Anda di halaman 1dari 26

SEJARAH TATA HUKUM INDONESIA

PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA

Dosen Pengampu :
Dr. H. Arifin Bur, S.H., M.Hum

Disusun oleh

NAMA : RIRIS PANGGABEAN


NPM : 211021081
KELAS : A REGULER

PROGRAM MAGISTER(S2) ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021

i
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Paper

yang Berjudul “Sejarah Tata Hukum Indonesia Pada Masa Penjajahan

Belanda” yang diajukan untuk melengkapi tugas dalam Perkuliahan Sejarah

Hukum .

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan

penulisan paper ini, namun akhirnya kesulitan yang timbul dapat teratasi. Untuk itu

dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih.

Minggu, 26 Desember 2021

Riris Panggabean

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 8

BAB II PEMBAHASAN

A. Masa Verrenigde Oost lndische Compagnie (1602-1800)........................... 9


B. Masa Regering Reglement (1855-1926) .................................................... 12
C. Masa lndische Staatsregeling(1926-1942) ................................................. 14

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...................................................................................................... 22

Saran ................................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan hukum senantiasa tcrkait dengan masyarakat, karena hukum

adalah norma yang mengatur kehidupan antarpribadi. Ada benarnya, atau pepatah

hukum yang menyatakan bahwa di mana ada masyarakat di situ ada hukum. begitu

pun sebaliknya, di mana ada hukum di situ ada masyarakat atau setidaknya pernah

ada suatu masyarakat. Ada korelasi yang bersifat positif antara masyarakat dan

hukum. pada masyarakat sederhana di perdesaan, peraturan hukumnya sederhana.

Sedangkan, pada masyarakat modern di perkotaan,peraturan hukumnya modern.

Hal ini dikarenakan interaksi sosial yang terjadi pada masyarakat yang

bersangkutan tercermun pada norma hukumnya. Norma hukum yang berlaku

merupakan perwujudan dari interaksi atau hubungan sosial. Dengan demikian,

hukum merupakan gejala yang selalu muncul di masyarakat sehingga disebut

hukum sebagai gejala sosial.

Tata Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah yang telah

berjalan cukup lama. Jika melihat sejarah panjang tersebut, Hukum yang ada di

Indonesia tersebut berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah menjajah

Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Indonesia telah mengadopsi hukum yang

berasal dari negara Belanda tersebut. Mengingat karena Indonesia adalah negara

kolonial jajahan Belanda, jadi mau atau tidak Indonesia juga harus menerapkan

sistem hukum yang ada di Negara Belanda. wajah hukum Indonesia yang masih

dibayang-bayangi dengan hukum kolonial memberikan kesan tersendiri bahwa

4
hukum Indonesia tidak independen dikarenakan masih terinterdependensi dengan

sistem hukum Belanda maupun sistem Hukum Prancis yang membentuk hukum

Indonesia. 1

Hukum Indonesia secara keseluruhan masih menggunakan hukum yang

berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara Belanda. Hampir semua hukum yang

berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di Indonesia. Dengan kata lain, Hukum

Indonesia adalah hukum yang masih mengacu kepada hukum yang dibuat oleh

Belanda.

Diantara system-sistem hukum yang dikenal,system hukum Eropa

Kontinental dan system Hukum Anglo saxon banyak dipakai dan cenderung

berpengaruh terhadap system hukum yang dianut negara-negara didunia.2Sistem

Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang diterapkan di negara Belanda.

Karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda, jadi sistem Eropa Kontinental juga

telah diterapkan di Indonesia. Sistem Hukum Eropa Kontinental lebih menekankan

kepada hukum yang tertulis, dan perundangundangan menduduki peran penting

dalam sistem hukum ini. Di Indonesia sendiri, dasar hukumnya adalah konstitusi.

Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, Hukum Indonesia

adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya sebagai alat

pengatur kehidupan, baik dalam kehidupan individual, kehidupan sosial maupun

kehidupan bernegara. Kebutuhan hakiki Bangsa Indonesia akan ketentraman,

keadilan serta kesejahteraan (kemanfaatan) yang dihadirkan oleh sistem aturan

1
Oksep Adhayanto, Perkembangan Sistem Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum : Volume
4 No. 2 Februari-Juli 2014, Hal. 211.
2
Dr.Paisol Burlian, S.Ag., M.Hum, Sistem Hukum di Indonesia, Palembang : NoeFikikri
Offset bekerja sama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN RF,2015, hal.4

5
yang memenuhi ketiga syarat keberadaan hukum tersebut menjadi sangat mendesak

pada saat ini, ditengah-tengah situasi transisional menuju Indonesia baru.

