Anda di halaman 1dari 20

PRINSIP-PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO.

1 TAHUN 1974
DAN KOMPLIKASI HUKUM ISLAM
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam
Dosen Pengampu :
Drs. H. Aziz Sholeh, M.Ag.

Oleh :
Febi Dwi Salsabila 1203050049
Gildan Muslim Mutaqien 1203050055
Isnainy Nurzalfa 1203050067
Mohamad As’ad 1203050087
Muhamad Sidik Sehabudin 1203050093

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYAR’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam tidak lupa kami
ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada
Allah SWT yang telah memberi hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga
menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Drs.
H. Aziz, M.Ag. sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Hukum Perdata Islam ini yang
telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Makalah ini berjudul Prinsip-Prinsip
Perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974 dan Komplikasi Hukum Perdata Islam.
Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat
berterima kasih. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita
semua.

Bandung, 20 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ii


DAFTAR ISI ...............................................................................................................iii
BAB I ...........................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah .........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah ...............................................................................2
D. Manfaat Penulisan makalah .............................................................................2
E. Metode Penulisan .............................................................................................3
BAB II .........................................................................................................................4
PEMBAHASAN .........................................................................................................4
A. Pengertian Perkawinan atau Pernikahan ..........................................................4
B. Tujuan Dari Perkawinan atau Pernikahan ........................................................6
C. Prinsip-primsip Perkawinan Menurut UU No. 1 Th. 1974 ..............................10
D. Jenis-jenis Pernikahan Yang Diharamkan .......................................................12
BAB III ........................................................................................................................14
PENUTUP ...................................................................................................................14
A. Simpulan ..........................................................................................................14
B. Saran ................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan
manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita
menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik
sebelum maupun selamanya perkawinan berlangsung.
Setiap mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya
melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan
yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-perbedaannya dalam pelaksanaan
yang disebabkan karena keberagaman kebudayaan atau kultur terhadap agama yang
dipeluk.
Setiap orang atau pasangan (pria dengan wanita) jika sudah melakukan
perkawinan maka terhadapnya ada ikatan kewajiban dan hak diantara mereka
berdua dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Perkawinan menurut
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU
Perkawinan),1 bukan hanya merupakan suatu perbuatan perdata saja, akan tetapi
juga merupakan suatu perbuatan keagamaan, karena sah atau tidaknya suatu
perkawinan tolak ukurnya sepenuhnya ada pada hukum masing-masing agama dan
kepercayaan yang dianutnya.2
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya
disebut UU No. 1 Tahun 1974) menyebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur bahwa
perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menegaskan perkawinan adalah akad yang sangat

1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (LN 1974 Nomor 1,TLN 3019).
2
Abdurrahman, 1978, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung,
Penerbit Alumni, 1978. hlm. 9

1
2

kuat (mitsqan ghalidhan) untuk menaati perintah Allah, dan


melaksanakannya merupakan ibadah. Perkawinan merupakan salah satu perintah
agama kepada yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan
dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan maupun dalam
bentuk perzinaan.3

B. Identifikasi Masalah
Identifikasi yang akan dibahas dimakalah ini, yaitu :
1. Apa Pengertian dari perkawinan dan pernikahan?
2. Apa saja tujuan dari perkawinan?
3. Prinsip-prinsip perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974
4. Apa saja Jenis-jenis perkawinan yang hukumnya haram?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui definisi perkawinan.
2. Mengetahui tujuan perkawinan.
3. Mengetahui prinsip-prinsip perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974.
4. Mengetahui jenis perkawinan yang hukumnya haram.

D. Manfaat Penulisan Makalah


Manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu?
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi perkawinan.
2. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan perkawinan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip-prinsip perkawinan menurut UU No. 1 Tahun
1974.
4. Mahasiswa dapat mengetahui jenis perkawinan yang hukumnya haram.

3
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
3

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan penulis adalah penelitian deskriptif.


