TESIS
Oleh:
MUHAMMAD MAFTUHIN
NIM A2031181013
TESIS
Oleh:
MUHAMMAD MAFTUHIN
A2031181013
Oleh:
MUHAMMAD MAFTUHIN
A2031181013
Mengetahui
An. Ketua Program Studi
Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum UNTAN,
KEDUDUKAN TIM
NO NAMA TIM PENGUJI TANDA TANGAN
PENGUJI
Dr. Hj. Sri Ismawati, S.H.,M.Hum
Ketua Tim Penguji/
1 196610291992022001
Pembimbing I
Pembina Tk. I/Lektor Kepala/IV/a
H. Alhandiansyah, S.H.,M.Hum
Sekretaris Tim Penguji/
2 196909251996011001
Pembimbing II
Pembina /Lektor Kepala/IV/a
Dr.Ibrahim Sagio, S.H.,M.Hum
3 196203071988101001 Penguji I
Pembina Tk. I/Lektor Kepala/IV/a
Rachmawati, S.H.,M.H
4 196411041989032001 Penguji II
Pembina /Lektor Kepala/IV/a
Hj. Herlina, S.H.,M.H
5 196407031996012001 Penguji III
Penata Tk.I/Lektor/III/d
Mengetahui
An. Ketua Program Studi
Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan
Fakultas Hukum UNTAN,
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACT ................................................................................................... vi
3.1. Perlindungan Hak Kreditur Preferen Beritikad Baik Terhadap Obyek Jaminan
3.2. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Kreditur Preferen Beritikad Baik Terhadap
Obyek Jaminan Yang Dirampas Oleh Negara Terkait Dengan Tindak Pidana
Korupsi .............................................................................................. 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Kreditur Preferen merupakan kreditur yang memiliki hak istimewa. Hak istimewa
dapat diartikan sebagai hak kreditur untuk didahulukan dari pada kreditur lainnya karena
alasan yang sah menurut hukum seperti karena diperintahkan oleh undang-undang atau
Menurut Pasal 1134 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-
undang diberikan kepada seorang kreditur sehingga tingkatan kreditur tersebut lebih tinggi
dari pada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat tagihan kreditur tersebut.
Kreditur Preferen Yaitu Kreditur yang dapat menjual sendiri benda jaminan seolah-
olah tidak terjadi kepailitan, artinya para kreditur preferen tetap dapat melaksanakan hak-hak
Badrulzaman menyebutkan sebagai kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak
preferen dan kedudukannya sebagai kreditur separatis.1 Perbedaan antara hak dan kedudukan
kreditur yang piutangnya dijamin dengan hak atas kebendaan, yaitu haknya disebut preferen
memiliki hak yang terpisah dari kreditur preferen lainnya yaitu piutangnya dijamin dengan
hak kebendaan.2 Dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan kreditur
tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti ia dapat menjual benda sendiri
dan mengambil sendiri dari hasil penjualan yang terpisah dengan harta pailit pada
1
Mariam Darus Badrulzaman. Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia. (Bandung: PT. Citra Aditia
Bakti, 1991). Hal 1
2
Ibid
umumnya.3 Kreditur pemegang hak jaminan ini karena sifat pemilik suatu hak yang
dilindungi secara preferen dapat mengeksekusi seolah-olah tidak terjadi kepailitan karena
Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (selanjutnya disebut
Undang Undang Tipikor) dibuat tidak semata-mata bertujuan agar koruptor dijatuhi hukuman
yang menimbulkan efek jera terhadap pelaku korupsi, tetapi harus juga dapat mengembalikan
undangan, untuk saat ini setidaknya memuat tiga isu utama, yaitu pencegahan,
pemberantasan, dan pengembalian aset hasil korupsi (asset recovery). Amanat undang-undang
itu bermakna, pemberantasan korupsi tidak hanya terletak pada upaya pencegahan maupun
pemidanaan para koruptor saja, tetapi juga meliputi tindakan yang dapat mengembalikan
“kerugian” keuangan negara akibat dari tindak pidana korupsi. Kegagalan yang mungkin
terjadi dalam pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi, tentu saja tidak dapat
mengembalikan kerugian negara dan tidak dapat mengurangi rasa jera terhadap para koruptor.
tambahan melalui proses persidangan yang mana hakim selain menjatuhkan pidana pokok
yakni pidana mati, pidana penjara dan denda juga dapat menjatuhkan pidana tambahan yakni
Selain pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang Undang Hukum
a. Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau
barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak
3
Munir Fuady. Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1998). Hal 105
korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang
tersebut;
c. Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu)
tahun;
atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh
tindak pidana korupsi melalui jalur tuntutan pidana. Apabila penuntut umum dapat
membuktikan kesalahan terdakwa dalam melakukan tindak pidana tersebut dan aset aset yang
telah disita dalam perkara dimaksud merupakan hasil kejahatan tindak pidana korupsi. 4
Perampasan aset yang diduga kuat hasil tindak pidana korupsi di lakukan dengan
tindakan penyitaan oleh penyidik/kejaksaan untuk dijadikan barang bukti dan dimintakan
putusan kepada pengadilan tipikor untuk memutus bahwa aset tersebut hasil dari tindak pidana
Penyitaan dan perampasan yang dimaksud tidak terbatas pada aset yang masih dikuasai
atau atas nama terdakwa akan tetapi aset yang sudah dialihkan atau di jaminkan kepada pihak
ketiga juga dapat disita oleh pengadilan karena diduga hasil dari tindak pidana korupsi.
Problematika hukum muncul ketika penyitaan dan perampasan terhadap aset hasil
tindak pidana korupsi dilakukan terhadap aset yang sudah dijaminkan kepada pihak ketiga
4
Muhammad Yunus, 2013Merampas Aset Koruptor Solusi Pemberantasan Korupsi Di Indoesia,
Kompas, Jakarta, , hal. 162.
Pada keadaan sebagaimana diatas ada dua kepentingan yang saling bertolak belakang,
yang pertama kepentingan negara untuk merampas aset hasil tindak pidana korupsi sebagai
uang pengganti atas kerugian negara, yang kedua pihak ketiga atau kreditur preferen sebagai
pemegang jaminan kebendaan yang telah melakukan perbuatan hukum sesuai dengan undang
undang akan kehilangan hak preferennya diakibat tindakan penyitaan atau perampasan
Berangkat dari hal tersebut terdapat sengketa mengenai sita Obyek Hak Tanggungan.
Negeri Bitung diwakili Agustian Sunaryo, S.H., C.N., M.H., PLH melawan Toni Handani,
Branch Manager PT Bank Panin, Tbk, Kantor Cabang Utama Banjarmasin yang selanjutnya
disebut PT Bank Panin KCU Banjarmasin memilih domisili PT Bank Panin, Tbk Kantor
Cabang Utama Manado sebagai Termohon Kasasi dahulu Pelawan/Terbanding dan Mohamad
melakukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait Obyek
Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi yang tertuang di dalam
Adapun objek perkara adalah 1 (satu) unit rumah yang terletak di Kompleks
Perumahan Green Yakin Nomor 13 Jalan Ahmad Yani Km. 10,200 Banjarmasin, sesuai
dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 01347/Sungai Lakum atas nama Mohammad Hasan
Rahmat yang merupakan menantu dari Sdr. Subchan, S.E., yang merupakan terdakwa
dalam perkara tindak pidana korupsi sesuai dengan Keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yaitu putusan Pengadilan Tindak Pidana
Juli 2014 menyatakan bahwa rumah tersebut diperoleh dari hasil korupsi, sesuai dengan
pengakuan Sdr. Subchan, S.E. adapun amar putusannya antara lain menyatakan Sdr.
Subchan, S.E., telah dijatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, dan 1 (satu) unit
rumah permanen yang terletak di Komplek Perumahan Green Yakin Nomor 13, Jalan
01347/Sungai Lakum terakhir terdaftar atas nama Mohammad Hasan Rahmat tersebut
dirampas untuk Negara untuk dilelang dan uang hasil lelang barang bukti tersebut
Adapun permasalahanya adalah objek perkara tersebut telah di bebani hak tanggungan
yang diberikan oleh Mohammad Hasan Rahmat kepada Toni Handani, Branch Manager PT
Bank Panin, Tbk., Kantor Cabang Utama Banjarmasin, dalam kedudukannya dari dan oleh
karenanya mewakili untuk dan atas nama PT Bank Pan Indonesia, Tbk., disingkat PT Bank
Nomor 00376/2013 juncto Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 008/2013, tanggal 8
Januari 2013, yang dibuat oleh dan di hadapan Tati Yuliati, S.H., M.Kn., PPAT di Kabupaten
Banjar,
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka penulis mengemukakan masalah pokok
1. Bagaimana perlindungan hak kreditur preferen beritikad baik terhadap obyek jaminan
terkait dengan tindak pidana korupsi pada Putusan Mahkamah Agung Nomor
2701/K/Pdt/2017 ?
2. Bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan kreditur preferen beritikad baik
terhadap obyek jaminan yang dirampas oleh negara terkait dengan tindak pidana
korupsi?
1.3.Keaslian Penelitian
Karya ilmiah adalah hasil karya sendiri, kecuali jika disebutkan sumbernya dan
belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakan. Penelitian ini
pada dasarnya didasari oleh penelitian terdahulu dari beberapa tesis yang sejenis. Berikut
beberapa penelitian tersebut diuraikan dalam bentuk tabel untuk menguraikan perbedaan
tersebut :
Nama/
No Jenis karya ilmiah Judul Pembahasan dan Rekomendasi
Tahun
1.4.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perlindungan hak kreditur preferen beritikad baik terhadap obyek
jaminan setelah adanya putusan pengadilan terkait dengan tindak pidana korupsi.
2. Untuk mengetahui upaya hukum yang dapat dilakukan kreditur preferen beritikad baik
terhadap obyek jaminan setelah adanya putusan pengadilan terkait dengan tindak pidana
korupsi.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan ini adalah :
Secara teoritis, manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dalam penulisan tesis ini
antara lain :
perlindungan hak kreditur preferen beritikad baik terhadap obyek jaminan setelah
b. Sebagai referensi dan upaya untuk menelaah pengaturan perlindungan hak kreditur
preferen beritikad baik terhadap obyek jaminan setelah adanya putusan pengadilan
perlindungan hak kreditur preferen beritikad baik dan upaya apa yang bisa dilakukan
c. Peneliti, hasil dari penelitian ini sebagai bahan pertimbangan dan bahan studi untuk
Adapun dalam penelitian ini, Penulis menggunakan beberapa teori sebagai kerangka
acuan dalam penelitian. Teori yang digunakan adala Teori Negara Hukum sebagai Grand
Teori, Teori Hak Asasi Manusia sebagai Middle Teori dan Teori Perlindungan Hukum
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945 menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia negara hukum”. Negara hukum dimaksud
adalah negara yang menegakan supermasi hukum untuk menegakan kebenaran dan keadilan
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara Hukum ialah negara yang
berediri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan
merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan
sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia
agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian pula peraturan hukum yang
sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup
melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya pemegang hukum dan
keseimbangan saja. Kesusilaan yang akan menentukan baik tidaknya suatu peraturan undang-
manusia menjadi warga negara yang baik, karena dari sikapnya yang adil akan terjamin
Secara umum, dalam setiap negara yang menganut paham negara hukum, selalu
berlakunya tiga prinsip dasar, yakni supermasi hukum (supremacy of law), kesetaraan di
hadapan hukum (equality before the law), dan penegakan hukum dengan cara tidak
Prinsip penting dalam negara hukum adalah perlindungan yang sama (equal
protection) atau persamaan dalam hukum (equality before the law). Perbedaan
perlakuan hukum hanya boleh jika ada alasan yang khusus, misalnya, anak-anak yang di
bawah umur 17 tahun mempunyai hak yang berbeda dengan anak-anak yang di atas 17 tahun.