Sistem Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari

untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di

Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan yang

berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan, Hukum

Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang dipositifkan atau

yang sedang berlaku di Indonesia.

Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara

sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat sebagai

suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling

berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling memper-kuat atau

memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Sebagai

suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-sub sistem atau elemen-elemen

hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara (yang bagian-bagiannya

terdiri dari tata negara dalam arti sempit dan Hukum Tata Pemerintahan), Hukum

Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum Perdata dalam arti sempit,

Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau Hukum Bisnis), Hukum Pidana

(yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum Pidana Umum, Hukum Pidana Tentara,

Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum Acara Pidana) serta Hukum Internasional

(yang terdiri atas Hukum Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional). 3

3
Andi Maysarah, Perubahan Dan Perkembangan Sistem Hukum Di Indonesia,Medan :
Jurnal Warta Edisi : 52 April 2017, hal.3

6
Melihat dari system tata hukum yang saat ini berlaku di Indonesia, tampak

adanya perpaduan antara satu sistem hukum dengan sistem yang lainnya. Indonesia

tidak hanya menggunakan sistem hukum Eropa Kontinental saja, tetapi juga telah

mengalami perkembangan dalam sistem hukumnya. Hal tersebut disebabkan

karena adanya sumbangan dari para pemikir/filsuf terhadap sistem hukum yang

sedang berjalan. Sehingga sistem hukum yang ada di Indonesia saat ini terlihat

mengalami perkembangan dan kemajuan karena adanya hasil pemikiran dari para

filsuf tersebut.

Berlakunya tata hukum Indonesia berkaitan erat dengan berdirinya negara.

Dalam penulisan ini, negara merupakan salah satu bentuk organisasi sosial yang

dibentuk untuk mencapai tujuan tertentu dengan melakukan pengorganisasian

sosial melalui hukum negara yang dilaksanakan oleh Lembaga-lemabaga negara.

Negara Republik Indonesia merupakan organisasi yang dibentuk oleh masyarakt

atau bangsa Indonesia dengan demikian masyarakat dan bangsa Indonesia yang

menetapkan tata Hukumnya.

Pendirian Negara Republik Indonesia melalui perjuangan dengan merebut

kemerdekaan dari pemerintahan colonial Belanda. Demikian pula, tata hukum

Indonesia dibangun melalui perjuangan. Apalagi wilayah hukum Indonesia tediri

dari Kepulauan yang dipisahkan oleh lautan sehingga membentuk tata Hukum

Indonesia yang khusus sebagai negara Indonesia.karena Hal itulah penulis tertarik

mengambil Topik “ Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa Penjajahan Belanda”

untuk dijadikan paper.

7
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa Verrenigde Oost

lndische Compagnie (1602-1800) ?

2. Bagaimana Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa Regering

Reglement (1855-1926) ?

3. Bagaimana Sejarah Tata Hukum Indonesia pada Masa lndische

Staatsregeling(1926-1942) ?

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masa Verrenigde Oost lndische Compagnie (1602-1800)

Sesungguhnya, Belanda awalnya tidak berkeinginan datang ke Indonesia atau

Nusantara apabila kepentingan dagang atau bisnisnya tidak terganggy. Menurut

Furnivall : The Dutch never wanted to come East; They were forced to come by the

policy of Philip, who profited by his succession to the throne of Portugal in 1580 to

close the Portuguese harbours to his rebellious Dutch subjects.4 Pendudukan

Portugal oleh Spanyol pada tahun 1580 telah menutup Pelabuhan orang Portugis.

Hal ini berdampak terhadap kepentingan bisnis Belanda, karena Belanda Ketika itu

sedang berperang dengan Spanyol. Padahal, Pelabuhan Portugis selama ini

disinggahi oleh kapal-kapal Belanda untuk menyangkut dan mendistribusikan

rempah-rempah ke Eropa Utara dan Timur. Ditutupnya Pelabuhan itu berdampak

terhadap kapal-kapal dagang Belanda sehingga tidak dapat bersandar. Hal ini

mendorong kapal-kapal Belanda untuk mencari jalur perdagangan sendiri hingga

Hindia Timur.

