Anda di halaman 1dari 6

Nama : Indriani Agustina

NIM : 1203050064
Kelas : IV-B
Mata Kuliah : Sistem Peradilan Pidana (Elektif Pidana)
Dosen Pengampu : Ujuh Juhana S.H.,M.H

UJIAN TENGAH SEMESTER

1) Jelaskan skema /diagram sistem peradilan pidana tersebut diatas?


Jawaban :
Skema ini tentang cara kerja sistem peradilan pidana ini dan diagram alur di atas menggambarkan
urutan peristiwa yang paling umum dalam sistem peradilan pidana dan anak sejak suatu kejahatan
dilakukan, dilaporkan, diselidiki, penangkapan dilakukan, dan terdakwa kriminal melanjutkan. melalui
penuntutan, pelayanan praperadilan, ajudikasi, pemidanaan, pemidanaan, dan pembetulan.
1. Sektor swasta memulai respons terhadap kejahatan.

Tanggapan pertama ini mungkin datang dari individu, keluarga, asosiasi lingkungan, bisnis,
industri, pertanian, lembaga pendidikan, media berita, atau layanan swasta lainnya kepada publik. Ini
melibatkan pencegahan kejahatan serta partisipasi dalam proses peradilan pidana setelah kejahatan
dilakukan. Pencegahan kejahatan lebih dari sekadar menyediakan keamanan pribadi atau alarm
pencuri atau berpartisipasi dalam pengawasan lingkungan. Ini juga mencakup komitmen untuk
menghentikan perilaku kriminal dengan tidak terlibat di dalamnya atau memaafkannya ketika
dilakukan oleh orang lain. Pada setiap tahap proses mulai dari perumusan tujuan awal hingga
keputusan tentang lokasi penjara dan penjara hingga reintegrasi narapidana ke dalam masyarakat,
sektor swasta memiliki peran untuk dimainkan. Tanpa keterlibatan tersebut, proses peradilan pidana
tidak dapat melayani warga negara yang dimaksudkan untuk dilindungi.
2. Bagaimana Sistem Peradilan Pidana Bekerja Masuk ke Sistem

Sistem peradilan tidak menanggapi sebagian besar kejahatan karena begitu banyak kejahatan
yang tidak ditemukan atau dilaporkan ke polisi. Lembaga penegak hukum belajar tentang kejahatan
dari laporan korban atau warga lainnya, dari penemuan petugas polisi di lapangan, dari informan, atau
dari pekerjaan investigasi dan intelijen. Setelah lembaga penegak hukum menetapkan bahwa
kejahatan telah dilakukan, tersangka harus diidentifikasi dan ditangkap agar kasus dapat diproses
melalui sistem. Terkadang, seorang tersangka ditangkap di tempat kejadian; namun, identifikasi
tersangka terkadang membutuhkan penyelidikan yang ekstensif. Seringkali, tidak ada yang
diidentifikasi atau ditangkap. Dalam beberapa kasus, seorang tersangka ditangkap dan kemudian
polisi menentukan bahwa tidak ada kejahatan yang dilakukan dan tersangka dibebaskan.
3. Bagaimana Sistem Peradilan Pidana Bekerja Layanan Penuntutan & Praperadilan

Setelah penangkapan, lembaga penegak hukum memberikan informasi tentang kasus tersebut
dan tentang terdakwa kepada jaksa, yang akan memutuskan apakah tuntutan resmi akan diajukan ke
pengadilan. Jika tidak ada tuntutan yang diajukan, terdakwa harus dibebaskan. Penuntut juga dapat
membatalkan tuntutan setelah melakukan upaya penuntutan. Seorang tersangka yang didakwa
melakukan kejahatan harus dibawa ke hadapan hakim atau hakim tanpa penundaan yang tidak perlu.
Pada penampilan awal, hakim atau hakim memberi tahu terdakwa tentang dakwaan dan memutuskan
apakah ada kemungkinan alasan untuk menahan terdakwa. Jika pelanggarannya tidak terlalu serius,
penentuan kesalahan dan penilaian hukuman juga dapat terjadi pada tahap ini. Seringkali, penasihat
hukum juga ditugaskan pada penampilan awal. Semua tersangka yang dituntut karena kejahatan berat
berhak untuk diwakili oleh seorang pengacara. Jika pengadilan memutuskan bahwa tersangka tidak
mampu dan tidak mampu membayar perwakilan seperti itu, pengadilan akan menunjuk pengacara
atas biaya publik.
4. Penuntutan & Ajudikasi

