atau
Pada asasnya, jika diperlukan tanah atau benda-benda lainya yang menjadi
milik orang lain untuk suatu keperluan haruslah atas persetujuan pemilik tanah atau
pemegang hak atas tanah dan diproses melalui cara sesuai kesepakatan antara pihak
yang membutuhkan tanah dengan pemilik atau pemegang hak atas tanah antara lain
diharapkan karena pemilik tanah atau pemegang hak meminta harga tanah yang
terlampau tinggi atau sama sekali tidak bersedia melepaskan tanah yang diperlukan,
atas tanah sebagai bagian dari pengadaan tanah, atau pencabutan hak atas tanah bukan
Undang No. 2 Tahun 2012. Oleh karena itu, pengertian pengadaan tanah menurut
pencabutan tanah dan pembebasan tanah, yang tersirat adanya tindakan khusus dari
pihak pemerintah secara sepihak maupun tindakan pihak swasta yang difasilitasi oleh
pemerintah, juga adanya perbedaan mengenai objek yang akan diberikan ganti rugi,
dalam aturan yang baru ini, juga secara eksplisit ditegaskan termasuk atas bangunan
tanah terletak dari adanya ketentuan “pemberian ganti rugi” dari setiap kegiatan
Unsur musyawarah dalam penentuan bentuk dan besarnya ganti rugi menjadi
syarat yang penting di dalam setiap proses pengadaan tanah. Essensinya adalah
kesepakatan secara bulat antara pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan tanah
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan masalah lain yang
berkaitan dengan pengadaan tanah atas dasar kesukarelaan dan kesetaraan antara
pihak yang mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang
87
Umar Said Sugiharto, Suratma, Noorhudha Muchsin, Hukum Pengadaan Tanah, Malang,
Setara Press, 2014, hal.25.
kesepakatan tersebut tidak boleh ada unsur-unsur yang bersifat ancaman, tekanan
fisik maupun tekanan non fisik serta lain-lain kegiatan yang pada akhirnya
membuat pihak yang mempunyai tanah takut untuk tidak menerima apa yang
sistem tertentu melalui berunding dan berunding hingga memperoleh kata sepakat”. 90
Oleh karena itu tidak ada musyawarah bila ada salah satu pihak yang ditakuti,
aspirasinya, diteror dan diintimidasi, ada salah satu pihak yang menurut peraturan
88
Peraturan Presiden No.36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Pasal 1 angka 10.
89
Koesno dalam Ahmad Rubaie, Op Cit., hal. 32.
90
Koentjoro Purbopranoto dalam Gunanegara, Op.Cit., hal. 215.
91
Ali Sofwan Husein, Konflik Pertanahan, Cet. 1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1997,
hal. 51.
sepakat merupakan kata kunci yang seharusnya dipedomani dan dipatuhi dalam
menentukan bentuk dan besarnya ganti rugi, dilakukan menurut alur yang
atas tanah dan instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal jumlah
efektif, maka musyawarah dilaksanakan oleh Panitia Pengadaan Tanah dan instansi
pemerintah atau pemda yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk
diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku
kuasa mereka.
2012, dimana lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai
besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Hasil kesepakatan
dalam musyawarah tersebut menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak
Dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti
kerugian, maka pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan
Negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah
Pengadilan Negeri dalam menangani keberatan yang diajukan oleh pihak yang
berhak akan memutuskan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. Sebagai
pertimbangan dalam memutus putusan atas besarnya ganti kerugian, pihak yang
mengenai besarnya ganti kerugian, maka dalam waktu paling lama 14 (empat belas)
hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung RI. Dalam hal ini
Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga
telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian
kepada pihak yang mengajukan keberatan. dalam hal pihak yang berhak menolak
bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah musyawarah ganti kerugian, maka pihak yang
Pembangunan yang tengah giat dilakukan pemerintah saat ini kerap kali
berbenturan dengan masalah pengadaan tanah. Agar tidak melanggar hak pemilik
prinsip kepentingan umum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pengadaan
tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti
rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Dalam proses pengadaan tanah, maka
ganti rugi merupakan hal yang paling teramat penting, karena ganti rugi di sini
merupakan pengganti hak atas tanah yang terkena proses pengadaan tanah untuk
kepentingan umum.
tanah, memerlukan suatu metoda yang pas dan manusiawi serta berkeadilan dalam
melepaskan hubungan hukum antar tanah dengan pemegang haknya, agar natinya
tidak membuat kehidupan bekas pemegang haknya menjadi lebih buruk dari sebelum
terhadap hak milik atas tanah, hal ini ditunjukkan dengan menetapkan ganti rugi
sebagai syarat dalam pelepasan hak milik atas tanah dan tersedianya mekanisme
miliknya tersebut.
92
AP. Parlindungan, Komentar Tentang UUPA, Mandar Maju, Bandung, 1998, hal. 44.
Sebagai tahap awal dalam pembangunan jalan tol dimulai dari perencanaan,
dimana tahapan ini lebih bersifat intern dari instansi yang memerlukan tanah atau
mengetahui tentang perencanaan yang dibuat. Hasil akhir dari perencanaan berupa
pengadaan tanah sebagai tahapan berikutnya. Dalam tahap persiapan inilah pemilik
tanah yang terkena obyek pengadaan tanah mulai dilibatkan dalam kegiatan
Tahapan persiapan ini merupakan tahapan yang cukup krusial dalam pengadaan
hak atas tanah yang dimiliki oleh masyarakat maupun milik perusahaan. Untuk itu
dalam menentukan nilai ganti kerugian tanah haruslah dilakukan dengan musyawarah
dengan pemilik tanah. Hal ini dianggap penting dikarenakan tanpa adanya
musyawarah dengan pemegang hak atas tanah maka proses pengadaan tanah untuk
93
Anonim, Dasar-Dasar Pengadaan Tanah, Modul Diklat Pengadaan Tanah, Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, 2015,
hal. 16.
