Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM ISLAM

HUKUM ISLAM SEBAGAI BAGIAN HUKUM NASIONAL

Disusun oleh :

Kelompok 1

Maria dua delang

Irna asri

Farah

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MADAKO TOLITOLI

TAHUN AJARAN 2022


KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah tentang HUKUM ISLAM SEBAGAI BAGIAN HUKUM NASIONAL ini telah
kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada :

1. Allah Subhanahu Wata’ala.


2. Ayah dan ibu selaku orang tua yang telah mendukung, membimbing
dan mendoakan kami.
3. Bahtiar tamrin, SH, MH selaku Dosen pengampuh.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang hukum islam sebagai bagian
hukum nasional ini dapat bermanfaat untuk pembaca pada umumnya dan untuk kami pada
khususnya.

Tolitoli, 26 Mei 2022


Penulis

KELOMPOK 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..i

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….ii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………1

1.1 Latarbelakang…………………………………………………………………….1
1.2 Rumusanmasalah……………………………………………………………….2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..3

2.1 Pengertian hukum islam dan hukum nasional………………………………3


2.2 Hukum islam dalam hukum nasional……………………………………….....4
2.3 Penerapan hukum islam di Indonesia………………………………………...6
2.4 Kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional…………………..8

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………….9

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………9
3.2 Saran……………………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….10

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Dalam kehidupan manusia, agama menjadi seperangkat pedoman hidup, yakni satu-
satunya pedoman yang dapat menjelaskan keberadaan manusia kini, asal- usulnya dan
masa depannya setelah mati. Tidak ada pedoman lain dalam kebudayaan manusia yang
mampu memberikan penjelasan tentang eksistensi manusia selengkap yang dilakukan
agama. Agama dan manusia tidak dapat dipisahkan, karena jika manusia tidak beragama
maka akan kehilangan pedoman dalam mengontrol kehidupannya. Dan bagi umat Islam
memiliki seperangkat hukum yang dikenal dengan hukum Islam, yang dinilai mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manusia di era globalisasi.

Hukum Islam dalam aturan tertentu seperti aturan tentang ibadah tentunya tidak
mungkin mengalami perubahan, tetapi dalam lingkup sosial kemasyarakatan tentunya dapat
berubah sesuai dengan perubahan waktu dan perkembangan zaman. Hal ini menjadi dasar
diberlakukannya sebuah aturan dengan memperhatikan perubahan sosial yang terjadi di
masyarakat, yang membutuhkan alat kontrol. Menurut Badri Khaeruman, perubahan sosial
akan berjalan pincang jika tidak ada alat kontrol sebagai pengawal moral dan landasan etika
dalam proses interaksi sosial. Alat kontrol yang mengikat sangat penting bagi kehidupan
sosial masyarakat yang merupakan sebuah komunitas yang berbeda dalam memahami
ajaran agamanya.

Dapatkah bidang lain itu menjadi hukum positif yang mengikat terhadap seluruh
warga negara (termasuk yang non muslim). Hal ini masih menghadapi bahkan tantangan
yang harus dihadapi, terutama dalam hal kesadaran umat Islam sendiri untuk mematuhi
agamanya. Tidak semua umat Islam yang telah menjalankan ibadah Islam mempunyai
kesadaran menjalankan semua ajaran Islam. Kalau umat Islam banyak yang belum
berkenan menjalankan ajaran agamanya (hukum Islam), bagaimana mengharapkan warga
negara non muslim bersedia menerima penerapan hukum Islam tersebut. Oleh karena itu
akan dikemukakan permasalahan yakni bagaimana posisi hukum Islam dalam hukum
nasional serta bagaimana kedudukan hukum Islam dalam sistem hukum nasional di
Indonesia

1
2

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apakah pengertian hukum Islam dan hukum nasional ?

1.2.2 Bagaimanakah hukum islam sebagai bagian dalam hukum nasional ?

1.2.3 Bagaimanakah penerapan hukum islam di Indonesia ?

1.2.4 Bagaimanakah kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.3.1 Mengetahui pengertian hukum Islam dan hukum nasionaL

