Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

EKSISTENSI HUKUM ISLAM DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah : Hukum Islam
Dosen Pengampu : Afrizal, M.H.I

Oleh :
Lu’luatul Hasanah (2022506501003)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI'AH
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
(UMPRI)
LAMPUNG
2023M/1444 H
II
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah tentang "Eksistensi Hukum
Islam Dalam Sistem Hukum Di Indonesia".
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa
maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu, dengan rendah hati
penulis menerima saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah yang penulis susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.

Pringsewu, 19 September 2023

Lu’luatul Hasanah

III
IV
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ............................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3

A. Sejarah Berlakunya Hukum Islam di Indonesia ............................................................. 3

B. Eksistensi Hukum Islam di Indonesia ............................................................................ 4

C. Prospek Hukum Islam di Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional ............................ 6

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 10

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 10

B. Saran ............................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 11

V
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan, “Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dari pembukaan UUD 1945 tersebut nampak jelas, bahwa Indonesia adalah
merupakan negara hukum, yang berkeinginan untuk membentuk suatu hukum baru sesuai
kebangsaan Indonesia.
Sebagai perwujudan keinginan tersebut, maka diterbitkanlah UU No. 1 Tahun 1946,
yang walaupun secara substansial masih memberlakukan Undang-undang Hukum Pidana
Hidia-Belanda sehingga banyak mendapatkan sorotan. 1 Namun mengingat keberadaan
Indonesia sebagai suatu negara yang berdaulat meskipun masih dalam hitungan bulan, maka
masih adanya keterkaitan kuat dengan hukum Belanda yang telah ratusan tahun melekat
dalam peri kehidupan bangsa Indonesia itu karenanya bisa dimaklumi.
Untuk dapat membuat Undang-undang yang benar-benar sesuai dengan bangsa
Indonesia, tentu sangat memerlukan rentang waktu yang panjang. Sementara pemerintah
Indonesia ketika itu masih disibukkan dengan berbagai usaha untuk mempertahankan
kemerdekaan.
Berdasarkan keputusan Presiden No. 107/1958, maka dibentuklah Lembaga
Pembinaan Hukum Nasional (LPHN). Kemudian pada taun 1974 dirubah menjadi Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Sesuai dengan bentuk ketatanegaraan Indonesia yang
berlaku sampai akhir tahun 1958, LPHN secara langsung berada di bawah kekuasaan Perdana
Menteri. Namun sejak kembali ke UUD 1945 dan kemudian diperkuat oleh Keputusan
Presiden RI No. 45/1974, kedudukan LPHN yang kemudian berubah menjadi BPHN itu
menjadi setingkat dengan Direktorat Jenderal dalam Departemen Kehakiman. Dalam
menunjang Program Legislatif Nasional Repelita III (1979-1984, BPHN telah ikut aktif
dalam pembuatan peta hukum nasional, yang sampai tahun 1987 tercatat telah berhasil
menerbitkan 34 buah Undang-undang.

1
Lihat Sucipta, Tinjauan Kritis Terhadap Pembangunan Hukum Indonesia, dalam analisa (SIS, No.I, Januari-
Februari, 1993), hlm. 64

1
Usaha untuk mewujudkan hukum baru nasional itu tetap berlangsung, walaupun
berbagai kendala sejak semula juga terus menghadang, tidak hanya oleh penganut teori
resepsi,2 yang masih banyak bercokol di tengah-tengah masyarakat Indonesia, terutama yang
berasal dari kalangan perguruan tinggi hukum positif yang tidak menginginkan dominasi
hukum Islam dalam hukum nasional3. Tetapi ini juga terjadi di kalangan Ulama Islam sendiri
yang masih memahami hukum Islam secara sepotong-sepotong dan terjebak dalam kerangka
fanatisme mazhab yang sempit, sehingga kemudian lebih disibukkan dengan berbagai
pertikaian antara sesamanya dengan melupakan peningkatan kesadaran untuk melaksankan
hukum Islam itu dalam realitas kehidupan umat.

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana sejarah berlakunya hukum islam di Indonesia?
2) Bagaimana eksistensi hukum islam di Indonesia?
3) Bagaimana prospek hukum islam di Indonesia dalam sistem hukum nasional?

