MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam
Dosen Pengampu:
Oleh:
BANDUNG
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya,
baik kesehatan maupun kesempatan, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah
Hukum Perdata Islam ini tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah yang berjudul “Pengertian, dasar hukum, dan asas hukum
kewarisan (ijbari, bilateral, individual, keadilan dan kematian), sebab dan penghalang
mendapat warisan” ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum
Perdata Islam. Selain itu, penyusunan makalah ini ditujukan untuk menambah wawasan bagi
pembaca mengenai pengetahuan hukum kewarisan islam secara luas.
Ucapan terimakasih yang mendalam kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu selama proses penyusunan makalah ini. Terutama kepada Bapak Dr. H. Aziz
Sholeh, M. Ag., selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata Islam yang telah
membimbing kami hingga terwujudnya makalah ini.
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan, kami menyadari bahwa terdapat
ketidaksempurnaan di dalam makalah ini, baik dari segi penulisan, maupun teknik penyajian.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran yang
membangun terhadap makalah ini agar penyusunan selanjutnya menjadi lebih baik.
Akhir kata, tiadalah lain harapan kami, semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat
serta bisa memberikan kontribusi yang cukup berarti dalam khazanah keilmuan, khususnya di
bidang mata kuliah Hukum Perdata Islam.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar belakang.........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah.....................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan Makalah...................................................................................................2
E. Metodologi Penulisan..............................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
1. Hukum Waris Islam menurut Syari’ah Islam.......................................................................3
A. Pengertian Hukum Kewarisan Islam.................................................................................3
B. Dasar Hukum Waris Islam.................................................................................................4
C. Asas-asas dalam Hukum Waris Islam menurut Syari’ah.................................................6
D. Sebab Mewaris dan halangan mewaris menurut Syari’ah.............................................10
2. Hukum Waris Islam menurut Kompilasi Hukum Islam....................................................13
A. Pengertian..........................................................................................................................13
B. Dasar Hukum.....................................................................................................................13
C. Unsur-unsur Kewarisan berdasarkan KHI.....................................................................14
D. Asas-asas Hukum Waris Islam berdasarkan KHI..........................................................14
E. Sebab dan halangan mewaris............................................................................................20
BAB III...............................................................................................................................................22
PENUTUP..........................................................................................................................................22
A. Kesimpulan............................................................................................................................22
B. Saran.......................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................23
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam
yang terpenting. Hukum warisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa saja orang
yang bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagian-bagian
yang diterima setiap ahli waris dan cara-cara pembagiannya.
Mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam, maka Hukum Waris Islam
merupakan hukum yang sering digunakan dalam menyelesaikan masalah waris di
Indonesia, terlebih setelah dikeluarkannya dan berlakunya UU No. 50 Tahun 2009
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama yang dalam Pasal 49 UU No.3 Tahun 2006 dalam Penjelasannya
menyebutkan bahwa “warga negara muslim di Indonesia sudah tidak mempunyai hak
pilih hukum dalam melaksanakan pengurusan kewarisannya hanya dapat diajukan ke
Pengadilan Agama yang artinya Penyelesaiannya berdasarkan Hukum Islam”. Yang
artinya kompetensi mengadili masalah waris orang Islam harus dilakukan di
Pengadilan Agama.
Oleh karenanya memahami proses mewaris secara Islam adalah suatu
keniscayaan bagi sarjana hukum di Indonesia, karena mayoritas penduduk bangsa
Indonesia beragama Islam. Pengertian Hukum Waris Menurut Islam adalah suatu
disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, tentang bagaimana proses
pemindahan, siapa saja yang berhak menerima bagian harta warisan/peninggalan itu
serta berapa masing-masing bagian harta waris menurut hukum waris Islam.
Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur’an Surat An-Nisa'
ayat 7, 9, 11, 12, 13, 14, 22, 23, 24 a,b dan 176. Syariat Islam menetapkan aturan
waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil. Di dalamnya ditetapkan hak
kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara
yang legal. Syariat Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang
sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya,
tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar atau kecil. Selain dalam Al-
qur‟an, sumber pengaturan mengenai hukum waris Islam khususnya di Indonesia
bersumber pula pada Hadist dan Kompilasi Hukum Islam/KHI (Instruktur Presiden
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991).