Metode berasal dari bahasa Yunani, yakni Metha yang berarti langsung, dan Hodos
yang berarti cara, alat, atau kekuatan. Ahmad Tafsir juga mendefinisikan metode,
istilah yang digunakan untuk mengungkapkan cara yang paling tepat dan tercepat
dalam melakukan sesuatu. Dengan kata lain, metode berarti satu atau lebih cara
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Padahal menurut
KBBI, menulis adalah proses, cara, dan perilaku menulis atau menulis.

Metode deskriptif adalah mendeskripsikan gejala, peristiwa, dan peristiwa


yang terjadi di masa lampau penulis mencoba memotret peristiwa-peristiwa
tersebut yang menjadi fokus perhatian masyarakat, kemudian
mendeskripsikannya.4 Sedangkan metode penelitian deskriptif digunakan untuk
memecahkan dan menjawab permasalahan yang ada.5 Oleh karena itu, kesimpulan
dari studi deskriptif fokus pada pemecahan masalah praktis, seperti yang dilakukan
pada saat studi dilakukan. Dalam pendidikan, peran penelitian deskriptif lebih
merupakan solusi praktis daripada pengembangan keilmuan.

Oleh karena itu, kesimpulan dari studi deskriptif fokus pada pemecahan
masalah praktis, seperti yang dilakukan pada saat studi dilakukan. Dalam
pendidikan, peran penelitian deskriptif lebih merupakan solusi praktis daripada
pengembangan keilmuan. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian
pustaka, yaitu kegiatan mengamati berbagai dokumen yang berkaitan dengan topik
yang diajukan, baik berupa buku, karangan maupun tulisan, bermanfaat untuk
penelitian dan dapat digunakan dalam proses penelitian.

4
Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989: 64.
5
Mohamad Ali, 1982: 120.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan Atau Pernikahan

Setiap mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya


melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan
yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-perbedaannya dalam pelaksanaan
yang disebabkan karena keberagaman kebudayaan atau kultur terhadap agama yang
dipeluk.
Perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa berati
membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Berasal dari kata an-nikah yang menurut bahasa berarti
mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi atau bersetubuh. Sedangkan
menurut Sayid Sabiq, perkawinan merupakan “satu sunatullah yang berlaku pada
semua makhluk Tuhan, baik manusia, hewan maupun tumbuhan”.6
Sedangkan nikah berarti adh-dhammu wattadakhul (bertindih dan
memasukkan). Kata nikah diartikan dengan adh-dhammu wa al-jam’u (bertindih
dan berkumpul). Oleh karena itu, menurut kebiasaan orang Arab, pergesekan
ruympun pohon seperti bambu akibat tiupan angin diistilahkan dengan tanaakahatil
asyjar (rumpun pohon itu sedang kawin), karena tiupan angin itu menyebabkan
terjadinya pergesekan dan masuknya rumpun yang satu ke yang lain.
Menurut istilah ilmu fiqih, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang
mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafazh
nikah tazwij.
Pernikahan atau perkawinan ialah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan
mahram. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam surat An-Nisa Ayat 3, yang
artinya :
“ Dan Bila kalian khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak
yatim perempuan, maka nikahilah dari perempuan-perempuan yang kalian sukai,
dua, tiga atau empat. Lalu bila kalian khawatir tidak adil (dalam memberi nafkah

6
KE Prasanti. (2014). Perkawinan. Diakses : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/773/2/BAB%20II.pdf . Pada
20 Maret 2021 pukul 23.00.