satu dengan lainnya, menunjukkan bahwa para pihak yang ada di dalam proses
mencapai kesepakatan tersebut tidak boleh ada unsur-unsur yang bersifat ancaman,
tekanan fisik maupun non fisik serta lain-lain kegiatan yang akhirnya membuat pihak
yang mempunyai tanah takut untuk tidak menerima apa yang ditawarkan pihak lain.
atas tanah dan instansi yang memerlukan tanah. Dalam hal jumlah pemegang hak atas
atau pemda yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan
oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka.
kesejajaran antara pemerintah dengan pemilik tanah dan harus dihindari adanya
tekanan-tekanan berupa apa pun dalam pertemuan maupun di luar pertemuan, jika
tidak maka kesepakatan yang dicapai adalah kesepakatan dalam keadaan terpaksa dan
94
Maria S.W. Soemardjono, Dalam Kasus-Kasus Pengadaan Tanah Dalam Putusan
Pengadilan. Suatu Tinjauan Yuridis, Jakarta, Mahkamah Agung RI, 1996, hal. 119.
briefing, instruksi maupun pernyataan sepihak dari pihak yang memerlukan tanah
yang harus dilakukan terlebih dahulu oleh pihak yang memerlukan tanah adalah
penetapan lokasi. Selanjutnya setelah adanya penetapan lokasi maka instansi yang
Binjai yang dilaksanakan pembangunannya oleh pihak PT. Hutama Karya, dimana
untuk melakukan penilaian ganti kerugian terhadap objek tanah dan benda-benda
yang berada diatas tanah tersebut, Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah akan
menetapkan penilai yang terlebih dahulu telah diseleksi sesuai aturan perundang-
undangan.
Penilai dalam menjalankan tugasnya dapat meminta peta bidang tanah, daftar
nominatif dan data yang diperlukan untuk bahan penilaian dari Ketua Pelaksana
95
A.A. Oka Mahendra, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi Dan Pertanahan, Cet. Ke-1.
Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. 1996, hal. 267.
96
A.P. Parlindungan, Pencabutan Dan Pembebasan Hak Atas Tanah Suatu Study
Perbandingan, Cet. I, Bandung, Mandar Maju, 1993, hal. 55.
nilai ganti rugi dilaksanakan paling lama 30 (tigapuluh) hari kerja sejak ditetapkannya
penilai oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Terhadap penilaian ganti rugi yang
dilaksanakannya.
bertugas melakukan penilaian besarnya ganti kerugian bidang per bidang tanah, yang
meliputi:
a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.
kerugian terhadap asset milik PT. Perkebunan Nusantara II yang akan dilakukan
pembebasan terkait pembangunan jalan tol Medan Binjai, dapat dilihat dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 3
Asset Milik PT. Perkebunan Nusantara II
Yang Mendapat Ganti Rugi
Atas dasar penilaian ganti kerugian yang dilakukan oleh penilai tersebut,
dengan mengundang para pihak yang berhak yaitu pihak pemegang hak atas tanah
PT. Perkebunan Nusantara II dan pihak pelaksana pekerjaan PT. Hutama Karya,
untuk penetapan ganti kerugian, yang dilakukan dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai diterima oleh Ketua Pelaksana
Pengadaan Tanah.97
asset, terlebih dahulu Direksi PT. Perkebunan Nusantara II membentuk tim penaksir
harga yang terdiri dari beberapa divisi perusahaan yang dianggap berkompeten untuk
itu. Dimana tugas tim penaksir harga yang dibentuk untuk menilai asset yang akan
dilepas dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Medan-Binjai. Hasil
dari tim penaksir harga yang selanjutnya akan menjadi dasar dalam musyawarah
Pembentukan tim penaksir harga yang dilakukan oleh Direksi PT. Perkebunan
Nusantara II telah sesuai dengan amanat Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
ketentuan Pasal 28 ayat 1 dinyatakan bahwa: ”Dalam rangka menetapkan harga jual,
nilai tukar, dan nilai ganti rugi minimum atas Aktiva Tetap BUMN, RUPS/Menteri
97
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
98
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
persetujuan, dapat menetapkan agar Direksi membentuk Tim Penaksir Harga atau
Musyawarah yang dilakukan penilai dengan melibat pihak yang berhak yaitu
PT. Perkebunan Nusantara II yang dalam hal ini diwakilkan kepada Tim Penaksir
Harga dan PT. Hutama Karya selaku pihak yang memerlukan tanah, untuk
berdasarkan hasil penilai. Pada awalnya pihak PT. Perkebunan Nusantara II merasa
keberatan atas nilai ganti kerugian tersebut dan selanjutnya meminta nilai ganti rugi
didasarkan pada harga pasar yang berlaku pada saat ini. Akan tetapi permintaan PT.
Perkebunan Nusantara II tersebut ditolak oleh pihak PT. Hutama Karya dengan
diselenggarakan atas perintah Presiden dan ditujukan untuk kepentingan umum yaitu
pembangunan jalan tol. Walaupun sempat terjadi perdebatan yang panjang mengenai
penilaian ganti rugi, namun pada akhirnya disepakati nilai ganti kerugian berdasarkan
hasil penilai penilai. Penilaian terhadap ganti rugi yang dilakukan oleh penilai
berdasarkan Nilai Jual Objek Tanah (NJOP) tahun berjalan. Untuk penilaian ganti
rugi atas tanaman akan dinilai berdasarkan usia dan hasil tanaman. Sedangkan
penilaian ganti rugi atas rumah karyawan dan kantor perusahaan akan dinilai
99
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
pendapatnya bahwa:
Dalam pemberian ganti rugi tersebut, hal-hal yang harus diperhatikan adalah ganti
rugi yang layak. Untuk itu, perlu dirumuskan pengertian dari kata “layak”
tersebut, yang secara awam dapat saja kita sebut dengan “harga yang wajar” atau
titik tengah dari harga pasar dengan harga dalam tagihan pajak (nilai jual objek
pajak/NJOP).
nilai ganti rugi terhadap tanah berikut asset milik PT. Perkebunan Nusantara II yang
dicapai dalam musyawarah tersebut akan menjadi dasar pemberian ganti kerugian
kepada pihak pemegang hak atas tanah. Hasil kesepakatan musyarawah dari kedua
belah pihak akan dituangkan dalam berita acara kesepakatan yang ditandatangani
oleh Pelaksana Pengadaan Tanah, pihak PT. Perkebunan Nusantara II dan pihak PT.
