Makalah
HUKUM WARIS PERDATA DAN ISLAM
Dibuat oleh:
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan
rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyajikan makalah sederhana yang
berjudul Filsafat Islam ll. Tak lupa, shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, kerabat
dan pengikut beliau hingga yaumil akhir.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa negara ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatas pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh
karena itu kami mengharap segala bentuk dan saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak akhirnya kami berharap semoga
Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.
Penyusun
DAFTAR ISI
ii
COVER..........................................................................................................i
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................2
A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Harta waris disebut juga harta tanpa tuan, sebab pemilik awal harta
tersebut sudah tiada. Hal ini bisa disebabkan karena sang pemilik telah
meninggal dunia maupun pergi dalam waktu yang sangat lama tanpa
keterangan dan kepastian kapan kepulangannya. Karena ketiadaan
pengurusan harta oleh pemiliknya, maka hukum memberikan hak dan
kewajiban kepada orang yang terdekat atau ahli waris untuk menikmati dan
mengurus harta tersebut agar jangan sampai harta tersebut tertelantarkan.
Ahli waris boleh menerima atau menolak warisan tersebut, hal ini
adalah sifat warisan yang merupakan hak. Ahli waris boleh menolak harta
yang diwariskan oleh pemilik, misalnya jumlah harta waris lebih sedikit dari
hutang si pewaris, maka ahli waris dapat menolak karena alasan tersebut. Hal
ini juga dibenarkan oleh sebagian ulama.
Di dalam sengketa pembagian hukum waris, ada 3 (tiga) penyelesaian
dalam mengatur pembagian warisan, yaitu melalui hukum adat, hukum islam,
dan hukum perdata barat. Aturan hukum waris bersifat fakultatif atau
melengkapi. Artinya, para ahli waris boleh memilih mana yang akan
digunakan dalam pembagiannya. Baik itu pembagian menurut hukum adat,
hukum perdata, hukum islam, maupun kesepakatan bersama antara para ahli
waris.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Pembagian Warisan Menurut Hukum Waris Perdata?
2. Bagaimanakan Pembagian Warisan Menurut Hukum Waris Islam?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pembagian warisan menurut hukum waris perdata.
2. Untuk mengetahui pembagian warisan menurut hukum waris islam.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur
Bandung,1976), hlm. 8.
2
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 67.
2
3. Wujud Warisan
Menurut hukum waris perdata, yang berpindah di dalam pewarisan
adalah hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang. Artinya, yang diwariskan pada prinsipnyaadalah hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, kecuali dalam hal-hal tertentu,
yaitu:3
a. Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa
(Pasal 1813 KUHPer).
b. Hubungan kerja yang bersifat sangat pribadi tidak beralih kepada ahli
warisnya (Pasal 1601 KUHPer).
c. Keanggotaan dalam perseroan tidak beralih kepada ahli warisnya
(Pasal 1646 KUHPer).
d. Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang
mempunyai hak tersebut (Pasal 807 KUHPer).
4. Syarat-Syarat Mewaris
Dengan demikian pada prinsipnya, ahli waris tersebut harus
memenuhi syarat:
a. Ahli waris harus ada dan masih ada pada saat warisan terbuka.
b. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris atau ia adalah janda atau
duda.
c. Bukan orang yang tidak patut untuk mewaris.
d. Tidak menolak warisan.
3
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 213.
3
orang itu telah meninggal lebih dahulu daripada orang yang meninggalkan
warisan.4
Siapa yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang di atur
sebagai berikut oleh undang-undang. Untuk menetapkan itu, anggota-anggota
keluarga si meninggal, dibagi dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-
orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak
mewarisi semua harta peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lain-lainnya
tidak mendapat bagian satu apapun. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari
golongan pertama itu, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua
tampil ke muka sebagai ahliwaris. Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga
dari golongan kedua, barulah orang-orang dari golongan ketiga tampil ke
muka. Oleh karena itu ahli waris dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:5
a. Golongan I, yakni terdiri dari suami-istri dan anak beberta
keturunannya.
b. Golongan II, yakni terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta
keturunannya.
c. Golongan III, yakni terdiri dari kakek dan nenek serta seterusnya ke
atas.
d. Golongan IV, yakni terdiri dari keluarga dalam garis menyamping
yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III
beserta keturunannya.
