Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK HUKUM PERIKATAN ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:


Hukum Perikatan Islam
Dosen pengampu:
Amrul Mutaqin, MEI.

Disusun oleh:
1. Nurul Rahmawati (21404086)
2. Elvina Damayanti (22404002)
3. Ayu Miranda (22404003)
4. Diva Nur Chanifah (22404004)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KEDIRI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Ilahi Robbi yang dengan
limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Hukum Perikatan Islam.
Dalam upaya penyelesaian makalah ini kami telah banyak mendapatkan
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami ucapkan terima
kasih kepada Bapak Amrul Mutaqin, MEI. selaku dosen mata kuliah Hukum
Peikatan Islam dan teman-teman yang telah membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Kami menyadari meskipun penulisan makalah ini telah kami upayakan
seoptimal mungkin tentu masih ada kekurangan maupun kekeliruan yang tidak
sengaja, untuk itu bagi para pembaca yang budiman, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
khususnya bagi kami serta memperoleh Ridha Allah Swt., Aamiin.

Kediri, 12 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB I .................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................................. 2
PEMBAHASAN .................................................................................................. 2
A. Aspek-Aspek Hukum Islam ......................................................................... 2
B. Hubungan antara Hukum Perikatan, Hukum Islam, dan Agama Islam .......... 4
C. Prinsip dan Asas-Asas Hukum Perikatan Islam ............................................ 6
D. Sumber-Sumber Hukum Perikatan Islam ..................................................... 8
BAB III.............................................................................................................. 12
PENUTUP ......................................................................................................... 12
A. Kesimpulan ............................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam masyarakat Muslim, hukum perikatan Islam memiliki peran yang sangat
penting dalam mengatur hubungan kontrak antara individu, kelompok, dan entitas
hukum. Hukum perikatan ini berasal dari prinsip-prinsip syariah yang diturunkan dari
Al-Qur’an, Sunnah Nabi Muhammad SWA, serta ijtihad para ulama. Dalam makalah
ini dijelaskan terkait dengan aspek-aspek hukum perikatan Islam, hubungan antara
hukum perikatan, hukum Islam, dan agama Islam, prinsip dan asas-asas hukum
perikatan Islam, serta sumber-sumber hukum perikatan Islam. Memahami karakteristik
hukum perikatan Islam menjadi krusial karena hal ini tidak hanya membentuk dasar bagi
transaksi ekonomi, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai etika dan moral yang dijunjung
tinggi dalam agama Islam. Memahami karakteristik ini tidak hanya penting untuk
pengembangan hukum Islam, tetapi juga dalam membangun sistem hukum yang adil
dan berkeadilan dalam masyarakat muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana aspek-aspek hukum Islam?
2. Bagaimana hubungan antara hukum perikatan, hukum Islam, dan agama Islam?
3. Bagaimana prinsip dan asas-asas hukum perikatan Islam?
4. Bagaimana sumber-sumber hukum perikatah Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjabarkan aspek-aspek hukum Islam.
2. Untuk menjabarkan hubungan antara hukum perikatan, hukum Islam, dan agama
Islam.
3. Untuk menjabarkan prinsip dan asas-asa hukum perikatan Islam.
4. Untuk menjabarkan sumber-sumber hukum perikatan Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Aspek-Aspek Hukum Islam


Konsep hukum antara hukum dalam Islam berbeda dengan hukum lainnya.
Hukum dalam Islam tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dan manusia lain,
juga benda dalam masyarakat (hukum muamalat), seperti yang diatur dalam hukum barat.
Namun hukum dalam Islam juga mengatur hubungan antaramanusia dan Allah SWT
(hukum ibadat) yang tidak diatur dalam hukum lainnya.
Mushthafa Ahmad az-Zarqa, membagi aspek-aspek hukum Islam ke dalam tujuh
kelompok, yaitu:1
1. Hukum ibadah
Hukum-hukum yang berhubungan dengan peribadatan kepada Allah, seperti:
sholat, puasa, haji, dan bersuci dari hadas.
2. Hukum keluarga ( al-ahwat asy-syakhshiyah)
Hukum-hukum yang berhubungan dengan tata kehidupan keluarga, seperti:
perkawinan, perceraian, hubungan keturunan, nafkah keluarga, dan kewajiban anak
terhadap orang tua.
3. Hukum muamalat
Hukum-hukum yang berhubungan dengan pergaulan hidup dalam masyarakat
mengenai kebendaan dan hak-hak serta penyelasaian persengkataan-persengketaan,
seperti: perjanjian jual beli, sewa – menyewa, utang piutang, gadai, dan hibah.
4. Hukum tata negara dan tata pemerintahan (al-ahkam as-sulthaniyah atau as-siyasah
asy-syari’ah)
Hukum-hukum yang berhubungan dengan tata kehidupan bernegara, seperti
hubungan penguasa dengan rakyat, pengangkatan kepala negara, serta hak dan kewajiban
penguasa dan rakyat timbal balik.
5. Hukum pidana (al-jinayat)
Hukum-hukum yang berhubungan dengan kepidanaan, seperti: macam-macam
perbuatan pidana dan ancaman pidana.