Perbedaan ini ada alasan yang rasional. Tetapi perbedaan perlakuan tidak dibolehkan jika
tanpa alasan yang logis, misalnya karena perbedaan warna kulit, gender agama dan
kepercayaan, sekte tertentu dalam agama, atau perbedaan status seperti antara tuan tanah dan
petani miskin. Meskipun demikian, perbedaan perlakuan tanpa alasan yang logis seperti ini
sampai saat ini masih banyak terjadi di berbagai negara, termasuk di negara yang hukumnya
before the law), di mana semua orang harus tunduk kepada hukum, dan tidak seorang pun
Istilah due process of law mempunyai konotasi bahwa segala sesuatu harus
dilakukan secara adil. Konsep due process of law sebenarnya terdapat dalam konsep hak-hak
(ordered liberty).
Konsep due process of law yang prosedural pada dasarnya didasari atas konsep
logis dan layak, yang harus dijalankan oleh yang berwenang, misalnya dengan kewajiban
membawa surat perintah yang sah, memberikan pemberitahuan yang pantas, kesempatan
yang layak untuk membela diri termasuk memakai tenaga ahli seperti pengacara bila
diperlukan, menghadirkan saksi-saksi yang cukup, memberikan ganti rugi yang layak dengan
proses negosiasi atau musyawarah yang pantas, yang harus dilakukan manakala berhadapan
dengan hal-hal yang dapat mengakibatkan pelanggaran terhadap hak-hak dasar manusia,
seperti hak untuk hidup, hak untuk kemerdekaan atau kebebasan (liberty), hak atas
kepemilikan benda, hak mengeluarkan pendapat, hak untuk beragama, hak untuk bekerja dan
mencari penghidupan yang layak, hak pilih, hak untukberpergian kemana dia suka, hak atas
privasi, hak atas perlakuan yang sama (equal protection) dan hak-hak fundamental lainnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan due process of law yang substansif adalah suatu
persyaratan yuridis yang menyatakan bahwa pembuatan suatu peraturan hukum tidak
boleh berisikan hal-hal yang dapat mengakibatkan perlakuan manusia secara tidak adil, tidak
Hak Asasi Manusia adalah hak fundamental yang tak dapat dicabut yang mana
karena ia adalah seorang manusia. , misal, dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika atau
Deklarasi Perancis. Hak Asasi Manusia yang dirujuk sekarang adalah seperangkat hak yang
dikembangkan oleh PBB sejak berakhirnya perang dunia II yang tidak mengenal berbagai
untuk tidak melindungi Hak Asasi Manusia yang bukan warga negaranya. Dengan
kata lain, selama menyangkut persoalan Hak Asasi Manusia setiap negara, tanpa
kecuali, pada tataran tertentu memiliki tanggung jawab, utamanya terkait pemenuhan Hak
Asasi Manusia pribadi-pribadi yang ada di dalam jurisdiksinya, termasuk orang asing
sekalipun. Oleh karenanya, pada tataran tertentu, akan menjadi sangat salah untuk
mengidentikan atau menyamakan antara Hak Asasi Manusia dengan hak-hak yang dimiliki
warga negara. Hak Asasi Manusia dimiliki oleh siapa saja, sepanjang ia bisa disebut sebagai
manusia. Hak Asasi Manusia bagian integral dari kajian dalam disiplin ilmu hukum
internasional memiliki kepedulian serius dan nyata terhadap isu Hak Asasi Manusia di
perlindungan Hak Asasi Manusia karena sifat dan watak Hak Asasi Manusia itu sendiri
negara yang sangat rentan untuk disalahgunakan, sebagaimana telah sering dibuktikan
1. Penindasan dan merampas hak rakyat dan oposisi dengan sewenang- wenang.
2. Menghambat dan membatasi kebebasan pers, pendapat dan berkumpul bagi hak
3. Hukum (aturan dan/atau UU) diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi.
4. Manipulatif dan membuat aturan pemilu sesuai dengan keinginan penguasa dan
Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
penyelenggaraan Negara di segala bidang harus didasarkan pada aturan hukum yang adil dan
pasti sehingga tidak didasarkan pada kepentingan ekonomi semata. Dalam hal ini setiap
warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan setiap warga negara berhak memperoleh
perlindungan hukum yang memadai. Selanjutnya dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesian Tahun 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama dihadapan hukum”, artinya pengakuan hukum, jaminan hukum, perlindungan hukum,
dan kepastian hukum yang diberikan kepada setiap warga Negara harus berdasarkan pada
Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum,
menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian- pengertian yang dapat timbul
dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti
perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai
oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum
terhadap sesuatu.
melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai
hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan dalam
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek- subyek hukum
dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu : 6
5
Soetijono, Rule Of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Universitas 11 Maret Surakarta, 2003, hlm.27
6
Philipus M. Hadjon. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 2007, hlm.63
undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan
sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai
dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk
yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam
terpenuhinya hak-hak dan kewajiban seseorang, baik itu kepada individu maupun kelompok.
Perlindungan hukum tersebut, menyangkut pula terhadap korban. Hal tersebut merupakan
bagian dari perlindungan kepada masyarakat sebagai konsekwensi logis dari teori kontrak
sosial (social contract argument) dan teori solidaritas sosial (social solidarity argument). 7
Pada dasarnya setiap warga negara sama kedudukannya dalam hukum. Setiap warga negara
sejalan dengan tujuan hukum secara umum, yaitu untuk menegakkan keadilan, sehingga
institusi sosial yang memiliki fungsi vital dalam kehidupan sosial. Roscoe Pounds
menyebutkan bahwa : Hukum itu adalah keseimbangan kepentingan, bahwa : hukum itu
7
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 54
kepentingan tersebut harus ditata sedemikian rupa agar tercapai keseimbangan yang
pemegang hak tanggungan terhadap objek jaminan yang disita pengadilan terkait kasus
korupsi
perampasan terhadap barang-barang yang terbukti dari hasil korupsi yang sementara
perbankan atau non perbankan sebagai pemegang Hak Tanggungan. Dengan adanya
perampasan tersebut hak-hak dari lembaga perbankan atau non perbankan berupa pelunasan
Tanggungan hanya mempunyai kedudukan yang kuat dan preferen bila diperhadapkan
dengan pihak swasta. Tapi apabila Undang-undang Hak Tanggungan berhadapan dengan
negara dalam hal ini Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka segala
Tanggungan didefinisikan sebagai hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan
8
Roscoe Pounds dalam Bernard L. Tanya, Teori Hukum ; Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi,
(Surabaya : CV.Kita, 2006) , hlm.36
satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
Tanggungan, yaitu UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Selain melaksanakan amanat
untuk memberi kepastian hukum bagi pihak- pihak yang berkepentingan dalam pemberian
kredit dengan membebankan hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah sebagai jaminan kredit serta untuk menciptakan unifikasi hukum jaminan hak atas
tanah. 9 Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi
kreditor untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk
dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitor cidera janji
dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas utang
debitor kepadanya10
Pada prinsipnya pemberian Hak Tanggungan dalam pemberian kredit pada lembaga
keuangan baik bank maupun non bank bertujuan untuk melindungi kreditor dalam rangka
yang telah disepakati disebabkan debitor tidak melaksanakan kewajiban tanpa alasan yang
dapat diterima oleh hukum. Adapun bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh debitor dapat
berupa 4 (empat) macam, yaitu: tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya,,
9
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta PT. Raja Grafindo Persada, 2004), halaman
105
10
Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria Jilid I,
(Jakarta, Djembatan, 2008), halaman 70
melaksanakan yang dijanjikannya tetapi tidak sebagaimana dijanjikan, melakukan apa yang
dilakukannya. Atau dapat dikatakan bahwa sama sekali tidak memenuhi prestasi , tidak
a. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidak jujuran;
b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan
sebagainya. 11
a. Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu badan.
b. Perbuatan itu bersifat melawan hukum. Melawan hukum disini diartikan secara formil
dan materiil. Unsur ini perlu dibuktikan karena tercantum secara tegas dalam rumusan
delik;
c. Perbuatan itu secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara
dan/atau perekonomian negara, atau perbuatan itu atau patut disangka oleh si pembuat
negara harus dibuktikan adanya secara objektif. Dalam hal ini hakim kalau perlu dapat
mendengar saksi ahli atau lebih dari satu orang untuk mengetahui kapan ada keadaan
11
Yunara, Edi, Korupsi & Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 2012)
halaman 135.
yang “merugikan” itu. Dari rumusan ini tampak bahwa delik ini merupakan delik
materil.12
Sebagaimana hal tersebut terdapat sengketa mengenai sita Obyek Hak Tanggungan.
Negeri Bitung diwakili Agustian Sunaryo, S.H., C.N., M.H., PLH melawan Toni Handani,
Branch Manager PT Bank Panin, Tbk, Kantor Cabang Utama Banjarmasin yang selanjutnya
disebut PT Bank Panin KCU Banjarmasin memilih domisili PT Bank Panin, Tbk Kantor
Cabang Utama Manado sebagai Termohon Kasasi dahulu Pelawan/Terbanding dan Mohamad
melakukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait Obyek
Hak Tanggungan yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Korupsi yang tertuang di dalam
Adapun objek perkara adalah 1 (satu) unit rumah yang terletak di Kompleks
Perumahan Green Yakin Nomor 13 Jalan Ahmad Yani Km. 10,200 Banjarmasin, sesuai
dengan Sertifikat Hak Milik Nomor 01347/Sungai Lakum atas nama Mohammad Hasan
Rahmat yang merupakan menantu dari Sdr. Subchan, S.E., yang merupakan terdakwa
dalam perkara tindak pidana korupsi sesuai dengan Keputusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yaitu putusan Pengadilan Tindak Pidana
Juli 2014 menyatakan bahwa rumah tersebut diperoleh dari hasil korupsi, sesuai dengan
pengakuan Sdr. Subchan, S.E. adapun amar putusannya antara lain menyatakan Sdr.
Subchan, S.E., telah dijatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, dan 1 (satu) unit
rumah permanen yang terletak di Komplek Perumahan Green Yakin Nomor 13, Jalan
12
Hartanti, Evi, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta, Sinar Grafika, 2009) Hlm, 20
01347/Sungai Lakum terakhir terdaftar atas nama Mohammad Hasan Rahmat tersebut
dirampas untuk Negara untuk dilelang dan uang hasil lelang barang bukti tersebut
a. Hak pemegang Hak Tanggungan Pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan
dimaksud Pasal 14 ayat (2), objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum
pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan Hak mendahulu dari pada
kreditor-kreditor lainnya.
pembuktian terbalik terbatas atau berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan
keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak, dan harta
benda setiap orang atau korporasi yang di duga mempunyai hubungan dengan perkara yang
kata “bersifat terbatas” di dalam memori Pasal 37 dikatakan, apabila terdakwa dapat
membuktikan dalilnya, “terdakwa tidak melakukan tindak pidana korupsi”. Hal itu tidak
berarti terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi, sebab penuntut umum,
1.7.Metode Penelitian
13
Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdana dan Korupsi di Indonesia, (Jakarta, Raih Asa
Sukses, 2011) halaman 183.