4
2) Suami atau istri yang hidup terlama : bagian suami-istri, bagiannya
adalah sama dengan anak.
b. Golongan II
1) Bagian ayah dan ibu masing-masing
Ayah dan ibu mewaris tanpa saudara laki-laki atau perempuan, maka
mereka mewaris seluruh harta dan masing-masing setengah bagian.
Ayah dan ibu mewaris bersama seorang saudara laki-laki atau
perempuan, maka mendapat bagian sama besar, ayah ibu masing-
masing 1/3 bagian dan sisa 1/3 bagian saudara.
Ayah dan ibu mewaris bersama-samadengan 2 orang saudara laki-laki
atau perempuan, maka ayah dan ibu mendapat 1/4 bagian, sisanya
untuk saudara.
Ayah dan ibu mewaris dengan lebih dari dua orang saudara, maka
bagian ayah dan ibu yg masing-masing 1/4 bagian diambil dahulu dan
sisanya untuk saudara dengan bagian yang sama besar.
c. Golongan III
Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan
pertama dan kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang
5
sama. Satu untuk para anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk
para anggota keluarga pihak ibu si meninggal. Dalam masing-masing
golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-olah di situ telah terbuka suatu
warisan sendiri. Hanya di situ tidak mungkin terjadi suatu pemecahan
(kloving) lagi, karena pemecahan hanya mungkin terjadi satu kali saja. Jika
dari pihak salah satu orang tua tiada terdapat ahliwaris lagi, maka seluruh
warisan jatuh pada keluarga pihak orang tua yang lain.6
d. Golongan IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga
sedarah dalam garis atas yang nasih hidup. Mereka ini mendapat setengah
bagian. Sedangkan ahli waris dalam garis lain yang derajatnya paling dekat
dengan pewaris mendapat setengah bagian.
2. Wujud Warisan
Warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam, yaitu sejumlah
harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan
bersih, artinya harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris
adalah sejumlah harta benda serta segala hak “setelah dikurangi dengan
pembayaran utang-utang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang
diakibatkan oleh wafatnya si peninggal wasiat”.8
6
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 70.
7
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 19991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171.
8
.Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur
Bandung,1976), hlm.17.
6
3. Dasar Hak Untuk Mewaris
Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk
mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Qur’an adalah :9
a. Karena hubungan darah (Surah An-Nissa’ (4) ayat 7, 11, 12, 33, dan
ayat 176).
b. Karena hubungan semenda atau pernikahan.
c. Karena hubungan persaudaraan (Q.S. Al-Ahzaab (33) : 6).
d. Hubungan kerabat, karena sesama hijroh pada permulaan
pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (Q.S. Al-
Anfaal (8) : 75).
9
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 245.
7
3) Dalam garis ke samping:
Saudara perempuan yang seayah dan seibu dari garis ayah.
Saudara perempuan tiri dari garis ayah (Q.S. An-Nissa’[4] : 176).
Saudara lelaki tiri dari garis ibu.
Saudara perempuan tiri dari garis ibu (Q.S. An-Nissa’[4] : 12).
4) Duda.
5) Janda (Q.S. An-Nissa’[4] : 12).
b. Asabah
Asabah dalam bahasa Arab berarti “anak lelaki dan kaum kerabat dari
pihak bapak”. Dengan kata lain, asabah adalah ahli waris yang ditarik dari
garis ayah. Apabila pewaris meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris
dzul faraa’idh, maka harta peninggalan diwarisi oleh asabah.akan tetapi jika
ahli waris dzul faraa’idh ada, maka sisa bagiannya menjadi bagian asabah.
Ahli waris asabah dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
1) Asabah binafsihi, yaitu asabah-asabah yang berhak mendapat semua
harta atau semua sisa, yang urutannya yaitu:
Anak laki-laki
Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah asal saja
pertaliannya masih terus laki-laki.
Ayah
Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja pertaliannya
belum putus dari pihak ayah.
