Anda di halaman 1dari 17

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Hukum Waris H. Fuad luthfi, S.Ag., M.H

Makalah
HUKUM WARIS PERDATA DAN ISLAM

Dibuat oleh:

Ibnu al rasyid : 220102030183


Muhammad Gunawan : 220102030241
Akhmad zuhad haekal : 220102030294

Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin


Fakultas Syariah Hukum Keluarga Islam
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan


limpahan rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyajikan makalah
sederhana yang berjudul Filsafat Islam ll. Tak lupa, shalawat serta salam
selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
beserta keluarga, kerabat dan pengikut beliau hingga yaumil akhir.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan
rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyajikan makalah sederhana yang
berjudul Filsafat Islam ll. Tak lupa, shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, kerabat
dan pengikut beliau hingga yaumil akhir.

Sebenarnya mempelajari filsafat tidaklah sulit yang dibayangkan sebagian


orang, sebab filsafat. pada kenyataannya adalah urusan yang pertalian dengan
hidup dan konteks manusia. dalam melihat sejarah filsafat adalah sebagian
dari hidup manusia itu sendiri pemikiran filosof dilihat dari sudut ini adalah
bentuk pemikiran reflektif yang melihat hidup dari sisi yang lebih dalam dan
bermakna, pertanyaan tentang keadilan hak asasi, makna hidup dan kehendak
kemana manusia setelah mati merupakan Medan pemikiran refleksi filosofis.
karena filsafat melihat segala sesuatu dari sudut yang mendalam filsafat
cenderung radikal. mempertanyakan segala sesuatu secara mendasar dan tidak
mau melihat gejala yang nampak sebagai hal yang biasa-biasa saja.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa negara ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatas pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki oleh
karena itu kami mengharap segala bentuk dan saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak akhirnya kami berharap semoga
Makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Medan, 15 April 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
COVER..........................................................................................................i

KATA PENGANTAR....................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................2

A. Hukum Waris Perdata.........................................................................2


B. Hukum Waris Islam............................................................................6
C. Tabel Perbedaan.................................................................................11

BAB III PENUTUP........................................................................................12

A. Kesimpulan.........................................................................................12
B. Saran...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Harta waris disebut juga harta tanpa tuan, sebab pemilik awal harta
tersebut sudah tiada. Hal ini bisa disebabkan karena sang pemilik telah
meninggal dunia maupun pergi dalam waktu yang sangat lama tanpa
keterangan dan kepastian kapan kepulangannya. Karena ketiadaan
pengurusan harta oleh pemiliknya, maka hukum memberikan hak dan
kewajiban kepada orang yang terdekat atau ahli waris untuk menikmati dan
mengurus harta tersebut agar jangan sampai harta tersebut tertelantarkan.
Ahli waris boleh menerima atau menolak warisan tersebut, hal ini
adalah sifat warisan yang merupakan hak. Ahli waris boleh menolak harta
yang diwariskan oleh pemilik, misalnya jumlah harta waris lebih sedikit dari
hutang si pewaris, maka ahli waris dapat menolak karena alasan tersebut. Hal
ini juga dibenarkan oleh sebagian ulama.
Di dalam sengketa pembagian hukum waris, ada 3 (tiga) penyelesaian
dalam mengatur pembagian warisan, yaitu melalui hukum adat, hukum islam,
dan hukum perdata barat. Aturan hukum waris bersifat fakultatif atau
melengkapi. Artinya, para ahli waris boleh memilih mana yang akan
digunakan dalam pembagiannya. Baik itu pembagian menurut hukum adat,
hukum perdata, hukum islam, maupun kesepakatan bersama antara para ahli
waris.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah Pembagian Warisan Menurut Hukum Waris Perdata?
2. Bagaimanakan Pembagian Warisan Menurut Hukum Waris Islam?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pembagian warisan menurut hukum waris perdata.
2. Untuk mengetahui pembagian warisan menurut hukum waris islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Waris Perdata


1. Pengertian dan Dasar Hukum Waris
Mengenai pengertian hukum waris ini terdapat berbagai definisi yang
diberikan oleh para pakar ahli hukum dan peraturan perundang-undangan,
salah satunya adalah menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro S.H.,
warisan adalah soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tentang kekayaan sesorang pada waktu ia meninggal
dunia akan beralih kepada orang yang masih hidup. 1 Adapun dasar hukum
waris adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 830 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata, yaitu “Pewarisan hanya berlangsung karena
kematian”, pengertian yang dapat dipahami dari kalimat singkat tersebut
adalah, bahwa jika seseorang meninggal dunia, maka seluruh hak dan
kewajibannya beralih atau berpindah kepada ahli warisnya.