Hutama Karya.100
selaku pemegang hak atas tanah dengan PT. Hutama Karya selaku pelaksana
dari pihak yang memerlukan tanah kepada PT. Perkebunan Nusantara II. Untuk
bentuk ganti rugi yang diberikan sesuai kesepakatan adalah dalam bentuk uang,
dimana terhadap pemberian ganti rugi dalam bentuk uang tersebut dilakukan melalui
100
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
tanggal 30 Desember 2014, dimana didalam surat keputusan tersebut para pemegang
bentuk uang dianggap telah sesuai dengan ketentuan Pasal 75 ayat 1 Perpres No. 71
bentuk uang”
Untuk pemberian ganti kerugian dalam bentuk uang harus diberikan dalam
bentuk mata uang rupiah dan akan dilakukan oleh PT. Hutama Karya selaku pihak
bersamaan dengan pelepasan hak atas tanah dan dilakukan paling lama dalam waktu
7 (tujuh) hari kerja sejak dikeluarkannya penetapan bentuk ganti kerugian oleh
Kantor Pertanahan setempat dan akan dibuat pelepasan hak sesuai hak yang
101
Hasil Wawancara dengan Edwin Fauzi, Bagian Hukum dan Pertanahan PT. Perkebunan
Nusantara II, pada tanggal 26 Nopember 2016.
Bukti tersebut merupakan satu-satunya alat bukti yang sah menurut hukum
dan tidak dapat diganggu gugat dikemudian hari. Pihak yang berhak menerima ganti
kerugian bertanggung jawab atas kebenaran dan keabsahan bukti penguasaan atau
rekening milik PT. Perkebunan Nusantara telah sesuai dengan ketentuan didalam
Pasal 31 ayat 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. PER-
Tetap Badan Usaha Milik Negara, yang dinyatakan bahwa: ”Pembayaran atas
pemegang hak atas tanah yang dilepaskan haknya akibat dari pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol dianggap suatu yang layak dan berkeadilan. Hal ini berkaitan
dengan asas keadilan dalam pengadaan tanah dimana PT. Perkebunan Nusantara II
selaku pemegang hak atas tanah yang selama ini mempunyai nilai ekonomis harus
Keseimbangan tersebut adalah bahwa ganti rugi yang diberikan merupakan imbalan
yang layak, atau tidak menjadikan pemegang hak atas tanah yang melepaskan
102
Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Op.cit., hal. 30.
Oleh karena itu, dengan ditempatkannya asas keadilan dalam pemberian ganti
prinsip keadilan, yaitu dengan penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang
diusahakan dengan cara seimbang dan dilakukan dengan cara musyawarah. Perlakuan
yang seimbang antara pemilik tanah dan yang membutuhkan tanah adalah merupakan
pemenuhan rasa keadilan bagi masing-masing pihak. Dalam hal ini maka, sudah
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria atau yang dikenal dengan
dilakukan banyak kajian mengenai sistem penguasaan tanah menurut Hukum Tanah
Nasional Indonesia dengan berbagai fokus kajian, antara lain, kesesuaian sistem hak
atas tanah dalam hukum tanah nasional dengan kebutuhan masyarakat dan
perkembangan, aspek kepastian hukum penguasaan tanah, dan lembaga tanah negara
dan pengelolaannya.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang
maka semakin besar pula tuntutan untuk melakukan pembaharuan pemikiran yang
mengakar dari amanat Pasal 33 ayat 3 Undang-undang Dasar 1945 yang menegaskan
bahwa: “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
109
berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah
pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan
untuk selama-lamanya. Sifat abadi artinya selama rakyat Indonesia masih bersatu
sebagai Bangsa Indonesia dan selama tanah bersama tersebut masih ada pula, dalam
keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat
Indonesia dan tanah bersama tersebut. Hubungan kepunyaan menurut arti yang asli
demikian.103
Nasional. Ini berarti antara lain bahwa pembangunan Hukum Tanah Nasional
103
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 217.
104
Ibid., hal. 228.
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.
Hak Bangsa Indonesia atas tanah merupakan induk bagi hak-hak penguasaan
yang lain atas tanah, mengandung pengertian bahwa semua hak penguasaan atas
tanah yang lain bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah dan bahwa
tanahnya diambil untuk kepentigan umum yang secara formal telah dituangkan dalam
diberikan secara proposional, sebab hukum hanya dalam dan untuk hal-hal yang
umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti rugi yang layak dan
atas tanahnya, termasuk terhadap pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
pengadaan tanah untuk kepentingan umum, Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 telah
memberi jaminan hukum kepada pemegang hak yang tanahnya diambil akan
diberikan ganti rugi yang layak, termasuk juga ganti rugi terhadap benda-benda yang
dimungkinkan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, akan tetapi diikat
dengan syarat-syarat, misalnya harus disertai pemberian ganti rugi yang layak.
Pelepasan hak atas tanah adalah langkah pertama yang dilakukan dalam
pelaksanaan pengadaan tanah. Namun cara ini tidak selalu produktif, dan memiliki
nilai jual dengan harga tinggi sehingga kerap terjadi dialog atau musyawarah yang
cukup alot antara pemerintah dengan pemilik tanah tersebut. Khususnya mengenai
Pengadaan tanah hanya dapat dilakukan melalui pemberian ganti rugi atas
dasar musyawarah. Musyawarah disini diartikan sebagai proses atau kegiatan saling
mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan
atas kesukarelaan antara pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah,
Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah dengan
menjadi landasan hukum adanya hubungan antara tanah dan subyek tanah, dimana
Negara dalam hal ini bertindak sebagai subyek yang mempunyai kewenangan
tertinggi terhadap segala kepentingan atas tanah yang bertujuan untuk kemakmuran
rakyat.
