Disusun oleh :
Muhammad Ainun Qolbi (05030221092) HES 2C
Ardelia Febriana Widyawati (05040221098) HES 2C
Erisa Ayu Larasati (05040221107) HES 2C
Dosen Pengampu :
Dr. Umi Chaidaroh S.H M.Hi
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................2
C. TUJUAN PENELITIAN.........................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN..................................................................................................................................3
BAB III................................................................................................................................................9
PENUTUP...........................................................................................................................................9
A. KESIMPULAN........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................10
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mampu menjelaskan arti dan makna posisi dan sejarah hukum perdata
2. Mampu mengetahui sistematika hukum perdata menurut BW
3. Serta mengetahui pluralitas hukum perdata di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Salim HS: Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm.6
3
Kedudukan KUHPerdata di Indonesia sering menuai pro dan kontra. Pada sidang Badan
Perancangan oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional bulan Mei 1962, Sahardjo, S.H.,
sebagai Menteri Kehakiman pada masa tersebut menyatakan gagasan bahwa KUHPerdata
hanya dianggap sebagai pedoman. Hal ini disebabkan karena KUHPerdata dirasa kurang
sesuai dengan nilai–nilai yang hidup di Indonesia. Sebagaimana cita–cita negara Indonesia
setelah proklamasi kemerdekaan mengharapkan adanya sistem hukum yang didasarkan
kepribadiaan Indonesia, penafsiran KUHPerdata sebagai pedoman merupakan suatu bentuk
dorongan agar terwujudnya cita–cita tersebut. Dengan gagasan ini, hakim dapat
mengesampingkan beberapa pasal dalam KUHPerdata dan menggagas suatu aturan yang
baru. Pendapat ini juga didukung dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3
Tahun 1963 yang diterbitkan oleh Ketua mahkamah Agung pada masa kepemimpinan
Wirjono Prodjodikoro, Burgerlijk Wetboek (BW) dianggap sebagai suatu kodifikasi hukum
tidak tertulis (hukumonline.com, 19 Maret 2009). Bertentangan dengan pendapat
sebelumnya, sebagian kelompok menganggap KUHPerdata sebagai suatu undang–undang
yang berlaku secara sah dalam sistem hukum Indonesia. Pendapat ini didasarkan dengan
aturan peralihan UUD NRI 1945 yang memberlakukan KUHPerdata sebagaimana
disebutkan sebelumnya. Selain itu, pembaharuan bagian–bagian KUHPerdata selama ini
melalui pengaturan yang lebih khusus. Berdasarkan asas lex specialis derogat legi generali,
pengaturan tersebut mengesampingkan KUHPerdata itu sendiri tetapi tidak spesifik
mencabut keberadaan KUHPerdata. Pembaharuan tersebut didasarkan dengan penyesuaian
nilai-nilai dan kondisi perkembangan Negara Indonesia, dengan ini menujukkan bahwa
Indonesia mencoba untuk mewadahi seluruh golongan masyarakat yang ada. Tetap
berlakuanya KUHPerdata yang sebelumnya memang telah menggolongkan masyarakat yang
ada berdasarkan keanekaragaman hukum adat bangsa Indonesia dan pasal 163. I.S. (Indische
Staatsregeling) dirasa semakin lengkap dan menunjukkan kebhinekaan Indonesia dengan
adanya pengaturan secara khusus. Di sisi lain, hal ini dapat memicu terjadinya dualisme
hukum dalam sistem hukum Indonesia. Contohnya sengketa waris, bagi umat muslim di
Indonesia berlaku ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan berlaku pula
KUHPerdata bagi mereka yang tunduk. Hal tersebut dapat menimbulkan sangketa bagi umat
muslim yang wajib tunduk kepada KHI namun ingin memilih KUHPerdata sebagai
pedoman dalam menyelesaikan sangketa waris tersebut. Negara memang dapat memberikan
kebebasan bagi rakyatnya untuk memilih ketika terjadi hal seperti yang disebutkan, namun
dapat menujukkan inkonsistensi suatu hukum di negara Indonesia.