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan?
2. Apa yang menjadi dasar hukum dari Hukum Kewarisan?
3. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang termasuk asas Hukum Kewarisan?
4. Apa saja hal penyebab dan penghalang mendapat warisan?
E. Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah deskriptif,
yaitu dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta dari beberapa sumber.
Metode ini tidak hanya menguraikan, tetapi juga memberikan pemahaman dan
penjelasan secukupnya. Fakta-fakta yang dideskripsikan diperoleh dengan
menggunakan teknik studi pustaka. Studi pustaka merupakan metode pengumpulan
data yang diarahkan kepada pencari data dan informasi melalui berbagai sumber
seperti buku, jurnal dalam artikel, artikel, dan sumber lain yang mendukung dalam
proses penulisan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Suhardi K.Lubis & Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap & Praktis), (Jakarta: Sinar Grafika Mei
2004), h. 14.
2
H.Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006), h. 205
5
3
Komite Fakultas Syariah Universitas Al-Azhar (Mesir), Hukum Waris, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing,
2004)., h.14
6
5
Neng Djubaedah & Yati Soelistijono, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia, (Depok: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2008), hlm.12
8
berpendapat) (2) dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi) (3) hukum dasar. 6
Sedangkan asas menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti,
diantaranya adalah kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.7
Dalam Syari’ah Islam mengenai hukum Waris juga menganut beberapa asas
yang berhubungan dengan kewarisan, yang bersumber pada Al-Qur’an dan para ulama
juga menyetujui asas-asas ini karena sesuai dengan Syari’ah Islam. Berikut asas-asas
yang dianut adalah:
1) Asas Ijbari : Keharusan, Kewajiban
Yang dimaksud Ijbari adalah bahwa dalam hukum kewarisan Islam
secara otomatis. Artinya, secara hukum langsung berlaku dan tidak memerlukan
tindakan hukum baru setelah matinya pewaris atau peralihan harta dari
seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada ahli warisnya sesuai
dengan ketetapan Allah swt, tanpa digantungkan kepada kehendak seseorang
baik pewaris maupun ahli waris. Unsur keharusannya (ijbari/compulsory)
terutama terlihat dari segi di mana ahli waris (tidak boleh tidak) menerima
berpindahnya harta pewaris kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah
ditentukan oleh Allah.
Oleh karena itu orang yang akan meninggal dunia pada suatu ketika,
tidak perlu merencanakan penggunaan hartanya setelah ia meninggal dunia
kelak, karena dengan kematiannya, secara otomatis hartanya akan beralih
kepada ahli warisnya dengan bagian yang sudah dipastikan Azas Ijbari ini dapat
juga dilihat dari segi yang lain yaitu :
a. Peralihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia
b. Jumlah harta sudah ditentukan besar kecilnya untuk masing-masing
ahli waris Sebagaimana telah ditentukan pada Q.S An-Nisa'/4: 11, 12
dan 176
c. Orang-orang yang akan menerima harta warisan itu sudah ditentukan
dengan pasti yakni mereka yang mempunyai hubungan nasab (darah)
dan perkawinan, apakah perkawinan utuh atau perkawinan yang
dianggap utuh. Sebagaimana ditentukan pada Q S. An-Nisa'/4: 11,12
dan 176
6
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (Cel. Ill; Jakarta: Balai
Pustaka.2005). hlm. 70
7
Mariam Darus Badrulzaman. Mencari Sistem Hukum Benda Nasional (Bandung: Alumni. 1983). hlm. 15
9
2) Asas Bilateral
Yang dimaksud dengan asas bilateral dalam hukum kewarisan Islam
adalah bahwa seseorang menerima hak warisan dari kedua belah pihak garis
kerabat, yaitu dari garis keturunan perempuan maupun garis keturunan laki-laki.