2. Istilah Hukum Waris


Di dalam hukum waris, dikenal beberapa istilah yang sering
dipergunakan, yaitu :
a. Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
kekayaan.
b. Ahli waris, yaitu orang yang menggantikan kedudukan pewaris dalam
bidang hukum kekayaan, karena meninggalnya si pewaris dan berhak
menerima harta peninggalan pewaris.
c. Harta warisan, yaitu keseluruhan harta kekayaanyang berupa aktiva
dan pasiva yang ditinggalkan oleh si pewaris setelah dikurangi dengan
semua utangnya.
Menurut undang-undang, ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu :2
a. Sebagai ahli waris menurut ketentuan undang-undang,
b. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).

1
Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur
Bandung,1976), hlm. 8.
2
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 67.

2
3. Wujud Warisan
Menurut hukum waris perdata, yang berpindah di dalam pewarisan
adalah hak dan kewajiban dalam lapangan harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang. Artinya, yang diwariskan pada prinsipnyaadalah hak dan
kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, kecuali dalam hal-hal tertentu,
yaitu:3
a. Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya si pemberi kuasa
(Pasal 1813 KUHPer).
b. Hubungan kerja yang bersifat sangat pribadi tidak beralih kepada ahli
warisnya (Pasal 1601 KUHPer).
c. Keanggotaan dalam perseroan tidak beralih kepada ahli warisnya
(Pasal 1646 KUHPer).
d. Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang
mempunyai hak tersebut (Pasal 807 KUHPer).

4. Syarat-Syarat Mewaris
Dengan demikian pada prinsipnya, ahli waris tersebut harus
memenuhi syarat:
a. Ahli waris harus ada dan masih ada pada saat warisan terbuka.
b. Mempunyai hubungan darah dengan pewaris atau ia adalah janda atau
duda.
c. Bukan orang yang tidak patut untuk mewaris.
d. Tidak menolak warisan.

5. Hak Mewaris Menurut Undang-Undang


Dalam hal mewarisi menurut undang-undang (ab intestato) kita dapat
membedakan antara orang-orang yang mewarisi "uit eigen hoofde" dan
mereka yang mewarisi "bij plaatsvervulling". Seorang dikatakan mewarisi
"uit eigen hoofde" jika ia mendapat warisan itu berdasarkan kedudukannya
sendiri terhadap si meninggal. Ia dikatakan mewarisi "bij plaatsvervuling"
jika sebenarnya seorang lain yang berhak atas suatu bagian warisan, tetapi

3
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 213.

3
orang itu telah meninggal lebih dahulu daripada orang yang meninggalkan
warisan.4
Siapa yang berhak mewarisi harta peninggalan seseorang di atur
sebagai berikut oleh undang-undang. Untuk menetapkan itu, anggota-anggota
keluarga si meninggal, dibagi dalam berbagai golongan. Jika terdapat orang-
orang dari golongan pertama, mereka itulah yang bersama-sama berhak
mewarisi semua harta peninggalan. Sedangkan anggota keluarga lain-lainnya
tidak mendapat bagian satu apapun. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari
golongan pertama itu, barulah orang-orang yang termasuk golongan kedua
tampil ke muka sebagai ahliwaris. Seterusnya, jika tidak terdapat keluarga
dari golongan kedua, barulah orang-orang dari golongan ketiga tampil ke
muka. Oleh karena itu ahli waris dibagi dalam beberapa golongan, yaitu:5
a. Golongan I, yakni terdiri dari suami-istri dan anak beberta
keturunannya.
b. Golongan II, yakni terdiri dari orangtua dan saudara-saudara beserta
keturunannya.
c. Golongan III, yakni terdiri dari kakek dan nenek serta seterusnya ke
atas.
d. Golongan IV, yakni terdiri dari keluarga dalam garis menyamping
yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III
beserta keturunannya.

6. Bagian Ahli Waris Menurut Undang-Undang


Dalam pewarisan, keluarga pewaris disusun dalam kelompok yang
disebut dengan Golongan Ahli Waris. Golongan ini terdiri dari 4 golongan.
Golongan ini diukur menurut jauh-dekatnya hubungan darah dengan pewaris,
di mana golongan yang terdekat menutup golongan yang lebih jauh, yaitu:
a. Golongan I
1) Anak beserta keturunannya : mewaris dalam derajat I mendapat
bagian yang sama besar atau mewaris kepala demi kepala (Pasal 852
ayat 2 KUHPer).
4
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 68.
5
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 219.