bahwa: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”. Hal tersebut menjelaskan
bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan
bahwa tanahnya itu akan dipergunakan atau tidak dipergunakan semata-mata untuk
kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan rugi bagi masyarakat
luas. Dalam arti bahwa tanah tidak hanya berfungsi bagi pemegang hak atas tanahnya
saja tetapi juga bagi bangsa Indonesia seluruhnya, dengan konsekuensi bahwa
masyarakat.
daripada haknya sehingga dapat bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan
yang mempunyai maupun bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara. Namun hal
merupakan salah satu syarat mutlak dalam era keterbukaan dan kebebasan ini.
terjadinya deviasi yang cukup signifikan terhadap tujuan pembangunan itu sendiri
105
Zuryawan Isvandiar Zoebir, Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat Dalam Pebangunan
Daerah, http:/zuryawanisvandiarzoebir. wordpress.com/2011/10/24, diakses pada tanggal 24 Oktober
2010.
dapat diuraikan lebih rinci, yakni meliputi sifat kepentingan umum, bentuk
tiga aspek tersebut sehingga kriteria kepentingan umum dapat diformulasikan secara
Permasalahan yang masih timbul adalah sejauh mana sifat tersebut harus
melekat pada suatu jenis kegiatan untuk kepentingan umum. Apakah sifat tersebut
harus melekat secara kuat dan dominan, atau sekedarnya, serta bagaimana ukurannya.
permasalahan mengenai sifat itulah maka sifat kepentingan umum yang demikian itu
tergantung jenis negaranya, yang hal ini sangat dipengaruhi oleh paradigma suatu
negara yang bersangkutan dalam memahami hubungan antara kepentingan umum dan
kepentinagn individu. Paling tidak ada tiga golongan negara berkaitan dengan
pengaturan kepentingan umum dan individu, yaitu paham negara sosialis, paham
106
Adrian Sutedi, Op.cit., hal. 45
107
Ibid., hal. 71.
Menurut paham negara sosialis, segala kekayaan dalam negara dikuasi dan
dimiliki oleh negara. Negara mengatur segala aspek kehidupan individu. Dalam
konteks kepemilikian tanah, kepada warga negara tidak diberi hak milik tanah, namun
hanya diberi hak menggarap atas tanah. Kepentingan umum identik dengan
kepentingan negara, dengan kata lain bahwa setiap kepentingan negara adalah
kepentingan umum. Kepentingan individu ada dalam sektor yang sempit, misalnya
sektor keluarga, isteri, anak. Jadi, kepentingan individu ada namun relatif sempit dan
Sebaliknya, menurut paham negara korporasi, negara dalam banyak hal dapat
bertindak sebagaimana badan hukum perusahaan dapat mempunyai hak milik dan
dapat menjalankan segala kegiatan yang bersifat profit. Dalam paham ini, negara
atau pembeli dengan pihak swasta. Kepentingan umum dapat saja dilakukan oleh
Negara ataupun oleh sawasta. Akibatnya sifat kepentingan umum tidak jelas
berbagai sektor yang menguasai hajat hidup orang banyak. Namun tidak dapat
mempunyai suatu barang atau tanah misalnya.dengan status hak milik. Negara
menurut paham ini, memberikan pengakuan terhadap hak-hak atas tanah individu
dalam posisi seimbang dengan kepentingan umum dalam hubungannya yang tidak
Hukum Tanah Nasional yang diatur dalam UUPA, pada Penjelasan Umum
butir kedua disebutkan bahwa negara atau pemerintah bukanlah subyek yang
mempunyai hak milik (eigenaar), demikian pula tidak dapat sebagai subyek jual beli
dengan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Pengertian lainnya, negara hanya diberi
hak menguasai dan mengatur dalam rangka kepentingan kesejahteraan rakyat secara
Sifat dan bentuk kepentingan umum di atas masih saja dapat disimpangi
tulisan ini dibahas tentang karakteristik yang berlaku sehingga kegiatan kepentingan
umum benar-benar untuk kepentingan umum, dan dapat dibedakan secara jelas
akan dibahas hal-hal yang paling prinsip sehingga suatu kegiatan benar-benar untuk
kepentingan umum.
Ada tiga prinsip yang dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu kegiatan benar-
108
Ibid., hal. 75
lapangan harus memenuhi kriteria sifat, kriteria bentuk, dan kriteria karakteristik atau
ciri-ciri:109
1. Penerapan untuk kriteria sifat suatu kegiatan untuk kepentingan umum agar
memilki kualifikasi untuk kepentingan umum harus memenuhi salah satu sifat
dari beberapa sifat yang telah ditentukan dalam daftar sifat kepentingan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 20 Tahun 1961.
Jadi, penggunaan daftar sifat tersebut bersifat wajib alternatif
2. Penerapan untuk kriteria bentuk suatu kegiatan untuk kepentingan umum agar
mempunyai kualifikasi sebagai kegiatan untuk kepentingan umum harus
memenuhi salah satu syarat untuk kepentingan umum sebagaimana daftar
bentuk kegiatan kepentingan umum tersebut tercantum dalam Pasal 2
Instruksi Presiden tahun 1973 dan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 36 tahun
2005.
3. Penerapan untuk kriteria suatu kegiatan untuk kepentingan umum agar
memenuhi kualifikasi ciri-ciri kepntingan umum sehingga benar-benar
berbeda dengan bukan kepentingan umum, maka harus memasukkan ciri
kepentingan umum, yaitu bahwa kegiatan tersebut benar-benar dimiliki
pemerintah, dikelola pemerintah dan tidak untuk mencari keuntungan.
dapat berjalan dengan baik apabila tidak tersedia sumber daya manusia pelaksana
orang-orang yang secara jelas mempunyai sikap, prilaku dan komitmen terhadap
109
Ibid., hal. 76
kepentingan umum tersebut sehingga tidak ada lagi kepentingan umum sekedar
hukum tanah, baik hukum positif maupun hukum yang hidup di masyarakat.
Persoalan sengketa tanah yang akhir-akhir ini justru menggejala dan menimbulkan
Dari konsep di atas dapat dipahami bahwa tujuan dan perolehan tanah yang
kepentingan umum tidak bersebrangan dengan pemilik tanah yang berhak atas tanah
tersebut.111
110
Ali Ahmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Seri
Hukum Pertanahan I, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002, hal. 308.