1
Yuliatin Yuliatin, “Hukum Pernikahan Islam Dalam Konteks Indonesia,” Al-Risalah: Forum Kajian
Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan 14, no. 02 (2018): 270–92,
https://doi.org/10.30631/alrisalah.v14i02.451. Diakses pada 11 Maret 2024.

2
6. Hukum atarnegara ( as siyar)
Hukum-hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara Islam dan negara-
negara lain, yang terdiri dari aturan-aturan hubungan pada waktu damai dan pada waktu
perang.
7. Hukum sopan santun (al-adab)
Hukum-hukum yang berhubungan dengan budi pekerti, kepatuhan, nilai baik, dan
buruk, seperti:mengeratkan hubungan persaudaraan, makan minum dengan tangan kanan,
dan mendamaikan orang berselisih.
Pendapat lain dari Abdul Wahab Khalaf, bahwa ahkam ‘amaliyah (hukum-hukum
amal) yang berkaitan dengan seluruh tindakan atau perbuatan mukalaf, baik ucapan,
perbuatan, perjanjian (akad), dan masalah belanja terbagi atas dua bagian, yaitu ahkamul-
ibadat (hukum-hukum ibadah) dan ahkamu’l-muamalat (hukum-hukum muamalat).
Ahkamul muamalat terbagi menjadi 7 jenis yaitu: 2
1. Hukum keluarga (ahkamu’l-ahwali asy-syakhshiyyah), mengatur hubungan suami
istri dan keluarga satu sama lain.
2. Hukum perdata (ahkamu’l –madiyah), mengatur hubungan individu dan
masyarakat dalam kaitannya dengan urusan kekayaaan dan memelihara hak
masing-masing.
3. Hukum pidana (ahkamu’l-jinaiyah), mengatur pemeliharaan ketentraman hidup
manusia dan harta kekayaan, kehormatan, dan hak kewajiban. Hal ini berkaitan
dengan kejahatan dan sanksinya.
4. Hukum acara (ahkamu’l-murafa’at), berkaitan dengan tata aturan kesanggupan
melaksankan prinsip keadilan antar umat manusia
5. Hukum perundang-undangan (ahkamu’d-dus turiyah) berkaitan dengan aturan
undang-undang dan dasar-dasarnya yang memberikan ketentuan-ketentuan bagi
hakim dan terdakwa.
6. Hukum ketatanegaraan (ahkamu’d-dauliyah), berkaitan dengan hubungan antara
negara Islam dan negara non Islam, serta aturan pergaulan antara umat Islam dan
non Islam didalam negara Islam.

2
Ismail Nawawi, “Politik Dalam Perspektif Islam (Kajian Fiqh Politik Syar’i Dalam Aplikasi Kehidupan
Politik Dan Bernegara),” AL-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam 1, no. April (2011): 69–
88. Diakses pada 11 Maret 2024.

