Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH FIQIH

HUKUM ISLAM TENTANG MUAMALAH (JUAL BELI)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas MataKuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu:Musbihin Sahal,LC.M.A.

Kelompok 6

Disusun Oleh :
1. Nur Maftukhatul Khoiriyah ( 53020200049 )
2. Lilis Sholichah ( 53020200040 )

Kelas: IAT (A)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2020

i
Daftar Isi
Cover...........................................................................................................................................i
Daftar Isi....................................................................................................................................ii
Kata Pengantar..........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................iv
A.Latar Belakang..................................................................................................................iv
B.Rumusan Masalah...............................................................................................................v
C.Tujuan.................................................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................1
A. Pengertian Jual Beli.........................................................................................................1
B. Landasan Hukum Jual Beli.............................................................................................2
C. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam.....................................................................3-6
D. Jual Beli Yang di Larang Dalam Islam...........................................................................6
E. Hikmah Jual Beli...........................................................................................................10
BAB III PENUTUP..................................................................................................................11
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

ii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.

Bismillahirahmanirahim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nyadalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Hukum Islam tentang
Muamalah(Jual Beli).Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah fikih. Sholawat
serta salam semoga selalu tercurah kepada baginda kita Nabi besar Muhammad Saw,yang
telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman terang benderang saat ini.

Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Musbihin Sahal,Lc.M.A. selaku
dosen pengampu mata kuliah fikih,dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan
makalah ini.

Makalah Fiqih Muamalah ini telah kami susun dengan maksimal, untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada teman-teman khususnya kelompok kami yang
telah membantu membuat makalah Fiqih Muamalah.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan membawa pengetahuan
serta dapat berguna bagi kita semua dalam kehidupan sehari-hari.Kami sebagai penulis
mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada penulisan makalah ini,oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami.

Wassalamualaikum wr.wb.

Salatiga, 30 Oktober 2020

Penyusun

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam telah mengatur setiap segi kehidupan manusia, baik hubungan manusia
dengan Tuhannya (Muamalah Ma’allah) dan hubungan manusia dengan manusia
(Muamalah Ma’annas).

Dalam islam hubungan antar manusia dengan manusia diatur dalam suatu
cabang ilmu, yakni ilmu fikih. Semua yang berhubungan dengan umat islam ,baik itu
sewa menyewa, pinjam meminjam, utang piutang,ataupun jual beli semua dibahas
didalamnya.Setiap umat islam pasti membutuhkan bantuan orang lain untuk memnuhi
kebutuhannya, saat ini transaksi jual beli bias dilakukan dengan mudah, seperti halnya
penjual menjual barang dagangannya di pasar, kemudian pembeli membeli barang itu
dengan alat tukar yakni dengan sejumlah uang.

Pada zaman sekarang jual beli tidak hanya terbatas dalam satu ruang,
dikarenakan banyaknya teknologi yeng ada. Penjual dan pembeli biasa bertransaksi
dengan mudah melalui media social.

Dalam pembahasan fikih, jual beli diartikan sebagai proses pemindahan hak
milik barang / harta kepada pihak lain menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Sebagai bagian dari hukum islam keadilan dalam jual beli merupakan pijakan terbesar
untuk mewujudkan kemaslahatan umat manusia.

iv
B.Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Jual beli?

2 .Apa Landasan Hukum Jual beli?

3. Apa Syarat dan Rukun Jual beli?

4. Bagaimana Macam-macam Jual beli yang dilarang?

5.Bagaimana Hikmah Jual beli dalam Islam?

C.Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Jual beli.

2. Untuk Mengetahui Landasan Hukum Jual beli.

3.Untuk Mengetahui Perbedaan Syarat dan Rukun Jual beli.

4.Untuk Mengetahui Macam-macam Jual beli yang dilarang .

5.Untuk Mengamalkan Cara Transaksi Jual beli yang baik dalam Islam.

v
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli

Menurut etimologi,jual beli diartikan :

‫َّى ِء‬ ِ ِ ‫م َقابلَةُالش‬


ْ ‫َّيءباش‬
ْ َ ُ

Artinya:Pertukaran sesuatu dengan sesuatu(yang lain)

Kata lain dari al-ba’I adalah asy-syira’,al-mubadah,dan at-tijarah.Dalam kitab


Fathul mu’in karangan Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz dijelaskan : menurut bahasanya,jual
beli adalah menukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut syara’ ialah
menukarkan harta dengan harta pada wajah tertentu1. Adapun jual beli menurut terminologi,
para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:

