Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH HUKUM ISLAM

KEDUDUKAN HUKUM ISLAM DALAM HUKUM POSITIF DI


INDONESIA

NAMA : GEDE ARIE KRISHNA WIRAWAN PUTRA

KELAS :D

NIM : 2002010154

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Berkat dan Anugerah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi UAS dan UTS pada
mata kuliah HUKUM ISLAM yang diasuh oleh bapak HUSNI KUSUMA DINATA, S.H, M.H.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, makalah yang
saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan
masukan konstruktif demi penyempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

COVER DEPAN ................................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... 3

BAB 1 ................................................................................................................................ 4

 LATAR BELAKANG ................................................................................................. 4


 RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 5
 TUJUAN MASALAH.................................................................................................. 5

BAB 2 .................................................................................................................................. 5

 PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

BAB 3 ................................................................................................................................... 11

 KESIMPULAN ........................................................................................................... 11

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam membicarakan Hukum Islam di tengah-tengah hukum nasional pusat perhatian


akan ditujukan pada kedudukan hukum islam dalam sistem hukum nasional. Sistem hukum di
Indonesia, sebagai akibat dari perkembangan sejarah bersifat majemuk. Disebut demikian
karena sampai sekarang di negara republik indonesia berlaku bebeerapa hukum yang
mempunyi corak dan susunan sendiri. Sistem hukum itu adalah sistem hukum adat, sistem
hukum islam, dan sistem hukum barat
Sejak awal kelahiran islam pada abad ketujuh masehi tata hukum islam sudah
dipraktikkan dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat dan peradilan islam. Pada era
kekuasaan kesultanan dan kerajaan-kerajaan islam peradilan agama sudah hadir secara formal,
ada yang bernama peradiln penghulu seperti di jawa. Mahkama syariah di kesultanan islm di
sumatera. Perdilan Qadii di kesultanan Banjar dan pontianak. Namun sangat disayangkan,
walaupun pada masa kesultanan telah berdiri secara formal peradilan agama serta status ulama
memegang peranana sebagai penasehat dan hakim, belum pernah disusun suatu buku hukum
positif yang sistematik. Hukum yang diterapkan masih abstraksi yang di tarik dari kandungan
doktrin fiqih
Baru pada tahun 1760 VOC memerintahkn D.W Freijer untuk menyusun hukum yang
kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. Compendium ini dijadikan rujukan hukum
dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di kalangan masyarakat islam daerah yang dikuasai
VOC.
Penggunaan compendium Freijer tidak berlangsung lama. Pada tahun 1800 VOC
menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah Hindia Belanda. Bermasaan dengan itu lenyap dan
tenggelam compendium itu. Lahirlah politik hukum baru, didasarkan atas teori resepsi atau
teori konflik snouck hurgronje dan van vollenhoven. Sejak itu secara sistematik, dengan sengaja
hukum islam dipencilkan. Sebagai gantinya digunakkan dan ditampilkan hukum adat.
Pemerintahan hindia belanda mencoba melaksanakan hanya dua sistem hukum yang berlaku,
yaitu hukum adat untuk golongan bumiputera dan hukum barat bagi golongan eropa.

4
B. RUMUSAN MASALAH
 Bagaimana Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia
C. TUJUAN MASALAH
 Mengetahui bagaimana kedudukan hukum islam dalam tata hukum Indonesia

BAB 2
PEMBAHASAN

 Hukum Islam dalam Tata Hukum di Indonesia


Membicarakan kedududukan hukum islam dalam tata hukum di Indonesia, tidak ada
salahnya membicarakan lebih dahulu umat islam. Umat islam dimaksud, merupakan salah satu
kelompok masyarakat yang mendapat legalitas pengayoman secara hukum ketatanegaraan di
Indonesia. Oleh karena itu, umat islam dapat dicerai pisahkan dengan hukum islam yang sesuai
keyakinannya. Namun demikian, hukum islam di Indonesia bila dilihat dari aspek perumusan
dasar negara yang dilakukan oleh BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia),yaitu para pemimpin islam berusaha memulihkan dan mendudukan hukum islam
dalam negara Indonesia merdeka itu. Dalam tahap awal, usaha para pemimpin dimaksud tidak
sia-sia, yaitu lahirnya Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945 yang telah disepakati oleh
pendiri negara bahwa negara berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluknya. Namun, adanya desakan dari kalangan pihak Kristen, tujuh kata
tersebut dikeluarkan dari pembukaan UUD 1945, kemudian diganti dengan kata Yang Maha Esa