4
2) Suami atau istri yang hidup terlama : bagian suami-istri, bagiannya
adalah sama dengan anak.
b. Golongan II
1) Bagian ayah dan ibu masing-masing
 Ayah dan ibu mewaris tanpa saudara laki-laki atau perempuan, maka
mereka mewaris seluruh harta dan masing-masing setengah bagian.
 Ayah dan ibu mewaris bersama seorang saudara laki-laki atau
perempuan, maka mendapat bagian sama besar, ayah ibu masing-
masing 1/3 bagian dan sisa 1/3 bagian saudara.
 Ayah dan ibu mewaris bersama-samadengan 2 orang saudara laki-laki
atau perempuan, maka ayah dan ibu mendapat 1/4 bagian, sisanya
untuk saudara.
 Ayah dan ibu mewaris dengan lebih dari dua orang saudara, maka
bagian ayah dan ibu yg masing-masing 1/4 bagian diambil dahulu dan
sisanya untuk saudara dengan bagian yang sama besar.

2) Bagian ayah atau ibu yang mewaris dengan saudara


 Apabila hanya ada ayah ibu, maka mendapat seluruh warisan.
 Ayah atau ibu dan seorang saudara, mendapat 1/2 bagian dan sisanya
bagian saudara
 Ada 2 orang saudara, maka ayah atau ibu mendapat 1/3 bagian,
sisanya dibagi sama besar untuk saudara.
 Ada 3 orang saudara atau lebih, maka ayah atau ibu mendapat 1/4
bagian, dan sisanyadibagi antara saudara.

3) Bagian saudara sebagai ahli waris


Apabila si pewaris meninggal dunia dengan tidak meninggalkan
keturunan maupun suami atau istri, sedangkan baik ayah maupun ibunya
sudah meninggal terlebih dahulu, maka seluruh warisan adalah hak sekalian
saudara si pewaris.

c. Golongan III
Jika tidak terdapat sama sekali anggota keluarga dari golongan
pertama dan kedua, harta peninggalan itu dipecah menjadi dua bagian yang

5
sama. Satu untuk para anggota keluarga pihak ayah dan yang lainnya untuk
para anggota keluarga pihak ibu si meninggal. Dalam masing-masing
golongan ini, lalu diadakan pembagian seolah-olah di situ telah terbuka suatu
warisan sendiri. Hanya di situ tidak mungkin terjadi suatu pemecahan
(kloving) lagi, karena pemecahan hanya mungkin terjadi satu kali saja. Jika
dari pihak salah satu orang tua tiada terdapat ahliwaris lagi, maka seluruh
warisan jatuh pada keluarga pihak orang tua yang lain.6

d. Golongan IV
Pada golongan ini yang berhak menerima warisan adalah keluarga
sedarah dalam garis atas yang nasih hidup. Mereka ini mendapat setengah
bagian. Sedangkan ahli waris dalam garis lain yang derajatnya paling dekat
dengan pewaris mendapat setengah bagian.

B. HUKUM WARIS ISLAM


1. Pengertian dan Dasar Hukum
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI), hukum kewarisan adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan
(tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan
berapa bagian harganya masing-masing.7 Adapun dasar hukum dari waris
Islam ini adalah Al-Qur’an, Hadist, Ijtihad, dan Ijma.

2. Wujud Warisan
Warisan atau harta peninggalan menurut hukum islam, yaitu sejumlah
harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan
bersih, artinya harta peninggalan yang akan diwarisi oleh para ahli waris
adalah sejumlah harta benda serta segala hak “setelah dikurangi dengan
pembayaran utang-utang pewaris dan pembayaran-pembayaran lain yang
diakibatkan oleh wafatnya si peninggal wasiat”.8

6
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 70.
7
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 19991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 171.
8
.Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, (Jakarta: Sumur
Bandung,1976), hlm.17.

6
3. Dasar Hak Untuk Mewaris
Adapun yang menjadi dasar hak untuk mewaris atau dasar untuk
mendapat bagian harta peninggalan menurut Al-Qur’an adalah :9
a. Karena hubungan darah (Surah An-Nissa’ (4) ayat 7, 11, 12, 33, dan
ayat 176).
b. Karena hubungan semenda atau pernikahan.
c. Karena hubungan persaudaraan (Q.S. Al-Ahzaab (33) : 6).
d. Hubungan kerabat, karena sesama hijroh pada permulaan
pengembangan Islam, meskipun tidak ada hubungan darah (Q.S. Al-
Anfaal (8) : 75).

