Kata Pengantar……………………………………………………….…...……...……………....1
Daftar Isi………………………………………………………………………………………….2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………...………….………..…3
1.2 Rumusan Masalah………………………………………….…………...……………….……4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………….………...…………...………4
1.4 Manfaat Penulisan……………………………………………….……...…………………….4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hukum Islam ……………………………..………………………………………5
2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam …………………………………………………….…….……7
2.3 Tujuan Hukum Islam…………………………………………………………………………8
2.4 Sumber Hukum Islam………………………………………………………………….……10
2.5 Kontribusi Umat Islam dalam Perumusan dan Penegakan Hukum di Indonesia ………….14
Hukum adalah komponen yang sangat erat hubungannya dengan masyarakat, dan pada
dasarnya hukum itu adalah masyarakat itu sendiri. Setiap tingkah laku masyarakat selalu di
monitor oleh hukum, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Negara
Indonesia adalah Negara hukum yang memiliki penduduk mayoritas beragama islam, secara
sengaja maupun tidak sengaja hal tersebut mempengaruhi terbentuknya suatu aturan hukum yang
berlandaskan atas agama Islam.
Walaupun merupakan bagian integral syari’ah Islam dan memiliki peran signifikan,
kompetensi dasar yang dimiliki hukum Islam. Tidak banyak dipahami secara benar dan
mendalam oleh masyarakat, bahkan oleh kalangan ahli hukum itu sendiri. Sebagian besar
kalangan beranggapan, tidak kurang diantaranya kalangan muslim, menancapkan kesan
kejam, incompatible dan off to date dalam konsep hukum Islam. Ketakutan ini akan
semakin jelas adanya apabila mereka membincangkan hukum pidana Islam, ketentuan pidana
potong tangan, rajam, salab dan qisas telah off to date dan sangat bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusian.
Sedikit kita tilik, pada hakikatnya hukum islam sangat adil (terutama hukum pidana) dan
hukumannya pun dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku dan dapat menjadi pelajaran bagi
yang lain. Tetapi untuk pelaksanaan hukuman untuk si pelaku cukup sulit, semisal pidana potong
tangan bagi yang mencuri, eksekusi tidak bisa dilaksanakan sebelum mendatangkan 4 saksi, 4
saksi harus disumpah untuk membuktikan kebenarannya. Jadi salah apabila ada orang yang
mengatakan bahwasanya hukum islam itu sangat kejam dan tidak pantas diterapkan karena tidak
manusiawi. Hal ini disebabkan ia belum memahami benar hukum islam secara menyeluruh. Bila
kita memahami benar prinsip hukum islam, kita akan mengetahui betapa adil dan membawa
kemaslahatan bagi seluruh lapisan masyarakat, karena tidak memandang jabatan atau pangkat
sekalipun itu raja apabila bersalah wajib menerima hukuman sesuai ketentuan yang berlaku.
Tujuan dari penulisan masalah ini selain untuk memenuhi tugas yang dibebankan oleh
Drs. Zainul Muhibbin selaku dosen pembimbing mata kuliah Agama Islam, dan kami juga akan
memberi gambaran tentang Hukum Islam dan kontribusinya di hukum nasional bagi pembaca
atau masyarakat terkhusus mahasiswa D3 Teknik Elektro ITS-PLN 2010.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam masyarakat Indonesia berkembang berbagai macam istilah. Istilah satu dengan
yang lainnya mempunyai persamaaan dan sekaligus perbedaan. Istilah yang dimaksud adalah
syari’at islam, fikih islam dan hukum islam. Dalam bahasa Indonesia, istilah syari’at islam
berarti hukum syari’at atau hukum syara’, sedangkan istilah fikih islam berarti hukum fikih atau
kadang-kadang hukum islam. Syari’at merupakan landasan fikih, dan fikih merupakan
pemahaman orang yang memenuhi syarat tentang syari’at. Oleh karena itu, seseorang yang akan
memahami hukum islam dengan baik dan benar harus dapat membedakan antara fikih islam
dengan syari’at islam.