Sejatinya, orang-orang Portugis yang lebih dahulu berlayar hingga ke India

dan bahkan ke Malaka untuk mencari dan membeli rempah-rempah, sebagaimana

dikemukakan oleh Furnivall : The arrival of the first European introduced a new

factor. As soon as the Portuguese reached India in 1498 they found that the chief

4
J.S.Furnivall,Netherlands India : A study pf Plural Economy (London: Cambridge
university Press.1936),hal.20

9
market for spicies was Malaca. Sejak Pelabuhan-pelabuhan di Portugal ditutup,

orang-orang Belanda terpaksa harus berlayar sendiri untuk mencari atau membeli

rempah-rempah hingga harus berlayar sendiri untuk mencari dan membeli rempah-

rempah hingga ke Malaka, Tidaklah keliru, apabila dikatakan bahwa motif bangsa

Belanda ke Nusantara walnya untuk mencari dan membeli rempah-rempah yang

dibutuhkan oleh bangsa Eropa secara langsung dari sumbernya tersebar Nusantara.

Namun, dalam perkembangannya Belanda berubah menjadi penjajah (colonialist).

Pada tahun 1596, empat kapal dagang Belanda di bawah pimpinan Cornelius

de Houtman berlabuh di perairan Nusantara dan bersandar di Pelabuhan Banten.

Dalam perjalanan itu, kapal dagang Belanda mengalami hambatan dan bahkan

terjadi pertempuran,namun dapat dimenangkan. Sejak itu, Belanda menguasai jalur

pelayaran menuju Nusantara,bermuncullanlah persekutuan atau perserikatan

dagang di Belanda. Akibarnya, sesame pedagang Belanda pun saling bersaing

sehingga timbul persaingan dagang yang tidak sehat. Dalam situasi demikian,

seorang anggota Staten General Bernama Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan

untuk dibentuk gabungan perusahaan dagang Belanda menjadi satu kongsi dagang

atau serikat dagang. Usul diterima dan pada tanggal 20 Maret 1602 dibentuklah

serikat dagang Bernama De Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).

Para pedagang VOC mengadakan transaksi dagang dengan penduduk asli

didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di atas kapal-kapal

dagang Belanda. Bendera kapal dalam hukum Perdata Internasional diperlakukan

10
sebagai wilayah hukum sendiri yang mirip dengan status kewarganegaraan.5Hukum

yang berlaku diatas kapal-kapal Belanda merupakan hukum Belanda Kuno (oud

Nedelands recht) yang Sebagian besar materinya adalah hukum disiplin dan

ditambah dengan asas-asas hukum Romawi.6 Pada saat itu, hubungan antara orang-

orang Indonesia dan orang-orang Belanda dapat dikatakan setara, masing-masing

memiliki dan tunduk pada tata hukumnya sendiri. Menurut Utrecht : orang

Indonesia asli hidup dibawah kekuasaan Hukum adat dan orang belanda hidup

dibawah kekuasaan hukum belanda yang di import disini”. 7

Pada tanggal 1 januari 1800 VOC dibubarkan, ditandai dengan pencabutan

izin usaha (Charter VOC) oleh Bataafse Republiek. Perkembangan selanjutnya

merupakan masa peralihan atau transisional dari kekuasaan VOC beralih menjadi

kekuasaan negara atau pemerintahan Belanda. Kemudian Gubernur Jenderal Hindia

Belanda beberapa kali diganti hingga Pada tahun 1811 Daendels digantikan oleh

jansens. Namun tidak lama memerintah karena pada tanggal 4 agustus 1811, Pulau

Jawa dikuasai oleh Inggris. Dalam hal ini Rafles merupakam Wakil Gubernur

mewakili Raja Muda Lord Minto di India. Rafles mengakui keberadaan hukum

Adat dan Hukum islam bagi orang Indonesia asli. Namun Hukum Eropa tetap

dianggap memiliki keunggulan. Pemerintahan rafles berakhir setelah perang di

Eropa berakhir , ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Napoleon Bonaparte.

5
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional(Jakarta : Penerbit
Binacipta,1977), hal.26
6
Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, ( Jakarta: Penerbit lehtiar, 1966), hal.154
7
Ibid

11
B. Masa Regering Reglement (1855-1926)

Sebagaimana diketahui, setelah Perancis dikalahkan oleh Inggris pada tahun

1813 , pada tanggal 2 Desember 1813 belanda menyatakan merdeka dari

penjajahan Perancis. Kemudian, pada tanggal 29 Maret 1814 Grondwet mempunyai

kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan dan harta milik negara di bagian-

bagian lain dari dunia.berdasarkan ketentuan ini, pada tanggal 22 September 1814

dibentuk Commissie Generaal yang terdiri dari tiga orang, ditugaskan untuk

mengambil alih daerah jajahan dan milik negara.