Metode penelitian berasal dari Methodos dan Logos. Metode yang artinya adalah cara
tepat untuk melakukan sesuatu dan logos yang artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi
metodologi artinya cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama
“Seluruh upaya untuk mencari dan menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau
jawaban yang tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan. Untuk
menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil penelitian yang cermat,
berketerandalan, dan sahih untuk menjelaskan dan menjawab permasalahan yang ada”. 15
Penelitian sebagai suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
metodologis dan konsisten karena melalui proses penelitian tersebut dilakukan analisis dan
penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian ini menitikberatkan pada kajian terhadap
asas-asas dan norma-norma hukum, terutama yang berkaitan langsung dengan Undang-
Undang jaminan, Tindak Pidana Korupsi dan Peraturan Pelaksanaannya, maupun asas-asas
dan norma-norma hukum yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan hal
tersebut.16
Sehubungan dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif maka
14
Cholid Narbuko, 2002, Metodologi Penelitian, Jakarta, Bumi Aksara, hlm. 1
15
Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 18
16
Soerjono Soekanto, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 14
1. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), dilakukan dengan
menelaah semua undang undang dan regulasi yang berhubungan dengan isu
hukum yang sedang ditangani. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu
dalam ilmu hukum penulis akan menemukan ide-ide yang melahirkan konsep
konsep hukum dan asas hukum yang relevan dengan permasalahan yang
dihadapi penulis dalam hal ini akan mempelajari dan menelaah doktrin pakar
dengan memperhatikan fakta materiil, berupa orang, tempat, waktu, dan segala
diperhatikan karena baik hakim maupun para pihak akan mencari aturan hukum
yang tepat untuk dapat diterapkan kepada fakta tersebut. Pendekatan kasus
dalam hal ini dengan melakukan analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung
Deskriptif yang dimaksudkan adalah penelitian yang dilakukan terhadap data primer,
sekunder, maupun tertier yang berhubungan dengan hak kreditur preferen beritikad baik
terhadap obyek jaminan yang terkait dengan tindak pidana korupsi, Selanjutnya dilakukanlah
Pada penelitian ini, penulis mengumpulkan dan mempelajari data-data hukum yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti. Data yang dipergunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang di kumpulkan melalui studi kepustakaan.
Data sekunder dapat digunakan sebagai landasan teori untuk menganalisis pokok-pokok
permasalahan yang menjadi topik utama dalam penelitian ini. Adapun terdapat 3 (tiga)
macam jenis data sekunder yang terdapat di dalam penelitian ini, meliputi:
c) Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum primer berupa
hasil penelitian dalam bentuk buku-buku yang ditulis oleh para ahli, artikel, karya ilmiah
17
Roni Hanitjo Soemitro, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 35
3. Bahan Hukum Tersier, yaitu petunjuk atau yang memberikan sebuah penjelasan
mengenai bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum dan
ensiklopedia.
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian,
karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik
pengumpulan data tersebut, maka seorang peneliti tidak akan mendapatkan data, yang
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
Studi Kepustakaan (Library Research). Sebagaimana yang telah dijelaskan oeh Mukti Fajar
dan Yulianto Achamd, bahwa “Teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif
dilakukan dengan studi pustaka terhadap bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer,
Dalam suatu penelitian sebelumnya perlu disusun secara sistematis kemudian akan
dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatif. Kualitatif
berarti akan dilakukan analisa data yang bertitik tolak dari penelitian terhadap asas atau
Semua data sekunder yang diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research)
kemudian disusun secara berurutan dan sistematis dan selanjutnya dianalisa dengan
gejala dan fakta yang terdapat dalam masalah yang akan diteliti. Selanjutnya ditarik
kesimpulan dengan metode deduktif, yaitu cara berfikir yang dimulai dari hal-hal yang umum
untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan
18
Sugiono, 2015, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta, hlm. 224
19
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, hlm. 157
pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari: Latar Belakang yang menggambarkan pemikiran dasar dari
topik yang akan dikaji, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Teoritik terdiri atas Teori Negara Hukum, Teori Hak Asasi Manusia, Teori
Bab ini diuraikan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang disesuaikan
BAB IV PENUTUP
Bab ini penulis menguraikan kesimpulan mengenai masalah yang sudah di jawab
20
Soerjono Soekanto, 1998, Metodologi Research, Yogyakarta, Andi Offse, hlm. 25
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
Kewajiban Pembayaran Utang adapun pengertian kreditur adalah adalah orang yang
muka pengadilan21Namun dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004
memberikan defenisi yang dimaksud dengan kreditur dalam ayat ini adalah baik
pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki
Selain itu adapun pengertian lain kreditur dan debitur yaitu Kreditur adalah
pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena
perjanjian atau undang-undang.17 Debitur adalah orang atau badan usaha yang
21
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
22
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang
memilki hutang kepada bank atau lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau
undang-undang.23
Dalam konsepsi hukum perdata dikenal tiga jenis kreditur, yaitu kreditur
preferen, separatis dan konkuren. Jenis kreditur ini ditentukan berdasarkan pada jenis
utang ataupun jenis jaminannya. Dalam KUH Perdata,istilah macam macam kreditur
tidak disebutkan, Namun jenis-jenis kreditur muncul dalam literatur yang berkaitan
a. Kreditor Preferen
Menurut Pasal 1134 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak yang oleh
tersebut lebih tinggi dari pada kreditur lainnya, semata-mata berdasarkan sifat tagihan
kreditur tersebut.
dalam Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUH Perdata. Menurut Pasal 1139 piutang-piutang
melelang suatu benda bergerak maupun tidak bergerak. Biaya ini dibayar dari
pendapatan penjualan benda tersebut terlebih dahulu dari semua piutang lainnya
yang diistimewakan, bahkan lebih dahulu pula dari pada gadai dan hipotik;
23
Riduan Tobink dan Bill Nikholaus, 2003. “Kamus Istilah Perbankan”, Atalya Rileni Sudeco,
Jakarta. Hal .118
4. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang;
5. Biaya untuk melakukan pekerjaan pada suatu barang, yang masih harus dibayar
6. Apa yang telah diserahkan oleh seorang pengusaha rumah penginapan sebagai
8. Apa yang harus dibayar kepada tukang batu, tukng kayu dan lain-lain tukang
asal saja piutangnya tidak lebih tua dari tiga tahun dan hak milik atas persil yang
9. Penggantian serta pembayaran yang harus dipikul oleh pegawai yang memangku
diistimewakan atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya adalah
penyelesaian suatu warisan, biaya-biaya ini didahulukan dari pada gadai dan
hipotek;
4. Upah para bururh selama tahun yang lalu dan upah yang sudah dibayar dalam
penghabisan;
7. Piutang anak-anak yang belum dewasa dan orang-orang yang terampu terhadap
Menurut Frieda Husni Hasbullah didalam bukunya Hukum Kebendaan Perdata Dalam
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh kreditor, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas
utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditor untuk mengambil pelunasan
pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan
c) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya
24
Frieda Husni Hasbullah, 2005,Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan), Jakarta:
Ind-Hil- Co, hlm. 17.
3. Hak Tanggungan ( Pasal 6 dan Pasal 20 ayat (1) huruf b UUHT) : Pasal 6 :
“Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak
untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
Penjelasan Pasal 6 :
Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah
satu perwujudan dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh pemegang Hak
Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari
satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut didasarkan pada janji yang diberikan
oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang Hak
Tanggungan berhak untuk menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum
tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan dan selanjutnya
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan itu lebih dahulu daripada
kreditor-kreditor yang lain. Sisa hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak
Tanggungan.
a) hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual
melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan
4. Resi Gudang Pasal 1 angka 9 (UU No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
jaminan yang dibebankan pada Resi Gudang untuk pelunasan utang, yang
1. Harus dituntut,artinya pemegang hak istimewa ini jika tinggal diam maka
kebendaan;
5. Preferen berpindah kepada ahli waris kreditor. Kreditor preferen terdiri dari
tertentu milik debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 1139 BW,dan kreditor
b. Kreditor Separatis
pernyataan pailit debitor, artinya hak-hak eksekusi mereka tetap dijalankan seperti
25
Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy,Op.Cit., h. 26
tidak terkenaakibat putusan pernyataan pailit debitor,artinya hak-hak eksekusi
kedudukan kreditor tersebut memang dipisahkan dari kreditor lainnya, dalam arti
bahwakreditor separatis dapat menjual serta mengambil sendiri dari hasil penjualan
yangterpisah.27 Sedangkan menurut Sri Soedewi, hak kreditor separatis atas para
danmudah, tidak terpengaruh dengan adanya kepailitan.28 Dalam BW pada Pasal 1134
ayat (2) diatur pula mengenai klasifikasi kreditor separatis yaitu kreditor pemegang
Tanah);
c. Kreditor Konkuren
26
Ivida Dewi Amrih dan Herowati Poesoko,Hak Kreditor Separatis dalam Mengeksekusi Benda Jaminan
Debitor Pailit, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2011, h.101
27
Munir Fuady,Jaminan Fidusia, CitraAditya Bakti, Bandung, 2000, h. 97
28
ri Soedewi Masjshoen sofyan,Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum jaminan dan Jaminan
Perorangan, Liberty, Yogyakarta 1980, h.77-78
29
Man S. Sastrawidjaja,Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban PembayaranUtang,Alumni, Cetakan ke-3,
2014, h.127
memperolehpembayaran dari hasil lelang, sehingga keududukannya pun tidak
separatis dan kreditor preferen sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 jo.Pasal 1132
dikarenakan kreditor konkuren adalah kreditor yang tidak diistimewakan dan atau
piutang dari kreditor konkuren merupakan piutang yang masuk dalam boedel pailit
apabila debitor dinyatakan pailit oleh para krediturnya. Serta pelunasannyapun harus
menunggu dari hasil sisa pelunasan atau pelelangan harta pailit dan sisapelunasan
membayar piutang kepada para kreditor pemegang hak jaminan danpara kreditor
masing-masing kreditor konkuren tersebut (berbagi secara pari passu pro rata
parte).31
memiliki tagihan kepada pihak lain (pihak kedua) atas properti atau layanan jasa yang
bahwa pihak kedua tersebut akan mengembalikan properti yang nilainya sama atau
jasa.32
Dalam hal membuat perjanjian ada satu asas yang harus dipatuhi bersama,
yaitu asas itikad baik sebagai landasan pembuatan perjanjian. Pasal 1338 Ayat (3)
30
Trisadini Prasastinah Usanti dan Leonora Bakarbessy,Op.Cit., h. 7
31
Sutan Remy Sjahdeini,Hukum Kepailitian, Grafiti, Jakarta, 2010, h. 6-7
32
https://id.wikipedia.org/wiki/Kreditur
Adapun pengertian itikad baik (good faith) dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Black’s Law Dictionary memberikan pengertian itikad baik adalah:“in or with good
faith; honestly, openly, and sincerely; without deceit or fraud.Truly; actually; without
simulation or pretense”33.
membuat suatu perjanjian berarti kejujuran. Orang yang beritikad baik menaruh
kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak
kesulitan-kesulitan”.34
Menurut Wirjono Prodjodikoro, membagi itikhad baik menjadi 2 macam yaitu :35
1. Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Iktikad baik di sini
diperlukan bagi dimulai hubungan hukum telah dipenuhi. Dalam konteks ini hukum
memberikan perlindungan kepada pihak yang beritikad baik, sedang bagi pihak yang
tidak beritikad baik (te kwader trouw) harus bertanggung jawab dan menanggangung
resiko. Itikad baik semacam ini dapat disimak dari ketentuan Pasal 1977 (1) BW dan
Pasal 1963 bw, dimana terkait dengan salah satu syarat untuk memperoleh hak milik
atas barang melalui daluwarsa. Itikhad baik ini bersifat subjektif dan statis.
dalam hubungan hukum itu. Pengertian itikad baik semacam ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 1338 (3) BW adalah objektif dan dinamis mengikuti situasi sekitar
perbuatan hukumnya. Tititk berat itikhad baik di sin terletak pada tindakan yang akan
dilakukan oleh kedua belah pihak, yaitu tindakan sebagai pelaksana sesuatu hal.