4
5

dan membagi hari di antara mereka), maka nikahilah satu orang


perempuan saja atau nikahilah budak perempuan yang kalian miliki. Yang
demikian itu lebih dekat pada tidak berbuat aniaya.”
Nikah adalah asas hidup yang paling utama dalam pergaulan atau embrio
bangunan masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu
jalan amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan,
melainkan dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara
suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan interelasi
antara satu kaum dan yang lain.
Nikah juga dapat dikatakan sebagai suatu akad yang menyebabkan
kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dengan seorang wanita dan saling
menolong keduanya. Abu Zahrah (1975:19) mengemukakan bahwa perkawinan
adalah suatu akad yang menghalalkan hubungan kelamin antara seorang pria dan
wanita, saling membantu, dan masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang
harus dipenuhi menurut ketentuan syariat.
Sedangkan perkawinan dapat disebuty sebagai suatu perjanjian suci
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga
bahagia. Definisi itu memperjelas pengertian bahwa perkawinan adlah
perjanjian. Sebagai perjanjian ia mengandung pengertian adanya kemajuan bebas
antara dua pihak yang saling berjanji, berdasarkan prisnsip suka sama suka.
Perjanjian itu dinyatakan dalam bentuk ijab dan kabul yang harus
diucapkan dalam satu majelis, baik langsung oleh mereka yang bersangkutan
atau oleh mereka yang dikuasakan untuk itu. 7
Menurut Pasal 1 UndangUndang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
pengertian perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.Dari
uraian pengertian dalam Pasal 1 tersebut pengertian perkawinan pada Pasal 1
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan penjelasannya, sesungguhnya
perkawinan bukan hanya kebutuhan lahiriah (jamani), namun juga merupakan

7
Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”. Bandung : Pustaka
Setia. Hlm.31-35.
6

kebutuhan rohani (bathin). Pengertian tersebut juga relefan dengan Al-Qur’an Surat
Ar- Ruum ayat 21.8
Pasal 1 UU Perkawinan dalam penjelasan Pasal demi Pasal dijelaskan
bahwa Perkawinan sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama.
Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa
sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke
Tuhanan Yang Mahaesa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali
dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur
lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting.
Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula
merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua.9

B. Tujuan Dari Perkawinan dan Pernikahan


Pernikahan dan perkawinan tentu saja memiliki tujuan tersendiri. Tujuan
substansial dari pernikaham adalah sebagai berikut.
Pernikahan bertujuan menyalurkan kebutughan syahwat seksualitas
manusia dengan jalan yang dibenarkan oleh Allah SWT. dan mengendalikan
manusia dari hawa nafsu dengan cara terbaik yang berkaitan dengan peningkatan
moralitas manusia sebagai hamba Allah.
Tujuan utama dari pernikahan adalah menghalalkan hubungan seksual
antara laki-laki dan perempuan. Perjalanan moralitas manusia bergelkut dengan
hawa nafsunya yang secara fitrah tidak pernah merasa puas, selalu rakus dengan
kenikmata, meskipun harus melanggar syariat Allah SWT. nafsu seks yang cara
melampiaskannya seperti binatang telah lama dilakukan manusia. Perempua
dijadikan objek seks bebas atau perempuannya sendiri yang menjadin penjaja seks
bagi kaum laki-laki hidung belang.

8
Akhmad Munawar. (2015). Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Positif Yang Berlaku Di Indonesia.
Diakses : https://media.neliti.com/media/publications/225090-sahnya-perkawinan-menurut-hukum-positif-
de5368f5.pdf. Pada 20 Maret 2021 pukul 23.45.

9
Jaloabang. (2019). UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Diakses :
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan. Pada 21 Maret 2021 pukul 02.30.
7

Selain itu, tujuan pernikahan adalah mengangkat harkat dan martabat


perempuan. Yang secara substansial mengacu pada tiga prinsip penting, yaitu :
1. Semua manusia di mata Allah berkedudukannya sama sederajat
2. Setiap manusia diberi kelebihan dan kekurangan
3. Setiap manusia dapat melakukan hubungan timbal balik serta hubungan
fungsional agar kelebihan dan kekurangan yang dimliki masing-masing
menjadi potensi yang kuat untuk membangun kehidupan secara
bersama-sama dalam ikatan janji suci, yang salah satunya melalui
perkawinan.