Penggantian kata dimaksud, menurut Hazairin seperti yang dikutip oleh muridnya
(H.Mohammad Daud Ali) mengandung norma dan garis hukum yang di atu dalam pasal 29 ayat
(1) UUD 1945 bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Hal itu hanya dapat ditafsirkan antara lain, sebagai berikut:
1. Dalam negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi atau berlaku sesuatu yang bertentangan
dengan kaidah hukum islam,kaidah agama Nasrani, atau agama Hindu- Bali bagi orang-orang
Hindu-Bali, atau yang bertentangan dengan kesusilaan agama Buddha bagi orang Buddha. Hal
ini berarti di dalam wilayah negara Republik Indonesia ini tidak boleh berlaku atau diberlakukan
hukum yang bertentang dengan norma-norma (hukum) agama dan kesusilaan bangsa
Indonesia.
2. Negara Republik Indonesia wajib menjalankan Syariat Islam bagi orang islam, syariat Nasrani
bagi orang Nasrani, dan syariat Hindu-Bali bagi orang Hindu –Bali. Sekadar menjalankan syariat
tersebut memerlukan perantaraan kekuasaan Negara makna penafsiaran kedua adalah negara
Republik Indonesia wajib menjalankan dalam pengertian menyediakan fasilitas agar hukum

5
yang berasal dari agama yang dianut oleh bangsa Indonesia dapat terlaksana sepanjang
pelaksanaan hukum agama itu memerlukan bantuan alat kekuasaan atau penyelenggara
negara. Artinya, penyelenggaraan negara berkewajiban menjalankan syariat yang dipeluk oleh
bangsa indonesia untuk kepentingan pemeluk agama bersangkutan. Syariat yang berasal dari
agama islam misalnya, yang disebut syariat islam, tidak hanya memuat hukum shalat, zakat,
puasa, dan haji, melainkan juga mengandung hukum dunia baik keperdataan maupun
kepidanaan yang memerlukan kekuasaan hukum negara untuk menjalankannya secara
sempurna. Misalnya, hukum harta kekayaan, hukum wakaf, penyelenggaraan ibadah
haji,penyelenggaran hukum perkawinan dan kewarisan, penyelenggaraan hukum pidana (islam)
seperti zina, pencurian, dan pembunuhan. Hal ini memerlukan kekuasaan kehakiman atau
peradilan khusus ( peradilan agama) untuk menjalankannya, yang hanya dapat diadakan oleh
negara dalam pelaksanaan kewajibannya menjalankan syariat islam yang berasal dari agama
Islam untuk kepentingan umat Islam yang menjadi warga negara Republik Indonesia.
3. Syariat tidak memerlukan bantuan kekuaasan negara untuk menjalankannya. Oleh karena itu,
menjadi kewajiban pribadi terhadap Allah bagi setiap orang itu menjalankanya sendiri menurut
agamanya masing-masing. Ini berarti hukum yang berasal dari suatu agama yang diakui di
negara Republik Indonesia dapat dijalankan sendiri oleh masing-masing pemeluk agama
bersangkutan (misalnya hukum berkenaan dengan ibadah, yaitu hukum yang pada umumnya
mengatur hubungan manusia dengan Tuhan) biarkan pemeluk agama itu sendiri
melaksanakannya menurut kepercayaan masing-masing.(H.Mohammad Daud Ali,1991:8).
Mengenai perkataan kepercayaan dan Ketuhanan Yang Maha Esa yang tercantum dalam pasal
29 UUD 1945 yang terletak dalam bab agama itu perlu di kemukakan hal-hal berikut ini:
 . Dr. Muhammad Hatta (almarhum)ketika menjelaskan arti perkataan Kepercayaan
yang termuat dalam ayat (2) pasal 29 UUD 1945, menyatakan pada tahun 1974 bahwa arti
perkataan Kepercayaan agama. Kuncinya adalah perkataan itu yang terdapat di ujung ayat
(2) pasal 29 dimaksud. Kata Itu menunjuk pada kata agama yang terletak didepan kata
kepercayaan tersebu. (H.Mohammad Daud Ali, 1991:9). Keterangan bung Hatta, sesuai
dengan keterangan H. Agus Salim, yang menyatakan pada tahun 1953 bahwa pada waktu
dirumuskan UUD 1945, tidak ada seorang pun diantara kami yang ragu-ragu bahwa dasar
Ketunahanan Yang Maha Esa itu adalah aqidah, kepercayaan agama
 Ketika memberi penjelasan mengenai ayat 1 pasal 29 UUD 1945, dalam rangka
kembali ke UUD 1945 tahun 1959 dahulu, pemerintah Republik Indonesia menyatakan
bahwa ayat (1) pasal 29 UUD 1945 dasar dari kehidupan hukum bidang keagamaan.
 Pada tahun 1970, perkataan Ketuhanan Yang Maha Esa tercantum dalam pasal 29
UUD 1945 itu dijadikan landasan dan sumber hukum dalam mewujudkan keadilan dalam
negara Republik Indonesia. Menurut pasal 4 UUD no 4 tahun 1970 peradilan di Indonesia
harus dilakukan demi keadilan berdasaran Ketuhanan Yang Maha Esa (sekarang pasal 4 ayat
(1) UU No. 4 tahun 2004). (H.Mohammad Daud Ali,1991:10).