Pada prinsipnya, syari’at adalah wahyu Allah yang terdapat pada Al-Qur’an dan Sunnah
(hadits). Syari’at bersifat fundamental, mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dari fikih,
berlaku abadi, dan menunjukkan kesatuan dalam islam. Sedangkan fikih adalah pemahaman
manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at sebagaimana yang terdapat dalam kitab-kitab
fikih. Karena itu sifatnya instrumental, ruang lingkupnya terbatas, tidak berlaku abadi dapat
berubah dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda antara satu tempat dengan tempat
yang lain. Fikih merupakan elaborasi atau rincian terhadap syari’ah melalui kegiatan ijtihad
(usaha yang sungguh-sungguhyang menggunakan segenap kemampuan yang ada dilakukan oleh
ahli hukum yang memenuhi syarat untuk mendapatkan suatu kepastian hukum yang belum jelas
atau tidak ada ketentuannya dalam al-qur’an ataupun hadits
Insaniyyah
Hukum Islam menghargai eksistensi manusia sebagai keturunan Adam pada posisi yang
sama, tidak ada perbedaan dalam strata sosial, hukum, politik, ekonomi, sosial-kemasyarakatan.
Yang membedakan satu dengan yang lain adalah taqwa.
Syumul
Bahwa hukum Islam shalih li kulli zaman wa makan dan Hukum Islam meliputi seluruh
aspek hidup manusia, mulai dari manusia tidur s.d bangun lagi, baik sebagai abdullah/ individu
maupun khalifatullah/kolektif
Wasathiyyah
Hukum Islam memperhatihan aspek al-tawazun/keseimbangan. Qardawi menyatakan
yang dimaksud dengan keseimbangan yaitu, hukum Islam tidak mengabaikan meletakkan aspek
ruhiyah (spritual) dan maddiyah (materi), fardiyah dan jamaiyah, waqiiyah (kontekstual) dan
mitsaliyah (idealisme), tsabat (tetap) dan taghayyur (perubahan).
Waqiiyyah
Bahwa hukum Islam tidak mengabaikan konteks sebagai sebuah sunnatullah sepanjang
tidak bertentangan dengan jiwa dan ruh syariat Allah.
Contoh, pada dasarnya sholat harus pada waktunya, akan tetapi konteksnya musafir bisa di di
jamak.
Tatawwur
Hukum Islam selalu dinamis dan berdialog dengan perkembangan zaman dan teknologi,
akan tetapi hukum Islam selalau konsisten pada nilai-nilai syariat.
Tsabat
Hukum Islam konsisten dalam menjaga nilai-nilai Ilahiyah dalam kondisi dan suasana
yang musykil sekalipun.
Wadhu
Mashadir (sumber hukumnya jelas) Karena sumber hukumnya jelas, maka falsafah
nadzariyah ( kajian teoritis/ushul/qaidah fiqhiyah jelas) dan falsafah tasyri (kerangkah
operasuonalnya jelas). Tujuannya jelas yaitu, pengabdian hanya kepada Allah semata,
menciptakan tatanan min al-zdulamat ilaa al-nuur dalam berbagai bidang, salaman fi al-dunya
wa-alakhirat.
2.2 Ruang Lingkup Hukum Islam
Hukum islam baik dalam pengertian syari’at atau fikih dapat dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu :
1. Badah
Badah adalah aktifitas seorang mukmin yang bersifat vertikal (hablu min Allah) secara
ritual yang tata cara dan pelaksanaannya telah diatur dengan rinci oleh Allah dan Rasulnya
(dalam Hadits), yaitu shalat, zakat dan haji. Sifatnya tetap, tidak dapat dirubah atau dirombak
secara asasi mengenai hukum, susunan, cara, dan tata ibadah itu sendiri, yang mungkin berubah
hanyalah sarana penunjang dan alat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2. Mu’amalah
Mu’amalah adalah ketetapan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan lainnya
yang terbatas pada aturan-aturan pokok, dan tidak seluruhnya diatur secara rinci sebagai ibadah.