4. Golongan Ahli Waris


Secara garis besar, golongan ahli waris di dalam Islam dapat
dibedakan ke dalam tiga golongan, yaitu:
a. Dzul Faraa’idh
Dzul Faraa’idh adalah ahli waris yang sudah ditentukan di dalam Al-
Qur’an, yakni ahli waris langsung yang mesti selalu mendapat bagian tetap
tertentu yang tidak berubah-ubah. Adapun perincian masing-masing ahli
waris dzul faraa’idh ini di dalam Al-Qur’an tertera dalam Surah An-Nissa’
(4) ayat 11, 12, dan 176, yaitu terdiri atas:
1) Dalam garis ke bawah:
 Anak perempuan
 Anak perempuan dari anak lelaki (Q.S. An-Nissa’(4) : 11)
2) Dalam garis ke atas:
 Ayah
 Ibu
 Kakek dari garis ayah, dan
 Nenek baik dari garis ayah maupun dari garis ibu (Q.S. An-
Nissa’(4) : 11).

9
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 245.

7
3) Dalam garis ke samping:
 Saudara perempuan yang seayah dan seibu dari garis ayah.
 Saudara perempuan tiri dari garis ayah (Q.S. An-Nissa’[4] : 176).
 Saudara lelaki tiri dari garis ibu.
 Saudara perempuan tiri dari garis ibu (Q.S. An-Nissa’[4] : 12).
4) Duda.
5) Janda (Q.S. An-Nissa’[4] : 12).

b. Asabah
Asabah dalam bahasa Arab berarti “anak lelaki dan kaum kerabat dari
pihak bapak”. Dengan kata lain, asabah adalah ahli waris yang ditarik dari
garis ayah. Apabila pewaris meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris
dzul faraa’idh, maka harta peninggalan diwarisi oleh asabah.akan tetapi jika
ahli waris dzul faraa’idh ada, maka sisa bagiannya menjadi bagian asabah.
Ahli waris asabah dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
1) Asabah binafsihi, yaitu asabah-asabah yang berhak mendapat semua
harta atau semua sisa, yang urutannya yaitu:
 Anak laki-laki
 Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan terus ke bawah asal saja
pertaliannya masih terus laki-laki.
 Ayah
 Kakek dari pihak ayah dan terus ke atas asal saja pertaliannya
belum putus dari pihak ayah.
 Saudara laki-laki sekandung
 Saudara laki-laki seayah
 Anak saudara laki-laki kandung
 Anak saudara laki-laki seayah
 Paman yang sekandung dengan ayah
 Paman yang seayah dengan ayah
 Anak laki-laki paman yang sekandung dengan ayah
 Anak laki-laki paman yang seayah dengan ayah

8
2) Asabah bilghairi, yaitu asabah dengan sebab orang lain, yakni seorang
wanita yang menjadi asabah karena ditarik oleh seorang laki-laki.
Mereka yang termasuk asabah bilghairi adalah:
 Anak perempuan yang didampingi oleh anak laki-laki
 Saudara perempuan yang didampngioleh saudara laki-laki
3) Asabah ma’alghairi, yaitu sudara perempuan yang mewaris bersama
keturunan perempuan dari pewaris, mereka ini adalah:
 Saudara perempuan sekandung, dan
 Saudara perempuan seayah

c. Dzul arhaam
Arti kata dzul arhaam adalah “orang yang mempunyai hubungan
darah pewaris melalui pihak wanita saja”. Hazairin memberikan perincian
mengenai dzul arhaam, yaitu semua orang yang bukan dzul faraa’idh dan
bukan asabah, umumnya terdiri dari orang yang termasuk anggota-anggota
keluarga patrilineal pihak menantu laki-laki atau anggota pihak menantu laki-
laki atau anggota-anggota keluarga pihak ayah dari ibu.dengan demikian dzul
arhaam akan mewaris kalau telah tidak ada dzul faraa’idh dan tidak ada pula
asabah.
5. Bagian Ahli Waris
Adapun bagian dari para ahli waris dzul faraa’idh adalah:10
a. Ahli waris yang mendapat 1/2 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Seorang anak perempuan
2) Suami/duda, bila si pewaris (istri) tidak meniggalkan anak.
3) Seorang saudara perempuan kandung, bila si pewaris meninggalkan
ayah dan anak.
4) Seorang saudara perempuan seayah, bila si pewaris tidak
meninggalkan ayah dan anak, saudara laki-laki.