3
7. Hukum ekonomi dan harta benda (ahkamu’l-iqtihadiyah wa’l-maliyah), mengatur
hubungan keuangan antara pihak kaya dan pihak miskin, atau antara negara dan
individu.
Hukum dalam Islam didasarkan pada kemaslahatan dunia dan kemaslahatan
akhirat. Penatapan hukum muamalat dalam Islam tidak bersifat lahiriyah atau duniawi saja.
Sebagai contoh jual beli, jual beli adalah hal yang tidak dilarang dalam Islam, secara
lahiriah, jual beli merupakan pertukaran hak milih atas suatu benda dengan harga atas
benda tersebut. Secara batiniah, jual beli dapat menjadi wajib hukumnya apabila dalam
keadaan terpaksa, misalnya wali yang terpaksa menjual harta anak yatim, atau kadi yang
menjual harta muflis (orang yang lebih banyak utangnya daripada hartanya). Jual beli dapat
menjadi haram hukumnya apabila objeknya adalah barang najis, seperti minuman keras,
bangkai, dan babi. Apabila jual beli itu dilakukan kepada orang yang membutuhkan barang
itu, maka hukumnya adalah sunnah.3

B. Hubungan antara Hukum Perikatan, Hukum Islam, dan Agama Islam


Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
terletak di dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas
suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi
prestasi. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu dengan orang yang lain.
Contohnya hal yang mengikat berupa perbuatan yaitu jual beli barang, berupa peristiwa
misalnya lahirnya bayi, dan dapat berupa keadaan misalnya letak rumah yang
bergandengan. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan
yang lain itu disebut dengan hubungan hukum. 4
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari ajaran dasar atau pokok-pokok
dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi Saw., sementara itu, wujud riilnya dalam praktik lebih
banyak didominasi oleh hasil ijtihad para ulama. 5 Hukum perikatan Islam adalah bagian
dari hukum Islam dalam bidang muamalah yang mengatur perilaku manusia di dalam
menjalankan hubungan ekonominya.6

3
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 24.
4
Joko Sriwidodo, Kristiawanto, Memahami Hukum Perikatan, (Yogyakarta: Penerbit Kepel Press, 2021),
4.
5
Hasim Purba, Hukum Perikatan & Perjanjian, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2022), 41.
6
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 3.

4
Hukum perikatan Islam merupakan seperangkat kaedah hukum yang bersumber
dari al-Qur’an, as-Sunnah al-Hadits, dan ar-ra’yu atau ijtihad yang mengatur dua orang
atau lebih yang saling melakukan suatu perikatan. Dua hal yang mendasari berlakunya
hukum perikatan Islam, yaitu dasar akidah yang berkaitan dengan keyakinan yang
memaksa pelaksanaannya dalam bertransaksi, dan dasar syariah yang mengharamkan
riba. Dalam hukum Islam, perikatan dalam istilah fiqh disebut dengan iltizam yang
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang meliputi pemunculan, pemindahan,
pelaksanaan hak. Sedangakan perikatan dalam Islam atau akad secara terminologi
berasal dari bahasa Arab yaitu al-rabth yang berarti tali atau ikatan, al-aqdatu yang
berarti sambungan dan al-ahdu yang berarti janji. Dapat disimpulkan bahwa perikatan
dalam Islam merupakan janji yang harus ditepati antara kedua belah pihak yang saling
melakukan perikatan atau perjanjian. Perikatan menurut Islam dibentuk guna
memberikan aturan-aturan yang sesuai dengan anjuran agama agar sejalan dengan
perintah agama. Tidak menyimpang dari ajaran agama dengan akad (perjanjian)
sehingga tercipta perikatan yang memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang
melakukan perikatan.7
Agama Islam adalah agama yang didasarkan pada ajaran Al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad Saw. Agama Islam sebagai petunjuk bagi umat manusia agar
memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Di dalam agama Islam tidak hanya
mencakup aspek keagamaan seperti ibadah, kepercayaan, dan moralitas, tetapi juga
memberikan pedoman tentang berbagai aspek kehidupan sehari-hari termasuk hukum,
ekonomi, politik, dan sosial.
Hukum perikatan dan hukum Islam memiliki hubungan yang sangat erat, karena
hukum perikatan Islam merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur dalam
bidang muamalat. Hubungan antara hukum perikatan, hukum Islam, dan agama Islam
yaitu bahwa hukum perikatan dapat diterapkan dalam konteks hukum Islam, dimana
hukum perikatan harus sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam yang terkandung
dalam ajaran agama Islam. Hal ini mengakibatkan adanya pengaruh agama Islam dalam
pembentukan dan pelaksanaan hukum perikatan dalam masyarakat muslim.

7
Ferry Irawan Febriansyah, “Berlakunya Hukum Perikatan Islam Dan Hukum Islam Nasional Di
Indonesia,” Eksyar 2, no. 1 (2015). Diakses pada 11 Maret 2024.