1. Menurut ulama Hanafiyah :2

ٍ ‫ص ْو‬ ٍ ٍ ‫مِب‬
‫ص‬ ُ ْ‫ُمبَ َادلَةُ َم ٍل َال َعلَى َو ْجه خَم‬

Artinya: “Pertukaran harta (benda ) dengan harta berdasarkan cara khusus


(yang dibolehkan)

2. Menurut Imam Nawawi3 dalam Al-Majmu’ :

‫ُم َق َابلَةُ َم ٍل مِب َ ٍال مَتْلِْي ًكا‬

Artinya :”pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan

3. Menurut Ibnu Qudamah4 dalam kitab Al-Mugni :

‫ُمبَ َادلَةُالْ َم ٍال بِاْمل ٍال مَتْلِْيكاً َومَتَلُّ ًكا‬


َ

1
Siswadi.Jual Beli dalam Perspektif Islam.Jurnal Ummul Quro’ Vol III (no 2)2013.Hal 60
2
Alaudin al- kasyani,Badai’ Ash-Shanai’ fi Tartib Asy syara’.juz V.Hal.133
3
Muhammad Asy-syarbini. Mugni al- muhtaj.juz II.Hal 2
4
Ibnu Qudamah. Al-Mugni.juz III.Hal.559

1
Artinya: “pertukaran harta dengan harta umtuk saling menjadikan milik.”

B. Landasan Hukum Jual Beli


Jual beli disyariatkan berdasarkan Al-qur’an, Sunah,dan Ijma’. Yakni

a. Al-Qur’an, diantaranya :

‫َٔاح َّل ال ٰلّهُ اْ َلبْي َع َو َحَّر َم ِّار ٰبوا‬


َ ‫َو‬

Artinya “padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan


riba”(Q.S al baqarah:275)

‫ِٕا‬
َ َ‫وَأ ْش ِه ُد ْوا ذَا َتب‬...
…‫اي ْعتُ ْم‬ َ

Artinya : “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli .”

ٍ ‫اِاَّل اَ ْن تَ ُك ْو َن جِت َ َارةً َع ْن َتَر‬


‫اض ِمْن ُك ْم‬

Artinya : “Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka

b. As-sunah,diantaranya: H.R.Bajjar,Hakim menyahihkan dari rifa’ah Ibn Rafi’


Yang artinya:

“Nabi SAW ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik Beliau
menjawab ”Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang
mabrur.”

Maksud mabrur dalam hadis diatas adalah jual beli yang terhindar dari
usaha tipu menipu dan merugikan orang lain.

c. Ijma’

Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa
manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,tanpa bantuan orang
lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhakan
itu ,harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

2
C. Rukun dan Syarat Jual Beli dalam Islam

Setelah diketahui pengertian dan dasar hukumnya, bahwa jual beli merupakan
pertukaran harta atas dasar saling rela dan atas kesepakatan bersama. Suapaya bisnis
yang kita lakukan itu halal, maka perlu memperhatikan rukun dan syarat jual beli .

Rukun secara bahasa adalah yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu
pekerjaan .Sedangkan syarat adalah ketentuan (peraturan, petunjuk)yang harus
diindahkan dan dilakukan.

Perbedaan antara rukun dan syarat menurut ulama ushulfiqih, yaitu rukun
merupakan sifat yang kepadanya tergantung keberadaan hukum dan ia termasuk
dalam hukum itu sendiri, sedangkan syarat merupakan sifat yang kepadanya
tergantung keberadaan hukum, tetapi ia berada di luar hukum itu sendiri

Menurut jumhur ulama rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

1. Akad (ijab qobul), pengertian akad menurut

bahasa adalah ikatan yang ada diantara ujung suatu barang. Sedangkan
aqad menurut istilah:

‫ارتباط االجياب بقبول عىل وجه مرشوع يثيت القراىض‬

(Perkataan antara ijab qabul dengan cara yang dibenarkan oleh syara’
yang menetapkan kedua belah pihak)

Mengucapkan dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat
ditempuh dalam mengadakan akad, tetapi ada juga dengan cara lain yang dapat
menggambarkan kehendak untuk berakad para ulama menerangkan beberapa cara
yang ditempuh dalam akad diantaranya:

a) Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi transaksi jual
beli yang berjauhan maka ijab qabul dengan cara tulisan (kitbah).