33
Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, 8th edition, ThomsonWest, St. Paul, hal. 713.
34
Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2009).
35
Prodjodikoro Wirjono, 1992. Asas-asas Hukum Perdata,Sumur, Bandung H.56-62
Berdasarkan Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) itikhad baik hendaknya diartikan sebagai :36
b) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat dihadapan pejabat, para
pihak dianggap beritikad baik (meskipun ada juga pendapat yang menyatakan
keberatannya).
c) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik
terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam
kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam
Para pihak yang sedang berada dalam tahap pra kontraktual dan sedang
kewjiban yang didasarkan pada itikad baik (kepatutan), kewajiban itu adalah:
obyek/perjanjian itu, yang dapat membantu kreditur untuk mengambil keputusan untuk
jaminan tersebut apakah ada cacatnya atau tidak, apakah ada rencana pemerintah yang
36
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 1981. Simposium Hukum Perdata Nasional,Kerjasama
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 21-23
Desember 1981.
37
Wiryono Prodjodikoro II, Op.Cit,hal. 70
Berdasarkan ketentuan Pasal 8 dan penjelasan Pasal UU Perbankan, Bank wajib
debitur beritikad baik dan mempunyai kemampuan untuk membayar, bank wajib
memperhatikan syarat yang disebut “the 5 C’s analysis of credit”, antara lain collateral
atau jaminan.
Obyek jaminan kebendaan adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, mudah
diuangkan, yang diikat dengan janji yang dijadikan jaminan untuk pembayaran
hutang debitur, sehingga apabila terjadi ingkar janji atau kredit macet, maka benda
tersebut telah tersedia untuk sewaktu-waktu dapat dicairkan. Benda yang dapat menjadi
obyek perjanjian jaminan adalah benda dalam perdagangan dapat berupa benda
tanah dan benda bukan tanah baik yang tetap maupun yang bergerak. Mengingat fungsi
jaminan secara yuridis adalah adanya kepastian hukum bagi pelunasan hutang debitur atau
pelaksanaan suatu prestasi maka jelas sekali benda yang dapat dijaminkan itu harus dapat
diuangkan dengan kata lain mempunyai nilai ekonomi. Dalam perjanjian yang sifatnya
bertimbal balik, jaminan dapat diminta oleh pihak yang memiliki piutang untuk
Para pihak hanya perlu memperhatikan bahwa prosedur pemberian jaminan haruslah
benar, agar hak kebendaan yang dimiliki kreditur benar-benar telah timbul.Secara umum
syarat-syarat ekonomis yang harus dipenuhi dari jaminan perkreditan antara lain benda
jaminan mempunyai nilai ekonomis artinya dapat diperjual belikan secara umum dan secara
bebas, dan harus mudah dipasarkan tanpa harus mengeluarkan biaya pemasaran yang
berarti. Nilai benda jaminan lebih besar dari jumlah kredit yang diberikan, dan harus
konstant bahkan lebih baik kalau nilainya juga dapat meningkat di kemudian hari. Secara
fisik jaminan tersebut tidak cepat rusak, lusuh, sebab akan mengurangi nilai ekonomisnya
dan mempunyai manfaat ekonomis dalam jangka waktu kredit yang dijaminnya. Kalau
objek jaminan berupa tanah dan bangunan kondisi dan lokasi benda jaminan tersebut
cukup strategis (dekat dengan pasar atau fasilitas umum).Syarat yuridis yang harus
dipenuhi dari suatu benda jaminan adalah bahwa benda tersebut harus betul- betul
milik calon debitur atau pihak penjamin, hal tersebut dengan memiliki tanda bukti
pemilikan berupa sertipikat atas nama debitur. Benda jaminan tidak berada dalam
persengketaan dengan pihak ketiga dan berada dalam kekuasaan calon debitur sendiri
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa belanda yaitu Zekerheid atau
Cautie. Zekerheid atau Cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin
barangnya. Sementara istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidsrechten atau
Security law. Dalam literatur juga ditemukan istilah Zakerheidsrechten yang bisa juga
pasal 1131 KUH Perdata dan penjelasannya pasal 8 Undang-undang No. 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
namun dalam kedua peraturan tersebut tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan
jaminan. Tetapi dapat diketahui bahwa suatu jaminan itu berhubungan dengan
permasalahan utang, yang mana didalam perjanjian pinjam- meminjam uang pihak kreditur
meminta kepada debitur agar menyediakan jaminan berupa sejumlah harta kekayaan untuk
pelunasan utang, yang apabila pihak debitur tidak melunasi utang dalam waktu
yang diperjanjikan.
38
Anton Suyanto, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui Eksekusi Jaminan Hak
Tanggungan Tanpa Proses Gugatan Pengadilan,(Jakarta : Kencana, 2016), h.81
Sutan Remy Sjahdeini berpendapat didalam buku Djoni S.Gazali, Rachmadi Usman
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan yang diberi arti “keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit
Dalam pengertian selama ini sudah menjadi milik masyarakat umum bahwa
jaminan (pemberian) kredit itu merupakan alternatif terakhir dari sumber pelunasan kredit
dalam hal kredit tidak dapat dilunasi oleh nasabah debitur dari kegiatan usahanya karena
kegiatan usahanya itu mengalami kesulitan untuk menghasilkan uang. Dengan diberikan
pengertian “jaminan (pemberian) kredit” sama dengan “keyakinan bank atas kesanggupan
debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”, maka arti dari “jaminan
(pemberian) kredit” itu telah bergeser, sehingga tidak sesuai lagi dengan pengertiannya yang
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, bahwa berdasarkan ketentuan
dalam pasal ini ialah bank bisa saja memberikan kredit kepada siapapun yang
dikehendakinya, asalkan kayakinan bank atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Jadi, artinya bahwa kredit dapat
diberikan walaupun tanpa disertai dengan agunan atau jaminan tambahan asalkan bank
Nilai dari suatu jaminan yang diberikan kepada kreditur biasanya melebihi dari nilai
kredit, hal tersebut dilakukan oleh pihak kreditur agar ia terlindungi dari kerugian.40 Jadi,
ketika terjadi kemacetan kredit maka pihak bank dapat mempergunakan atau menjual
39
Djoni S. Ghozali, Rachmadi Usman, “Hukum Perbankan” (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), h.280
40
Kasmir, Manajemen Perbankan (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2004), h.80
jaminan kredit tersebut untuk membayar atau menutupi kredit yang macet. Tujuan dari
jaminan kredit disini untuk melindungi pihak bank dari nasabah yang nakal, sebab hanya
sedikit nasabah yang mampu tapi tidak membayar kreditnya. Intinya bahwa jaminan kredit
disini merupakan terikatnya pihak debitur kepada kreditur dengan utang yang dimiliki dengan
Perlunasan utang dengan jaminan itu ialah dengan cara lelang seperti yang telah
ditetapkan oleh peraturan yang berlaku, dan apabila terdapat sisa dari lelang tersebut maka
Pada prinsipnya barang jaminan itu harus milik debitur, tetapi didalam Undang-
undang juga memperbolehkan barang milik pihak ketiga dipergunakan sebagai jaminan,
utang debitur.41
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa jaminan merupakan suatu
perlunasan utang oleh debitur kepada kreditur apabila dikemudian hari terjadi kemacetan
pembayaran utang debitur dengan sejumlah harta kekayaan milik debitur sesuai dengan
Menurut Salim HS, hukum jaminan adalah kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan
jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.42 Unsur-unsur yang tercantum didalam defenisi
macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis kaidah hukum jaminan tidak tertulis.
Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah- kaidah hukum yang terdapat dalam
41
Gatot Supramono, Op.cit. h. 196
42
Anton Suyanto, Op.Cit, h.
Peraturan Perundang-undangan, Traktat, dan Yurisprudensi. Adapun kaidah hukum
tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan
berkembang dalam masyarakat .hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang
jaminan. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang
jaminan dari pemberi jaminan. Penerima jaminan disini berupa orang atau badan
hukum, badan hukum merupakan lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat
c. Adanya jaminan
material dan imaterial. Jaminan material merupakan jaminan yang berupa hak-hak
kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan
mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberi kredit
merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga
jaminan dan bungan. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan
Dalam suatu pinjaman uang biasanya tidak lepas dari adanya jaminan utang,
Salah satu fungsi dari adanya jaminan kredit ialah sebagai pengaman bagi
pihak kreditur untuk mendapatkan kembali kredit yang diberikan kepada debitur.
Dengan adanya jaminan kredit maka pada saat debitur cidera janji maka pihak
kreditur dapat melakukan pencairan terhadap jaminan kredit yang diberikan, hal ini
disebabkan karena ketika kredit tidak dilunasi baik keseluruhan maupun sebagian
merupaka kerugian bagi pihak kreditur. Jadi, sepanjang debitur tidak cidera janji dan
melunasi semua utangnya maka tidak akan menjadi masalah terhadap harta jaminan
tersebut dan akan dikembalikannya kembali jaminan itu menurut perjanjian yang telah
disepakati.
diperjanjiakan maka pihak kreditur tidak akan takut akan kehilangan harta yang
dijadikan sebagai jaminan utang. Hal ini akan memberikan motivasi kepada pihak
43
Op.Cit, M. Bahsan
pemberian tambahan fasilitas kredit, penilaian terhadap jaminan kredit dalam rangka
mengatur tentang jaminan maupun kajian tentang terhadap berbagai literatur tentang
1. Asas Publicitet
Yaitu asas bahwa semua hak baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek
harus didaftarkan. Pendaftaran tersebut agar pihak ke-tiga dapat mengetahui bahwa
fidusia pada Kantor Dapartemen Kehakiman Dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan didepan Pejabat Pendaftar dan Pencatat
2. Asas Specialitet
Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat
dibebankan atas percil atau asas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang-
tertentu;
Yakni asas dapat dibaginya utang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya
hak tanggungan, hak fidusia, hipotek, dan gadai walaupun telah dilakukan
pembayaran sebagian;
4. Asas Inbezittstelling
5. Asas Horizontal
Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hak ini dapat
dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.
1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah, adalah :
“Hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut hak tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak
tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dapat
diketahui bahwa pada dasarnya suatu hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan
pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa Hak-Hak Atas
Tanah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria.44
44
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan (Jakarta : Penerbit Kencana Prenada Media Group,
2005), hal.13.
Hak tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat dan mampu
memberikan kepastian hukum bagi para pihak, mempunyai dengan ciri-ciri sebagai berikut
:45
(kreditor tertentu)
dalam Penjelasan Umum angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, yaitu :
“Bahwa jika debitur cidera janji, maka kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak
Ciri ini dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah droit de preference.
2. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan di tangan siapapun objek itu berada.
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah menyatakan bahwa
hak tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut
berada,14 sehingga hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek hak
tanggungan itu beralih ke pihak lain oleh sebab apa pun juga. Asas yang disebut droit
pelunasan dari hasil penjualan atas tanah -penguasaan fisik- atau Hak Atas Tanah -
penguasaan yuridis, yang menjadi objek hak tanggungan bila debitor wanprestasi,
45
Undang-Undang Hak Tanggungan, Op. Cit., Penjelasan Umum Angka 3.
sekalipun tanah atau hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan itu dijual oleh
3. Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga
Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sedangkan asas publisitas diterapkan
tersebut merupakan syarat mutlak untuk lahirnya hak tanggungan tersebut dan
merupakan hak jaminan atas tanah yang mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Apabila debitor wanprestasi tidak perlu ditempuh cara gugatan perdata biasa yang
memakan waktu dan biaya. Bagi kreditor pemegang hak tanggungan disediakan cara-
cara khusus, sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Menurut Prof. Ny. Arie S. Hutagalung, S.H., MLI. Dengan ciri-ciri tersebut
diatas, maka diharapkan sektor perbankan yang mempunyai pangsa kredit yang
paling besar dapat terlindungi dalam menyalurkan dana kepada masyarakat dan secara
tidak langsung dapat menciptakan iklim yang kondusif dan lebih sehat dalam
46
Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tangungan Azas-Azaz Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi
oleh Perbankan, Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan (Bandung : Alumni, 1999), hal.8.
