Anda di halaman 1dari 26

TUGAS INDIVIDU MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


BUNGA BANK MENURUT PANDANGAN ISLAM

Disusun Oleh :
LINDA APRILIA
K1B016023

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN MATEMATIKA
PURWOKERTO
2018

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan .............................................................................................................. 2
1.4 Manfaat ............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1. Ekonomi dalam Islam ..................................................................................... 3


2.2. Pengertian Bank .............................................................................................. 5
2.3. Sejarah Bank Konvensional dan Bank Syariah............................................... 7
2.4. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah ........................................ 11
2.5. Pengertian dan Landasan Hukum Bunga Bank ............................................ 16
2.6. Macam-macam Riba dan Dampaknya .......................................................... 18

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 22

3.1. Kesimpulan ................................................................................................... 22


3.2. Saran ............................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak adanya kehidupan manusia di permukaan bumi, keinginan
untuk hidup secara kooperatif di antara manusia telah dirasakan dan telah
diakui sebagai faktor esensial agar dapat survive dalam kehidupan. Seluruh
manusia bergantung kepada yang lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Ketergantungan mutualistik dalam kehidupan individu dan sosial di antara
manusia telah melahirkan sebuah proses evolusi gradual dalam
pembentukan sistem pertukaran barang dan pelayanan. Semakin
berkembangnya peradaban manusia dari zaman ke zaman, sistem
pertukaran ini berevolusi menjadi ekonomi yang modern.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi
perekonomian suatu negara secara berkesinambungan menuju keadaan
yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi dapat
diartikan juga sebagai proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan
nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan
pembangunan ekonomi. (Anonymous, 2013) Sedangkan menurut Hill Mc
Graw, pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output secara potensial
dalam jangka panjang. Pertumbuhan output per kapita ada tujuan utama
pemerintah karena ini terkait dengan peningkatan pendapatan rata-rata
secara rill dan peningkatan taraf hidup.
Bukti nyata dari pertumbuhan ekonomi ini salah satunya yaitu jasa
perbankan untuk menyimpan uang mereka. Selain mendapat jaminan
keamanan atas uang mereka, nasabah juga mendapat keuntungan dari bank
yaitu berupa bunga bank. Disaat keadaan inflasi dan banyak orang yang
membutuhkan uang, bank justru menawarkan bunga dengan tingkat yang
cukup tinggi agar banyak orang yang menyimpan uangnya di bank. Inilah
yang membuat daya tarik bank semakin besar bagi masyarakat.

1
Namun ironis, disaat bank menawarkan berbagai keuntungan
seperti yang telah kami sebutkan diatas, ternyata ada anggapan bahwa bunga
bank adalah riba dan tidak sesuai dengan hukum islam. Hal ini membuat
sebagian besar masyarakat mengalihkan dananya dari bank konvensional ke
bank syariah untuk menghindari riba tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Bunga Bank?
2. Apa perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah?
3. Apa hukum bunga Bank dalam pandanga islam?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian bunga Bank.
2. Untuk mengetahui perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah.
3. Untuk mengetahui hukum bunga Bank dalam pandangan islam.

1.4 Manfaat
1. Mengetahui dan memahami pengertian bunga Bank.
2. Mengetahui dan memahami perbedaan Bank Konvensional dan Bank
Syariah.
3. Mengetahui dan memahami hukum bunga Bank dalam pandangan
islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ekonomi dalam Islam

Ilmu ekonomi merupakan ilmu yang paling bergantung pada


nilai-nilai dan paling normatif di antara ilmu sosial yang lainnya. Model
dan teori yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi harus didasarkan
pada sistem nilai tertentu yang memuat tentang hakikat manusia. Ilmu
ekonomi seharusnya dikembangkan dengan mengintegrasikan antara
positifisme dan normatifisme, perimbangan rasional dan nilai atau
moral.

Ajaran Islam memberikan jalan tengah yang adil untuk berbagai


pasangan, antara dunia dan akhirat, antara rasio dan hati, antara rasio
dan norma, antara idealisme fakta, antara individu dan masyarakat, dan
lain sebagainya. Ajaran Islam mengacu pada berbagai sumber yang
telah ditetapkan.

Al-Qur’an adalah sumber utama pengetahuan sekaligus sumber


hukum yang memberi inspirasi pengaturan segala aspek kehidupan.1

“Al-Qur’an adalah kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya”.


(Q.S Al-Baqarah: 2).

“Sebagai penerang (bayan) bagi seluruh manusia, dan petunjuk


(huda) serta pelajaran (mau’idhah) bagi orang-orang bertaqwa”. (Q.S
Ali Imran: 138).

Dengan menggunakan Al-Qur’an berarti manusia menjalani


hidup dengan mengacu pada buku pedoman dari yang menciptakan
manusia karena yang paling tahu tentang manusia.

1
Gita Danuprananta, “Ekonomi Islam”, Karya Ilmiah UMY, (Yogyakarta:2005), h.5, t.d

3
Sunnah Rasul berarti cara, kebiasaan yang merujuk pada
perbuatan (fiil), ucapan (qaul), dan ketetapan (taqrirat) dari Rasulullah
Muhammad SAW. Sunnah Rasul merupakan sumber hukum yang berisi
banyak tentang penjelas yang disampaikan dalam Al-Qur’an di samping
hidup manusia yang belum diatur dalam Al-Qur’an.

Ijma’ adalah konsensus opini dari sahabat dan atau ahli hukum
Islam (fuqaha, mufti) atas masalah tertentu yang tidak secara eksplisit
dijelaskan Al-Qur’an dan Sunnah. Salah satu contoh adalah ijma’
tentang keabsahan kontrak jual beli komoditi yang belum diproduksi
(aqd Al-Istisna).

Ijtihad adalah penggunaan alasan logika rasional dalam


melakukan interpretasi atas teks Al-Qur’an dan Hadits.

Dalam Al-Qur’an disebutkan tentang kedudukan dan fungsi akal


sebagai berikut2 :

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,
Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S Ali Imron : 190-191)

Dengan terbukanya kembali pintu ijtihad maka akan semakin


meningkatkan keeratan ilmu ekonomi Islam dengan fiqih, karena
disebabkan adanya ilmu ekonomi konvensional yang banyak dianut
negara-negara muslim dan kekakuan fiqih.

Analisis ekonomi akan memberikan berbagai cara


menyelesaikan permasalahan yang selalu berkembang sementara fiqih

2
Ibid...... h.6

4
akan merespon dengan ikut memberikan solusi yang
merekomendasikan perkembangan zaman.

Apabila ini dapat terbentuk akan mendorong interaksi antara


para ekonom dengan fuqaha yang selanjutnya akan memberikan
pemahaman pada masing-masing untuk dapat menyelesaikan berbagai
persoalan yang muncul saat ini. Pada tahapan yang lebih jauh akan
terwujud yang sering disebut saintifikasi ilmu agama dan Islamisasi
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ekonomi.

2.2 Pengertian Bank

Menurut Fuad Mohd Fachruddin, bank berasal kata bangko (


Bahasa Italia), sedangkan menurut Yan Pramadyapuspa (t.t: 71) sebagai
mana dikutip Mohd. Fchruddin, banyak berasal dari Bahasa Inggris atau
Belanda yang berarti kantor penyimpanan uang. Bank adalah symbol
bahwa para penukar uang (monez canger) meletakan uang penukaran di
atas meja, meja ini dinamakan Banko zaitu bangku dalam Bahasa
Indonesia. Jadi, kata Bank diambil dari kata banko sebagai simbol
penukaran uang di Italia.
Fuad Mohd. Fachruddin berpendapat bahwa yang dimaksud
bank menurut istilah adalah perusahaan yang meperdagangkan utang-
piutang, baik yang berupa uangnya sendiri maupun uang orang lain.
Masifuk zhudi berpendapat bahwa zang dimaksud dengan bank non
Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang pungsi utamanya untuk
menghimpun dana yang kemudian disalurkan kepada orang atau
lembaga yang membutuhkannya guna inventasi (penanaman modal)
dalam usaha-usaha yang produkti dengan sistem bunga.
Dalam pengertian sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga
keuangan yang kegiatan utamanya adalah menerima simpanan dari
masyarakat dalam bentuk Giro, Tabungan, dan Deposito. Kemudian
bank dikenal juga sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi

5
masyarakat yang membutuhkan, misalnya untuk tambahan modal.
Disamping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang,
mengirimkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran
dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, Pajak Bumi dan
Bangunan, uang kuliah, gaji, dan pembayaran lainnya3.
Untuk menjalankan usahanya, bank menerapkan prinsip bunga.
Yang dimaksud adalah bank memberikan bunga kepada nasabah yang
menyimpan uangnya dan mengenakan bunga kepada masyarakat yang
mengambil kredit. Sedangkan bunga sendiri adalah keuntungan yang
diberikan kepada pemilik modal dengan tingkat tertentu sesuai
kebijakan yang berlaku. Yang dimaskud dengan pemilik modal adalah
nasabah (untuk dana simpanan) dan bank (untuk transaksi kredit). Bank-
bank di Indonesia menganut prinsip bunga floating rate, dimana tingkat
bunga sering berubah-ubanh sesuai dengan ketentuan BI rate yang
ditetapkan oleh BI.
Menurut Hadi (1993) yang menjadi sandaran paling besar bagi
kelangsungan hidup perbankan adalah deposito, sekalipun bersandar
juga pada dua sumber lain4, yaitu:

1. Modal, meliputi modal yang diberikan pemegang saham dan modal


yang didapat dari keuntungan.
2. Kredit, hal ini dilakukan oleh bank-bank dagang bila membutuhkan
modal, dan dipinjam dari bank sentral atau bank lain.

Menurut catatan sejarah, usaha perbankan sudah dikenal kurang


lebih 2500 tahun sebelum masehi dalam masyarakat Mesir Purba dan
Yunani Kuno, kemudian masyarakat Romawi (Hadiwigena, 1984).

Karena itu, sepantasnya kalau Plato (427-347 SM) sudah


berbicara tentang bahaya rente. Perkembangan bank modern mulai

3
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), h.25
4
Abdul Salam, “Bunga Bank Dalam Perspektif Islam”, JURNAL EKONOMI SYARIAH
INDONESIA, Volume III, No.1 Juni 2013, h.85

6
berkemabang di Italia dalam abad pertengahan yang dikuasai oleh
beberapa keluarga untuk pembiayaan kepausan dan perdagangan wol,
kemudian perbankan berkembang pesat sesudah memasuki abad ke-18
dan 19.

2.3 Sejarah Bank Konvensional dan Bank Syariah


 Bank Konvensional
Pada zaman Babylonia, Yunani, dan Romawi diduga usaha
perbankan telah memegang peranan dalam lalu lintas perdagangan.
Tugas bank waktu itu lebih bersifat tukar menukar uang, sehingga orang
yang melakukannya disebut pedagang uang. Pada umumnya pekerjaan
pedagang uang hanyalah perantara menukarkan mata uang asing dengan
mata uang negeri sendiri atau sebaliknya. Kemudian usaha ini
berkembang dengan menerima tabungan, menitipkan, ataupun
meminjamkan uang dengan memungut bunga pinjaman.
Awal mula berdirinya bank di Dunia secara singkat dapat
diuraikan sebagai berikut. kira-kira tahun 2000 SM di Babylonia telah
dikenal semacam bank. Bank ini meminjamkan emas dan perak dengan
tingkat bunga 20% setiap bulan dan dikenal sebagai Temples of
Babylon. Sesudah zaman Babylon, tahun 500 SM menyusul di Yunani
didirikan semacam bank, dikenal sebagai Greek Temple, yang
menerima simpanan dengan memungut biaya penyimpanannya serta
meminjamkan kembali kepada masyarakat. Pada saat itulah
muncul bankir-bankir swasta pertama. Operasinya meliputi penukaran
uang dan segala macam kegiatan bank. Lembaga perbankan yang
pertama di Yunani timbul pada tahun 560 SM.
Setelah zaman Yunani, muncul usaha bank di Romawi yang
operasinya sudah lebih luas lagi, yakni tukar menukar mata uang,
menerima deposito, memberikan kredit, mentransfer modal dan
bersamaan dengan jatuhnya kota Romawi pada tahun 509 SM,

7
perbankan juga ikut jatuh. tetapi pada tahun 527-565 M Yustinianus
menkodefikasikan hukum Romawi di Konstatinopel sehingga
perbankan berkembang kembali. perkembangan ini diawali dengan
adanya perdagangan dengan Cina, India, dan Ethiopia. Bahkan mata
uang Konstatinopel ditetapkan sebagai mata uang internasional.
Hubungan perdagangan kemudian berkembang ke Asia Barat (sekarang
Timur Tengah) dan Eropa sehingga kota-kota seperti Alexandria,
Venesia dan beberapa pelabuhan di Italia Selatan terkenal sebagai pusat
perdagangan yang pentng. Bank Venesia didirikan oleh pemerintah pada
tahun 1171 dan merupakan bank negara pertama yang dipakai untuk
membiayai perang. Kemudian berturut-turut berdirilah Bank of Genoa
dan Bank of Barcelona pada tahun 1320.
Sekitar awal abad ke-16 di London (Inggris), Amsterdam
(Belanda) serta Antwerpen dan Leuven (Belgia) tukang-tukang emas
bersedia menerima uang logam (emas, Perak) untuk disimpan. Sebagai
tanda bukti penyimpanan, tukang emas memberikan kepada
penyimpana suatu tanda deposito yang disebut Goldsmith's note.
Goldsmith's note tersebut merupakan bukti bahwa tukang emas
mempunyai hutang. Lambat laun tanda deposito itu diterima sebagai alat
pembayaran atau menjadi uang kertas. Sejarah mencatat, Goldsmith's
note oleh pemiliknya jarang ditukar kembali dengan uang logam.
Berdasarkan hal tersebut, tukang emas mulai memberanikan diri
mempergunakan kesempatan mengeluarkan Goldsmith's note, sekalipun
jaminan emas tidak ada. Namun Goldsmith's note yang dikeluarkan itu
tetap merupakan bukti hutangnya. Dengan perkembangan ini, maka
peralihan tugas tukang emas menjadi tugas perbankan.
 Bank Syariah
Pemikiran untuk mendirikan bank yang menggunakan prinsip
bagi hasil sudah muncul dalam waktu yang cukup lama. Hal ini ditandai
dengan munculnya pemikiran muslim yang menulis tentang perlunya
dibangun bank Islam dengan prinsip bagi hasil antara lain anwar

8
qureshi(1946),naiem siddiqi (1948) dan Mahmud ahmad (1952)
kemudian pada 1960-an al-maududi menulis secara terperinci tentang
perlunya dibangun bank Islam untuk mengimbangi praktik-praktik bank
konvensional yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam pemikiran
beliau ini ditindak lanjuti oleh Muhammad hamidullah dengan menulis
beberapa buku berturut-turut pada 1944,1955,1957dan 1962 yang
kesemuanya itu dapat dikategorikan sebagai penggagas tentang
perbankan Islam.

Upaya awal penerapan sistem profil dan less sharing dalam


bentuk bank syariah modern tercatat di pakistan dan Malaysia sekitar
tahun 1940, yaitu adanya pengelolaan dana dalam haji secara non-
konvensional. Rintisan bank syariah lainya adalah dengan berdirinya
mit ghamr local saving bank pada 1963 di mesir yang dibangun oleh dr.
ahmad el-najr. Permodalam bank ini dibantu oleh raja faisal dari arab
Saudi. Bank ini beroperasi tanpa bunga dan sejalan dengan prinsip-
prinsipajaran Islam ini sangat popular pada mulanya tumbuh dengan
baik. Oleh karena itu ada persoalan politik dimesir bank ini ditutup dan
diambil alih oleh National Bank of Egypt dan Central Bank of Egypt
yang dioperasikan berdasarkan prinsip ribawi. Pada 1972 sistem bank
tanpa riba diperkenalkan lagi dimesir dengan ditandai berdirinya Nasser
Social Bank. Berdirinya bank ini lebih bersifat social dari pada
komersial.

Kesuksesan mit ghamr mengelola bank dengan system bagi


hasil, member inspirasi bagi umat Islam diseluruh dunia untuk
membentuk bank Islam denagn system bagi hasil. Secara kolektif
gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam
konferensi Negara Islam sedunia di kuala lumpur,Malaysia pada tanggal
21-27 april 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Salah satu
keputusan dalam konferensi ini adalah perlu dibentuk sebuah bank
syariah yang bersih dari system riba. kemudian pada desember 1970

9
dalam pertemuan menteri luar negeri Negara organisasi konferensi
Islam (oki) di Karachi,Pakistan,delegasi mengajukan sebuah proposal
untuk mendirikan bank syariah. Proposal tentang berdirinya bank Islam
ini dikaji dengan seksama oleh para ahli dari delapan belas Negara Islam
yang semuanya menyetujui dibentuk Bank Islam.

Selanjutnya pada sidang menteri luar negeri Negara organisasi


konferensi Islam (oki) di Benghazi, Libia pada Maret 1973 usulan
perlunya tentang didirikan bank syariah diagendakan lagi. Siding
kemudian memutuskan agar OKI mempunyai bidang husus yang
menangani tentang hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi dan
keuangan. Bulan Juli 1973 komite ahli yang mewakili Negara Islam
penghasil minyak bertemu di jedah, arab Saudi untuk membicarakan
berdirinya pendirian bank syariah, sekaligus dibahas tentang anggaran
dasar dan anggaran rumah tangga. Selanjutnya pada 1974 diadakan
pertemuan menteri keuangan Negara OKI di Jeddah dan dalam
pertemuaan ini disetujui rancangan pendirian bank pembangunan Islam
(Islamic Delevepoment Bank) dengan modal awal dua miliyar dinar.

Setelah Islamic Delevepoment Bank (IDB) didirikan pada


oktober 1975 yang beranggota 22 negara Islam sebagi pendiri. Tujuan
dibentuk bank ini adalah untuk membantu vinasial dalam pembangunan
Negara anggotanya, usaha untuk mendirikan bank Islam meyebar ke
banyak Negara. Beberapa Negara Islam seperti Pakistan, sudan, dan iran
mengubah seluruh system keuangan yang ada di Negara tersebut
menjadi bebas bunga, sehingga semua lembaga keuangan dinegara
tersebut beroperasi tanpa menggunakan bunga sama sekali. Adapun
dinegara Malaysia dan Indonesia, bank tanpa bunga beroperasi
berdampingan dengan bank-bank konvensional.

Sekarang perbankan syariah sudah mengalami perkembangan


yang cukup pesat dan menyebar ke seluruh dunia. Di eropa tercatat the
Islamic Bank Internasional of Denmark tercatat sebagai bank syariah

10
pertama yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah, bank ini mulai
beroperasi 1983 di Denmark. Sekarang bank-bank besar di Negara-
negara eropa seperti Citi Bank,ANZ Bank,Chase Mahatam Bank,dan
Jardine Fleming telah pula membuka Islamic Window agar dapat
memberikan jasa-jasa perbankan yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariat Islam.

2.4 Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Saat ini di beberapa negara-negara tertentu, memiliki dua jenis


sistem perbankan yang diterapkan yaitu bank konvesional (umum) dan
bank syariah. Bank konvensional tersebar luas di berbagai kota-kota
serta menawarkan fasilitas dan program-program yang berbeda untuk
nasabah nya. Sedangkan bank syariah sendiri merupakan bank yang
menerapkan sistem syariah di dalam kegiatan perbankannya.

Jika pada awalnya, bank-bank syariah belum terlalu berkembang


dan populer. Namun saat ini dapat dilihat bahwa perkembangan bank-
bank syariah semakin pesat baik dalam segi aset maupun pegawainya.
Hal ini bisa jadi dikarenakan faktor sebagian besar penduduk Indonesia
yang beragama Islam.

Perbedaan Bank Konvesional Dan Bank Syariah


1. Akad

Perbedaan yang cukup terlihat bisa anda perhatikan dari akad


pada masing-masing bank tersebut. Bank syariah dan bank
konvensional, masing-masing memiliki sistem akad yang berbeda
didasarkan pada landasan yang digunakannya.

Untuk bank konvesional, perjanjian yang dibuat berpatokan


pada hukum-hukum positif. Sedangkan akad yang ada pada bank
syariah, dibuat dengan dasar hukum-hukum Islam. Bank syariah

11
memiliki beberapa ketentuan-ketentuan tertentu, misalnya seperti
adanya syarat dan rukun.

Yang dimaksudkan dengan rukun disini adalah adanya penjual,


pembeli, harga, barang, serta ijab qobul. Sedangkan untuk syarat, terdiri
dari sifat barang atau jas ayang sedang diperjualbelikan haruslah halal,
serta harga dari barang tersebut harus jelas.

2. Hukum Yang Digunakan

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, akad yang dijalankan


setiap bank berbeda karena hukum yang digunakannya pun berbeda. Hal
ini lah yang menjadi perbedaan yang cukup mencolok antara bank
konvesional dengan bank syariah.

Pada bank syariah sendiri, sistemnya didasarkan pada syariat-


syariat Islam yang memiliki landasan Al-Quran, Hadist, serta Fatwa
Ulaman. Sedangkan pada bank konvesional sendiri memiliki sistem
yang berlandaskan hukum-hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Beberapa hukum-hukum yang diterapkan di dalam bank syariah antara
lain adalah:

 Al-Musyarakah (perkongsian)
 Al-Musaqat (kerja sama tani)
 Al-Mudharabah (bagi hasil)
 Al-Ijarah (sewa menyewa)
 Al-Wakalah (keagenan)
 Al-Ba’i (bagi hasil)

3. Investasi

Perbedaan pada sistem investasi juga menjadi perbedaan yang


cukup terlihat antara bank konvensional dengan bank syariah. Bank
syariah memberikan persyaratan bagi nasabah yang ingin meminjam

12
dana usaha dengan persyaratan bahwa usaha yang dijalankan halal dan
baik, misalnya saja seperti pertanian,dagang, pertenakan, dan lainnya.

Namun pada bank konvensioanal, nasabah diperbolehkan


melakukan peminajam jika usaha yang dijalankan mendapatkan
perijinan dari hukum positif. Tak harus usaha tersebut bercap halal
asalkan sudah diijinkan oleh hukum-hukum positif yang berlaku di
Indonesia.

4. Bunga dan Bagi Hasil

Perbedaan yang mencolok lainnya dapat anda perhatikan pada


sistem pendapatan usaha pada masing-masing bank. Pada bank syariah,
akan menerapkan sistem pendapatan usaha melalui bagi hasil. Di dalam
prinsip-prinsip syariah sendiri, riba sangat diharamkan sehingga lebih
cenderung menggunakan sistem bagi hasil.

Berbeda dengan bank yang lebih menerapkan sistme bunga


pada pendapatan usahanya. Meskipun keduanya memiliki tujuan yang
sama, sama-sama untuk mendapatkan keuntungan dari nasabah namun
cara yang dilakukan sangat berbeda. Berikut ini perbedaan dari bunga
bank dengan sistem bagi hasil.

Bunga bank, biasanya bunga bank akan ditentukan pada saat


perjanjian dibuat. Penentuannya pun didasarkan pada kondisi yang
dapat menguntungkan. Besarnya bunga bank akan disesuaikan dari
modal yang dikreditkan oleh nasabah. Untuk pembayaran bunga bank
sendiri, biasanya tetap dan tak melihat untung ataupun rugi. Selain itu,
pembayaran bunga tidak akan meningkat meskipun keuntungan yang
didapat semakin meningkat.

Sedangkan sistem bagi hasil, biasanya besar jumlahnya akan


ditentukan pada saat akan atau perjanjian dibuat dengan berdasarkan
pada pedoman untung dan rugi. Besar dari bagi hasil ini akan

13
disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh. Sistem
bagi hasil sangat tergantung pada keuntungan sebuah proyek. Sehingga
bila proyek tersebut rugi, maka kerugian tersebut akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak. Sistem bagi hasil dapat meningkatkan
pembagian keuntungan berdasarkan pada peningkatan pendapatan yang
ada.

5. Pengelolaan Dana

Hal lainnya yang menjadi perbedaan antara bank konvensional


dengan bank syariah adalah pada sistem pengelolaan dana yang
digunakan. Bank syariah akan menolak pengajuan kredit yang
ditujukan untuk hal-hal yang dapat melanggar hukum Islam.

Yang menjadi poin penting pada bank syariah adalah kegiatan-


kegiatan yang halal dan baik serta sesuai dengan prinsip ekonomi
syariah yang ada. Hal inilah yang menjadi syarat utama pengajuan
kredit di bank syariah. Bahkan kartu kredit yang dikeluarkan bank
syariah sendiri juga melarang penggunaannya untuk transaksi-transaksi
yang tidak halal.

Namun pada bank konvensional, penyaluran kredit dapat


disetujui tanpa harus pihak bank mengetahui kemana uang tersebut
akan dipergunakan. Selama pihak debitu dapat membayar tagihan
secara rutin dan tepat waktu, maka pengajuan kredit dapat dipenuhi.

6. Orientasi

Jika pada bank konvensional lebih cenderung untuk


mendapatkan keuntungan atau profit oriented. Maka pada bank syariah,
tak hanya berorientasi pada keuntungan saja melainkan juga pada
kemakmuran serta kebahagiaan dunia dan akhirat.

14
7. Cicilan dan Promosi

Bank syariah sendiri menerapkan sistem pembayaran cicilan


atau tagihan dengan jumlah yang tetap berdasarkan keuntungan bank
dan sudah disetujui oleh kedua belak pihak pada saat perjanjian tersebut
dibuat. Konten-konten di dalam promosi bank syariah juga terlampir
dengan jelas, transparan serta tidak ambigu.

Misalnya pihak bank sedang memberikan promo wisata untuk


nasabah kartu kredit syariah. Di dalam promosi tersebut terlampir jelas
mengenai biaya yang harus dan tidak harus diabayarkan oleh nasabah
kartu kredit.

Sedangkan pada bank konvensional, mereka memiliki banyak


sekali program-program promosi yang digunakan untuk menarik
perhatian nasabah. Misalnya saja seperti promosi suku bunga tetap
selama masa periode tertentu sebelum pada kahirnya suku bunga
berfluktuasi pada nasabah.

8. Pengawasan

Selain itu, perbedaan juga terlihat pada pengawasan yang ada di


bank syariah maupun bank konvensional. Setiap transaksi yang
dilakukan oleh bank syariah, selalu berada di dalam pengawasan
Dewan Pengawas. Yang termasuk ke dalam dewan pengawasan disini
adalah ulama-ulama serta ahli ekonomi yang memang menguasai
tentang fiqih muamalah.

Sedangkan pada bank konvensional, tak ada dewan pengawas


di dalamnya. Sehingga setiap transaksi yang dilakukan pada bank
konvensional tidak diawasi oleh siapapun selalin hukum-hukum positif
yang berlaku.

15
9. Hubungan Bank Dengan Nasabah

Hal lainnya yang menjadi perbedaan antara bank konvensional


dan bank syariah adalah pada hubungan bank dengan nasabahnya. Pada
bank syariah sendiri, nasabah akan diperlakukan sebagai seorang
mitra/partner. Hal ini dilakukan oleh pihak bank karena pihak nasabah
dan pihak bank sudah terikat dalam akad yang transparan. Sehingga
banyak bank-bank syariah yang memiliki hubungan emosional yang
lebih kuat dengan nasabah karena fasilitas-fasilitas yang diberikan.

Hubungan emosional kuat yang terbentuk ini terjadi


dikarenakan pihak bank lebih mengutamakan pendekatan melalui
musyawarah dibandingkan dengan pendekatan hukum. Hubungan
emosional kuat inilah yang menjadi keunggulan dari bank syariah yang
tidak dimiliki semua bank konvensional.

Sedangkan pada bank konvensional sendiri, hubungan pihak


bank dengan nasabah lebih seperti antara debitur dan kreditur. Seperti
hubungan antara pihak pemberi dana dengan pihak peminjam dana. Bila
pihak debitur lancar dalam pembayaran kredit, maka pihak bank akan
memberi keterangan lancar. Namun pada saat pembayaran tagihan
berkendala, maka pihak bank akan melakukan penyitaan pada aset-aset
yang dimiliki pihak debitur. Namun beberapa belakangan ini beberapa
bank konvensional banyak melakukan pendekatan yang digunakan
untuk memperkuat hubungan emosional dengan nasabah-nasabah yang
ada.

2.5 Pengertian dan Landasan Hukum Bunga Bank

Secara leksikal, bunga sebagai terjemahan dari kata interest.


Secara istilah sebagaimana diungkapkan dalam suatu kamus dinyatakan,
bahwa “interest is a charge for a financial loan, usually a percentage of

16
the amount loaned”. Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang,
yang biasanya dinyatakan dengan presentase dari uang yang
dipinjamkan.

Pendapat lain menyatakan “interest yaitu sejumlah uang yang


dibayar atau dikalkulasi untuk penggunaan modal. Jumlah tersebut
misalnya dinyatakan dengan satu tingkat atau prosentase modal yang
bersangkut paut dengan itu yang sekarang sering dikenal dengan suku
bunga modal“ (Muhammad, 2000).

Ada yang memebedakan antara riba dan rente (bunga) seperti


Mohammad Hatta. Mantan Wakil Presiden RI, sebagaimana dikutip
oleh Masjfuk Zuhdi, menerangkan bahwa riba adalah untuk pinjaman
yang bersifat kosumtif, sedangkan rente adalah untuk pinjaman yang
bersifat produktif, demikian pula istilah usury dan interest, bahwa usury
ialah bunga pinjaman yang sangat tinggi, sehingga melampaui suku
bunga yang diperbolehkan oleh hukum. Sedangkan interest ialah bunga
pinjaman yang relatif rendah. Tetapi dalam realitas atau praktek
menurut Maulana Muhammad Ali adalah sukar untuk membedahkan
antara usury dan interest, sebab pada hakekatnya kedua-keduanya
memberatkan bagi para peminjam (Zuhdi, 1998).

Oleh karena itu, apabila menarik pelajaran sejarah masyarakat


Barat, terlihat jelas bahwa “interest” dan “usury” yang telah dikenal saat
ini pada hakikatnya adalah sama. Keduanya berarti tambahan uang,
umumnya dalam prosentase. Istilah usury muncul karena belum
mapannya pasar keuangan pada zaman itu sehingga penguasa harus
menetapkan suatu tingkat bunga yang dianggap wajar.

Namun setelah mapannya lembaga dan pasar keuangan, kedua


istilah itu menjadi hilang karena hanya ada satu tingkat bunga di pasar
yang sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran (Muhammad,
2000).

17
Berbicara mengenai bunga bank, maka tidak bisa lepas dari yang
namanya riba. Dan kata riba itu sendiri dari bahasa Arab yang secara
etimologis berarti “tambahan” (az-Ziyadah)” (Nasution, 1996) atau
“kelebihan”(Zuhdi, 1998), yakni tambahan pemabayaran atas uang
pokok pinjaman. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa riba
merupakan kelebihan sepihak yang dilakukan oleh salah satu dari orang
yang sedang bertransaksi.

Dalam pandangan sebagian mufassir, kata sandang (definite


article alif lam), berarti menunjuk kasus tertentu (ma’rifah). Maka
makna kata arriba yang dimaksud adalah praktek pengambilan untung
dari debitur yang sudah biasa di kalangan orang-orang Arab pra-Islam
ketika al-Qur’an belum diturunkan, dengan pemahaman ini, kesimpulan
awal yang barangkali sangat penting untuk dicatat, bahwa untuk bias
memahami ayat secara lebih tepat dan mengena, seorang harus
mengetahui sebab yang melatarbelakangi turunnya ayat (asbab an-
Nuzul), barulah kemudian dapat diketahui apa arti riba sebenarnya
(Nasution, 1996).

2.6 Macam-macam Riba dan Dampaknya

Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti


tambahan (azziyadah)5, berkembang (an-numuw), membesar (al-'uluw)
dan meningkat (alirtifa'). Sehubungan dengan arti riba dari segi bahasa
tersebut, ada ungkapan orang Arab kuno menyatakan sebagai berikut;
arba fulan 'ala fulan idza azada 'alaihi (seorang melakukan riba terhadap
orang lain jika di dalamnya terdapat unsur tambahan atau disebut liyarbu
ma a'thaythum min syai'in lita'khuzu aktsara minhu (mengambil dari

5
Abu Sura'i Abdul Hadi, Bunga Bank Dalam Islam, alih bahasa M. Thalib, (Surabaya: alIkhlas,
1993), h.125. menurutnya riba adalah tambahan yang berasal dari usaha haram yang merugikan
salah satu pihak dalam suatu transaksi.

18
sesuatu yang kamu berikan dengan cara berlebih dari apa yang
diberikan)6.

Menurut terminologi ilmu fiqh, riba merupakan tambahan


khusus yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat tanpa adanya
imbalan tertentu. Riba sering juga diterjemahkan dalam bahasa Inggris
sebagai "Usury" dengan arti tambahan uang atas modal yang diperoleh
dengan cara yang dilarang oleh syara', baik dengan jumlah tambahan
yang sedikit atau pun dengan jumlah tambahan banyak.

Berbicara riba identik dengan bunga bank atau rente, sering kita
dengar di tengah-tengah masyarakat bahwa rente disamakan dengan
riba. Pendapat itu disebabkan rente dan riba merupakan "bunga" uang,
karena mempunyai arti yang sama yaitu sama-sama bunga, maka
hukumnya sama yaitu haram.

Pada dasarnya riba terbagi menjadi dua macam yaitu riba akibat
hutang piutang yang telah dijelaskan tentang keharamannya dalam al-
Qur'an, dan riba jual beli yang juga telah dijelaskan boleh dan tidaknya
dalam bertransaksi dalam as-Sunnah.

a. Riba akibat hutang-piutang disebut Riba Qard ( ‫ ) ربر قرقض‬yaitu


suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berhutang (muqtarid), dan Riba Jahiliyah ( ‫ربر قرا ليهر‬
) yaitu hutang yang dibayar dari pokoknya, karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.7
b. Riba akibat jual-beli disebut Riba Fadl ( ‫ ) ربر قرضلر‬yaitu pertukaran
antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan
barang yang dipertukarkan termasuk dalam jenis barang ribawi,
dalam hadits Ubadah bin Shamit disebutkan bahwa Rasulullah SAW

6
Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, Sebuah Studi atas Pemikiran Muhammad Abduh, cet.
I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan ACAdeMIA, 1996), h.37
7
Muhammad Syafi'i Antonio, Bank Syari'ah bagi Bankir dan Praktisi Keuangan, cet. I, (Jakarta:
Tazkia Institute, 1999), hal. 77-78.

19
bersabda: ‫هنن ب هنن ببانبع ننتبيهننالبانبىنن نننعتبرننناباصبى ابصننعبال عنعبعدننن‬
‫الفضةبصنلفضة ب صنل ب بالنن ننببعننعبصهنن ب‬. ‫الربصنلرب‬, ‫ري ريبصنلش الش‬,
‫التمرصنلتمر‬, ‫ح حبصنمل مل‬.‫عثالبمبثلب‬,‫هالءبصسالء‬,‫داصهد ب‬,‫هباألى فب اخت فنذا‬
‫داصهد باذاكننب البكهفبشئت نفبفده‬

Maksud dari hadits di atas adalah seseorang menukar barang


berupa emas harus dengan emas pula yang sepadan dan beratnya juga
harus sama, perak dengan perak dan harus diserahterimakan secara
langsung.

Dan Riba Nasi'ah ( ‫ ) ربر قرسئر‬yaitu penangguhan atas


penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang diperlukan
dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi'ah muncul dan terjadi
karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.8

Adapun dampak akibat dari praktek riba adalah9:

1. Menyebabkan eksploitasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si


miskin.
2. Uang modal besar yang dikuasai oleh the haves tidak disalurkan ke
dalam usaha-usaha yang produktif, misalnya pertanian, perkebunan,
industri, dan sebagainya yang dapat ciptakan lapangan kerja banyak,
yang sangat bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi pemilik
modal itu sendiri, tetapi modal besar itu justru disalurkan dalam
perkreditan berbunga yang belum produktif.
3. Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bisa
mengakibatkan keretakan rumah tangga, jika si peminjam itu tidak
mampu untuk mengembalikan pinjaman dan bunganya (Zuhdi,
1997) .

8
Tim Pengembangan Perbankan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Op. Cit. hal. 39-40.
9
Abdul Salam, “Bunga Bank Dalam Perspektif Islam”, JURNAL EKONOMI SYARIAH
INDONESIA, Volume III, No.1 Juni 2013, h.8

20
4. Riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan
mengurangi semangat kerja sama atau saling menolong dengan
sesama manusia, dengan mengenakan tambahan kepada peminjam
akan menimbulkan prasaan bahwa peminjam tidak tahu kesulitan
dan tidak mau tahu penderitaan orang lain.
5. Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kreditur yang
meminjamkan modal dengan menenutut pembayaran lebih kepada
peminjam dengan nilai yang telah disepakati bersama menjadikan
kreditur mempunyai legitimasi untuk melakukan tindakantindakan
yang tidak baik untuk menuntut keasepakatan tersebut.

Karena dalam kesepakatan kreditur telah memperhitungkan


keuntungan yang telah diperoleh dari kelibahan bunga yang akan
didapat, dan itu sebenarnya hanya berupa pengharapan dan belum
terwujud.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Bank adalah badan yang memberikan jasa penyimpanan uang,


pengiriman uang, serta permintaan dan penawaran kredit. Bank Syariah
adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah memberikan
kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang
yang pengeporasiannya berdasarkan dengan prinsip-prinsip Syariah.
Dengan berdasarkan Alquran dan Hadis. Adapun perbedaan antara Bank
Konvensional dan Bank Syariah terletak pada sistem yang digunakan
oleh kedua bank tersebut, antara lain yaitu Bank Konvensonal
menggunakan sistem penawaran fasilitas dan program-program kepada
nasabahnya sedangkan Bank Syariah menggunakan sistem syariah di
dalam kegiatan perbankannya.

Sistem perbankan yang menerapkan sistem bunga menimbulkan


laju inflasi semakin tinggi, karena ada kecenderungan bank-bank untuk
memberikan kredit secara berlebih-lebihan. Penyebabnya adalah cara
penciptaan uang baru tersebut dalam suatu sistem berdasarkan bunga
tergantung pada operasi-operasi peminjaman bank-bank komersial.
System perbankan yang menerapkan bunga sekarang dirasakan kurang
berhasil dalam memebantu memerangi kemiskinan dan meratakan
pendapatan ditingkat internasional maupun ditingkat nasional.

Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Bunga


ialah memindahkan kekayaan dari orang miskin (lemah) kepada orang
kaya (kuat) yang kemudian dapat menciptakan ketidakseimbanagan
kekayaan. Ini bertentangan dengan kepentingan sosial dan berlawanan
dengan kehendak Allah yang menghendaki penyebaran pendapat dan
kekayaan yang adil. Islam menganjurkan kerja sama dan persaudaraan
dan bunga bertentangan dengan itu.

22
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa bank menolong
industri dan transaksi-transaksi dagang sehingga pemungutan bunga
diijiankan pendapat ini ternyata keliru, yang jelas bunga bank sama
dengan bunga yang diambil oleh sahukar, yaitu seorang yahudi tua yang
pekerjaannya memberikan pinjaman uang dan mengambil bunganya.

3.2 Saran

Dengan adanya perkembangan zaman ini, sebaiknya kita dapat


menjadi lebih baik, salah satunya adalah pemilihan bank. Pemilihan bank
ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kenyamanan masing-masing
individu, bisa menggunakan bank konvensional dengan ketentuan-
ketentuan yang telah dijelaskan ,aupun menggunakan bank syariah yang
lebih baik menurut pandangan agama islam sendiri.

23
DAFTAR PUSTAKA

Salam, Abdul. “Bunga Bank Dalam Perspektif Islam”. JURNAL


EKONOMI SYARIAH INDONESIA. Volume III, No.1 Juni 2013.
Sura'i Abdul Hadi, Abu. Bunga Bank Dalam Islam. alih bahasa M. Thalib,
(Surabaya: alIkhlas, 1993).
Danuprananta, Gita. “Ekonomi Islam”. Karya Ilmiah UMY.
(Yogyakarta:2005).
http://altarbandpamekasan.blogspot.com/2014/06/makalah-agama-bunga-
bank-dalam-islam.html
https://azanulahyan.blogspot.com/2014/03/sejarah-berdirinya-bank-di-
dunia.html
https://dosenakuntansi.com/perbedaan-bank-konvensional-dan-bank-
syariah

http://karyacombirayang.blogspot.com/2016/10/makalah-bunga-bank-
dalam-islam.html
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2008).
Nasution, Khoiruddin. Riba dan Poligami, Sebuah Studi atas Pemikiran
Muhammad Abduh, cet. I, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
bekerjasama dengan ACAdeMIA, 1996).
Syafi'i Antonio, Muhammad. Bank Syari'ah bagi Bankir dan Praktisi
Keuangan, cet. I, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999).
Tim Pengembangan Perbankan Syari'ah Institut Bankir Indonesia, Op. Cit.

24

Anda mungkin juga menyukai