1.3.2 Memahami hukum islam sebagai bagian dalam hukum nasional

1.3.3 Memahami penerapan hukum islam di indonesia

1.3.4 Memahami kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian hukum islam dan hukum nasional

A. Pengertian hukum islam


Kata hukum islam tidak ditemukan sama sekali dalam al-Qur’an dan literatur
hukum dalam islam. Yang ada dalam Al-Qur’an adalah kata syari’ah, fiqh, hukum
allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum islam merupakan terjemahan
dari term “Islamic law” dari literature barat. Dalam penjelasan tentang hukum islam
dari literature barat ditemukan definisi hukum islam yaitu : keseluruhan kitab Allah
yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Dari definisi ini arti
hukum islam lebih dekat dengan pengertian syariah.
Hukum islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah
untuk umatnya yang dibawa oleh seorang nabi SAW, baik hukum yang berhubungan
dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan
amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat muslim semuanya.
B. Hukum nasional
Hukum nasional adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia, setelah
Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi warga
Negara republic Indonesia sebagai pengganti hukum colonial.
Untuk mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku bangsa dengan budaya dan agama yang berbeda, ditambah dengan
keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah colonial dahulu, bukan
pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional akan berlaku bagi semua warga
Negara tanpa memandang agama, yang dipeluknya harus dilakukan dengan hati-
hati, karena diantara agama yang dipeluk oleh warga Negara republic Indonesia ini
ada agama yang tidak dapat diceraipisahkan dari hukum. Agama islam, misalnya,
adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur hubungan manusia dengan
manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bahwa islam adalah agama hukum
dalam arti kata yang sesungguhnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan hukum
nasional di Negara yang mayoritas penduduknya beragama islam seperti di
Indonesia ini, unsur-unsur hukum agama itu harus benar-benar diperhatikan. Untuk
itu perlu wawasan yang jelas dan kebijakan yang arif.
Karena hukum nasional harus mampu mengayomi dan memayungi seluruh
bangsa dan Negara dalam segala aspek kehidupannya, maka menurut menteri
kehakiman ismail saleh (1989) dalam merencanakan pembangunan hukum nasional,

3
4

kita wajib menggunakan wawasan nasional yang merupakan tritunggal yang tidak
dapat dipisahkan satu yang lain, yaitu: wawasan kebangsaan, wawasan nusantara
dan wawasan bhineka tunggal ika.
Dipandang dari wawasan kebangsaan sistem hukum nasional harus berorientasi
penuh pada aspirasi serta kepentingan bangsa Indonesia. Wawasan kebangsaan ini,
menurut menteri kehakiman, bukanlah wawasan kebangsaan yang tertutup, tetapi
terbuka memperhatikan kepentingan generasi yang akan datang dan mampu
menyerap nilai-nilai hukum modern.
Kerena yang dianut dalam pembangunan hukum nasional juga wawasan
musantara yang menginginkan adanya satu hukum nasional, maka usaha unifikasi di
bidang hukum harus sejauh mungkin dilaksanakan. Hal ini berarti bahwa seluruh
golongan masyarakat akan diatur oleh satu sitem hukum yaitu sistem hukum
nasional. Akan tetapi, demi keadilan, kata menteri kehakiman, hukum nasional yang
akan diwujudkan berdasarkan kedua wawasan itu, harus juga memperhatikan
perbedaan latar belakang sosial budaya dan kebutuhan hukum yang dimiliki oleh
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. Oleh karena itu, di samping kedua
wawasan tersebut, pembangunan hukum nasional harus mempergunakan wawasan
bhineka tunggal ika. Dengan mempergunakan wawasan tersebut terakhir ini unifikasi
hukum yang diinginkan oleh wawasan nusantara itu harus menjamin tertuangnya
aspirasi, nilai-nilai dan kebutuhan hubungan masyarakat ke dalam sistem hukum
nasional, budaya dan agama sebagai asset pembangunan nasional harus dihormati,
sepanjang, tentu saja, tidak membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

2.2 Hukum islam dalam hukum nasional

Banyak orang yang salah memahami, atau sengaja memelintir, sebuah isu atau
pernyataan yang sebenarnya sudah jelas struktur logika dan argumentasinya. Masalah
keberlakuan hukum islam di dalam kerangka hukum nasional yang pernah saya kemukakan,
misalnya, bisa dielaborasi sebagai contoh dalam sebuah dialog interaktif di televise, saya
pernah mengutip pernyataan bung karno bahwa jika orang-orang islam ingin agar di
Indonesia keluar hukum-hukum islam, rebutlah kursi-kursi kepemimpinan agar hukum-
hukum di Indonesia bisa memuat aspirasi hukum.