Setelah beberapa perubahan terhadap Grondwet, Raja Belanda masih

berkuasa di HB yang ditetapkan dengan WET. Hal ini berimplikasi terhadap

pemerintahan di HB, yaitu diterbitkan suatu Wet atau UU, disebut Regering

Reglement yang diundangkan pada tanggal 2 September 1854. Namun, berlakunya

satu tahun kemudian, yaitu tanggal 1 Mei 1855 dengan S.1855 No.2. Dengan

demikian, secara hukum kedudukan RR di HB merupakan peraturan hukum yang

tertinggi, sehingga ditinjau dari segi materiel atau substansinya dapat dikategorikan

sebagai “Grondwet”atau UUD HB untuk menjalankan pemerintahan.

Ditinjau dari kepentingan pemerintah ousat di Nederlands, RR secara yuridis

adalah peraturan umum (Algemene Verordening) yang merupakan UU khusus (le

Specialis) .regering Reglement itu sendiri seara kebahasaan berarti Peraturan

Pemerintah. Sedangkan, ditinjau dari pemerintah HB merupakan hukum dasar

pemerintah HB yang menjadi acuan untuk menerbitkan peraturan pelaksana pada

tingkah local, disebut peraturan local atau peraturan daerah.

12
Bentuk-bentuk peraturan perundang-undanga yang berlaku atau hukum

positif pada masa RR, yaitu :

1. Wet, dibuat oleh Raja dengan mendengar nasihat atau pendapat dari Raad

van State I dan Bersama-sama dengan Staten Generaal.

2. KB, dibuat oleh Raja dengan nasehat dari Raad van State dan dibantu oleh

Minister dan Minister van Kolonien( Menteri dan Menteri daerah jajahan)

di Belanda.

3. Kroon Ordonanntie, dibuat oleh Gouverneur General dengan mendengar

Raad van Nederlands Indie , atas pertolongan atau kuasa Raja yang dapat

berupa izin atau pengesahan.

4. Ordonnantie, dibuat oleh Gouverneur General denga mendengar Raad

vam Nederlands Indie.

Golongan penduduk di HB, menurut ketentuan dalam Pasal 109 RR,

dibedakan berdasarkan kriteria yang menjajah dan yang dijajah. Golongan eropa

adalah pihak yang menjajah, sedangkan GOlongan BP adalah pihak yang dijajah.

Peraturan hukum yang berlaku bagi golongan penduduk HB diatur dalam Pasal 75

Rr yang pada hakikatnya memuat ketentuan yang mirip dengan ketentuan Pasal 11

AB, yaitu hakim dalam memeriksa perkara agar memberlakukan hukum Perdata

eropa bagi orang Eropa dan Hukum Adat penduduk asli atau pribumi. Pada tanggal

1 januai 1920, dilakukan perubahan RR pada beberapa pasal. Berdasarkan

ketentuan RR tahun 1920 yang baru, dilakukan perubahan kriteria golongan

penduduk. Menurut Pasal 75 RR baru pembedaan golongan penduduk didasarkan

13
pada kriteria pendatang dan yang didatangi. Mengenai golongan penduduk HB

dibagi menjadi tiga golongan yaitu golongan Eropa, Bumi Putera dan Timur Asing.

Perubahan perundang-udangan yang terbit fi HB sebagai tindak lanjut dari

perubahan konstitusional itu diantaranya :

1. Indische Comptabiliteitswet

2. Agrariche Wet

3. Indische Mijnwet8

Perusahaan Perkebunan dan pertambangan berkembang dengan pesat.

Pemerintah Belanda pada era RR ini mampu memperoleh keuntungan ekonomi

yang besar, sehingga dapat membayar hutang membiayai peperangan melawan para

pahlawan nasional Indonesia. Perusahaan-perusahaan perkebunan besar dan

pertambangan itu menjadi cikal bakal perusahaan milik negara. Sekarang,

perusahaan-perusahaan itu dengan melalui nasionalisasi menjadi BUMN seperti

PTPN dan Pertamina.

C. Masa Indische Staatsregeling ( 1926-1942)

Pada tahun 1914 meletus PD 1 yang berlangsung hingga tahun 1918. PD 1

telah menimbulkan dampak negated terhadap kondisi perekonomian negara-negara

Eropa. Mereka cenderung mengembangkan estatisme, yaitu negara mengendalikan

ekonomi dalam negeri. Pemerintah melakukan pengedalian ekonomi dengan cara:

melarang impor barang, meningkatkan tarif impor atau bea masuk, dan memberikan

8
Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.Hum., Sejarah Tata Hukum Indonesia ,Lampung : Penerbit
pusat Kajian onstitusi perundang-undangan Fak. Hukum Universitas Lampung, 2013, hal. 47

14
subsidi.9 Kebijakan atau politik ekonomi semacam ini telah menimbulkan distorsi

ekonomi, sehingga tahun 1914 era perdagangan bebas berakhir. Liberalisme

mendorong munculnya fragmentasi ekonomu atau kesenjangan ekonomi anatar

pelaku ekonomi dan kapitalisme yang serakah. Dalam konteks ini, paham

sosialisme tampil untuk mengoreksi kelemahan liberalisme.

