Anda di halaman 1dari 7

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, nikmat
yang tidak terhingga dan ilmu pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat
waktu, yang terkait tentang “Wawasan Alquran Tentang Ekonomi” Tugas yang diberikan oleh
Ustadz FAUZI S.Sos,MA selaku dosen pengampu dalam matkul ini. Serta salam tetap
tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah atau zaman kebodohan menuju zaman yang terang
benderang yang penuh dengan ilmu pengetahuan.Tak lupa pula penulis ucapkan ribuan
terimakasih kepada Bapak dosen yang telah memberikan ilmunya dan pengarahannya serta
bantuannya kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk
itu, saran dan kritik yang bersifat memperbaiki dari para pembaca sangat penulis harapkan.

Atas segala perhatiannya, penulis ucapkan terimakasih. Penulis berharap semoga penyajian
makalah penulis ini dapat diterima bagi para pembaca. Semoga Allah swt senantiasa
memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Aamiin

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Batam,23 November 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Manusia adalah mahluk hidup yang telah diberi keistimewaan oleh Allah Swt. berupa
kemampuan akal, budi dan daya pikir guna mengolah dan mengelola alam raya ini untuk
memenuhi pelbagai kebutuhan hidupnya. Karena itu manusia berjuang dan berusaha untuk
mendapatkan aneka barang dan jasa. Upaya itulah yang disebut kegiatan ekonomi. Dalam
kegiatan ini melahirkan pelbagai macam hubungan yang bersifat subyektif, sebab masing-masing
berusaha memenuhi kebutuhannya dengan pelbagai konsekuensinya. Untuk meminimalisir
terjadinya pelbagai benturan kepentingan dalam kegiatan ekonomi yang berdampak terjadinya
kekacauan, perlu ada tata aturan hukum dalam masyarakat. Karena itu, sebagai sebuah sistem,
ekonomi tidak mungkin dapat dipisahkan dari suprasistemnya yaitu islam, karena ilmu ekonomi
adalah satu bagian dari ilmu agama Islam. Dengan demikian tata aturan hukum diharapkan dapat
membawa ketenangan dan ketentraman masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ekonomi Dan Ekonomi Islam

Menurut bahasa ekonomi dapat diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan
pengaturan pemasukan dan pengeluaran keuangan. Ekonomi sebagai suatu ilmu
merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang sistematis yang mengatur tentang
permintaan dan penawaran barang dan jasa oleh konsumen.

Ekonomi Islam dalam bahasa arab disebut al Iqtishad al Islami (Lihat Alquran Q.S
An-nahl :9 dan Q.S Luqman 31:32).Adapun secara bahasa berasal dari kata alqashdu
yang berarti pertengahan atau berkeadilan. Al Qashdu juga berarti sederhana,jalan yang
lurus, dekat, dan kuat.1 Ekonomi juga disebut sebagai muamalah al maadiyah, yaitu
aturan aturan pergaulan dan hubungan antar manusia mengenai kebutuhan
hidupnya.Ekonomi juga disebut al iqtishad, yaitu pengaturan soal-soal penghidupan
manusia dengan sehemat-hematnya dan secermat-cermatnya.Ekonomi Islam merupakan
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi yang di ilhami oleh
nilai-nilai Al quran dan As Sunnah. Secara istilah, ekonomi Islam dikemukakan dengan
redaksi yang beragam oleh para pakar ekonomi Islam. Menurut Mohammad Nejatullah
Siddiqi (2001), ekonomi Islam adalah jawaban dari para pemikir muslim terhadap
tantangan ekonomi pada zamannya.M. Abdul Mannan (1986), mendefinisikan ekonomi
Islam sebagai ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi
rakyat yang di ilhami dengan nilai-nilai Islam.Menurut Syeikh Yusuf al Qarhdawi
(1995),ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan, bertitik tolak dari
Allah,bertujuan akhir kepada Allah dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari
syariah Allah swt.2 M. Umer Chapra (2001), mendefinisikan ekonomi Islam dengan
cabang ilmu pengetahuan yang membantu merealisasikan kesejahteraan manusia melalui
suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka seirama dengan maqashid, tanpa
mengekang kebebasan individu,menciptakan ketidakseimbangan makro ekonomi dan
ekologi yang berkepanjangan, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta
jaringan masyarakat. secara filsafat ekonomi Islam menggunakan dasar petunjuk Allah
berupa wahyu(alquran).

B. Nilai – Nilai Islam


1
Al Mishri, Rafiq Yunus, Ushul al Iqtishad al Islami, Damsyiq: Dar Al Qalam, 1993 hal.11
2
Al Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta: PT Bangkit Daya Insana, 1995 hal.
Secara umum dapat dikatakan bahwa nilai-nilai Islam terangkum dalam empat prinsip
pokok: tauhid, keseimbangan, kehendak bebas, dan tanggung jawab.Tauhid mengantar
manusia mengakui bahwa keesaan Allah mengandung konsekuensi keyakinan bahwa
segala sesuatu bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah Swt. Dialah Pemilik mutlak
dan tunggal yang dalam genggaman-Nya segala kerajaan langit dan bumi. Keyakinan demikian
mengantar seorang Muslim untuk menyatakan: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan
matiku adalah semata-mata demi karena Allah, Tuhan seru sekalian alam. Prinsip ini
menghasilkan "kesatuan-kesatuan" yang beredar dalam orbit tauhid, sebagaimana
beredarnya planet-planet tatasurya mengelilingi matahari. Kesatuan-kesatuan itu, antara lain,
kesatuan kemanusiaan, kesatuan alam raya, kesatuan dunia dan akhirat, dan 1ain-lain.
Keseimbangan mengantar manusia Muslim meyakini bahwa segala sesuatu diciptakan Allah
dalam keadaan seimbang dan serasi,Engkau tidak menemukan sedikitpun ketidak seimbangan
dalam ciptaan Yang Maha Pengasih. Ulang-ulanglah mengamati! Apakah engkau melihat sedikit
ketimpangan? (QS Al-Mulk [67]: 3)

Prinsip ini menuntut manusia bukan saja hidup seimbang serasi,dan selaras dengan dirinya
sendiri, tetapi juga menuntunnya untuk menciptakan ketiga hal tersebut dalam masyarakatnya,
bahkan alam seluruhnya.Kehendak bebas adalah prinsip yang mengantar seorang Muslim
meyakini bahwa Allah Swt. memiliki kebebasan mutlak namun Dia juga menganugerahkan
kepada manusia kebebasan untuk memilih dua jalan yang terbentang di hadapannya baik dan
buruk.Manusia yang baik di sisi-Nya adalah manusia yang mampu menggunakan kebebasan
itu dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan di atas. Dari sini lahir prinsip tanggung
jawab baik secara individu maupun kolektif. Dalam konteks ini, Islam memperkenalkan konsep
fardhu 'ain dan jardhu kifayah. Yang pertama adalah kewajiban individual yang tidak dapat
dibebankan kepada orang lain sedang yang kedua adalah kewajiban yang bila dikerjakan
oleh orang lain sehingga terpenuhi kebutuhan yang dituntut, maka terbebaskanlah semua
anggota masyarakat dari pertanggungjawaban (dosa). Tetapi bila tidak seorang pun yang
mengerjakannya, atau dikerjakan oleh sebagian orang namun belum memenuhi apa yang
seharusnya, maka berdosalah setiap anggota masyarakat.Keempat prinsip yang disebut di atas,
harus mewarnai aktivitas setiap Muslim, termasuk aktivitas ekonominya.Prinsip tauhid
mengantarkan manusia dalam kegiatan ekonomi untuk menyakini bahwa harta benda yang
berada dalam genggaman tangannya adalah milik Allah, yang antara lain diperintahkan oleh
Pemiliknya agar diberikan (sebagian) kepada yang membutuhkan: Dan berilah kepada
mereka (yang membutuhkan) harta yang diberikan-Nya kepada kamu (QS Al-Nur [24]: 33).
Dalam pandangan agama Islam, harta kekayaan bahkan segala sesuatu adalah milik Allah.
Memang jika diamati dengan saksama, hasil-hasil produksi yang dapat menghasilkan uang 3

3
Dr.M.Quraish shihab,M.A.tafsir maudhu’I hal.402-403
atau harta kekayaan,tidak lain kecuali hasil rekeyasa manusia dari bahan mentah yang telah
disiapkan oleh tuhan yang maha esa. Di sisi lain, keberhasilan para pengusaha bukan hanya
disebabkan oleh hasil usahanya sendiri, tetapi terdapat juga partisipasi orang lain atau
masyarakat. Bukankah para pedagang misalnya membutuhkan para pembeli agar hasil produksi
atau barang dagangannya terjual? Bukankah petani membutuhkan irigasi demi kesuburan
pertaniannya? Bukankah para pengusaha membutuhkan stabilitas keamanan guna lancarnya
roda keuangan dan perdagangan? Dan masih banyak lagi yang lain. Kalau demikian, wajar
jika Allah memerintahkan manusia untuk menyisihkan sebagian dari apa yang berada dalam
genggaman tangannya ("miliknya") demi kepentingan masyarakat umum. Dari sini agama
menetapkan keharusan adanya fungsi sosial bagi harta kekayaan.Tauhid, yang menghasilkan
keyakinan kesatuan dunia dan akhirat, mengantar seorang pengusaha untuk tidak mengejar
keuntungan material semata, tetapi keuntungan yang lebih kekal dan abadi.Prinsip tauhid yang
menghasilkan pandangan tentang kesatuan umat manusia mengantar seorang pengusaha
Muslim untuk menghindari segala bentuk eksploitasi terhadap sesama manusia.Dari sini dapat
dimengerti mengapa Islam bukan saja melarang praktek riba dan pencurian, tetapi juga
penipuan walau terselubung, bahkan sampai kepada larangan menawarkan barang pada saat
konsumen menerima tawaran yang sama dari orang lain.Prinsip keseimbangan mengantar kepada
pencegahan segala bentuk monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi pada satu tangan atau
satu kelompok. Atas dasar ini pula Al-Quran menolak dengan amat tegas daur sempit yang
menjadikan kekayaan hanya berkisar pada orang-orang atau kelompok tertentu. Supaya harta itu
tidak hanya beredar pada orang-orang kaya saja di antara kamu... (QS Al-Hasyr [59]: 7).

Anda mungkin juga menyukai