DISUSUN OLEH :
ARIS MUJIONO
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
2022
DAFTAR ISI
Daftar Isi..................................................................................................
BAB I Pendahuluan................................................................................
BAB II Pembahasan................................................................................
3.1 Kesimpulan...............................................................................
3.2 saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hlm. 45.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa Pengertian Asas Personalitas keislaman? Bagaimana
Perkembangan Asas Personalitas keislaman ?
b) Bagaimana Perkawinan di Indonesia?
c) Bagaimana Pemberlakuan Asas Personalitas keislaman di
Indonesia ?
d) Bagaimana Penyelesaian Sengketa Perkawinan di Indonesia ?
PEMBAHASAN
2
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
(Undang-Undang No. 7 Tahun 1989), (Jakarta: Pustaka Kartini, 1997), Cit. 3, h. 37-38.
pencarikeadilan yang beragama Islam me-ngenai perkara perdata tertentu
".3 Dalam rumusan ini terlihat bahwa personalitas keislaman dikaitkan
dengan perkara perdata bidang tertentu sepanjang mengenai sengketa
perkara yang menjadi yuridiksi lingkungan peradilan agama. Kalau begitu,
ketundukan personalitas muslim kepada lingkungan Peradilan Agama,
bukanlah ketundukan yang bersifat umum meliputi semua bidang hukum
perdata. Akan tetapi ketundukan personalitas muslim kepadanya bersifat
khusus, sepanjang bidang hukum perdata tertentu. demikian M. Yahya
Harahap.4 Bidang hukum perdata tertentu agaknya meliputi aspek
perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah, sedakah dan perwakafan. Hal ini
secara eksplisit tercantum dalam Bab III, Kekuasaan Pengadilan, pasal 49
ayat 1 sebagai berikut "Pengadilan Agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat
pertama untuk antara orangorang yang beragama Islam di bidang:
perkawinan; kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam; wakaf, dan shadaqah”.5
Dari UUPA di atas, dapat ditarik tiga aspek tentang asas personalitas
keislaman, yaitu:
3
H. Zainal Abidin Abubakar, (penghimpun), Kumpulan Peraturan
PerundangUndangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: Yayasan al-Hikmah, 1993),
Cet.
4
5
Selanjutnya mengenai perkembangan asas personalitas keislaman
dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terbentuk dengan cara meng-
himpun dan menyeleksi berbagai pendapat fikih mengenai persoalan
perkawinan, kewarisan dan perwakafan dari kitab-kitab yang ber-jumlah
38 kitab. Pelaksanaan seluruh proses pembentukan KHI itu dilakukan oleh
seluruh Tim Pelaksana Proyek Pembangunan Hukum Islam melalui
yurisprudensi yang seluruhnya
6
Ahmad Azhar Basyir, "Pemasyarakatan KHI Melalui Jalur Pendidikan
NonFormal" , dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 5 Tahun III, (Jakarta:
AlHikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1992).
perjanjian lain. Kedua bentuk perjanjian ini tidak boleh bertentangan
dengan hukum Islam (pasal 45 dan 46).
A. pengertian perkawinan
b. Adapun syarat formil adalah syarat yang berkaitan dengan tata cara
pelangsungan perkawinan, baik syarat yang mendahului maupun
syarat yang menyertai pelangsungan perkawinan.
tersebut.
7
Jefry Tarantang, Hukum Islam, Penerbit K-Media Yogyakarta, 2020,hlm.71.
8
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
Pada jawaban tergugat Majelis Hakim menilai terdapat eksepsi
absolut, tetapi Majelis Hakim menolak eksepsi tersebut dan menyatakan
bahwa perkara ini termasuk dalam kewenangan absolut Pengadilan Agama
sebab pernikahan antara penggugat dan tergugat dilakukan menurut tata
cara Islam dan dicatatkan di Kantor Urusan Agama, selama perkawinan itu
belum diputus oleh pengadilan, maka perkawinan tersebut belum putus,
oleh karena itu Majelis Hakim Pengadilan Agama Kudus dalam
memeriksa dan memutus perkara ini berdasarkan asas personalitas
keislaman.62 Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1 huruf b Peraturan
Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa “Pengadilan adalah Pengadilan
Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi
yang lainnya”.63 Serta Pasal 2 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama “Peradilan Agama adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman
bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara
tertentu sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.Serta Mengacu
pada Pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 7 Tahun 1989 menyatakan pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara
di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam, maka jelas
bahwa perkara perceraian pada putusan ini merupakan kewenangan
absolut Peradilan Agama.9
9
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan.
10
Zaenal Arifin, Hakim Pengadilan Agama Kudus Kelas 1B, Interview Pribadi, Kudus, 25 Oktober
2017.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asas Personalitas Keislaman adalah asas utama yang melekat pada
Undang-Undang Peradilan Agama yang memberikan makna bahwa pihak
yang tunduk dan dapat ditundukkan kepada kekuasaan di lingkungan
Peradilan Agama adalah hanya mereka yang beragama Islam. Dapat
dikatakan bahwa Keislaman seseoranglah yang menjadi dasar kewenangan
Peradilan Agama dan dengan kata lain, seorang penganut agama non-Islam
tidak tunduk dan tidak dapat dipaksakan tunduk kepada kekuasaan
Peradilan Agama. pemberlakuan Asas ini selalu dikaitkan dengan perkara
perdata (bidang tertentu), seperti bidang perkara yang berkaitan dengan hal
Perkawinan, baik dalam hal perceraian, pembatalan dan sebagainya.
Dalam studi kasus Putusan MA No. 726K/SIP/1976 terdapat suatu
pelanggaran asas personalitas keislaman dalam perkara pembatalan
perkawinan yang mengakibatkan adanya perbedaan sudut pandang antar
dua lembaga peradilan yaitu Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri.
Berdasarkan putusan tersebut perlu ditelusuri lebih lanjut mengenai
penerapan asas personalitas keislaman di lingkungan Pengadilan Agama
Pontianak khususnya yang berkaitan dengan perkara perkawinan bagi
pasangan yang beralih agama. Metode yang digunakan dalam penulisan
ini adalah pendekatan yuridis normatif (Doctrinal Research) dengan
spesifikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis. Tujuan dari
penulisan ini agar masyarakat dapat mengetahui tentang asas personalitas
keislaman dengan melihat latar belakang asas personalitas keislaman
dalam aspek Hukum Islam dan keberadaan beberapa teori sebelum
pemberlakuan asas personalitas keislaman ini, seperti teori Receptio In
Complexu yang memiliki keterkaitan dan saling berhubungan dengan asas
personalitas Keislaman, sehingga dapat dilihat penerapan asas personalitas
keislaman yang ada di lingkungan Pengadilan Agama Pontianak telah
diterapkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di
Indonesia atau masih ada pelanggaran yang terjadi pada asas personalitas
keislaman di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
(Undang-Undang No. 7 Tahun 1989), (Jakarta: Pustaka Kartini, 1997),
Ahmad Azhar Basyir, "Pemasyarakatan KHI Melalui Jalur Pendidikan
NonFormal" , dalam Mimbar Hukum Aktualisasi Hukum Islam, No. 5 Tahun III, (Jakarta:
AlHikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1992).
Jefry Tarantang, Hukum Islam, Penerbit K-Media Yogyakarta, 2020,
Zaenal Arifin, Hakim Pengadilan Agama Kudus Kelas 1B, Interview Pribadi,
Kudus, 25 Oktober 2017.
UU/PP :
Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan
Agama