Gerakan sosialisme di Belanda telah mendesak untuk dilakukan perubahan

dalam pemerintahan yaitu desakan agar diterapkan politik etis. Pada tahun 1901,

politik etis mulai berlaku. Menurut Moh. Mahfud MD : “Lahirnya Politik Etis ini

didorong oleh ketidakpuasan terhadap politik yang berjalan pada penghujung abad

ke 18 yang pada dasarnya menyerukan adanya perbaikan terhadap rakyat Hindia

Belanda yang tertindas.”10 Sementara itu, pada tanggal 20 Mei 1908, kaum

terpelajar di Hindia Belanda yang dimotori oleh Wahidin Sudirohusodo mendirikan

perkumpulan Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan nasional. Awalnya, BU

merupakan organisasi sosial Pendidikan. Kemudian berkembang menjadi

organisasi sosial dan politik. Padahal menurut ketentuan Pasal 111 RR, dilarang

perkumpulan dan rapat-rapat di HB yang bersifat kenegaraan atau yang

membahayakan ketertiban umum. Kegiatan politik BU muncul Ketika dilakukan

Kongres BU di Bandung tahun 1915 yang mempersoalkan MILisi Bumi Putera.

Menurut BU terlebih dahulu harus mendengar kehendak rakyat dan untuk itu harus

9
HS. Kartadjoemena, GATT dan WTO: system, Forum dan Lembaga Internasional di
Bidang Perdagangan, Jakarta: Penerbit UI Press, 1966, hal.29
10
Moh.Mahfud MD,Analisis Isi(Content Analysis) tentang Karakter Produk Hukum
Zaman Kolonial: Studi tetang Politik dan Karakter Produk hukum pada Zaman Penjajahan di
Indonesia , Yogyakarya: Penerbit UII Oress, 1999, hal 20.

15
ada dewan perwakilan rakyat. Sikap politik BU itu disampaikan melalui Komite

Indie Weerbaar berupa petisi kepada Ratu Wilhelmina di Belanda.

Pada tanggal 17 juli 1917 BU menyelenggarakan Komite Nasional denga

bebrapa keputusan yaitu :

1. Mewujudkan peemrintahan parlementer yang berasaskan kebangsaan

2. Peraturan pemilihan yang baik

3. Persamaan hukum

4. Perbaikan peraturan pengadilan bagi bangsa Indonesia

5. Menghilangkan sebab-sebab yang menimbulkan perbedan(diskriminasi)

antara berbagai golongan rakyat.

Revolusi Rusia tahun 1917 berhasil meruntuhkan Czar sebagai symbol

mornari. Tidaklah heran, apabila kaum sosialis Belanda mengadakan demonstrasi

menuntut suatu republic demokratis dan sosialistis.11akhirnya, tuntutan itu

dipenuhi, yaitu Volksraad diberikan wewenang yang lebih besar dan ikut dalam

merancang atau membuat peraturan perundang-undangan. Meski tuntutan tersebut

disetujui, namun baru dapat teralisasi pada tahun 1926. Alasannya, karena harus

dilakukan perubahan Grondwer untuk mengakomodasinya.

Pada tahun 1922 diadakan perubahan UUD Belanda ( Nederlands Grondwet).

Dalam pasa 1 Grodnwet 1922 dinyatakan : “ Het Kninkrijk Nederlander omvat het

grondgebied van Nederland, Nedelans-Indie, Surinam Curacao( Terjemahan:

Kerajaan Belanda meliputi wilayah Belnda, Hindia Belanda, Suriname dan

11
Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Timun mas,
1960, hal. 62

16
Curacao). Ketentuan ini menghilangkan kata-kata Kolonien en Bezittengen in

andere wererlddelen dan menempatkan Koninkrijk de Nederlanden sebagai negara

berdaulat yang meliputi empat persekutuan hukum, teritirial otonom yang sederajat

yaitu Nederland (di Eropa), Nederlands Indie, Suriname, Curacao.ketentuan ini

mempertegas bahwa HB sejatinya masih dalam kekuasaan Belanda meski tidak

digunakan lagi istilah Kolonten en Bezittengen sebagaimana diatur dalam Pasal 59

ayat (1) Grondwer 1848.12

Badan peradilan di HB begitu banyak sehingga diadakan pengelompkkan

badan peradilan menjadi lima tatanan, yaitu :

1. Peradilan Gubernemen, mencakup di seluruh HB termasuk peradilan

militer

2. Peradilan pribumi, peradilan bagi BP di perbolehkan melaksanakan

peradilan sendiri oleh hakim-hakim pribumi.