6
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas, dapat diasumsikan bahwa hukum Islam dan
kekuatan hukumnya secara ketatanegaraan di Republik Indonesia adalah Pancasila dan
UUD 1945, yang kemudian dijabarkan melalui :
 UU NO 1 TAHUN 1974 tentang Perkawinan Hukum politik memberlakukan hukum
Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh pemerintah orde baru, dibuktikan dalam UU
No. 1/1974 tentang Perkawinan. Pasal 2 UU itu menetapkan: perkawinan adalah
sah apabila dilakukan menurut buku masing-masing agamanya. Dalam pasal 63 UU
perkawinan mengundangkan bahwa yang dimaksud dengan pengadilan dalam
UUD ini adalah pengadilan agama bagi mereka yang beragama islam dan
pengadilan umum bagi yang lainnya.
 RUU Peradilan Agama Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menegaskan: segala warga negara
bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahaan itu wajib
menunjang hukum dan pemerintahaan dengan tidak ada kecualinya penting di
ingat ketentuan persamaan didepan hukum dalam konstitusi bila
mempertimbangkan jaminan konstitusional yang diberikan kepada berbagai
golongan masyarakat di Indonesia. Yang mengenai terjaminnya hak-hak warga
negara dibidang agama adalah pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menetapkan:
negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Penafsiran sistematis pasal 27 ayat 1 yang menjamin persamaan di depan hukum
dengan pasal 29 ayat 2 yang menjamin kemerdekaan unutk memeluk agamanya
masingmasing adalah hubungan lex generalis dan lex specialis. Persamaan di depan
hukum di mana kepada seluruh warga negara diberikan pelayanan hukum yang sama
tanpa diskriminasi oleh sebab-sebab ras, warna,golongan,kepercayaan,dan
sebagainya, berlaku umum, jadi lex generalis.lex specialis nya dalam hal ini adalah hak
untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya
dan kepercayaan itu. Semua penduduk diberi hak memeluk dan menjalankan ibadah
agamanya masingmasing. ada kekhususan hukum untuk pemeluk agama tertentu, dan
akibatnya ialah adanya peradilan khusus untuk pemeluk agama tertentu.
Menurut pasal 24 UUD 1945, kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Sussunan dan
kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang. UU No.14
tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dalam pasal
10 ayat (1) mengundangkan: Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam
Lingkungan:

7
 Peradilan Umum
 Peradilan Agama
 Peradilan Militer
 Peradilan Tata Usaha Negara

Penjelasan pasal demi pasal UU No. 14 tahun 1970 mengenai pasal 10 menetapkan;
undangundang ini membedakan antara empat lingkungan peradilam yang masing-masing
mempunyai lingkungan wewenang peradilan yang masing-masing mempunyai lingkungan
wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan- badan Peradilan tingkat pertama dan
tingkat banding. Peradilan Agama; Militer dan Tata Usaha Negara merupakan peradilan
khusus, karena mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan rakyat
tertentu, sedangkan Peradilan Umum adalah Peradilan bagi Rakyat pada umumnya
mengenai baik perkara perdata maupun pidana.
Sebagai suati undang-undang pokok, Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang
ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman memerlukan undang-undang lain untuk
mengatur empat lingkungan peradilan yang diundangkan dalam UU No. 14 tahun 1970
itu. Setelah 19 tahun ini mempunyai RUU-PA

A. Politik Hukum Hindia Belanda


Kalau kita mempelajari sejarah hukum (legal history) Hindia Belanda mengenai
kedudukan hukum islam, kita dapat membaginya kedalam dua periode:
1. Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya
2. Periode penerimaan hukum Islam oleh hukum adat.
Periode penerimaan hukum Islam sepenuhnya, yang disebut juga receptio in complex,
adalah periode ketika hukum Islam diberlakukan sepenuhnya bagi orang Islam sebab
mereka telah memeluk agama Islam. Apa yang telah berlaku sejak mulai adanya kerajaan-
kerajaan Islam di Nusantara, sejak kedatangan VOC hukum kekeluargaan Islam, yakni
hukum perkawinan dan hukum waris,tetap diakui oleh Belanda. Bahkan oleh VOC hukum
kekeluargaan itu diakui oleh Belanda. Bahkan oleh V0C hukum kekeluargaan itu diakui dan
dilaksanakan dengan bentuk peraturan Resolutie der Indische Regeering tanggal 25 mei
1760 yang merupakan kumpulan aturan hukum perkawinan dan hukum kewarisan Islam,
terkenal sebagai Compendium Frejjer.
Hukum Islam yang telah berlaku dari zaman VOC itulah oleh pemerintah Hindia Belanda
diberi dasar hukum dalam Regeeringsregiement (RR)tahun 1855 di mana antara lain
dinyatakan dalam pasal 75: oleh hakim Indonesia itu hendaklah diberlakukan undang-
undang agama (gods dienstige wetten). Periode penerimaan hukum Islam oleh hukum
adat yang disebut juga teori receptie adalah: hukum Islam baru berlaku bila dikehendaki
atau diterima olehh hukum adat. Pendapat Prof.Snouck Hurgronye ini diberi dasar hukum