47
Undang-Undang Hak Tanggungan, Op. Cit., ps. 13 Ayat (1)
48
Arie. S. Hutagalung, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan ekonomi, Suatu Kumpulan Karangan,
Cetakan Kedua, (Depok : Badan Penerbit Fakultas Hukum Uniersitas Indonesia, 2002), hal.255.
Disamping memiliki empat ciri di atas Hak Tanggungan juga mempunyai
Maksud dari hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi, yaitu hak tanggungan
membebani secara utuh objeknya dan setiap bagian dari padanya49. Pelunasan
sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian objek dari beban hak
tanggungan. Hak tanggungan yang bersangkutan tetap membebani seluruh objek untuk
sisa utang yang belum dilunasi. Akan tetapi seiring berkembangnya kebutuhan akan
suatu proyek perumahan atau rumah susun ingin diadakan pemisahan. Apabila
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah akan menyulitkan penjualan rumah atau satuan rumah
susun yang telah dibangun tersebut. Oleh karenanya untuk mengatasi permasalahan,
maka ketentuan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
dibebankan pada beberapa Hak Atas Tanah dan pelunasan utang yang dijamin
dilakukan dengan angsuran sebesar nilai masing- masing Hak Atas Tanah yang
merupakan bagian dari objek hak tanggungan yang akan dibebaskan dari hak
tanggungan tersebut. Dengan demikian hak tanggungan hanya akan membebani sisa
49
Undang-Undang Hak Tanggungan, Op. Cit., Penjelasan Pasal 2 Ayat (1).
objek untuk sisa hutang yang belum dilunasi. Agar hal ini dapat berlaku, maka harus
kreditor, oleh karena itu hak tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu
tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang
dijamin pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin
2. Objek Hak Tanggungan dalam UUHT diuraikan bahwa tidak semua hak
atas tanah dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Hak-hak atas tanah yang
52
dapat dibebani Hak Tanggungan hanyalah Hak-Hak Primer
50
Undang-Undang Hak Tanggungan, Op. Cit., Pasal 2 Ayat (2)
51
Boedi Harsono, Op.Cit., hal.423.
52
Muljadi & Widjaja. Perikatan yang lahir dari perjanjian. Jakarta : Raja Grafindo Persada 2002,Hlm 19
Hak Atas Tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan hanyalah hak atas
a. Hak Milik;
Sesuai dengan sifat Accecoir dari Hak Tanggungan, maka pembebanan Hak
piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan yang
dituangkan di dalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang
yang bersangkutan.
dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh PPAT sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta pemindahan Hak Atas Tanah dan akta
lain dalam rangka pembebanan Hak Atas Tanah, sebagai bukti perbuatan hukum tertentu
53
Purnamasari, Irma devita. Hukum jaminan perbankan. Bandung : Kaifa, 2011 Hlm, 41
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio atau corruptus yang disalin ke
berbagai bahasa. Misalya di salin ke dalam bahasa inggris menjadi corruption atau corrupt,
dalam bahasa prancis menjadi corruption dan dalam bahasa belanda disalin menjadi
corruptive (korruptie). Agaknya dari bahasa belanda itulah lahir kata korupsi dalam bahasa
Indonesia.54 Corruptie yang juga disalin menjadi corruptien dalam bahasa belanda itu
mengandung arti perbuatan korup, penyuapan.55 Secara harfiah istilah tersebut berarti segala
macam perbuatan yang tidak baik, seperti yang dikatakan Andi Hamzah sebagai kebusukan,
kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.56 Sebagai pengertian yang
buruk, busuk, rusak, kebejatan moral, kelakuan yang menyimpang, penyuapan, hal itu juga
dapat dijumpai dalam kamus Engels woordenboek oleh F. Prick van Welly yang
memang mengasosiasikan korupsi sebagai penggelapan uang (milik Negara atau kantor) dan
menerima suap dalam hubunnganya dengan jabatan atau pekerjaan, alaupun dari sudut
syarat/unsur yang harus dipenuhi bagi suatu tingkah laku agar dapat dikualifikasikan sebagai
salah satu dari tindak pidana korupsi sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang.57
1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan Negara atau
perekonomian Negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
54
Andi Hamzah, 1991, Korupsi di Indonesia, Jakarta, Sinar Grafika, hlm. 7. Dikutip dari Adami Chazawi, 2016,
Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 1.
55
S. wojowasito, 1999, kamus umum belanda Indonesia, Jakarta, PT. Ichtiar baru, hlm. 128.
56
Andi Hamzah dalam Ibid.
57
Ibid
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan
2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
Rumusan tindak pidana korupsi pada pasal 2 ayat (1) UU Pemberantasan Tindak
melawan hukum mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat,
maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Memperhatikan perumusan ketentuan tentang tindak
pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, dapat
diketahui bahwa unsur melawan hukum dari ketentuan tindak pidana korupsi tersebut
merupakan sarana untuk melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
korporasi. Sedangkan yang dimaksud dengan merugikan adalah sama artinya dengan menjadi
rugi atau menjadi berkurang, sehingga dengan demikian yang dimaksudkan dengan unsur
merugikan keuangan negara adalah sama artinya dengan menjadi ruginya keuangan negara
oleh pejabat yang tujuannya untuk memperkaya diri sendiri atau korporasi dan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa, pengembalian ialah
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pusat Bahasa diartikan sebagai menanggung atau
oleh penyalahgunaan wewenang atau kesempatan atau sarana yang ada pada seseorang
Pengembalian Kerugian Keuangan Negara telah diatur dengan 4 (empat) cara yang
1. Perampasan Barang
Perampasan barang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Perampasan barang ini dilakukan apabila terpidana tidak melaksanakan
58
Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, Jakarta: Gramedia,
Hlm.661
59
Jawade Hafidz Arsyad, 2017, op.cit, Hlm 174
Dalam Undang-undang tindak pidana korupsi yang pernah berlaku di Indonesia,
penerapan uang pengganti pertama kali terdapat dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1971. Menurut undang undang tersebut, pembayaran uang pengganti harus sama seperti
uang pengganti, pasalnya dalam undang-undang tersebut tidak menentukan kapan batas
waktu pembayaran uang pengganti tersebut, sehingga pada Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 dimuat batas maksimal pembayaran uang pengganti tersebut. Pembayaran uang
Pengganti diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
Pada dasarnya terdapat 2 (dua) model pembebanan yang selama ini diterapkan oleh
hakim yang memutus perkara korupsi untuk mengembalikan kekayaan negara yang telah
a. Pembebanan Tanggung-Renteng
hukum perdata, adalah cara terjadinya suatu perikatan dengan jumlah subjek yang banyak.
Dalam konteks hukum perdata, dikenal ada 2 (dua) bentuk tanggung-renteng yakni aktif dan
pasif. Tanggung-renteng dapat dikatakan aktif apabila jumlah pihak yang berpiutang
(kreditur) lebih dari satu, dan sebaliknya, tanggung-renteng pasif terjadi apabila jumlah pihak
yang berutang (debitur) lebih dari satu. Dengan model tanggung-renteng, majelis hakim
dalam putusannya hanya menyatakan para terdakwa dibebani pidana uang pengganti sekian
Majelis Hakim sama sekali tidak menghiraukan bagaimana cara para terdakwa
mengumpulkan sejumlah uang pengganti tersebut, entah itu ditanggung sendiri oleh salah
satu terdakwa atau urunan dengn porsi tertentu. Sesuai dengan spirit yang melatarbelakangi
konsep pemidanaan uang pengganti, negara hanya peduli bagaimana uang negara yang telah
majelis hakim dalam amarnya secara definitif menentukan berapa besar beban masing-
masing terdakwa. Penentuan jumlah uang pengganti tersebut didasarkan pada penafsiran
hakim atas kontribusi masing-masing terdakwa dalam tindak pidana korupsi terkait.60
3. Pidana Denda
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Denda adalah hukuman yang berupa
keharusan membayar dalam bentuk uang (karena melanggar aturan, undang-undang, dan
sebagainya)61
Jenis pidana denda berbeda dengan jenis pidana lainnya karena pidana selain denda
merupakan pidana perampasan kemerdekaan. Dan ditujukan pada jiwa orang, sedangkan
pidana denda ditujukan pada harta benda si terpidana. Dalam tindak pidana korupsi pidana
denda merupakan pidana wajib dan tidak dapat digantikan dengan jenis pidana lainnya.62
Pada umumnya penerapan pidana uang pengganti dengan pidana denda dilakukan
bersamaan. Pidana uang pengganti digunakan untuk mengembalikan seluruh asset negara
yang hilang, sedangkan pidana denda diterapkan sebagai bentu hukuman tambahan bagi
pelaku tindak pidana korupsi yang apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana
kurungan.
Gugatan perdata sangat perlu dilakukan. Jaksa sebagai pengacara negara perlu
memperbanyak gugatan secara perdata kalau syarat-syarat untuk melakukan gugatan perdata
60
Guntur Rambey, 2016, “Pengembalian Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi Melalui
Pembayaran Uang Pengganti dan Denda”, Volume 1 No. 1, Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara, hlm. 152
61
Internet, 23 Agustus 2020, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/denda
62
Bambang Hartono, 2011, “Analisi Pidana Ganti Kerugian (Denda) Dalam Tindak Pidana Korupsi”,
Volume 2 No. 1, Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, hlm. 3.
memang sudah cukup terpenuhi. Gugatan yang dilakukan jaksa sebagai pengacara negara
tentunya tidak sekedar hanya untuk memenuhi unsur menggugat, akan tetapi juga harus
2001 telah diatur pula kemungkinan penggunaan gugatan perdata, yakni dalam Pasal 32,
Pasal 33, Pasal 34 dan Pasal 38 huruf c, dalam hal terdakwa atau tersangka meninggal dunia
atau tidak bisa dilanjutkannya penuntutan karena tidak cukup bukti meskipun sudah terdapat
kerugian negara30
Gugatan perdata perlu ditempatkan sebagai upaya hukum yang utama di samping
upaya secara pidana, bukan sekedar bersifat fakultatif atau komplemen dari hukum pidana,
63
Desky Wibowo, “Pengembalian Aset Negara Melalui Gugatan Perdata dalam Tindak Pidana
Korupsi”, hlm. 4-5.
BAB III
Jika memperhatikan rumusan pasal 1134 Kuhperdata, dan undang undang lembaga
jaminan (Fidusia, Hak Tanggungan Dan Resi Gudang) Penulis memformulasikan hak
1. Hak yang diberikan oleh undang undang baik itu didalam Kuhperdata maupun diluar
Kuhperdata
Salah satu lembaga jaminan yang memberikan hak preferen kepada pemegangnya
(kreditur) ada pada undang undang Nomor 4 tahun 1996 tentang tentang Hak Tanggungan
atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT).