111
Loc.cit.
oleh pemerintah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
oleh Pemerintah dilaksanakan dengan cara jual beli, atau cara lain yang disepakati
kepentingan umum tersebut sesuai dan berdasar pada Rencana Umum Tata Ruang
Wilayah yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Perolehan hak atas tanah dilakukan
28H ayat (4) menyatakan bahwa: ”setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi
dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh
siapapun”.
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata
untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,
nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokratis.
Adanya prinsip tersebut maka hak atas tanah yang dipunyai seseorang sesuai
dengan hukum tanah nasional dilindungi dari gangguan pihak lain. Demikian juga
hak atas tanah seseorang tidak boleh dirampas dengan sewenang-wenang dan secara
Dalam prinsip hak atas tanah adalah fungsi sosial maka apabila bidang tanah
dipergunakam untuk kepentingan umum maka penghormatan terhadap hak atas tanah
yang dikuasai seseorang adalah sangat kurang, hal ini dikarenakan tanah adalah
bahwa hak-hak atas tanah adalah fungsi sosial maka pernyataan yang demikian itu
bukan berpangkal pada pengakuan terhadap hak-hak perorangan atas tanah melainkan
Dalam UUPA tidak dikenal hak atas tanah adalah “fungsi sosial”, akan tetapi
setiap hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dengan kata “mempunyai fungsi
sosial” ini maka hak-hak atas tanah yang ada pada seseorang itu akan tetap dihormati.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UUPA bahwa semua hak atas tanah
semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial berarti bahwa hak atas tanah apapun
yang ada pada seseorang, tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan
apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah
112
Maria S.W. Sumardjono (I), Op.cit., hal. 269.
113
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 303-304.
harus sesuai dengan keadaannya dan sifat dari pada haknya, hingga bermanfaat baik
bagi masyarakat dan negara. Ketentuan tersebut tidak berarti bahwa kepentingan
perorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum (masyarakat). UUPA
menentukan peruntukan dan penggunaan tanah yang dipunyainya, karena hal itu
sudah terkandung dalam sifat hakekat hak yang ada padanya.114 Tujuan UUPA justru
anggota masyarakat yang lain yakni dengan menyediakan perangkat peraturan hukum
yang tertulis dan memberikan surat tanda bukti pemilikan tanah, melalui
kebebasan individu yang sudah ada dalam menggunakan haknya atas bagian dari
Keberadaan fungsi sosial atas tanah dapat diartikan sebagai suatu daya kerja
kemasyarakatan tertentu yang timbul atau muncul pada waktu sesuatu digerakkan,
114
Ibid., hal. 302.
115
Ibid
116
Ibid., hal. 303.
tertentu untuk menandai arti dari tanah memiliki fungsi sosial, maupun fungsi sosial
dari hukum.117
Oleh karena itu, maka tanah dengan hak apapun juga, jika digunakan atau
tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, harus pula melibatkan kepentingan atau
Hal demikian memberi petunjuk bahwa ketika tanah dipergunakan atau tidak
dipergunakan, pada saat itu juga daya kerja dari dipergunakan atau tidak
penggunaan atau tidak dipergunakannya tanah, daya kerja kemasyarakatan dari tanah
Seperti dalam kepustakaan berbahasa Inggris ditemuka adanya istilah natural right,
human right dan fundamental right. Sedangkan dalam literature berbahasa Belanda
terdapat istilah recht yang dapat diartikan hak dan dapat pula diartikan hukum. Selain
117
Dian Chandra Buana, Analisis RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan: Mengulangi
Debat Lama Negara vs Rakyat, http://www.gema-nurani.com/2011/07, diakses pada tanggal 12
Oktober 2011.
Indonesia ditemukan istilah hak asasi manusia, hak-hak kodrat, hak-hak dasar yang
sering diberi imbuhan manusia sehingga menjadi hak-hak dasar manusia. 118
terukur, dalam arti ditentukan keluasan dan kedalamannya, kekuasaan yang demikian
1. Hak itu dilekatkan pada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek
dari hak itu. Ia juga disebut sebagai orang yang memiliki title atas barang
yang menjadi sasaran dari hak.
2. Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan korelatif.
3. Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan
(commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan, ini bisa
disebut sebagai isi dari hak.
4. Commission atau omission itu menyangkut sesuatu yang bisa disebut objek
dari hak.
5. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu suatu peristiwa tertentu
yang menjadi alasan melekatnya hak itu pada pemiliknya.
absolut dan hak relatif. Hak absolut adalah hubungan hukum antara subyek hukum
dengan obyek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap orang untuk
pada pemegangnya untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang pada
118
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Surabaya, Bina
Ilmu, 1987, hal. 38-39.
119
Satjipto Rahardjo, Op.cit., hal. 54.
120
Ibid., hal. 55.
dasarnya dapat dilaksanakan terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak
absolut ini ditentukan oleh kewenangan pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada
seseorang maka ada kewajiban bagi setiap orang lain untuk menghormati dan tidak
Hak relatif adalah hubungan subyek hukum dengan subyek hukum tertentu
lain dengan perantaraan benda yang menimbulkan kewajiban pada subyek hukum
lain tersebut. Hak relatif adalah hak yang berisi wewenang untuk menuntut hak yang
hanya dimiliki seseorang terhadap orang-orang tertentu (kreditur tertentu dan debitur
tertentu). Pada dasarnya tidak ada pihak ketiga yang terlibat. Hak relatif ini tidak
berlaku bagi mereka yang tidak terlibat dalam perikatan tertentu, jadi hanya berlaku
bagi mereka yang menjadi pihak dalam perjanjian. Hak relatif ini berhadapan dengan
kewajiban seseorang tertentu. Pihak ketiga yang berada di luar perjanjian tidak
hubungan hukum yang menyebabkan pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan
yang lain wajib memenuhi prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian.122
Dalam kaitan hukum pertanahan dapat pula dibedakan antara hak absolut dan
hak relatif. Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA bahwa atas
dasar hak menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas tanah,
bersangkutan demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya
121
Ibid., hal. 46
122
Ibid
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-Undang Pokok Agraria dan
dijabarkan dalam Pasal 16 UUPA yang meliputi hak milik, hak guna usaha (HGU),
hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, serta hak atas tanah yang akan
ditetapkan dengan undang-undang dan hak atas tanah yang bersifat sementara.