8
dalam undang-undang dasar Hindia Belanda yang menjadi pengganti RR, yang disebut
Wet op de Staatsinrichting van Nederlands Indie, disingkat Indische Staatsregeling (IS).
Dalam IS yang diundang-undangkan dalam Stbl. 1929:212, hukum islam dicabut dari
lingkungan tata hukum Hindia Belanda. Pasal 134 ayat(2) IS tahun 1929 itu berbunyi;
Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Islam akan diselesaikan oleh
hakim agama Islam apabila hukum adat mereka menghendakinya dan sejauh itu tidak
ditentukan lain dengan suatu ordonasi
Pada pertengahan tahun 1973 pemerintah Hindia Belanda mengumumkan gagasan
untuk memidahkan wewenang mengatur waris dari Pengadilan Agama ke Pengadilan
Negeri. Apa yang menjadi kompetisi Pengadilan Agama sejak tahun 1882 hendak dialihkan
kepada Pengadilan Negeri. Dan dengan Stbl,1937:116 dicabutlah wewenang Pengadilan
Agama itu dengan alasan hukum waris Islam belum diterima sepenuhnya oleh hukum
adat. Reaksi pihak Islam terhadap campur tangan Belanda dalam masalah –masalah
hukum Islam ini banyak ditulis dalam buku-buku dan surat-surat kabar pada waktu itu.
Tidak perlu diterangkan bahwa politik hukum yang menjauhkan umat Islam dari
ketentuan-ketentuan agamanya sengaja diusahakan Belanda untuk kepentingan
peneguhan kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu, tatkala kesempatan itu terbuka
pada waktu Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan terbentuk dan bersidang
pada zaman penjajahan jepang, pemimpin-pemimpin Islam memperjuangkan berlakunya
kembali hukum Islam dengan kekuatan hukum Islam sendiri tanpa hubungannya dengan
hukum adat.
Mula-mula memang diperjuangkan dibentuknya negara Islam dalam Badan Penyelidik
yang beranggotakan 62 orang itu. Dari jumlah itu hanya 15 anggota yang mewakili
kelompok nasionalis Islam yang menyetujui dasar negara Islam, sedangkan suara
terbanyak (45 suara) memilih dasar negara kebangsaan. Setelah itu, panitia sembilan dari
Badan Penyelidik berhasil mencapai kompromi yang terkenal dengan Piagam Jakarta, yang
isisnya antara lain: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
Orang tidak perlu menjadi guru besar hukum tata negara dahulu karena cukup jelas
bahwa dengan ketentuan tujuk kata itu saja, sama sekali tidak berarti telah terbentuk
negara Islam dengan Piagam Jakarta. Karena dasar negara Islam telah ditolak, maka
dengan tujuan kata itu hanya dapat diartikan bahwa hukum Islam berlaku bagi pemeluk-
pemeluk Islam sebagaimana halnya politik hukum Hindia Belanda sebelum tahun 1929.
Salah paham yang kemudian terjadi sebenernya tidak perlu dengan menghapuskan
ketujuh kata dalam Piagam Jakarta itu, tetapi cukup dengan mengubahnya dengan kata
tujuh baru yang berbunyi: Dengan kewajiban menjalankan ketentuan agama bagi
pemeluk-pemeluknya. Dengan perumusan baru itu berarti bahwa pemeluk agama Islam
wajib menjalankan hukum Islam, pemeluk agama Kristen wajib menjalankan huku

9
Kristen,pemeluk agama Hindu wajib menjalankan hukum Hindu, dan pemeluk agama
Budha wajib menjalankan hukum Budha.
B. Politik Hukum Republik Indonesia
kedudukan Hukum Islam dalam ketatanegaraan Indonesia harus dibagi kedalam dua periode
juga:
1. Periode penerimaan hukum Islam sebagai sumber persuasive
2. Periode penerimaan hukum Islam sebagai autoritatif.

1) Dalam hukum konstitusi dikenal persuasive-source dan authorita tive source. Sumber
persuasif ialah sumber yang orang harus diyakinkan untuk menerimanya, sedangkan
sumber yang autoritatif ialah sumber yang mempunyai kekuatan(authority). Dengan
proklamasi Kemerdekaan 17 agustus 1945 dan berlakunya UUD 1945,walaupun tanpa
memuat ketujuh kata Piagam Jakarta, teori resepsi yang dasar hukumnya SI dengan
berlakunya UUD 1945, teori resepsi kehilangan dasar hukumnya.
Dengan berlakunya UUD 1945 yang Aturan Peralihan Pasal 11 nya menetapkan, Segala
badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut undang-undang dasar ini. Tidak dengan sendirinya pasal 134 ayat (2)
IS itu tetap berlaku karena dasar hukum yang ditetapkan oleh suatu undang-undang
dasar yang tidak berlaku lagi tidak dapat dijadikan dasar hukum bagi suatu undang-
undang dasar baru yang sama sekali tidak mengatur soal itu. Setelah berlakunya UUD
1945, hukum Islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang beragama Islam karena
kedudukan hukum Islam itu sendiri,bukan karena ia telah diterima oleh hukum adat.
Pasal 29 UUD 1945 mengenai agama menetapkan :
 Negara berdasar atas Ke-tuhanan Yang Maha Esa
 Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masingmasing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya
Selama 14 tahun, dari tanggal 22 juni 1945 waktu ditandatangani gentlement agrement
antara pemimpin-pemimpin nasionalis sekuler dan nasionalis islam sampai tanggal 5 juli
1959, sebelum Dekrit Presiden RI di undangkan, kedudukan ketentuan Kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Adalah persuasive source.
Sebagaimana semua hasil sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapam
Kemerdekaan adalah persuasive source bagi grondwet-interpreatatie dari UUD 1945,
maka Piagam Jakarta sebagai salah satu hasil dari sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan juga merupakan persuasive source dari UUD 1945.