Oleh karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi
syarat untuk melakukan usaha itu
Hukum islam tidak membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan hukum
publik seperti halnya dalam hukum barat. Karena menurut hukum islam pada hukum perdata ada
segi-segi publik, dan pada hukum publik ada segi-segi perdatanya
Sistematika hukum Islam seperti dibawah ini :
Al-ahkam al- syahshiyah (hukum perorangan/keluarga) Hukum ini mencakup masalah
perkawinan, waris. Yang berkaitan dengan hukum ini berjumlah 70 ayat
Al-ahkum al- madaniyah (hukum perdata). Hukum ini berkaitan dengan transaksi jual beli,
perburuhan, utang-piutang, jaminan, gadai. Ayat yang berkaitan dengan masalah ini berjumlah
70 ayat
Al-ahkam al-jinayah (hukum pidana) Hukum ini berkaitan dengan pelanggaran dan kejahatan.
Ayat yang berkaitan berjumlah 30 ayat
Al-ahkam al-murafa’ah (hukum tata acara), hukum ini berkaitan dengan peradilan, persaksian,
pembuktian sumpah, Ayat yang berkenaan berjumlah 13 ayat
Al-ahkam al-dusturiyah (hukum tata negara) Hukum ini berkaitan dengan sistem pemerintahan
dan prinsip-prinsip pengaturannya. Ayat yang berhubungan berjumlah 10 ayat
Al-ahkam al-dauliyah (hukum internasional) Hukum ini berkenaan dengan hubungan antar
negara, kerja sama dan perdamaian. Ayat yang berkaitan berjumlah 25 ayat
Al-ahkam al-iqtashadiyah wal amaliyah (hukum perekonomian dan keuangan) Hukum ini
berkenaan dengan pendapatan negara, baitul maal, dan pendistribusiannya pada masyarakat.
Ayat yang berhubungan berjumlah 10 ayat.
Apabila bidang-bidang hukum islam tersebut disusun menurut sistematika hukum barat
yang membedakan hukum publik dan hukum perdata, susunan mu’amalah dalam arti luas seperti
dibawah ini :
Munakahat, ialah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan,
perceraian serta akibat-akibatnya
Waratsah(Faroid), mengatur segala masalah yang berhubungan pewaris, ahli waris, dan harta
peninggalan, serta pembagian warisan
Mu’amalat dalam arti khusus ialah hukum yang mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas
benda, jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perseroan
Jinayat, mengatur perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah
hudud, qishos, ataupun ta’zir
Al-ahkam as-sultaniyah, mengatur mengenai kepala negara, pemerintahan, baik pemerintahan
pusat maupun daerah, pajak.
Syiar, mengatur urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara
lain
Muhashanat, menganut tentang perdilan, kehakiman dan hukum acara
Secara umum, para pakar hukum Islam, merumuskan bahwa tujuan hukum Islam adalah
kebahagiaan hidup manusia dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah atau
menolak segala yang mudarat --dan yang membawa pada mudarat--. Dengan kata lain, tujuan
hukum dalam Islam adalah untuk memberikan kemasalahatan hidup bagi manusia, baik rohani
maupun jasmani, individu dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia
saja, tetapi juga untuk kehidupan di akhirat kelak. Muhammad Abû Zahrah dalam kaitan ini
menegaskan bahwa tujuan hakiki hukum Islam adalah kemaslahatan. Tak satupun hukum yang
disyariatkan dalam al-Qur`an maupun sunnah kecuali di dalamnya terdapat kemaslahatan.
Al Quran berasal dari kata Qara’a yang artinya membaca, membaca dengan bersuara.
Seingga makna Al Qur’an berarti buku yang dibaca atau buku yang mestinya dibaca atau bila
dihubungkan dengan kepercayaan Islam berarti buku yang selamanya akan tetap dibaca.
Menurut istilah Qur’an berarti kumpulan wahyu Allah yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW selama menjalankan kenabiannya memalui malaikat Jibril untuk
disebarluaskan kepada umat manusia. Adapun wahyu yang pertaman turun ialah Surat Al Alaq,
dan sebagai ayat terakhir ialah Surat Al Maidah ayat ke 3.
Menurut Prof. Mahmud Shaltout bahwa Al-Quran adalah sumber hukum bukanlah kitab
hukum atau lebih tepatnya bukan kitab undang-undang dalam pengertian biasa. Sebagai sumber
hukum ayat-ayat Al-Quran tidaklah menentukan syariat sampai pada bagian kecil yang mengatur
muamalat usaha manusia:
Dasar-dasar pembinaan Hukum Islam menurut Qur’an:
Berlandaskan 3 hal, yaitu:
a. Memberikan keringanan
Dinyatakan dalam firman Allah: “Tuhan tidak memberati manusia melainkan sekedar
kemampuannya”.
