1 TAHUN 1974
DAN KOMPLIKASI HUKUM ISLAM
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perdata Islam
Dosen Pengampu :
Drs. H. Aziz Sholeh, M.Ag.
Oleh :
Febi Dwi Salsabila 1203050049
Gildan Muslim Mutaqien 1203050055
Isnainy Nurzalfa 1203050067
Mohamad As’ad 1203050087
Muhamad Sidik Sehabudin 1203050093
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat serta salam tidak lupa kami
ucapkan untuk junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Kami bersyukur kepada
Allah SWT yang telah memberi hidayah serta taufik-Nya kepada kami sehingga
menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Drs.
H. Aziz, M.Ag. sebagai dosen pengampu pada mata kuliah Hukum Perdata Islam ini yang
telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Makalah ini berjudul Prinsip-Prinsip
Perkawinan dalam UU No.1 Tahun 1974 dan Komplikasi Hukum Perdata Islam.
Kami menyadari makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu,
apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat
berterima kasih. Demikian makalah ini kami susun. Semoga dapat berguna untuk kita
semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan
manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita
menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing
masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik
sebelum maupun selamanya perkawinan berlangsung.
Setiap mahluk hidup memiliki hak azasi untuk melanjutkan keturunannya
melalui perkawinan, yakni melalui budaya dalam melaksanakan suatu perkawinan
yang dilakukan di Indonesia. Ada perbedaan-perbedaannya dalam pelaksanaan
yang disebabkan karena keberagaman kebudayaan atau kultur terhadap agama yang
dipeluk.
Setiap orang atau pasangan (pria dengan wanita) jika sudah melakukan
perkawinan maka terhadapnya ada ikatan kewajiban dan hak diantara mereka
berdua dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Perkawinan menurut
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut UU
Perkawinan),1 bukan hanya merupakan suatu perbuatan perdata saja, akan tetapi
juga merupakan suatu perbuatan keagamaan, karena sah atau tidaknya suatu
perkawinan tolak ukurnya sepenuhnya ada pada hukum masing-masing agama dan
kepercayaan yang dianutnya.2
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya
disebut UU No. 1 Tahun 1974) menyebutkan bahwa “Perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”.
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga mengatur bahwa
perkawinan dalam ajaran agama Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2
Kompilasi Hukum Islam (KHI) menegaskan perkawinan adalah akad yang sangat
1
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (LN 1974 Nomor 1,TLN 3019).
2
Abdurrahman, 1978, Masalah-masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia, Bandung,
Penerbit Alumni, 1978. hlm. 9
1
2
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi yang akan dibahas dimakalah ini, yaitu :
1. Apa Pengertian dari perkawinan dan pernikahan?
2. Apa saja tujuan dari perkawinan?
3. Prinsip-prinsip perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974
4. Apa saja Jenis-jenis perkawinan yang hukumnya haram?
3
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam di Indonesia
3
E. Metode Penulisan
Oleh karena itu, kesimpulan dari studi deskriptif fokus pada pemecahan
masalah praktis, seperti yang dilakukan pada saat studi dilakukan. Dalam
pendidikan, peran penelitian deskriptif lebih merupakan solusi praktis daripada
pengembangan keilmuan. Jenis penelitian deskriptif adalah jenis penelitian
pustaka, yaitu kegiatan mengamati berbagai dokumen yang berkaitan dengan topik
yang diajukan, baik berupa buku, karangan maupun tulisan, bermanfaat untuk
penelitian dan dapat digunakan dalam proses penelitian.
4
Nana Sudjana dan Ibrahim, 1989: 64.
5
Mohamad Ali, 1982: 120.
BAB II
PEMBAHASAN
6
KE Prasanti. (2014). Perkawinan. Diakses : http://repo.iain-tulungagung.ac.id/773/2/BAB%20II.pdf . Pada
20 Maret 2021 pukul 23.00.
4
5
7
Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”. Bandung : Pustaka
Setia. Hlm.31-35.
6
kebutuhan rohani (bathin). Pengertian tersebut juga relefan dengan Al-Qur’an Surat
Ar- Ruum ayat 21.8
Pasal 1 UU Perkawinan dalam penjelasan Pasal demi Pasal dijelaskan
bahwa Perkawinan sangat erat hubungannya dengan kerohanian dan agama.
Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 menyebutkan bahwa
sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, dimana Sila yang pertamanya ialah ke
Tuhanan Yang Mahaesa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali
dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur
lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting.
Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan, yang pula
merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua.9
8
Akhmad Munawar. (2015). Sahnya Perkawinan Menurut Hukum Positif Yang Berlaku Di Indonesia.
Diakses : https://media.neliti.com/media/publications/225090-sahnya-perkawinan-menurut-hukum-positif-
de5368f5.pdf. Pada 20 Maret 2021 pukul 23.45.
9
Jaloabang. (2019). UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Diakses :
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan. Pada 21 Maret 2021 pukul 02.30.
7
Selain itu, menikah dalam Islam memiliki arti begitu dalam bagi Allah
SWT dan Nabi-Nya. Selain menciptakan generasi yang sholeh/sholehah, Allah
menyampaikan berbagai berkah di balik pernikahan. Meski aktivitas bersama
pasangan halal itu dianggap sederhana, namun bernilai pahala dan sedekah.
Sebuah pernikahan bukan hanya menyatukan dua hati dan menyangkut
suatu kesatuan yang luhur dalam berumah tangga saja. Melainkan ada tujuan
menikah dalam Islam yang seharusnya dipahami orang muslim.
Maka ada beberapa tujuan menikah dalam Islam menurut al-Qur’an dan
Hadits yaitu :
10
Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”. Bandung :
Pustaka Setia. Hlm. 42-44.
8
kehidupan sehari-hari. Alangkah baiknya bisa meniru yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW. Salah satunya menjalankan pernikahan dengan niat yang baik.
"Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan
sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga
dengan banyaknya umatku (di hari kiamat)." (HR. Ibnu Majah no. 1846,
dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 2383).
Pernikahan merupakan hal yang mulia dalam Islam. Ikatan suci yang
bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang
dilarang agama. Apabila telah menikah, diketahui baik untuk mmenundukkan
pandangan. Juga membentengi diri dari perbuatan keji dan merendahkan martabat,
salah satunya zina.
"Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh
menikah itu lebih menentramkan pandangan dan kelamin. Bagi yang belum
mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya." (HR.
Bukhari No. 4779).
3. Menyempurnakan Agama
Terasa lebih indah bila menjalani kebahagiaan dunia dan akhirat bersama
rekan yang tepat dalam biduk rumah tangga. Tujuan pernikahan dalam Islam
selanjutnya untuk menyempurnakan separuh agama. Separuhnya yang lain melalui
berbagai ibadah.
"Barangsiapa menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh
ibadahnya (agamanya). Dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT dalam
memelihara yang sebagian sisanya." (HR. Thabrani dan Hakim).
5. Mendapatkan Keturunan
Demi melestarikan keturunan putra-putra Adam, tujuan pernikahan dalam
Islam termasuk mendapatkan keturunan. Salah satu jalan investasi di akhirat, selain
beribadah, termasuk pula keturunan yang sholeh/sholehah.
"Allah menjadikan kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki yang baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang
bathil dan mengingkari nikmat Allah?." (QS. An-Nahl ayat 72).
8. Memperoleh Ketenangan
11
Kurnia Azizah. (2020). 8 Tujuan Menikah dalam Islam Menurut Al-Quran dan Hadis, Wajib Diketahui.
Diakses : https://www.merdeka.com/trending/8-tujuan-menikah-dalam-islam-menurut-al-quran-dan-hadis-
wajib-diketahui-kln.html?page=4. Pada 21 Maret 2021 Pukul 03.00
11
syarat yang diputuskan oleh Pengadilan, suami boleh beristri lebih dari
satu.
4. Dalam melaksanakan perkawinan, calon suami-isteri harus telah masak
jiwa raganya. Supaya terwujudnya tujuan perkawinan dengan baik tanpa
perceraian.
5. Mempersukar perceraian, karena perceraian bertentangan dengan tujuan
pernikahan yakni membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan
sejahtera. Oleh karena itu, UU ini mempersulit terjadinya perceraian,
harus ada alasan-alasan tertentu serta harus dilakukan di depan Sidang
Pengadilan.
6. Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan kedudukan suami.