4
B. SEJARAH HUKUM PERDATA
Hukum perdata awalnya berasal dari bangsa Romawi, yaitu sekitar tahun 50 SM
pada masa pemerintahan Julius Caesar berkuasa di Eropa Barat yang sejak saat itu hukum
Romawi telah diberlakukan di Prancis, meskipun bercampur dengan hukum asli yang ada
sebelum Romawi menguasai Galis (Perancis)2. Hukum Romawi yang berlaku di Prancis
berdampingan dengan hukum Prancis Kuno yang berasal dari hukum Germania yang saling
mempengaruhi. Kemudian wilayah Perancis terbagi menjadi 2 (dua) wilayah hukum yang
berbeda. Bagian utara merupakan wilayah hukum tidak tertulis (pays de droit coutumier),
sedangkan bagian selatan merupakan wilayah hukum tertulis. (pays de droit ecrit). Di Utara,
Hukum Adat Prancis Kuno yang diturunkan dari Hukum Germania, diterapkan sebelum
diterimanya Hukum Romawi, sedangkan di Selatan, Hukum Romawi yang termuat dalam
Corpus Juris Civilis pada pertengahan abad VI M dari Justianus diterapkan3.
Keadaan ini berlanjut sampai masa pemerintahan Louis XV yaitu dengan dimulainya
upaya menuju suatu kesatuan hukum yang kemudian menghasilkan suatu kodifikasi yang
diberi nama “Code Civil Des Francois”4 pada tanggal 21 Maret 1804 yang kemudian
diundangkan kembali pada tahun 1807 sebagai “Code Napoleon”. Pada tahun 1811,
Belanda dijajah oleh Perancis dan seluruh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
memuat tiga unsur yaitu hukum Romawi, hukum Gereja dan hukum Jerman diberlakukan di
wilayah Belanda.
Berlakunya hukum perdata di Indonesia tidak terlepas dari banyaknya pengaruh
kekuatan politik liberal di Belanda yang mencoba berupaya melakukan perubahan-
perubahan yang mendasar didalam tata hukum kolonial, kebijakan ini dikenal dengan
sebutan de bewiste rechtspolitiek. Berdasarkan asas konkordansi, maka kodifikasi hukum
perdata Belanda menjadi contoh bagi kodifikasi hukum perdata Eropa di Indonesia.
Kodifikasi mengenai Hukum Perdata disahkan melalui Koninklijk Besuit tanggal 10 April
1838 dengan Staatsblad 1838 Nomor 12 yang dinyatakan berlaku sejak tanggal 1 Oktober
1838, dan melalui pengumuman Gubernur jendral Hindia Belanda tanggal 3 Desember
1847,dinyatakan bahwa sejak Tanggal 1 Mei 1848 B.W berlaku di Indonesia.5
Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting dalam
setiap perikatan yaitu Asas kebebasan berkontrak, Asas Konsesualisme, Asas Kepercayaan,
Asas Kekuatan Mengikat, Asas Persamaan hukum, Asas Keseimbangan, Asas Kepastian
2
Erie Hariyanto, “BURGELIJK WETBOEK (Menelusuri Sejarah Hukum Pemberlakuannya Di Indonesia),” Al Ihkam
Vol. IV No (2009): Hlm. 144.
3
Yulia, Buku Ajar Hukum Perdata, 2015, Hlm. 13.
4
Wirjono Projodikoro, Azas-Azas Hukum Perdata (Bandung: Sumur Bandung, 1983), Hlm. 9.
5
P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 5.
5
Hukum, Asas Moral, Asas Kepatutan.6 Terdapat beberapa peraturan-peraturan yang berlaku
dan diatur diluar KUHPerdata, contoh nya dalam bidang pertanahan yaitu UU No. 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang dikenal dengan nama Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA, Hukum Perkawinan yang dikenal dengan UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan7 ,Hukum Hak Tanggungan.8
6
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Penerbit CitraAditya Bakti, 2001), hlm. 83-91
7
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm 222.