Hak tanggungan merupakan perjanjian accessoir atau bisa juga disebut perjanjian tambahan
dari perjanjian utang piutang atau perjanjian pokok. Perjanjian tambahan tersebut
UUHT telah memberikan hak preferen terhadap kreditur pemegang jaminan hak
tanggungan berupa kepastian dalam eksekusi jaminan dan diutamakan dalam pelunasan
hutang apabila debitur cidera janji atau wanprestasi. akan tetapi hak tersebut bisa saja
terganggu bahkan hilang apabila objek jaminan tersebut diduga hasil dari korupsi karena
Negara juga mempunyai kewenangan untuk merampas objek jaminan untuk dikembalikan
sebagai ganti kerugian Negara sebagaimana diatur dalam pasla 18 undang undang Nomor 31
tahun 1999 yang telah direvisi dengan undang undang nomor 20 tahun 2001 tentang
diatas, telah dialami oleh Bank Panin Tbk sebagai pemegang hak jaminan atas 1 (satu) unit
rumah permanen terletak di Komplek Perumahan Green Yakin Nomor 13, Jalan Ahmad
Nomor 01347/Sungai Lakum yang diberikan langsung oleh pemilik tanah tersebut atas nama
Muhammad hasan rahmat. Kemudian objek jaminan tersebut disita oleh penyidik kejaksaan
dan dijadikan barang bukti atas kasus mertuanya yang bernama Subchan SE, dan diputus oleh
pengadilan objek jaminan tersebut dirampas untuk dikembalikan kepada Negara sebagai
pengganti kerugian Negara ternyata dalam putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor
18/Pid.Sus-TPK/2014/PN.Mdo.
Dengan adanya kasus tersebut membuktikan bahwa objek hak tanggungan dapat
dikenakan putusan perampasan oleh negara, sehingga UUHT tidak dapat memberikan
perlindungan hukum dan kepastian hukum terhadap pemegang jaminan tersebut. Dan akan
Menurut penulis ada beberapa alasan perlindungan kreditur pemegang hak jaminan
yang diputus dirampas oleh pengadilan karena terkait tindak pidana korupsi sebagai berikut :
Pertama : Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian bunyi Pasal 1 Ayat (3)
UUD 1945. Penegasan ketentuan konstitusi ini bermakna, bahwa segala aspek kehidupan
hukum. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa segala warga Negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
Indonesia sebagai negara hukum harus bisa melindungi dan memberikan kepastian
hukum kepada kreditur preferen yang telah melakukan perbuatan hukum sesuai hukum yang
berlaku dinegara Indonesia. Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan hukum yang
baik dan adil tanpa membeda-bedakan. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum yang adil
adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan hukum yaitu keadilan. Keadilan dan hukum
ibarat dua sisi mata uang, Hukum dibuat untuk menciptakan keadilan, ketertiban dan
kemanfaatan. hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai)
jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung keseimbangan antara
mungkin yang menjadi bagiannya. Hukum yang baik dan adil perlu untuk dijunjung tinggi
karena bertujuan untuk melegitimasi kepentingan tertentu, baik kepentingan penguasa, rakyat
maupun kelompok.
Lebih jauh lagi UUD RI 1945 telah mengatur lebih spesifik hak hak yang harus
dilindungi negara diantaranya pada Pasal 28D (1) hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Apa yang
tertuang dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 mengamanatkan secara amat jelas dan tegas
bahwa semua orang harus diperlakukan sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan
hukum yang sama tanpa diskriminasi. Sementara kepastian hukum mengamanatkan bahwa
pelaksanaan hukum harus sesuai dengan bunyi pasal-pasalnya dan dilaksanakan secara
Menurut Friedrich Julius Stahl konsep negara hukum ditandai oleh empat unsur
pokok:64
64
Moh.Mahfud MD.1999,hukum dan pilar‐pilar demokrasi, Gama Media, yogjakarta hlm.24
UUD RI 1945 telah mengatur secara spesifik terhadap perlindungan hak asasi manusia
mengenai hak hak kebendaan pada Pasal 28G dan pasal 28H ayat (4) sebagai berikut :
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”
“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
diaturnya hak asasi manusia dalam konstitusi indonesia menjadi sebuah keharusan bagi negara
untuk melindungi hak asasi manusia tersebut, Menurut Henc Van Maarseven bahwa konstitusi
nya.
65
Harahap, Krisna. 2008. Hukum Acara Perdata. Bandung: Grafiti Budi Utami.h.179
Kedua : Melakukan hubungan hukum di dasar itikad baik, menurut Prof. Subekti, SH
merumuskan itikad baik sebagai berikut:“Itikad baik diwaktu membuat suatu perjanjian
berarti kejujuran. Orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak
lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang
Menurut Wirjono Prodjodikoro, membagi itikhad baik menjadi 2 macam yaitu :67
1) Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan hukum. Iktikad baik di sini
Menurut penulis itikad baik bisa tafsirkan dengan menghubungkan pendapat para ahli
“suatu perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal yang secara tegas dinyatakan didalamnya,
tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan,
Para pihak yang sedang berada dalam tahap pra kontraktual dan sedang bernegosiasi
didasarkan pada itikad baik (kepatutan), yang pertama Kewajiban untuk meriksa hal hal yang
menjadi dasar perjanjian yang kedua kewajiban untuk memberitahukan atau menjelaskan
sesuatu yang dianggap penting sehingga tidak muncul dikemudian hari masalah masalah
yang akan menghambat perjanjian. Misalkan saja dalam perjanjian kredit, debitur
berkenan dengan obyek/perjanjian itu, yang dapat membantu kreditur untuk mengambil
66
Subekti,Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,(Jakarta: PT.Pradnya Paramita, 2009).
67
Prodjodikoro Wirjono, 1992. Asas-asas Hukum Perdata,Sumur, Bandung H.56-62
keputusan untuk memberikan kredit tersebut sedangkan kreditur berkewajiban untuk
memeriksa obyek jaminan tersebut apakah ada cacatnya atau tidak, apakah ada rencana
Penulis menafsirkan kata kebiasaan dalam 1339 Kuhperdata dengan cara melihat
bagaimana bank atau nonbank pada umunya memberikan sebuah kredit kepada debitur. Pada
biasanya kreditur harus memastikan syarat sahnya perjanjian terpenuhi 1320 Kuhperdata, dan
juga bank mempunyai kewajiban yang diperintahkan undang undang nomor 10 tahun 1998
tentang perbankan untuk bertindak atas dasar prinsip kehati hatian. Pada umunya bank dalam
memberikan kredit untuk mendapat kenyakinan terhadap debitur akan menganalisis dengan
menerapkan prinsip analisa 5C yang meliputi Character, Capacity, Collateral, Capital, dan
Condition of economi. Terkait dengan collateral atau jaminan apakah kreditur berkewajiban
menelusuri bagaimana pemilik hak tersebut memperoleh barang yang akan dijadikan objek
tersebut. Menurut penulis tidak ada kewajiban bagi kreditur untuk mengetahui sampai
ketahap bagaimana orang tersebut memperoleh barang yang akan dijadikan jaminan, cukup
mengetahui dasar hak yang dia miliki seperti sertifikat tanah yang dikeluarkan BPN dan
kreditur berkewajiban untuk mengecek sertifikat tersebut kepada BPN, tentang keaslian
yang berlaku dengan cara dari awal sampai akhir perjanjian harus dilaksanakan dengan dasar
undang undang salah satu contoh perjanjian jaminan barang tidak bergerak berupa tanah
harus dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (PPAT/Notaris) dan ini selaras dengan
Simposium Hukum Perdata Nasional yang diselenggarakan Badan Pembinaan Hukum
e) Pada tahap pembuatan ditekankan, apabila kontrak dibuat dihadapan pejabat, para
pihak dianggap beritikad baik (meskipun ada juga pendapat yang menyatakan
keberatannya).
f) Sebagai kepatutan dalam tahap pelaksanaan, yaitu terkait suatu penilaian baik
terhadap perilaku para pihak dalam melaksanakan apa yang telah disepakati dalam
kontrak, semata-mata bertujuan untuk mencegah perilaku yang tidak patut dalam
Ketiga , Tujuan dari UUHT adalah untuk memberikan kepastian hukum terhadap para pihak
dalam melakukan perjanjian jaminan, itu terlihat jelas didalam pertimbangan UUHT. “bahwa69
dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang
ekonomi, dibutuhkan penyediaan dana yang cukup besar, sehingga memerlukan lembaga hak
jaminan yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang
pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan
Menurut penulis kalau tidak ada kepastian hukum dan perlindungan hak didalam
pemberian kredit yang dijaminkan khusunya dengan hak tanggungan maka para pemilik
modal dari luar maupun dalam negeri akan takut berinvestasi didunia perbankan karena negara
bisa sewenang wenang dalam merampas objek jaminan yang terkait dengan tindak pidana
korupsi yang diberikan kepada bank walaupun bank tersebut sudah melaksanakan aturan yang
68
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), 1981. Simposium Hukum Perdata Nasional, Kerjasama
Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 21-23
Desember 1981.
69
Pertimbangan huruf a pembentukan undang undang hak tanggungan
ada dalam arti lain telah beritikad baik. Padahal tujuan dari undang undang hak tanggungan
adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada kreditur terhadap kredit yang
diberikannya.
Tanggungan diimplementasikan melalui asas-asas dan ciri-ciri Hak Tanggungan yang tersebar
dalam pasal-pasal dan penjelasan UUHT. Dalam pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1), telah
Pasal 1angka 1 : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-
benda lain yang merupakan satu kesa-tuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-
kreditor lain;
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan
untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tang-gungan dengan hak mendahulu dari
Pasal 14
(1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan
berlaku.
(2) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah
MAHA ESA".
(3) Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai
memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte
Keempat : adalah perlindungan hukum yang diatur dalam undang undang Tipikor, didalam
undang undang Tipikor pada pasal 19 telah jelas perlindungan hak dan hukum pihak ketiga
terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak-hak pihak ketiga yang beritikad baik akan
dirugikan.
2. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
juga barang pihak ketiga yang mempunyai itikad baik, maka pihak ketiga tersebut
waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang
Menurut penulis didalam pasal ini telah dengan tegas memberikan perlindungan dan
kepastian hukum terhadap barang pihak ketiga bahwa negara tidak boleh merampas barang
Desember 2011 ditegaskan bahwa obyek jaminan kredit yang telah dibebani hak tanggungan
yang telah diterbitkan sertifakat hak tanggungan memiliki hak dan kepentingan yang melekat
dan harus mendapat perlindungan hukum, sebagaimana tersebut dalam kaedah hukumnya
sebagai berikut :
“Suatu obyek sengketa dalam perkara a quo yang telah diletakkan sertifikat hak tanggungan
menjadi hak utama bagi pemegang hak tanggungan untuk dijadikan pelunasan kewajiban
hukum debitur, oleh karena hak debitur atas obyek hak tanggungan dipandang secara hukum
berpindah kepada pemegang hak tanggungan (kreditur) Oleh karena itu kreditur mempunyai
hak istimewa atas penjualan obyek hak tanggungan untuk pelunasan kewajiban hukum
Didalam yurisprudensi ini menegaskan bahwa objek hak tanggungan tidak dapat
didahulukan dari pada kepentingan yang lain karena telah dilindungi oleh hukum dalam
penjaminnanya.
