Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

AKAD MUSYARAKAH ATAU SYIRKAH


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Akad Tijari

Disusun oleh :
Muhammad Ainun Qolbi (05030221092) HES 2C
Fida Nabilla Zahro (05040221110) HES 2C

Dosen Pengampu :
Moh. Faizur Rohman, M.HI

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................1
BAB I...................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN...............................................................................................................................2
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................2
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN.........................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN..................................................................................................................................4
A. PENGERTIAN AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH.........................................................4
B. DASAR HUKUM AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH.....................................................5
C. RUKUN DAN SYARAT AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH...........................................6
D. MACAM-MACAM DAN PENGAPLIKASIAN AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH....7
BAB III..............................................................................................................................................10
PENUTUP.........................................................................................................................................10
A. KESIMPULAN......................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................11

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tujuan utama agama Islam diturunkan dari sang pencipta semesta di belahan bumi ini
yaitu sebagai pencerahan bagi umat seluruh alam ini atau disebut rahmatan lil 'Alamin. Sebagai
agama yang sempurna, Islam memiliki pandangan yang cukup serius terhadap permasalahan
interaksi sosial ekonomi umat1. Karena kegiatan sosial ekonomi merupakan salah satu dari enam
prinsip utama kehidupan (al mâbadi 'as sittah), yang merupakan cita-cita dari agama Islam
(maqashid ash syari'ah) dimana Islam hadir untuk melindunginya. Proyek dari sebuah perhatian
Islam yang serius terhadap praktek aktivitas sosial-ekonomi dengan melalui undang-undang atau
pertauran tentang konsep interaksi sosial (mu'amalah) dalam khazanah fikih, ialah dengan cara
memberikan keamanan dan perlindungan bagi prinsip-prinsip kehidupan utama ini. Dengan
demikian memungkinkan terciptanya tujuan awal Islam yaitu kemaslahatan alam semesta
(rahmatan lil 'Alamin)2.
Esensi dari konsep kegiatan sosial ekonomi yang dikemukakan oleh Islam tidak terbatas
pada perhitungan untung dan rugi. Hal ini berbeda dengan ideologi yang dikembangkan oleh
kapitalisme, dimana ideology tersebut menciptakan ketimpangan ekonomi yang nyata. Konsep
kerjasama sosial ekonomi yang diusung oleh Islam merupakan konsep kemanusiaan yang
mengedepankan nilai-nilai kepentingan dan keadilan. Oleh karena itu, Islam tidak memberikan hak
atas bunga, gharar, spekulasi yang tidak berdasar (majhul) atau perjudian kotor (qimar). Secara
hukum, Islam menetapkan legalitas setiap transaksi dengan persyaratan sebuah transaksi hanya bisa
dibangun di atas prinsip saling merelakan (taradlin) dan dengan hati yang legowo3.
Dalam menjalankan kehidupan sosial-ekonomi manusia membutuhkan adanya sebuah
praktek kerja-sama antara individu manusia dengan yang lainnya. Kerja sama dapat diwujudkan
dengan berbagai cara yang baik dengan perilaku kerja sama dalam hal perbuatan maupun dengan
kerja sama dalam hal materi. Kerja sama atau kongsi kemitraan dengan menggunakan media materi
adalah merupakan bentuk dari konsep al mua’amalah al Maliyah yang memiliki tujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Ketentuan tersebut berhubungan dengan hubungan sesama individu
manusia (hablu min an nas) yang mewajibkan adanya sebuah kerja sama kemitraan antara dua
orang atau lebih dalam hal kepemilikan harta, penggunaanya, dan berbagai hal yang terkait.

1
Yusuf Qardhawi, Darul Qiyam Wal Akhlaq Fi Iqtishadil Islami (Jakarta: Gema Insani, 1997), Hal. 33.
2
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah: Diskursus Metodologis Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi (Kota
Kediri: Lirboyo Press, 2013), Hal. 6.
3
Masyhuri, Teori Ekonomi Dalam Islam (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005), Hal. 138.
2
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana definsi dari akad musyarakah/syirkah?
2. Apa saja dasar hukum yang memuat tentang legalitas akad musyarakah/syirkah?
3. Apa saja rukun dan syarat akad musyarakah/syirkah
4. Apa saja macam-macam dan bagaimana pengaplikasian akad musyarakah dan syirkah

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Mampu menjelaskan arti definisi dari akad musyarakah/syirkah