10
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), hlm. 248-249.

9
b. Ahli waris yang mendapat 1/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, bila si pewaris tidak meninggalkan anak, atau dua orang
saudara atau lebih.
2) Dua orang atau lebih saudara seibu, baik laki-laki maupun
perempuan dengan pembagian yang sama.
3) Ayah, bila si pewaris tidak meninggalkan anak.

c. Ahli waris yang mendapat 1/4 bdari harta peninggalan terdiri


atas:
1) Suami/duda, bila si pewaris (istri) meninggalkan anak
2) Istri/janda, bila si pewaris (suami) tidak meninggalkan anak.

d. Ahli waris yang mendapat 1/6 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Ibu, jika pewaris meningglkan anak, atau dua saudara atau lebih.
2) Ayah, jika si pewaris meninggalkan anak.
3) Seorang saudara seibu laki-laki atau perempuan, bila si pewaris
tidak meninggalkan anak dan ayah.

e. Ahli waris yang mendapat 1/8 dari harta peninggalan hanya


terdiri atas:
Istri/Janda, bila si pewaris (suami) dengan meninggalkan anak.

f. Ahli waris yang mendapat 2/3 dari harta peninggalan terdiri atas:
1) Dua orang atau lebih anak perempuan
2) Dua orang saudaraperempuan kandung atau lebih
3) Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih.

10
C. TABEL PERBEDAAN

No
Perbedaan Hukum Perdata Hukum Islam
.
- Al-Qur’an
1 Sumber KUHPerdata - Hadist
- Ijma dan Ijtihad

- Gol. I : suami-istri dan


- Dzul Faraa’idh :
anak beserta
ahli waris yg sudah
keturunannya
ditentukan di
- Gol. II : orangtua dan
dalam Al-Qur’an
saudara-saudara beserta
- Asabah : ahli waris
keturunannya.
yg ditarik dari garis
2 Ahli Waris - Gol. III : kakek dan
ayah.
nenek dan seterusnya ke
- Dzul Arhaam : org
atas
yg mempunyai
- Gol. IV : keluarga garis
hubungan darah
menyamping yang lebih
pewaris melalui
jauh, saudara ahli waris
pihak wanita.
gol. III
- Matinya pewaris
- Ahli waris harus ada
- Hidupnya ahli
saat warisan terbuka
waris
3 Syarat - Memiliki hubungan
- Tidak ada
darah
penghalang
- Tidak menolak warisan
mewaris
Bagian anak laki-laki
Bagian anak laki-laki dan
4 Bagian dua kali bagian anak
perempuan adalah sama
perempuan

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari paparan atau penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada
prinsipnya bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur pembagian
waris kepada orang yang berhak mendapatkannya. Karena ketiadaan
pengurusan harta oleh pemiliknya sebab pemilik awal harta tersebut sudah
tiada, maka hukum memberikan hak dan kewajiban kepada orang yang
terdekat atau ahli waris untuk menikmati dan mengurus harta tersebut agar
jangan sampai harta tersebut tertelantarkan.
Penyelesaian dalam mengatur pembagian warisan, dianataranya yaitu
melalui hukum adat, hukum islam, dan hukum perdata barat. Aturan hukum
waris bersifat fakultatif atau melengkapi. Artinya, para ahli waris boleh
memilih mana yang akan digunakan dalam pembagiannya. Baik itu
pembagian menurut hukum waris perdata maupun hukum waris islam,
maupun kesepakatan bersama antara para ahli waris.

B. SARAN
Rasululloh ‫ ﷺ‬bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodliallohu
‘anhu, yaitu :
“Diriwatkan dari Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah
SAW bersabda: “pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya
ilmu faro’id itu sebagian dari agama kalian dan setengah dari seluruh ilmu.
Dan sesungguhnya ilmu faro’id itu ilmu yang mula- mula akan di cabut dari
umatku”

12
DAFTAR PUSTAKA

Prodjodikoro, Wirjono. 1976. Hukum Warisan di Indonesia. Jakarta: Sumur


Bandung.

Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.

Simanjuntak, P.N.H. 2015. Hukum Perdata Indonesia. Jakarta: Prenadamedia


Group.

Instruksi Presiden No. 1 Tahun 19991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

13

Anda mungkin juga menyukai