5
C. Prinsip dan Asas-Asas Hukum Perikatan Islam
Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis, dan fondasi.
Secara terminologi, asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat. Istilah lain yang memiliki arti sama dengan kata asas adalah prinsip, yaitu
dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya.
Mohammad Daud Ali, mengartikan asas apabila dihubungkan dengan kata hukum adalah
kebenaran yang digunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat, terutama,
dalam penegakan dan pelaksanaan hukum. 8
Dalam kaitannya dengan hukum perikatan Islam, Fathurrahman Djamil
mengemukakan beberapa asas, yaitu asas kebebasan, asas persamaan atau kesetaraan,
asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran, serta asas tertulis. Namun ada
asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk perbuatan muamalat,
yaitu asas ilahiah atau asas tauhid.
1. Asas Ilahiah atau Asas Tauhid
Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah
SWT. Seperti yang disebutkan dalam QS. al-Hadid (57): 4, bahwa "Dia bersama kamu di
mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
Kegiatan muamalat, termasuk perbuatan perikatan, tidak akan pernah lepas dari
nilai-nilai ketauhidan. Manusia memiliki tanggung jawab akan hal ini, diantaranya
tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pihak kedua, tanggung
jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Maka manusia tidak
akan mudah berbuat sekehendak hatinya, karena segala perbuatannya akan mendapatkan
balasan dari Allah SWT.9
2. Asas Kebebasan (al-Hurriyah)
Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk melakukan suatu
perikatan. Bentuk dan isi perikatan tersebut ditentukan oleh para pihak, jika disepakati
maka perikatan itu mengikat dan harus dilaksanakan segala hak dan kewajibannya.
Sepanjang perikatan tidak bertentangan dengan syariah Islam, maka perikatan tersebut
boleh dilaksanakan. Terdapat dalam QS. Al-Maidah (5): 1, “Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah akad-akad itu.”

8
Rahmani Timorita Yulianti, “Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syari’ah,” La_Riba 2,
no. 1 (2008): 91–107, https://doi.org/10.20885/lariba.vol2.iss1.art7. Diakses pada 11 Maret 2024.
9
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 26.

6
Dalam bidang muamalat terdapat kaidah fikih yang berbunyi bahwa, “asal sesuatu
adalah boleh, sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.” Kebolehan dalam
bidang muamalat juga dapat dilihat dari Hadis Rasulullah bahwa, “Kamu sekalian adalah
lebih mengetahui dengan urusan keduniaanmu.” 10
3. Asas Persamaan atau Kesetaraan (al-Musawah)
Dalam bermuamalah antara manusia yang satu dengan yang lain hendaknya saling
melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang dimilikinya. Dalam
melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing
didasarlam pada asas persamaan dan kesetaraan. Tidak diperbolehkan ada kezaliman
yang dilakukan dalam kontrak tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan
manusia berdasar perbedaan warna kulit, agama, adat, dan ras. Terdapat dalam QS. Al-
Hujurat (49): 13, “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling mengenal.” 11
4. Asas Keadilan (al-'Adalah)
Dalam QS. Al-Hadid (57): 25 bahwasanya Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan
telah Kami turunkan bersama meraka al-Kitab dan Neraca (keadilan) supaya manusia
dapat melaksanakan keadilan.” Selain itu disebutkan juga dalam QS. Al-A’raf (7): 29
yang artinya “Tuhanku menyuruh supaya berlaku adil.” Dalam asas ini para pihak yang
melakukan kontrak dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak
keadaan, memenuhi perjanjian yang telah dibuat, dan memenuhi semua kewajibannya. 12
5. Asas Kerelaan (al-Ridha)
Dalam QS. An-Nisaa’ (4): 29, dinyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan
harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan masing-masing pihak, tidak boleh ada
tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement. Jika transaksi tersebut tidak terpenuhi,
maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang batil. Tidak dibenarkan dalam
bermuamalat, misalnya perdagangan yang dilakukan dengan pemaksaan atau penipuan. 13

10
Ibid, 27.
11
Yulianti, “Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak Syari’ah.” Diakses pada 11 Maret 2024
12
Ubaidullah Muayyad, “Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian Islam Ubaidullah Muayyad,”
’Anil Islam 8, no. 1 (2021): 12. Diakses pada 12 Maret 2024.
13
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 30.