8
Sutan Remy Syahdeini, Hak tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh
Perbankan, (Bandung: Penerbit alumni, 1999), hlm 212.
6
Bab II tentang kedudukan berkuasa (bezit) dan hak-hak yang timbul karenanya
Bab III tentang hak milik (eigendoom )
Bab IV tentang hak dan kewajiban antara pemilik-pemilik pekarangan yang satu
sama lain bertetanggaan
Bab V tentang kerja rodi
Bab VI tentang pengabdian pekarangan
Bab VII tentang hak numpang karang
Bab VIII tentang hak usaha (erfpacht)
Bab IX tentang bunga tanah dan hasil se persepuluh
Bab X tentang hak pakai hasil
Bab XI tentang hak pakai dan hak mendiami
Bab XII tentang perwarisan karena kematian
Bab XIII tentang surat wasiat
Bab XIV tentang pelaksanaan wasiat dan pengurus harta peninggalan
Bab XV tentang hak memikir dan hak istimewa untuk mengadakan pendaftaran
harta peninggalan
Bab XVI tentang menerima dan menolak suatu warisan
Bab XVII tentang pemisahan harta peninggalan
Bab XVIII tentang harta peninggalan yang tak terurus
Bab XIX tentang piutang-piutang yang diistimewakan
Bab XX tentang gadai
Bab XXI tentang hipotik
3. Buku Ketiga tentang perihal Perikatan (van verbentennissen), yang teridiri dari 18 Bab,
memuat tentang:
Bab I tentang perikatan pada umumnya
Bab II tentang perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
Bab III tentang perikatan yang lahir karena undang-undang
Bab IV tentang hapusnya perikatan
Bab V tentang jual-beli
Bab VI tentang tukar-menukar
Bab VII tentang sewa-menyewa
Bab VIIA tentang perjanjian kerja
Bab VIII tentang perseroan perdata(persekutuan perdata)
Bab IX tentang badan hukum
Bab X tentang penghibahan
Bab XI tentang penitipan barang
Bab XII tentang pinjam-pakai
Bab XIII tentang pinjam pakai habis(verbruiklening)
Bab XIV tentang bunga tetap atau bunga abadi
Bab XV tentang persetujuan untung-untungan
Bab XVI tentang pemberian kuasa
Bab XVII tentang penanggung
Bab XVIII tentang perdamaian
4. Buku Keempat tentang perihal Pembuktian dan Kadaluarsa (van bewijs en
varjaring), yang terdiri dari 7 Bab, memuat tentang:
Bab I tentang pembuktian pada umumnya
7
Bab II tentang pembuktian dengan tulisan
Bab III tentang pembuktian dengan saksi-saksi
Bab IV tentang persangkaan
Bab V tentang pengakuan
Bab VI tentang sumpah di hadapan hakim
Bab VII tentang kedaluwarsa pada umumnya9
9
, Dr. Yulia, S.H., M.H. Buku Ajar Hukum Perdata Hal.8
10
Noor, Muhammad. “Unifikasi Hukum Perdata Dalam Pluralitas Sistem Hukum Indonesia.” Mazahib 8, no. 2 (2014): 115–24.
11
CST Kansil, SH & Cristine Kansil, SH, Modul Hukum Perdata, Jakarta, 2000, h. 57,
8
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Noor, Muhammad. “Unifikasi Hukum Perdata Dalam Pluralitas Sistem Hukum Indonesia.”
CST Kansil, SH & Cristine Kansil, SH, Modul Hukum Perdata, Jakarta, 2000,
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2001,
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Sutan Remy Syahdeini, “Hak tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah
Salim HS: Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW) Jakarta: Sinar Grafika, 2003,
10