C. Tujuan penulisan
1) Untuk mengetahui secara jelas sejarah berlakunya hukum islam di Indonesia.
2) Untuk mengetahui secara jelas eksistensi hukum islam di Indonesia.
3) Untuk melihat lebih cermat bagaimana prospek hukum Islam di Indonesia dalam
sistem hukum nasional.

2
Menurut Teori Resepsi, Hukum Islam itu bukan “Hukum” dan tidak bisa menjadi “Hukum” jika belum diresapi
oleh hukum adat. Walaupun sejak pemberlakuan UU Perkawinan pada 1 Oktober 1974, sebenarnya teori tersebut dengan
sendirinya telah mati, namun arwah dan semangatnya ternyata masih melekat dalam benak sebagian sarjana hukum
Indonesia. Lihat S. Praja, Hukum Islam di Indonesia: Pemikiran dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hal. 85
3
Sebenarnya, hukum Islam itu sudah eksis sejak masa kerajaan Islam awal, dan bahkan secara resmi sebagai
hukum Negara pada masa Kesultanan Islam Indonesia. Lihat Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, dalam Abdurrahman
Wahid, et al, Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung, Ramaja Rosdakarya, 1991, Cet. I), hal. 230

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berlakunya Hukum Islam di Indonesia


1) Periode Pertama
Sejak awal kehadiran Islam pada abad ke tujuh Masehi tata hukum Islam sudah
dipraktikkan dan dikembangkan dalam lingkungan masyarakat dan peradilan Islam.
Hamka mengajukan fakta berbagai karya ahli Hukum Islam Indonesia. Misalnya Shirat
al-Thullab, Shirat al-Mustaqim, Sabil al-Muhtadin, Kartagama, Syainat al-Hukm, dan
lain-lain.1 Akan tetapi semua karya tulis tersebut masih bercorak pembahasan fiqih,
masih bersifat doktrin hukum dan sistem fiqih Indonesia yang berorientasi kepada ajaran
Imam Mazhab.
2) Periode Kedua

Pada era kekuasaan kesultanan dan kerajaan-kerajaan Islam peradilan agama


sudah hadir secara formal. Ada yang bernama peradilan penghulu seperti di Jawa.
Mahkamah Syar’iyah di Kesultanan Islam di Sumatera. Peradilan Qadi di Kesultanan
Banjar dan Pontianak. Namun sangat disayangkan, walaupun pada masa Kesultanan
telah berdiri secara formal peradilan Agama serta status ulama memegang peranan
sebagai penasehat dan hakim, belum pernah disusun suatu buku hukum positif yang
sistematik. Hukum yang diterapkan masih abstraksi yang ditarik dari kandungan doktrin
fiqih.
3) Periode Ketiga

Baru pada tahun 1760 VOC memerintahkan D.W. Freijer untuk menyusun
hukum yang kemudian dikenal dengan Compendium Freijer. Compendium ini dijadikan
rujukan hukum dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat Islam
di daerah yang dikuasai VOC.
4) Peroide Keempat

Penggunaan Compendium Freijer tidak berlangsung lama. Pada tahun 1800 VOC
menyerahkan kekuasaan kepada Pemerintah Hindia Belanda. Bersamaan dengan itu
lenyap dan tenggelam compendium itu. Lahirlah politik hukum baru, yang didasarkan
atas teori resepsi atau teori konflik Snouck Hurgronje dan van Vollenhoven. Sejak itu
secara sistematik, dengan senjaga hukum Islam dipencilkan. Sebagai gantinya digunakan
4
dan ditampilkan hukum adat. Pemerintah Hindia Belanda mencoba melaksanakan hanya
dua sistem hukum yang berlaku, yaitu hukum adat untuk golongan Bumiputera dan
hukum barat bagi golongan Eropa.
5) Periode Kelima

Setelah Indonesia merdeka, walaupun aturan peralihan menyatakan bahwa hukum


yang lama masih berlaku selama jiwanya tidak bertentangan dengan UUD 1945, seluruh
peraturan pemerintahan Belanda yang berdasarkan teori receptie tidak berlaku lagi
karena jiwanya bertentangan dengan UUD 1945. Teori receptie harus exit karena
bertentangan dengan al-Qur’an dan sunnah Rasul. Hazairin menyebut teori receptie
sebagai teori Iblis.
6) Periode Keenam

