Anda di halaman 1dari 12

Mu’amalah (Ekonomi Islam)

Disusun oleh :

1. Athalia Azura ( 05 )
2. Della Rentika ( 09 )
3. Erya Nurmayani ( 11 )
4. Leonita Indah Maharani ( 20 )
5. Nazwa Nadilla Untari ( 27 )
6. Sekar Jati Laras ( 32 )
7. Tulus Ramadha Triputra ( 35 )

XI IPS 1
SMAN Negeri 46 Jakarta

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Muamalah
(Ekonomi Islam).
Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada guru kami yaitu pak
Nurjono dan bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
karya tulis ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab
itu penulis berharap kepada berbagai pihak untuk memberikan saran dan kritik
yang membangun demi perbaikan karya ilmiah ini kedepannya. Semoga karya
ilmiah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Terimakasih.

Jakarta, 6 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman Sampul………………………………….…………………………………………………..1

Kata Pengantar……………………………………..………………………………………….…..…..2

Daftar Isi…………..………………………………….………………………………………….……...3

Bab I : PENDAHULUAN………………………..…………………………………………….……….4

1.1 Latar Belakang……………………………..……………………………………………….……….4

1.2 Rumusan Masalah………………………..…………………………………..……….….………..4

1.3 Tujuan...........................................................................................................................4

Bab II : PEMBAHASAN……………………………………………..…………………………….…..5

2.1 Pengertian Muamalah secara umum…………………….……………………..………………5

2.2 Jual-Beli……………………………………………………………………………………………………………………….5

2.3 Utang Piutang……………………………………………………………………………………….8

2.3 Sewa-Menyawa…….……………………………………………………………………….………..9

2.4 Riba…………………………………………………………………………………………………….10

Bab III : PENUTUPAN..…………………………………………………………………………..….12

3.1Kesimpulan………………………………………………………………………………………….12

3.2 Saran…………………………………………………………………………………………………………………………12

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Muamalah adalah satu aspek dari ajaran yang telah melahirkan peradaban
Islam yang maju di masa lalu. Ia merupakan satu bagian dari syariat Islam, yaitu
yang mengatur kehidupan manusia dalam hubungan dengan manusia,
masyarakat dan alam berkenaan dengan kebendaan dan kewajiban.
Dalam persoalan muamalah syariat Islam lebih banyak memberikan
penjelasan terkait prinsip dan kaidah secara umum dibandingkan jenis dan bentuk
muamalah secara perinci. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk
sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat
mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah,
misalnya dalam kasus jual beli. Terdapat larangan atas memperjual belikan barang
yang najis.
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas untuk berhubungan dengan
orang lain dalam kerangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia
sangat beragam, sehingga terkadang secara pribadi ia tidak mampu untuk
memenuhinya, dan harus berhubungan dengan orang lain. Hubungan antara satu
manusia dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan
yang menjelaskan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Muamalat?

2. Bagaimana cara jual beli dalam islam ?

3. Apa itu utang piutang ?

4. Apa pengertian dari riba?

5. Apa saja macam-macam riba ?

6. Bagaimana sewa menyewa dalam islam ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menyelesaikan tugas mata pelajaran Agama Islam.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Muamalah


Muamalah berasal dari kata yang semakna dengan mufa’alah (saling
berbuat), yang menggambarkan adanya suatu aktivitas manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan demikian, fiqih muamalah berarti hukum-
hukum syara’ yang berhubungan dengan perbuatan manusia urusan keduniaan
(Haroen, 2000)
Dapat dipahami Fiqih Muamalah adalah hukum-hukum syara’ yang mengatur
perbuatan manusia yang digali dari dalil-dalil Alquran maupun Hadits yang
terperinci yang berhubungan dengan persoalan-persoalan dunia (Ekonomi). Atau
lebih singkatnya adalah hukum Islam tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh manusia. Seperti al-bay’ (jual beli), qardh (utang piutang), ijarah (sewa
menyewa), dan Riba

2.2 Macam – Macam Muamalah.

1. Jual-Beli
Jual-beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar-menukar benda
untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan,
sesuai dengan firman Allah Swt. berikut ini:

…‫ب‬
َ ‫الر‬
ِّ ‫م‬ َّ ‫…وأَ َح‬
َ ‫ل ال َّل ُه الْبَ ْي َع َو َح َّر‬ َ

Artinya: ”... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...” (Q.S. al-Baqarah/2: 275).
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar
nilainya, dan agar tidak terjadi kekurangan di belakang hari, al-Qur’ãn
menyarankan agar dicatat, dan ada saksi, lihatlah penjelasan ini pada Q.S.
al-Baqarah/2: 282.

 Syarat-Syarat Jual-Beli Syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam


Islam tentang jual-beli adalah sebagai berikut.
1. Penjual dan pembelinya haruslah:
a. balig,
b. berakal sehat,

5
c. atas kehendak sendiri.
2. Uang dan barangnya haruslah:
a. halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga
babi dan berhala, termasuk lemak bangkai tersebut;
b. bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat
sama dengan menyia-nyiakan harta atau pemboros.
c. Keadaan barang dapat diserahterimakan. Tidak sah menjual
barang yang tidak dapat diserahterimakan. Contohnya,
menjual ikan dalam laut atau barang yang sedang dijadikan
jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.

‫ورا‬
ً ‫ان ل َِّر ِّبهِّ كَ ُف‬
ُ ‫شيْ َط‬
َّ ‫ان ال‬
َ َ‫ين ۖ َوك‬
ِّ ‫اط‬
ِّ َ‫شي‬
َّ ‫ان ال‬
َ ‫ين كَا ُنوا إِّ ْخ َو‬
َ ‫ْمبَذ ِِّّر‬
ُ ‫ن ال‬
َّ ِّ‫إ‬

Artinya: “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-


saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada
Tuhannya.” (Q.S. al-Isrā’/17: 27)

d. Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembeli.


e. Milik sendiri, sabda Rasulullah saw., “Tak sah jual-beli
melainkan atas barang yang dimiliki.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi).
3. Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan
harga sekian.” Pembeli menjawab, “Baiklah saya beli.” Dengan
demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka.
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah
jika suka sama suka.” (HR. Ibnu Hibban)
 Khiyar
- Pengertian
Khiyar adalah bebas memutuskan antara meneruskan jual-beli
atau membatalkannya. Islam memperbolehkan melakukan khiyar
karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa ada
unsur paksaan sedikit pun. Penjual berhak mempertahankan
harga barang dagangannya, sebaliknya pembeli berhak menawar

6
atas dasar kualitas barang yang diyakininya. Rasulullah saw.
bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama
keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar dan
suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual-belinya akan
memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan
keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus
keberkahan jual-belinya” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Macam-macam Khiyar
a. Khiyar Majelis, yaitu pembeli dan penjual boleh melakukan
khiyar, jadi atau tidaknya jual beli itu asal si penjual dan
pembeli belum meninggalkan majelis.
Artinya : “Apabila ada dua orang berjual beli, maka setiap
orang dari keduanya masih boleh khiyar (yakni jadi atau tidak
jadi) asal kedua belah pihak belum terpisah.)” (HR. Bukhari dan
Muslim)
b. Khiyar Syarat, seperti membeli pakaian, baju atau celana
dengan perjanjian jika cocok ukurannya, maka jadilah membeli
akan tetapi kalau tidak cocok, dan setelah dicoba dirumah
memang tidak cocok. Maka boleh dikembalikan atau ditukar
dengan lainnya. Khiyar Syarat boleh dilakukan segala macam
jual beli. Contoh : “menjual barang dengan harga sekian,
dengan syarat khiyar dalam tiga hari atau kurang dari tiga hari”
Nabi Muhammad SAW. bersabda kepada seorang laki-laki :
Artinya : “kamu berhak melakukan khiyar di segala barang
yang kamu beli, asal masih dalam waktu tiga hari tiga malam.”
(HR Baihaqi dan Ibnu Majah)
c. Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembalikan
barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat
mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun
hendaknya dilakukan sesegera mungkin.

7
2. Utang-piutang
- Pengertian
utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada
seseorang dengan catatan akan dikembalikan pada waktu
kemudian. Tentu saya dengan tidak mengubah keadaannya.
Misalnya utang Rp 100.000,00 di kemudian hari harus
melunasinya Rp 100.000,00. Memberi utang kepada seseorang
berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.
- Rukun Utang-Piutang
1) Yang berpiutang dan yang berutang
2) Ada harta atau barang
3) Lafadz kesepakatan, misal : “saya utangkan ini kepadamu.”
Yang berutang menjawab, “ya, saya utang dulu, beberapa hari
lagi (sebutkan dengan jelas) atau jika sudah punya akan saya
lunasi”.

Untuk menghindari keributan di belakang hari, Allah SWT.


menyarankan agar kita mencatat dengan baik utang-piutang yang
kita lakukan.

Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada


watu karena kesulitan, Allah SWT. menganjurkan memberinya
kelonggaran.

‫م‬
ْ ‫ن ُك ْن ُت‬ ْ ِّ‫م ۖ إ‬
ْ ‫ص َّد ُقوا َخيْ ٌر َل ُك‬ ْ َ‫س َرةٍ ۚ َوأ‬
َ ‫ن َت‬ َ ‫م ْي‬
َ ‫َى‬
ٰ ‫ظ َر ٌة إِّل‬
ِّ ‫س َرةٍ َف َن‬
ْ ‫ان ُذو ُع‬
َ َ‫ن ك‬
ْ ِّ‫َوإ‬
‫ون‬
َ ‫َم‬ ُ ‫َت ْعل‬
Artinya : “dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka
berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan
jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah/2: 280)

Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan


kelebihan atas kemauannya sendiri tanpa perjanjian sebelumnya,
kelebihan tersebut halal bagi yang berpiutang, dan merupakan

8
suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah SAW. bersabda :
“sesungguhnya sebaik-baik kamu, ialah yang sebaik-baiknya
ketika membayar utang.” (sepakat ahli hadits). Abu Hurairah ra.
Berkata, “Rasulullah SAW. telah berutang hewan, kemudian
beliau bayar dengan hewan yang lebih besar dari hewan yang
beliau utang itu,” dan Rasulullah SAW. bersabda, “orang yang
paling baik di antara kamu ialah orang yang dapat membatar
utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi)

Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian


dari orang yang melunasi utang dan telah disepakati bersama
sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan
tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah SAW.
berkata, “tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat maka ia
semacam dari beberapa macam riba” (HR. Baihaqi)

3. Sewa-menyewa
- Pengertian
Sewa-menyewa dalam fiqih Islam disebut ijarah, artinya imbalan
yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang diberikannya.
Jasa disini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat tinggal,
atau hewan.
Dasar hukum ijarah dalam firman Allah SWT.:
‫م‬
ْ ‫ما آ َتيْ ُت‬
َ ‫م‬ ْ ‫س َّل‬
ْ ‫م ُت‬ َ ‫م إِّ َذا‬
ْ ‫اح َعلَيْ ُك‬
َ ‫م َفلَا ُج َن‬ َ ‫ض ُعوا أَ ْول‬
ْ ‫َاد ُك‬ ِّ ‫س َت ْر‬ ْ َ‫م أ‬
ْ ‫ن َت‬ َ ْ ِّ‫وإ‬
ْ ‫ن أ َر ْد ُت‬ َ
…. ِّ‫ْم ْع ُروف‬ َ ‫ِّبال‬
Artinya : “… dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut…” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)
- Syarat dan Rukun Sewa Menyewa
1) Yang menyewakan dan yang menyewa telah balig dan berakal
sehat.
2) Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing,
bukan karena dipaksa.

9
3) Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang
menyewakan, atau walinya.
4) Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5) Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus
diketahui secara jelas oleh kedua belah pihak.
6) Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan
dengan jelas.
7) Harga sewa dan cara pembayarannya juga harus ditentukan
dengan jelas serta disepakati bersama

Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslaj


diketahui secara jelas dan disepakati bersama sebelumnya hal-
hal berikut:

1) Jenis pekerjaan dan jam kerjanya


2) Berapa lama masa kerja
3) Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian,
bulanan, mingguan ataukah borongan?
4) Tunjangan-tunjangan seperti transport, kesehatan, dan lain-
lain, kalau ada.
4. Riba
- Pengertian
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan).
Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti
tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba
dapat berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau
modal secara batil. Riba adalah bunga uang atau nilai lebih
atas penukaram barang. Hal ini sering terjadi dalam pertukaran
bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Riba, apa pun bentuknya, dalam syariat Islam hukumnya
haram. Sanksi hukumnya juga sangat berat. Diterangkan dalam
hadits yang diriwayatkan bahwa “Rasulullah mengutuk orag
yang mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang
mencatat, dan orang yang menyaksikannya.” (HR. Muslim).

10
Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba
sekalipun hanya sebagai saksi terkena dosanya juga.
Guna menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli
barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan
perak ditetapkan syarat :
a) Sama timbangan ukurannya, atau
b) Dilakukan serah terima saat itu juga,
c) Secara tunai.
Apabila tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak
boleh berbeda takarannya, namun tetap harus secara tunai
dan diserah terimakan saat itu juga. Kecuali barang yang
berlainan jenis dengan perbedaan seperti perak dan beras,
dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang
yang lain.
- Macam-macam Riba
a. Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama,
timbangannya. Misalnya, cincin emas 22 karat seberat 10 gram
ditukar dengan emas 22 karat namun seberat 11 gram.
Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
b. Riba Qordi, adalah pinjam-meminjam dengan syarat harus
memberi kelebihan saat mengembalikannya. Misal si A
bersedia meminjami si B uang sebesar Rp 100.000,00 asal si B
bersedia mengembalikannya sebesar Rp 115.000,00. Bunga
pinjaman itulah yang disebut riba.
c. Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama
timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum
melakukan serah terima. Seperti penjualan kacang, ketela yang
masih di dalam tanah.
d. Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang
beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan
yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan
setelah besar-besar atau setelah layak dipetik. Atau membeli
padi di musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen.

11
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Dapat kami simpulkan, bahwa muamalah merupakan tukar-menukar


barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditentukan,
seperti jual-beli, utang-piutang, sewa-menyewa, dan riba.

Manusia berlomba-lomba untuk memperoleh harta kekayaan


sebanyak mungkin. Mereka tidak memperdulikan harta tersebut dari
sumber halal atau haram. Riba hukumnya haram dan Allah SWT. melarang
untuk menggunakan/memakan barang dari hasil riba.

3.2 Saran

Sebaiknya hal-hal/kegiatan yang dilarang oleh Allah SWT. dari


Muamalah (ekonomi Islam) harus kita hindari, seperti utang piutang yang
meminta lebih dari berapa yang di pinjam, hal tersebut disebut riba. Allah
SWT. melarang keras bila manusia melakukannya.

12

Anda mungkin juga menyukai