Menurut Masdar F. Mas’udi (Islam dan Hak-Hak Reproduksi Perempuan,


Dialog Fiqh Pemberdayaan, 1997:71-87) bahwa secara kodrati, perempuan
mengemban fungsi reproduksi umat manusia yang meliputi mengandung,
melahirkan, dan menyusui anak. Beban yang amat berat dari kaum perempuan
adalah melakukan reproduksi yang memperpanjang kejayaan kehidupan manusia
dalam sejarah dan peradaban panjang hingga saat ini. Sehinga Al-Wuran
menetapkan perempuan sebagai makhluk yang amat mulia.10

Selain itu, menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah
SWT dan Nabi-Nya. Selain menciptakan generasi yang sholeh/sholehah, Allah
menyampaikan berbagai berkah di balik pernikahan. Meski aktivitas bersama
pasangan halal itu dianggap sederhana, namun bernilai pahala dan sedekah.
Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut
suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan
menikah dalam Islam yang seharusnya dipahami orang muslim.
Maka ada beberapa tujuan menikah dalam Islam menurut al-Qur’an dan
Hadits yaitu :

1. Melaksanakan Sunnah Rasul

Tujuan utama pernikahan dalam Islam ialah menjauhkan dari perbuatan


maksiat. Sebagai seorang muslim, kita memiliki panutan dalam menjalankan

10
Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”. Bandung :
Pustaka Setia. Hlm. 42-44.
8

kehidupan sehari-hari. Alangkah baiknya bisa meniru yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Salah satunya menjalankan pernikahan dengan niat yang baik.
"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan
sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga
dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah no. 1846,
dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).

2. Menguatkan Ibadah sebagai Benteng Kokoh Akhlaq Manusia

Pernikahan merupakan hal yang mulia dalam Islam. Ikatan suci yang
bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang
dilarang agama. Apabila telah menikah, diketahui baik untuk mmenundukkan
pandangan. Juga membentengi diri dari perbuatan keji dan merendahkan martabat,
salah satunya zina.
"Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh
menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum
mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR.
Bukhari No. 4779).

3. Menyempurnakan Agama

Terasa lebih indah bila menjalani kebahagiaan dunia dan akhirat bersama
rekan yang tepat dalam biduk rumah tangga. Tujuan pernikahan dalam Islam
selanjutnya untuk menyempurnakan separuh agama. Separuhnya yang lain melalui
berbagai ibadah.
"Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam
memelihara yang sebagian sisanya." (HR. Thabrani dan Hakim).

4. Mengikuti Perintah Allah SWT

Tujuan pernikahan dalam Islam berikutnya ialah mengikuti perintah Allah


SWT. Menikah menjadi jalan ibadah yang paling banyak dinanti dan diidamkan
oleh sebagian masyarakat. Tak perlu ragu dan takut perihal ekonomi.
Yakinlah bahwa usaha yang dibarengi doa, tawakal bersama pasangan,
tentu akan saling menguatkan mencapai kekayaan dunia dan akhirat.
9

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-


orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)
lagi Maha Mengetahui." (QS. An-Nur Ayat 32).

5. Mendapatkan Keturunan
Demi melestarikan keturunan putra-putra Adam, tujuan pernikahan dalam
Islam termasuk mendapatkan keturunan. Salah satu jalan investasi di akhirat, selain
beribadah, termasuk pula keturunan yang sholeh/sholehah.
"Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah?." (QS. An-Nahl ayat 72).

6. Penyenang Hati dalam Beribadah

Tujuan menikah dalam Islam selanjutnya sebagai penyenang hati,


membentuk pasangan suami-istri yang bertakwa pada Allah SWT. Pernikahan
mampu memicu rasa kasih dan menciptakan insan yang takwa. Bersama
memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan bermanfaat bagi orang lain.
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Furqon ayat 74).