2. Mengetahui dasar hukum yang memuat tentang legalitas akad musyarakah/syirkah
3. Dapat memahami rukun dan syarat akad musyarakah/syirkah
4. Memahami macam-macam dan pengaplikasian akad musyarakah/syirkah

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH

Secara etimologis atau dari segi bahasa musyarakah berasal dari suku kata syaaraka-
yusyariku-musyaarakatan, yang memiliki arti bercampur. Sedangkan secara terminology,
musyarakah adalah sebuah kontrak kerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang dimiliki
setiap mitra dengan memadukan modal dan sumber daya4. Syaikh Abu Bakar Syatho dalam
hasyiyah I’anatu at-tholibin menyebutkan “syirkah adalah akad yang memuat kerja sama
antara lebih dari satu orang yang berdasarkan pada prosentase”5. Syafi’I Antonio
mengemukakan definsi musyarakah sebagai akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu, dalam akad ini masing masing pihak memberikan kontribusi
dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan bahwa masing masing pihak menanggung
keuntungan dan resiko sesuai kesepakatan6. Musyarakah juga secara garis besar juga dapat
diartikan sebagai sebuah kontrak kerja sama antara dua mitra atau lebih untuk melakukan
sebuah usaha.
Dalam konteks fikih ada tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan tentang
percampuran, kongsi kemitraan, dan persekutuan yaitu al musyarakah, syirkah, dan
syarikat. Dalam bukunya Atang Abdul Hakim, yang lebih tepat dari ketiga istilah itu ialah
syirkah, oleh karena itu literature fikih banyak menggunakan diksi syirkah sedangkan dalam
peraturan perbankan syariah menggunakan istilah musyarakah7.
Konsep akad musyarakah telah dikenal sejak zaman Firaun di Kerajaan Babelonia. Pada
saat itu, akad muyarakah diakui di bawah Undang-Undang Hukum Hammurabi, yang mulai
berlaku 100 tahun sebelum masehi. Nabi Muhammad juga telah menerangkan bahwa
syirkah sudah ada sejak zaman jahiliyah namun keberadaannya bisa bermanfaat dengan
syarat dilakukan dengan praktek yang benar dan tidak ada kerugian di dalamnya8.
Pemerintah Kerajaan Rowami memasukkan akad ini ke dalam sistem hukum yang berlaku
pada saat itu dimana di dalam ketentuan syirkah terdapat sebuah perjanjian keridhaan antar
kedua belah pihak (taradlin). Kemudian datanglah Islam, kebutuhan akan kerja sama dalam

4
Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah: Diskursus Metodologis Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi, Hlm. 194.
5
Abu Bakar bin Sayyid Muhammad Syatho, I’anah At Tholibin ’ala Halli Al Fadhzi Fathul Mu’in (Kediri: Maktabah
As Salam, 2017), Juz 3, Hlm. 163.
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dan Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), Hlm. 90.
7
Atang Abdul Hakim, Fiqh Perbankan Syariah: Transformasi Fiqh Muamalah Ke Dalam Peraturan Perundang-
Undangan (Bandung: Refika Aditama, 2011), Hlm. 244.
8
Burhanuddin Susamto, “Pendapat Al Mazahib Al Arba’ah Tentang Bentuk Syirkah Dan Aplikasinya Dalam Perseroan
Modern,” De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum Volume 6, (2014): Hal. 14.
4
penciptaan kekayaan dan investasi muncul diantara masyarakat bangsa Arab kala itu. Karena
unsur keharusan ini, dan karena tidak semua transaksi yang bersifat komersial dapat
dilakukan secara individu maka, Allah SWT mensyariatkan akad musyarakah ini9.

B. DASAR HUKUM AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH

Telah disebutkan pada bab sebelumnya, bahwa karena adanya factor kebuthan
(hajat) menjadikan legalitas akad musyarakah/syirkah tidak perlu dipertanyakan kembali.
Selain menggunakan kaidah “pada dasarnya semua hal dalam mu’amalah hukumnya
diperbolehkan hingga ada dalil yang melarangnya”, legalitas akad musyarakah/syirkah juga
termuat di nash al qur’an, hadis, dan ijma’ para ulama’. Berikut ini kami paparkan dasar
hukum yang menjadikan akad musyarakah/syirkah diperbolehkan.
1. Al Qur’an
ِ ُ‫ٍ فَاِ ۡن َكانُ ۡۤوا اَ ۡكثَ َر ِم ۡن ٰذ لِكَ فَهُمۡ ُش َر َكٓا ُء فِى الثُّل‬
‫ث‬
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka berserikat
dalam sepertiga itu” (QS. Annisa: 12)