Setelah dakwaan atau informasi diajukan ke pengadilan, terdakwa dijadwalkan untuk didakwa.
Pada dakwaan, terdakwa diberitahu tentang dakwaan, diberitahu tentang hak-hak terdakwa pidana,
dan diminta untuk mengajukan pembelaan atas dakwaan tersebut. Terkadang, pengakuan bersalah
merupakan hasil negosiasi antara jaksa dan terdakwa. Jika terdakwa mengaku bersalah atau
memohon hakim dapat menerima atau menolak pembelaan. Jika pembelaan diterima, tidak ada
persidangan yang diadakan dan pelaku dihukum pada persidangan ini atau di kemudian hari.
Permohonan tersebut dapat ditolak dan dilanjutkan ke pengadilan jika, misalnya, hakim percaya
bahwa terdakwa mungkin telah dipaksa. Jika terdakwa mengaku tidak bersalah atau tidak bersalah
dengan alasan kegilaan, tanggal ditetapkan untuk persidangan. Seseorang yang dituduh melakukan
kejahatan serius dijamin diadili oleh juri. Namun, terdakwa dapat meminta pengadilan di mana hakim,
bukan juri, berfungsi sebagai pencari fakta. Dalam kedua kasus, penuntut dan pembela menghadirkan
bukti dengan menanyai saksi sementara hakim memutuskan masalah hukum. Hasil persidangan dalam
pembebasan atau keyakinan atas tuduhan asli atau pada pelanggaran yang termasuk lebih rendah.
5. Hukuman & Keyakinan

Setelah putusan, hukuman dijatuhkan. Dalam kebanyakan kasus, hakim memutuskan hukuman,
tetapi di beberapa yurisdiksi, hukuman diputuskan oleh juri, terutama untuk pelanggaran berat.Dalam
mencapai hukuman yang tepat, sidang hukuman dapat diadakan di mana bukti keadaan yang
memberatkan atau meringankan dipertimbangkan. Dalam menilai keadaan seputar perilaku kriminal
terpidana, pengadilan sering mengandalkan investigasi kehadiran oleh agen masa percobaan atau
otoritas lain yang ditunjuk. Pengadilan juga dapat mempertimbangkan pernyataan dampak korban.
6. Hukuman & Koreksi

Seorang pelanggar akan dihukum setelah terbukti bersalah. Jika penahanan adalah hukuman yang
diberikan, orang yang dihukum akan menjalani hukuman di penjara.

2) Diantara pendekatan dalam system peradilan pidana, manakah yang paling efektif dan yang
tidak efektif. Jelaskan!
Jawaban :

Crime Control Model lahir karena fenomena tingginya tingkat kejahatan yang
disebabkan tidak meratanya pertumbuhan ekonomi dan untuk menanggulanginya negara
menggunakan hukum pidana. Atas dasar itu, Crime Control Model memberikan solusi agar
dikedepankannya efisiensi waktu dalam menegakan hukum pidana karena tingginya tingkat
kejahatan. Efisiensi waktu menurut Crime Control Model meliputi kecepatan, ketelitian, dan
daya guna administratif dalam memproses pelaku tindak pidana. Karena setiap perkara
pidana harus segera diadili dengan cepat dan harus segera diselesaikan, maka dari itu segala
suatu hal yang sifatnya seremonial belaka akan dikesampingkan agar tidak terhambatnya
proses penegakan hukum. Bila diklasifikasikan, nilai-nilai yang menjadi landasan konsep
Crime Control Model adalah sebagai berikut:
Tindakan represif terhadap suatu tindakan kriminal merupakan fungsi terpenting dari suatu
proses peradilan pidana. Dalam melakukan penegakan hukum, yang paling diutamakan
menurut konsep ini adalah efisiensi waktu. Proses penegakan hukum harus dilaksanakan
berdasarkan prinsip cepat (speedy) dan harus tuntas (finality) dan model yang dapat
mendukungnya adalah model administratif yang menyerupai metode manajerial.Asas
praduga bersalah (presumption of guilt) menjadi syarat utama dalam efisiensi waktu
penegakan hukum.Proses penegakan hukum menitik beratkan kepada kualitas temuan fakta
administratif, yang mana penemuan tersebut akan mengarahkan:
a. tersangka dibebaskan dari penuntutan; atau
b. tersangka menyatakan dirinya bersalah atau plead guilty.
Namun Dalam pandangan Muladi, Crime Control Model, tidak cocok karena model ini
berpandangan tindakan yang bersifat represif sebagai terpenting dalam melaksanakan proses
peradilan pidana; sedang Due Proses Model, tidak sepenuhnya menguntungkan karena
bersifat ‘anti-authoritarian values’ demikian juga Family Model, kurang memadai karena
terlalu ‘offender oriented’ karena masih terdapat korban yang juga memerlukan perhatian
serius. Model yang cocok untuk Indonesia ialah model yang mengacu pada ‘daad-dader
strafrecht’ yang disebut dengan model keseimbangan kepentingan, yakni model realistik yang
memperhatikan pelbagai kepentingan yang harus dilindungi oleh hukum pidana, yakni
kepentingan negara, kepentingan umum, kepengtingan individu, kepentingan pelaku tindak
pidana dan kepentingan korban kejahatan. (Muladi dalam Sidik Sunaryo,2005: 271-272)