3
b) Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli
dengan cara ucapanatau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat.
Sehingga muncullah kaidah:

‫االشارة املعهودة اخلرش اكلبيان ابللسان‬

“isyarat bagi orang bisu sama dengan ucapan lidah”

c) Dengan cara ta’ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan


pemberian kepada orang lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan
imbalan kepada orang yang memberinya tanpa ditentukan besar imbalan.
d) Dengan cara lisan al-hal, menurut sebagian ulama mengatakan, apabila
seseorang meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain kemudian
orang itu pergi dan orang yang ditinggali barang-barang itu berdiam diri
saja hal itu dipandang telah ada akad ida’ (titipan) antara orang yang
meletakkan barang titipan dengan jalan dalalah al hal.

Dengan demikian akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual
beli belum dikatakan sah sebelum ijab dan qobul dilakukan sebab ijab qabul
menunjukkan kerelaan (keridhaan). Ijab qabul boleh dilakukan dengan lisan atau
tulis. Ijab qabul dalam bentuk perkataan atau dalam bentuk perbuatan yaitu saling
memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).

2. Orang yang berakad (subjek)


Dua pihak terdiri dari bai’(penjual) dan mustari (pembeli). Disebut juga aqid,
yaitu orang yang melakukan akad dalamjual beli, dalam jual beli tidak mungkin
terjadi tanpa adanya orang yang melakukannya, dan orang yang melakukanharus:
a) Beragama Islam, syarat orang yang melakukan jual beli adalah orang
Islam, dan ini disyaratkan bagi pembeli saja dalam benda-benda tertentu.
Misalnya, seseorang dilarang menjual hamba sahaya yang beragama islam
sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang
beragama islam.

Sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan


kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin, dalam

4
... ‫ولَنيَ ْج َعلَٱللَّ ُهلِْل َٰك ِف ِر َين َعلَىٱلْ ُمْؤ ِمنِينَ َسبِياًل‬...
َ

Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-


orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (QS. An-
Nisa:141)

b) Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakaldisini adalah orang


yang dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik baginya. Maka
orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya, sekalipun miliknya sendiri
c) Dengan kehendaknya sendiri, yang dimaksud dengankehendaknya sendiri
yaitu bahwa dalam melakukan perbuatan jual beli tidak dipaksa.
d) Baligh, baligh atau telah dewasa dalam hukum Islam batasan menjadi
seorang dewasa bagi laki-laki adalah apabila sudah bermimpi atau
berumur 15 tahun dan bagi perempuan adalah sesudah haid.
e) Keduanya tidak mubazir, yang dimaksud dengan keduanya tidak mubazir
yaitu para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli tersebut
bukanlah manusia yang boros (mubazir).

3.Ma’kud ‘alaih (objek)

Untuk menjadi sahnya jual beli harus ada ma’qud alaih yaitu barang menjadi
objek jual beli atau yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli (Chairuman
dan Suhwardi, 1996: 37). Barang yang dijadikan sebagai objek jual beli ini harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a) Bersih barangnya, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan bukanlah


benda yang dikualifikasikan kedalam benda najis atau termasuk barang
yang digolongkan diharamkan.
b) Dapat dimanfaatkan, maksudnya yaitu barang yang diperjual belikan harus
ada manfaatnya sehingga tidak boleh memperjual belikan barang-barang
yang tidak bermanfaat.
c) Milik orang yang melakukan aqad, maksudnya bahwa orang yang
melakukan perjanjian jual beli atas sesuatu barang adalah pilihan sah
barang tersebut dan atau telah mendapat izin dari pemilik sah barang
tersebut.

5
d) Mengetahui, maksudnya adalah barang yang diperjual belikan dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya, bentuknya,
sifatnya dan harganya. Sehingga tidak terjadi kekecewaan diantara kedua
belah pihak.
e) Barang yang di aqadkan ada ditangan, maksudnya adalah perjanjian jual
beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam
kekuasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau
tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan (Chairuman dan
Suhwardi, 1996: 40).
f) Mampu menyerahkan, maksudnya adalah keadaan barang haruslah dapat
diserah terimakan. Jual beli barang tidak dapat diserah terimakan, karena
apabila barang tersebut tidak dapat diserah terimakan, kemungkinan akan
terjadi penipuan atau menimbulkan kekecewaan pada salah satu pihak.