penetapan penyitaan dan putusan perampasan objek jaminan yang terkait dengan tindak
1. Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti dengan seksama memori kasasi tanggal 30 Januari 2017 dan kontra
memori kasasi tanggal 29 Maret 2017, dihubungkan dengan pertimbangan Judex
Facti Pengadilan Tinggi Manado yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri
Bitung tidak salah menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut:
2. Bahwa objek sengketa bukanlah milik Subchan, S.E., (terdakwa dalam perkara
tindak pidana Korupsi), karena telah dibeli oleh Terlawan II/Mohammad Hasan
Rahmat dari isteri Subhan, S.E., dengan membayar sisa angsuran sebesar
Rp105.750.000,- (seratus lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) kepada PT
Awang Sejahtera Permai dan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada
isteri Subchan, S.E., sebagai pelunasan, yang mana uang sebesar Rp105.750.000,00
(seratus lima juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dan Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) tersebut merupakan pinjaman Terlawan II kepada Pelawan
(bank Panin) dengan jaminan tanah objek sengketa dan telah dibebani dengan Hak
Tanggungan, lagi pula Terlawan I juga tidak dapat membuktikan bahwa objek
sengketa berasal dari timdak pidana korupsi;
3. Bahwa sesuai Sertifikat Hak Tanggungan I Nomor 00376/2013 juncto Akta
Pemberian Hak Tanggungan Nomor 008/2013, tanggal 8 Januari 2013, yang
memakai irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
perolehan haknya bersumber dari pembiayaan fasilitas Kredit Investasi Retail (KIR)
dari Pelawan, maka penyitaan yang dilakukan Terlawan I berdasarkan Penetapan
Ketua Pengadilan Negeri Bitung Nomor 60/Pen.Pid/2014/PN.Btg., tanggal 3 April
2014 tersebut sangat merugikan Pelawan sebagai lembaga keuangan publik, dan
karena itu cukup alasan agar Penyitaan maupun Penetapan Ketua Pengadilan Negeri
Bitung a quo bertentangan dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
juncto Undang Undang Nomor 7 Tahun 1992 juncto Undang Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan. Dengan demikian cukup alasan agar penyitaan
juncto Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Bitung Nomor 60/Pen.Pid/2014/PN.Btg.,
tanggal 3 April 2014 tersebut untuk dinyatakan tidak memiliki kekuatan dan tidak
sah;
4. Bahwa lagi pula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil
pembuktian yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal tersebut tidak
dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan
dalam tingkat kasasi hanya berkenaan dengan adanya kesalahan penerapan hukum,
adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-
syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, atau apabila
Pengadilan tidak berwenang atau melampaui batas wewenangnya, sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 30 Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009;
Penulis menilai, yang benar-benar menjadi poin krusial terdapat pada nomor 2
dan 3, karena pada kedua poin tersebut terungkap fakta fakta yang mendukung terhadap
pembatalan penetapan penyitaan oeh pengadilan terhadap objek jaminan yang diduga hasil
korupsi.
Fakta yang pertama adalah objek penyitaan yang terkait dengan tindak pidana korupsi
tersebut pada awalnya memang diperoleh dari hasil korupsi yang dilakukan terdakwa
Subchan S.E dengan cara proses jual beli antara istri terdakwa, Rusline Subchan dengan
developer, PT Awang Sejahtera Permai, akan tetapi objek penyitaan tersebut kemudian dijual
menggunakan pembiayaan kredit dari Bank Panin dengan jaminan objek penyitaan tersebut.
Menurut penulis dengan adanya hubungan hukum berupa jual beli antara istri
terdakwa dan menantunya maka objek tersebut telah bebas dari keterkaitan tindak pidana
korupsi dikarenakan secara yuridis hak atas objek tersebut telah beralih kepada menantunya
dan uang hasil korupsi yang pertama kali digunakan untuk membeli objek penyitaan telah
dibayar kembali kepada istri terdakwa melalui pembiayaan yang diberikan Bank Panin oleh
karena itu, yang patut bertanggung jawab didalam pengembalian kerugian negara sesuai
dengan tujuan undang undang Tipikor berada pada terdakwa dan istrinya. Sehingga objek
tersebut harus dipandang bersih dari keterkaitan tindak pidana korupsi serta tindak memenuhi
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagai diduga
diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil dari tindak pidana;
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau
untuk mempersiapkannya;
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
Fakta kedua adalah objek penyitaan tersebut telah dibebani hak tanggungan yang
mana hak hak pemegang hak tanggungan telah dilindungi oleh undang undang nomor 4 tahun
1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan
Tanah, oleh karena itu, menurut penulis kalau objek hak tanggungan tersebut tetap disita oleh
penyidik maka akan terjadi adanya ketidakpastian hukum didalam pembebanan jaminan hak
tanggungan. Sehingga tujuan hukum untuk menciptakan kepastian hukum tidak akan
tercapai.
3.2. Upaya Hukum Yang Dapat Dilakukan Kreditur Preferen Beritikad Baik Terhadap
Apabila terjadi penyitaan dan perampasan obyek jaminan hak tanggungan, akibat
yang ditimbulkan adalah kerugian bagi kreditur sebagai pemegang jaminan hak tanggungan,
karena objek jaminan yang menjadi jaminan utang dari debitur selaku pemberi hak
tanggungan dirampas oleh negara melalui putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap (incracht van recht) yang menyebabkan kreditur tidak mempunyai jaminan
utang yang pasti dan hak tanggungan tersebut tidak dapat dieksekusi ketika debitur tidak
karena peralihan obyek hak tanggungan menyebabkan hilangnya hak kepemilikan yang
dimiliki kreditur untuk mengeksekusi benda tersebut serta kedudukan benda yang dirampas
negara menjadi milik negara dan benda tersebut tidak dapat dipergunakan oleh siapapun
Terkait obyek jaminan hak tanggungan yang dirampas negara, tidak ada ketentuan
yang mengatur mengenai hal tersebut. Perampasan obyek hak tanggungan tersebut tidak
menyebabkan hapusnya jaminan hak tanggungan, dimana hapusnya jaminan hak tanggungan
Pengadilan Negeri;
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
menegaskan hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Upaya untuk menjabarkan ketentuan hak asasi manusia telah dilakukan melalui
Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta meratifikasi beberapa konvensi internasional
tentang HAM. Dalam amandemen UUD 1945 ke dua, Bab X A yang bersikan pasal 28 A s.d
28 J. Dalam UURI Nomor 39 Tahun 1999 jaminan HAM lebih terinci lagi. Salah satu
pengaturan di dalam ketentuan UURI No 39 tahun 1999 adalah hak memperoleh keadilan
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah manifestasi Negara telah
melakukan tugas dan kewajibannya dalam rangka melindungi hak hak warga negara di
bidang penegakan hukum. Keberatan atas putusan pengadilan tentang perampasan barang
bukti adalah sarana baru bagi pihak ketiga untuk mendapatkan keadilan. Keadilan dari
melalui sarana keberatan. Namun dalam kenyataannya, apakah sarana baru berupa keberatan
tersebut digunakan oleh pihak ketiga atau tidak, merupakan hak dari pihak ketiga selaku
warga negara. Dari perspektif keadilan numerik sebagaimana yang kemukakan oleh
penegakkan hukum yang berkeadilan telah menegakkan sebagian kecil dari Hak Asasi
Manusia itu sendiri. Penegakkan hukum bagi pihak ketiga yang mengajukan keberatan atas
putusan pengadilan tentang perampasan barang bukti dilaksanakan oleh Hakim dengan
penetapan atau putusan yang progresif dengan mengedepankan tujuan hukum yaitu keadilan
adalah wujud nyata negara telah menegakkan Hak Asasi Manusia dari perspektif UU No 39
tahun 1999.
Berbicara tentang upaya hukum atau mekanisme atau tata cara pemeriksaan upaya
keberatan, sama halnya dengan upaya-upaya hukum lainnya, harus mengacu pada Hukum
Acara.
kebenaran dan keadilan bila terjadi perkosaan atas suatu ketentuan hukum dalam hukum
materiil yang berarti memberikan kepada hukum acara suatu hubungan yang mengabdi
“hukum yang mengatur tata cara melaksanakan hukum materiel (hukum pidana), dan hukum
acara pidana (hukum pidana formil) adalah hukum yang mengatur tata cara melaksanakan/
tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang No 20
terdakwa tidak dijatuhkan, apabila hak hak ketiga beritikad baik akan dirugikan.
2. Dalam hal putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 termasuk juga
barang pihak ketiga yang mempunyai itikad baik, maka pihak ketiga tersebut
waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan disidang
ayat 2 Undang-undang No 31 tahun 1999 Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penasiran pertama bahwa
terminologi keberatan dimaksudkan adalah sama dan sejiwa dengan upaya gugatan dalam
perkara perdata. Penafsiran kedua adalah terminologi keberatan adalah sama dengan upaya
Praperadilan dalam KUHAP tetapi tata cara pemeriksaan seperti dalam hukum acara perdata
(quasi perdata), sehingga keberatan disini tunduk pada ranah hukum acara pidana.70
Upaya dan tata cara pengajuan keberatan atas putusan pengadilan tentang perampasan
kurangnya 3 rangkap.
2) Surat Permohonan keberatan di daftar dalam buku register yang dibuat tersendiri,
terpisah dari buku induk register perkara tindak pidana korupsi, karena belum ada
form baku atau petunjuk dari Mahkamah Agung sebagaimana buku register induk
TPK/tahun /PN.......
70
Muhammad Nur Ibrahim,Mei,2016, Perlindungan Hukum Pihak Ketiga Terhadap Keberatan Putusan
Pengadilan Dalam Perkara Korupsi” ejurnal katalogis hlm 217-228
71
Ibid hlm 217-228
3) Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palu menunjuk
Hakim yang memeriksa dan memutus perkara permohonan keberatan dengan susunan
3 orang hakim yang terdiri atas Hakim tindak pidana korupsi (semuanya Hakim karir)
4) Hakim Ketua Majelis membuat penetapan hari sidang dan memerintahkan jutu sita
pengadilan untuk memanggil para pihak yaitu pemohon keberatan dan termohon
dilanjutkan dengan pembacaan surat pemohonan keberatan, apabila salah satu pihak
kepada para pihak yang tidak hadir dengan meneliti secara seksama relaas panggilan
apakah telah dilakukan pemanggilan secara sah dan patut. Apabila Pemohon telah
dipanggil secara sah dan patut tidak hadir tanpa alasan yang sah maka hakim akan
hadir sedangkan Termohon tidak hadir padahal yang bersangkutan telah dipanggil
secara sah dan patut akan tetapi tidak hadir tanpa alasan yang sah, maka Hakim akan
7) Pembuktian dari Pemohon dan Termohon baik alat bukti surat maupun saksi.
8) Kesimpulan (conclusi).
pihak yang beperkara, tetapi oleh karena ia merasa berkepentingan atas barang atau benda
yang dipersengketakan dimana barang atau benda tersebut akan/ sedang disita atau
akan/sedang dijual, lelang, maka ia berusaha untuk mempertahankan benda atau barang
tersebut dengan alasan bahwa benda atau barang tersebut adalah miliknya bukan milik
tergugat.72
Secara yuridis, perlawanan pihak ketiga (derden verzet) merupakan bagian dari pada
upaya hukum luar biasa dalam lapangan hukum acara perdata, yang merupakan suatu
perlawanan terhadap sita, baik sita jaminan (conservatoir beslag), sita revindikasi
Perlawanan pihak ketiga (derden verzet) terhadap sita yang dilakukan oleh
Pengadilan, pada dasarnya hanya dapat diajukan atas dasar hak milik. Namun setelah adanya
hasil Rakernas Mahkamah Agung Republik Indonesia pada tahun 2007 di Makassar,
menyimpulkan bahwa selain pemilik barang yang disita, maka bagi penyewa atau pun
pemegang hak seperti hak tanggungan, juga berhak untuk mengajukan perlawanan terhadap
yaitu perlawanan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang hak-haknya dirugikan kepada hakim
yang menjatuhkan putusan yang dilawan itu dengan menggugat para pihak yang
bersangkutan dengan cara biasa.73 Selain dari pada itu Moh. Taufik Makarao berpendapat
bahwa yang dimaksud dengan perlawanan pihak ketiga yaitu upaya hukum yang dilakukan
orang yang semula bukan pihak dalam suatu perkara, tetapi oleh karena ia merasa
berkepentingan atas barang atau benda yang dipersengketakan dimana barang atau benda
tersebut akan/sedang disita atau akan/sedang dijual lelang, maka ia berusaha untuk
72
M. Yahya Harahap, S.H. 2009. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika: Jakarta hlm 299
73
Sudikno Mertokusumo, 2002Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, , hlm. 237.