Selanjutnya dengan ditempatkannya Piagam Jakarta dalam Dekrit Presiden RI


tanggal 5 Juli 1959, maka era ini dapat dikatakan era penerimaan hukum Islam sebagai
sumber otoritatif (authoritative source). Sehingga sering kali disebut bahwa Piagam
Jakarta menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan
dalam konstitusi tersebut. Kata menjiwai bisa bermakna negatif dalam arti tidak boleh
dibuat perundang-undangan dalam negara RI yang bertentangan dengan syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya. Secara positif maknanya adalah pemeluk-pemeluk yang
beragama Islam diwajibkan menjalankan syari’at Islam. Untuk itu diperlukan undang-
undang yang akan memberlakukan hukum Islam dalam hukum nasional.

B. Eksistensi Hukum Islam di Indonesia


Secara sosiologis, hukum merupakan refleksi tata nilai yang diyakini oleh masyarakat
sebagai suatu pranata dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hal ini
berarti, bahwa muatan hukum itu seharusnya mampu menangkap aspirasi masyarakat yang
tumbuh dan berkembang, bukan hanya bersifat kekinian, namun juga menjadi acuan dalam
mengantisipasi perkembangan sosial, ekonomi dan politik dimasa depan.4
Dengan demikian, hukum itu tidak hanya sebagai norma statis yang hanya
mengutamakan kepastian dan ketertiban. Namun juga berkemampuan untuk
mendinamisasikan pemikiran serta merekayasa perilaku masyarakat dalam menggapai cita-
cita.

4
Amrullah Ahmad, SF. Dkk., Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1966), hal. ix

5
Dalam perspektif hukum Islam, hukum akan senantiasa berkemampuan untuk
mendasari dan mengarahkan berbagai perubahan sosial masyarakat. Hal ini mengingat,
bahwa hukum Islam5 itu mengandung dua dimensi:
1. Hukum Islam dalam kaitannya dengan syari’at6 yang berakar pada nash qath’i berlaku
universal dan menjadi asas pemersatu serta mempolakan arus utama aktivitas umat
Islam dunia.
2. Hukum Islam yang berakar pada nash zhanni yang merupakan wilayah ijtihad yang
produk-produknya kemudia disebut dengan fiqh.7
Dalam pengertiannya yang kedua inilah, yang kemudian memberikan kemungkinan
epistimologi hukum, bahwa setiap wilayah yang dihuni umat Islam dapat menerapkan hukum
Islam secara berbeda-beda,8 sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi.
Di Indonesia, sebagaimana negeri-negeri lain yang mayoritas penduduknya beragama
Islam, keberdayaannya telah sejak lama memperoleh tempat yang layak dalam kehidupan
masyarakat seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, dan bahkan pernah sempat
menjadi hukum resmi negara.9
Setelah kedatangan Bangsa penjajah (Belanda) yang kemudian berhasil mengambil
alih seluruh kekuasaan kerajaan Islam tersebut, maka sedikit demi sedikit hukum Islam mulai
dipangkas, sampai akhirnyayang tertinggal, selain ibadah hanya sebagian saja dari hukum
keluarga (nikah, talak, rujuk, waris) dengan Pengadilan Agama pelaksananya.10
Meskipun demikian, hukum Islam masih tetap eksis, meskipun tidak seutuhnya.
Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam tidak pernah mati dan bahkan selalu hadir dalam
kehidupan umat Islam dalam sistem politik apapun, baik masa kolonialisme maupun masa
kemerdekaan serta sampai masa sekarang.
Dalam perkembangan selanjutnya, hukum Islam di Indonesia itu11 kemudian dibagi
menjadi dua:

5
Hukum Islam merupakan koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Lihat Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998, cet III), hal. 44
6
Syari’at mempunyai dua pengertian: umum dan khusus. Secara umum, mencakup keseluruhan tata kehidupan
dan Islam termasuk pengetahuan tentang Ketuhanan. Dalam pengertian khusus, ketetapan yang dihasilkan dari pemahaman
seorang muslim yang memenuhi syarat tertentu tentang al-Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan metode tertentu (Ushul
Fiqh), Lihat Juhaya S. Praja, Hukum Islam di Indonesia, hal. vii
7
Fiqh adalah hukum syara’ yang bersifat praktis diperoleh melalui dalil-dalil yang terinci. Lihat: Abd. Wahhab
Khallaf. Ilmu Ushul Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hal. 11
8
Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional.,
9
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia.,
10
Ali Syafi’I, Fungsi Hukum Islam dalam Kehidupan Umat, dalam Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam, hal.
93
11
Mohammad Daud Ali, Penerapan Hukum Islam dalam Negara Republik Indonesia, Makalah Kuliah Umum
Pada Pendidikan Kader Ulama di Jakarta, tanggal 17 mei 1995.

6
a. Hukum Islam yang bersifat normatif, yaitu yang berkaitan dengan aspek ibadah
murni, yang pelaksanaannya sangat tergantung kepada Iman dan kepatuhan umat
Islam Indonesia kepada agamanya.
b. Hukum Islam yang bersifat yuridis formal, yaitu yang berkaitan dengan aspek
muamalat (khususnya bidang perdata dan diupayakan pula dalam bidang pidana 12
sekalipun sampai sekarang masih dalam tahap perjuangan), yang telah menjadi bagian
dari hukum positif di Indonesia.

Meskipun keduanya (hukum normatif dan yuridis formal) masih mendapatkan


perbedaan dalam pemberlakuannya, namun keduanya itu sebenarnya dapat terlaksanan
secara serentak di Indonesia sesuai dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2.

C. Prospek Hukum Islam di Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional


Untuk melihat lebih cermat bagaimana prospek hukum Islam di Indonesia dalam
sistem hukum nasional dalam hal ini akan dilakukan dengan pendekatan analisis SWOT
dengan melakukan identifikasi hal-hal sebagai berikut:
1) Kekuatan hukum Islam. Kekuatan hukum Islam dalam sistem hukum nasional terletak
pada:

a) hukum Islam menawarkan konsep hukum yang lebih universal dan mendasarkan
pada nilai-nilai esensial manusia;

b) hukum Islam adalah hukum yang melekat dan hidup dalam masyarakat;

c) hukum Islam merupakan bagian ajaran dan keyakinan umat Islam sehingga
melaksanakan hukum Islam adalah bagian dari pelaksanaan ajaran agamanya;

d) hukum Islam bersifat dinamis sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan
perkembangan zaman:

e) hukum Islam cukup memuat ajaran, kaidah dan norma hukum yang dapat
ditransformasikan dalam pembentakan hukum nasional;

f) secara politis pengembangan hukum Islam dalam kerangka pembangunan hukum


nasional memberi nilai positif bagi persatuan bangsa dan terciptanya stabilitas

12
Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, yang menyebabkan pelakunya dapat diancam dengan hukuman tertentu dan merupakan
penderitaan atau siksaan baginya. Lihat JB. Daliyo dkk, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakrarta: Gramedia, 1992), hal. 73-74

7
nasional. Sebab, tersalurnya aspirasi umat Islam memberi konstribusi yang besar
bagi persatuan dan stabilitas;

g) tersusunnya Kompilasi Hukum Islam dapat membantu tercapainya kesatuan dan


kepastian hukom di kalangan masyarakat. khususnya yang menyangkut hukum,
perkawinan, warisan dan penrakafan.

2) Kelemahanl/kendala hukum Islam untuk ditransformasikan ke dalam hukum nasional


terletak pada:

a) kurangnya pengkajian akademik dibidang hukum Islam;

b) masih dianutnya kebijakasaan politik hukum kolonial yang dilanjutkan di dalam


peratuan perundang-undangan yang baru (UUPA), seperti dibolehkannya ada pilihan
hukum, belum sepenuhnya kemandirian Peradilan Agama serta terkesan
subordinasinya dari Pengadilan Umum;

c) banyaknya masalah umat yang belum ada 35 fatwa hukumnya dalam khazanah fiqh;

d) pluralitas bangsa baik berupa agama, budaya, suku maupun adat-istiadat;

e) metode pendidikan hatum yang trikhotomis antara hukum adat, hukum Islam dan
hukum Barat;

f) masih adanya penganut teon receptie dalam masyarakat Indonesia;

g) adanya pendapat kelompok orang-orang dalam masyarakat Indonesia yang tidak


setuju hukum Islam berlaku bagi umat Islam di Indonesia dan transformasi nolma-
nonna hukum Islam ke dalam hukum nasional;

h) masih adanya perbedaan persepsi masyarakat rnengenai hukum Islam itu sendiri,
apakah yang dimaksudkan syari'at Islam atau fiqh Islam.