3. Peradilan Swapraja, peradilan bagi BP yang diberi wewenang untuk

mengatur sendiri seperti di wilayah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta

4. Peradilan Agama, perdilan bagi pemeluk agama Islam

5. Peradilan desa, peradilan bagi masyarakat desa.

Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) dan Pasal 163 IS merupakan salah satu

penyebab terjadinya pluralisme hukum di bidang keperdataan. Pada ketentuan Pasal

163 IS, penduduk Hindia-Belanda dibagi atas 3 (tiga) golongan yaitu golongan

Eropa, golongan Bumiputera dan golongan Timur Asing.Pembagian kelompok

12
Purbacaraka,Purnadi dan Soejono, Perundang-undangan dan Yurisprudensi, bandung:
Penerbit alumni,1979, hal 33

17
tersebut diikuti dengan pembagian kuasa hukum yang berlaku bagi masing-masing

golongan tersebut berdasarkan Pasal 131 IS. Penggolongan penduduk berdasarkan

Pasal 163 Indische Staatsregeling (IS) adalah sebagai berikut:

1. Golongan Eropa meliputi semua orang Belanda, semua orang yang

berasal dari Eropa tetapi bukan dari Belanda, semua orang Jepang, semua

orang yang berasal dari tempat lain, tetapi tidak termasuk orang Belanda,

yang di negaranya tunduk kepada hukum keluarga dan asas-asasnya sama

dengan hukum Belanda. Anak sah atau yang diakui menurut Undang-

Undang dan keturunan selanjutnya dari orang-orang yang berasal dari

Eropa bukan Belanda atau Eropa yang lahir di Hindia Belanda;13

2. Golongan Bumiputera, meliputi semua orang yang termasuk rakyat asli

Hindia-Belanda dan tidak pernah pindah ke dalam golongan penduduk

lain dari golongan Bumiputera, golongan penduduk lainnya yang telah

meleburkan diri menjadi golongan Bumiputera dengan cara meniru atau

mengikuti kehidupan sehari-hari golongan Bumiputera dan meninggalkan

hukumnya atau karena perkawinan;

3. Golongan Timur Asing, meliputi Penduduk yang tidak termasuk

golongan Eropa dan golongan Bumiputera. Golongan ini dibedakan atas

Timur Asing Tionghoa dan Timur Asing Bukan Tionghoa seperti Arab

dan India.

13
Habib Adjie, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris, Mandar Maju,
Bandung, 2008, hlm. 5

18
Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS) mengadakan 3 golongan hukum yang

berlaku untuk tiap golongan penduduk sebagaimana di atas, dan ditegaskan sebagai

berikut:

1. Hukum perdata dan dagang, hukum pidana beserta hukum acara perdata dan

hukum acara pidana harus dikodifisir, yaitu diletakkan dalam suatu kitab

undang-undang. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut (dicontoh)

perundang-undangan yang berlau di negeri Belanda (asas konkordansi)

2. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing, jika ternyata

kebutuhan masyarakat mereka menghendakinya, dapatlah peraturanperaturan

untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka, baik seutuhnya maupun

dengan perubahan-perubahan, dan juga diperbolehkan membuat suatu peraturan

baru bersama, untuk lainnya harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di

kalangan mereka, dari aturan-aturan mana boleh diadakan penyimpangan jika

dminta oleh kepentingan umum atau kebutuhan kemasyarakatan mereka.

3. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum

ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan orang Eropa,

diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku di Eropa,

penundukan boleh dilkukan baik seluruhnya maupun hanya mengenai suatu

perbuatan tertentu.14

Asas-asas hukum keluarga Belanda yang dijadikan tolak ukur yaitu :

a. monogami,

14
Sari Elsye Priyanti, Tinjauan Yuridis Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan
Keterangan Waris, Lex Renaissance, No. 1 Vol. 4 Januari 2019: 226 – 247, Hal. 232

19
b. batas usia dewasa oleh UU

c. perbedaan kedudukan antara anak sah dan anak luar kawin

d. system hubungan kerabat

e. pengakuan kepribadian sendiri dari anak dan isteri.15

Sedangkan mengenai orang jepang dipersamakan dengan Eropa karena ada

perjanjian perdagangan antara Belanda dan Jepang yang dimuat dalam S.1898

nomor 49, sehingga dibuat ketentuan bahwa semua orang Jepang disamakan

kedudukannya dengan Orang Eropa.16

Pembagian golongan penduduk HB menurut ketentuan pasal 163 IS tersebut

digunakan sebagai tolak ukur diberlakukannya peraturan hukum bagi masing-

masing golongan penduduk HB. Dalam pasal 131 IS ditetapkan berlakunya

peraturan hukum tertentu sesuai dengan golongan penduduknya seperti yang

disebutkan di paragraph sebelumnya.

Berdasarkan uraian diastas, dapat dipahami bahwa arah politik hukum yang

dijalankan pemerintah Belanda adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip

kodifikasi, konkordansi, unifikasi, dualism dan pluralisme hukum . kebijakan atau

politik hukum Belanda yang semacam itu dalam perkembangan zaman ternayat

memiliki makna yang berbeda-beda. Pada tahap awal penggunaan sarana hukum

untuk memenuhi kepentingannya sendiri dengan cara menindas rakyat.

15
Supomo, R. Sistem Hukum di Indonesia: Sebelum Perang Dunia II, Cetakan Ke II.
jakarta, Penerbit Pradnya Paramita, 1982.,hal.24
16
Djamali,Pengantar Hukum Indonesia,Jakrta : Penerbit Cv Rajawali, 1984 hal.30

20
Dalam perkembangan selanjutnya, hukum digunakan sebagai sarana tidak

hanya menindas tetapi juga untuk encari keuntangan ekonomi mulai dari

merkantilisme dimana Raja dan kaum feodalis ikut berdagang. Kemudian,

liberalisme dimana pengusaha swasta bertindk sebagai pelaku bisnis dan Raja atau

pemerintah tidak boleh berdagang. Bahkan kekuasaan raja ribatasi oleh konstitusi

dan parleme. Selanjutnya kaum sosialis melalui politik etis menggunakan hukum

untuk menyenangkan hati rakyat Indonesia. Meski demikian, posisi da peran

Pemerintah Belanda sejatinya masih tetap sebagai penguasa dan penjajah. Hukum

dalam konteks ini merupakan sarana, instrument, atau alat dari pihak yang

berkuasa. Peran dan Fungsi hukum demikian senantiasa dijumoai dalam periode

sejarah hukum berikutnya.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pada tanggal 1 januari 1800 VOC dibubarkan, ditandai dengan pencabutan

izin usaha (Charter VOC) oleh Bataafse Republiek. Perkembangan

selanjutnya merupakan masa peralihan atau transisional dari kekuasaan

VOC beralih menjadi kekuasaan negara atau pemerintahan Belanda.

Kemudian Gubernur Jenderal Hindia Belanda beberapa kali diganti hingga

Pada tahun 1811 Daendels digantikan oleh jansens. Namun tidak lama

memerintah karena pada tanggal 4 agustus 1811, Pulau Jawa dikuasai oleh

Inggris. Dalam hal ini Rafles merupakam Wakil Gubernur mewakili Raja

Muda Lord Minto di India. Rafles mengakui keberadaan hukum Adat dan

Hukum islam bagi orang Indonesia asli. Namun Hukum Eropa tetap

dianggap memiliki keunggulan. Pemerintahan rafles berakhir setelah perang

di Eropa berakhir , ditandai dengan jatuhnya pemerintahan Napoleon

Bonaparte.

2. Golongan penduduk di HB, menurut ketentuan dalam Pasal 109 RR,

dibedakan berdasarkan kriteria yang menjajah dan yang dijajah. Golongan

eropa adalah pihak yang menjajah, sedangkan GOlongan BP adalah pihak

yang dijajah. Peraturan hukum yang berlaku bagi golongan penduduk HB

diatur dalam Pasal 75 Rr yang pada hakikatnya memuat ketentuan yang

mirip dengan ketentuan Pasal 11 AB, yaitu hakim dalam memeriksa perkara

22
agar memberlakukan hukum Perdata eropa bagi orang Eropa dan Hukum

Adat penduduk asli atau pribumi. Pada tanggal 1 januai 1920, dilakukan

perubahan RR pada beberapa pasal. Berdasarkan ketentuan RR tahun 1920

yang baru, dilakukan perubahan kriteria golongan penduduk. Menurut Pasal

75 RR baru pembedaan golongan penduduk didasarkan pada kriteria

pendatang dan yang didatangi. Mengenai golongan penduduk HB dibagi

menjadi tiga golongan yaitu golongan Eropa, Bumi Putera dan Timur Asing.