Sedangkan hak membuka tanah dan memungut hasil hutan bukanlah hak atas tanah
tetapi lebih tepat disebut hak keagrariaan yakni hak yang menyangkut tanah.123 Dari
hak-hak atas tanah diatas maka hak milik, HGU, HGB diklasifikasikan sebagai hak
absolut dan mengikat setiap orang, sedangkan hak pakai dan hak sewa merupakan
hak relatif.
Dalam setiap hak terdapat empat unsur yaitu subyek hukum, obyek hukum,
hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan
hukum. Dalam hubungannya dengan pemegang hak atas tanah maka terdapat subyek
dalam arti pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yakni bisa perorangan atau
badan hukum, obyek hak tersebut adalah tanah. Dengan adanya hubungan hukum
kewajiban itu tidak diindahkan akan terjadi pelanggaran hak, maka subyek atau
123
Sebagaimana disebutkan dalam pasal 46 ayat (2) UUPA, bahwa dengan mempergunakan
hak memungut hasil hutan secara sah tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah.
Penjelasan Pasal 46 UUPA mengemukakan bahwa hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
adalah hak-hak dalam hukum adat yang menyangkut tanah.
124
Ramli Zein, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta, Rineka Cipta, hal. 37.
paham, sengketa antara dua pihak tentang hak dan kewajiban pada saat dan keadaaan
yang sama. Secara umum konflik atau perselisihan paham, sengketa, diartikan dengan
pendapat yang berlainan antara dua pihak mengenai masalah tertentu pada saat dan
keadaan yang sama.125 Selanjutnya, kata ”konflik” menurut Kamus Ilmiah Populer
”konflik” mempunyai pengertian yang lebih luas, oleh karena istilah konflik tidak
hanya digunakan dalam kasus pertanahan yang terkait dengan proses perkara pidana,
juga terkait dalam proses perkara perdata dan proses perkara tata usaha negara.
Dalam penelitian ini konflik yang dimaksudkan adalah konflik pertanahan yang
Tanah diberikan kepada dan dipunyai oleh orang dengan hak-hak yang
akan bermakna jika penggunaannya terbatas hanya pada tanah sebagai permukaan
bumi saja.
125
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan
Tata Usaha Negara Di Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 1992, hal. 42
126
A. Partanto Dan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arloka, 1994, hal. 354.
127
Poerwadarminta, Op.cit., hal. 518.
Untuk keperluan apa pun tidak bisa tidak, pasti diperlukan juga penggunaan
sebagai tubuh bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa yang di
permukaan bumi. Oleh karena itu dalam Pasal 4 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa hak-
hak atas tanah bukan hanya memberikan wewenang untuk menggunakan sebagian
tertentu permukaan bumi yang bersangkutan yang disebut "tanah", tetapi juga tubuh
bumi yang ada di bawahnya dan air serta ruang angkasa yang ada diatasnya, dengan
demikian yang dipunyai dengan hak atas tanah adalah tanahnya, dalam arti sebagian
dengan hak tersebut diperluas hingga meliputi juga penggunaan sebagian tubuh bumi
yang ada di bawah tanah, air serta ruang yang ada di atasnya. 128
Menurut A.P. Parlindungan tanah hanya merupakan salah satu bagian dari
bumi.129 Pembatasan pengertian tanah dengan permukaan bumi seperti itu juga diatur
dalam Pasal 1 bagian II angka I bahwa dimaksud dengan tanah ialah permukaan
bumi.130 Pengertian tanah dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 51 Prp Tahun 1960
tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atas Kuasanya,
dirumuskan:131
2. Tanah yang tidak dikuasai oleh negara yang dipunyai dengan sesuatu hak oleh
128
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 18
129
A.P. Parlindungan, Landreform di Indonesia : Suatu Perbandingan, Bandung, Mandar
Maju, 1990, hal. 90.
130
Boedi Harsono, Op.cit., hal. 37
131
Ibid., hal. 37
bumi yang paling atas yang dimanfaatkan untuk menanam tumbuh-tumbuhan yang
disebut tanah garapan, tanah pekarangan, tanah pertanian, tanah perkebunan, dan
pengertiam tanah ialah bagian permukaan bumi termasuk tubuh bumi di bawahnya
serta yang berada di bawah air yang langsung dikuasai oleh negara atau dipunyai
itu terjadi dikarenakan internal individu masyarakat itu sendiri, pemilik dengan
penggarap dan masyarakat dengan pemerintah dalam hal pengadaan tanah untuk
kepentingan sosial.
pertanahan, yang pada garis besarnya dapat dibagi atas 2 (dua bagian), yaitu yang
meliputi:133
1. Konflik pertanahan yang diatur dalam kodifikasi hukum pidana, yakni konflik
(delik) pertanahan yang diatur dalam beberapa Pasal yang tersebar dalam
kodifikasi hukum pidana (KUHP);
2. Konflik pertanahan yang diatur di luar kodifikasi hukum pidana, yakni konflik
(delik) pertanahan yang khusus terkait dengan peraturan perundang-undangan
pertanahan di luar kodifikasi hukum pidana.
adalah suatu perselisihan antara dua pihak, tetapi perselisihan itu hanya dipendam dan
132
Sunindhia dan Widiyanti, Pembaharuan Hukum Agraria (Beberapa Pemikiran), Jakarta,
Bina Aksara, 1988, hal. 8.
133
A. Hamzah. Hukum Pertanahan Di Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 1991, hal. 47.
tidak diperlihatkan dan apabila perselisihan itu diberitahukan kepada pihak lain maka
perbantahan.135
pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak
atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan
Alasan yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak
yang lebih berhak dari yang lain (prioritas) atas tanah yang disengketakan, oleh
karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tersebut tergantung dari
sifat permasalahan yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap
134
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, Bandung, Citra
Aditya Bhakti, 2003, hal. 1.