ّ ٰ ‫ْض اِاَّل الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َو َع ِملُوا ال‬


ِ ‫صلِ ٰح‬
‌‫ت‬ ٰ ُ ‫ۗ واِ َّن َكثِ ْيرًا ِّمنَ ْال ُخلَطَ ۤا ِء لَيَ ْب ِغ ْي بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم عَلى بَع‬ َ
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian
mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal yang saleh” (QS. Shad: 24)
2. Hadis
‫ فإذا خانه‬،‫ أنا ثالث الشريكين ما لم يخن احدهما صاحبه‬:‫ يقول هللا تعالى‬:‫عن النبي قال‬
)‫خرجت من بينهما (رواه أبو دواد‬
“Dari Nabi saw bersabda: Allah swt berfirman, Aku adalah pihak ketiga di
antara dua orang yang berserikat, selama salah satu dari pihak tidak
mengkhianati mitranya, dan ketika ia mengkhianatinya, maka Aku keluar
dari keduanya” (HR. Abu Dawud)

‫ النبي في اول االسالم في التجارة فلما‬š‫ أنه كان شريك‬š‫أن ااسائب بن السائب المخزومى‬
)‫ وال يماري (رواه أبو دواد‬š‫ مرحبا بأخي وشريكي ال يداري‬:‫كان يوم الفتح قال النبي‬

9
Abdul Aziz Al Khiyad, Syarikat Fi Asy Syari’ah Al Islam Wa Qanuni Al Wad’i (Amman: Dar Al Basyir, 1993), Hal.
28.
5
“Sesungguhnya As Sa’ib ibn As Sa’ib Al Makhzumi adalah mitra bisnis Nabi
saw sebelum kenabian, dan ketika tiba hari penaklukan Makkah Nabi
Muhammad saw bersabda: selamat dating saudaraku, mitraku, tidak ada
penolakan dan percekcokan” (HR. Abu Dawud)
3. Hukum Positif
Dalam hukum positif di Indonesia, akad musyarakah/syirkah diatur dalam
bentuk berikut ini : 1). Undang Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah, 2). Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Musyarakah.

C. RUKUN DAN SYARAT AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH

Sebagaimana akad-akad yang lain, musyarakah/syirkah juga memiliki rukun yang


menjadi sebuah keharusan agar kontrak tersebut dapat dikatakan sah. Berikut ini kami
paparkan rukun akad musyarakah/syirkah beserta syaratnya:
1. Aqidain (Pihak yang Mengadakan Kontrak Kerja Sama)
Aqidain adalah dua pihak atau lebih yang melakukan kontrak kerja sama atau
syirkah dengan modalnya masing masing. Aqidain disyaratkan harus telah memenuhi
kriteria sah mengadakan akad wakalah. Sebab setiap pihak dalam akad syirkah,
masing masing berperan sebagaik wakil sekaligus muwakkil bagi pihak lainnya. Selain
itu juga disyaratkan berakal, baligh, dan tidak dibekukan tasarrufnya. 10
2. Ma’qud Alaih (Objek Kerja Sama)
Ma’qud Alaih atau objek transaksi meliputi tiga hal, yakni: syuyu’ (prosentase),
margin profit atau keuntungan, dan margin kerugian.
Sebelum akad syirkah dilangsungkan, disyaratkan kepemilikan setiap pihak terhadap
modal kerja sama harus berupa prosentase yang jelas. Dalam artian hak milik tidak
bisa dibedakan secara fisik, melainkan hanya sebatas nilai persenenan, seperti A
memiliki modal 50%, pihak B 30%, dan pihak C 20% dari total modal 11. Kepemilikan
yang bersifat prosentase ini dapat diwujudkan dengan dua cara:
1) Melalui kepemilikan barang secara prosentase sebelum akad syirkah
dilakukan, seperti dua orang yang menerima hibah atau warisan sebidang tanah
kemudian mereka bersepakat untuk menjadikan modal syirkah.