10
2) Dengan ditempatkannya Piagam Jakarta dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 juli 1959,
Piagam Jakarta atau penerimaan hukum Islam telah menjadi authoritative source,
sumber autoritatif dalam hukum tata negara Indonesia, bukan sekedar persuasive-
source atau sumber persuasif. Menurut hukum tata negara Indonesia, preambule atau
konsiderans, bahkan penjelasan peraturan-perundangan, mempunyai kedudukan
hukum. Preambule atau pembukaan dan penjelasan UUD adalah rangkaian kesatuan
dari suatu konstitusi. Begitu pula konsiderans dan penjelasan peraturan-perundangan
adalah bagian integral dari suatu peraturan-perundangan. Pendapat diatas ini,sebelum
adanya UU No. 3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, semata-mata
merupakan pendapat sarjana hukum. Dengan penjelasan pasal demi pasal dari pasal 3
UU No. 3/1975 dijelaskan (1)a yang dimaksud dengan UUD 1945 dalam huruf a pasal ini
meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya. Dengan demikian maka
preambule atau konsiderans penjelasan dari UUD dan peraturan-perundangan adalah
mempunyai kekuatan hukum.

BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kedudukan hukum Islam (termasuk di dalamnya hukum perikatan Islam) setelah
Indonesia merdeka sudah lebih kukuh, tanpa dikaitkan dengan hukum adat. Dalam KHI
Sighat merupakan salah satu rukun akad yang penting, karena tanpanya akad tidak
mungkin terjadi. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana ketentuan rukun
akad berupa sighat itu dilaksanakan. Dalam bukunya asas-asas hukum muamalat,
Ahmad Azhar Basyir mengemukakan, bahwa sighat akad dapat dilakukan secara lisan,
tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan
kabul.
Penerapan hukum Islam di Indonesia memiliki peluang yang cukup besar,antara lain
dengan jumlah masyarakat Islam di Indonesia dengan jumtah yang banyak. Pembicaraan
tentang hukum Islam dalam tradisi masyarakat pemeluknya, tidak hanya sampai pada
kesimpulan bahwa Islam hanya akan didefinisikan dengan apa yang menjadi praktek
masyarakatnya. Peluang tersebut dikatakan besar karena alasan sejarah, jumlah
penduduk, yuridis, konstitusional dan ilmiah. Sedangkan kemungkinan tantangan dalam
penerapan hukum Islam di Indonesia, yaitu; keengganan para ahli hukum dalam
mengkaji kebijakan nasional dan terjadinya dualisme terminologi tentang hukum Islam.

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiypObni-
_0AhXMUGwGHYowAasQFnoECAwQAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.scribd.com%2Fdocument
%2F523493843%2FMakalah-Hukum-Islam-1&usg=AOvVaw15mpvLRAVt9SUBr1IphWyL
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwiypObni-
_0AhXMUGwGHYowAasQFnoECA4QAQ&url=https%3A%2F%2Fwww.slideshare.net
%2FNanda_khalisa%2Fpembahasan-hukum-islam&usg=AOvVaw3jhiNAEfqGikFKw0Z6KWnQ
https://vbook.pub/documents/materi-makalah-hukum-pidana-islam-habib-1w9dyd31zj2p

12

Anda mungkin juga menyukai