135
Poerwadarminta, Op.cit., hal. 643.
136
Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, Bandung, Mandar Maju,
1991, hal. 22.
pengertian bahwa dalam kata perlindungan terdapat suatu usaha untuk memberikan
untuk memberikan hak-hak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang harus
dilakukan.
hak atas tanah bahwa penggunaan dan pengawasan tanah oleh siapapun dan untuk
apapun harus dilandasi dengan hak atas tanah yang disediakan oleh hukum
Dengan kata lain, apabila tanah dikuasai oleh pemegang hak secara sah, jika
secara garis besar dapat diartikan sebagai penghormatan terhadap hak-hak perorangan
atas tanah. Hal ini berkaitan dengan konsekuensi pengakuan negara terhadap tanah
137
Philipus M. Hadjon, Op.cit., hal.1.
seseorang atau suatu masyarakat hukum adat, maka negara wajib untuk memberi
jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut sehingga lebih mudah
pihak lain.138
Dalam setiap hak terdapat empat unsur yaitu subyek hukum, obyek hukum,
hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan perlindungan
hukum. Dalam hubungannya dengan pemegang hak atas tanah maka terdapat subyek
dalam arti pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yakni bisa perorangan atau
badan hukum, obyek hak tersebut adalah tanah. Dengan adanya hubungan hukum
kepentingan umum sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun
1975, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 2 Tahun 1976, serta Peraturan Menteri
Dalam Negeri No. 2 Tahun 1985, di dalam isi dan semangat peraturan hukumnya
para pihak. Timbulnya kesan seakan hukum tidak cukup memberikan perlindungan
hukum kepada para pemilik tanah, yang umumnya terdiri atas rakyat kecil,
disebabkan karena pelaksanaannya yang tidak sesuai dengan semangat dan isi
138
Maria S.W. Sumardjono (II), Op.cit., hal. 159.
139
Ramli Zein, Op.cit., hal. 37.
140
Boedi Harsono, Masalah-Masalah Aktual di Bidang Pertanahan Yang Menyangkut Hak
Asasi Manusia Dewasa Ini, dalam Majalah Masalah-Masalah Hukum No. 4 Tahun 1992, hal. 9.
1. Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapa pun dan untuk keperluan apa
pun harus ada landasan haknya.
2. Semua hak atas tanah secara langsung maupun tidak langsung bersumber pada
hak bangsa.
3. Cara untuk memperoleh tanah yang sudah dihaki oleh seseorang/badan
hukum harus melalui kata sepakat antarpihak yang bersangkutan dan
4. Dalam keadaan yang memaksa, artinya jalan lain yang ditempuh agar maka
presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pencabutan hak, tanpa
persetujuan subyek hak menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 1961.
hukum kepada pemilik hak atas tanah dalam pembaharuan hukum yang berkaitan
ditujukan kepada pemilik hak atas tanah dengan jelas tertuang dalam pasal demi pasal
yang mengaturnya.
Boedi Harsono memberi pendapatnya atas pelepasan hak atas tanah berkaitan
141
Abdurrahman, Op.cit., hal. 23.
Dalam keadaan biasa tanah tersebut hanya dapat diperoleh atas persetujuan pihak
yang mempunyai tanah, melalui prosedur pemindahan hak (jual-beli, tukar-
menukar atau hibah) atau pengadaan tanah. Tidak dibenarkan pihak yang
mempunyai tanah dipaksa untuk menyerahkan tanahnya, bagi keperluan apapun
tanah yang bersangkutan diperlukan. Dalam keadaan yang memaksa, yaitu jika
musyawarah tidak dapat menghasilkan kata sepakat mengenai penyerahan
tanahnya, sedang tanah itu benar-benar diperlukan untuk penyelenggaraan
kepentingan umum, Presiden Republik Indonesia oleh UU No. 20 Tahun 1961
diberi kewenangan untuk mengambil tanah yang diperlukan secara paksa, melalui
prosedur yang dikenal sebagai pencabutan hak. Dalam acara ini untuk
pengambilan tanah yang diperlukan tidak diperlukan persetujuan yang
mempunyai tanah.142
peraturan pengadaan tanah kaitannya dengan hak asasi dan keadilan, yaitu:
berfikir untuk terpenuhinya hal-hal yang bersifat formal dan substansial dalam
menegakkan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus diperhatikan, yaitu:
142
Boedi Harsono Ibid., hal. 3.
143
Maria S.W. Sumardjono (II), Op.cit., hal. 161.
144
Ibid., hal. 162.
(Gerechtigkeit).145
kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih
tertib.
penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau
penegakan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan
dalam masyarakat.
dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah masalah paling mendasar
dan cara penetepan ganti kerugian yang tertuang di dalam Pasal 33 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2012, yang menyatakan penentuan ganti kerugian tanah didasarkan
pada ketentuan:
145
. Sudikno Mertokusumo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Jakarta, Citra Aditya Bakti,
1999, hal. 1.
ditentukan dalam Pasal 33 tersebut, jauh lebih maju bila dibandingkan dengan
ketentuan yang berlaku dalam Perpres No. 65 Tahun 2006, dimana penentuan ganti
kerugian dalam Perpres hanya ditentukan untuk tanah, bangunan, tanaman dan benda-
pemilik tanah yang dilepas dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum
menuntut ganti kerugian terhadap ruang atas tanah dan bawah tanah dan kerugian lain
yang dapat dinilai. Ganti kerugian terhadap hal tersebut merupakan bentuk
perlindungan hukum terhadap pemilik tanah apabila ruang atas dan bawah tanah
terdapat benda-benda yang memiliki nilai ekonomis untuk dapat dimintakan ganti
kerugiannya.