7. Membangun Generasi Beriman

Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya untuk membangun generasi


beriman. Bertanggung jawab terhadap anak, mendidik, mengasuh, dan merawat
hingga cukup usia. Jalan ibadah sekaligus sedekah yang menjadi bekal di akhirat
kelak.
"Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti
mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan
Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia
terikat dengan apa yang dikerjakannya." (QS. At-Thur ayat 21).
10

8. Memperoleh Ketenangan

Sebuah pernikahan dianjurkan dengan tujuan dan niat yang memberi


manfaat. Perasaan tenang dan tentram atau sakinah, akan hadir seusai menikah.
Bukan sekedar untuk melampiaskan syahwat atau perasaan biologis saja, karena
hal ini bisa mengurangi ketenangan tersebut.
"Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS al-Rum
[30]: 21).11

C. Prinsip-prinsip perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974


Berdasarkan UU No. 1 Tahun 1974, pernikahan dan perkawinan sangat
berhubungan erat dengan kerohanian dan agama. Penjelasan Pasal 1 UU No. 1
Tahun 1974 menyebutkan bahwa sebagai negara Pancasila, yang mana sila
pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan sangat
berhubungan dengan agama.
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki prinsip-prinsip atau
azas-azas perkawinan yang telah disesuaikan dengan perkembangan zaman. Yaitu :
1. Tujuan perkawinan ialah membentuk keluarga bahagia. Maka dari itu,
suami dan isteri harus saling membantu dan saling melengkapi, supaya
terciptanya rumah tangga yang sejahtera, baik spirituil maupun materiil.
2. Dinyatakan dalam UU ini, suatu perkawinan adalah sah bila dilakukan
menurut hukum dari agamanya masing-masing. Selain itu, perkawinan
harus dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

3. Menganut azas monogami. Artinya hanya memiliki satu pasangan.


Apabila dikehendaki oleh pihak yang bersangkutan dan memenuhi

11
Kurnia Azizah. (2020). 8 Tujuan Menikah dalam Islam Menurut Al-Quran dan Hadis, Wajib Diketahui.
Diakses : https://www.merdeka.com/trending/8-tujuan-menikah-dalam-islam-menurut-al-quran-dan-hadis-
wajib-diketahui-kln.html?page=4. Pada 21 Maret 2021 Pukul 03.00
11

syarat yang diputuskan oleh Pengadilan, suami boleh beristri lebih dari
satu.
4. Dalam melaksanakan perkawinan, calon suami-isteri harus telah masak
jiwa raganya. Supaya terwujudnya tujuan perkawinan dengan baik tanpa
perceraian.
5. Mempersukar perceraian, karena perceraian bertentangan dengan tujuan
pernikahan yakni membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan
sejahtera. Oleh karena itu, UU ini mempersulit terjadinya perceraian,
harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang
Pengadilan.
6. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami.
Sehingga segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan
diputuskan secara bersama-sama oleh suami-isteri.12

Semua prinsip-prinsip itu tidak bertentangan bahkan saling menguatkan


dengan sumber hukum islam, yakni al-Qur’an dan Hadits. M. Rafiq menguraikan
bahwa prinsip pertama dan keempat bisa dilihat pada firman Allah :
"Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih saying. Sesugguhnya pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi kaum
yang berfikir" (QS. Al Rum: 21).
Berkenaan prinsip kedua, jelas bahwa setiap peraturan harus dilaksanakan
dan bersumber kepada al-Qur’an dan Hadits. Prinsip ketiga kepada ayat :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinlah dengan
wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga, empat. Kemudian jika kamu
takut tidak dapat berlaku adil maka kawinlah seorang saja atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”. (QS. an-Nisa: 3)
Asas kelima sesuai Hadits Nabi :

12
Jaloabang. (2019). UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Diakses :
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan. Pada 21 Maret 2021 pukul 08.30.
12

"Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian". (HR. Abu
Daud dan atTirmidzi)
Asas keenam dengan firman Allah :
”(karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka
usahakan dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka
usahakan”(QS. An-Nisa: 32)13

D. Jenis-jenis perkawinan yang Diharamkan


Meskipun pernikahan dan perkawinan adalah ibadah yang disyariatkan oleh
Rasulullah, terdapat beberapa pernikahan yang dilarang oleh Undang-undang
maupun agama. Pasal 8 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan
beberapa pernikahan yang dilarang, diantaranya :
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun
ke atas;
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seseorang dengan saudara orang tua dan antara
seseorang dengan saudara neneknya;
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan
ibu/bapak tiri;
4. Berhubungan susuan, anak susuan, saudara dan bibi/paman susuan;
5. Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau
kemenakan dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari
seorang;
6. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain
yang berlaku dilarang kawin.14

13
Ach. Puniman. (2018). Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 . diakses : https://core.ac.uk/download/pdf/229038524.pdf . Pada tanggal 21 Maret 2021 Pukul 09.00.
14
Anonim. (2018). Kenali Bentuk Perkawinan Yang Dilarang di Indonesia. Diakses :
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1f94bb9a111/kenali-bentuk-perkawinan-yang-dilarang-
hukum-di-indonesia?page=2. Pada tanggal 21 Maret 2021 pukul 09.45.
13

Selain pernikahan yang dilarang oleh UU di atas, ada pula jenis-jenis lain
yang diharamkan oleh agama Islam, yakni :
1. Nikah Syighar, yaitu menikahkan anak perempuannya dengan syarat
orang yang menikahi anaknya itu juga menikahkan puteri yang ia miliki
dengannya. Baik itu dengan memberikan mas kawin bagi keduanya
maupun salah satu darinya saja atau tidak memberikan mas kawin sama
sekali.
2. Nikah Muta’ah, yaitu nikah dengan batasan waktu.
3. Menikahi wanita yang sedang dalam masa iddah atau menunggu waktu
untuk dinikahi karena cerai atau ditinggal mati suami.
4. Nikah Muhallil, yaitu menikahi wanita yang sudah ditalak tiga oleh
suaminya dengan maksud untuk dicerai supaya wanita tersebut bisa
menikah kembali dengan mantan suaminya.
5. Menikah beda agama.15

15
Woman. (2021). 5 Pernikahan Yang Dilarang Dalam Syariat Islam. Diakses :
https://kumparan.com/hipontianak/5-pernikahan-yang-dilarang-dalam-syariat-islam-1v3gprRxQ5S . Pada
tanggal 21 Maret 2021 pukul 10.44.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Pernikahan secara bahasa berasal dari kata “an-nikah” yang memiliki arti
mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi (bersetubuh). Dalam susunan kata
yang lain, perinikahan dapat disebut juga dengan perkawinan yang berasal dari kata
dasar “kawin” yang memiliki arti membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Meski pun terdapat perbedaan
dalam hal penyebutan dan penulisan kata, tapi keduanya memiliki kesepadanan
makna, yaitu beerhubungan intim.

Menurut istilah ilmu fiqh, pernikahan memiliki arti suatu akad (perjanjian)
yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual yang sebelumnya
memiliki larangan atasnya. Sendangkan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, menyebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang Bahagia dan kekal berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Di dalam islam, pernikahan bukan hanya sebatas menyatukan dua hati


manusia yang saling mencintai, melainkan memiliki tujuan tersendiri yang luhur
dan suci demi kelangsungan hidup manusia. Diantara tujuan dari pernikahan
tersebut bedasarkan Al-Quran dan Sunnah yaitu: Melaksanakan Sunnah Rasul,
menguatkan ibadah sebagai benteng kokoh akhlak manusia, menyempurnakan
agama, mengikuti perintah Allah Ta’ala, mendapatkan keturunan, penyenang hati
dalam beribadah, membangun generasi beriman, dan mempero;eh ketenangan.