3) Peluang hukum Islam terletak pada:

a) negara Republik Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang


Maha Esa;

b) mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam;

8
c) nilai-nilai Islam telah hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia;

d) hukum Islam merupakan sub sistem dari sistbm hukum nasional sekaligus
merupakan salah satu bahan baku pembangunan dan pembinaan hukum nasional;

e) adanya berbagai kebijakan dan kebijaksaan para penyelenggara negara yang


memberi peluang bagi berperannya hukum Islam;

f) telah terwujudnya berbagai peratulran perundang-undangan dengan mendorong


pengembangan Islam dan peningkatan kesejahterann urnat Islam;

g) meningkatnya kualitas iman dan kesadaran hukum umat lslam berkatadanya


peningkatan pendidikan dan dakwah Islam;

h) adanya fenomena baru yang menunjukkan antusiasme para cendikiawan dan


profesional, parapengusaha, artis dan para birokrat untuk memahami, menghayati
dan melaksanakan ajaran agamanya.

4) Tantangan hukum Islam terletak pada:

a) berkembangnya paham sekularisme, materialisme, hedonisme dan pragmatisme


sebagai akibat derasnya arus globalisasi secara langsung atau tidak akan mengikis
kesadaran beragama masyarakat.

b) timbulnya berbagai kompleksitas permasalahan hukum pada era globalisasi dengan


lahimya produk hukum nasional maupun melalui konvensi internasional yang diakui
dan diterima dalam praktek.

Atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


prospek penerapan hukum Islam di Indonesia sebagai hakum positif nasional cukup cerah.
Untuk menjabarkan norma-norma hukum Islam ke dalam bentuk peraturan
perundang-undangan diperlukan keahlian tersendiri, yaitu teknik atau seni pembuatan
undang-undang. Di samping itu, dalam pembentukan undang-undang tidak lepas dari
persoalan politik. Oleh karena itu dituntut kemampuan kita untuk meyakinkan masyarakat,
khususnya badan pembuat undang-undang, batrwa norma-norma hukum dalam Alquran dan
sunnatr apabila dituangkan dalam bentuk undang-undang akan dapat memenuhi rasa keadilan
bagi setiap orang.

9
10
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

 Hukum Islam sebagai bagian dari ajaran dan keyakinan umat Islam adalah hukum
yang telah hidup dalam masyarakat Indonesia.

 Sejarah perjalanan hukum di Indonesia, kehadiran hukum Islam dalam hukum


nasional merupakan perjuangan eksistensi. Teori eksistensi merumuskan keadaan
hukum nasional Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa datang, menegaskan
bahwa hukum Islam itu ada dalam hukum nasional Indonesia, baik tertulis maupun
yang tidak tertulis. Ia ada dalam berbagai lapangan kehidupan hukum dan praktik
hukum.

 secara eksistensial, kedudukan hukum Islam dalam hukum nasional merupakan sub
sistem dari hukum nasional. Karenanya, hukum Islam juga mempunyai peluang
untuk memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan dan pembaharuan hukum
nasional, meski harus diakui problema dan kendalanya yang belum pernah usai.

 Untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat Indonesia perlu


dilakukan pembaruan dan pengembangan hukum lslam. Pembaruan hukum Islam
lebih diarahkan kepada formulasi fiqh Indonesia dan pengembangan hukum Islam
dimaksudkan untuk menyempurnakan produk-produk pemikiran hukum Islam yang
telah ada, baik melalui peraturan perundang-undangan, yurisprudensi Peradilan
Agama, fatwa-fatwa maupun pendidikan.

 Prospek penerapan hukum Islam di Indonesia dalam sistim hukum nasional cukup
cerah, baik secara filosofis, sosiologis, yuridis maupun kultural.