Sehingga segala sesuatu dalam keluarga dapat dirundingkan dan
diputuskan secara bersama-sama oleh suami-isteri.12
12
Jaloabang. (2019). UU 1 tahun 1974 tentang Perkawinan . Diakses :
https://www.jogloabang.com/pustaka/uu-1-1974-perkawinan. Pada 21 Maret 2021 pukul 08.30.
12
"Perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah perceraian". (HR. Abu
Daud dan atTirmidzi)
Asas keenam dengan firman Allah :
”(karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka
usahakan dan bagi para wanitapun ada bagian dari apa yang mereka
usahakan”(QS. An-Nisa: 32)13
13
Ach. Puniman. (2018). Hukum Perkawinan Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 . diakses : https://core.ac.uk/download/pdf/229038524.pdf . Pada tanggal 21 Maret 2021 Pukul 09.00.
14
Anonim. (2018). Kenali Bentuk Perkawinan Yang Dilarang di Indonesia. Diakses :
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1f94bb9a111/kenali-bentuk-perkawinan-yang-dilarang-
hukum-di-indonesia?page=2. Pada tanggal 21 Maret 2021 pukul 09.45.
13
Selain pernikahan yang dilarang oleh UU di atas, ada pula jenis-jenis lain
yang diharamkan oleh agama Islam, yakni :
1. Nikah Syighar, yaitu menikahkan anak perempuannya dengan syarat
orang yang menikahi anaknya itu juga menikahkan puteri yang ia miliki
dengannya. Baik itu dengan memberikan mas kawin bagi keduanya
maupun salah satu darinya saja atau tidak memberikan mas kawin sama
sekali.
2. Nikah Muta’ah, yaitu nikah dengan batasan waktu.
3. Menikahi wanita yang sedang dalam masa iddah atau menunggu waktu
untuk dinikahi karena cerai atau ditinggal mati suami.
4. Nikah Muhallil, yaitu menikahi wanita yang sudah ditalak tiga oleh
suaminya dengan maksud untuk dicerai supaya wanita tersebut bisa
menikah kembali dengan mantan suaminya.
5. Menikah beda agama.15
15
Woman. (2021). 5 Pernikahan Yang Dilarang Dalam Syariat Islam. Diakses :
https://kumparan.com/hipontianak/5-pernikahan-yang-dilarang-dalam-syariat-islam-1v3gprRxQ5S . Pada
tanggal 21 Maret 2021 pukul 10.44.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pernikahan secara bahasa berasal dari kata “an-nikah” yang memiliki arti
mengumpulkan, saling memasukkan, dan wathi (bersetubuh). Dalam susunan kata
yang lain, perinikahan dapat disebut juga dengan perkawinan yang berasal dari kata
dasar “kawin” yang memiliki arti membentuk keluarga dengan lawan jenis,
melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Meski pun terdapat perbedaan
dalam hal penyebutan dan penulisan kata, tapi keduanya memiliki kesepadanan
makna, yaitu beerhubungan intim.
Menurut istilah ilmu fiqh, pernikahan memiliki arti suatu akad (perjanjian)
yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual yang sebelumnya
memiliki larangan atasnya. Sendangkan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, menyebutkan bahwa perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang Bahagia dan kekal berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
14
15
B. Saran
Sebagai masyarakat hukum yang sekaligis mendiami negara yang
berlandaskan kepada hukum, sudah seyogianya dalam mengamalkan sikap tindak
dalam kehidupan sehari-hari selalu menitikberatkan kepada tata aturan hukum yang
berlaku, khususnya dalam melaksanakan hal-hal yang bersifat sacral seperti
pernikahan. Karena masih tidak sedikit masyarakat yang menyimpang dalam hal
melakukan prosesi pernikahan, seperti nikah siri atau memiliki istri lebih dari
empat serta menikah di bawah umur yang disepakati dalam Undang-undang.
Dengan dilangsungkannya prosesi pernikahan yang berlandaskan kepada
aturan hukum yang berlaku diharapkan setiap pasangan suami istri akan
mendapatkan segala kemudahan dalam prosesi pernikahannya.
DAFTAR PUSTAKA
16
17
Saebani, Ahmad Beni dan Falah Syamul. (2011). “Hukum Perdata Islam di Indonesia”.
Bandung : Pustaka Setia.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan (LN 1974 Nomor 1,TLN
3019).