7
Jika hal ini terjadi, maka dapat membatalkan perbuatan tersebut. Unsur sukarela ini
menunjukkan keikhlasan dan iktikad baik dari para pihak.
6. Asas Kejujuran dan Kebenaran (ash-Shidq)
Dalam QS. Al-Ahzab (33): 70 disebutkan bahwa, “Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.” Suatu
perjanjian dapat dikatakan benar jika memiliki manfaat bagi para pihak yang melakukan
perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan perjanjian yang
mendatangkan mudharat dilarang, sebab akan merusak legalitas kontrak dan
menimbulkan perselisihan para pihak. 14
7. Asas Tertulis (al-Kitabah)
Dalam QS. Al-Baqarah (2): 282-283, disebutkan bahwa Allah Swt
menganjurkan kepada manusia hendaknya suatu perikatan dilakukan secara tertulis,
dihadiri para saksi, dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perikatan,
dan yang menjadi saksi. Selain itu, juga dianjurkan bahwa apabila suatu perikatan
dilaksanakan tidak secara tunai, maka dapat dipegang suatu benda sebagai jaminannya.
Adanya tulisan, saksi, dan/ atau benda jaminan ini menjadi bukti atas terjadinya
perikatan tersebut.15

D. Sumber-Sumber Hukum Perikatan Islam


Landasan hukum perikatan ada tiga, yaitu: 16
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber utama hukum dalam Islam. Meskipun tidak
secara spesifik mengatur perikatan dalam bentuk kontrak modern, di dalam Al-Qur’an
terdapat prinsip-prinsip moral dan etika yang menjadi dasar pembentukan perikatan.
a. QS. Al Baqarah (2): 283

‫ضا فَ ْليُ َؤ ِد ٱلَّذِى‬


ً ‫ض ُكم بَ ْع‬ ُ ‫ضةٌ ۖ فَإِ ْن أَ ِمنَ بَ ْع‬ َ ‫ُوا َكاتِبًا فَ ِر ٰ َه ٌن َّم ْقبُو‬ ۟ ‫سفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجد‬َ ‫َو ِإن ُكنت ُ ْم َعلَ ٰى‬
َّ ‫ش ٰ َهدَةَ ۚ َو َمن يَ ْكت ُ ْم َها فَإِنَّ ٓۥهُ َءاثِ ٌم قَ ْلبُ ۥهُ ۗ َو‬
‫ٱَّللُ بِ َما‬ ۟ ‫ٱَّلل َربَّ ۥهُ ۗ َو ََل تَ ْكت ُ ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ َ َّ ‫ق‬ِ َّ‫ٱؤْ ت ُ ِمنَ أَ ٰ َمنَتَ ۥهُ َو ْليَت‬
‫تَ ْع َملُونَ َع ِلي ٌم‬

14
Muayyad, “Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian Islam Ubaidullah Muayyad.” Diakses pada
12 Maret 2024
15
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 31.
16
Umi Rohmah, “Perikatan (Iltizam) Dalam Hukum Barat Dan Islam” 7, no. 2 (2014): 145–56. Diakses
pada 12 Maret 2024.

8
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu
mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah (2): 283)
b. QS. An-Nisa (4): 29

ٍ ‫َل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً َعن تَ َر‬


‫اض‬ ۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
ٓ َّ ‫وا ََل تَأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم ِب ْٱل ٰبَ ِط ِل ِإ‬
‫ٱَّلل َكانَ ِب ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ َّ ‫س ُك ْم ۚ ِإ َّن‬ َ ُ‫ِمن ُك ْم ۚ َو ََل تَ ْقتُلُ ٓو ۟ا أَنف‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. AnNisa (4): 29

c. QS. Al Maidah (5): 1

‫ت لَكُم بَ ِهي َمةُ ْٱْل َ ْن ٰعَ ِم إِ ََّل َما يُتْلَ ٰى َعلَ ْي ُك ْم َغي َْر ُم ِح ِلى‬ ْ َّ‫وا بِ ْٱلعُقُو ِد ۚ أ ُ ِحل‬۟ ُ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا أَ ْوف‬

َ َّ ‫ص ْي ِد َوأَنت ُ ْم ُح ُر ٌم ۗ إِ َّن‬
ُ ‫ٱَّلل يَ ْح ُك ُم َما يُ ِريد‬ َّ ‫ٱل‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan
bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS.
Al-Maidah (5): 1)
2. Hadits
Dalam hadits, ketentuan-ketentuan mengenai muamalat lebih terperinci daripada Al
Qur’an. Namun perincian ini tidak terlalu mengatur hal-hal yang sangat mendetail,
tetapi dalam jalur kaidah-kaidah umum. Hadits-hadits tersebut antara lain: 17
HR Abu Daud dan Hakim

17
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 35.