3) Berikan analisis hukum terkait due process model dan crime control model dalam upaya
penegakan hukum yang berkeadilan.
Jawaban :
The Crime Control Model didasarkan pada anggapan bahwa penyelenggaraan peradilan pidana
adalah semata-mata untuk menindas perilaku kriminal ( criminal conduct ), dan ini merupakan
tujuan utama proses peradilan, karena yang diutamakan adalah ketertiban umum ( public order )
dan efisiensi ( Ansorie Sabuan dkk, 1990 : 6 ). Proses kriminal pada dasarnya merupakan suatu
perjuangan atau bahkan semacam perang antara dua kepentingan yang tidak dapat dipertemukan
kembali yaitu kepentingan negara dan kepentingan individu ( terdakwa ). Di sini berlakulah apa
yang disebut sebagai “presumption of guilt” (praduga bersalah) dan “sarana cepat” dalam
pemberantasan kejahatan demi efisiensi. Dalam praktek model ini mengandung kelemahan yaitu
seringnya terjadi pelanggaran hak asasi manusia demi efisiensi. Oleh karena itu muncullah model
yang kedua yang disebut Due Process Model. Di dalam Due Process Model ini muncul nilai-nilai
baru yang sebelumnya kurang diperhatikan, yaitu konsep perlindungan hak-hak individual dan
pembatasan kekuasaan dalam penyelengaraan peradilan pidana. Proses kriminal harus dapat
dikendalikan untuk dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan sifat otoriter dalam rangka
mencapai maksimum efisiensi. Di dalam model ini berlaku asas yang sangat penting yaitu asas
praduga tidak bersalah ( presumption of innocent ). Kedua model yang diperkenalkan oleh Packer
di atas, didasarkan pada pemikiran mengenai hubungan antara negara dan individu dalam proses
kriminal yang menempatkan pelaku tindak pidana sebagai musuh masyarakat ( enemy of the
society ), sedangkan tujuan utama dari pemidanaan adalah mengasingkan pelaku tindak pidana
dari masyarakat ( exile function of punishment ). Menurut John Griffiths kedua model tersebut
secara filosofis berlandaskan pada model peperangan ( Battle Model ) serta pertentangan antara
negara dengan individu yang tidak dapat dipertemukan kembali ( irreconciliable disharmony of
interest ) sehingga jika terjadi kejahatan, maka terhadap si pelaku harus segera diproses dengan
menempatkannya sebagai obyek di dalam sistem peradilan pidana. Sehubungan dengan model-
model sistem peradilan pidana yang dikemukakan di atas, Muladi mengemukakan pandangannya
sebagai berikut :

• Crime Control Model : tidak cocok karena model ini berpandangan bahwa tindakan yang
bersifat represif sebagai yang terpenting dalam melaksanakan proses peradilan pidana.
• Due process model : tidak sepenuhnya menguntungkan karena sifat “anti-authoritarian
values”.

4. Berikan pendapat saudara terkait urgensi perkembangan hukum system peradilan pidana
yang harus di adopsi oleh system peradilan pidana Indonesia.
Jawaban :
Ada beberapa model yang berkembang baik dinegara continental maupun dinegara
anglosaxon. Model ini tidak dapat dilihat sebagai suatu yang absolut atau bagian dari kenyataan
hidup yang harus dipilih melainkan harus dilihat sebagai sistem nilai yang bias dibedakan dan
secara bergantian dapat dipilih sebagai prioritas didalam proses peradilan pidana. Peraturan
perundang-undangan yang ada baik yang terdapat didalam atau diluar KUHAP dapat diterangkan
bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia mempunyai perangkat struktur atau subsistem
kepolisian, kejaksaan, pengadilan,lembaga permasyarakatan dan advokat atau penasihat hukum
sebagai quasi sub sistem.
Perkembangan hukum pada sistem peradilan pidana yang harus di adopsi adalah Pancasila.
Karena Pancasila merupakan sumber hukum di Indonesia yang menjadi roh dalam setiap aturan
hukum yang akan diberlakukan di Indonesia dan menjadi hal yang krusial bagi pembangunan
hukum di Indonesia. Keberadaan Pancasila sangat dibutuhkan dalam pembangunan hukum yang
disesuaikan dengan nilai-nilai dalam Pancasila. Sebagai contoh produk hukum yang diterapkan di
Indonesia seperti penegakan hukum yang ada di Indonesia. Penegakan hukum Indonesia identik
dengan tempat pencari keadilan yang harus disesuaikan dengan kepentingan masyarakat sebagai
bentuk upaya mendapatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Penegakan hukum itu
sendiri bisa dimaknai sebagai bentuk usaha dalam hukum demi mengakali terjadinya kejahatan
yang terjadi, mencapai suatu rasa adil bagi masyarakat dan tepat sasaran.

Anda mungkin juga menyukai