4. Ada nilai tukar pengganti barang

Nilai tukar pengganti barang, yaitu sesuatu yang memenuhi tiga syarat; bisa
menyimpan nilai, bisa menilai atau menghargakan suatu barang dan bisa dijadikan
alat tukar.Empat rukun tersebut, memuat beberapa syarat yang harus di penuhi
dalam juala beli (bisnis), yaitu syarat sahnya ijab qobul dalam kitab fiqh disebutkan
minimal ada tiga; (a) Jangan di selingi dengan kata–kata lain antar ijab qobul, (b)
Orang – orang yang berakad (penjual dan pembeli) dan (c) Jangan ada yang
memisahkan maksudnya penjual dan pembeli masih ada interaksi tentang ijab
qobul.5

D. Jual Beli Yang di Larang Dalam Islam


1) Terlarang Sebab Ahliyah (Ahli akad)

Ulama telah sepakat bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila


dilakukan oleh orang yang baligh, berakal,dapat memilih,dan mampu
bertasharruf dengan bebas dan baik. Mereka yang dipandang tidak sah jual
belinya adalah berikut ini :

5
Shabirin. Jual Beli dalam Pandangan Islam. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam. Vol 3 No 2, 2015. Hal
247-251

6
a) Jual beli orang gila
Ulama fikih sepakat bahwa jual beli orang yang gila tidak sah.
Seperti orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
b) Jual beli anak kecil
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli anak kecil dipandang tidak
sah,kecuali dalam perkara-perkara yang ringan atau sepele.
c) Jual beli orang buta
Jual beli orang buta dikategorikan sahih menurut jumhur jika
barang yang dibeli diterangkan sifat-sifatnya. Adapun menurut ulama
Syafi'iyah,jual beli orang buta itu tidak sah sebab ia tidak dapat
membedakan barang yang jelek dan yang baik
d) Jual beli terpaksa
Menurut ulama Hanafiyah,hukum jual beli orang
terpaksa,seperti jual beli fudhul yakni ditangguhkan. Sedangkan
menurut ulama Malikiyah,tidaklazim,baginya ada khiyar. Adapun
menurut ulama Syafi'iyah dan Hanabilah,jual beli tersebut tidak sah
sebab tidak ada keridaan ketika akad.
e) Jual beli fudhul
Jual beli fudhul adalah jual beli milik orang tanpa seizin
pemiliknya.
f) Jual beli orang yang terhalang

Maksud terhalang disini adalah terhalang karena


kebodohan,bangkrut ataupun sakit.

g) Jual beli malja'


Jual beli malja' adalah jual beli orang yang sedang dalam
bahaya,yakni untuk menghindari dari perbuatan zalim.
2) Terlarang Sebab Shighat

Ulama fikih telah sepakat atas sahnya jual beli yang didasarkan pada
keridaan di antara pihak yang melakukan akad,ada kesesuaian di antara ijab
qobul; berada di satu tempat,dan tidak terpisah oleh suatu pemisah.

7
Jual beli yang tidak memnuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah.
Beberapa jual beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh
para ulama adalah berikut ini.

a) Jual beli mu'athah

Jual beli mu'athah adalah jual beli yang telah disepakati oleh
pihak akad,berkenaan dengan barang maupun harganya,tetapi tidak
memakai ijab qobul. Jumhur ulana menyatakan sahih apabila ada ijab
dari salah satunya.

b) Jual beli melalui surat atau melalui utusan

Disepakati ulama fikih bahwa jual beli melalui surat atau utusan
adalah sah. Tempat berakad adalah sesampainya surat atau utusan dari
aqid pertama kepada aqid kedua. Jika qobul melebihi tempat ,akad
tersebut dipandang tidak sah,seperti surat tidak sampai ke tangan yang
dimaksud.

c) Jual beli dengan isyarat atau tulisan

Disepakati kesahihan akad dengan isyarat atau tulisan


khususnya bagi yang uzur sebab sama dengan ucapan. Selain
itu,isyarat juga menunjukkan apa yang ada didalam hati aqid. Apabila
isyarat tidak dapat dipahami dan tulisannya jelek(tidak dapat
dibaca),maka akadnya tidak sah.

d) Jual beli barang yang tidak ada ditempat akad


Ulama fikih sepakat bahwa jual beli atas barang yang tidak ada
di tempat adalah tidak sah sebab tidak memenuhi syarat in'iqad.
e) Jual beli tidak bersesuaian antara ijab dan qobul
Hal ini dipandang tidak sah menurut kesepakatan ulama. Akan
tetapi,jika lebih baik,seperti meninggikan harta,menurut ulama
Hanafiyahmembolehkannya,sedangkan ulama Syafi'iyah
menganggapnya tidak sah.

8
f) Jual beli munjiz
Jual beli munjiz adalah yang dikaitkan dengan suatu syarat atau
ditangguhkan pada waktu yang akan datang. Jual beli ini,dipandang
fasid menurut ulama Hanafiyah,dan batal menurut jumhur ulama.
3. Terlarang sebab Ma'qud Alaih(Barang Jualan)

Secara umum,ma'qudalaih adalah harta yang dijadikan alat pertukaran oleh


orang yang akad,yang biasa disebut mabi'{barang jualan} dan harga.Ulama fiqih
sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma'qudalaih adalah barang yang
tetap atau bermanfaat,berbentuk dapat diserahkan,dapat dilihat oleh orang-orang
yang akad,tidak bersangkutan dengan milik orang lain,dan tidak ada larangan dari
syara'.Selain itu ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama,tetapi
diperselisihkan oleh ulama lainnya,diantaranya berikut ini.

a) Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
b) Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan
c) Jual beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran.
d) Jual beli barang yang najis dan yang terkena najis
e) Jual beli air
f) Jual beli barang yang tidak jelas (majhul)
g) Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
4. Terlarang Sebab Syara'
Ulama sepakat membolehkan jual beli yang memenuhi persyaratan dan
rukunnya. Namun demikian,ada beberapa masalah yang diperselisihkan diantara
para ulama,diantaranya berikut ini :
a. Jual beli riba
b. Jual beli dengan uang dari barang yang diharamkan
c. Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
d. Jual beli waktu azan jumat
e. Jual beli anggur untuk dijadikan khamar
f. Jual beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
g. Jual beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
h. Jual beli memakai syarat6
E. Hikmah Jual Beli
6
Prof. DR. H. Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah. (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal 93-101

9
Allah swt. mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan
kepadahamba-hamba-Nya. Sebab, setiap orang dari suatu bangsa memiliki
banyakkebutuhan berupa rnakanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat
diabaikannyaselama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua
kebutuhanitu, sehingga dia perlu mengambilnya dari orang lain. Dan, tidak ada cara
yang lebih sempurna untuk mendapatkannya selain dengan pertukaran. Dia
memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagai ganti atas apa
yang diarnbilnya dari orang lain yang dibutuhkannya7. Banyak manfaat dan hikmah
jual beli, diantaranya:
a. Dapat menata struktur kehidupan masyarakat yang menghargai hak milik
orang lain.
b. Dapat memenuhi kebutuhan atas dasar kerelaan atau suka sama suka.Masing-
masing pihak merasa puas.
c. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang haram(batil)
d. Penjual dan pembeli mendapat rahmat Allah.
e. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
f. Melaksanakan jual beli yang benar dalam kehidupan.8

7
Sayid Sabiq,1972-1421.Fikih Sunnah.Beirut Libanon:Dar al Fikr jilid 5.Hal 159
8
Syamsul Efendi, Jual Beli dengan Sistem Transfer Dana Melalui Bank dalam Pandangan Islam. Jurnal
Riset Akutansi Multi Paradigma. Vol 4 No 3, 2017. Hal 66.

10
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Jual beli adalah proses pemindahan hak milik barang / harta kepada pihak lain
menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Sebagai bagian dari hukum islam keadilan
dalam jual beli merupakan pijakan terbesar untuk mewujudkan kemaslahatan umat
manusia.

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia
dalam memnuhi kebutuhan mereka. Namun demikian tidak semua jual beli
diperbolehkan ada juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau
syarat jual beli.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi pembaca dimasa kini
dan masa yang akan datang. Karena kita sebagai umat muslim harus memperhatikan
tata cara jual beli yang baik menurut agama islam.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi perbaikan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Syamsul . 2017. Jual Beli dengan Sistem Transfer Dana Melalui Bank dalam
Pandangan Islam. Jurnal Riset Akutansi Multi Paradigma. 4 (3): 66

Sabiq, Sayid.1972-1421.Fikih Sunnah.Beirut Libanon:Dar al Fikr jilid 5.Hal 159

Shobirin.2015.Jual Beli dalam Pandangan Islam.Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam.3(2):


247-251
Siswadi. 2013.Jual Beli dalam Perspektif Islam.Jurnal Ummul Quro’.3 (no 2): 60

Syafei, Rachmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia

12

Anda mungkin juga menyukai