3. Pembagian golongan penduduk HB menurut ketentuan pasal 163 IS

tersebut digunakan sebagai tolak ukur diberlakukannya peraturan hukum

bagi masing-masing golongan penduduk HB. Dalam pasal 131 IS

ditetapkan berlakunya peraturan hukum tertentu sesuai dengan golongan

penduduknya seperti yang disebutkan di paragraph sebelumnya.

Berdasarkan uraian diastas, dapat dipahami bahwa arah politik hukum yang

dijalankan pemerintah Belanda adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip

kodifikasi, konkordansi, unifikasi, dualism dan pluralisme hukum .

kebijakan atau politik hukum Belanda yang semacam itu dalam

perkembangan zaman ternayat memiliki makna yang berbeda-beda. Pada

tahap awal penggunaan sarana hukum untuk memenuhi kepentingannya

sendiri dengan cara menindas rakyat.

B. Saran

1. Perlu adanya literatur atau sumber bacaan secara komprehensif membahas

ketentuan-ketentuan yang ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum

23
Dagang sebagai Hukum Kolonial, disesuaikan dengan perkembangan yang

terjadi, dan dikaitkan dengan Peraturan Perundang-udangan Nasional

2. Perlu adanya kreatfitas terhadap buku bacaan agar masyarakt terutama

pelajar atau mahasiwa lebih tertarik mebaca mengenai sejarah dan dikemas

semenarik mungkin

3. Perlu adanya spesifikasi untuk menjelaskan lebih detail mengenai

pentingnya sejarah tata hukum Indonesia dalam dunia Pendidikan agar

generasi selanjutnya tidak melupakan sejarah tata hukum Indonesia.

24
DAFTAR PUSTAKA

Andi Maysarah, Perubahan Dan Perkembangan Sistem Hukum Di

Indonesia,Medan : Jurnal Warta Edisi : 52 April 2017, hal.3

Djamali,Pengantar Hukum Indonesia,Jakarta : Penerbit Cv Rajawali, 1984 hal.30

Dr. Wahyu Sasongko, S.H.,M.Hum., Sejarah Tata Hukum Indonesia ,Lampung :

Penerbit pusat Kajian onstitusi perundang-undangan Fak. Hukum Universitas

Lampung, 2013, hal. 47

Dr.Paisol Burlian, S.Ag., M.Hum, Sistem Hukum di Indonesia, Palembang :

NoeFikikri Offset bekerja sama dengan Fakultas Dakwah dan Komunikasi

UIN RF,2015, hal.4

Habib Adjie, Pembuktian Sebagai Ahli Waris Dengan Akta Notaris, Mandar Maju,

Bandung, 2008, hlm. 5

HS. Kartadjoemena, GATT dan WTO: system, Forum dan Lembaga Internasional

di Bidang Perdagangan, Jakarta: Penerbit UI Press, 1966, hal.29

J.S.Furnivall,Netherlands India : A study pf Plural Economy (London: Cambridge

university Press.1936),hal.20

Moh.Mahfud MD,Analisis Isi(Content Analysis) tentang Karakter Produk Hukum

Zaman Kolonial: Studi tetang Politik dan Karakter Produk hukum pada

Zaman Penjajahan di Indonesia , Yogyakarya: Penerbit UII Oress, 1999, hal

20.

Oksep Adhayanto, Perkembangan Sistem Hukum Nasional, Jurnal Ilmu Hukum :

Volume 4 No. 2 Februari-Juli 2014, Hal. 211.

25
Purbacaraka,Purnadi dan Soejono, Perundang-undangan dan Yurisprudensi,

bandung: Penerbit alumni,1979, hal 33

Sari Elsye Priyanti, Tinjauan Yuridis Penggolongan Penduduk Dalam Pembuatan

Keterangan Waris, Lex Renaissance, No. 1 Vol. 4 Januari 2019: 226 – 247,

Hal. 232

Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional(Jakarta : Penerbit

Binacipta,1977), hal.26

Supomo, R. Sistem Hukum di Indonesia: Sebelum Perang Dunia II, Cetakan Ke II.

jakarta, Penerbit Pradnya Paramita, 1982.,hal.24

Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia, ( Jakarta: Penerbit lehtiar, 1966),

hal.154

Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Timun

mas, 1960, hal. 62

26

Anda mungkin juga menyukai