Asas bilateral ini secara tegas dapat ditemui dalam ketentuan Al-Qur’an
surat An-Nisa ayat 7, 11, 12, dan 176 antara lain dalam ayat 7 dikemukakan
bahwa seorang laki- laki berhak memperoleh warisan dari pihak ayahnya dan
demikian juga dari pihak ibunya. Begitu pula seorang perempuan mendapat
warisan dari kedua belah pihak orang tuanya.8
3) Asas Individual : Perorangan
Pengertian dari asas inidvidual ini adalah : setiap ahli waris (secara
individu) berhak atas bagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris
lainnya (sebagaimana halnya dengan pewarisan kolektif yang dijumpai di dalam
ketentuan hukum adat). Ketentuan asas Individual ini dapat dijumpai dalam
ketentuan Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 7 yang mengemukakan tentang bagian-
bagian para Ahli Waris.9
Dengan demikian bahwa setiap para ahli waris mewarisi harta secara
perorangan, karena ketentuan pembagiannya telah ditetapkan dalam Al-Qur’an
secara masing-masing, dan tidak ada hubungannya dengan bagian ahli waris
yang lainnya, dan ahli waris tersebut berhak sepenuhnya atas harta yang
diperolehnya tersebut.
4) Asas Keadilan Berimbang
Asas keadilan berimbang maksudnya adalah keseimbangan antara hak
yang diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau beban biaya
kehidupan yang harus ditunaikannya, dan keseimbangan antara yang diperoleh
dengan keperluan dan kegunaan. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat
bagian yang sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing
(kelak) dalam kehidupan keluarga dan masyarakat Seorang laki-laki menjadi
penanggung jawab dalam kehidupan keluarga, mencukupi keperluan hidup anak
dan isterinya sesuai dengan kemampuannya, seperti dijelaskan pada QS.AI-
Baqarah/2: 233:
8
Ibid., hlm.37
9
Ibid
10
ضا َعةَ ؕ َو َعلَى َ ن لِ َم ۡن اَ َرا َد اَ ۡن يُّتِ َّم ال َّرِ ض ۡعنَ اَ ۡواَل َدهُ َّن َح ۡولَ ۡي ِن َكا ِملَ ۡيِ ت ي ُۡر ُ َو ۡال َوالِ ٰد
َ ُف ن َۡفسٌ اِاَّل ُو ۡس َعهَا ۚ اَل ت
ضٓا َّر ُ َّفؕ اَل تُ َكل ِ ۡال َم ۡولُ ۡو ِد لَهٗ ِر ۡزقُه َُّن َو ِك ۡس َوتُه َُّن بِ ۡال َم ۡعر ُۡو
صااًل ع َۡن َ ِث ِم ۡث ُل ٰذ ل
َ ِك ۚ فَا ِ ۡن اَ َرادَا ف ِ ار ۡ
ِ َوالِ َدةٌ ۢ بِ َولَ ِدهَا َواَل َم ۡولُ ۡو ٌد لَّهٗ بِ َولَ ِد ٖه َو َعلَى ال َو
ِ اض ِّم ۡنهُ َما َوتَ َشا ُو ٍر فَاَل ُجنَا َح َعلَ ۡي ِه َما ؕ َواِ ۡن اَ َر ْدتُّمۡ اَ ۡن ت َۡست َۡر
ضع ۡ ُٓوا اَ ۡواَل َد ُكمۡ فَاَل ٍ ت ََر
َاعلَ ُم ۡ ٓوا• اَ َّن هّٰللا َ بِ َما ت َۡع َملُ ۡون
ۡ فؕ َواتَّقُوا هّٰللا َ َو
ِ ُجنَا َح َعلَ ۡي ُكمۡ اِ َذا َسلَّمۡ تُمۡ َّمٓا ٰات َۡيتُمۡ بِ ۡال َم ۡعر ُۡو
ص ۡي
ِ َب
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh. Yaitu bagi yjang ingin menyempurnakan penyusuan dan
kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara
ma'ruf, seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang
ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian apabila keduanya
ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan. Maka tidak ada dosa atas keduanya dan jika kamu ingin
anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut, bertakwalah kamu kepada Allah
dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
Maksud dari asas ini adalah ahli waris dalam menerima warisan jenis
kelamin tidaklah menentukan dalam hal mewaris, baik laki-laki maupun
perempuan sama-sama mempunyai hak mewaris yang sama.