10
Mustafa Al Khin dan Musthafa Al Bugha, Al Fiqh Al Manhaji (Damaskus: Dar Al Qolam, n.d.), Juz III, Hlm. 224.
11
Abu Dawud Sulaiman bin Umar Al-Ujaili Al-Jamal, Hasyiyah Al Jamal (Beirut: Dar Al Fikr, 2012), Juz III, Hlm.
392.
6
2) Mencampurkan modal syirkah atau khaltu. Contohnya, seperti emas, perak,
beras, dll12.
Margin Profit/keuntungan atau biasa disebut dengan laba harus disesuaikan dengan
besaran nilai modal setiap pihak, bukan disesuaikan dengan kinerja setiap pihak.
Sebab laba yang dihasilkan adalah perkembangan dari modal awal, sehingga yang
dijadikan rujukan ialah nilai modal bukan kinerja. Disamping itu, jika yang menjadi
acuan adalah kinerja maka akam terjadi kerancuan antara akad syirkah dan akad
qiradl13. begitu pula dengan margin kerugian, jika ditengah perjalanan mengalami
kerugian maka juga disesuaikan dengan nilai modal setiap pihak.
3. Shigot (Ucapan Pelaku Transaksi)
Shigah atau ucapan pelaku transaksi meliputi ijab dan qabul dari seluruh pihak yang
melakukan kerja sama. Ucapan ini menunjukan makna izin tasaruf terhadap modal
syirkah dalam perniagaan. Sebab, modal yang bersifat gabungan tidak bisa di
tasarufkan tanpa izin dari pemiliknya14.

D. MACAM-MACAM DAN PENGAPLIKASIAN AKAD MUSYARAKAH/SYIRKAH

1. Syirkah Al ‘Inan
Syirkah Al Inan, sebagaimana Imam Mawardi sebutkan dalam kitabnya yakni setiap
mitra mengeluarkan hartanya masing masing, kemudian memadukan modal setiap pihak
dan saling memberi kuasa untuk mengelola modal tersebut dengan system keuntungan
dankerugian di bagi sesuai modal15.
Secara hukum, legalitas akad syirkah al inan disepakati oleh para ulama’. Sebab
disamping ada dalil naql yang memperbolehkan terdapat kebutuhan (hajah) pada praktek
perdagangan dalam sekala besar. Lebih dari itu, substansi akad syirkah al inan adalah
perkembngan dari akad wakalah yang hukumnya legal. Artinya, setiap pihak yang berakad
saling mewakilkan dalam proses perniagaan untuk mendapatkan keuntungan bersama16.
Contoh dari penerapan syirkah al inan: Dua orang bersepakat untuk mendirikan
sebuah usaha dengan menggunakan akad musyarakah/syirkah. Pihak A memiliki nilai
modal sebesar 70% dan pihak B memiliki nilai modal sebesar 30% dari total modal.

12
Sulaiman bin Muhammad bin Umar al Bujairimi, Hasyiyah Bujairami ’ala Al Khatib (Beirut: Dar Al Khotob Al
’Ilmiyah, 2018), Juz III, Hlm. 447-449.
13
Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad ibn Abdil Mu’min, Kifayah Al Akhyar Fi Halli Ghayah Al Ikhtishar (Beirut: Dar
Al Fikr, n.d.), Juz I, Hlm. 227.
14
Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah: Diskursus Metodologis Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi, Hlm. 199.
15
Al Hasan Ali ibn Muhammad Al Mawardi, Al Hawi Al Kabir (Beirut: Dar Al Fikr, 1994), Juz VI, 473.
16
Sayyid Abdullah Al Ghumari, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah (Beirut: Al Auqaf Al Kuwaitiyah, 2020),
Juz 26, Hlm. 35.
7
Kemudian usaha tersebut berjalan sesuai rencana, keuntungan dan kerugian ditanggung
sesuai nilai modal yang dimiliki oleh setiap pihak.
2. Syirkah Al Abdan
Syirkah al Abdan adalah bentuk kontrak kerjasama perkongsiaan anatara dua orang atau
lebih untuk mengerjakan suatu proyek (‘amal) dengan system keuntungan yang yang dibagi
bersama sesuai kesepakatan. Syirkah al abdan hanya melibatkan tenaga, dan tidak
melibatkan modal harta17.
Legalitas akad syirkah al abdan diperselisihkan para ulama’. Imam Abu Hanifah
berpendapat “akad syirkah al abdan diperbolehkan secara mutlak”, dan menurut imam
Malik diperbolehkan apabila pekerjannya tunggal, melalui analogi dengan konsep syirkah
dalam rampasan perang (ghanimah). Sedangkan menurut Syafi’iyah akad ini tidak
diperbolehkan secara mutlak18.
Contoh aplikasi akad syirkah al abdan: Pihak A adalah ahli arsitek, pihak B adalah
ahli kontruksi bangunan, Pihak C adalah ahli instalasi listrik. Kemudian ketiga pihak
tersebut bersepakat untuk mengadakan kerjasama kemitraan dalam mengerjakan proyek
pembangunan sebuah gedung dengan keuntungan dibagi bersama sesuai kesepakatan.
3. Syirkah Al Wujuh
Definisi syirkah al wujuh adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang
memiliki popularitas atau ketokohan (wajih) yang bisa mendongkrak nilai jual komoditas19.
Yang dimaksud dengan “popularitas atau ketokohan” dipembahasan ini ialah seseorang
yang telah mendapatkan reputasi baik dari public dalam dunia bisnis karena prestasi,
managemen, dan profesionalisme kerjanya20.
Legalitas dari akad syirkah al wujuh sendiri terjadi perselisihan antar ulama’. Menurut
kalangan Hanafiyah dan Hanabilah praktek akad ini diperbolehkan dengan landasan prinsip
dasar muamalah yakni, setiap segala aktivitas ekonomi dilegalkan hingga terdapat dalil
yang melarangnya. Dan dalam konteks akad ini tidak ada dalil yang melarang. Kedua
madzhab tersebut juga melegalkan akad ini karena desakan hajah atau kebutuhan yang
masih memungkinkan melegalkan akad syirkah al wujuh ini. Sedangkan menurut
Syafi’iyah dan Malikiyah tidak diperbolehkan karena tidak adanya modal yang
disyirkahkan21.
Contoh akad syirkah al wujuh: kontrak kerjasama antara pihak A yang memiliki
popularitas dengan pihak B yang tidak memiliki popularitas. Yakni pihak A menjualkan