Pernyataan saya itu dipertantangan dengan pernyataan saya yang lain ketika saya
mengatakan, ada upaya untuk memberlakukan hukum islam sebagai hukum yang esklusif
dengan gerakan tertentu yang berbau radikal. Di media sosial kemudian dikembangkan isu
bahwa saya membuat pernyataan yang tidak konsisten, padahal pernyataan saya itu
panjang dan konsisten tetapi diamputasi.
5

Selain jelas bahwa kutipan pernyataan saya adalah dalam konteks untuk memilih
pemimpin, jelas juga bahwa upaya perjuangan merebut kursi-kursi kepemimpinan nasional
dan daerah di seluruh lembaga Negara berlaku juga bagi para pemeluk agama-agama lain.
Pernyataan bung karno pada pidato tanggal 1 juni 1945 di depan sidang badan penyelidik
usaha-usaha persiapan kemerdekaan (BPUPKI) yang saya kutip tersebut jelas memberi dua
kesimpulan.

Pertama, bukan hanya orang-orang islam yang berhak memperjuangkan hukum


agamanya, tetapi juga pemeluk agama-agama lain: protestan, katolik, hindu, budha, dan
sebagainya. Nilai-nilai hukum agama dan keyakinan serta budaya apa pun bisa masuk ke
dalam nasional melalui proses demokratis. Kedua, pembentukan hukum nasional kemudian
diolah melalui proses eklektis di lembaga legislative, yakni memilih nilai-nilai hukum dari
berbagai agama, kenyakinan, dan kultur yang disepakati sebagai kalimatun serwa
(pandangan yang sama) oleh para wakil rakyat dan pemimpin Negara yang terpilih untuk
kemudian diberlakukan sebagai hukum Negara.

Dengan demikian, nilai-nilai hukum agama bisa menjadi sumber hukum dalam arti
sebagai bahan pembuatan hukum (sumber hukum materil) tetapi tidak otomatis menjadi
sumber hukum formal(peratutan perundang-undangan) atau hukum yang berdiri sendiri.
Sumber hukum materil tidak dengan sendirinya menjadi sumber hukum formal atau hukum
yang berbentuk peratutan perundang-undangan. Ia hanya bisa menjadi hukum formal
setelah melalui proses eklektisasi. Ajaran islam memang menjadi sumber hukum, tetapi
agama-agama dan kenyakinan lain yang hidup di Indonesia juga menjadi sumber hukum.

Nilai-nilai hukum agama apa pun bisa masuk ke dalam hukum public (nasional) jika
disepakati oleh lembaga legislative dalam proses eklektisasi. Adapun hukum privat (perdata)
bisa berlaku dengan tanpa harus dijadikan hukum formal. Untuk hukum-hukum islam yang
tidak bisa menjadi hukum public, nilai-nilai substantifnya tetap bisa dimasukan, yakni
ma’qushid al syar’I atau tujuan syariahnya yang meliputi kemaslahatan umum dan tegaknya
keadilan.

Hukum Islam yang mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah swt.,
maupun yang mengatur hubungannya dengan sesama manusia, mempunyai peranan dalam
pembentukan hukum nasional. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak aturan-
aturan dan ketentuan-ketentuannya, yang selama ini dikenal dalam hukum Islam telah
terserap ke dalam hukum perundang-undangan negara. Peranan hukum Islam dalam
pembentukan hukum nasional dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi hukum Islam sebagai
salah satu sumber pembentukan hukum nasional, dan dari sisi diangkatnya hukum Islam
sebagai hukum negara.
6

Dalam pembentukan hukum nasional terdapat hal-hal yang perlu dicermati, yaitu:
Diterimanya hukum Islam masuk ke dalam hukum nasional bukan hanya karene hukum
Islam diikuti mayoritas masyarakat bangsa Indonesia, tetapi karena hukum Islam memang
mampu memenuhi tuntutan keadilan. Dengan masuknya hukum Islam ke dalam hukum
nasional, ia tidak lagi akan menggunakan label Islam dan juga tidak lagi menjadi milik umat
Islam saja, tetapi menjadi milik bangsa.

Pakar hukum Islam harus mampu menggali nilai-nilai universal dari hukum Islam
untuk disumbangkan menjadi hukum nasional, supaya tidak akan menghadapi kendala
penolakan dari anggota badan legislatif yang tidak beragama Islam. Hukum Islam sangat
identik dengan keadilan dan mampu memenuhi tuntutan keadilan, dan dalam pelaksananya
memiliki tempat di kalangan masyarakat dalam arti dapat diterima oleh semua masyarakat
termasuk non muslim, karena sudah menjadi milik negara. Oleh arena itu, keuniversalan
hukum Islam membutuhkan kajian yang lebih komprehensif, agar dapat terkomodir dalam
perumusan peraturan perundang-undangan yang disusun dan oleh anggota badan legislatif.