Bentuk lain dari perlindungan hukum serta penghormatan hak atas tanah
musyawarah terlebih dahulu antara pemilik tanah dengan pihak yang memerlukan
tanah untuk menentukan dan menetapkan besarnya ganti rugi yang diberikan kepada
pemilik tanah.
hukum terhadap hak atas tanah dapat juga dalam peraturan mengenai pendaftaran
a. Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang
hak atas tanah dalam Peraturan Pemerintah ini diberikan penegasan mengenai
pembuktian yang kuat oleh UUPA”. Untuk itu diberikan ketentuan bahwa
selama belum dibuktikan yang sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang
dicantumkan dalam setipikat harus diterima sebagai data yang benar, baik
merupakan tanda bukti hak yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat
dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya
Kemudian sebagai salah satu tindak lanjut dari pemberian jaminan kepastian
yang telah lama ada menurut hukum adat. Lembaga Rechsverwerking dalam hukum
adat adalah dianggap melepaskan hak atau kehilangan hak untuk menuntut yang
artinya apabila seseorang memiliki tanah tetapi selama jangka waktu tertentu
membiarkan tanahnya tidak diurus, dan tanah itu dipergunakan oleh orang lain
terselenggaranya kepastian hak dalam arti sesuatu hak yang telah diterbitkan
berapa tjumlah luasnya. Sedang perlindungan hukum terhadap hak atas tanah adalah
apa yang disajikan dalam pendaftaran tanah dapat memberikan perlindungan hukum
ingin mengganggu.
kepentingan umum dan mendapat ganti rugi, dianggap telah sesuai dengan aturan
hukum yang berlaku. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah
No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
atas Tanah, yaitu: ”Dalam hal di atas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna
Usaha itu terdapat tanaman dan/atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya
berdasarkan alas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti
umum telah memenuhi Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No.
Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara, sebagaimana yang diatur Pasal 5 ayat 1
peraturan perundang-undangan”.
BAB V
A. Kesimpulan
1. Dalam pelaksanaan pelepasan tanah hak guna usaha PT. Perkebunan Nusantara II
tanah dimana PT. Hutama Karya bersama pemerintah Provinsi Sumatera Utara
adalah pengajuan pelaksanaan pengadaan tanah oleh PT. Hutama Karya kepada
terakhir adalah pelepasan hak objek pengadaan tanah dari PT. Perkebunan
Nusantara II kepada PT. Hutama Karya yang dilakukan dihadapan Kepala Kantor
kerugian.
2. Untuk penetapan ganti rugi lahan Milik PT. Perkebunan Nusantara II dalam
138
milik PT. Perkebunan Nusantara II dinilai berdasarkan bidang per bidang tanah.
tanaman, rumah dinas karyawan dan kantor perusahaan untuk menetapkan ganti
kerugian. Dalam hal bentuk ganti kerugian yang diterima, PT. Perkebunan
Nusantara II memilih ganti kerugian dalam bentuk uang, hal ini didasarkan pada
dimana didalam surat keputusan tersebut para pemegang saham lebih memilih
pemberian ganti rugi yang layak berdasarkan penilaian dari penilai yang ditunjuk
oleh panitia pengadaan tanah. Bentuk lain dari perlindungan hukum serta
penghormatan hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum
untuk menentukan dan menetapkan besarnya ganti rugi yang diberikan kepada
pemilik tanah. Selain itu, Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
B. Saran
penjelasan mengenai dasar penetapan nilai ganti kerugian. Dengan adanya aturan
dasar penetapan nilai ganti kerugian maka pemilik hak atas tanah dapat
hak atas tanah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum agar dilakukan
pengawasan terhadap pihak yang memerlukan tanah. Hal ini sangat diperlukan
agar dalam pelaksanaan pengadaan tanah yang dilakukan oleh instansi yang
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku:
Adi, Rianto, Metode Penelitian Sosial dan Hukum, Garanit, Jakarta, 2004.
Barata, Samadi Surya, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998.
Budiman, Arif, Teori Negara Kekuasaan dan Ideologi, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997.
Chomzah, Ali Ahmad, Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Seri
Hukum Pertanahan I, Jakarta, Prestasi Pustaka, 2002.
Friedmann, W., Teori dan Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Surabaya, Bina
Ilmu, 1987.
Hasan, Tholahah, Pertanahan Dalam Perspektif Agama Islam dan Budaya Muslim,
STPN, Yogyakarta, 1999.
Husein, Ali Sofwan, Konflik Pertanahan, Cet. 1, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
1997.
141
I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cetakan
Kedua, 1994.
Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994.
Mahendra, A.A. Oka, Menguak Masalah Hukum, Demokrasi Dan Pertanahan, Cet.
Ke-1. Jakarta, Pustaka Sinar Harapan. 1996.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta,
2005.
Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah Oleh Negara (Paradigma Baru Untuk
Reformasi Agraria), Yogyakarta, Citra Media, 2007.
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Cet. Ke IV, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.
Roosadijo, Marmin M., Tinjauan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda
Yang Ada Di Atasnya, Chalia Indonesia, Jakarta, 1997.
S, HR. Otje Salman. dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung,
2005.
Sitorus, Oloan dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,
Yogyakarta, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004.
Soimin, Soedhargo, Status Hak Dan Pembabasan Tanah, Jakarta, Sinar Grafika,
1994.
Subagyo, Joko P., Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta,
Jakarta, 1997.
Tukgali, Lieke Lianadevi, Fungsi Sosial Hak Atas Tanah Dalam Pengadaan Tanah
Untuk Kepentingan Umum, Cetakan Pertama, Jakarta, Kertas Putih
Communication, 2010.
Zein, Ramli, Hak Pengelolaan Dalam Sistem UUPA, Jakarta, Rineka Cipta, 2010.
Http://bpjt.pu.go.id/berita/pdf/penandatanganan-perjanjian-pengusahaan-jalan-tol-
ppjt-ruas-medan-binjai, diakses pada tanggal 29 Nopember 2016.
C. Peraturan Perundang-Undangan:
Undang-undang No. 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah Dan
Benda-Benda Yang Ada Diatasnya
Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
No. 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden No. 30 Tahun 2015 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan
Keempat Atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaran Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 5 Tahun 2012
Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6
Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan