PENDAHULUAN
Dalam agama Islam kita memang di halalkan dan di suruh untuk mencari rezki
melalui berbagai macam usaha seperti bertani, berburu atau melakukan perdagangan atau jual
beli. Namun tentu saja kita sebagai orang yang beriman diwajibkan menjalankan usaha
perdagangan secara Islam, dituntut menggunakan tata cara khusus menurut Alquran dan
Sunnah, ada aturan mainnya yang mengatur bagaimana seharusnya seorang Muslim berusaha
di bidang perdagangan agar mendapatkan berkah dan ridha Allah SWT di dunia dan akhirat.
Aturan main perdagangan Islam, menjelaskan berbagai macam syarat dan rukun yang
harus dipenuhi oleh para pedagang Muslim dalam melaksanakan jual beli. Dan diharapkan
dengan menggunakan dan mematuhi apa yang telah di syariatkan tersebut, suatu usaha
perdagangan dan seorang Muslim akan maju dan berkembang pesat lantaran selalu mendapat
berkah Allah SWT di dunia dan di akhirat.
Selain harus mengetahui bagaimana jual beli yang di perbolehkan dan sah menurut
hukum islam, kita juga dituntut untuk tahu apa saja jual beli yang dilarang oleh Islam, agar
kita tidak terjerumus kepada hal yang dilarang oleh Allah SWT.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.3 Tujuan Masalah
dari rumusan masalah di atas penulis memiliki beberapa tujuan yang dicapai, yaitu:
1. Mengetahui pengertian Ihtikar
2. Mengetahui pembahasan dalil dasar hukum Ihtikar
1
BAB II
PEMBAHASAN
As-Sayyid Sabiq dalam Fiqh as-Sunnah menyatakan al-Ihtikar sebagai membeli suatu
barang dan menyimpannya agar barang tersebut berkurang di masyarakat sehingga
harganya meningkat sehingga manusia akan mendapatkan kesulitan akibat kelangkaan
dan mahalnya harga barang tersebut.2
1
http://asyarihasanpas.blogspot.com/2009/02/monopoli-dan-ihtikar-dalam-hukum.html
2
As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah (Libanon: Dar al-Fikr,1981),162
3
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam (Jakarta: IIIT Indonesia, 2000),154
2
Fathi ad-Duraini (Guru besar fiqh di Universitas Damaskus Suriah) mendefinisikan
ihtikar dengan tindakan menyimpan harta, manfaat atau jasa, dan enggan menjual dan
memberikannya kepada orang lain yang mengakibatkan melonjaknya harga pasar
secara drastis disebabkan persediaan barang terbatas atau stok barang hilang sama
sekali dari pasar. Sementara rakyat, negara, ataupun hewan (peternakan) sangat
membutuhkan produk, manfaat, atau jasa tersebut. ihtikâr menurut ad- Duraini tidak
hanya menyangkut komoditas, tetapi manfaat suatu komoditas dan bahkan jasa dari
pembeli jasa dengan syarat, “embargo” yang dilakukan para pedagang dan pemberi
jasa ini bisa memuat harga pasar tidak stabil, padahal komoditas, manfaat, atau jasa
tersebut
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, negara, dan lain-lain.4
Menurut prinsip hukum Islam, barang apa saja yang dihalalkan oleh Allah SWT untuk
memilikinya, maka halal pula untuk dijadikan sebagai obyek perdagangan. Demikian pula
segala bentuk yang diharamkan untuk memilikinya maka haram pula untuk
memperdagangkannya. Namun terdapat ketentuan hukum Islam yang menyatakan bahwa
pada dasarnya barang tersebut halal menurut ketentuan hukum islam, akan tetapi karena sikap
dan perbuatan para pelaku atau pedagang bertentangan dengan syara maka barang tersebut
menjadi haram seperti halnya penimbunan barang yang banyak dilakukan oleh para pedagang
di pasar yang dapat merugikan orang banyak.
Dasar hukum yang digunakan para ulama fiqh yang tidak membolehkan adanya
ihtikaar adalah kandungan nilai-nilai universal Al-Quran yang menyatakan bahwa setiap
perbuatan aniaya termasuk didalamnya ihtikaar diharamkan oleh agama Islam.
Kehinaan dan siksaan Allah ditimpakan kepada orang yang gemar menjelek-jelekkan
orang lain, suka menyakiti hati manusia, baik itu dilakukan di depan ataupun di belakangnya.
4
Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2004), 152-153
5
Hasbi Ash Shiddiqie, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000), 4693-4697
3
Dia berbuat seperti itu karena perasaan ujub dan terpedaya oleh harta kekayaan yang di
kumpulkannya.
Yang mendorong dia mencela dan membuat fitnah di antara manusia karena
kesombongan atas harta kekayaan yang dimilikinya, yang selalu dihitung-hitungnya, atau
karena kebanggaan yang berlebih atas kekayaan yang dimilikinya, yang membuat dia
berpendapat bahwa kekayaan adalah segalanya. Dengan kekayaan dia menyangka bahwa
dirinya telah mencapai kedudukan yang paling tinggi dan muncullah perilaku suka menghina
(merendahkan) orang lain.
Dia pun menyangka bahwa harta kekayaannya menjamin dirinya akan hidup kekal di
dunia dan terhindar dari kematian. Buktinya dia mengerjakan usahanya seperti layaknya
orang yang akan hidup selama-lamanya. Dia menyangka dirinya tidak akan dihidupkan lagi
di alam akhirat dan tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan-perbuatannya.
Wahai orang yang mencela dan menjelek-jelekkan orang lain, janganlah perbuatan itu
kau teruska, karena sebenarnya yang berguna dan bermanfaat bagimu adalah iman dan amal
saleh. Demi Allah, kamu akan di lemparkan ke dalam neraka. Ya, neraka yang bakal
membakar tubuhmu dan menghancurkannya menjadi abu.
Kamu tidak dapat mengetahui, bagaimana hakikat huthamah itu. Hanya Allahlah yang
telah menyiapkannya, dan yang mengetahui hakikat neraka itu.
4
ُنَا ُر هّٰللا ِ ْال ُموْ قَ َد ۙة
Neraka adalah api yang tetap menyala-nyala yang tidak padam yang disediakan oleh
Allah untuk mengazab orang-orang yang durhaka dan berdosa.
Apinya masuk ke dalam perut hingga dada, lalu memusnahkan semua rangka dada.
Dengan demikian manusia akan merasakan azab yang pedihmya tiada tara.
ٌص َد ۙة
َ اِنَّهَا َعلَ ْي ِه ْم ُّم ْؤ
Api meliputi seluruh tubuh manusia, sehingga dia tidak bisa melepaskan diri dari
kepungan api itu.
Seluruh pintu neraka ditutup rapat dan dipalang dengan besi, sehingga tidak seorang
pun yang berada dalamnya dapat keluar.
Atha' dan al-Kalbi mengatakan: "Surat al-Humazah ini turun mengenai al-Walid ibn
al-Mughirah, yang selalu mengumpat (menghujat) Nabi saw, di belakangmha dan memaki
Nabi di depannya." Menurut pendapat Muhammad ibn Ishaq, surat ini diturunkan mengenai
Umayyah ibn Khalaf.
5
Fiqhul Ayat:
Allah dalam ayat-ayat ini menjelaskan keburukan orang yang suka mencela orang lain
dan menimbulkan fitnah kekacauan di kalangan masyarakat. Orang yang bersifat seperti itu
disediakan api neraka yang melingkupinya dari segenap arah.
Ayat 76
ُ
وزا… ِمنَ َوآتَ ْينَاهُ َعلَ ْي ِه ْم فَبَغ َٰى ُمو َس ٰى قَوْ ِم ِم ْن َكانَ قَارُونَ إِ َّنِ ُأولِي بِ ْالعُصْ بَ ِة لَتَنُو ُء َمفَاتِ َحهُ إِ َّن َم ْال ُكن
﴾﴿ ْالفَ ِر ِحينَ يُ ِحبُّ اَل هَّلل َ إِ َّن تَ ْف َرحْ اَل قَوْ ُمهُ لَهُ قَا َل إِ ْذ ْالقُ َّو ِة٧٦
Artinya: Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang
kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika
kaumnya berkata kepadanya, ‘Janganlah kamu terlalu bangga’ (QS. Al-Qashash [28]: 76)
Al-A’masy berkata, dari Al-Minhal bin Amr, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas
berkata, “ ُمو َس ٰى قَوْ ِم ِم ْن َكانَ قَ…ارُونَ إِ َّنSesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa,” dia
adalah anak pamannya. Demikian pula yang dituturkan oleh Ibrahim An-Nakha’i, Abdullah
bin Harits bin Naufal, Samak bin Harb, Qatadah, Malik bin Dinar, Ibnu Juraij, dan yang
lainnya, bahwa Qarun adalah anak dari paman Nabi Musa, Ibnu Juraij berkata, “Dia adalah
Qarun bin Yahshar bin Qahits, sedangkan Nabi Musa adalah Musa bin Imran bin Qahits.”
Muhammad bin Ishaq bin Yasr mengira bahwa Qarun adalah paman Nabi Musa. Ibnu Jarir
berkata, “Mayoritass Ahlul Ilmi berpendapat bahwa Qarun adalah putera paman Nabi Musa.
Wallahu a’lam
Qatadah bin Du’amah. “Kami bercerita bahwa Qarun adalah putera dari paman Nabi
Musa. Dia dinamai Al-Munawwir karena keindahan suaranya saat membaca kitab Taurat.
Akan tetapi musuh Allah telah membuatnya berbuat nifak seperti nifaknya Samiri. Maka
kedurhakaan telat membinasakannya karena banyaknya harta yang dimiliki.” Syahr bin
Hausyab berkata, Dia menambahkan pada bajunya sejengkel lebih panjang sebagai
kesombongan atas kaumnya.”
6
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, Terj. Arif Rahman, (Solo: Insan Kamil, 2016), 775-782
6
Firman Allah ُ…………وز ِمنَ َوآتَ ْينَ…………اه
ِ ُ“ ُكنDan Kami telah menganugerahkan kepadanya
ْ “ ْالقُ … َّو ِة أُولِي بِ ْالعYang kunci-
perbendaharaan harta, yaitu harta benda, ُْص …بَ ِة لَتَنُ……و ُء َمفَاتِ َح… هُ إِ َّن َم……ال
kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat,” karena saking
banyaknya, kunci-kunci tersebut terasa sangat berat untuk dibawa beberapa orang.
Ayat 77
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(Kebahagiaan) negeri akhir, dan janganlah kamu melupakan bagaimana dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telat berbuat baik,
kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al-Qashash [28]: 76-77).
7
kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi,” Yaitu, gunakanlah apa yang
dianugerahkan Allah kepadamu berupa harta yang melimpah dan kenikmatan yang luas
dalam rangka untuk keta’atan kepada Rabbmu dan bertaqarrub kepada-Nya dengan berbagai
amalan-amalan yang dapat mendekatkan dirimu kepada-Nya hingga dapat menghasilkan
َ ك تَ ْن
pahal di dunia dan akhirat. س َواَل ِ َ“ ال ُّد ْنيَا ِمنَ نDan janganlah kamu melupakan bagianmu
َ َصيب
dari (kenikmatan) duniawi,” yaitu, dari apa-apa yang diperbolehkan Allah padanya berupa
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan pernikahan. Sesungguhnya Rabbmu
memiliki hak atasmu, dirimu memilii hak, keluargamu memiliki hak, dan orang-orang yang
berziarah kepadamu pun memiliki hak. Maka berikanlah setiap sesuatu sesuai haknya
maksing-masing.
Firman Allah, “ إِلَ ْيكَ هَّللا ُ أَحْ َسنَ َك َما َوأَحْ ِس ْنBerbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik,” yaitu berbuat baiklah kepada makhluk-Nya sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu. ض فِي ْالفَ َسا َد تَب ِْغ َواَل
ِ ْ“ اأْل َرDan janganlah kamu berbuat kerusakan
di (muka) bumi,” Yaitu, jangan sampai semua yang dimiliki itu menjadi motivasimu untuk
berbuat kerusakan di bumi dan berbuat buruk kepada makhluk Allah. ْال ُم ْف ِس… ِدينَ يُ ِحبُّ اَل هَّللا َ إِ َّن
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang ang berbuat kerusakan.”
Ayat 78
ك قَ ْد هَّللا َ أَ َّن يَ ْعلَ ْم أَ َولَ ْم ِعن ِدي ِع ْل ٍم َعلَى أُوتِيتُهُ إِنَّ َما قَا َل
َ َُون ِمن قَ ْبلِ ِه ِمن أَ ْهل
ِ قُ َّوةً ِم ْنهُ أَ َش ُّد هُ َو َم ْن القُر
﴾﴿ ْال ُمجْ ِر ُمونَ ُذنُوبِ ِه ُم عَن يُسْأ َ ُل َواَل َج ْمعًا َوأَ ْكثَ ُر٧٨
Artinya : "Qarun berkata, ‘Sesungguhnya aku hanya diberikan harta itu, karena ilmu
yang ada padaku’. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak
mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya orang-orang yang berdosa itu, tentang
dosa-dosa mereka. (QS. Al-Qashash [28]: 78).
Allah berfirman mengabarkan tentang jawaban Qarun kepada kaumnya ketika mereka
memberikan nasehat kepadanya dan menunjukkan kepada kebaikan. ِعن ِدي ِع ْل ٍم َعلَى أُوتِيتُهُ إِنَّ َما قَا َل
“Qarun berkata, ‘Sesumgguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku,
‘yakni aku tidak membutuhkan apa yang kalian katakan. Sebab Allah memberikan harta ini
padaku. Karena Dia mengetahui bahwa aku berhak menerimanya dan karena Dia
mencintaiku.
8
Dan perkiraan maksud dari perkataan adalah, sesungguhnya aku diberi harta itu karena
Allah mengetahui bahwa aku berhak menerimanya. Hal ini sebagaimana firman Allah,
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru kami, kemudian apabila kami berikan
kepadanya nikmat dari kami ia berkata, ‘Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena
kepintaranku’...“(QS, Az-Zumar [39]: 49). Yaitu, karena Allah mengetahui tentangku.
Sebagaimana firma Allah, “Dan jika kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari kami
sesudah dia ditimpa kesusahan pasti dia berkata, ‘Ini adalah hakku’...(QS. Fushilat [41]: 50)
yaitu, aku berhak menerima harta ini
Diriwayatkan daari sebagian mereka (Ahli Tafsir), bahwasanya yang dimaksud dengan
“ ِعن ِدي ِع ْل ٍم َعلَى أُوتِيتُهُ إِنَّ َماQarun berkata, Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu
yang ada padaku’. “Adalah bahwa dia ahli di bidang ilmu kimia. Dan pendapat ini lemah.
Karena ilmu kimia itu sendiri adalah ilmu yang bathil. Karena perubahan benda tidak dapat
dilakukan oleh seseorang kecuali oleh Aleh. Sebagaimana firman-Nya:
Di dalam sebuah hadist yang shahih disebutkan bahwa Rassulullah bersabda, Allah
berfirman Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang membuat sesuatu seperti ciptaan-
Ku. Maka hendaklaj mereka menciptakan biji sawi, atau hendaklah merreka menciptakan biji
gandum.”
Hadist ini berkenaan dengan paraa penggambar (pemahat) yang membuat gambar
menyerupai ciptaan Allah. Yaitu berupa lukisan atau bentuk (pahatan). Begitu juga berkenaan
dengan orang yang mengaku bahwa dia dapat merubah dzt sesuatu menjadi dzat yang
lainnya? Ini merupakan sesuatu kebohongan dan mustahilan. Serta kebodohan dan kesesatan.
Mereka hanya mampu mencelup (menyepu) bentuk-benntuk fisiknya saja. Itu pun disertai
dengan berbagi kedustaan, tipu daya dan kamuflase dari bentuk aslinya. Karen kenyataannya
tidaklah demikian. Bahkan secara syar’i tidak bisa dibenarkan, apabila seseorang dapat
melakukan cara tidk lazim tersebut. Padahal dia adalah seoranng yang bodoh fisik lagi
pendusta.
Adapun perkara luar biasa yang diberikan oleh Allah kepada sebagian para wali-Nya
berupa kemampuan untuk mengubah sesuatu benda menjadi emas, perak atau yang lainnya,
9
maka ini merupakan perkara yang tidak dipungkiri oleh setiap muslim dan mukmin. Akan
tetapi hal ini bukan bagian dari proses kimia. Semuanya hanya merupakan kehendaknya,
pilihan dan perbuatan Rabb yang menguasai bumi dan langit.
Sebagaimana yang diriwayatkan dari Haiwah bin Syuraih Al-Mishri. Ada seorang
pengemis pernah meminta kepadanya. Namun dia tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.
Padahal dia melihat orang tersebut sangat memerlukan telapak tangannya. Kemudian
diberikan kepada orang yang meminta itu. Tiba-tiba kerikil itu berubah menjadi emas merah.
Banyak sekali hadist dan atsar berkenaan dengan hal ini, namun cukup panjang untuk
dikemukakan di sini.
Sebagian mereka (Ahli Tafsir) berkata bahwa Qarun mengetahui nama-nama yang
agung. Lalu berdoa kepada Allah. Dia pun menjadi kaya karenanya. Sedangkan pendapat
yanng benar adalah makna yang pertama.
Oleh karena itu, Allah berfirman sebagai penolakan terhadap apa yang mereka sangka,
bahwa Allah sangat perhatian kepada mereka dengan diberikan harta oleh-Nya, ك قَ ْد َ َقَ ْبلِ ِه ِمن أَ ْهل
ِ “ هَّللا َ أَ َّن يَ ْعلَ ْم أَ َو َج ْمعًا َوأَ ْكثَ ُر قُ َّوةً ِم ْنهُ أَ َش ُّد ه َُو َم ْن القُرDan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya
ُون ِمن
Allah sungguh membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih
banyak mengumpulkan harta?” yaitu, dahulu ada orang yang lebih kaya daripadanya. Hal
tersebut bukanlah karena kecintaan kami kepadanya. Bahkan Allah membinasakan mereka
dengan sebab kekufuran dan tidak bersyukurnya mereka. Oleh karena itu, Allah berfirman,
“ ْال ُمجْ ِر ُمونَ ُذنُوبِ ِه ُم عَن يُسْأ َ ُل َواَلDan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berosa itu,
tentang dosa-dosa mereka.” Karena saking banyaknya dosa-dosa mereka.
Qatadah berkata “ ِعن ِدي ِع ْل ٍم َعلَىKarena ilmu yang ada padaku,” yaitu, karena kebaikan
yang ada padaku. As-Suddi berkata, “Kerena mengetahui bahwa sesungguhnya aku berhak
atas hal tersebut.
Alangkah indahnya ayat yang ditafsirkan oleh imam Abdurrahman bin Zaid bin Aslam,
dia menuturkan tentang firman Allah, …………الَ َ“ ِعن………… ِدي ِع ْل ٍم َعلَى أُوتِيتُ…………هُ إِنَّ َم…………ا قQarun berkata,
“Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku’,”Seandainya bukan
karena keridhaan Allah kepadaku dan pengetahuan-Nya tentang keutamaanku. Niscaya Dia
tidak akan memberikan harta ini kepadaku.
Ayat 79
10
ٍّ فَخ ََر َج َعلَ ٰى قَوْ ِم ِه فِي ِزينَتِ ِه ۖ قَا َل الَّ ِذينَ ي ُِري ُدونَ ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا يَا لَيْتَ لَنَا ِم ْث َل َما أُوتِ َي قَا ُرونُ إِنَّهُ لَ ُذو َح
ظ
َظ ٍيم
ِ ع
Artinya:
Allah Swt berfirman menceritakan tentang Qarun. Suatu hari dia keluar dengan
perhiasannya yang luar biasa dan keindahan yang sangat menakjubkan. Beerupa kendaraan
dan pakaian yang digunakannya. Juga pembantu dan para pekerjanya. Ketika orang yang
menginginkan dunia dan hatinya cendurung kepada kebanggan dan perhiasan melihatnya,
mereka pun berangan-angan seandainya saja mereka memiliki semua. Sebagaimana yang
ٍّ “ يَلَيْتَ لَنَا ِم ْث َل َما أُوتِ َي قَا ُرونُ إِنَّهُ لَ ُذو َحMoga-moga
diberikan kepada Qarun. Mereka berkata, ظ َع ِظ ٍيم
kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.”
Fiqhul Ayat:
Ayat 34
11
Artinya:
TAFSIR
Para rahib Yahudi dan Nasrani biasa memakan harta milik orang sesuka hati mereka
dalam berbagai bentuk dengan tanpa mengindahkan ketentuan hukum yang benar,
sebagaimana dijelaskan berikut:
Salah satu dari bentuk perbuatan yang mereka lakukan itu ialah dengan biasa
menyembunyikan bukti-bukti agama Almasih dan Musa AS demi menyesatkan orang-orang
agar tidak bisa lagi mengubah kepercayaannya kepada agama baru (Islam), dengan
meletakkan kepentingan mereka yaitu dalam bahaya dan menyebabkan hadiah-hadiah mereka
terhenti.
Bentuk yang lain ialah dengan sogokan dari orang-orang mereka tidak
memberlakukan yang benar dan mengukuhkan kesalahan ditempat kebenaran, dan dengan
demikian berarti mereka memutuskan sesuatu dengan salah demi keuntungan pribadi yang
keji dan memaksa.
12
Satu diantara cara lain mereka dalam mendapatkan penghasilan dengan melanggar
hukum adalah bahwa, dengan menggunakan kedok ‘Menjual Surga’ atau ‘Pengampunan
Dosa’, mereka mengambil uang yang banyak dari masyarakat.
Ayat suci yang disebutkan diatas dengan jelas melarang kita menumpuk-numpuk
harta benda, dan memerintahkan kaum muslimin untuk menggunakan apa yang dimiliki
mereka itu aktif di jalan Allah swt dan di dalam suatu jejak yang dapat menghasilan
keuntungan untuk hamba-hamba Allah. Kaum Muslimin harus bisa menghindar penumpukan
dan penimbunan harta benda di tempat tersembunyi sehingga kekayaan mereka itu tidak akan
digunakan untuk keperluan - keperluan yang tengah ada, jika tidak, mereka harus menunggu
siksa yang pedih.
Azab Tuhan yang pedih ini bukan hanya berupa siksaan berat di hari pembalasan
nanti, tetapi itu juga meliputi siksaan yang keras di dunia ini yang dialami sebagai suatu hasil
dari pelanggaran terhadap harmoni ekonomi dalarn masyarakat dan akibat jurang pemisah
yang lebar antara yang kaya dan miskin.
Menurut riwayat dari hadis-hadis, terdapat kewajiban yang harus dibayarkan adalah
berupa zakat setiap tahun, tidak ada yang lain dari itu. Jadi, jika ada seorang yang
memperoleh atau memiliki harta kekayaan yang cukup banyak dan secara teratur membayar
'pengeluaran Islami, seperti zakat, khumus, maka orang tersebut tidak akan termasuk ke
dalam golongan orang-orang yang diperingatkan dalam ayat yang sedang kita bahas. Sebuah
hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw menunjukkan bahwa ketika ayat ini diturunkan,
keadaan yang dialami kaum Muslimin begitu sulit. Mereka mengatakan bahwa dengan
adanya perintah (untuk pergi berperang) ini tak seorang pun dari mereka mampu menjaga
13
apapun dari (kehidupan) masa depan dan anak-anak mereka. Akhirnya, mereka mengadukan
keadaan ini kepada Rasulullah saw, dan beliau saw mengatakan, "Allah tidak memerintahkan
pengeluaran seluruh harta simpanan untuk zakat sehingga dengan itu tak ada lagi tersisa
harta hak milik kalian. Dengan begitu, hukum waris dalam diimplementasikan atas harta
kekayaan kalian yang tersisa kepada ahli waris kalian" Pernyataan ini berarti bahwa jika
penyimpanan harta kekayaan sepenuhnya dilarang, maka hukum waris tidak akan ada artinya.
Namun dalam keadaan yang tak biasa, dan pada saat terdapat permintaan demi untuk
melindungi kepentingan masyarakat Islam, pemerintah Islam dapat menetapkan beberapa
batasan untuk penyimpanan harta kekayaan, atau dapat meminta semua simpanan harta
kekayaan orang-orang itu guna melindungi keberadaan masyarakat Islam.
Ayat 35
َار َجهَنَّ َم فَتُ ْك َو ٰ…ى بِهَا ِجبَاهُهُ ْم َو ُجنُوبُهُ ْم َوظُهُو ُرهُْ…م ۖ ٰهَ َذا َما َكن َْزتُ ْم أِل َ ْنفُ ِس ُك ْم فَ ُذوقُوا… َما
ِ يَوْ َم يُحْ َم ٰى َعلَ ْيهَا فِي ن
َُك ْنتُ ْم تَ ْكنِ ُزون
Artinya:
“Pada hari (Pengadilan Tuhan) dimana benda-benda (emas, perak dan uang) itu
akan dipanaskan dalam neraka jahannam, dan di sana dahi-dahi mereka, lambung dan
punggung mereka akan distempel dengan itu, (para malaikat akan mengantakan pada
mereka), maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu!”
Ayat suci ini menunjuk kepada satu bentuk hukuman terhadap orang-orang tertentu
dihari pembalasan, dengan mengatakan, Pada hari (Pengadilan Tuhan) dimana benda –
14
benda (emas,perak, dan uang ) itu akan dipanaskan dalam neraka jahannam, dan disana
dahi-dahi mereka, lambung, dan punggung mereka akan distempel dengan itu,…
Situasi seperti ini terjadi dimana para malaikat yang bertugas menghukum akan
mengantakan kepada mereka bahwa bukuman yang dilaksanakan itu adalah sama dengan
perbuatan mereka menimbun (harta itu) untuk diri mereka sendiri berupa simpanan –
simpanan dan tidak membelanjakannya demi menghalangi jalan Allah Swt. Ayat ini
menyatakan, …(para malaikat akan mengatakan pada mereka), ‘Inilah harta bendamu yang
kamu simpan untuk dirimu sendiri,…
Sekali lagi, ayat ini menenkankan pada suatu kenyataan bahwa semua perbuatan
manusia akan mendapatkan balasannya. Perbuatan orang-orang akan diwujudkan di hari
kemudian di mana perwujudannya hadir dalam dirinya dan menjadi penyebab kebahagian
atau kesengsaraannya.
Fiqhul Ayat:
Ayat suci yang disebutkan diatas dengan jelas melarang kita menumpuk-numpuk
harta benda, dan memerintahkan kaum muslimin untuk menggunakan apa yang dimiliki
mereka itu aktif di jalan Allah swt. Islam mengharamkan orang menimbun dan mencegah
harta dari peredaran, Islam mengancam mereka yang menimbunnya dengan siksa yang pedih
di hari kiamat.
BAB III
PENUTUP
15
3.1 Kesimpulan
Ihtikar artinya menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu
harganya naik. Yang menimbun memperoleh keuntungan besar, sedang masyarakat
dirugikan. Ihtikar dalam salah satu barang kebutuhan manusia, maka perekonomian mereka
akan terganggu dan mereka akan kesulitan mendapatkan barang yang dibutuhkan, sedangkan
tempat-tempat lain yang luas, apabila ada yang menimbun barang dagangannya yang tidak
mempengaruhi perekonomian manusia, sehingga tidak dilarang ihtikar di
dalamnya. Penimbunan barang merupakan halangan terbesar dalam pengaturan persaingan
dalam pasar Islam. Dalam tingkat internasional, menimbun barang menjadi penyebab terbesar
dari krisis yang dialami oleh manusia sekarang,
Islam mengharamkan orang menimbun dan mencegah harta dari peredaran. Islam
mengancam mereka yang menimbunnya dengan siksa yang pedih di hari kiamat.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Al-Humazah, Al-Qasas 76-79, dan At
Taubah ayat 34-35.
DAFTAR PUSTAKA
16
Sabiq, As-Sayyid. 1981. Fiqh as-Sunnah. Libanon: Dar al-Fikr
Faqih, Allamah Kamal. 2004. Tafsir Nurul Qur’an jilid VI, Terj. Rudy Mulyono. Jakarta: Al-
Huda
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam. Jakarta: Pt. Raja Grafindo
Persada
Katsir, Ibnu. 2016. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7, Terj. Arif Rahman. Solo: Insan Kamil
Shiddiqie, Hasbi Ash. 2000. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur. Semarang: Pustaka Rizki
Putra
17