Dalam UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa pernikahan memiliki


prinsip-prinsip yang menjadi landasan diadakannya ikatan tersebut, diantaranya:
Membentuk keluarga yang Bahagia, pernikahan dinyatakan sah bila sesuai
ketentuan hukum yang berlaku, menganut asas monogami, pasangan mempelai
sudah masak jiwa raganya, mempersukar perceraian, dan hak kedudukan antara
suami-istri memiliki posisi yang seimbang.

14
15

Terdapat pernikahan yang dilarang berdasarkan ketentuan UU No. 1 Tahun


1974, yaitu: Memiliki hubungan darah dalam garis keturunan ke atas dan ke
bawah, memiliki hubungan darah dalam garis keturunan ke samping, hubungan
semenda, hubungan susuan, dan hubungan yang menyangkut saudara atau
keponakan istri.

B. Saran
Sebagai masyarakat hukum yang sekaligis mendiami negara yang
berlandaskan kepada hukum, sudah seyogianya dalam mengamalkan sikap tindak
dalam kehidupan sehari-hari selalu menitikberatkan kepada tata aturan hukum yang
berlaku, khususnya dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat sacral seperti
pernikahan. Karena masih tidak sedikit masyarakat yang menyimpang dalam hal
melakukan prosesi pernikahan, seperti nikah siri atau memiliki istri lebih dari
empat serta menikah di bawah umur yang disepakati dalam Undang-undang.
Dengan dilangsungkannya prosesi pernikahan yang berlandaskan kepada
aturan hukum yang berlaku diharapkan setiap pasangan suami istri akan
mendapatkan segala kemudahan dalam prosesi pernikahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 1978, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung,


Penerbit Alumni, 1978.
Akhmad Munawar. (2015). Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Positif Yang Berlaku Di
Indonesia. Diakses :
https://media.neliti.com/media/publications/225090-sahnya-
perkawinan-menurut-hukum-positif-de5368f5.pdf. Pada 20 Maret
2021 pukul 23.45.
Ach. Puniman. (2018). Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang
No. 1 Tahun 1974 .
diakses : https://core.ac.uk/download/pdf/229038524.pdf . Pada
tanggal 21 Maret 2021 Pukul 09.00.
Anonim. (2018). Kenali Bentuk Perkawinan Yang Dilarang di Indonesia. Diakses :
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1f94bb9a111/kenali-
bentuk-perkawinan-yang-dilarang-hukum-di-indonesia?page=2.
Pada tanggal 21 Maret 2021 pukul 09.45.

Woman. (2021). 5 Pernikahan Yang Dilarang Dalam Syariat Islam. Diakses :


https://kumparan.com/hipontianak/5-pernikahan-yang-dilarang-
dalam-syariat-islam-1v3gprRxQ5S . Pada tanggal 21 Maret 2021
pukul
10.44https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1f94bb9a111/k
enali-bentuk-perkawinan-yang-dilarang-hukum-di-indonesia?
page=2
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
Jaloabang. (2019). UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Diakses :
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan. Pada
21 Maret 2021 pukul 02.30.
KE Prasanti. (2014). Perkawinan. Diakses :
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/773/2/BAB%20II.pdf . Pada 20
Maret 2021 pukul 23.00.
Kurnia Azizah. (2020). 8 Tujuan Menikah dalam Islam Menurut Al-Quran dan Hadis,
Wajib Diketahui. Diakses :
https://www.merdeka.com/trending/8-tujuan-menikah-dalam-islam-
menurut-al-quran-dan-hadis-wajib-diketahui-kln.html?page=4. Pada
21 Maret 2021 Pukul 03.00
Mohamad Ali, 1982: 120.
Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989.

16
17

Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”.
Bandung : Pustaka Setia.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (LN 1974 Nomor 1,TLN
3019).

Anda mungkin juga menyukai