Jika kita perhatikan maka pemberian keringanan tersebut ternyata memiliki beberapa bentuk:
1. Penghapusan sama sekali
2. Pengurangan
3. Penundaan waktu pelaksanaan
4. Penggantian dengan kewajiban yang lain.
b. Berangsur-angsur
Mengingat adanya faktor-faktor kebiasaan yang telah mendarah daging pada masyarakat
serta tidak senangnya manusia untuk menghadapi perpindahan kebiasaan yang berlaku bagi
mereka kepada aturan-aturan baru yang masih asing baginya dengan mendadak, maka peraturan
di dalam Al-Qur’an tidak diturunkan/diundangkan sekaligus tetapi sedikit demi sedikit menurut
peristiwa yang menghendaki adanya peraturan tersebut.
Ciri-ciri khas pembentukan hukum dalam Al-Qur’an antara lain sebagai berikut:
Ayat-ayat al-Qur’an lebih cenderung untuk memberi patokan-patokan umum daripada
memasuki persoalan sampi detailnya
Ayat-ayat menunjukkan adanya (beban) kewajiban bagi manusia tidak perbah bersifat
memberatkan.
Sebagai patokan ditetapkan kaidah
Dugaan atau sangkaan tidak boleh dijadikan dasar penetapan hukum
Ayat-ayat yang berhubungan dengan penetapan hukum tidak pernah meninggalkan masyarakat
sebagai bahan pertimbangan
Penerapan hukum khususnya hukum pidana dan yang bersifat perubahan hukum tidak
mempunyai daya surut.
Hadist atau Sunnah
Hadist menurut logat berarti: kabar, berita atau hal yang diberikan turun-temurun. Hadist
menurut istilah dalam agama berarti: berita turun-temurun tentang perkataan, perbuatan Nabi
atau kebiasaan nabi ataupun hal-hal yang diketahuinya terjadi diantara sahabat tetapi
dibiarkannya. Sunnah menurut logat berarti jalan atau tabiat atau kebiasaan. Sunnah menurut
istilah ialah jalan yang ditempuh atau kebiasaan yang dipakai atau diperintahkan oleh Nabi.
Perlu ditegas an pula bahwa ada ucapan-ucapan Nabi yang bukan merupakan sunnah dan
juga bukan merupakan bagian dari Qur’an yang disebut hadist Qudsi. Hadist Qudsi merupakan
hadist suci yang isinya berasal dari Tuhan, disampaikan dengan kata-kata Nabi sendiri. Hadist ini
merupakan dasar kehidupan spiritual Islam.
1. Qiyas
Adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya di dalam al-
Qur’an dan Sunnah dengan hal (lain) yang hukumnya disebut dalam Qur’an dan Sunnah karena
persamaan illat (penyebabnya).
Pendapat lain mengatakan bahwa qiyas ialah menetapkan suatu hukum dari masalah baru
yang belum pernah disebutkan hukumnya dengan memperhatikan masalah lama yang sudah ada
hukumnya yang mempunyai kesamaan pada segi alasan dari masalah baru tersebut. Dalam ilmu
hukum qiyas disebut dengan analogi.
Contoh : larangan meminum khamar dengan menetapkan bahwa semua minuman keras, apapun
namanya, dilarang diminum dan diperjualbelikan untuk umum.
2. Ijma’
Adalah persetujuan atau kesesuaian pendapat antara para ahli mengenai suatu masalah
pada suatu tempat di suatu masa. Pendapat lain mengatakan bahwa idjma ialah kebulatan
pendapat para ulama besar pada suatu masa dalam merumuskan suatu yang baru sebagai hukum
islam. Konsesus Idjma ada dua yaitu:
Idjma qauli kalau konsesus para ulama itu dilakukan secara aktif dengan lisan terhadap
pendapat seseorang ulama atau sejumlah ulama tentang perumusan hukum baru yang telah
diketahui umum.
Idjma sukuti kalau konsensus terhadap hukum baru dilakukan secara diam (tidak memberi
tanggapan).