mempertahankan benda atau barang tersebut dengan alasan bahwa benda atau barang tersebut
Upaya hukum derden verzet secara yuridis digunakan untuk melawan putusan hakim,
baik putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde) maupun
perkara yang sedang dalam proses, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 206 ayat (6)
“Perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya
yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa
yang diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana
Salah satu syarat agar perlawanan dapat dipertimbangkan sebagai alasan untuk
menunda eksekusi, harus diajukan ‘sebelum’ eksekusi dijalankan. Kalau eksekusi sudah
dijalankan, tidak ada relevansinya untuk menunda eksekusi. Lagi pula menurut yurisprudensi
pun, seperti dalam Putusan MA tanggal 31 Agustus 1977 No. 697 K/Sip/1974, ditegaskan
penjualan lelang dijalankan (sebelum eksekusi dijalankan). Kalau eksekusi sudah selesai
dijalankan, upaya yang dapat diajukan pihak ketiga untuk membatalkan eksekusi harus
melalui ‘gugatan’.75
Adapun mengenai ketentuan hukum acara yang membahas tentang perlawanan pihak
ketiga ini masuk pada bagian menjalankan putusan sebagaimanaketentuan Pasal 195 ayat (6)
Ayat (6) Perlawanan terhadap putusan juga dari orang lain yang menyatakan barang
yang disita itu miliknya serta diadili seperti semua perselisihan tentang upaya paksa yang
75
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Op. Cit, hlm.314-315.
diperintahkan oleh Pengadilan (Negeri/Agama) yang dalam daerah hukumnya terjadi
Ayat (7) Perselisihan yang timbul dan putusan tentang perselisihan itu harus tiap-tiap
kali selekas-lekasnya diberitahukan dengan surat oleh Ketua Pengadilan (Negeri/Agama) itu
Dari ketentuan Pasal 206 ayat (6) Rbg dan Pasal 195 HIR ayat (6) dan (7) tersebut di
b. Atas penyitaan atau tindakan pelaksanaan lainnya tersebut mungkin yang bersangkutan
c. Jika ada perlawanan terhadap sita/eksekusi yang dilakukan dengan pendelegasian, maka
derden verzet ini diajukan kepada Pengadilan (Negeri/Agama) yang malakukan tindakan
penyitaan/eksekusi itu, jadi bukan diajukan kepada Pengadilan yang memutus perkara
semula.
e. Jika timbul derden verzet seperti tercantum pada ayat (6) tersebut, maka Ketua
f. Demikian pula halnya Jika Pengadilan yang menerima perlawanan tersebut telah
memberi putusan dalam verzet itu, harus memberitahukan putusannya kepada ketua
Menurut penulis setelah membaca uraian di atas, PT Bank Panin Tbk untuk
melindungi haknya sebagai kreditur preferen beritikad baik yang objek jaminannya disita
telah melakukan upaya hukum perlawanan (derden verzet) Terhadap Penetapan Ketua
Penyitaan objek hak tanggungan oleh negara melalui putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap mengakibatkan terjadinya kerugian terhadap kreditur
selaku pemegang hak tanggungan karena status hukum objek hak tanggungan tersebut telah
beralih kepemilikannya untuk sementara kepada negara. Salah satu upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh kreditur dengan mengajukan gugatan perdata terhadap debitur pemberi hak
“Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun
yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan perikatan perorangan debitur itu”
Perjanjian kredit merupakan bukti telah adanya perikatan antara kreditur dan debitur
karena itu bila debitur tidak melaksanakan prestasi, dimana prestasi yang dimaksud adalah
memberikan jaminan pengganti senilai objek jaminan yang telah dirampas oleh negara
Upaya kreditur untuk menuntut prestasi debitur harus didahului dengan memberikan
somasi yaitu suatu teguran agar debitur berprestasi. Perikatan yang dibuat menjadi matang
untuk ditagih dan lewatnya tenggang waktu yang diberikan dalam somasi karena debitur
dalam keadaan lalai dan wanprestasi.76 Apabila setelah diberi somasi, debitur tetap tidak
76
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya ( Bandung: Alumni, 1998), hlm 136
melakukan pemenuhan prestasi, maka kreditur dapat menindaklanjutinya dengan
Berdasarkan uraian tersebut PT. Bank Panin Tbk dapat melakukan penuntutan
prestasi terhadap objek jaminan hak tanggungan yang di sita dan dirampas oleh negara
kepada debitur, Muhammad Hasan Rahmat untuk mengganti jaminan dengan jaminan yang
lain.
4. Mediasi
Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah sengketa yaitu
melalui proses Mediasi. Mediasi merupakan salah satu pilihan alternative yang digunakan
pada saat sengketa yang terjadi antara nasabah dan bank tidak dapat diselesaikan. Ciri utama
mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus.
berbagai belahan dunia sejak tiga dasawarsa terakhir. Penggunaan mediasi tidak hanya
dilakukan di luar pengadilan oleh lembaga swasta dan swadaya masyarakat, tetapi juga
untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk
Di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 pada bagian menimbang
tertulis “Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat
77
Fatahillah A. Syukur, 2012, Mediasi Yudisial Di Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h.1
dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan
Dengan demikian, dalam sengketa yang salah satu pihaknya lebih kuat dan cenderung
menyetarakannya. Kesepakatan yang dicapai melalui mediasi karena para pihak yang
penyelesaian sengketa tanpa arahan konkret dari pihak ketiga (mediator). Kekuatan mengikat
dari hasil mediasi sama dengan sebuah perjanjian karena dibuat berdasarkan kesepakatan
bebas para pihak. Untuk itu, wajib dilaksanakan dengan penuh itikad baik.78
Modal utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan iktikad baik para pihak
dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik ini, kadang-kadang
memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu
bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga. Adapun beberapa karakteristik
dengan menempuh melalui mediasi bersifat sukarela dan telah disepakati oleh pihak
yang bersengketa.
kesepakatan bersifat informal, mudah, tidak ada suatu proses yang baku atau standar
yang harus diterapkan seperti dalam proses litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pada
oleh Mediator.
78
Khotibul Umam, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h..11
4. Norm creating, penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma hukum privat
yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang menjadi pokok sengketa. Di
dalam mekanisme ini para pihak dengan dibantu mediator dapat membangun norma-
norma baru yang disepakati para pihak sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa
mereka.
yang serius atau itikad baik dari para pihak untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan
tidak akan tercapai apabila dalam diri masing masing pihak masih ada keengganan
bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai bahwa hubungan bisnis
7. Future focus, mediasi berfokus untuk mencapai kesepakatan karena para pihak
memahami bahwa jika konflik terus berlanjut maka para pihak akan mengalami
kerugian.
adalah terutama dalam wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada hukum perdata
atau dagang.79
Penyelesaian perkara antara PT Bank Panin Tbk dan kejaksaan pada putusan
Pengadilan Negeri Bitung nomor 70/ Pdt. BTH / 2015/ PN.Bit telah diperintahkan oleh
majelis hakim agar mengupayakan penyelesaian perkara secara mediasi sebagaimana ternyata
“Menimbang, bahwa dalam rangkaian upaya perdamaian bagi para pihak, telah
79
Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, 2010, Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis, Mitra
Wacana Media, Jakarta, h. 89
mediasi dengan memilih mediator sebagaimana terdaftar di Pengadilan Negeri Bitung,
namun upaya perdamaian melalui mediasi yang dilakukan oleh mediator yaitu Hakim
dilanjutkan dengan pembacaan surat Perlawanan Pelawan diatas dan dengan tanpa
5. Negosiasi
Istilah negosiasi berasal bahasa Inggris “negotiation”, dalam pengertian secara umum
negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan cara berunding untuk mencapai kesepakatan
Menurut ketentuan Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada tiga
kemungkinan wujud prestasi, yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat
sesuatu. Jika dikemudian hari debitur tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan seperti telah
Pada kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2701
K/Pdt/2017. PT Bank Panin Tbk bisa memanggil debitur Muhammad Hasan Rahmat untuk
melakukan negosiasi terkait jaminan hak tanggungan yang telah mendapatkan putusan
dirampas oleh negara sebagai ganti dari kerugian negara. PT. Bank Panin Tbk meminta
pengganti objek jaminan dengan jaminan yang lain dan membebankan hak tanggungan pada
jaminan yang baru tersebut, biasanya atas perubahan objek jaminan dalam perjanjian kredit.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Perlindungan hak Kreditur Bank Panin sebagai pemegang hak jaminan yang disita dan
hukum yang berlaku. Beberapa alasan yang mengakibatkan penyitaan dibatalkan sesuai
pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2701 K/Pdt/2017 karena
objek jaminan yang diduga hasil korupsi sudah berpindah haknya sebab hubungan
hukum yang sah serta jaksa tidak bisa membuktikan objek jaminan tersebut hasil dari
tindak pidana korupsi dan penyitaan tersebut bertentangan dengan undang undang
nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
4.1.2. Adapun upaya upaya yang dapat dilakukan oleh kreditur preferen beritikad baik untuk
melindungi hak nya diantaranya pertama Pihak Ketiga Beritikad Baik Mengajukan
Keberatan Terhadap Putusan pengadilan Tipikor sesuai dengan pasal 19 ayat (2)
undang undang tipikor. Kedua Upaya Hukum Luar Biasa Derden Verzet (Perlawan
Pihak Ketiga) ketiga Gugatan Perdata Terhadap Debitur berdasarkan pasal 1131
Agus Yudha Hernoko. 2010, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Alfitra, 2011 Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdana dan Korupsi di
Anton Suyanto, 2016, Kepastian Hukum Dalam Penyelesaian Kredit Macet Melalui
Kencana,.
Arie. S. Hutagalung, 2002, Serba Aneka Masalah Tanah Dalam Kegiatan ekonomi, Suatu
Universitas Indonesia,
Arus Akbar Silondae dan Andi Farian Fathoeddin, 2010, Aspek Hukum Dalam Ekonomi
Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan
Djoni S. Ghozali, Rachmadi Usman, 2010 “Hukum Perbankan” (Jakarta : Sinar Grafika.
Bandung.
Harsono, Boedi, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang- undang
Yogyakarta,
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2005 Hak Tanggungan Jakarta : Penerbit Kencana
M. Yahya Harahap, S.H. 2009. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika: Jakarta
Mariam Darus Badrulzaman. 1991 Bab-Bab Tentang Creditverband, Gadai dan Fidusia.
Munir Fuady. 1998, Hukum Pailit Dalam Teori dan Praktek. (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti,
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Muljadi & Widjaja. 2002, Perikatan yang lahir dari perjanjian. Jakarta : Raja Grafindo
Persada
Philipus M. Hadjon. 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, PT.
Bina Ilmu,
Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, Jakarta:
Gramedia.
Roscoe Pounds dalam Bernard L. Tanya, 2006, Teori Hukum ; Strategi Tertib Manusia
Roni Hanitjo Soemitro, 1998, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia,
Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta PT. Raja Grafindo
Persada,
Maret Surakarta,
Soerjono Soekanto, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
Sugiono, 2015, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D, Bandung, Alfabeta,
Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tangungan Azas-Azaz Ketentuan-Ketentuan Pokok dan
Yunara, Edi, 2012 , Korupsi & Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Bandung, PT.Citra
Aditya Bakti,
Jurnal
Bambang Hartono, 2011, “Analisi Pidana Ganti Kerugian (Denda) Dalam Tindak
Guntur Rambey, 2016, “Pengembalian Kerugian Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi
Melalui Pembayaran Uang Pengganti dan Denda”, Volume 1 No. 1, Fakultas Hukum
Internet
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt555a43bea9b65/status- objekhak-