9
‫ فَإِذَاخَانَ أ َ َحدُهُ َما‬،ُ‫اح َبه‬
ِ ‫ص‬َ ‫ين َمالَم َي ُخن أ َ َحدُهُ َما‬ ٌ ‫ أَنَا ثَا ِل‬: ‫هللا تَ َعالَى َيقُو ُل‬
ِ ‫ث الش َِري َك‬ َ ‫ِإ َّن‬
‫اح َبهُ خ ََرجتُ ِمن َبينِ ِه َما‬
ِ ‫ص‬َ
Artinya: “Allah SWT telah berfirman (dalam hadits qudsinya), Aku adalah yang
ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat
terhadap temannya. Apabila salah seorang di antara keduanya berkhianat, maka Aku
keluar dari perserikatan keduanya.”

HR. Ahmad dan Baihaqi

‫لى ِملىءٍ فَ ْليَ ْحت َّل (رواه أحمد و‬ ُ


َ ‫ظ ْل ٌم فَاِذا َ أ ِخ ْي َل أ َ َحدُ ُك ْم َع‬ ْ ‫َم‬
ُ ِ ‫ط ُل الغَنِي‬
)‫البيهقى‬
Artinya: “Orang yang mampu membayar hutang, haram atasnya melalaikan
hutangnya. Maka apabila salah seorang di antara kamu memindahkan hutangnya kepada
orang lain, pemindahan itu hendaklah diterima asal yang lain itu mampu membayar.” 18

HR. Bukhari dan Muslim

‫إلى أ َ َج ِل َم ْعلُ ْو ٍم (رواه البخارى‬ ِ ‫َى فَ ْليُ ْس ِل‬


ْ ُ‫ف ْف ِى َك ْي ٍل َم ْعلُ ْو ٍم َو َو ْز ٍن َم ْعل‬
َ ‫وو ٍم‬ َ َ‫َم ْن أَ ْسل‬
ٍ ‫ف فِى ش‬
)‫ومسلم‬
Artinya: Siapa saja yang melakukan jual beli salam, maka lakukanlah dalam
ukuran tertentu, timbangan dan waktu tertentu."
3. Ijtihad
Sumber hukum Islam yang ketiga adalah ijtihad yang dilakukan dengan
menggunakan akal atau ar-ra’yu. Penggunaan akal untuk berijtihad telah dibenarkan oleh
Nabi Muhammad SAW. Mohammad Daud Ali memberikan definisi ijtihad yaitu usaha
atau ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan menggunakan segenap kemampuan yang ada
dilakukan oleh orang (ahli hukum) yang memenuhi syarat untuk merumuskan garis
hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah Saw.

Abdul Majid Toyyibi, “Implementasi Hawalah Pada Pembiayaan Bermasalah Studi Kasus Koperasi Jasa
18

Keuangan Syariah Usaha Gabungan Terpadu Bmt Sidogiri Kcp Omben Tahun Buku 2018,” Profit : Jurnal
Kajian Ekonomi Dan Perbankan Syariah 3, no. 2 (2019): 38–50, https://doi.org/10.33650/profit.v3i2.871.

10
Kedudukan ijithad dalam bidang muamalat berperan penting, sebab sebagian besar
ketentuan-ketentuan muamalat yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits bersifat umum.
Dalam pelaksanaannya di masyarakat, kegiatan muamalat selalu berkembang sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Ijtihad dapat pula dilakukan terhadap hal-hal yang tidak
terdapat ketentuannya di dalam al-Qur’an dan hadits dan juga mengenai masalah hukum
baru yang timbul dan berkembang di masyarakat. Di Indonesia sendiri salah satu bentuk
ijtihad terdapat fatwa MUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).19