Contoh: di Indonesia ijmak mengenai kebolehan beriteri lebih dari seorang berdasarkan ayat
Qu’an Surat An-Nisa.
3. Marsalih Al Mursalah
Adalah cara menentukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketetuannya baik dalam
Qu’an maupun Hadist, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan
umum. Misalnya pemungutan pajak penghasilan untuk dalam rangka untuk pemerataan
pendapatan dan pemeliharaan fasilitas umum.
4. Istihsan
Cara menetukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang ada demi
keadilan dan kepentingan sosial.
Contoh: pencabutan hak milik seseorang atas tanah untuk pelebaran jalan, pembuatan irigasi
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial.
Nampak jelas setelah indonesia merdeka. Sebagai Hukum yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat, hukum islam telah menjadi bagian dan kehidupan bangsa indonesia yang
mayoritas beragama islam.
Kontribusi umat islam dalam perumusan dan penegakan hukum semakin nampak jelas
dengan diundangkannya beberapa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hukum
islam.
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun1974 tentang Perkawinan.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik.
c. Undang-Undang Nomor Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
d. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
e. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
Penegakan hukum islam dalam praktik bermasyarakat dan bernegara memang harus
melalui proses, yaitu proses kultural dan dakwah. Apabila Islam telah memasyarakat (dipahami
secara baik), sebagai konsuekuensinya hukum islam harus ditegakkan melalui perjuangan
legalisasi. Didalam negara yang penduduknya mayoritas muslim, kebebasan mengeluarkan
pendapat/berpikir harus ada. Hal ini diperlukan untuk mengembangkan pemikiran hukum islam
yang benar-benar teruji, baik dari segi pemahaman maupun segi pengembangannya. Dalam
ajaran islam ditetapkan bahwa umat islam mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum yang
telah ditetapkan Allah. Persoalannya, bagaimanakah sesuatu yang wajib menurut hukum islam
menjadi wajib pula menurut perundang-undangan. Hal ini jelas memerlukan proses dan waktu
untuk merealisasikannya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hukum islam adalah hukum yang mengatur segala aspek kehidupan umat muslim,
sumber-sumbernya berasal dari Al-Qur’an, Hadits dan Ro’yu, jelas tidak diragukan lagi, tujuan
pun sangat mulia yakni untuk memberikan kemasalahatan hidup bagi manusia, baik rohani
maupun jasmani, individu dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya untuk kehidupan di dunia
saja, tetapi juga untuk kehidupan di akhirat kelak
Hukum Islam memiliki banyak kontribusi terhadap hukum nasional Indonesia. Hal itu
dapat dilihat, misalnya, dari produk perundangan yang dibuat pemerintah dan parlemen untuk
mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara
3.2 Saran
Hukum islam adalah hukum yang telah ditetapkan Allah, Allah tau yang terbaik buat
hamba-hambanya, dan tujuan pun sangat mulia yakni untuk memberikan kemasalahatan hidup
bagi manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya
untuk kehidupan di dunia saja, tetapi juga untuk kehidupan di akhirat kelak
Jadi tidak ada salahnya kita mengadopsi hukum islam kedalam hukum nasional
mengingat penduduk di Indonesia mayoritas adalah muslim, tetapi dengan catatan tidak
menimbulkan perpecahan karena agama di Indonesia tidak hanya islam, seperti contoh pada
jaman Nabi Muhammad, hukum islam ditegakkan walaupun di Arab agama tidak hanya islam,
Nabi tetap melindungi dan memberikan hak-haknya, dan tidak ada pendiskreditan terhadap
pemeluk agama lain. Karena dalam islam tidak ada pemaksaan untuk memeluk agama islam
sesuai firman Allah “bagimu agamamu dan bagiku agamaku”
DAFTAR PUSTAKA
http://darusnal.blogspot.com/2009/10/hukum-islam.html
http://balianzahab.wordpress.com/makalah-hukum/hukum-islam/
http://nuravik.wordpress.com/2010/08/20/sifat-sifat-hukum-islam/
http://irfanaseegaf.multiply.com/journal/item/3
Buku Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi oleh Wahyuddin, Achmad, M.Ilyas,
M.Saifulloh, Z.Muhibbin