5) Asas Kewarisan semata akibat Kematian
Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta
hanya semata-mata disebabkan adanya kematian. Dengan kata lain harta
seseorang tidak dapat beralih (dengan pewarisan) seandainya ia masih hidup.
Walaupun ia berhak untuk mengatur hartanya, hak tersebut semata-mata hanya
sebatas keperluannya semasa ia masih hidup, dan bukan untuk penggunaan
harta tersebut sesudah ia meninggal dunia.10
Dengan demikian jika adanya peralihan harta pewaris yang masih
hidup bukanlah merupakan kewarisan melainkan disebut dengan hibah, karena
hukum kewarisan dalam Islam baru terjadi jika adanya kematian.
10
Ibid., hlm.38
11
B. Dasar Hukum
Kompilasi Hukum Islam ini merupakan produk Peraturan Perundang-
Undangan dari bahan-bahan menyangkut Perkawinan, Kewarisan dan Perwakafan yang
bersumber pada Al-Qur’an dan beberapa ijtihad dari para Ulama secara Syari’ah Islam.
Yang khususnya untuk dipergunakan oleh Pengadilan Agama sebagai sumber dalam
melaksanakan Tugasnya dalam menangani masalah Keluarga yang diatur dalam
Kompilasi Hukum Islam ini dan berlaku bagi umat muslim di Indonesia.
Kompilasi Hukum Islam ini berisikan tiga buku, dan masing-masing buku
dibagi ke dalam beberapa bab dan Pasal, khusus bidang kewarisan Diletakan dalam
Buku II dengan judul “Hukum Kewarisan”, buku ini terdiri dari 6 bab dengan 44
Pasal.13 Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut:
Bab I : Ketentuan Umum, dalam buku II (Pasal 171)
Bab II : Ahli Waris (Pasal 172 sampai Pasal 175)
Bab III : Besarnya Bagian (Pasal 176 sampai Pasal 191)
Bab IV : Aul dan Rad (Pasal 192 sampai Pasal 193)
Bab V : Wasiat (Pasal 194 sampai Pasal 209)
Bab VI : Hibah (Pasal 210 sampai dengan Pasal 214)
hukum waris lain. Memakai hukum waris lain hukumnya haram (dosa) dan
memakai hukum waris Islam itulah yang diridhai Allah SWT (Surat An-
Nisa ayat 13 dan 14)
e. Harta peninggalan orang Islam harus dibagi waris secara hukum Islam dan
jika terjadi sengketa diselesaikan memalui pengadilan Agama Islam
berdasarkan Hukum Islam (Surat An-Nisa ayat 65)
2) Asas ‘ubudiyah (ta’abbudi)
Artinya, bahwa menaati hukum waris Islam sebagai bagian dari hukum
Islam secara keseluruhan merupakan ibadah. Allah SWT telah menegaskan hal
ini dalam Surat An-Nisa ayat 13 dan 14 dengan menyatakan bahwa hukum
kewarisan ini merupakan ketentuan-ketentuan dari Allah SWT.
3) Asas akibat kematian
Artinya kewarisan itu baru timbul setelah matinya pewaris sehingga
“tidak ada kewarisan tanpa kematian” atau “ tidak ada kematian tidak ada
kewarisan” dan “ setiap kematian dapat menimbulkan kewarisan.” Asas ini
bersumber pada dari ayat 176 Surat An-Nisa yang mengatakan : “ apabila ada
seseorang meninggal dunia” jadi kalau tidak ada kematian tidak ada kewarisan.
Serta dalil-dalil yang lain (Pasal 171 huruf b KHI)
4) Asas keislaman
Artinya, baik pewaris maupun ahli waris harus orang yang beragama
Islam, harta waris dibagi menurut hukum Islam, dan jika terjadi sengketa
diselesaikan lewat hakim peradilan Islam berdasarkan hukum Islam. Perbedaan
agama antara pewaris dan ahli waris menghalangi pewarisan. Hal ini dinyatakan
dalam Pasal 171 huruf b dan c KHI sebagai penegasan asas keIslaman. Bagian
ahli waris yang terhalang (karena mahjub atau mamnu’) diberikan bagian
berdasarkan asas memelihara kekerabatan dan pelangsungan tanggung jawab.