19
Gemala Dewi, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Depok: Prenamedia Group, 2018), 37.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut Mushthafa Ahmad az-Zarqa aspek-aspek hukum Islam terdiri dari tujuh
kelompok yaitu hukum ibadah, hukum keluarga, hukum muamalat, hukum tata negara
dan tata pemerintahan, hukum pidana, hukum antarnegara, dan hukum sopan santun.
Sedangkan menurut Abdul Wahab Khalaf hukum muamalat terdiri dari hukum keluarga,
hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum perundang-undangan, hukum
ketatanegaraan, dan hukum ekonomi & harta benda. Hukum perikatan dan hukum Islam
memiliki hubungan yang sangat erat, karena hukum perikatan Islam merupakan bagian
dari hukum Islam yang mengatur dalam bidang muamalat. Hubungan antara hukum
perikatan, hukum Islam, dan agama Islam yaitu bahwa hukum perikatan dapat
diterapkan dalam konteks hukum Islam, dimana hukum perikatan harus sesuai dengan
prinsip-prinsip hukum Islam yang terkandung dalam ajaran agama Islam.
Prinsip dan asas-asas hukum perikatan Islam menurut Fathurrahman Djamil
diantaranya asas kebebasan (al-Hurriyah), asas persamaan atau kesetaraan (al-
Musawah), asas keadilan (al-‘Adalah), asas kerelaan (al-Ridha), asas kejujuran dan
kebenaran (ash-Shidq), serta asas tertulis (al-Kitabah). Namun ada asas utama yang
mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk perbuatan muamalat, yaitu asas ilahiah
atau asas tauhid. Sumber-sumber hukum perikatan Islam terdiri dari Al-Qur’an sebagai
sumber utama hukum dalam Islam yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah: 283, QS. An-
Nisa:29, dan QS. Al-Maidah:1. Lalu terdapat dalam beberapa hadits yaitu dalam HR
Abu Daud dan Hakim, HR. Ahmad dan Baihaqi, dan HR. Bukhari dan Muslim. Serta
terdapat dalam ijtihad yang mana sebagai sumber hukum Islam ketiga dan
berkedudukan penting dalam bidang muamalat sebab sebagian besar ketentuan-
ketentuan muamalat yang terdapat dalam al-Qur’an dan hadits bersifat umum.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Depok: Prenamedia Group,
2018.
Febriansyah, Ferry Irawan. “Berlakunya Hukum Perikatan Islam Dan Hukum Islam
Nasional Di Indonesia.” Eksyar 2, no. 1 (2015).
Muayyad, Ubaidullah. “Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian Islam
Ubaidullah Muayyad.” ’Anil Islam 8, no. 1 (2021): 12.
Nawawi, Ismail. “POLITIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Kajian Fiqh Politik Syar’i
Dalam Aplikasi Kehidupan Politik Dan Bernegara).” AL-Daulah: Jurnal Hukum
Dan Perundangan Islam 1, no. April (2011): 69–88.
Purba, Hasim. Hukum Perikatan & Perjanjian. Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2022.
Rohmah, Umi. “Perikatan (Iltizam) Dalam Hukum Barat Dan Islam” 7, no. 2 (2014):
145–56.
Sriwidodo, Joko, Kristiawanto. Memahami Hukum Perikatan. Yogyakarta: Penerbit
Kepel Press, 2021.
Toyyibi, Abdul Majid. “Implementasi Hawalah Pada Pembiayaan Bermasalah Studi
Kasus Koperasi Jasa Keuangan Syariah Usaha Gabungan Terpadu Bmt Sidogiri
Kcp Omben Tahun Buku 2018.” Profit : Jurnal Kajian Ekonomi Dan Perbankan
Syariah 3, no. 2 (2019): 38–50. https://doi.org/10.33650/profit.v3i2.871.
Yulianti, Rahmani Timorita. “Asas-Asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak
Syari’ah.” La_Riba 2, no. 1 (2008): 91–107.
https://doi.org/10.20885/lariba.vol2.iss1.art7.
Yuliatin, Yuliatin. “Hukum Pernikahan Islam Dalam Konteks Indonesia.” Al-Risalah:
Forum Kajian Hukum Dan Sosial Kemasyarakatan 14, no. 02 (2018): 270–92.
https://doi.org/10.30631/alrisalah.v14i02.451.

13

Anda mungkin juga menyukai