B. SARAN

Pada akhir penulisan ini, penulis memberikan saran kepada seluruh umat muslim yang
ada di indonesia, Sebagai berikut :

 Tetaplah menjalankan perintah Allah dan Rasul serta ulama-ulama masyhur terdahulu,
tanpa menyalahkan satu sama lain, karena ilmu itu sangat luas.

 Harus terbuka satu sama lain, karena kita tidak boleh terlalu fanatik dengan mazhab
ataupun organisasi, akan tetapi fanatiklah terhadap islam agama kita.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, SF., Amrullah. dkk., Dimensi Hukum Islam dalam Sistem, Hukum
Nasional: Mengenang 65 Th. Prof. Dn H. Busthanul Arifn, SI/. Cet. I; Jakarta:
Gema Insani Press, l4l7 H.ll996 M.
Ali, M. Daud. Hukun lslam dan Peradilan Agama. Jakarta: Rajawali
Press, 14/7 M.
Anshari, Endang Saifuddin. Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran
tentang lslam dan Umatnya. Bandung: Pustaka Salman ITB, 1483 M.
Arifin, Busthanul. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia: Akar Seiarah,
Hambatan dan prospeknya. Cet.l; Jakarta: Gema lnsani Press, 1996 M.
Asmin, Yudian W. Islam berbagai Perspektif Yogyakarta: LPMI, 1995.
Azhary, Muhammad Tatrir. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip
prinsipnya Dilihat dari Segi Hubum Islam, Implilrasinya pada Periode Negara
Madinah dan Masa Kini. Cet.l; Jakarta: Bulan Bintang, l4l3H.ll992M.
Bisri Cik Hasan. Peradilan Agama di lndonesia. Cet.l; Jakarta: Raja Grafindo,
1996.
Haratrap, M. Yatrya. Kedudukan , Kewenangan dan Acara Peradilan Agama
Undang-undang No. 7 Tahun 1989. Cet.III; Jakarta Pustaka Kartini, 1997 M.
Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islan. Cet.ll I ; Jakarta: Tintamas, 1976 M.
______Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Tintamas, 1482M.
Madjid, Nurcholish. Islam Dolarin dan Peradaban. Jakarta: Paramadina, 1992.
Mudzhar, M. Atho'. Fatwa-fatwa Maielis Ulama Indonesia: Sebuah studi tentang
Pemikiran Hukum Islam dilndonesia, 1975-1988.
Jakarta: INIS, 1993 M.
Rachman, iludhy Munawar. (ed.), Kontekstualisasi Doktrin lslam dalam Sejarah
Cet.II; Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1995 M.
Rasdiyanah, Andi. "Problematika dan Kendala yang Dihadapi Hukum Islam dalam
Upaya Transformasi ke dalam Hukum Nasional," Makalah disampaikan pada seminar
nasional tentang Kontibusi Hukum Islam dalam Pembinaan Hukum Nasional setelah Lima
puluh Tahun Indanesia Merdelu. Ujungpandang: IAIN Alauddin
1-2 Maret I906.

10
______"Kontribusi Hukum Islam dalam Mewujudkan Hukum Pidana
Nasional”
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Kontribusi
Hukum Islam terha.dap Terwujudnya Hukum Pi.dana NasionalYang
Berjiwa Kebangsaan. Yogyakana: UII, 2 Desember 1995.
Shiddieqy, M. Hasbi Ash-. Syari'at Islam Menjawab Tantangan Zaman.
Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1996 M.
Surjaman. Tjun, (ed.), Hukumlslam di Indonesia: Perkembangan dan
Pembentukan. Cet. II; Bandung: Remaja Rosdakarya,1994.
Syaltout, Syaikh Mahmoud. Islam sebagai Aqidah dan Syari'ah. Jakarta:
Bulan Bintang, 1968 M.
Syarifuddin, Amir. Pembaruan Pemikiran dalam Hukum Islam. Cet. X;
Padang: Angkasa Raya, 1993 M.
Tebba, Sudirman. (ed.), Perlembangan Mutakhir Hukum Islam di Asia
Tbnggara: Stwdi Kasus Hukum Keluarga dan Pengkodifikasiannya.
Cet.I; Bandung: Mizan, l4l3H/1993 M.

11

Anda mungkin juga menyukai