17
Musthafa Al Bugha, Al Fiqh Al Manhaji, Juz III, Hlm. 219.
18
Mu’min, Kifayah Al Akhyar Fi Halli Ghayah Al Ikhtishar, Hlm. 227.
19
Al Ghumari, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 26, Hlm. 37.
20
Al-Jamal, Hasyiyah Al Jamal, Juz III, Hlm. 393.
21
Al Ghumari, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, Juz 26, Hlm. 36.
8
barang milik B kepada pihak C, yang karena kepopularitas pihak A dapat mendongkrak
harga. Kemudian keuntungan dibagi bersama
4. Musyarakah Mutanaqisah
Musyarakah mutanaqisah merupakan perkembangan dari akad musyarakah. Dengan
bentuk kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu aset atau
barang yang dimana kerja sama ini akan mengurangi hak kepemilikan salah satu pihak
sementara pihak yang lain akan bertambah. Perpindahan kepemilikan ini melalui
mekanisma pembayaran atas hak yang lain22. Di Indonesia sendiri akad ini diatur dalam
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Nomor 73/DSN-
MUI/XI/2008.
Implementasi dari akad ini ialah nasabah mengajukan kontrak kerja sama dengan pihak
bank untuk pengadaan suatu barang atau aset (biasanya rumah atau kendaraan), kemudian
seiring berjalannya waktu yang semula hak kepemilikan pihak bank lebih besar dari
nasabah akan berkurang dan kepemilikan dari nasabah akan terus bertambah. Akhir dari
akad ini ialah kepemilikan utuh pihak nasabah terhadap barang23. Pemakaian nama
“mutanaqisah” ini dikarenakan ditinjau dari pihak bank yang hak kepemilikannya
berkurang dari aset perkongsian. Akad ini juga bisa disebut “musyarakah muntahiyyah bi al
tamlik” karena ketika ditinjau dari segi nasabah sebagai penerima pembiayaan, maka nilai
aset ini akan berkakhir menjadi miliknya secara keseluruhan24.
Contoh akad musyrakah mutanaqisah: nasabah dan bank berkongsi untuk pengadaan
rumah, dengan kesepakatan modal dari nasabah 30% dan modal dari pihak bank adalah
70%. Untuk memiliki rumah itu seutuhnya, nasabah harus membayar sebesar porsi hak
milik dari pihak bank. Kemudian karena pembelian hak milik tersebut dilakukan secara
mengangsur, maka hak kepemilikan bank terhadap rumah tersebut berangur-angsur akan
berkurang. Dan nasabah bisa memiliki secara utuh rumah tersebut ketika porsi kepemilikan
telah mencapai 100% bagi nasabah dan 0% bagi bank.