Saudara laki-laki sekandung
Saudara laki-laki seayah
Anak saudara laki-laki kandung
Anak saudara laki-laki seayah
Paman yang sekandung dengan ayah
Paman yang seayah dengan ayah
Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah
Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah
8
2) Asabah bilghairi, yaitu asabah dengan sebab orang lain, yakni seorang
wanita yang menjadi asabah karena ditarik oleh seorang laki-laki.
Mereka yang termasuk asabah bilghairi adalah:
Anak perempuan yang didampingi oleh anak laki-laki
Saudara perempuan yang didampngioleh saudara laki-laki
3) Asabah ma’alghairi, yaitu sudara perempuan yang mewaris bersama
keturunan perempuan dari pewaris, mereka ini adalah:
Saudara perempuan sekandung, dan
Saudara perempuan seayah
c. Dzul arhaam
Arti kata dzul arhaam adalah “orang yang mempunyai hubungan
darah pewaris melalui pihak wanita saja”. Hazairin memberikan perincian
mengenai dzul arhaam, yaitu semua orang yang bukan dzul faraa’idh dan
bukan asabah, umumnya terdiri dari orang yang termasuk anggota-anggota
keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki atau anggota pihak menantu laki-
laki atau anggota-anggota keluarga pihak ayah dari ibu.dengan demikian dzul
arhaam akan mewaris kalau telah tidak ada dzul faraa’idh dan tidak ada pula
asabah.
5. Bagian Ahli Waris
Adapun bagian dari para ahli waris dzul faraa’idh adalah:10
a. Ahli waris yang mendapat 1/2 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Seorang anak perempuan
2) Suami/duda, bila si pewaris (istri) tidak meniggalkan anak.
3) Seorang saudara perempuan kandung, bila si pewaris meninggalkan
ayah dan anak.
4) Seorang saudara perempuan seayah, bila si pewaris tidak
meninggalkan ayah dan anak, saudara laki-laki.
10
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 248-249.
9
b. Ahli waris yang mendapat 1/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, bila si pewaris tidak meninggalkan anak, atau dua orang
saudara atau lebih.
2) Dua orang atau lebih saudara seibu, baik laki-laki maupun
perempuan dengan pembagian yang sama.
3) Ayah, bila si pewaris tidak meninggalkan anak.
d. Ahli waris yang mendapat 1/6 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, jika pewaris meningglkan anak, atau dua saudara atau lebih.
2) Ayah, jika si pewaris meninggalkan anak.
3) Seorang saudara seibu laki-laki atau perempuan, bila si pewaris
tidak meninggalkan anak dan ayah.
f. Ahli waris yang mendapat 2/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Dua orang atau lebih anak perempuan
2) Dua orang saudaraperempuan kandung atau lebih
3) Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.
10
C. TABEL PERBEDAAN
No
Perbedaan Hukum Perdata Hukum Islam
.
- Al-Qur’an
1 Sumber KUHPerdata - Hadist
- Ijma dan Ijtihad
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan atau penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
prinsipnya bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur pembagian
waris kepada orang yang berhak mendapatkannya. Karena ketiadaan
pengurusan harta oleh pemiliknya sebab pemilik awal harta tersebut sudah
tiada, maka hukum memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang
terdekat atau ahli waris untuk menikmati dan mengurus harta tersebut agar
jangan sampai harta tersebut tertelantarkan.
Penyelesaian dalam mengatur pembagian warisan, dianataranya yaitu
melalui hukum adat, hukum islam, dan hukum perdata barat. Aturan hukum
waris bersifat fakultatif atau melengkapi. Artinya, para ahli waris boleh
memilih mana yang akan digunakan dalam pembagiannya. Baik itu
pembagian menurut hukum waris perdata maupun hukum waris islam,
maupun kesepakatan bersama antara para ahli waris.
B. SARAN
Rasululloh ﷺbersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodliallohu
‘anhu, yaitu :
“Diriwatkan dari Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah
SAW bersabda: “pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya
ilmu faro’id itu sebagian dari agama kalian dan setengah dari seluruh ilmu.
Dan sesungguhnya ilmu faro’id itu ilmu yang mula- mula akan di cabut dari
umatku”
12
DAFTAR PUSTAKA
13