5) Asas hubungan kekerabatan (nasab)
Hubungan kekerabatan (nasab) merupakan penyebab utama adanya
hubungan kewarisan. Hubungan kekerabatan (nasab) ini sifatnya berjenjang dan
dapat digantikan oleh jenjang berikutnya. Berjenjang artinya, kerabat yang lebih
dekat akan menutup kerabat yang lebih jauh. Dapat digantikan artinya kerabat
yang jauh dapat ditarik menjadi ahli waris yang berhak menerima warisan atau
menjadi ahli waris pengganti karena ada atau telah meninggal dunia lebih dulu
dari pewaris. Hal ini diatur dalam Pasal 174 dan 185 KHI.
17
dan rujuk serta kelahiran) dan perwakafan yang mengharuskan adanya campur
tangan penguasa dan tidak boleh ada paham privat affair karena berkaitan
dengan keterbitan dan kepastian hukum. Pada prinsipnya, mereka tidak boleh
menyimpang dari ketentuan hukum waris Islam atau memakai hukum waris
lain. Namun demikian, dalam pembagian faraid (porsi), mereka diberi
kebebasan untuk memusyawarahkan mengenai besarnya bagian masing-masing
dan cara pembagian terbaik bagi mereka.
18) Asas hubungan timbal balik antara pewaris dan ahli waris
Apabila ahli waris mempunyai hak atas harta warisan pewaris maka
ahli waris juga mempunyai kewajiban terhadap pewaris yang berupa:
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah pewaris
selesai;
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang yang berupa niaya pengobatan,
perawatan, dan semua kewajiban pewaris;
c. Menyelesaikan wasiat pewaris d) Membagi harta warisan di antara ahli
waris yang berhak.
Selain Ahli waris yang berhak atas harta peninggalan Pewaris atau
berhak mewaris, ahli waris dapat juga tidak dapat mewarisi harta peninggalan
pewaris atau tidak dapat menjadi Ahli waris karena Terhalang oleh suatu hal berikut
merupakan Terhalangnya menjadi ahli waris berdasarkan KHI yaitu: Berdasarkan
Pasal 173 KHI seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan
Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena :
a. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya
berat pada pewaris
b. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5
tahun penjara atau hukuman yang lebih berat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kajian atas Hukum Kewarisan dalam Islam dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Sumber Hukum Islam yaitu Al-Qur’an, Hadits, Ijma, dan Ijtihad adalah sumber
perumusan Islam telah meletakkan Hukum Kewarisan Islam menjadi acuan yang
urgen dalam menetapkan pembagian waris dalam Islma. Disamping itu, kewarisan
Islam merupakan pijakan bagi umat Islam dalam menyelesaikan persoalan kewarisan
karena landasannya berasal dari sumber hukum Islam pertama dan kedua yang masuk
kategori sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh fuqaha'.
2. Dalam sistem Hukum kewarisan Islam, asas adalah sesuatu yang menjadi dasar,
prinsip, patokan, acuan atau tumpuan umum untuk berpikir atau berpendapat dan lahir
dari dasar-dasar filosofi tertentu.
B. Saran
1. Sistem kewarisan Islam terdapat aturan seseorang yang mendapat dan tidak mendapat
warisan yang perlu dipahami seluruh pihak terutama bagi ahli waris untuk
menghindari kesalahpahaman di kemudian hari bila terjadi pembagian warisan.
2. Hak mewaris adalah hak seseorang untuk mendapatkan harta warisan dari si pewaris
untuk menghindari perselisihan dalam hal pemindahan harta warisan perlu diadakan
pengaturan soal pemindahan harta peninggalan dan yang memberikan jaminan dapat
berjalan secara aman, tertib dan lancar. Aman berarti secara pasti di kemudian hari
tidak ada gangguan berupa gugatan atau sengketa, baik oleh ahli waris maupun pihak
ketiga.
24
DAFTAR PUSTAKA