22
Ainul Imronah, “Musyarakah Mutanaqisah,” Al Intaj Vol. 4 No. (n.d.).
23
Antonio, Bank Syariah Dan Teori Ke Praktik, Hlm. 173.
24
ADEsy FORDEBI, Ekonomi Dan Bisnis Islam (Depok: PT Raja Grapindo Persada, 2016), Hlm. 200-201.
9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Secara etimologis atau dari segi bahasa musyarakah berasal dari suku kata syaaraka-
yusyariku-musyaarakatan, yang memiliki arti bercampur. Sedangkan secara
terminology, musyarakah adalah sebuah kontrak kerja sama untuk meningkatkan nilai
aset yang dimiliki setiap mitra dengan memadukan modal dan sumber daya. Syaikh Abu
Bakar Syatho dalam hasyiyah I’anatu at-tholibin menyebutkan “syirkah adalah akad
yang memuat kerja sama antara lebih dari satu orang yang berdasarkan pada
prosentase”. Syafi’I Antonio mengemukakan definsi musyarakah sebagai akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dalam akad ini masing
masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal (expertise) dengan kesepakatan
bahwa masing masing pihak menanggung keuntungan dan resiko sesuai kesepakatan 25.
Musyarakah juga secara garis besar juga dapat diartikan sebagai sebuah kontrak kerja
sama antara dua mitra atau lebih untuk melakukan sebuah usaha.
2. Karena adanya factor kebuthan (hajat) menjadikan legalitas akad musyarakah/syirkah
tidak perlu dipertanyakan kembali. Selain menggunakan kaidah “pada dasarnya semua
hal dalam mu’amalah hukumnya diperbolehkan hingga ada dalil yang melarangnya”,
legalitas akad musyarakah/syirkah juga termuat di nash al qur’an, hadis, dan ijma’ para
ulama’.
3. Maca,-macam Akad Musyarakah/Syirkah yakni 1). Syirkah Al Inan. 2). Syirkah Al
Abdan, 3). Syirkah Al Wujuh, 4). Musyarakah Mutanaqisah

25
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dan Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani, 2001), Hlm. 90.
10
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Jamal, Abu Dawud Sulaiman bin Umar Al-Ujaili. Hasyiyah Al Jamal. Beirut: Dar Al

Fikr, 2012.

2. Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah Dan Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani,

2001.

3. Bujairimi, Sulaiman bin Muhammad bin Umar al. Hasyiyah Bujairami ’ala Al Khatib.

Beirut: Dar Al Khotob Al ’Ilmiyah, 2018.

4. FORDEBI, ADEsy. Ekonomi Dan Bisnis Islam. Depok: PT Raja Grapindo Persada, 2016.

5. Ghumari, Sayyid Abdullah Al. Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah. Beirut: Al Auqaf

Al Kuwaitiyah, 2020.

6. Hakim, Atang Abdul. Fiqh Perbankan Syariah: Transformasi Fiqh Muamalah Ke Dalam

Peraturan Perundang-Undangan. Bandung: Refika Aditama, 2011.

7. Imronah, Ainul. “Musyarakah Mutanaqisah.” Al Intaj Vol. 4 No. (n.d.).

8. Khiyad, Abdul Aziz Al. Syarikat Fi Asy Syari’ah Al Islam Wa Qanuni Al Wad’i. Amman:

Dar Al Basyir, 1993.

9. Masyhuri. Teori Ekonomi Dalam Islam. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2005.

10. Mawardi, Al Hasan Ali ibn Muhammad Al. Al Hawi Al Kabir. Beirut: Dar Al Fikr, 1994.

11. Mu’min, Taqiyuddin Abu Bakar Muhammad ibn Abdil. Kifayah Al Akhyar Fi Halli Ghayah

Al Ikhtishar. Beirut: Dar Al Fikr, n.d.

12. Musthafa Al Bugha, Mustafa Al Khin dan. Al Fiqh Al Manhaji. Damaskus: Dar Al Qolam,

n.d.

13. Pelangi, Tim Laskar. Metodologi Fiqih Muamalah: Diskursus Metodologis Konsep

Interaksi Sosial-Ekonomi. Kota Kediri: Lirboyo Press, 2013.

11
14. Qardhawi, Yusuf. Darul Qiyam Wal Akhlaq Fi Iqtishadil Islami. Jakarta: Gema Insani,

1997.

15. Susamto, Burhanuddin. “Pendapat Al Mazahib Al Arba’ah Tentang Bentuk Syirkah Dan

Aplikasinya Dalam Perseroan Modern.” De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum Volume 6,

(2014): 10–19.

16. Syatho, Abu Bakar bin Sayyid Muhammad. I’anah At Tholibin ’ala Halli Al Fadhzi Fathul

Mu’in. Kediri: Maktabah As Salam, 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai