Anda di halaman 1dari 85

EKONOMI

Economy = Ekonomi/ Economic = Economics = ilmu


perekonomian Ekonomis ekonomi (kata
benda)
( Kata benda) (Kata Sifat)

Ekonomi dibedakan menjadi 3 bagian, yakni :

1. Ekonomi Menurut Ilmu


2. Ekonomi Menurut Sistem
3. Ekonomi Menurut Perekonomian

Ilmu ekonomi

Ekonomi berasal bahasa Yunani Kuno/ greek, oikonomia. Yaitu “olkos” artinya rumah tangga
dan “nomos” artinya aturan. Jadi ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari peraturan rumah
tangga, berarti berbicara tentang aturan, kaedah dan cara mengelola suatu rumah tangga manusia.
Karena, manusia hidup dalam kelompok masyarakat yang terdiri dari rumah tangga. Maka
aturan, kaedah dan cara mengelola rumah tangga itu secara keseluruhan membentuk suatu sistem
ekonomi.

Sistem ekonomi dipengaruhi oleh seperangkat nilai (set of values), seperti : adat, kebiasaan,
norma-norma, kepercayaan, ideologi dan falsafah yang dianut masyarakat. Maka sistem ekonomi
yang dianutnya pun akan berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya.

Sistem Ekonomi

Sistem berasal dari kata “sytema” yang dalam bahasa Yunani memiliki arti “seluruh dari
berbagai macam bagian”. Pengertian dari sistem menurut beberapa para ahli, salah satunya
adalah ;

C.W. churchman “Sistem merupakan seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk


melaksanakan seperangkat tujuan”.

Sistem Ekonomi merupakan suatu proses penerapan yang berhubungan serta memiliki interaksi
yang dapat dikembangkan oleh masyarakat dengan memiliki ciri dan identitas sendiri.

1
PENGANTAR DASAR-DASAR EKONOMI ISLAM
1. Pengertian Ekonomi Islam

Ekonomi Islam sesungguhnya suatu realitas “baru” dalam dunia ilmiah modern saat ini.
Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir ini, ia terus tumbuh menyempurnakan diri ditengah-tengah
beragamnya sistem sosial dan ekonomi konvensional yang berbasiskan pada sistem sekuler.
Dikatakan “baru” dalam tanda petik, karena sesungguhnya ilmu ekonomi Islam sudah pernah
dipraktikkan secara sempurna dimasa Rasulullah hingga masa keemasan Daulah Islamiyah
beberapa abad lalu.1 Ekonomi Islam sebenarnya bukan ilmu baru atau sesuatu yang diturunkan
secara mendasar dari teori ekonomi yang ada sekarang. Sejarah membuktikan para pemikir Islam
merupakan penemu atau peletak dasar semua bidang ilmu. Berikut ulasan bagaimana peranan
ekonomi Islam dalam ekonomi modern.2

Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia merupakan bagian tak
terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi dari agama Islam, ekonomi Islam akan
mengikuti agama Islam dalam berbagai aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan (way of life),
dimana Islam telah menyediakan berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan
manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan berlaku
permanen, sementara beberapa yang bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi.
Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi panjang
dikalangan ilmuan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini adalah sebuah
keniscayaan.3

Ekonomi, secara umum, didefinisikan sebagai hal yang mempelajari perilaku manusia
dalam menggunakan sumber daya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
dibutuhkan manusia. Ruang lingkup ekonomi meliputi satu bidang perilaku manusia terkait
dengan konsumsi, produksi dan distribusi. Setiap agama, secara definitif, memiliki pandangan

1
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM (Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, 2006), h. 1
2
Ir. H. Adhiwarman A. Karim, S.E., M.B.A., M.A.E.P., EKONOMI ISLAM (Jakarta, Gema Insani, 2001),
h.1
3
Pusat Pengkaji dan Pengembangan Ekonomi Islam, EKONOMI ISLAM (Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 2008), h.13

2
mengenai cara manusia berperilaku mengorganisasi kegiatan ekonominya. Meskipun demikian,
mereka berbeda dalam intensitasnya. Agama tertentu memandang aktivitas ekonomi sebagai
suatu kebutuhan hidup yang harus dipenuhi sebatas untuk menyediakan kebutuhan materi namun
dapat mendorong pada terjadinya disorientasi terhadap tujuan hidup. Karenanya agama ini
memandang bahwa semakin manusia dekat dengan Tuhan, semakin kecil ia terlibat dalam
kegiatan ekonomi. Kekayaan dipandang akan menjauhkan manusia dari Tuhan.4

2. Tujuan

Pada dasarnya setiap manusia selalu menginginkan kehidupannya di dunia ini dalam keadaan
bahagia, baik secara material maupun spiritual, individual maupun sosial. Namun, dalam
praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sangat sulit diraih karena keterbatasan kemampuan
manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, keterbatasan
dalam menyeimbangkan antara aspek kehidupan, maupun keterbatasan sumber daya yang bisa
digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu
bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya.
Oleh karena itu, ada 3 hal pokok yang diperlukan untuk memahami bagaimana mencapai tujuan
hidup.5

a. Falah sebagai tujuan hidup

Falah berasal dari bahasa Arab dari kata kerja aflaha-yuflihu yang berarti kesuksesan,
kemuliaan dan kemenangan, yaitu kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. Istilah falah dalam
Islam diambil dari kata-kata Alquran,6 yang sering dimaknai sebagai keberuntungan jangka
panjang, dunia dan akhirat, sehingga tidak hanya memandang aspek material namun justru lebih
ditekankan pada aspek spiritual. Dalam konteks dunia, falah merupakan konteks dunia, falah

4
Nibil Shaumi, Umar the Great, Vol. II, hlm. 105-6.
5
Pusat Pengkaji dan Pengembangan Ekonomi Islam, EKONOMI ISLAM, h.13-2

6
Istilah fallah disebutkan dalam berbagai ayat Alquran sebagai ungkapan atas orang-orang yang sukses.
Misalnya dalam beberapa ayat disebut dengan kata muflihun (QS 3:104, 7:8, 157, 9:88, 23:102, 24:51), aflah (QS
23:1, 91:9).

3
merupakan konsep yang multi dimensi. Ia memiliki implikasi pada aspek perilaku
individual/mikro maupun perilaku kolektif/makro.7

b. Maslahah sebagai Tujuan Antara untuk Mencapai Falah

Falah, kehidupan yang mulia dan sejahtera di dunia dan akhirat, dapat terwujud apabila
terpenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup manusia secara seimbang. Tercukupinya kebutuhan
masyarakat akan memberikan dampak yang disebut dengan mashlahah. Mashlahah adalah segala
bentuk keadaan, baik material maupun nonmaterial, yang mampu meningkatkan kehidupan
manusia sebagai makhluk yang paling mulia.8

c. Permasalahan dalam Mencapai Falah

Dalam upaya mencapai falah manusia banyak menghadapi banyak permasalahan.


Permasalahan ini sangat kompleks dan sering kali saling terkait antara satu faktor dengan faktor
lainnya. Adanya berbagai keterbatasan, kekurangann, dan kelemahan yang ada pada manusia
serta kemungkinan adanya interdependensi berbagai aspek kehidupan seringkali menjadi
permasalahan besar dalam upaya mewujudkan falah.Permasalahan lain adalah kurangnyasumber
daya (resources) yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhan atau keinginan manusia dalam
rangka mencapai falah. Kekurangan sumber daya inilah yang sering disebut oleh ekonomi pada
umumnya dengan istilah “kelangkaan”.

3. Permasalahan Ekonomi

Ketika kebutuhan masyarakat masih bisa dipenuhi oleh sumber daya yang ada, maka tidak
akan terjadi persoalan, bahkan juga tidakn akan terjadi persaingan. Namun manakala kebutuhan
seseorang atau masyarakat akan barang dan jasa tersebut, maka akan terjadilah apa yang disebut
kelangkaan. Pada saat seperti itulah manusia akan menghadapi suatu pilihan untuk
mengalokasikan sumber daya yang dikuasainya agar kebutuhannya terpenuhi secara optimal.

7
Perintah untuk beribadah merupakan fungsi utama manusia, disebutkan dalam Alquran, diantaranya QS
51:56, 98:5, 1:5.
8
Dalam Quran, Mashlahah banyak disebut dengan istilah manfa’at atau manafi’ yang berarti kebaikan yang
terkait dengan material, fisik, psikologis hal-hal indrawi lainnya (QS 6:26, 14:5, 17:28, 18:21, 27:55). Mashlahah
sering diungkap dengan istilah lain seperti hikmah, huda, barakah, yang berarti imbalan baik yang dijanjikan oleh
Allah di dunia maupun di akhirat (QS 2:269, 24:41). Jadi, mashlahah mengandung pengertian kemanfaatan duniawi
dan kemanfaatan akhirat.

4
Baik individu atau masyarakatsecara keseluruhan akan menghadapi masalah alokasi sumber daya
ini (Nopirin, 2000).

Kondisi kelangkaaan barang juga dapat dijadikan momen untuk menguji keimanan dan
kesabaran manusia. Allah berfirman dalam QS. Asy-Syuura ayat 27: Dan jikalau Allah
melapangkan rezeki kepada hamba-hamban-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di bumi
ini.” Itulah diantara hikmah kelangkaan barang tersebut.

Maka kalaua dikaitkan dengan konsep kelangkaan, imolikasi dari prinsip diatas adalah ‘tidak
ada kelangkaan absolut di muka bumi ini’. Menurut Masudul Alam Choudhury dalam bukunya,
Contributions to Islamic Economic Theory, manusia menduga adanya kelangkaan karena adanya
keterbatasan pengetahuan tentang bagaimana cara memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya.
Dengan demikian, dalam konsep Islam tentang ekonomi, barang-barang yang dapat diolah oleh
manusia dapat digolongkan sebagai barang yang memiliki kelangkaan, dan termasuk ‘barang
ekonomi’.

4. Karakteristik Ekonomi Islam


Ada beberapa hal yang mendorong perlunya mempelajari karakteristik ekonomi Islam
(Yafie, 2003, 27):
a. Meluruskan kekeliruan pandangan yang menilai ekonomi kapitalis (memberikan
penghargaan terhadap prinsip hak milik) dan sosilais (memberikan penghargaan terhadap
persamaan dan keadilan) tidak bertentangan dengan metode ekonomi Islam.
b. Membantu para ekonom muslim yang telah berkecimpung dalam teori ekonomi konvensional
dala memahami ekonomi Islam.
c. Membantu para peminat studi fiqh muamalah dalam melakukan studi perbandingan antara
ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional.
5. Sumber dan Metode
Sumber Daya Ekonomi
Adanya relativitas kelangkaan buka berarti sumber-sumber ekonomi yang ada tidak
mampun memenuhi kebutuhan manusia saat ini, ataupun generasi berikutnya (Saad Marthon,
2004). Hal tersebut merupakan pemahaman yang berbeda. Ketika berbicara relativitas
kelangkaan barang, maka fokus bahasan kita adalah tersedianya sumber-sumber ekonomi baik

5
dari segi bentuk, macam, waktu dan tempat dalam rangka memeuhi kebutuhan individu dan
masyarakat.
Allah berfirman: ‘Dan kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya
gunung-gunung dan kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. Dan kami telah
menjadikan di bumi keperluan-keperluan hidup, dan (kami menciptakan pula) makhluk-makhluk
yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.”(al-Hasr ayat 19-20).
Ayat tersebut mengisyaratkan, nikmat Allah yang diturunkan kepada hamba-Nya sangat
beragam dan tidak mungkin kita menghitungnya secara pasti. Secara tidak langsung, kita akan
menemukan sumber ekonomi dan rezeki baru ketika kehidupan itu muncul pada kehidupan
manusia. Konsep tersebut akan sangat kontras dengan konsepyang dihadirkan oleh Robert
Malthus. Malthus mengatakan bahwa; Pertambahan populasi manusia mengikuti deret ukur dan
pertumbuhan sumber daya pendukung mengikuti deret hitung. Itu berarti suatu ketika daya
dukung alam tidak akan mampu memberi kehidupan pada manusia karena kalah cepat
pertumbuhannya. Tetapi ternyata Teori Malthus itu tidak terbukti, karena ternyata selalu ada
teknologi baru untuk mengatasi kelangkaan. Inilah sesungguhnya di antara hikmah yang
diturunkan Allah atas “keterbatasan” relatif yang terjadi di bumi ini.
Namun pertanyaan kemudian adalah, mengapa ada satu wilayah mengalami kesejahteraan
sementara wilayah lain mengalami kekurangan pangan. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan
suatu kawasan mengalami kesulitan pangan (Saad Marthon, 2004):
a. Terdapat perbedaan distribusi sumber ekonomi, laju pertumbuhan penduduk dan adanya
perbedaan hasil bumi serta kekuatan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing
wilayah.
b. Kurangnya pemberdayaan (eksploitasi) manusia terhadap sumber-sumber ekonomi,
terkadang disebabkan adanya faktor sosial dan budaya.
c. Kecenderungan manusia untuk hidup secara materialistis dan budaya konsumerisme yang
hanya berlandaskan atas pendapat yang ada tanpa memandang unsur-unsur pemborosan.
d. Krisis moral yang telah meracuni jiwa warga dunia. Adanya kecenderungan pihak penguasa
ekonomi untuk mengeksploitasi negara-negara miskin. Selain itu, adanya keengganan
negara-negara surplus pangan untuk berusaha membantu pemenuhan kebutuhan pangan bagi

6
negara yang mengalami kekurangan. Biasanya sikap ini didorong oleh faktor ekonomi atau
politik kekuasaan.9

Metode Ekonomi Islam

Setelah kita mengetahui tujuan ekonomi Islam, yaitu mencapai falah, pertanyaan kemudian
adalah bagaimana cara-cara yang dibenarkan untuk mencapai falah tersebut? Metode ekonomi
Islam diperlukan untuk menjawab pertanyaan bagaimana dan apakah syarat suatu perilaku atau
perekonomian dikatakan benar menurut Islam. Berbagai isu mengenai metodologi ekonomi
Islam telah berkembang, misalnya bahwa ekonomi Islam bersifat normatif semata dan karenanya
tidak bisa dianggap sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri.

Tujuan utama dari metodologi adalah membantu mencari kebenaran. Islam meyakini bahwa
terdapat dua sumber kebenaran mutlak yang berlaku untuk setiap aspek kehidupan pada setiap
ruang dan waktu, yaitu Alquran dan sunnah.

a. Konsep rasionalitas Islam


b. Etika dan Rasionalitas Ekonomi Islam
c. Syariah, fiqh, dan Ekonomi Islam
d. Kerangka Metodologis Ekonomi Islam
6. Ruang Lingkup

Dalam Undang-undang peradilan agama No. 7 tahun 1989, maka dapat diketahui bahwa
ruang lingkup ekonomi syari’ah meliputi: Bank syari’ah, asuransi syari’ah, lembaga keuangan
mikro syari’ah, reasuransi syari’ah, obligasi syari’ah, surat berjangka menengah syari’ah,
reksadana syari’ah, sekuritas syari’ah, pegadaian syari’ah, pembiayaan syari’ah, dana pensiun
lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.

7. Pembangunan Ekonomi dalam Islam

Tampaknya perencanaan ekonomi dalam Islam dapat memberikan suatu sintesis dari rencana
yang dapat direalisasikan melalui rangsangan dan bimbingan. Walaupun belum diperoleh bukti
tentang adanya suatu pembahasan sistematik tentang masalah tersebut, namun berbagai perintah
dalam Alqur’an dan sunnah menegaskan hal ini. Kita pun mengetahui bahwa Islam mendukung
9
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif EKONOMI ISLAM, h. 74

7
suatu percampuran nilai kehidupan spiritual dan material yang serasi. Karena itu dalam Alquran
maupun hadits kegiatan duniawi berkali-kali dianjurkan.

Dalam Alqur’an tercantum:

“Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan
carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak, supaya kamu beruntung”.(QS. Al
Jumuah, 62:10).

a. Arti

Dalam ekonomi sekuler, “Pembangunan Ekonomi” mengacu pada seaut proses dimana
rakyat dari suatu negara atau daerah memanfaatkan suatu sumber daya yang tersedia untuk
menghasilkan kenaikan produksi barang dan jasa perkapita secara teus-menerus. Profesor Snider
berkata, “Pertumbuhan ekonomi mengacu pada kenaikan sekuler atau jangka panjang produksi
perkapita.” Menurut Profesor W.A. Lewis, “Pertumbuhan terjadi jika output meningkat perjam
kerjanya.” Dalam bukunya Process of Economic Growth, Rostow mencoba menjelaskan
pembangunan ekonomi dengan ukuran sejumlah kecenderungan mengembangkan ilmu dasar,
menerapkan ilmu untuk tujuan ekonomi, menerima pembaruan, mencari keuntungan material,
mengkonsumsi atau menabung, dan mempunyai anak.

Jadi pembangunan ekonomi dalam Islam bukan hanya pembangunan material, tapi segi
spiritual dan moral pun menempati kedudukan yang sangat penting. Dan hal ini ditegaskan
dalam istilah “takaful” atau “tadamun” atau keamanan sosial bersama dalam Islam.

b. Syarat Pertumbuhan dan Islam sebagai Faktor Pembangunan


1) Sumber daya alam
2) Perilaku manusia,

Seperti dikemukakan oleh Profesor Lewis, “Pertumbuhan output perkapita di satu pihak
tergantung pada sumber daya alam yang tersedia, dan di pihak lain pada perilaku manusia.”10

10
Prof. M. Abdul Mannan, M.A., Ph.D., Teori dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta, PT Dana Bhakti
Wakaf, 1995), h. 369-70

8
Sejarah dan Pemikiran Ekonomi Islam

1. Pra Islam

Sebelum Islam masuk di tengah- tengah masyarakat Arab, bangsa Arab hidup
dalam kejahiliyahan. Mereka larut dalam kegelapan kejahatan dan tahayul serta bodoh
dalam etika. Di samping itu mereka telah mengenal kehidupan sosial, ekonomi, bahasa
dan seni, meskipun masih sederhana.

Bangsa Arab memiliki karakter yang keras, karena mereka hidup di tanah yang
sebagian besar wilayahnya merupakan padang pasir. Arab terletak di antara benua Asia
dan Afrika. Sebelah barat Arab dibatasi oleh laut Merah dan sebelah timur dibatasai oleh
teluk Persia. Arab merupakan daerah yang gersang, nyaris tidak berair dan tidak ada
tempat istirahat dari panas yang menyengat kecuali sedikit tempat hijau yang penuh
dengan pohon kurma dan air yang dijadikan sebagai tempat istirahat bagi suku- suku
pengembara Arab
Kehidupan ekonomi masyarakat Arab sangat ditentukan dengan kondisi dan letak
geografis negara- negara Arab itu sendiri. Bagi masyarakat pedalaman, kehidupan
ekonomi mereka biasanya dilakukan melalui sektor pertanian dan peternakan. Sedangkan
bagi masyarakat Arab perkotaan, kehidupan ekonomi mereka sangat ditentukan oleh
perdagangan. Oleh karena itu, bangsa Arab Quraisy sangat terkenal dalam dunia
perdagangan.
Mayoritas penduduk Arab mata pencahariannya adalah peternakan, terutama
peternakan unta. Sedangkan pertanian dilakukan di oase dan dataran tinggi tertentu di
pegunungan. Hasil pertanian di oase yaitu kurma, sementara di pegunungan yaitu
gandum.

9
Kota Yatsrib (Madinah) merupakan oase yang luas dan subur. Sedangkan kota
Mekah tidak cocok bagi pertanian. Oleh karena itu Mekah dijadikan sebagai pusat
perdagangan. Di mekah terdapat pusat perdagangan, yaitu pasar Ukaz.
Ekonomi sebelum Islam dipenuhi dengan riba. Metode umum yang digunakan
dalam peminjaman dan pembayarannya kembali merupakan suatu pemerasan. Sang
rentenir meminjamkan uangnya kepada orang dengan bunga yang tinggi, dan ketika uang
yang dipinjam tidak dibayar pada waktu yang ditentukan, maka uang tersebut
dilipatgandakan dan kemudian dilipatkan tiga kali pada akhir than ketiga. Jika peminjam
gagal membayar pinjaman dan bunganya, pemberi pinjaman kadang- kadang mengambil
hak peminjam atas istri dan anaknya.
2. Masa Rasulullah
Sebelum Islam datang, situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena tidak
mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan dikota ini
tidak pernah berdiri dengan tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidakpastian.
Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib berinisiatif menemui Nabi
Muhammad Saw. Yang terkenal dengan sifat al-amin (terpercaya) untuk memintanya
agar menjadi pemimpin mereka.
Strategi yang dilakukan oleh Rasulullah dalam memikirkan jalan untuk mengubah
keadaan kota Yatsrib secara perlahan-lahan dengan mengatasi berbagai masalah utama
tanpa tergantung pada faktor keuangan adalah dengan melakukan langkah-angkah
sebagai berikut :
1) Membangun Masjid
2) Merehabilitasi kaum Muhajirin
3) Membuat Konstitusi Negara
4) Meletakkan Dasar-dasar sistem Keuangan Negara
3. Masa Khalifah Rasyidin
1) Masa Abu Bakar Al-Shiddiq
Setelah Rasulullah Saw. wafat, Abu Bakar Al-Shiddiq yang bernama lengkap
Abdullah ibn Abu Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai khalifah Islam yang pertama.
Ia merupakan pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum muslimin. Pada masa
pemerintahannya yang berlangsung hanya dau tahun, Abu bakar Al-Shiddiq banyak

10
menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu, dan
pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabatyang lain, ia
memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui apa yang disebut dengan
perang Riddah (perang melawan Kemurtadan).11 Setelah berhasil menyelesaikan urusan
dalam negeri, Abu bakar mulai melakukan ekspansi ke wilayah utarauntuk menghadapi
pasukan Romawi dan Persia yang selalu mengamcam kedudukan umat Islam. Namun, ia
meninggal dunia sebelum usaha ini selesai dilakukan.
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarga Abu Bakar diurus dengan
menggunakan harta Baitul Mal. Menurut beberapa riwayat, ia diperbolehkan mengambil
dua setengah atau tiga per empat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan tambahan
makanan berupa dagimg domba dan pakaian biasa. Oleh karena itu, tunjangan untuk Abu
Bakar ditambah menjadi 2000 atau 2500 dirham, menurut riwayat lain 6000 dirham, per
tahun.12
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar, harta Baitul Mal tidak
pernah menumpuk dalam jangka waktuyang lama karena langsung didistribusikan kepada
seluruh kaum Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar Al-Shiddiq wafat, hanya ditemukan
satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum muslimin diberikan bagian
yang sama dari hasil pendapatan negara. Apalagi pendapatan meningkat, seluruh kaum
Muslimin mendapat manfaat yang sama yang tidak ada seorangpun yang dibiarkan dalam
kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand and
aggregate supply yang pada akhirnya akan menaikkan total pendapatan nasional, di
samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan yang miskin.
2) Masa Khalifah Umar ibn Al-Khattab

Untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di


kalangan umat Islam, Abu Bakar Al-Shiddiq bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat tentang calon penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tesebut, ia menunjuk
Umar Ak-Khattab sebagai khalifah Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan
baik oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat sebagai khalifah, Umar ibn Al-Khattab

11
Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 36.
12
M.A. Sabzwari, Economi and Fiscal system During Khilafah E-Rashida, dalam Journal Of Islamic
Banking and Finance, Karachi, Vol. 2, No.4, 1985, hlm. 50.

11
menyebut dirinya sebagai khalifah Khalifati Rasulillah (Pengganti Dari Pengganti
Rasulullah). Ia Juga memperkenalkan istilah Amiral-Mu’minin (Komandan orang-orang
yang beriman).13

Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama sepuluh tahun, Umar ibn
Al-Khattab banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab,
sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah
kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat
menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam.14

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar ibn Al-Khattab segera
mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur
menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah,
Palestina dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan jawatan tenaga kerja.15

Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Al-Khattab


mendirikan beberapa departemen yang dianggap perlu, seperti:16

a. Departemen pelayanan Militer. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan


dana bantuan kepada orang-orang yangt terlibat dalam peperangan. Besarnya
jumlah dana bantuan ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga setiap penerima
dana.
b. Departemen Kehakiman dan Eksekutif. Departemen ini bertanggung jawab
terhadap pembayaran gaji para hakim dan pejabat eksekutif.
c. Departemen Pendidikan dan pengembangan Islam. Departemen ini
mendistribusikan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam
beserta keluarganya, seperti guru dan juru dakwah.
d. Departemen Jaminan Sosial. Departemen ini berfungsi untuk mendistribusikan
dana bantuan kepada seluruh fakir miskin an orang-orang yang menderita.
3) Masa Khalifah Utsman ibn Affan

13
Badri Yatim, Sejarah peradaban Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994), Cet. Ke-2, hlm. 37.
14
M. A. Sabzwari, Op.Cit., hlm. 51.
15
Badri Yatim, Loc. Cit.
16
Afzalurrahman, Op. Cit., hlm. 169-173.

12
Pada masa pemerintahannya yang berlangsung selama 12 tahun, Khalifah Utsman
ibn Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan.17Ia juga
berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurasan dan Iskandariah.18

Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan


kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal
ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam
pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat.19

Memasuki enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman ibn’Affan, tidak


terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah
Utsman ibn Affan yang banyak menguntungkan keluarganya telah menimbulkan benih
kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa
ini, pemerintahannya banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan
terbunuhnya sang Khalifah.

4) Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Setelah diangkat sebagai Khalifah Islam keempat oleh segenap kaum Muslimin,
Khalifah Ali bin Abi Thalib langsung mengambil beberapa tindakan, seperti
memberhentikan para pejabat yang korupsi, membuka kembali lahan perkebunan yang
telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Utsman, dan mendistribusikan
pendapatan pajak tahunan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan Umar ibn Al-
Khattab.20

Masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama
enam tahun selalu diwarnai dengan ketidakstabilan kehidupan politik. Ia harus
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair ibn Al-Awwan, dan Aisyah yang menuntun
kematian Utsman ibn Affan. Berbagai kebijakan tegas yang diterapkannya menimbulkan

17
Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 270.
18
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1994), Jilid 1, Cet. Ke-8, hlm.
270.
19
M. A. Sabzwari, Loc. Cit.
20
Badri Yatim, Op. Cit., hlm. 39.

13
api permusuhan dengan keluarga Bani Umayyah yang dimotori oleh Muawiyah ibn Abi
Sofyan. Pemberontakan juga datang dari golongan Khawarij, mantan pendukung
Khalifah Ali bin Abi Thalib yang kecewa terhadap keputusan tahkim pada perang Shiffin.

Selama masa pemerintahannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak
terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abas, Gubernur
Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu
masakan.

Seperti yang telah disinggung, Ali tidak menghadiri pertemuan Majelis Syuro di
Jabiya yang diadakan oleh Khalifah Umar untuk memusyawarahkan beberapa hal penting
yang berkaitan dengan status tanah-tanah taklukan. Pertemuan itu menyepakati untuk
tidak mendistribusikan seluruh pendapatan Baitul Mal, tetapi menyimpan sebagian
sebagai cadangan. Oleh karen itu, ketika menjabat sebagai khalifah, Ali mendistribusikan
seluruh pendapatan dan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah, Basrah dan Kufah. Ali
ingin mendistribusikan harta Baitul Mal yang ada di Sawad, namun urung dilaksanakan
demi menghindari terjadinya perselisihan di antara kaum Muslimin.21

4. Masa keemasan Islam

Naskah biologi tentang mata buatan Hunain bin Ishaq, sekitar 1200 M.
Zaman Kejayaan Islam (sek. 750 M - sek. 1258 M) adalah masa ketika para filsuf,
ilmuwan, dan insinyur di Dunia Islam menghasilkan banyak kontribusi terhadap
perkembangan teknologi dan kebudayaan, baik dengan menjaga tradisi yang telah ada
ataupun dengan menambahkan penemuan dan inovasi mereka sendiri.
Banyak dari perkembangan dan pembelajaran ini dapat dihubungan dengan
geografi. Bahkan sebelum kehadiran Islam, kota Mekah merupakan pusat perdagangan
di Jazirah Arab dan Muhammad sendiri merupakan seorang pedagang. Tradisi ziarah ke
Mekah menjadi pusat pertukaran gaagasan dan barang. Pengaruh yang dipegang oleh
para pedagang Muslim atas jalur perdagangan Afrika-Arab dan Arab-Asia sangat besar
sekali. Akibatnya, peradaban Islam tumbuh, berkembang, dan meluas dengan
berdasarkan pada ekonomi dagangnya, berkebalikan dengan orang-orang Kristen, India,

21
M. A. Sabzwari, Op. Cit., hlm. 83.

14
dan Cina yang membangun masyarakat dengan berdasarkan kebangsawanan
kepemilikan tanah pertanian. Pedagang membawa barang dagangan dan menyebarkan
agama mereka ke Cina (berujung pada banyaknya penduduk Islam di Cina dengan
perkiraan jumlah sekitar 37 juta orang, yang terutama merupakan etnis Uyghur Turk
yang wilayahnya dikuasai oleh Cina), India, Asia tenggara, dan kerajaan-kerajaan di
Afrika barat. Ketika para pedagang itu kembali ke Timur Tengah, mereka membawa
serta penemuan-penemuan dan ilmu pengetahuan baru dari tempat-tempat tersebut.

a. Filsafat

Hanya dalam bidang filsafat, para ilmuwan Islam relatif dibatasi dalam
menerapkan gagasan-gagasan nonortodoks mereka. Meskipun demikian, Ibnu Rushd
dan polimat Persia Ibnu Sina membberikan kontribusi penting dalam melanjutkan karya-
karya Aristoteles, yang gagasan-gagasannya mendominasi pemikiran nonkeagamaan
dunia Islam dan Kristen. Mereka juga mengadopsi gagasan-gagasan dari Cina dan India,
yang dengan demikian menambah pengetahuan mereka yang sudah ada sebelumnya.
Ibnu Sina dan para pemikir spekulatif lainnya seperti al-Kindi dan al-Farabi
menggabungkan Aristotelianisme dan Neoplatonisme dengan gagasan-gagasan lainnya
yang diperkenalkan melalui Islam.

Literatur filsafat Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan bahasa Ladino,
yang ikut membantu perkembangan filsafat Eropa modern. Sosiolog-sejarawan Ibnu
Khaldun, warga Kartago Konstantinus orang Afrika yang menerjemahkan naskah-
naskah kedokteran Yunani dan kumpulan teknik matematika Al-Khwarzimi adalah
tokoh-tokoh penting pada Zaman Kejayaan Islam. Pada masa ini juga terjadi
perkembangan filsuf non-Muslim. Filsuf Yahudi Moses Maimonides yang tinggal di
Andalusia adalah salah satu contohnya.

b. Sains

Banyak ilmuwan penting Islam yang hidup dan berkegiatan selama Zaman
Kejayaan Islam. Di antara pencapaian para ilmuwan pada periode ini antara lain
perkembangan trigonometri ke dalam bentuk modernnya (sangat menyederhanakan

15
penggunaan praktiknya untuk memperhitungkan fase bulan), kemajuan pada bidang
optik, dan kemajuan pada bidang astronomi.

c. Kedokteran
Kedokteran adalah bagian penting dari kebudayaan Islam Abad Pertengahan.
Sebagai tanggapan atas keadaan pada waktu dan tempat mereka, para dokter Islam
mengembangkan literature medis yang kompleks dan banyak yang meneliti dan
menyintesa teori dan praktik kedokteran.
Kedokteran Islam dibangun dari tradisi, terutama pengetahuan teoretis dan praktis
yang telah berkembang sebelumnya di Yunani, Romawi, dan Persia. Bagi para ilmuwan
Islam, Galen dan Hippokrates adalah orang-orang yang unggul, disusul oleh para
ilmuwan Hellenik di Iskandariyah. Para ilmuwan Islam menerjemahkan banyak sekali
tulisan-tulisan Yunani ke bahasa Arab dan kemudian menghasilkan pengetahuan
kedokteran baru dari naskah-naskah tersebut. Untuk menjadikan tradisi Yunani lebih
mudah diakses, dipahami, dan diajarkan, para ilmuwan islam mengusulkan dan
menjadikan lebih sistematis pengetahuan kedokteran Yunani-Romawi yang luas dan
kadang inkonsisten dengan cara menulis ensikolpedia dan ikhtisar.
Pembelajaran Yunani dan Latin dipandang sangat jelek di Eropa Kristen Abad
Pertengahan Awal, dan baru pada abad ke-12, setelah adanya penerjemahan dari bahasa
Arab membuat Eropa Abad Pertengahan kembali mempelajari kedokteran Hellenik,
termasuk karya-karya Galen dan Hippokrates. Dengan memberikan pengaruh yang
setara atau mungkin lebih besar di Eropa Barat adalah Kanon Kedokteran karya Ibnu
Sina, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan dibuat manuskrip lalu dicetak
dan disebarkan ke seluruh Eropa. Selama abad kelima belas dan keenam belas saja,
karya tersebut diterbitkan lebih dari lima kali.
Di dunia Islam Abad Pertengahan, rumah sakit mulai dibangun di semua kota
besar, misalnya di Kairo, rumah sakit Qalawun memiliki staf pegawai yang terdiri dari
dokter, apoteker, dan suster. Orang juga dapat mengakses apotek, dan fasilitas penelitian
yang menghasilkan kemajuan pada pemahaman mengenai penyakit menular, dan
penelitian mengenai mata serta mekanisme kerja mata.

16
d. Perdagangan
Selain di sungai Nil, Tigris dan Efrat, sungai-sungai yang dapat dilalui tidaklah
banyak, jadi perjalanan lewat laut menjadi sangat penting. Ilmu navigasi amat sangat
berkembang, menghasilkan penggunaan sekstan dasar (dikenal sebagai kamal). Ketika
digabungankna dengan peta terinci pada periode ini, para pelaut berhasil berlayar
menjelajahi samudara dan tak lagi perlu bersusah payah melalui gurun pasir. Para pelaut
muslim juga berhasil menciptakan kapal dagang besar bertiang tiga ke Laut Tengah.
Nama karavel kemungkinan berasal dari perahu terawal Arab yang dikenal sebagai
qārib.22 Sebuah kanal buatan yang menghubungkan sungai Nil dengan Terusan Suez
dibangun, menghubungkan Laut Merah dengan Laut Tengah meskipun itu sering
berlumpur.

22
"History of the caravel". Nautarch.tamu.edu. Diakses 2011-04-13.

17
FILSAFAT EKONOMI ISLAM

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun.
Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai,
misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dsb.

Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat Tuhan, manusia
dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan, alam dan manusia
lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem
ekonomi lainnya kapitalisme dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma
yang relevan dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian difungsionalkan
ke tengah tingkah laku ekonomi manusia. Dari filsafat ekonomi ini diturunkan juga nilai-nilai
instrumental sebagai perangkat peraturan permainan (rule of game) suatu kegiatan.

Sebagai disebut di atas, bahwa salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara
sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari
nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber Alquran dan hadits
berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan
sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang
terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari
setiap kegiatan ekonomi Islam.

Bangunan Ekonomi Islam didasarkan pada fondasi utama yaitu tauhid. Fondasi
berikutnya, adalah syariah dan akhlak. Pengamalan syariah dan akhlak merupakan refleksi dari
tauhid. Landasan tauhid yang tidak kokoh akan mengakibatkan implementasi syariah dan akhlak
terganggu.

18
Dasar syariah membimbing aktivitas ekonomi, sehingga sesuai dengan kaidah-kaidah
syariah. Sedangkan akhlak membimbing aktivitas ekonomi manusia agar senantiasa
mengedepankan moralitas dan etika untuk mencapai tujuan. Akhlah yang terpancar dari iman
akan mebnentuk integritas yang membentuk good corporate governance dan market diciplin
yang baik.

Dari fondasi ini muncul 10 prinsip derivatif sebagai pilar ekonomi Islam Pembahasan
komperhensif mengenai prinsip-prinsip ini selanjutnya akan dijelaskan secara lebih detail di
bawah ini:

1. Tauhid

Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian Tauhid menjadi
dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi, politik, sosial maupun
budaya. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa tauhid merupakan filsafat fundamental dari
ekonomi Islam. (39 : 38 ).

Hakikat tauhid juga dapat berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik
menyangkut ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam
kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.

{Tauhid sebagai prinsip pertama tata ekonomi yang menciptakan “negara sejahtera” pertama,
dan Islamlah yang melembagakan sosialis pertama dan melakukan lebih banyak keadilan sosial.
Islam juga yang pertama merehabilitasi (martabat) manusia. Pengertian (konsep) yang ideal ini
tidak ditemukan dalam masyarakat Barat masa kini}.

Landasan filosofis inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan ekonomi kapitalisme
dan sosialisme, karena keduanya didasarkan pada filsafat sekularisme dan materialisme. Dalam
konteks ekonomi, tauhid berimplikasi adanya kemestian setiap kegiatan ekonomi untuk bertolak
dan bersumber dari ajaran Allah, dilakukan dengan cara-cara yang ditentukan Allah dan akhirnya
ditujukan untuk ketaqwaan kepada Allah.

19
Konsep tauhid yang menjadi dasar filosofis ini, mengajarkan dua ajaran utama dalam
ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan ciptaan dan milik Allah
secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya sebagai pemegang amanah (trustee) untuk
mengelola sumberdaya itu dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan
manusia secara adil.

Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan Tauhid adalah
bunga. Bunga (interest) yang memastikan usaha harus berhasil (untung) bertentangan dengan
tauhid. Firman Allah, “Seseorang tidak bisa memastikan berapa keuntungannya besok”,(Ar-
Rum: 41). Padahal setiap usaha mengandung tiga kemungkinan, yaitu untung, impas atau rugi.
Lebih dari itu, tingkat keuntungan itupun bisa berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi,
konsep bunga benar-benar tidak sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan prinsip
tauhid.

Kekayaan moral (akhlak) ekonomi Islam dalam kegiatan ekonomi sebagaimana yang
digambarkan di atas tidak muncul dalam sistem ekonomi kapitalis yang berdasarkan mekanisme
pasar. Karena menurut faham ini, ekonomi merupakan ranah yang bebas dari nilai-nilai,
termasuk moral dan agama.

Prinsip Tauhid sebagaimana dijelaskan pada bagian ini memiliki hubungan yang kuat
dengan prinsip-prnsip ekonomi Islam yang lain, seperti keadilan, persamaan, distribusi dan hak
milik sebagaimana dijelaskan pada bagian selanjutnya.

2. Maslahah

Prinsip kedua dalam ekonomi Islam adalah maslahah. Penempatan prinsip ini diurutan
kedua karena mashlahah merupakan konsep yang paling penting dalam syariah, sesudah tawhid.
Mashlahah adalah tujuan syariah Islam dan menjadi inti utama syariah Islam itu sendiri.

Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat.
Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat,
kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah. (jalb al-naf’y wa

20
daf’ al-dharar). Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan
memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.

Al mashlahah sebagai salah satu model pendekatan dalam ijtihad menjadi sangat vital
dalam pengembangan ekonomi Islam dan siyasah iqtishadiyah (kebijakan ekonomi). Mashlahah
adalah tujuan yang ingin diwujudkan oleh syariat. Mashlahah merupakan esensi dari kebijakan-
kebijakan syariah (siyasah syar`iyyah) dalam merespon dinamika sosial, politik, dan ekonomi.
Maslahah `ammah (kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan
yang dibingkai secara syar’i, bukan semata-mata profit motive dan material rentability
sebagaimana dalam ekonomi konvensional.

Pengembangan ekonomi Islam dalam menghadapi perubahan dan kemajuan sains


teknologi yang pesat haruslah didasarkan kepada maslahah. Para ulama menyatakan ”di mana
ada maslahah, maka di situ ada syariah Allah ”. Ini berarti bahwa segala sesuatu yang
mengandung kemaslahatan, maka di sana ada syariah Allah. Dengan demikian maslahah adalah
konsep paling utama dalam syariat Islam.

3. Adil

Prinsip adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan telah
ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah (QS.57:25).
Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan kesenjangan pendapatan.
Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan bagi seluruh umat manusia,
menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap sektor, baik ekonomi, politik maupun
sosial.

Komitmen Al quran tentang penegakan keadilan terlihat dari penyebutan kata keadilan di
dalamnya yang mencapai lebih dari seribu kali, yang berarti ; kata urutan ketiga yang banyak
disebut Al quran setelah kata Allah dan ‘Ilm. Bahkan, menurut Ali Syariati dua pertiga ayat-ayat
Al quran berisi tentang keharusan menegakkan keadilan dan membenci kezhaliman, dengan
ungkapan kata zhulm, itsm, dhalal, dll (Kahduri, The Islamic Conception of Justice (1984):10).

21
Tujuan keadilan sosio ekonomi dan pemerataan pendapatan / kesejahteraan, dianggap
sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat moral Islam. Demikian kuatnya penekanan Islam
pada penegakan keadilan sosio ekonomi. Maka, adalah sesuatu yang keliru, klaim kapitalis
maupun sosialis yang menyatakan bahwa hanya mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai
keadilan.

Harus kita bedakan bahwa konsep kapitalis tentang keadilan sosio ekonomi dan
pemerataan pendapatan, tidak didasarkan pada komitmen spiritual dan persaudaraan (ukhuwah)
sesama manusia. Komitmen penegakkan keadilan sosio ekonomi lebih merupakan akibat adanya
tekanan dari kelompok.

Secara konkrit, misalnya sistem kapitalisme yang berkaitan dengan uang dan perbankan,
tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan–tujuan keadilan sosio ekonomi yang berdasarkan nilai
spritual dan persaudaraan universal. Sehingga, tidak aneh, apabila uang masyarakat yang ditarik
oleh bank konvensional (kapitalis) dominan hanya digunakan oleh para pengusaha besar
(konglomerat).

Kemanfaatan dari lembaga perbankan tidak dinikmati oleh rakyat kecil yang menjadi
mayoritas penduduk sebuah negara. Fenomena ini terlihat sangat jelas terjadi di Indonesia.
Akibatnya yang kaya semakin kaya dan miskin makin miskin. Ketidakadilan pun semakin lebar.
Sebagaimana disebut di atas, konversi ekonomi Barat (terutama kapitalisme) kepada penegakan
keadilan sosio ekonomi, merupakan tekanan-tekanan kelompok masyarakat dan tekanan-tekanan
politik. Maka, untuk mewujudkan keadilan sosio-ekonomi itu mereka mengambil beberapa
langkah, terutama melalui pajak dan transfer payment.

Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut agar semua
sumber daya yang menjadi amanat suci Tuhan, digunakan untuk mewujudkan maqashid
syari’ah, yakni pemenuhan kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan dasar (primer), seperti
sandang, pangan, papan, pendidikan dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut
agar sumberdaya didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil
dan instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan sebagainya.

22
Aspek Tauhid yang menjadi fondasi utama ekonomi Islam, mempunyai hubungan kuat
dengan konsep keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan. Ekonomi Tauhid yang mengajarkan
bahwa Allah sebagai pemilik mutlak dan manusia hanyalah sebagai pemegang amanah,
mempunyai konsekuensi, bahwa di dalam harta yang dimiliki setiap individu terdapat hak-hak
orang lain yang harus dikeluarkan sesuai dengan perintah Allah, berupa zakat, infaq dan sedekah
dan cara-cara lain guna melaksanakan pendistribusian pendapatan yang sesuai dengan konsep
persaudaraan umat manusia. Sistem keuangan dan perbankan serta kebijakan moneter,
misalnya, dirancang semuanya secara organis dan terkait satu sama lain untuk memberikan
sumbangan yang positif bagi pengurangan ketidakadilan dalam ekonomi dalam bentuk
pengucuran pembiayaan (kredit) bagi masyarakat dan memberikan pinjaman lunak bagi
masyarakat ekonomi lemah melalui produk qardhul hasan.

Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan cita-cita keadilan sosial ekonomi, Islam secara
tegas mengecam konsentrasi asset kekayaan pada sekelompok tertentu dan menawarkan konsep
zakat, infaq, sedeqah, waqaf dan institusi lainnya, seperti pajak, jizyah, dharibah, dan
sebagainya.

Al-Quran dengan tegas mengatakan, “Supaya harta itu tidak beredar di kalangan orang kaya
saja di antara kamu” (QS. 59:7), “Di antara harta mereka terdapat hak fakir miskin, baik
peminta-minta maupun yang orang miskin malu meminta-minta” (QS. 70:24).

Berdasarkan prinsip ini, maka konsep pertumbuhan ekonomi dalam Islam berbeda
dengan konsep pertumbuhan ekonomi kepitalisme yang selalu menggunakan indikator PDB
(Produk Dosmetik Bruto) dan per kapita. Dalam Islam, pertumbuhan harus seiring dengan
pemerataan. Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan menurut konsep
ekonomi kapitalisme. Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan pengentasan kemiskinan dan
pengurangan pengangguran.

4. Khilafah

Dalam doktrin Islam, manusia diciptakan Allah untuk menjadi khalifah (wakil Allah) di
muka bumi (QS.2;30, 6:165), 35:39). Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal,
spiritual, dan material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif.

23
Fungsi kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan bumi sesuai
dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya sebagai khalifah ia diberi
kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk memilih antara yang benar dan yang
salah, fair dan tidak fair dan mengubah kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik (Ar-Ra’d : 11).

Berbeda dengan paradigma kapitalisme, konsep khilafah mengangkat manusia ke status


terhormat di dalam alam semesta (QS.17:70). Serta memberikan arti dan misi bagi kehidupan,
baik laki-laki maupun wanita. Arti ini diberikan oleh keyakinan bahwa mereka tidak diciptakan
dengan sia-sia (QS.3:192, 23:115)., tetapi untuk mengemban sebuah misi. Khalifah berbuat
sesuai ajaran Tuhan dan berfungsi sebagai wakil wakil Tuhan di muka bumi

Manusia bebas memilih berbagai alternatif penggunaan sumber-sumber ini. Namun,


karena ia bukan satu-satunya khalifah, tetapi masih banyak milyaran lagi khlaifah dan saudara-
saudranya, maka mereka harus memanfaatkan sumber-sumber daya itu secara adil dan efisien
sehingga terwujud kesejahteraan (falah) yang menjadi tujuan kegiatan ekonomi Islam. Tujuan ini
hanya tercapai jika sumber-sumber daya itu digunakan dengan rasa tanggung jawab dan dalam
batas-batas yang digariskan syariah dalam simpul maqashid.

Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian. Peran penting
tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat, jaminan pelaksanaan
ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak
orang lain dalam kegiatan bisnis melalui lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian
tidak berarti bahwa Islam menolak mekanisme pasar sepenuhnya.

Islam tidak akan intervensi pasar untuk regulasi harga, kecualai jika terjadi distorsi pasar.
Intervensi negara pada harga didasarkan kan pada prinsip maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan
kebaikan dan keadilan secara menyeluruh. Ibnu Khaldun dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa
negara memegang peranan penting untuk tegaknya keadilan dalam ekonomi.

5. Persaudaraan (ukhuwah)

Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan terutama


ukhuwah dalam perekonomian. Al-Quran mengatakan, ”Hai manusia, sesungguhnya kami

24
menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling mengenal”.(QS.49:13). ”Kami menjadikan kamu dari diri
yang satu” (QS.4:1)

Ayat-ayat ini menjelaskan persamaan martabat sosial semua umat manusia di dunia.
Kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad ,
”Semua manusia adalah ham-hamba Tuhan dan yang paling dicintai disisinya adalah mereka
yang berbuat baik kepada hamba-hambanya”.

Kriteria untuk menilai seseorang bukanlah bangsa, ras, warna kulit, tetapi tingkat
pengabdian dan ketaqwaanya kepada Allah secara vertikal dan kemanusiaan secara horizontal.
Nabi Muhamd Saw mengatakan ”Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang
lain”.

Ajaran Islam sangat kuat menekankan altruism, yaitu sikap mementingkan orang lain.
Dalam Al-Quran altruisme diistilahkan dengan itstar yang termaktub dalam firman Allah,
”Mereka lebih mementingkan orang lain dari diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam
keadaan kesulitan”. Ajaran ini jelas tidak terdapat dalam ekonomi kapitalisme.

Salah satu contoh yang sederhana adalah dalam penentuan harga. Industri besar yang
manajemennya sudah berhasil menekan ongkos produksi, dengan alasan harga pasar melumat
lawan-lawannya. Akhirnya, tidak ada pilihan lain bagi industri kecil kecuali gulung tikar atau
diakuisisi industri yang lebih besar.

Dalam kerangka konsep persaudaraan ini, sikap yang baik kepada orang lain bukanlah
sebagaimana yang diajarkan ekonomi kapitalisme. Sebuah perjuangan hidup tidak hanya untuk
memenuhi kepentingan dan kepuasaan individu semata, tetapi juga saling berkorban dan
bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan primer saudara seiman yang fakir ataupun miskin.
Bagaimanapun para ulama fiqh sepakat, bahwa memperhatikan kebutuhan pokok orang miskin
adalah kewajiban bersama (fardhu kifayah) masyarakat muslim.

6. Kerja dan Produktifitas

25
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai suatu kebaikan, dan sebaliknya kemalasan dinilai
sebagai keburukan. Dalam kepustakaan Islam, cukup banyak buku-buku yang menjelaskan
secara rinci tentang etos kerja dalam Islam.

Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebuah hadits menyebutkan bahwa
bekerja adalah jihad fi sabilillah.

‫من كد على عياله كان المجاهد في سبيل هللا عز و جل‬

Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah
mujahid fi Sabillah”(Ahmad)

Dalam hadits Riwayat Thabrani Rasulullah Saw bersabda :

Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa, ada yang tidak bisa terhapus oleh (pahala) shalat,
Sedeqah ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesungguhan dalam mencari Nafkah
penghidupan(H.R.Thabrani)

Dalam hadits ini Nabi Saw ingin menunjukkan betapa tingginya kedudukan bekerja
dalam Islam, sehingga hanya dengan bekerja keras (sunguh-sungguh) suatu dosa bisa dihapuskan
oleh Allah.

Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme adalah pandangan


atau sikap hidup menyendiri di suatu tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan
masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan
perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan
yang menganggap pantang segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka
beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

Nabi Muhammad saw pernah bersabda, bahwa orang-orang yang menyediakan makanan
dan kebutuhan lain untuk dirinya dan keluarganya lebih baik daripada orang yang menghabiskan
waktunya untuk beribadat, tanpa mencoba berusaha mendapat penghasilan untuk dirinya sendiri.
Bekerja adalah hak setiap seorang dan sekaligus sebagai kewajiban.

26
Dalam ekonomi Islam, perspektif kerja dan produktifitas adalah untuk mencapai tiga
sasaran, yaitu :Mencukupi kebutuhan hidup (‫) االشباع‬, meraih laba yang wajar (‫ ) االرباح‬dan
menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiyah ( ‫) االعمار‬

Ketiga sasaran tersebut harus terwujud secara harmonis. Apabila terjadi sengketa antara
pekerja dan pemodal (majikan). Islam menyelesaikannya dengan cara yang baik, yakni ada posisi
tawar-menawar antara pekerja yang meminta upah yang cukup untuk hidup keluarganya dan
tingkat laba bagi pemodal (majikan) un\tuk melanjutkan produksinya.

7. Kepemilikan

Dalam kapitalisme yang menganut asas laisssez faire, hak pemilikan perorangan adalah
absolut, tanpa batas. Terjaminnya kebebasan memasuki segala macam kegiatan ekonomi dan
transaksi menurut persaingan bebas. Sedangkan dalam marxisme, hak memiliki hanya untuk
kaum proleter yang diwakili oleh kepemimpinan diktator. Distribusi faktor-faktor produksi dan
apa yang harus diproduksi, ditetapkan oleh negara. Pendapatan kolektif dan distribusi yang
kolektif adalah ajaran utama, sedangkan hubungan-hubungan ekonomi dalam transaksi secara
perorangan sangat dibatasi.

Berbeda dengan kapitalisme dan sosialisme, dalam ekonomi Islam, pemilikan hakiki
hanya pada Allah. (QS. 24:33). Allah adalah pemilik mutlak (absolut), sedangkan manusia
memegang hak milik relatif, artinya manusia hanyalah sebagai penerima titipan, trustee
(pemegang amanat) yang harus mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Jadi, menurut
ekonomi Islam, penguasaan manusia terhadap sumberdaya, faktor produksi atau asset produktif
hanyalah bersifat titipan dari Allah. Pemilikan manusia atas harta secara absolut bertentangan
dengan tauhid , karena pemilikan sebenar hanya ada pada Allah semata.

Pandangan ini sangat bertolak belakang dengan paham kapitalisme yang menganggap
harta adalah milik manusia itu sendiri, karena manusia yang mengusahakannya sendiri. Untuk
itu, menurut paham ini, manusia bebas menentukan cara mendapatkan dan bebas pula
memanfaatkannya, tanpa perlu melihat halal haramnya.

27
Jika semua sumberdaya di alam semesta ini sebagai milik Tuhan, maka konsekuensinya
adalah setiap individu mempunyai akses yang sama terhadap milik Allah, karena seluruh alam
ini ditundukkan untuk kemaslahatan seluruh manusia. Sedangkan menurut ekonomi
konvensional, usaha mendapatkan kekayaan, pemanfaatannya dan penyalurannya, tunduk pada
wants manusia itu sendiri, tidak tunduk pada ketentuan syari’at dan qaidah-qaidah yang
ditetapkan Allah.

Pandangan Islam tentang harta (sumberdaya) juga berbeda dengan sosialisme yang tidak
mengakui pemilikan individu. Semua adalah milik negara. Individu hanya diberikan sebatas
yang diperlukan dan bekerja sebatas yang dia bisa.

Ekonomi Islam membagi tiga jenis kepemilikan yang harus dibedakan, yakni pemilikan
individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Pemilikan individu diperoleh dari bekerja,
warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar barang temuan dan jual beli. Islam melarang
memperoleh harta melalui cara yang tidak diridhoi Allah dan merugikan pihak lain, seperti riba,
menipu, jasa pelacuran, perdagangan gelap, produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba, judi,
spekulasi valuta asing, spekulasi di pasar modal, money game, korupsi, curang dalam takaran
dan timbangan, ihtikar, dan sebagainya. Oleh karena itu tidak seorang pun dapat dibenarkan
memperoleh pendapatan dari aktivitas yang telah disebutkan di atas.

Sedangkan pemilikan umum adalah barang-barang yang mutlak dibutuhkan manusia


dalam kehidupan sehari-hari dan juga yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti air,
api (bahan bakar, listrik, gas, padang rumput (hasil hutan), minyak, sumber mas dan perak,
barang yang tak mungkin dimilik individu, seperti sungai, danau, jalan, lautan, udara, dan sinar
matahari.

Pengelolaan milik umum hanya dimungkinkan dilakukan oleh negara untuk seluruh
rakyat, dengan cara diberikan cuma-cuma atau harga relatif murah dan terjangkau. Dengan cara
ini, rakyat dapat memperoleh beberapa kebutuhan pokoknya dengan cara yang murah yang
akhirnya akan membawa dampak pada kesejahteran rakyat Jalan tol seharusnya semakin murah
dan akhirnya bisa gratis setelah biaya investor dikembalikan dalam jangka waktu tertentu. Jalan
tol sesungguhnya tidak boleh dibisniskan, karena jalan milik umum. Di negara manapun di dunia

28
ini tarif jalan tol semakin lama semakin murah. Padahal mereka tidak menganut ekonomi
Islamsecara formal. Di Indonesia, kenyataan berbeda kontras. Hal ini jelas tidak seusia dengan
prinsip kepemikian dalam Islam..

Hak milik umum yang telah dikelola oleh negara melalui lembaga atau suatu badan
usaha, menjadi hak milik negara. Air, api, rumput, gas, minyak, yang mulanya merupakan hak
milik umum, apabila dikelola negara (dinasionalisasi), maka statusnya menjadi hak milik negara.
Tetapi pemanfatannya harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara
menyeluruh, bukan hanya untuk segelintir para pejabat yang menguasai perusahaan
BUMN/BUMD tersebut.

8. Kebebasan dan tanggung Jawab

Prinsip kebebasan dan tanggung jawab dalam ekonomi Islam pertama kali dirumuskan
oleh An-Naqvi. Kedua prinsip tersebut, masing-masing dapat berdiri sendiri, tetapi doleh beliau
kedua prinsip tersebut digabungkan menjadi satu. Penyatuan ini dilakukan karena kedua prinsip
itu memiliki keterkaitan yang sangat kuat.

Pengertian kebebasan dalam perekonomian Islam difahami dari dua perspektif, pertama
perspektif teologi dan kedua perspektif ushul fiqh/falsafah tasyri’.

Pengertian kebebasan dalam perspektif pertama berarti bahwa manusia bebas


menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam mengelola sumberdaya alam.
Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri manusia, karena manusia telah
dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang baik dan yang buruk, mana yang maslahah dan
mafsadah (mana yang manfaat dan mudharat).

Adanya kekebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi, implikasinya manusia harus


bertanggung jawab atas segala perilakunya. Manusia dengan potensi akalnya mengetahi bahwa
penebangan hutan secara liar akan menimbulkan dampak banjir dan longsor. Manusia juga tahu
bahwa membuang limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan masyarakat untuk mencuci dan
mandi adalah suatu perbuatan salah yang mengandung mafsadah dan mudharat. Melakukan riba
adalah suatu kezaliman besar. Namun ia melakukannya juga, karena ia harus mempertangung

29
jawabkan perbuatannya i\tu di hadapan Allah, karena perbuatan itu dilakukannya atas pilihan
bebasnya.

Seandainya manusia berkeyakinan bahwa ia melakukan perbuatan itu karena dikehendaki


Allah secara jabari, maka tidak logis ia diminta pertanggung jawaban atas penyimpangan
perilakunya. Jadi makna kebebasan dalam konteks ini bukanlah manusia bebas tanpa batas
melakukan apa saja sebagaimana dalam faham liberalisme. Jadi, kebebasan dalam Islam bukan
kebebasan mutlak, karena kekebasan seperti itu hanya akan mengarah kepada paradigma
kapitalis laisssez faire dan kebebasan nilai (value free).

Kebebasan dalam pengertian Islam adalah kekebasan yang terkendali (al-hurriyah al-
muqayyadah). Dengan demikian, konsep ekonomi pasar bebas, tidak sepenuhnya begitu saja
diterima dalam ekonomi Islam. Alokasi dan distribusi sumber daya yang adil dan efisien, tidak
secara otomatis terwujud dengan sendirinya berdasarkan kekuatan pasar. Harus ada lembaga
pengawas dari otoritas pemerintah -yang dalam Islam- disebut lembaga hisbah.

Kebebasan dalam konteks kajian prinsip ekonomi Islam dimaksudkan sebagai antitesis
dari faham jabariyah (determenisme). Faham ini mengajarkan bahwa manusia bertindak dan
berperilaku bukan atas dasar kebebasannya (pilihannya) sendiri, tetapi atas kehendak Tuhan.
Dalam faham ini manusia ibarat wayang yang digerakkan oleh dalang. Determinisme seperti itu,
tidak hanya merendahkan harkat manusia, tetapi juga menafikan tanggung jawab manusia. idak
logis manusia diminta tanggung jawabnya, sementara ia melakukannya secara ijbari (terpaksa).

Pengertian kebebasan dalam perspektif ushul fiqh berati bahwa dalam muamalah Islam
membuka pintu seluas-luasnya di mana manusia bebas melakukan apa saja sepajang tidak ada
nash yang melarangnya. Aksioma ini didasarkan pada kaedah, pada dasarnya dalam muamalah
segala sesuatu dibolehkan sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya.

Bila diterjemahkan arti kebebasan bertanggng jawab ini ke dalam dunia binsis, khususnya
perusahaan, maka kita aan mendapatkan bahwa Islam benar-benar memacu ummatnya untuk
melakaukan inovasi apa saja, termasuk pengembangan teknologi dan diversifikasi produk.

30
Pertanggungjawaban (masuliayah) yang harus dihadapi manusia di akhirat juga
merupakan konsukensi fungsi kekhalifahan manusia sebagai kahlifah. Dalam kapasitasnya
sebagai khalifah, manusia merupakan pemegang amanah (trustee), karena itu setap pemegang
amanah harus bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan untuknya.

Pertanggung jawaban, accountability atau masuliyah ditekankan dengan perintah dari


Allah melalui istilah hisab atau perhitungan di hari pembalasan. Istilah hisab ditemukan 109 kali
dalam Al-quran dari akar kata hisab (perhitungan), muhasib (penghitungan/akuntan) dan
muhasabah sebagai pertanggungjawaban yang merupakan manifestasi dari perilaku kehidupan di
dunia ini.

Kepercayaan pada hari kiamat memilki peranan penting dalam kehidupan seorang
muslim yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Konsep pertanggungjawaban
sudah diterapkan secara sunnatullah sangat ditekankan dalam Islam, bukan merupakan norma
etika umum atau perundang-undangan negara. Konsep ini mestinya sudah tertanam di masing-
masing indivisu muslim dan tercermin dalam kehidupan masyarakat dan sistem. Tidak hanya
terbatas pada para profesional, akademisi atau pengusaha saja.

Harus pula dipahami bahwa pertangggungjawaban tidak hanya terbatas dalam konsep
eskatologis, tetapi juga mencakup proses praktis di dunia ini. Salah satu contohnya adalah
kemampuan analisis dan sajian ilmiah dalam akuntansi, misalnya apa yang diperintahkan Allah
dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 282, ”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermuamalah tidak secara tunai untktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuslikannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan benar” (QS. 2;282).

9. Jaminan Sosial

Penjelasan sebelumnya telah menjelaskan bahwa Islam menuntut kepada setiap orang
yang mampu untuk bekerja dan bersungguh-sungguh dalam kerjanya, sehingga ia dapat
mencukupi dirinya dan keluarganya. Namun demikian, beberapa anggota masyarakat ada yang
tidak mampu bekerja, sehingga mereka tidak berpenghasilan. Ada juga yang mampu bekerja,
tetapi tidak mendapatkan lapangan kerja sebagai sumber penghasilan mereka dan pemerintah
sendiri tidak mampu untuk mempersiapkan lapangan kerja yang sesuai bagi mereka.

31
Ada pula yang sebenarnya sudah bekerja, hanya saja pemasukan mereka belum
mencukupi standar yang layak, karena sedikitnya pemasukan (income) atau banyaknya keluarga
yang ditanggung atau mahalnya harga barang atau karena sebab-sebab yang lain. Untuk
mengatasi problem tersebut Islam mengajarkan takaful al-ijtima’iy (jaminan sosial), melalui
isntrumen zakat, infak, sedeqah dan wakaf.

Secara hukum dan moral negara bertanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan pokok
masyarakat. Negara pada dasarnya bertanggung jawab secara tidak langsung terhadap
masyarakatnya dan kewajibannya adalah meringankan dan menghapus penderitaan rakyatnya.
Dengan kata lain, negara hanya bertanggung jawab terhadap kebutuhan pokok masyarakat secara
individu apabila individu itu tidak mampu memperoleh kebutuhan pokok tersebut dengan
usahanya sendiri, tetapi dalam keadaan apapun, negara tidak memberikan ”ikan” sepenuhnya
sehingga masyarakat menjadi tidak produktif. Jelas bahwa sistem Islam tidak membiarkan
mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi berupaya mewujudkan bagi mereka kehidupan yang
layak.

10. Nubuwwah

Prinsip ekonomi Islam yang terakhir adalah nubuwwah yang berarti kenabian. Prinsip
nubuwwah dalam ekonomi Islam merupakan landasan etis dalam ekonomi mikro. Prinsip
nubuwwah mengajarkan bahwa fungsi kehadiran seorang Rasul/Nabi adalah untuk menjelaskan
syariah Allah SWT kepada umat manusia.

Prinsip nubuwwah juga mengajarkan bahwa Rasul merupakan personifikasi kehidupan


yang yang baik dan benar. Untuk itu Allah mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai Rasul
terakhir yang bertugas untuk memberikan bimbingan dan sekaligus sebagai teladan kehidupan
(Al-Ahzab : 21). Sifat-sifat utama yang harus diteladani oleh semua manusia (pelaku bisnis,
pemerintah dan segenap manusia) dari Nabi Muhammad Saw, setidaknya ada empat, yaitu
shiddiq, amanah, tabligh dan fatanah.

a. Siddiq, berarti jujur dan benar. Prinsip ini harus melandasi seluruh perilaku ekonomi
manusia, baik produksi, distribusi maupun konsumsi.

32
Pada zamannya, ia menjadi pelopor perdagangan berdasarkan prinsip kejujuran, transaksi
bisnis yang fair, dan sehat, sehingga ia digelar sebagai al-amin. Ia tak segan-segan
mensosialisasikannya dalam bentuk edukasi langsung dan statemen yang tegas kepada para
pedagang. Pada saat beliau menjadi kepala negara, perangkat hukum beserta reward dan
punishment benar-benar ditegakkan kepada para pelaku bisnis yang tidak jujur/benar.

shiddiq dapat dijadikan sebagai modal dasar untk menerapkan prinsip efisiensi dan
efektivitas. Dua prinsip yang oleh Peter Drucker merupakan indikator kesuksesan sebuah
perusahaan.

Dalam dunia perbankan, lembaga keuangan dan bisnis syariah saat ini prinsip shiddiq,
mestinya menjadi sesuatu yang membedakan LKS dan bisnis syariah dengan lembaga keuangan
dan bisnis konvensional, dimana bisnis dalam syariah dilakukan dengan moralitas yang
menjunjung tinggi nilai kejujuran. Dengan ini pengelolaan harta dan dana masyarakat dilakukan
dengan mengedepankan cara – cara yang halal serta menjauhi cara – cara yang meragukan (
syubhat ) terlebih lagi yang bersifat larangan ( haram ).

2. Amanah, berarti dapat dipercaya, profesinal, kredibiltas dan bertangunggung jawab. Sifat
amanah merupakan karakter utama seorang pelaku ekonomi syariah dan semua umat manusia.
Sifat amanah menduduki posisi yang paling penting dalam ekonomi dan bisnis. Tanpa adanya
amanah perjalanan dan kehidupan ekonomi dan bsinis pasti akan mengalami kegalagan dan
kehancuran. Dengan demikian setiap pelaku ekonomi Islam mestilah menjadi orang yang
profesional dan bertanggug jawab, sehingga ia dipercaya oleh masyarakat dan seluruh
pelanggan.

Dalam dunia perbankan dan LKS yang berkembang saat ini sifat amanah menjadi kunci
sukses ekonomi syariah di masa depan. Jika pelaku ekonomi syariah saat ini menciderai gerakan
ekonomi syariah dengan sifat dan praltek non-amanah (seperti tidak profesional, tidak
bertanggung jawab dan tidak kredible, maka selueuh masyarakat akan kehilangan kepercayaan
terhadap lembaga yang bernama ”syariah” tersebut.

3. Tablig, adalah komunikatif, dan transparan, dana pemasaran yang kontiniu. Para pelaku
ekonomi syarah harus memiliki kemampuan komunikasi yang handal dalam memasarkan

33
ekonomi syariah. Dalam mengelola perusahaan, para manajemen harus transparan. Demikian
pula dalam melakukan pemasaran, sosialisasi dan edukasi harus berkesinambungan Dalam
melakukan sosialisasi, sebaiknya tidak hanya mengedepankan pemenuhan prinsip syariah
semata, tetapi juga harus mampu mengedukasi masyarakat mengenai manfaat bagi pengguna
jasa perbankan syariah. Tabligh juga berarti bahwa pengelolaan dana dan keuntungannya harus
dilakukan secara transparan dalam batas – batas yang tidak mengganggu kerahasiaan bank.

4. Fathonah, berarti kecerdasan dan intelektualitas fathanah mengharuskan kegiatan ekonomi


dan bisnis didasarkan dengan ilmu, skills, jujur,benar,kredible dan bertanggung jawab dalam
berekonomi dan berbisnis. Para pelaku ekonomi harus cerdas dan kaya wawasan agar bisnis yang
doijalankan efektif dan efisien dan bisa memenasngkan persaiangan dan tidak menjadi korban
penipuan. Dalam dunia bisnis sifat fatanah memastikan bahwa pengelolaan bisnis, perbankan
atau lembaga bisnis apa saja harus dilakukan secara smart dan kompetitif, sehingga
menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko yang rendah.

34
PRINSIF EKONOMI ISLAM DAN PERBANDINGAN DENGAN
EKONOMI KONVENSIONAL
1. Prinsif Ekonomi Kapitalis (Liberal)

Sistem ekonomi kapitalisme megang peranan utama dalam melaksnakan prinsip


ekonomi, jadi yang memegang inisiatif dalam proses produksi, adalah individu atau
swasta. Pemerintah hanya mempunyai kewajiban menjaga keamanan umum, agar supaya
orang bisa berusaha dan berdagang.

Lahirnya ilmu dan sistem ekonomi liberal dalam pertengahan abad ke-18 itu,
untuk dapat kita nilai sebaik-baiknya, kita harus melihatnya dengan mengambi masa
feodal dan sistem gilda sebagai latar belakang. Dalam sistem berlakunya feodalisme dan
sistem gilda itu, aktivitas ekonomi, sangat dibatasi oleh gilda-gilda atau golongan-
golongan karya (semacam OPS di Indonesia) yang memegang monopoli dari masing-
masing profesi, sedangkan kaum feodal merupakan golongan penghisap rakyat yang
hidup bersenang-senang tanpa mengeluarkan keringat sedikit pun.

Sistem ekonomi liberal bertentangan dengan fitrah manusia. Manusia yang diberi
kebebasan terlalu besar, akan menyalahgunakan kebebasannya itu, yaitu manusia-
manusia yang kuat dan pintar dan yang akalnya tidak dibatasi oleh ajaran-ajaran agama.
Yang kuat dan pintar itu akan memeras yang miskin dan lemah. Di samping kemakmuran
yang tinggi pada golongan yang kecil, terdapat kemiskinan pada golongan yang besar.
Dan meskipun, berkat pengaruh pikiran-pikiran dan cita-cita sosialisme, dalam
masyarakat-masyarakat yang didasarkan kepada kebebasan individu itu lambat laun
perbedaan antara the haves dan the haves not semakin kecil.

2. Prinsif Ekonomi Sosialis


Marxisme telah mengambil sikap bahwa yang memimpin dan memutuskan
persoalan-persoalan ekonomi adalah pemerintah sedangkan individu –individu hanya
menjalankan apa yang dikomandankan oleh pemerintah itu.

35
Di samping itu individu-individu itu juga tidak boleh memiliki apa yang mereka
hasilkan, tetapi hasilnya itu dipandang sebagai hak milik pemerintah, yang
mengumpulkannyha dan membagikannya kepada seluruh rakyat secara adil. Yaitu,
menurut teorinya.
Menurut Marx, prinsip ekonomi itu kalau dan selama dijalankan oleh individu
membawa kepada exploitation de i’homme, pemerasan manusia oleh sesama manusia,
yaitu dari kaum lemah dan miskin yang hanya bisa menjual tenaganya, oleh orang-orang
kapitalis yang menguasai alat-alat produksi, seperti tanah dan mesin-mesin atau pabrik.
Pendek kata, akan muncullah suatu surga di dunia, di mana tidak lagi terdapat
ketamakan dan kerusakan individu, dan manusia menjadi saudara yang sejati bagi sesama
manusia. Di sinilah Marx telah mimpi dan sesat.

3. Prinsif Ekonomi Campuran

Ekonomi campuran merupakan perpaduan konsep antara sistem ekonomi pasar

dengan sistem ekonomi komando, dimana kelemahan-kelemahan dieliminasi pada sistem


ekonomi campuran.

Ciri-Ciri Sistem Ekonomi Campuran

1. Pemerintah aktif dalam kegiatan ekonomi


2. Rencana perekonomian ditetapkan oleh pemerintah yang berlaku kepada pihak swasta
3. Sumber-sumber daya vital dikuasai oleh pemerintah
4. Jenis dan jumlah barang diproduksi ditentukan oleh mekanisme pasar
5. Swasta diberikan kebebasan dalam batas yang telah ditetapkan oleh pemerintah
6. Hak swasta diakui agar tidak mengganggu kepentingan umum.
7. Timbulnya persaingan dengan kontrol langsung dari pemerintah.
8. Campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi yang terjadi di pasar.
9. Pemerintah menyusun perencanaan, peraturan dan penetapan kebijakan dibidang
ekonomi
10. Peran pemerintah dan peran swasta sama.

4. Prinsif Ekonomi Islam

Kalau kita mempelajari Al-qur’an dan Hadis, maka teranglah, bahwa Islam ari
semula meskipun mengakui motif laba, mengikat motif itu kepada syarat-syarat moral,

36
sosial dan temperance (pembatasan diri). Sehingga kalau ajaran Islam itu dilaksnakan
pemakaian motif laba oleh orang seorang atau individu tidak akan membawa kepada
individualisme yang ekstrem, yang hanya ingat akan kepentingan diri tanpa memedulikan
masyarakat. Sebaliknya, aturan-aturan moral dan sosila tidak dilupakan begitu rupa,
sehingga individu hanya berusaha untuk masyarakat dan bekerja dibawah pimpinan
pemerintah.

Sistem ekonomi Islam ini, jika diikuti dan dilaksanakan, merupakan suatu
imbangan yang harmonis antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat.
Untuk menyipulkan, dapat kita katakan pprinsif ekonomi berlaku pula bagi kaum
Muslimin. Tetapi kekuatannya dibatasi oleh larangan-larangan Allah dan suruhan-
suruhanNya, larangan berbuat batil, memakan riba dan main judi, dan suruhan berbuat
baik dan membayar zakat.23

2323
Sjafruddin Pra Wiranegara, Ekonomi dan Keuangan makna Ekonomi Islam (Jakarta, PT Gita Karya,
1988), Cet. Ke-1, hlm. 260.

37
NILAI DASAR EKONOMI ISLAM

A. Nilai Dasar Kepemilikan

Konsep kepemilikan dalam islam tidak sama dalam konsep kepemilikan dalam faham
liberalisme-kapitalisme maupun sosialisme. Dalam faham liberalisme- kapitalisme, seperti yg di
kemukakan Jhon Lock " setiap manusia adalah tuan serta penguasa penuh atas keperibadiannya, atas
tubuhnya dan atas tenaga kerja yang berasal dari tubuhnya".

Jadi dengan demikian konsep konsep kepemilikan dalam faham liberalisme-kapitalisme adalah
bersifat absolut. Di dalam faham sosialisme adalah sebaliknya, Orang seseorang tidak di perkenankan
untuk memiliki" kapital atau modal, sebab yang memiliki kapital dengan sendirinya memiliki juga
sarana - sarana produksi".

Tuhan telah menyatakan bahwa seluruh yang ada di langit dan yang ada di bumi adalah milik
Allah SWT.
Dalam: Surah Al-Baqoroh ,ayat: 107

     


   
      
 
38
Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi adalah kepunyaan Allah? dan
tiada bagimu selain Allah seorang pelindung maupun seorang penolong.

Di dalam ayat ini menjelaskan bahwa segala apa yang ada di alam ini dan apa yang ada di dalam
manusia itu sendiri adalah milik Allah SWT.dan kepemilikan yang ada pada manusia adalah hanya
kepemilikan dalam pengelolaannya.

Ini sesuai dengan pendapat Adnan Khalid al-Turkmani, yang mengatakan " Sesungguhnya harta
adalah milik Allah dari perspektif ijadiah (pengadaannya) dan milik manusia dari perspektif
pendayagunaannya"

Jadi dengan demikian dapat kita dipahami bahwa konsep kepemilikan islam adalah tidaklah
termasuk dalam zatnya saja, tetapi kepada mamfaatnya ". kepemilikan dalam manusia bersifat
amanah dari tuhan yang maha esa yang harus di hormati. Dan sedangkan kepemilikan dalam islam
itu sendiri terbagi bermacam - macam. ada kepemilikan oleh peribadi, kepemilikan bersama dan
kepemilikan oleh negara. tetapi yang paling di garis bawahi adalah "masing - masing dari
kepemilikan tersebut tidak bersifat mutlak, tetapi terkai dengan penciptaan kemaslahatan umum dan
usaha untuk menghalangi terjadinya kemudharatan.

di dalam Al Qur'an di sebutkan dalam Surah Adz-Dzâriyât (51): 19

    

Dipalingkan daripadanya (Rasul dan Al-Quran) orang yang dipalingkan.

Dan di dalam hak yang membuat / membentuk kepemilikan tersebut yaitu terbagi tiga:

1. Hak Allah SWT.


2. Hak jamaah.
3. Hak pribadi atau individu.

Dan dari ketiga hak tersebut terlihat jelas dalam perintah zakat. di mana dalam pengeluaran zakat
maka seseorang telah memberikan dan mengeluarkan hak yang bukan haknya.

39
Tetapi meskipun demikian , hal itu tidak berarti bahwa dia sudah bebas berbuat apa saja dengan
harta yang dia miliki. tetapi harus di gunakan dengan sebaik baiknya dan tidak boleh menghambur -
hamburkannya.24

B. Nilai Dasar Kebebasan Ekonomi Islam

Dalam sistem ekonomi sosial tidak mengenal kebebasan individual ,karena segala sesuatunya di
atur dan di tentukan oleh negara secara sentralistis.

Sedangkan dalam sistem ekonomi liberialisme , kapitalisme masalah kebebasan orang per orang
sangat mendapatkan tempat yg terhormat, bahkan negara tidak boleh ikut campur dalam urusan m
ereka termasuk dalam bidang ekonominya

Di dalam sistem ekonomi islam , Dalam islam masalah kebebasan ekonomi adalah tiang pertama
dalam dalam strruktur pasar islam.Kebebasan di dasarkan atas ajaran- ajaran fundamental islam atau
dengan kata lain nilai dasar kebebasan ini merupakan konsekuensi logis , dari ajaran tauhid dimana
dengan pernyataan tidak ada tuhan selain allah, artinya manusia terlepas dari ikatan perbudakan baik
oleh alam maupun oleh manusia sendiri.

C. Konsep Nilai Keadilan Ekonomi Islam

Plato mendefinisikan keadilan sebagai sebuah keutamaan yang paling tinggi di lihat dari
kondisi yang wajar yang meniscayakan terhimpunnya makna-makna kebijaksanaan ( al-hikmah) ,
keberanian
(al-siyasiyah) , dan keterpeliharaan (aliffah). Bagi plato menyamakan semua orang itu tidak adil.
Karna menurutnya setiap orang itu tidak memiliki bakat dan kemampuan serta bawaan yang sama.
Aristoteles mendefinisikan keadilan adalah nilai keutamaan , bukan keutamaan yg mandul
dan bukan pula semata mata bersifat individual keadilan harus mempunyai efek dan implikasi
kepada yang lain .

• 24
Kepemilikan adalah suatu ikatan seseorang dengan hak miliknya yang disahkan Syari’ah. Kepemilikan
berarti pula hak khusus yang didapatkan si pemilik sehingga ia mempunyai hak menggunakan sejauh tidak
melakukan pelanggaran pada garis-garis Syari’ah

40
Oleh karna itu keadilan menurutnya adalah berisi suatu unsur kesamaan dan menuntut bahwa
benda - benda yang ada di dunia ini di bagi secara rata yang pelaksanaannya di kontrol oleh hukum.
Dalam sistem liberialisme-kapitalisme sesuatu itu dikatakan adil kalau seandaynya masalah
ekonomi itu penyelesaiannya di serahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar .
ini artinya sebuah proses ekonomi di katakan adil bila mana pemerintah tidak ikut campur tangan di
dalamnya dan di serahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar yang ada
Bagaimana konsep keadilan dalam islam ?
Kata adil dengan segala derivasinya di sebutkan dalam al-quran sekurang kurang nya ada
sebanyak 28 kali. Ini menunjukkan bahwa masalah keadilan dalam islam menempati posisi yang
sangat vital dan fundamental.

Firman allah dalam surat an-nahl ayat 90 :


    
  
  
 
   
 
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada
kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Prinsip Keadilan (‘Adalah) harus terhindar dari unsur:

1. Riba (unsur bunga dalam segala bentuk dan jenisnya, baik riba nasiah maupun fadhl);

2. Kezaliman (unsur yang merugikan diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan);

3. Maysir (unsur judi dan sifat spekulatif);

4. Gharar (unsur ketidakjelasan); dan

5. Haram (unsur haram baik dalam barang maupun jasa serta aktivitas operasional yang terkait).

D. Konsep Nilai Dasar Kebersamaan

41
Dalam sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme lebih menekankan penghormatan terhadap
individu secara brlebihlebihan.dalam asumsi mereka bila setiap individu sudah sejahtera maka
masyarakatnya otomatis akan sejahtera. Pendapat itu berdasarkan dari pemikiran “Adam Smith” yang
menyatakan :“terdapat hubungan yang simetris antara kepentingan pribadi dan public.”
Dalam sistem ekonomi sosialisme, Sistem ini lebih mementingkan nilai kebersamaan dan
persaudaraan antara sesama manusia dari nilai – nilai individualisme. Di dalam sistem ini terletak pada
penghormatannya terhadap nilai – nilai kebersamaan ini terlalu berlebih – lebihan sehingga
mengorbankan sisi – siindividualisme atau pribadi.Dan akibatnya orang perorang tidak mendapatkan
tempat dalam sistem ini.
Dalam sistem ekonomi Islam adalah prinsip tauhid yang di bawa islam yang mengajarkan tiada
tuhan selain Allah. Memiliki persamaan antara manusia bahwa setiap manusia adalah bersumber dari satu
yaitu : Allah SWT. Dengan kata lain di dalam islam tidak ada perbedaan sosial atas warna kulit, dan ke
adaan fisik, mereka ada lah sama semua milik Allah SWT. Jadi dengan konsep kebersamaan yang di
bawa islam telah menciptakan konsep baru dalam sistem demokrasi, yang tidak sama dengan demokrasi
barat. Bila demokrasi barat hanya mengaitkan konsep persamaan tersebut hanya di depan hukum. Tetapi
di dalam islam manusia sama di depan tuhan. Jadi, arti demokrasi di dalam islam tidaklah hanya
bernuansa insaninyah(kemanusiaan) tetapi juga bernuansa ilahiyyah (ketuhanan).

42
NILAI-NILAI INSTRUMENT SISTEM EKONOMI ISLAM
1. Perintah zakat
Zakat secara bahasa adalah pensucian dan pertumbuhan (perkembangan). Allah SWT
berfirman :
    
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. (As-Syams : 9)

Sedangkan menurut syara adalah penyerahan (pemindahan) pemilikan tertentu


kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat-syarat tertentu pula. Ini berarti
bahwa orang-orang yang memiliki nisab zakat wajib memberikan kadar tertentu dari
hartanya kepada orang-orang miskin dan yang semisal dari mereka yang berhak menerima
zakat.25

2. Pelarangan riba
Riba ( ‫الربا‬ ّ
ّ ) secara bahasa berarti, ziyadah ( ‫الزيادة‬-tambahan). Secara linguistik,
riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba adalah
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil.

   


  
   
  

130. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat
ganda [228]] dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.

[228] Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi'ah. menurut sebagian besar ulama
bahwa Riba nasi'ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua
macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang
yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis,

25
Abdurrahman Al-Jaziri, Fiqh Empat Madzhab (Cairo, Mathba’ah Al-Istiqamah, 1996), Cet. Ke-3, hlm. 95.

43
tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian,
seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang
dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam
masyarakat Arab zaman jahiliyah.26

3. Peran Negara

Sejarah mengenai peran yang bisa dilakukan oleh negara dalam bidang ekonomi bisa
dilihat antara lain dari sejarah perekonomian. Ilmu ekonomi klasik yang mendasarkan diri
pada keyakinan akan paham serba bebas (laissez faire) memberikan batasan dan peran yang
jelas bagi pelaku ekonomi (masyarakat) dan negara. Dalam hal ini paham Laissez Faire
meyakini bahwa pemberian kebebasan secara penuh kepada setiap individu akan mampu
membawa ke kemakmuran masyarakat.27

Pada dasarnya peran pemerintah dalam perekonomian yang Islami, memiliki dasar
rasionalitas yang kokoh. Dalam pandangan Islam, peran pemerintah didasari oleh beberapa
argumentasi, yaitu :

a. Derivasi dari konsep kekhalifahan,


b. Konsekuensi adanya kewajiban-kewajiban kolektif (fard al-kifayah), serta
c. Adanya kegagalan pasar dalam merealisasikan falah.

Pemerintaha adalah pemegang amanah Allah untuk menjalankan tugas-tugas kolektif


dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan (al-adl wal ihsan) serta tata kehidupan yang
baik (hayyah thayyibah) bagi seluruh umat. Jadi, pemerintah adalah agen dari Tuhan, atau
khalifatullah, untuk merealisasikan falah. Sebagai pemegang amanah tuhan, eksistensi dan
peran pemerintah ini memiliki landasan yang kokoh dalam Alquran dan Sunnah, baik secara
eksplisit maupun implisit.28

4. Mekanisme pasar

26
QS. Ali Imran ayat 130
27
M. Ismail Yusanto, M.Arif Yunus, Pengantar ekonomi Islam (Bogor, Al-Azhar Press, 2009), hlm. 314
28
S. Abul Ala Moududi, Mashiat-e Islam, 4th ed. Lahore: Islamic Publication Ltd. 1997, hlm. 231.

44
Tercapainya keseimbangan dalam masyarakat merupakan hasil dari bekerjanya
mekanisme pasar. Mekanisme pasar pada dasarnya merupakan “kegiatan” tarik-menarik
antara “pengguna” dengan “pemasok”, antara kekuatan demand (permintaan) dan supply
(penawaran), antara produsen dan konsumen, antara pihak yang memerlukan dengan pihak
yang diperlukan. Tarik menarik antara dua kekuatan di atas akan menentukan kuantitas dan
harga yang terjadi di pasar. Karena percaya akan kemampuan dari mekanisme pasar, maka
kepada pemerintah diharapkan untuk do nothing, jangan melakukan apa-apa dengan
mencampuri (intervensi) bekerjanya mekanisme pasar.29
Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah dan telah
berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada kedudukan yang
pentingdalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin
menunjukan adanya peranan pasar yang besar.
1) Mekansime pasar menurut Abu Yusuf (731 – 798 M)

Masyarakat luas pada masa itu memahami bahwa harga suatu barang hanya
ditentukan oleh jumlah penawarannya saja. Dengan kata lain, bila hanya tersedia sedikit
barang, maka harga akan mahal, sebaliknya jika tersedia banyak barang, maka harga akan
murah. Mengenai hal ini Abu Yusuf dalam kitab Al-Kharaj (1997) mengatakan, “Tidak ada
batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan.Hal tersebut ada yang
mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan,
demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan
ketentuan Allah (sunnatullah). Kadang-kadang makanan sangat sedikit, tetapi harganya
murah.” Pernyataan ini secara implisit bahwa harga bukan hanya ditentukan oleh penawaran
saja, tetapi juga permintaan terhadap barang tersebut.

2) Mekanisme Pasar Menurut Ibn Khaldun (1332-1383 M)

Pemikiran Ibn Khaldun tentang pasar termuat dalam buku yang monumental, Al-
Muqadimah, terutama dalam bab “Harga-harga di kota-kota” Prices in Towns). Menurutnya,
jika suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, maka harga barang-
barang pokok akan menurun sementara harga barang mewah akan menaik. Hal ini disebabkan

29
Ibid, hlm. 314

45
oleh meningkatnya penawaran bahan pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini
sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan diprioritaskan.
Sementara itu, dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan peningkatan
permintaan barang mewah ini. Di sini, Ibn Khaldun sebenarnya menjelaskan pengaruh
permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga. Secara lebih rinci ia juga menjelaskan
pengaruh persaingan diantara para konsumen dan meningkatnya biaya-biaya akibat
perpajakan dan pungutan-pungutan lain terhadap tingkat harga.30

5. Jaminan social
Al-qur’an telah memberikan sinyal bagi manusia untuk memiliki rasa peduli dan
tolong-menolong kepada sesamanya. Seperti dalam ayat berikut:

“ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi yang lainnya. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka
taat kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. At-Taubah: 71)

Dari ayat tersebut, jelas sekali bahwa seorang muslim tidak boleh hanya
mementingkan kepentingannya sendiri dan mengabaikan kepentingan orang lain. Tidak
ada seorang individu pun yang terancam eksistensi jiwanya karena kekurangan atau
kemiskinan dalam masyarakat Islam.

Komponen nilai instrumental jaminan atau pengeluaran sosial, menurut AM.


Saefuddin, terdapat dalam prinsip-prinsp yang telah digariskan oleh agama, yaitu :

1. Keuntungan dan beban sebanding dengan manfaat.


2. Tidak ada saling membebankan kerusakan atau biaya-biaya eksternal.
3. Manfaat dari segala sumber harus dapat dinikmati oleh semua makhluk-makhluk
Allah.

30
Pusat Pengkajian dan pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,
Ekonomi Islam (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm. 304.

46
4. Pemerintah harus menyediakan uang untuk menjamin kesejahteraan sosial dan
pertumbuhan ekonomi.
5. Pengeluaran sosial adalah hak sah dari orang-orang miskin dan malang.
6. Kesearahan arus pengeluaran sosial dari pihak yang kaya kepada yang miskin.
7. Kesanggupan membayar sesuai kemampuan untuk tujuan-tujuan bermanfaat.
8. Prioritas untuk memenuhi tujuan bermanfaat dan penting bagi masyarakat.
9. Surplus pendapatan dan kekayaan sebagai dasar perhitungan tagihan untuk tujuan
bermanfaat dan pengeluaran pribadi.
10. Tingkat pengorbanan dari pengeluaran sosial.
11. Makin besar surplus, makin tinggi angka pertumbuhan marginal dari pengeluaran
sosial.
12. Mengeluarkan tenaga dan modal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat adalah
alasan hidup seorang muslim.
13. Mengorbankan jiwa dan tenaga untuk tujuan sosial sebagai pengganti pengorbanan
uang.
14. Kebijaksanaan yang konsisten dengan cita-cita pemerataan pendapatan dan kekayaan
secara adil dalam rangka stabilisasi ekonomi dan pengalokasian dana.
15. Pihak-pihak yang berhak mendapat jaminan sosial.
16. Motif dan pembenaran terhadap pengeluaran sosial.

Dari penjelasan di atas sangat nyata terlihat bahwa seorang individu dalam Islam
mempunyai kewajiban-kewajiban individual terhadap yang individu lainnya. Islam pun
mengajarkan tentang konsep kewajiban-kewajiban kolektif atau yang biasa disebut
fardhu kifayah. Konsep ini menuntut setiap individu untuk bertanggung jawab selama
kebutuhan tidak terpenuhi. Namun, jika telah dilaksanakan oleh beberapa orang, maka
gugurlah kewajiban-kewajiban tersebut.

6. Kerjasama ekonomi
Monzer Kahf menyatakan bahwa “Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas,
tetapi kebebasannya lebih banyak ditunjukkan dalam bentuk kerjasama dari pada bentuk
kompetisi (persaingan)”.

47
Sesuai dengan hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial, maka kerja sama
adalah hal sangat yang dibutuhkan. Apa jadinya jika seorang individu atau masyarakat
hidup tanpa bantuan orang lain. Seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun, “ setiap individu
tidak dapat dengan sendirinya memperoleh kebutuhan hidupnya. Semua manusia harus
bekerja sama untuk memperoleh kebutuhan hidup di dalam peradabannya.”
Islam sangat menegaskan masalah kerjasama. Seperti firman Allah berikut:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’aar-syi’ar Allah, dan
janganlah kamu melanggar kehormatan bulan-bulan haram, janganlah mengganggu
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaaid, dan jangan pula mengganggu
orang-orang yang mengunjungi baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhoan
Tuhannya, dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu.
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-
halangi kamu dari masjidil haram mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka).
Bekerjasama dan saling tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan janganlah kamu
bekerjasama dan tolomg menolong dalam hal dosa dan permusuhan” (Qs. 5: 2)
AM. Saefuddin kembali mengutarakan implikasi dari kerjasama ekonomi ini
adalah “ tentu saja dalam pengambilan keputusan harus dilakukan secara musyawarah
untuk memperjuangkan kepentingan bersama di bidang ekonomi, kepentingan Negara
dan kesejahteraan umat”.
Jika hal tersebut sanggup terlaksanakan, akan ada makna yang sangat besar untuk
mendorong terciptanya kerja-kerja produktif sehari-hari di tengah-tengah masyarakat.
Karena, hal yang pada awalnya tidak bisa dilakukan, namun karena dikerjakan bersama-
sama dapat terwujud. Kemudian kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Kesenjangan
sosial, penindasan ekonomi dan distribusi kekayaan yang tidak merata mampu dicegah.

48
AKTIVITAS EKONOMI ISLAM

1. Produksi

Produksi adalah suatu proses atau siklus kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang
atau jasa tertentu dengan memanfaatkan sektor-sektor produksi dalam waktu tertentu, dengan ciri
utama : Kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) untuk memaksimumkan keuntungan.

Al Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al Qur’an


menekankan manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai
hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenagakerja yang dikeluarkan untuk memproduksi
barang tersebut dianggap tidak produktif.

Namun demikian, Al Qur’an memberi kebebasan yang luas bagi manusia untuk berusaha
memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi dalam menuntut kehidupan ekonomi. Dengan
memberikan landasan rohani bagi manusia sehingga sifat manusia yang semula tamak dan
mementingkan diri sendiri menjadi terkendali.

Keinginan yang tidak terbatas untuk selalu dipenuhi dan memuaskan kehendak pada
manusia semakin lama akan semakin tinggi. Karena itu jika tidak terdapat arahan yang baik,
hal itu akan mendorong manusia melakukan kerusakan di muka bumi, seperti yang terjadi
saat ini. Al-Qur’an memberikan pandangan hidup yang seimbang. Di satu sisi Islam
membantu pertumbuhan yang sehat dan mulia bagi masyarakat. Di sisi lain Islam
memberi rangsangan terhadap adanya aktivitas produktif. Karena itu Islam membuka
kesempatan bagi riset dan penelitian yang sekiranya dapat meningkatkan kesejahteraan manusia.

2. Konsumsi

Pengertian konsumsi secara umum diformulasikan dengan “Pemakaian dan penggunaan


barang-barang dan jasa, seperti pakaian, alat-alat hiburan, media informasi dll. Tujuan memenuhi
kebutuhan baik jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi

49
kemanusiaannya sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat
(falah).

Perilaku konsumsi (Dr. Yusuf Qardhawi ) zakat dan sedekah merupakan bagian dari
konsumsi dalam Islam. Pendekatan pendapatan dalam Islam dapat dirimuskan : Y= (C+Zakat) +
S Kekayaan atau harta dalam Islam merupakan amanah Allah, yang harus dibelanjakan secara
benar, yaitu seimbang dan adil, tidak boros, tidak kikir, dan tidak pula mubazir. Harta yang
dimiliki tidak semata-mata untuk dikonsumsi, tetapi juga untuk kegiatan sosial seperti zakat,
infaq dan sedekah.

3. Distribusi Kekayaan dan Pendapatan Ekonomi Islam

Distribusi dalam konteks konvensional adalah Distribusi adalah kegiatan menyalurkan


atau menyebarkan produk barang atau jasa dari produsen kepada konsumen pemakai.
Perusahaan atau perseorangan yang menyalurkan barang disebut distributor. Sedangkan
Distribusi di ungkapkan dalam Al-Qur’an dengan istilah ‘’dulah”,yang artinya adalah peredaran.
Adapun prinsip utama dalam konsep distribusi menurut pandangan Islam ialah peningkatan dan
pembagian bagi hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, sehingga kekayaan
yang ada dapat melimpah dengan merata dan tidak hanya beredar di antara golongan tertentu
saja.

Kekayaan menurut Armour didefinisikan sebagai kekayaan umum masyarakat,


nasional.Kekayaan konteks peradaban didefinisikan sebagai penguasaan komunitas atas barang.
Kekayaan menurut Islam disebut maal. Seluruh bentuk maal di alam semesta menurut Islam
adalah milik Allah SWT. Manusia diberi sebagian dari harta milik Allah dan dengan
tanggungjawab itu manusia diwajibkan menafkahkan hartanya sesuai ketentuan Allah agar
mendapat ketenangan dan pahala (batin). Allah akan memberi amanah hak penguasaan atas
kekayaan kepada manusia, setelah manusia memanifestasikan keimanan dalam bentuk
ketundukan kepada-Nya dan kreativitas keterwakilan di alam semesta.

Teori distribusi kekayaan dalam ekonomi konvensional adalah teori yang menjelaskan
tentang cara-cara pendapatan dan kekayaan didistribusikan dalam suatu perekonomian.
Termasuk didalamnya masalah alokasi faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal)
dan harga yang diterima faktor-faktor tersebut di pasar. Konsep yang di teliti adalah pendapatan

50
(arus upah, gaji, pengembilan dari barang yang tak bergerak dan transfer yang di terima dalam
suatu periode) dan kekayaan. Sedangkan dalam ekonomi islam konsep dari distribusi kekayaan
berjalan pada dua tingkatan, yang pertama adalah distribusi sumber-sumber produksi dan yang
kedua adalah distribusi kekayaan produktif. Sebagai sumber-sumber produktif adalah terkait
dengan tanah, bahan-bahan mentah, alat-lat dan mesin yang dibutuhkan untuk memproduksi
beragam barang dan komoditas. Sedangkan yang termasuk dengan kekayaan produktif hasil dari
proses pengolahan atau hasil dari aktivitas produksi melalui kombinasi sumber-sumber produsi
yang di hasilkan manusia melaui kerja.

Objek dari distribusi kekayaan menurut Islam ada tiga bentuk:

a. Pembentukan sistem ekonomi praktis.

b. Mengaktifkan setiap orang untuk mendapatkan apa yang menjadi haknya.

c. Penghapusan konsentrasi kekayaan.

prinsip pengaturan distribusi kekayaan dalam sistem kekayaan dalam sistem kehidupan
islam. Kekayaan harus di bagi kesemua golongan masyarakat dan seharusnya tidak menjadi
komditi di antara golongan kaya saja. Selanjutnya langkah yang di ambil untuk membagai
kekayaan pada masyarakat melalui kewajiban mengeluarkan zakat, infak dan pemberibantuan
kepada orang miskin dan yang menderita akibat pajak negara.

Menurut Baqir As-Sadr untuk mewujudkan agar distribusi kekayaan iitu merata maka ada
beberapa langkah yang dilakukan yaitu :

a. Mengganti istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti bahwa selaras,
setara dan seimbang.

b. Menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Assunnah.

Menurut Zakiyuddin Baidhawy dalam bukunya Rekonstruksi Keadilan menawarkan


skema distribusi pendapatan dan kekayaan menurut kerangka Al-Qur’an yaitu:

a) Menghadiahkan surplus pemanfaatan modal

51
b) Sistem warisan kekayaan

c) Zakat

d) Waqaf

e) Pemberian atau hadiah

f) Al-Fay’

g) Rampasan perang

h) Barang temuan.

Dalam Islam sudah begitu jelas cara pandangnya sesuai dengan definisi fungsi harta yang
diberikan Allah SWT di dalam ayat Al Qur’an, yaitu:
 
    
    
   
4. berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
dengan penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

[267] Pemberian itu ialah maskawin yang besar kecilnya ditetapkan atas persetujuan kedua
pihak, karena pemberian itu harus dilakukan dengan ikhlas.31

31
QS. An-Nisa ayat 4

52
LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN ISLAM
1. Perbankan Islam
Berkembangnya bank-bank dengan landasan syari’ah Islam diberbagai negara pada
dekade 1970-an, berpengaruh pula ke Indonesia. Pada awal 1980-an, diskusi mengenai
bnak syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Sejumlah ttokoh yang terlibat
dalam diskusi itu antara lain : Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam rahardjo, A.M.
Saefuddin, M. Amin Azis, dan beberapa tokoh lainnya (Antonio, 2001).
Namun perkara lebih khusus untuk mendirikan bank Islam baru dilakukan pada
1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) setelah melalui satu loka karya, akhirnya
membentuk satu kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI. Tim itu bertugas
melakukan pendekatan dn konsultasi dengan semua pihak terkait. Hasil tim kerja tersebut
akhirnya melahirkan Bank Mualamat Indonesia. Akte pendirian bank itu ditandatangani
10 November 1991. Namun pada tanggal 1 Mei 1992 Bank Muamalat Indonesia mulai
beroperasi dngan modal awal sekitar 106 miliar. Cerita selanjutnya sampai pada
perkembangan di masa kini bisa dilihat pada pendahuluan laporan ini.
Ada sejumlah perbedaan yang mendasar antara bvank syariah dengan bnak
konvensional. Perbedaan itu menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang
dibiayai, dan lingkungan kerja.
1) Aspek Legalitas

Diperbankan syariah, akad yang dilakukan memiliki dimensi duniawi karena


berlandaskan hukum Islam.

Rukun : adanya penjual, pembeli, barang, harga, dan ijab kabul.

Syarat : barang dan jasa harus halal, harga harus jelas, tempat penyerahan harus jelas,
barang yang ditransaksikan harus sepenuhnya dalam kepemilikan.

2) Lembaga penyelesaian sengketa

Berbeda dengan bank konvensional, jika pada perbankan syariah terdapat


perselisihan, penyelesaiannya tidak dilakukan di Pengadilan Negeri melainkan sesuai tata

53
cara dan hukum materi syariah. Lembaga yang mengatur hukum materi berdasarkan
prinsif syariah dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamala Indonesia atau BAMUI.
Lembaga ini didirikan oleh Kejaksaan Agung RI dan Majelis Ulama Indonesia.

3) Struktur organisasi

Sebenarnya struktur organisasi bank syariah dengan bank konvensional secara


garis besar sama saja. Yakni ada komisaris dan direksi beserta perangkat pendukung di
bawahnya. Namun ada satu yang membedakan yakni keharusan adanya Dewan pengawas
Syariah (DPS) di bank syariah. DPS bertugas mengawasi operasional bank dan produk-
produknya agar tidak menyimpang dari garis-garis syariah.

4) Pembiayaan

Perbedaan pokok antara perbankan syariah dengan konvensional dalam


pembiayaan adalah adanya larangan riba (bunga) pada perbankan syariah. Prinsif utama
yang dianut bank-bank Islam adalah (Arifin, 1999):

a. Larangan riba dalam berbagai bentuk transaksi.


b. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada memperoleh
keuntungan yang sah secara syariah
c. Memberikan zakat

2. Asuransi Islam

Asuransi Syariah di Indonesia dipelopori oleh PT Asuransi Takaful Indonesia yang


berdiri pada tahun 1994. Perusahaan asuransi yang berlandaskan ajaran Islam ini berdiri atas
prakarsa sejumlah cendekiawan Muslim, PT Bank Muamalat, Syarikat Takaful Malaysia
Sdn.Bhd., para pengusaha muslim, an praktisi asuransi.

Perbedaan Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syariah

Perbedaan utama terletak pada prinsif dasarnya. Asuransi syariah menggunakan


konsep takaful, bertumpu pada sikap saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan
(wataa’wanu alal birri wattaqwa) dan tentu saja memberi perlindungan (at-ta’lim). Satu sama

54
lain saling menanggung musibah yang dialami peserta lain. Allah SWT berfirman, “Dan
saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong-
menolong dalam dosa dan permusuhan.”

Sedangkan pada asuransi konvensional dasar kesepakatannya adalah jual beli.


Perbedaan yang nyata juga terdapat pada investasi dananya. Pada takaful, investai dana
didasarkan sistem syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah), sedangkan pada asuransi
konvensional tentu saja atas dasar bunga atau riba (Advertorial Takaful, Republika, 22 Juli
2002).

3. Sukuk

Sukuk juga dikenal dengan onligasi Syariah, pada prinsifnya sukuk atau obligasi
syariah adalah surat berharga sebagai instrumen investasi yang diterbitkan berdasar suatu
transaksi atau akad syariah yang melandasinya (underlying transaction), yang dapat berupa
ijarah (sewa), mudarabah (bagi hasil), musyarakah atau yang lain. Sukuk yang sekarang
sudah banyak diterbitkan adalah berdasarkan akad sewa (sukuk al-ijarah), dimana hasil
investasi berasal dan dikaitkan dengan arus pembayaran sewa aset tersebut. Meskipun
pemikiran, sukuk dapat pula diterbitkan berdasar akad syariah yang lain.

4. Pasar Modal Islam

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan
jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk utang (obligasi) maupun
modal sendiri (saham).Kegiatan pasar modal di Indonesia diatur dalam UU No. 8 tahun 1995
(Undang-undang Pasar Modal/ UUPM)

Kegiatan Pasar modal di Indonesia dapat dilakukan dengan prinsif-prinsif syariah


dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsif syariah (konvensional).

Prinsif pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal konvensional.
Sejumlah instrumen syari’ah di pasar modal sudah dikenalkan kepada masyarakat, misalnya

55
saham syariah yang tergabung dalam Jakarta Islamic Index (JII), obligasi syariah dan reksa
dana syariah.32

5. Koperasi dan Baitul Mal wa Tamwil (BMT)


1) Lembaga Koperasi Syari’ah

Koperasi merupakan badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsif koperasi sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berasakan kekeluargaan. Lebih spesifik lagi, koperasi adalah badan usaha
yang anggotanya terdiri atas orang-orang yang mempunyai tujuan yang sama, dimana
modal diperoleh dari simpanan wajib dan simpanan sukarela para anggotanya. (Ahmad
Ifham : 421).

Tuhuh Prinsif yang sudah melekat pada sifat koperasi, yakni :

1. Keanggotaan sukarela dan terbuka


2. Pengendalian oleh anggota secara demokratis, dimana para anggota memiliki hak
suara yang sama (one man one vote), baik laki-laki maupun perempuan yang
dipilih sebagai wakil anggota bertanggung jawab kepada rapat anggota.
3. Partisipasi ekonomi anggota
4. Otonomi dan kemandirian, apabila koperasi melakukan perjanjian dengan pihak
lain terkait sumber modal, maka koperasi harus melakukan jaminan pengawasan
dan mempertahankan ekonomi mereka.
5. Pendidikan, pelatihan dan informasi.
6. Kerjasama diantara koperasi
7. Kepedulian terhadap komunitas, yaitu melakukan kegiatan untuk pengembangan
masyarakat sekitar secara berkelanjutan. (Ahmad Ifham : 423) dan (Hendrojogi :
35).

Peranan Koperasi Syari’ah

32
Mustafa Edwin Nasution, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad Arief Mufraeni, Bey Sapta Utama,
Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 291.

56
Koperasi syari’ah sebagai lembaga ekonomi umat mempunyai kewajiban untuk
mensosialisasikan prinsif-prinsif syari’ah dalam ekonomi. Seperti, kekayaan adalah
amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapa pun secara mutlak, manusia
diberi kebebasan bermuamalah selama bersama dengan ketentuan syariah, manusia
sebagai khalifah Allah dan pemakmur di muka bumi, menjunjung tinggi keadilan serta
menolak setiap bentuk ribawi dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang
saja sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Hasyr : 7.

    


    
  
  
    
   
   
   
     
 

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta
benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara
kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat
keras hukumannya.

2) Baitul Mal wa Tamwil (BMT)


Baitul Mal wa Tamwil (BMT) merupakan lembaga ekonomi atau keuangan
syariah non bank yang sifatnya informal karena lembaga ini didirikan oleh kelompok
swadaya masyarakat sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan

57
usaha-usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan
kualitas ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dalam upaya pengentasan kemiskinan
(Amir Mu’alim, 2006). Istilah BMT berasal dari dua suku yaitu Baitul Mal dan Baitul
Tamwil. Istilah Baitul Mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau
rumah, sedangkan al-mal berarti harta benda dan kekayaan. Jadi secara harfiyah, baitul
mal berarti rumah kekayaan.33 Sementara Heri Sudarsono (2007) dalam bukunya Bank
dan Lembaga Keuangan Syariah mendefinisikan BMT ke dalam 2 fungsi utama :
a. Bait al-mal sebagai lembaga yang mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan
penyaluran dana yang non profit, sepertihalnya zakat, infaq dan sadaqoh.
b. Bait at-tamwil sebagai lembaga yang mengarah pada usaha pengumpulan dan
penyaluran dana komersial.

BMT

Baitul Mal Baitul Tamwil

Fungsi sosial Fungsi Bisnis

melalui Zakat, Infaq, Bagi hasil, Jual beli,


Sedekah dan Waqaf Jasa dan sektor Riil
Tunai.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa BMT mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi non
profit departmen sebagai landasan historis bahwa baitul mal pada masa Islam klasik dalah
berfungsi sebagai dana umat dan penyeimbang perekonomian, ssedangkan fungsi kedua yaitu
fungsi profit departmen karena sebagai panjang tangan dari bank syariah yang diatas sudah
dijelaskan bahwa kemampuan berbankan sangat terbatas untuk menjangkau sektor usaha mikro
dan kecil sehingga dibutuhkan lembaga keungan yang komersial seperti bank sehingga dapat
menjangkau sektor tersebut, dan alternatif pemikiran ekonomi Islam untuk lembaga itu adalah
BMT tersebut.

Peran dan Fungsi BMT Baitul Mal wal Tamwil

33
Istilah Baitul Mal berasal dari kata bait dan al-mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al-mal
berarti harta benda dan kekayaan. Jadi secara harfiyah, baitul mal berarti rumah kekayaan

58
Lembaga ini didirikan dengan maksud untuk memfasilitasi masyarakat bawah yang tidak
terjangkau oleh pelayanan bank, sementara mereka membutuhkan pendanaan untuk usaha kecil
mereka. BMT memiliki fungsi yang sama dengan bank, yakni penghimpun dan penyalur dana,
pencipta dan pemberi likuiditas, menciptakan lapangan kerja dan memberi pendapatan pada para
pegawainya, pemberi informasi (memberikan informasi kepada masyarakat mengenai risiko,
keuntungan dan peluang yang ada pada lembaga tersebut), pemberi pembiayaan bagi usaha kecil,
mikro, menengah dengan bagi hasil dan tidak meminta jaminan yang memberatkan usaha
mereka.

Prinsif-Prinsif BMT

a. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dengan mengimplementasikan prinsif-


prinsif syari’ah dan muamalah Islam ke dalam kehidupan nyata.
b. Keterpaduan, yaitu nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakan etika
moral yang dinamis, proaktif, agresif, adil dan berakhlak mulia.
c. Kekeluargaan
d. Kebersamaan
e. Kemandirian
f. Profesionalisme, dan
g. Istiqamah, yaitu konsisten, kontinyu/ berkelanjutan tanpa henti dan putus asa.34

34
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan mikro syariah (Jakarta, UIN JAKARTA PRESS, 2013), Cet. Ke-1, hlm.
7

59
KEBIJAKAN MONETER DAN FISCAL DALAM ISLAM
Kebijakan Moneter dalam Islam

A. Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan


perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi
yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak
kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah
uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain,
sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.

1. Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti
terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada
dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata
uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
2. Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga
sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik
keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau
penyimpanan uang.

B. Prinsip/Tujuan Moneter dalam Bank Sentral


Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai
rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004 pasal 7 tentang
Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan
terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan
tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter
dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework)

60
dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan
nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh
karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi
volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level
tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan
kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau
suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh
Pemerintah. Secara operasional, pengendalian sasaran-sasaran moneter tersebut
menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik
rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib
minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Bank Indonesia juga dapat melakukan
cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.

C. Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Konvensional dan Syari’ah.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan moneter adalah


proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas moneter dipegang
oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan moneter merupakan
instrumen Bank Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi
variable-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang.

Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik terhadap
faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai uang mencerminkan stabilitas harga
yang pada akhirnya akan mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu
negara, seperti pemenuhan kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan
kerja, pertumbuhan ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan


tujuankebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang
(baiksecara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas daritujuan ketulusan

61
dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal inidisebutkan AL Qur’an
dalam QS.Al.An’am:152

    


   
   
 
    
    
     
    
   

152. dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil,
Kendatipun ia adalah kerabat(mu)[519], dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian
itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.

[519] Maksudnya mengatakan yang sebenarnya meskipun merugikan Kerabat sendiri.


[520] Maksudnya penuhilah segala perintah-perintah-Nya.

Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran
Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian
Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter
yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi
kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial
umum.

62
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi moneter) yang dilakukan otoritas
moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai tujuan kebijakan
moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai dan dengan instrumen
apa target tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen pokok dari kebijakan moneter
dalam teori konvensional antara lain adalah:

a. Kebijakan Pasar terbuka. (Open Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual
surat berharga atau obligasi di pasar terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai
uang maka bank sentral akan membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan
jumlah uang beredar maka bank sentral akan menjual obligasi.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum. (Reserve Requirement). Bank sentral
umumnya menentukan angka rasio minimum antara uang tunai (reserve) dengan
kewajiban giral bank (demand deposits), yang biasa disebut minimum legal reserve
ratio. Apabila bank sentral menurunkan angka tersebut maka dengan uang tunai yang
sama, bank dapat menciptakan uang dengan jumlah yang lebih banyak daripada
sebelumnya.
c. Penentuan Discount Rate. Bank sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank
umum atau komersial dan sebagai sumber dana yang terakhir (the last lender resort).
Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan tingkat suku bunga sedikit
di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek yang berlaku di pasar bebas.
Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap pinjaman ke bank komersial
mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial tersebut dan keinginan meminjam
dari bank sentral. Ketika discount rate relatif rendah terhadap tingkat bunga pinjaman,
maka bank komersial akan mempunyai kecendrungan untuk meminjam dari bank
sentral.
d. Moral Suasion atau Kebijakan Bank Sentral yang bersifat persuasif
berupahimbauan/bujukan moral kepada bank.
Walaupun pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam
pelaksanaannya secara prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional
terutama dalam pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara
kedua jenis instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya
jaminan terhadap nilai nominal maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu,

63
apabila dikaitkan dengan target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis
pelaksanaan kebijakan moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan
suku bunga sebagai target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah. Hampir semua
instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter konvensional maupun surat
berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga. Oleh karena itu
instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga (bank rates,
discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan
didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter berbasis Islam.
Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut sejumlah pakar
ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan kredit, seperti
Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral suasion and change
in monetary base.
Dalam ekonomi Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak
dapat menerapkan kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan
instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter dalam
ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga yang dapat
digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang beredar.
Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah uang
beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar, terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam, antara lain :
a. Reserve Ratio
Adalah suatu presentase tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank
sentral, misalnya 5 %. Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat
menaikkan RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang
ada pada komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b. Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit
sebagai tanggung jawab mereka ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi.
Dampaknya, kredit dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.

64
c. Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam
hal ini berarti Qardhul Hasan (pinjaman kebaikan).
d. Refinance Ratio
Adalah sejumlah proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance ratio
meningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinanceratio turun,
bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak di dorong untuk memberikan
pinjaman.
e. Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu
bisnis. Bank sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen
moneter, dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka
ratio keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f. Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan
mengeluarkan sukuk lebih banyak sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan
jumlah uang beredar akan tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan
atau menurunkan jumlah uang beredar.

Menurut Chapra mekanisme kebijakan moneter yang sesuai dengan syariah Islam
harus mencakup enam elemen yaitu:

1. Target Pertumbuhan M dan Mo. Setiap tahun Bank Sentral harus menentukan
pertumbuhan peredaran uang (M) sesuai dengan sasaran ekonomi nasional.Pertumbuhan
M terkait erat dengan pertumbuhan Mo (high powered money:uang dalam sirkulasi dan
deposito pada bank sentral). Bank sentral harus mengawasi secara ketat pertumbuhan Mo
yang dialokasikan untuk pemerintah, bank komersial dan lembaga keuangan sesuai
proporsi yang ditentukan berdasarkan kondisi ekonomi, dan sasaran dalam perekonomian
Islam. Mo yang disediakan untuk bank-bank komersial terutama dalam bentuk
mudharabah harus dipergunakan oleh bank sentral sebagai instrument kualitatif dan
kuantitatif untuk mengendalikan kredit.

65
2. Public Share of Demand Deposit (Uang giral). Dalam jumlah tertentu demand deposit
bank-bank komersial (maksimum 25%) harus diserahkan kepada pemerintah untuk
membiayai proyek-proyek sosial yang menguntungkan.
3. Statutory Reserve Requirement. Bank-bank komersil diharuskan memiliki cadangan
wajib dalam jumlah tertentu di Bank Sentral. Statutory reserve requirements membantu
memberikan jaminan atas deposit dan sekaligus membantu penyediaan likuiditas yang
memadai bagi bank. Sebaliknya, Bank Sentral harus mengganti biaya yang dikeluarkan
untuk memobilisasi dana yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial ini.
4. Credit Ceilings (Pembatasan Kredit). Kebijakan menetapkan batas kredit yang boleh
dilakukan oleh bank-bank komersil untuk memberikan jaminan bahwa penciptaan kredit
sesuai dengan target moneter dan menciptakan kompetisi yang sehat antar bank
komersial.
5. Alokasi Kredit Berdasarkan Nilai. Realisasi kredit harus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat . Alokasi kredit mengarah pada optimisasi produksi dan distribusi barang dan
jasa yang diperlukan oleh sebagian besar masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari
pemberian kredit juga diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat. Untuk itu perlu
adanya jaminan kredit yang disepakati oleh pemerintah dan bank-bank komerisal untuk
mengurangi risiko dan biaya yang harus ditanggung bank.
6. Teknik Lain. Teknik kualitatif dan kuantitatif diatas harus dilengkapi dengan senjata-
senjata lain untuk merealisasikan sasaran yang diperlukan termasuk diantranya moral
suasion atau himbauan moral.

Saat ini terdapat beberapa bank sentral, baik yang menggunakan single banking (bank
Islam saja) maupun dual banking system yang telah menciptakan dan menggunakan
instrumen pengendalian moneter ataupun menggunakan surat berharga dengan
underlying pada transaksi-transaksi syariah. Prinsip transaksi syariah yang digunakan
antara lain adalah Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.

D. Kebijakan Moneter Pada Masa Rasulullah.


Seperti yang telah kita ketahui bahwa mata uang yang digunakan bangsa arab,
baik sebelum atau sesudahnya, adalah dinar dan dirham. Kedua mata uang tersebut
memiliki nilai uang yang tetap dan karenanya tidak ada masalah dalam perputaran uang.

66
Walaupun demikian, dalam perkembangan berikutnya, dirham lebih umum digunakan
daripada dinar. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penaklukan tentara Islam terhadap
hampir seluruh wilayah kekaisaran Persia. Sementara itu, tidak semua wilayah kekaisaran
Romawi berhasil dikuasai oleh tentara Islam.
Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW ini, kedua mata uang tersebut
diimpor, dinar dari Romawi dan dirham dari Persia. Besarnya volume dinar dan dirham
yang diimpor dan juga barang-barang komoditas bergantung kepada volume komoditas
yang diekspor ke dua negara tersebut dan wilayah-wilayah lain yang berada dibawah
pengaruhnya. Lazimnya, uang akan diimpor jika permintaan uang (money demand) pada
pasar internal mengalami kenaikan. Dan sebaliknya, komoditas akan diimpor apabila
permintaan uang mengalami penurunan.
Karena tidak adanya pemberlakuan tarif dan bea masuk pada barang impor, uang
diimpor dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi permintaan internal. Pada sisi lain,
nilai emas dan perak pada kepingan dinar dan dirham sama dengan nilai nominal (face
value) uangnya, sehingga keduanya dapat dibuat perhiasan atau ornamen. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pada awal periode Islam, penawaran uang (money
suply) terhadap pendapatan , sangat elastis.
Frekuensi transaksi perdagangan dan jasa, menciptakan permintaan uang. Karena
itu motif utama permintaan terhadap uang pada masa ini adalah permintaan transaksi
(transaction demand). Sementara itu adanya peperangan antara kaum Quraisyi dan kaum
muslimin (sedikitnya terjadi 26 ghozwah dan 32 sariyah yang berarti rata-rata 5 kali
perang dalam setiap tahunnya), telah menimbulkan permintaan uang untuk berjaga-jaga
(precautionary demand) terhadap kebutuhan yang tidak terduga. Akibatnya, permintaan
terhadap uang selama periode ini secara umum bersifat permintaan transaksi dan
pencegahan. Larangan penimbunan, baik uang maupun komoditas, dan talqqi rukhban
tidak memberikan kesempatan kepada penggunaan uang dengan selain kedua motif
tersebut.
Ketika penduduk arab banyak yang memeluk agama islam, jumlah populasi kaum
muslimin berkembang dengan pesat. Disamping itu, harta rampasan perang (ghonimah)
dibagikan kepada seluruh kaum muslimin, sehingga standar hidup dan pendapatan
mereka meningkat. Berdasarkan semua ini, Nabi Muhammad SAW, melalui kebijakan

67
khususnya, meningkatkan kemampuan produksi dan ketenaga kerjaan kaum
musliminsecara terus menerus.
Keseluruhan faktor ini meningkatkan permintaan transaksiterhadap uang dalam
perekonomian periode awal islam.Disamping itu, penawaran uang tetap elastis karena
tidak ada hambatan terhadap impor uang ketika permintaan terhadapnya mengalami
kenaikan. Disisi lain, ketika penawaran akan naik, penawaran berlebih (exces supply)
akan diubah secara mudah menjadi ornament emas atau perak. Akibatnya, tidak ada
penawaran atau permintaan berlebih terhadap mata uang emas dan perak sehinga pasar
akan selalu tetap pada keseimbangan (equilibrium). Oleh karena itu, nilai uang tetap
stabil.

Kebijakan Fiskal dalam Islam

A. Pengertian Kebijakan Fiskal


Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan
cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja negara, artinya pemerintah dapat
meningkatkan atau menurunkan pendapatan suatu negara atau belanja negara dengan
tujuan untuk mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan nasional. Pemerintah
suatu negara akan menentukan target belanja negara, kemudian menentukan tingkat
pendapatannya untuk menutup seluruh anggaran belanja yang telah ditetapkan. Hal ini
sangat sulit bagi negara yang sedang berkembang untuk menyesuaikan pengeluaran atau
belanja negara terhadap pendapatan negara. Dikarenakan pendapatan negara yang measih
rendah, sedangkan kebutuhan barang dan jasa sangat besar. Pengeluaran negara antara
lain untuk pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure), dan pengeluaran transfer
(transfer expenditure) seperti subsidi, bantuan bencana alam,dan sebagainya.
Untuk melihat apakah kebijakan fiskal dapat meningkatkan pendapatan nasional,
kita menggunakan kurva IS dan kurva LM sebagai alat untuk menganalisis kebijakan
fiskal maupun kebijakan moneter pada saat tertentu.
Apabila perekonomian berada pada tingkat bunga sangat tinggi, atau dengan kata
lain berada pada daerah klasik, maka pada saat itu kurva LM berebntuk tegak lurus atau
inelastis sempurna, ini berarti perubahan tingkat bunga tidak akan membawa perubahan
dalam jumlah uang yang diminta dan tidak mengubah tingkat pendapatan nasional.

68
Keseimbangan yang sudah dicapai oleh suatu perekonomian ditunjukkan oleh
perpotongan antara kurva IS dan LM, yaitu pada tingkat pendapatan nasional setinggi Yo
dan tingkat bunga io. Dengan menggunakan kebijakan fiskal, apabila pemerintah
menambah pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran, maka akan
menggeser kurva IS ke kanan. Hal ini menyebabkan pergeseran dari titik A ke titik B
pada titik potongan kurva Is dan LM. Sehingga yang lebih tinggi dari sebelumnya,
sedangkan tingkat pendapatan nasional tidak berubah.
Dapat dinyatakan bahwa perubahan pengeluaran pemerintah lewat peningkatan
anggaran belanja pemerintah tidak berhasil meningkatkan pendapatan nasional. Keadaan
ini bertentangan sama sekali pada saat tingkat bunga menjadi sangat rendah. Pada saat
tingkat bunga sudah begitu rendah kurva permintaan uang untuk spekulasi maupun kurva
LM berbentuk horisontal atau elastis sempurna dengan tingkat bunga. Apabila terjadi
kenaikan tingkat bunga, maka jumlah uang yang diminta akan turun secara drastis, maka
pada keadaan demikian suatu kenaikan dalam anggaran belanja negara akan berhasil
meningkatkan pendapatan nasional, sedangkan tingkat bunga tidak akan berubah sama
sekali. Ini berarti bahwa kebijakan fiskal sangat efektif digunakan guna meningkatkan
pendapatan nasional.
Pada prinsip Islam, kebijakan Islam dan anggaran belanja bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang
dengan mnempatkan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama. Kebijakan
fiskal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang dapat
dipengaruhi melalui insentif atau meniadakan insentif yang disediakan dengan
meningkatkan pemasukan pemerintah ( melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan
terhadap pengeluaran negara). Negara Islam bukan suatu teokrasi dalam arti kependetaan,
tapi adalah suatu negara ideologi yang berperan sebagai suatu mekanisme untuk
melaksanakan hukum-hukum Alquran dan sunnah.
Oleh karena itu, kebijkan fiskal dalam suatu negara Islam harus sepenuhnya
sesuai dengan prinsip hukum dan nilai-nilai Islam. Tujuan pokok hkum agama Islam
adalah untuk mecapai kesejahteraan umat manusia. Kesejahteraan umat manusia ini dapat
dicapai bila seluruh sistem hukum dan ekonomi tidak membicarakan kebijakan fiskal
saja, dan hal ini konsisten dengan sifat-sifat Illahi yang pokok, yaitu Maha Pemberi

69
Rezeki, Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial
dalam rangka umum hukum Islam seperti ditetapkan dalam Alquran dan sunnah, maka
kegiatan-kegiatan yang menambah pengeluaran dan menarik penghasilan harus
digunakan. Kebijakan fiskal haruslah dipahami dan dilaksanakan demi kepentingan
rakyat.
Dalam kebijakan fiskal menempatkan tentang kebijakan pengeluaran dan
pendapatan. Kegiatan yang menambah pengeluaran negara mempunyai dampak tertentu
pada kehidupan sosio-ekonomi masyarakat. Kitab suci Alquran telah menetapkan
perintah-perintah yang sangat tepat mengenai kebijakan negara tentang pengeluaran
pendapatan negara. Zakat (yaitu pajak yang diberikan kaum Muslimin) dimaksudkan
untuk kaum miskin (fukara) muslimin, golongan miskin dikalangan orang asing yang
menetap (masakin), untuk merebut hati mereka, membebaskan budak dan tawanan
perang, membantu mereka yang terjerat utang, mereka yang dijalan Allah, dan untuk para
musafir. Ini merupakan kewajiban yang ditentukan Allah.
Seluruh filsafat ekonomi tentang kegiatan tambahan pengeluaran negara adalah
membawa surplus kekayaan kedalam peredaran, dan untuk menjamin distribusi kekayaan
berimbang dikalangan semua masyarakat. Hal ini terutama dikalangan fakir miskin,
sesuai dengan hak-hak alami serta harta benda pribadi. Pada kebijakan pemasukan, tidak
diragukan bahwa terdapat elastisitas yang besar dalam sistem keuangan negara dan
perpajakan islam. Mengenai aspek keuangan administrasi, dapat kita lihat suatu evolusi
secara berangsur-angsur, mulai dengan bujukan dan anjuran sampai pada
memberlakukannya kewajiban dan tugas yang dilaksanakan denga segala kekuasaan yang
dimiliki masyarakat. Zakat dan sedekah merupakan saluran seluruh pendapatan negara
pada masa Nabi Muhammad SAW sejauh yang dikumpulkan negara muslimin. Pada
masa Nabi Muhammad SAW, zakat dan sedekah tidak hanya meliputi pajak pada uang
tunai, tapi juga penerimaan tanah dan pajak pada binatang piaraan (giri-giri, kambing,
unta, dan lembu), termasuk pajak pada pertambangan (teruma emas dan perak), pada
harta terpendam yang ditemukan.
Sistem perpajakan islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya, makmur,
dan mampu yang mempunyai kelebihannya. Yang memikul beban utama perpajakan
pada kebijakan pemasukan terhadap non-muslimin sesungguhnya suatu negara islam

70
cenderung memberlakukan kaum muslimin dan non-muslimin secara berbeda, dalam hal
pengumpula pemasukan.
Bila pemasukan zakat dipunggut dari kaum muslimin dan keluarkan bagi
kesejahteraan kaum muslimin dan yang non-muslimin, maka dapat dipertimbangkan agar
suatu negara islam dapat memunggut suatu jumlah tertentu dari penghasilan kalangan
non-musimin. Penghasilan zakat adalah ibadat kepada Allah oeh karena itu janganlah
dihubungkan atau dipertalikan dengan suatu pajak sekular manapun. Zakat dipungut dari
para muslimin, dan dipergunakan untuk kesejahtaraan kaum muslimin dan non-muslim.
Cara modern untuk menarik penghasilan adalah dengan menarik penghasilan
melalui perpajakan. Kadar zakat yang dikenakan pada berbagai barang milik kaum
muslimin dalam Al-Qur’an tidak disebutkan, akan tetapi dapat ditafsirkan sebagai
besarnya elastisitas sistem keuangan negara dan perpajakan islami. Karena kondisi sosio-
ekonomik telah berubah secara fundamental, maka tidak ada alasan untuk percara bahwa
unsur yang dipajak dan kadar yang dikenakan tidak dapat berubah dengan berubahnya
keadaan.
Dalam kebijakan fiskal diharapkan dapat melaksanakan fungsi alokasi, distribusi,
dan stabilisasi dalam suatu negara islam mempunyai kekhususan sendiri yang timbul dari
nilai orientasi, dimensi etik dan sosial dalm pendapan dan pengeluaran negara. kebijakan
dalam bahasa ekonomi konvensional dipandang sebagai instrumen manajemen
permintaan yang berusaha mempengaruhi tingkat aktifitas ekonomi melalui pengendalian
pajak dan pengeluaran pemerintah. Fiskal adalah salah satu babian atau intrumen
ekonomi publik. Kebijakan fiskal atau secara tradisional dikenal dengan keuangan publik,
merupakan suatu kebijakan yang berkaitan dengan ketentuan, pemeliharaan dan
pembayaran dari sumber-sumber yang dibutuhkan untuk memenuhi fungsi-fungsi publik
dan pemerintah. Penghasilan dan pembiayaan otoritas publik dan administrasi keuangan.
Didalam sejarah islam, keuangan publik berkembang bersamaan dengan pengembangan
masyarakat muslim dan pembentukan negara islam oleh Rasullah SAW.
Kebijakan fiskal meliputi kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penerimaan,
pengeluaran dan utang. Peranan kebijakan fiskal dalam suatu ekonomi ditentukan olek
keterlibatan pemerintah dalam aktifitas ekonomi, yang khususnya itu kembali ditentukan
oleh tujuan sosio-ekonominya, komitmen idiologi, dan hakikat sistem ekonomi.

71
Komponen kebijakan fiskal:
1. Sumber penerimaan Negara
Sumber-sumber penerimaan dalam islam dapat diperoleh melalui pendapatan zakat,
ghanimah, fai’, kharaj dan jiziyah. Sumber-sumber inilah yang berlaku pada masa
nabi SAW.
2. Pengeluaran Negara
Keuangan publik diarahkan untuk mewujudkan tujuan negara muslim. Inilah tugas
pemerintahan dalam negara muslim untuk menggunakan uang tersebut dalam
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ketaqwaan masyarak. Jadi,
sebagian besar anggaran pemerintah akan digunakan pada aktifitas-aktifitas yang
dimaksudkan untuk meningkatkan islam dan kesejahteraan masyarakat muslim.
3. Utang Negara
Pinjaman ini dilakukan untuk menstabilkan harga. Pinjaman dari negara lain yang
menggunakan sistem bebas bunga pada umumnya susah untuk didapatkan. Oleh
karenanya, suatu negara tertentu mungkin akan mendapatkan dari negara lain, yang
sepaham.

Karakteristik fundamental sistem keungan dan fiskal dalam ekonomi islam adalah sebagai
berikut :

1. Kelayakan ekonomi yang luas berlandaskan full employmentdan tingkat pertumbuhan


ekonomi yang optimum
2. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.
3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of exchange dapat
dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam menangguhkan
pembayaran, dan nilai tukar yang stabil.
4. Penagihan yang efektif dari semua jasa biasanya diharapkan dari sistem perbankan.
B. Prinsip-Prinsip Kebijakan Fiskal Dalam Ekonomi Islam
Prinsip Islam tentang kebijakan fiskal dan anggaran belanja bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang
dengan menempatkan nilai-nilai material dan spritual pada tingkat yang sama. Kebijakan
fiskal dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang

72
dipengaruhi melalui insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan
pemerintah (melalui perpajakan pinjaman atau jaminan terhadap pengeluaran pemerintah)
Kebijakan fiskal dalam suatu negara tentulah diharapkana sesui dengan prinsip dan nilai-
nilai Islam karena tujuan pokok agama Islam adalah mencapai kesejahteraan umat
manusia secara keseluruhan.
Dalam masalah pengeluaran, al-Quran telah menetapkan suatu kebijakan
pengeluaran yang luas untuk distribusi pendapatan kekayaan berimbang. Dalam al-Quran
dinyatakan ”dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan, katakanlah
yang lebih dari keperluan, (Qs. 2 219) ini bukanlah berarti mengeluarkan uang untuk hal-
hal yang tidak menentu. Islam bukan hanya mencegah taoi mengutuk pemborosan (Qs.
17:27). Penimbunan juga dikutuk karena kekayaan tak dapat beredar dan manfaatnya
tidak dapat dinikmati oleh masyarakat.
Anggaran belanja pada masa awal pemerintahan Islam adalah sangat sederhana
dan tidak serumit sistem anggaran modern. Pendapatan negara yang masih baru ini
berbeda dari tahun ke tahun. berbagai negara bagian mengirimkan sejumlah tertentu dari
penghasilannya misalnya penguasa Palestina membayar 100 dinar tiap tahun, Bandar
Aylah di teluk Aqabah membayar 300 dinar tiap tahun, Daerah Najran di Yaman
mengirimkan 2000 potong pakaian. Dimasa awal pemerintahan Islam, dasar anggarannya
adalah pengeluaran ditentukan oleh jumlah penghasilan yang tersedia dan ketika ini
kebijakan angaran belum berorientasi pada pertumbuhan. Konsep anggaran yang berlaku
di masa ini adalah konsep anggaran berimbang dalam pengertian pengeluaran dan
penerimaan negara adalah sama. Sehingga pada masa awal pemerintahan Islam jarang
terjadi defisit anggaran, karena pemerintah melakukan kebijakan pengeluaran
berdasarkan pemasukan.
Dalam ekonomi konvensional, kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam
pembelanjaan. Tujuannya tentu untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi negara. Kebijakan fiskal meliputi pajak dan pembelanjaan (goverment
expenditure). Sedangkan dalam konsep ekonomi Islam, kebijakan fiskal bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang
dengan menempatkan nilai-nilai materil dan spirituil pada tingkat yang sama Kebijakan

73
fiskal menurut ekonomi Islam diharapkan melaksanakan fungsi alokasi, distribusi dan
stabilisasi dalam suatu negara yang mempunyai ciri khas tertentu dari nilai orientasi,
dimensi etik dan sosial dalam pendapatan dan pengeluaran negara Islam. Sistem
perpajakan Islam harus menjamin bahwa hanya golongan kaya dan makmur yang
mempunyai kelebihanlah yang memikul beban utama pajak. Adapun ciri kebijakan fiskal
dalam sistem ekonomi Islam adalah:
1. Pengeluaran negara dilakukan berdasarkan pendapatan, sehingga jarang terjadi defisit
anggaran.
2. Sistem pajak proporsional, pajak dalam ekonomi Islam dibebankan berdasarkan
tingkat produktifitas. Misalnya kharaj, besarnya pajak ditentukan berdasarkan tingkat
kesuburan tanah, metode irigasi maupun jenis tanaman.
3. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah barang.
Misalnya zakat perdagangan, yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil keuntungan,
sehingga tidak ada pembebanan terhadap biaya produksi.

C. Instrumen Kebijakan Fiskal Dalam Islam


1. Zakat

Zakat adalah pembayaran yang dipungut dari harta bersih sesorang yang harus
dikumpulkan oleh negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus seperti untuk
jaminan social, bukan untuk pengeluaran rutin pemerintah

Secara bahasa (literal), zakat berasal dari bahasa arab yang memiliki arti “tumbuh
dan berkembang”. Sedangkan menurut ahli yurisprudensi Islam, zakat didefinisikan
sebagai bentuk pengeluaran yang dilakukan oleh kaum berpunya (the have)—yang di
dalam istilah Islam disebut sebagai muzakki, yakni golongan orang yang telah melampaui
batas pemilikan harta tertentu (nisab)—yang ditujukan kepada kaum tak berpunya (the
haven’t), yang disebutkan di dalam Al-Quran berjumlah delapan golongan (QS. At-
Taubah [9]:60). Sehingga secara bahasa zakat berarti: pertumbuhan (growth) dan
pembersihan (purification)

Dilihat dari kacamata ekonomi, sepintas zakat merupakan pengeluaran


(konsumsi) bagi pemilik harta sehingga kemampuan ekonomis yang dimilikinya

74
berkurang. Namun logika tersebut dibantah oleh Allah swt., melalui kitab suci Al-Quran
yang menyatakan bahwa segala macam bentuk pengeluaran yang ditujukan untuk
mencapai keridhaan Allah, akan digantikan dengan pahala (harta sejenis maupun
kebaikan yang lain) yang berlipat (QS. Al-Baqarah [2]:251 dan QS. Ar-Ruum [30]:39).

Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil
dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi
Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai
instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj, ushur dan sebagainya
senantiasa secara rutin mengisi kas Negara untuk kemudian didistribusikan kepada
masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum
lemah (mustadh’afiin) sehingga tetap mampu mengakses perekonomian. Melalui akses
ekonomi tersebut, zakat secara langsung telah menjamin keberlangsungan pasar. Dengan
sendirinya, produksi bahan-bahan kebutuhan tetap berjalan dan terus membukukan
keuntungan. Dan perlu dicatat bahwa produsen tersebut pada umumnya adalah mereka
yang memiliki status sebagai muzaki.

Dari mekanisme ekonomi seperti di atas-lah, maka kemudian secara filosofis


zakat diartikan sebagai berkembang. Belum lagi, zakat juga memiliki potensi yang besar
untuk merangsang mustahik untuk keluar dari keterpurukan menuju kemandirian. Dengan
kata lain, zakat, jika dikelola dengan baik dan professional oleh lembaga-lembaga (amil)
yang amanah, memiliki potensi mengubah mustahik menjadi muzakai atau bermental
muzaki atau minimal tidak menjadi mustahik lagi. Dalam konteks Indoensia,
implementasi zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama jika dikaitkan dengan
upaya pengentasan kemiskinan (yang juga merupakan golongan yang berhak menerima
zakat) yang terus-menerus diupayakan oleh pemerintah.

Dilihat dari aspek ibadah, zakat memiliki posisi yang sangat vital karena
merupakan salah satu dari rukun Islam. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah zakat
merupakan kewajiban bagi umat Islam yang jika ditinggalkan menyebabkan pelakunya
akan menanggung beban dosa. Dari penjelasan yang terdapat dalam sumber-sumber
hukum agama Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits mengisyaratkan secara tegas bahwa
orang-orang yang menahan hartanya dari membayar zakat akan mendapat balasan yang

75
berat. Sejarah mencatat, pada masa khalifah Abu Bakar as-Shidiq ra., orang-orang yang
tidak membayar zakat dihukum berat dengan cara diperangi.

2. Kharraj

Sumber pendapatan yang pertama kali diperkenalkan di zaman Rasulullah Saw.


Adalah kharraj. Kharraj adalah pajak terhadap tanah, atau di Indonesia setara dengan
pajak bumi dan bangunan (PBB). Perbedaan yang mendasar antara sistem PBB dengan
sistem kharraj adalah bahwa kharraj ditentukan berdasarkan tingkat produktivitas dari
tanah (land productivity) bukan berdasarkan zoning. Hal ini berarti bahwa bisa jadi untuk
tanah yang bersebelahan sekalipun misalnya di satu sisi ditanam anggur sedangkan di sisi
lain ditanam kurma, maka mereka harus membayar jumlah kharraj yang berbeda. Kharraj
ini dibayarkan oleh seluruh anggota masyarakat baik orang-orang muslim maupun orang-
orang non-Muslim.

Yang menentukan jumlah besar pembayaran kharraj adalah pemerintah. Secara


spesifik, besar kharraj ditentukan berdasarkan tiga hal yaitu:

1. Karakteristik tanah/tingkat kesuburan tanah


2. Jenis tanaman (termasuk marketability dan equity)
3. Jenis irigasi.

3. Ghanimah (Harta Rampasan Perang)

Ghanimah adalah jenis barang bergerak yang bisa dipindahkan yang diperoleh
dalam peperangan melawan musuh. Anggota pasukan mendapat 4/5 bagian . Merupakan
salah satu dari instrument penerimaan Negara

4. Jizyah

Jizyah adalah pajak yang dikenakan pada kalangan non Muslim sebagai jaminan
yang diberikan oleh suatu Negara Islam pada mereka guna melindungi kehidupannya
misalnya: harta benda, ibadah keagamaan dan untuk pembebasan dari wajib militer.

76
Wajib jizyah dikenakan pada seluruh non muslim dewasa, laki-laki yang mampu
menbayarnya. Pengecualiaan bagi wanita, anak-anak, orangtua dan pendeta, orang
miskin, penganggur dan pengemis. Hasil jizyah adalah untuk kepentingan umum.

5. Fai

Harta rampasan yang didapat melalui penaklukan dengan cara damai. Penggunaan
fai’ diatur oleh rasulullah sebagai harta Negara dan dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan pangan masyarakat umum seperti fungsi kelima dari ghanimah.

6. Pajak Pertambangan dan Harta Karun

Sebagian imam mazdhab menganggp sebagai zakat namun ada juga yang
menganggap sebagai harta rampasan perang. 1/5 hasilnya harus diserahkan pada Negara
untuk kepentingan social.

7. Bea Cukai dan Pungutan Lain

Cukai diperoleh sebagai jaminan kesealamatn pedagng dari perampok sealma


mereka berdagang di Negara Islam.

8. Penerimaan lain

Ada yang disebut Kaffarah yaitu denda, misalnya denda yang dikenakan kepada
suami isteri yang berhubungan di siang hari pada bulan puasa. Mereka harus membayar
denda dan denda tersebut masuk dalam pendapatan negara. Contoh lain adalah orang
yang meninggal dan tidak mempunyai anak dan cucuk sehingga warisannya dimasukan
sebagai pendapatan negara. Contoh lainnya lagi yaitu zaman Umar Ibn Khatab r.a ada
zakat untuk melewati jembatan.

77
PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN EKONOMI PEMBANGUNAN
DALAM ISLAM DAN STRATEGI JUGA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
EKONOMI ISLAM
1. Pengertian pembangunan ekonomi
Pengertian pembangunan ekonomi dalam Islam, berdasarkan pemahaman
terhadap syari’ah, bersumber dari al-qur’ân dan al-hadîs, dengan penekanan bahwa
keberhasilan pembangunan harus disertai pengetahuan tentang konsep-konsep
pembangunan klasik dan modern, serta pengalaman negara-negara yang telah berhasil
dalam melakukan usaha pembangunan.

Pembangunan dalam pemikiran Islam bermula dari kata ‘imârah (ٌ‫ارة‬


َ ‫ ) ِع َم‬atau
ta’mîr (ٌ‫)ت َ ْع ِميْر‬, sebagaimana isyarat dalam Q.S. Hud: 61.‘…Dia (Allah) telah menciptakan
kamu dari bumi (tanah) dan meminta kamu untuk memakmurkannya…’ dihubungkan
dengan penciptaan manusia sebagai khalifah di bumi, Q.S. al-Baqarah: 30. ‘Dan ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku menjadikan khalifah di
muka bumi...’ yakni manusia yang ditugaskan untuk melakukan pembangunan, sehingga
tercipta kemakmuran.

Kalimat ista’mara (ٌ‫ )ا ْستَ ْع َم َر‬yang berasal dari kata ‘amara’ (ٌ‫ ) َع َم َر‬bermakna:
permintaan atau perintah daru Allah yang bersifat mutlak agar bangsa manusia
menciptakan kemakmuran di muka bumi melalui usaha pembangunan.

Sebagaimana dijelaskan Al-Qurţubî dalam kitab tafsirnya, bahwa ayat tersebut


mengandung arti ‘perintah’ bersifat mutlak dan hukumnya adalah wajib ‘agar manusia
memakmurkan kehidupan dengan melakukan pembangunan.

Pembangunan (development) adalah proses perubahan yang mencakup seluruh


system sosial, seperti politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan dan

78
teknologi, kelembagaan, dan budaya (Alexander 1994). Portes (1976) mendefenisiskan
pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai aspek kehidupan
masyarakat.

Menurut Nurcholis Madjid ( pembangunan merupakan pemenuhan fungsi


kekhalifahan manusia di muka bumi yang akan dipertanggungjawabkannya nanti di
hadapan Allah. Penjabaran pemenuhan fungsi kekhalifahan ini sangat penting artinya,
agar manusia mengerti benar caranya berperan. Penjabaran ini memerlukan reinterpretasi
terhadap berbagai konsep pembangunan. Dawam Rahardjo (1983) pembangunan
merupakan pemenuhan fungsi kekhalifahan, dengan merealisasikan sibghah Allah dalam
mewujudkan ummatan wasathan.

Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ekonom


bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga
kepadamodernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha perombakan sektor
pertanian yang tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
pendapatan.

Dalam kajian ekonomi, kedua istilah di atas terkadang digunakan dalam konteks
yang hampir sama. Banyak orang mencampuradukkan penggunaan kedua istilah
tersebut. Pencampur adukan istilah ini walaupun tidak dapat dibenarkan, pada dasarnya
tidak terlalu mempengaruhi kajian ekonomi, karena inti pembahasan pada akhirnya akan
berhubungan erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara.

Dalam berbagai literatur tentang ekonomi Islam, kedua istilah ini juga ditemukan.
Ekonomi Islam pada dasarnya memandang bahwa pertumbuhan ekonomi adalah bagian
dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi didefenisikan dengan a suistained
growth of a right kind of output which can contribute to human welfare. (Pertumbuhan
terus-menerus dari faktor produksi secara benar yang mampu memberikan konstribusi
bagi kesejahteraan manusia).

Berdasarkan pengertian ini, maka pertumbuhan ekonomi menurut Islam


merupakan hal yang sarat nilai. Suatu peningkatan yang dialami oleh faktor produksi

79
tidak dianggap sebagai pertumbuhan ekonomi jika produksi tersebut misalnya
memasukkan barang-barang yang terbukti memberikan efek buruk dan membahayakan
manusia.

Sedangkan istilah pembangunan ekonomi yang dimaksudkan dalam Islam adalah


the process of allaviating poverty and provision of ease, comfort and decency in life
(Proses untuk mengurangi kemiskinan serta menciptakan ketentraman, kenyamanan dan
tata susila dalam kehidupan)

Dalam pengertian ini, maka pembangunan ekonomi menurut Islam bersifat multi
dimensi yang mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya bukan semata-mata
kesejahteraan material di dunia, tetapi juga kesejahteraan akhirat. Keduanya menurut
Islam menyatu secara integral.

2. Prinsip Pembangunan Ekonomi dlam Islam

Berdasarkan dasar-dasar filosofis di atas dapat diperjelas bahwa prinsip


pembangunan ekonomi menurut Islam adalah :

a. Pembangunan ekonomi dalam Islam bersifat komprehensif dan mengandung


unsur spiritual, moral, dan material. Pembangunan merupakan aktivitas yang
berorientasi pada tujuan dan nilai. Aspek material, moral, ekonomi, sosial
spiritual dan fiskal tidak dapat dipisahkan. Kebahagian yang ingin dicapai tidak
hanya kebahagian dan kesejahteraan material di dunia, tetapi juga di akhirat.
b. Fokus utama pembangunan adalah manusia dengan lingkungan kulturalnya. Ini
berbeda dengan konsep pembangunan ekonomi modern yang menegaskan bahwa
wilayah operasi pembangunan adalah lingkungan fisik saja. Dengan demikian
Islam memperluas wilayah jangkauan obyek pembangunan dari lingkungan fisik
kepada manausia.
c. Pembangunan ekonomi adalah aktivitas multidimensional sehingga semua usaha
harus diserahkan pada keseimbangan berbagai faktor dan tidak menimbulkan
ketimpangan.
d. Penekanan utama dalam pembangunan menurut Islam, terletak pada pemanfaatan
sumberdaya yang telah diberikan Allah kepada ummat manusia dan

80
lingkungannya semaksimal mungkin. Selain itu, pemanfaatan sumberdaya
tersebut melalui pembagian, peningkatannya secara merata berdasarkan prinsip
keadilan dan kebenaran. Islam menganjurkan sikap syukur dan adil dan mengutuk
sikap kufur dan zalim.\

3. Tujuan Ekonomi Pembangunan dalam Islam

Tujuan utamanya adalah bagaimana kemiskinan, pengangguran,kesenjangan


ekonomi dan sosial antarindividu bisa teratasi sehinggakesejahteraan umat manusia dapat
terwujudkan .

A. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Ekonomi Islam di Indonesia


Keberadaan perbankan syariah dalam sistem perbankan Indonesia secara formal
telah dikembangkan sejak tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya Undang- undang
no. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Namun demikian sebelum dilakukannya
amandemen dengan diberlakukannya Undang-undang No. 10 tahun 1998, Undang-
undang ini belum memberikan landasan hukum yang cukup kuat terhadap pengembangan
perbankan syariah karena belum secara tegas mengatur keberadaan bank berdasarkan
prinsip syariah melainkan hanya menegaskan prinsip bagi hasil. Pengertian bagi hasil
yang dimaksud dalam Undang-undang tersebut kenyataannya belum mencakup secara
tepat pengertian bank syari'ah yang memiliki cakupan yang lebih luas dari sekedar bagi
hasil. Demikian pula halnya dengan ketentuan operasional, sampai dengan tahun 1998
belum terdapat ketentuan operasional yang lengkap yang secara khusus mengatur
kegiatan usaha bank syari'ah. Tetapi paling tidak dengan adanya pemberian kesempatan
untuk beroperasinya bank bagi hasil sesuai UU No. 7/1992, maka berdirilah Bank
Muamalat sebagai bank syari’ah pertama.
Setelah pemberlakuan Undang-undang No. 10 tahun 1998, maka perkembangan
perbankan syari'ah mulai dirasakan, karena di dalamnya telah diberikan landasan
operasional yang lebih jelas bagi perbankan syari'ah. Berkat dikeluarkannya Undang-
undang ini maka pertumbuhan perbankan syari'ah relatif pesat sejak tahun 1999.
Strategi Ekonomi Islam dalam Mencapai Tujuan
Dr. Chapra merumuskan untuk mengembangkan ekonomi Islam melalui tahapan

81
S-N - W-j&g-G-S:
1. Tanamkan kesadaran syariah (S),
2. Kembangkan masyarakat sehingga terciptalah masyarakat (N) yang paham syariah,
3. Meningkatkan kekayaan (W) masyarakat paham syariah,
4. Bila ini tercapai maka aspek pembangunan lainnya tidak dapat diabaikan dan yang
terpenting adalah pembangunan hukum dan keadilan (j&g). Pada tahap ini kita
memiliki masyarakat paham syariah yang kaya dan berkeadilan,
5. Tahap selanjutnya adalah menegakkan pemerintah yang kuat (G).

Kebijakan Ekonomi Islam

Oleh karena kerja sama dan keadilan ekonomi merupakan spirit ekonomi Islam,
atau merupakan jiwa ajaran tauhid, maka perlu disusun suatu tipe rancangan structural
guna menerjemahkan spirit ini menjadi kenyataan dan terutama agar mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan di mana saja dan kapan saja.

Sejumlah unsur dapat memberi sumbangan bagi penyusunan rancangan structural


samacam ini. Unsur-unsur itu adalah sebagai berikut:

1. Semenjak awal Islam mengakui posisi pemerintah dalam pengelolaan ekonomi. Pada
setiap masyarakat yang terorganisasi terdapat penguasa yang mengawasi,
mengkoordinasikan perekonomian dan memberi arah baginya untuk bergerak.
Pemerintah dituntut untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tertentu sebagaimana
telah ditetapkan syariah. Dalam lingkungan ekonomi yang lebih kompleks seperti
dewasa ini, tugas utama pemerintah adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan publik
tertentu, dan untuk ini pemerintah dituntut untuk menjamin kelancaran kegiatan-
kegiatan ekonomi.
2. Sektor swasta, dipandang sangat penting dalam kegiatan-kegiatan ekonomi
masyarakat. Kreatifitas dan inisiatif inidividu sangat dihargai dalam skema organisasi
ekonomi menurut Islam. Individu sepenuhnya diakui untuk memiliki dan
memutuskan kegiatan-kegiatan ekonomi menurut pilihan mereka dalam kerangka
aturan-aturan syariah. Pendekatan Islam terhadap peran serta individu dalam
perekonomian adalah melalui dorongan religius yang melekat dalam sistem ekonomi.

82
Aturan-aturan hukum diterapkan secara minimal, sebab Islam menghargai
kemampuan dan hak istimewa dari sifat manusia yang terarah untuk menemukan
jalannya sendiri. Pada dasarnya, peran pemerintah adalah untuk melengkapi inisiatif
yang diambil sektor swasta. Sistem Islam membuka peluang yang luas bagi individu
untuk bergerak dalam kegiatan ekonomi.
3. Islam mengakui pentingnya perdagangan internasional. Segala macam hambatan
perdagangan tidak dianjurkan menurut Islam. Keterbukaan dalam masalah ini tidak
diperkenankan jika harus mengorbankan ketentuan agama. Segala bentuk
imperialisme ekonomi harus dihentikan. Sebagai agama bagi seluruh umat manusia,
Islam menggarisbawahi pandangan bahwa praktik-praktik perdagangan internasional
secara langsung dapat menjadi cerminan dari praktik-praktik ekonomi Islam bagi
umat lain.

Faktor-faktor Pendukung dan Tantangan Prospek Ekonomi Islam di Indonesia

Umat Islam harus menjadikan berbagai tantangan di bidang ekonomi menjadi


peluang. Dengan jumlah penduduk Muslim mencapai sekitar 88 persen, idealnya pangsa
pasar bank syariah di Indonesia mencapai sekitar 80 persen, dan bank konvensional 20
persen. Minimal, 50 banding 50.

Salah seorang praktisi ekonomi syariah, menyebutkan ekonomi syariah di


Indonesia memiliki prospek sangat bagus untuk dikembangkan. Namun, upaya untuk
mengembangkan ekonomi syariah masih menemui berbagai kendala dan tantangan.
Meskipun demikian, umat Muslim tidak boleh gampang menyerah.

Bicara mengenai prospek ekonomi syariah di Indonesia, ada lima faktor yang
mendukung. Pertama, fatwa bunga bank riba dan haram. Kedua, tren kesadaran
masyarakat Muslim, Ketiga, sistem ekonomi syariah berhasil menunjukkan
keunggulannya, khususnya saat terjadi krisis ekonomi. Ketika bank-bank konvensional
tumbang dan butuh suntikan dana pemerintah hingga ratusan triliun, Bank Muamalat,
sebagai bank syariah pertama di Indonesia, mampu melewati krisis dengan selamat tanpa
bantuan dana pemerintah sepeserpun. Keempat, UU Perbankan Syariah yang kini terus
digodok, dan akan menjadi payung hukum bagi perbankan syariah di Indonesia. Kelima,

83
tuntutan integrasi Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Bank syariah harus menggunakan
asuransi syariah untuk menutup pembiayaan terhadap nasabahnya. Sebaliknya, asuransi
syariah harus menyimpan dananya di bank syariah, pasar modal syariah, maupun
reksadana syariah.

Menurut M. Syakir Sula, perkembangan misi Ekonomi Islam menghadapi


tantangan-tantangan sebagai berikut :

Tantangan Internal :

1. Bagaimana meningkatkan silaturahmi dan kerjasama konkrit antar praktisi, LKS dan
akademisi.
2. Begitu besar potensi masing-masing yang belum disinergikan
3. Diperlukan ketulusan hati, kebersihan qalbu dan kelurusan niat
4. Empat kebiasaan buruk yang merusak hubungan : su’udzan, ghibah, tajassus
(memata-matai), namimah (mengadu-domba).

Khusus tentang Perbankan Syari’ah, Karnaen Perwataatmaja merumuskan tantangan


internal atau kelemahan kita adalah :

1. Masih terdapat berbagai kontroversi terhadap keberadaan dan sistem operasional


bank syariah.
2. Rendahnya pemahaman masyarakat.
3. Masih terbatasnya jaringan pelayanan.

Tantangan Eksternal :

1. Pihak-pihak yang tidak senang dengan berkembangnya ekonomi syari’ah bersatu


untuk menghambat perkembangannya : menghambat UU, PP, sosialisasi dan
implementasi di masyarakat.
2. Ekonomi Islam dikait-kaitkan dengan fanatisme agama.
3. Kompetisi teknologi, pelayanan dan perkembangan produk dari sistem keuangan
konvensional (sekuler).

Menurut sumber lain, ada beberapa tantangan yang perlu mendapatkan perhatian
umat Islam. Pertama, dampak globalisasi, misalnya pesaing dari LKS asing. Kedua,
84
persaingan di bidang layanan (servis), termasuk di bidang teknologi informasi (TI).
Ketiga, dukungan setengah hati dari pemerintah. Keempat, masih terbatasnya SDM yang
andal. Kelima, pemahaman masyarakat tentang LKS dan bunga bank haram. Masih ada
masyarakat yang masih kurang peduli terhadap hal tersebut.

Tantangan terbesar umat Islam adalah bagaimana mewujudkan umat Islam itu
kuat, progressif, dinamis, dan maju. Untuk itu, perlu tiga hal, yakni iman yang kuat, ilmu
dan teknologi yang mantap, serta ekonomi yang kokoh,

Semakin lemah umat Islam dari segi ekonomi, maka semakin lemah pula dakwah,
pendidikan maupun hal-hal lainnya yang seharusnya merupakan pilar penyokong
kekuatan dan wibawa umat. Agama lain melakukan pemurtadan dengan menyerang dari
empat sisi kelemahan umat Islam, yakni lemah ekonomi, lemah pendidikan, lemah di
bidang kesehatan, dan lemah di bidang tauhid.

Kesimpulannya, untuk mencapai berkembangnya perekonomian di Indonesia,


sangat diperlukan spirit dalam menjalankan strategi dan tujuan tersebut. Tak cukup hanya
dengan spirit, dukungan pemerintah pun sangat berpengaruh besar dalam perkembangan
ekonomi Islam di Indonesia. Apalagi ditambah dengan sosialisasi pendidikan ekonomi
syariah secara mendasar bagi masyarakat, bukan hanya bagi masyarakat muslim, namun
masyarakat Indonesia secara umum, bahwa perekonomian syariah akan membawa bangsa
Indonesia pada keadilan bersama, tidak ada yang merasa merugikan maupun dirugikan.
Dengan demikian, akan tercipta perekonomian yang baik bagi masyarakat Indonesia.

85

Anda mungkin juga menyukai