2.3 Penerapan hukum islam di Indonesia

Indonesia adalah negara hukum, hal ini menjadi titik tolak dari berbagai
pembentukan aturan yang bersifat mengikat bagi masyarakat di Indonesia. Segala macam
aturan yang dibentuk dan ditetapkan tentunya objeknya adalah masyarakat sebagai warga
negara. Karena hukum adalah segala aturan yang sifatnya memaksa dan mengikat setiap
warga negara, dan yang melanggarnya mendapatkan hukuman atau sanksi. Sejalan dengan
pernyataan ini, maka posisi hukum Islam di Indonesia sangat strategis dalam rangka
penerapannya di Indonesia, karena keuniversalan hukum Islam, dan dominannya umat
Islam di Indonesia.

Hukum Islam adalah hukum yang bersifat universal, karena merupakan bagian dari
agama Islam yang universal sifatnya. Maka otomatis hukum Islam berlaku bagi orang Islam
di mana pun ia berada, apa pun nasionalitasnya. Hukum Islam adalah bagian dari hukum
nasional adalah hukum yang berlaku bagi bangsa tertentu di suatu negara nasional tertentu.
Dalam kasus Indonesia, hukum nasional juga berarti hukum yang dibangun oleh bangsa
Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia.

Indonesia merupakan negara yang memiliki masyarakat muslim lebih banyak


dibandingkan dengan masyarakat yang beragama lain. Masyarakat yang lebih banyak
tersebut berperan lebih besar dalam menjalankan ajaran agamanya khususnya dalam
menerapkan hukum Islam. Dalam menerapkan hukum Islam tersebut membutuhkan kajian
yang komprehensif dan menyeluruh dengan mempertimbangkan eksistensi masyarakat
7

yang akan melaksanakan aturan/hukum tersebut, yang bukan hanya masyarakat muslim
tetapi juga masyarakat umat lain (non muslim) yang ada di Indonesia.

Kajian keberadaan hukum Islam dalam konteks ini dimaksudkan untuk mengenal
dan menganalisis hukum Islam dalam konteks budaya hukum Indonesia sebagai sesuatu
yang hidup dan berkembang secara dinamis. Setiap masyarakat memiliki ciri khas dan
karakter-karakter sendiri, termasuk budaya hukum. Budaya hukum tersebut berasal dari
berbagai sumber, antara lain norma-norma sosial kemasyarakatan yang dipegang teguh dan
diyakini mampu mengatur lingkungan sosial kemasyarakatan. Dalam konteks
keindonesiaan, maka hukum Islam diyakini sebagian besar umat Islam Indonesia sebagai
sesuatu norma hukum yang benar mempunyai peran dominan dalam mengatur budaya
hukum tersebut.

Pelaksanaan hukum Islam kaitannya dengan sistem hukum positif di Indonesia, atau
antara hukum Islam dan negara sudah banyak ditulis oleh para sarjana, termasuk sarjana
barat. Membicarakan tentang kekuatan hukum dari hukum Islam di Indonesia perlu dipahami
dari macam produk pemikiran hukum Islam. Bahwa setidaknya ada empat produk pemikiran
hukum Islam yang telah berkembang dan berlaku di Indonesia, seiring pertumbuhan dan
perkembangannya. Empat produk pemikiran hukum Islam tersebut adalah fikhi, fatwa
ulama- hakim, keputusan pengadilan, dan perundang-undangan. Produk pemikiran ini
khususnya di Indonesia telah berlaku dan sudah dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia,
dengan diundangkannya peraturan perundang-undangan, fatwa ulama, dan putusan hakim
yang memiliki kekuatan hukum. Tetapi hal ini masih membutuhkan langkah-langkah yang
strategis dalam rangka penguatan upaya penerapan hukum Islam di Indonesia.

Penerapan hukum Islam membutuhkan langkah-langkah sebagai alat penekanan


pemaksa, yakni dengan meningkatkan kesadaran umat Islam, tentang tuntutan ajaran
agamanya secara menyeluruh, kemudian berupaya meyakinkan umat beragama lain
tentang kemampuan hukum Islam (dalam formulasinya yang baru) sebagai hukum negara.

Akhir-akhir ini, tingkat kesadaran dalam beragama di kalangan umat Islam semakin
baik. Sebelumnya memang dirasakan adanya usaha pihak tertentu untuk meminggirkan
umat Islam dalam melaksanakan ajaran agamanya, namun saat ini usaha untuk
menyudutkan umat Islam tersebut dapat dihindarkan, meskipun belum seluruhnya. Hal ini
merupakan kesempatan untuk menyiapkan masuknya hukum Islam dalam hukum yang
diberlakukan di Indonesia.
8

2.4 Kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional

Di Indonesia berlaku beberapa sistem hukum Dilihat dari seri umurnya, yang
tertua adalah Hukum Adat. Kemudian menyusul Hukum Islam dan Hukum Barat.
Ketiga-tiganya mempunyai ciri dan sistem tersendiri, tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat dan Negara Republik Indonesia. Karena itu, sistem hukum di Indonesia
disebut majemuk. Kedudukannya disebutkan dalam peraturan perundang-undangan
dan dikembangkan oleh ilmu pengetahuan dan praktek peradilan. Hukum Islam
sekarang sudah bisa berlaku langsung tanpa melalui Hukum Adat, Republik
Indonesia dapat mengatur sesuatu masalah sesuai dengan Hukum Islam, sepanjang
pengaturan itu berlaku hanya bagi orang Indonesia yang memeluk agama Islam.
Selain dari itu dapat pula dikemukakan bahwa kini dalam sistem hukum di Indonesia,
kedudukan Hukum Islam sama dengan Hukum Adat dan Hukum Barat. Hukum Islam
menjadi sumber bagi pembentukan Hukum Nasional yang akan datang di samping
hukum-hukum lainnya yang ada, tumbuh dan berkembang dalam Negara Republik
Indonesia.

Eksistensi Hukum Islam sebagai sistem hukum di Indonesia turut membentuk


sistem hukum nasional, yang ditandai antara lainnya dengan sejumlah peraturan
perundangan antara lain : Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-
Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, sejumlah peraturan
perundangan tersebut mengandung nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah, termasuk
dengan berlakunya Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang tentang Peradilan Agama. Implementasi Hukum Islam sebagai
sistem hukum tidak tertutup peluang bagi umat non-Muslim untuk turut berkiprah,
dan berperan di dalamnya, seperti di dalam Perbankan Syariah yang bersifat
terbuka untuk semua agama, semua suku, semua daerah dan lain-lainnya.
Implementasi tersebut bersifat terbatas, berbeda dengan implementasi bidang ibadat
termasuk Hukum Perkawinan Islam, yang harus merujuk pada ketentuan Hukum
Islam. Implementasi tersebut menunjukkan peranan Hukum Islam, dan berbeda dari
sistem hukum lainnya seperti sistem Hukum Adat yang makin terpinggirkan dalam
implementasinya di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata hukum islam tidak ditemukan sama sekali dalam al-Qur’an dan literatur
hukum dalam islam. Yang ada dalam Al-Qur’an adalah kata syari’ah, fiqh, hukum
allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum islam merupakan terjemahan
dari term “Islamic law” dari literature barat. Dalam penjelasan tentang hukum islam
dari literature barat ditemukan definisi hukum islam yaitu : keseluruhan kitab Allah
yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya. Dari definisi ini arti
hukum islam lebih dekat dengan pengertian syariah.
Hukum nasional adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia,
setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi
warga Negara republic Indonesia sebagai pengganti hukum colonial.
Nilai-nilai hukum agama apa pun bisa masuk ke dalam hukum public
(nasional) jika disepakati oleh lembaga legislative dalam proses eklektisasi. Adapun
hukum privat (perdata) bisa berlaku dengan tanpa harus dijadikan hukum formal.
Untuk hukum-hukum islam yang tidak bisa menjadi hukum public, nilai-nilai
substantifnya tetap bisa dimasukan, yakni ma’qushid al syar’I atau tujuan syariahnya
yang meliputi kemaslahatan umum dan tegaknya keadilan.

B. SARAN
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh
dari kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan
tentang makalah dengans umber-sumber yang lebih banyak dan dapat lebih
dipertanggung jawabkan

9
10

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Moh. Mahfud MD,S.H., S.U.”hukum islam dalam hukum nasional

ET Hadi Saputra “hukum islam dalam sistem hukum nasional

Syarifuddin, Amir. “pengertian dan sumber hukum islam

Ichtijanto.”pengembangan teori hukum islam di Indonesia, dalam hukum islam di

Indonesia perkembangan dan pembentukan”

Nuruddin, Amiur, dan Azhari akmal tarigan. “hukum perdata islam di Indonesia”

10

Anda mungkin juga menyukai