Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Islam adalah agama yang sempurna tidak ada sedikitpun kerguaan

padanya yang bahkan di dalamnya bukan saja berisi tentang persoalan ibadah tapi

juga terdapat rambu-rambu yang membahas tentang sendi-sendi kehidupan sehari-

hari.

Sebagaimna telah diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang letaknya

sangat strategis berada antara 2 benua dan 2 samudera, di mana menjadi tempat

lalu lintas bagi para pengekspor dan pengimpor serta wisatawan asing datang ke

Indonesia. Dari posisi atau letak yang strategis itu mengakibatkan Indonesia

menjadi salah satu tempat yang sering melakukan interaksi tukar menukar (jual

beli).

Jual beli merupakan salah satu aktivitas tukar menukar yang sudah biasa

dilakukan di kalangan masyarakat pada umumnya. Bukan hanya di wilayah

masyarakat tetapi di dalam agama Islam sudah jauh-jauh hari di jelaskan

mengenai jual beli ini. Mengingat zaman dan kondisi lingkungan, masyarakat

semakin ke sini lupa akan proses serta ketentuan agama Islam dalam menyikapi

perihal jual beli yang di perbolehkan dan di syariatkan. Bahkan, tak sedikit

1
masyarakat terjebak antara jual beli dan riba karena kedua hal itu sangat beda tipis

perihal pengerjaannya dan ini di pandang sangat serius oleh agama Islam

Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an;

...)89:‫(النحل‬...‫ونزل عليك الكتاب تبيانالكل شيء‬

“Dan kami turunkan kepadamu al-kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala

sesuatu” (QS. An-Nahl; 89)

Dengan melihat hal tersebut penulis mengangkat judul mengenai

“PEMAHAMAN MASYRAKAT TERHADAP JUAL BELI YANG

MENGADNUNG RIBA” dan ingin melakukan observasi yang bersifat

wawancara kepada para penjual (pedagang) dan pembeli yang khususnya berada

di daerah Majalengka

1.2 Perumusan masalah

2.1 Apa makna jual beli dan riba?

2.2 Larangan dan macam-macam riba?

2.3 Solusi dari praktek riba?

1.3 Metode penelitian

Metode deskriptif kualitatif yaitu data pembahasan dan hasil

penelitian (analisis penelitian) berupa pendeskripsian dalam bentuk kata-kata.

2
1.4 Teknik pengumpulan data

Wawancara merupakan proses pengumpulan data dengan cara

tanya jawab secaara langsung. Pewawancara sudah membuat pertanyaan secara

tertulis dan ditanyakan secara langsung pada responden. Acuan penulisan 5 W + 1

H.

1.5 Tujuan penelitian

5.1 Agar mengetahui makna jual beli dan riba

5.2 Supaya memahami macam dan larangan riba

5.3 Supaya terhindar dari memakan riba

1.6 Sistematika pembahasan

BAB. I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan Penelitian

1.4 Methode Penelitaian

1.5 Teknik Pengumpulan Data

1.6 Sistematika Pembahasan

BAB. II KAJIAN PUSTAKA/LANDASAN TEORI

3
2.1 Makna jaul beli dan riba

2.2 Larangan riba

2.3 Hikmah dan solusi terhindar dari praktek riba

BAB. III PEMBAHASAN

3.1 Tempat dan waktu penelitian; Pasar Cigasong

3.2 Hasil penelitian

3.3 Pembahasan

BAB. IV KESIMPPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

LAMPIARAN-LAMPIRAN

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Makna Jual Beli dan Riba

1. Penegertian jual beli

‫ باع يبيع بيعا‬artinya; menjual. ‫ البيع‬menurut Bahasa adalah; ‫مقابلة شيء بشيء‬

(tukar menukar). Sedangkan menurut istilah ialah;

‫مبادلة مال بمال على سبيل التراضى‬

“Menukarkan harta dengan harta dengan cara suka sama suka”

Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an;

...)29:‫(النساء‬...‫اآل ان تكون تجارة عن تراض منكم‬

“...kecuali dengan jalan perniagaan yan berlaku dengan suka sama suka

diantara kamu...” (QS. An-Nisa:29)

Definisi tersebut menunjukan bahwa segala bentuk tukar menukar harta

bisa disebut jual beli. Membeli barang dengan uang termasuk jual beli karena

uang pun termasuk harta, sedangkan menjual jasa atau kerja termasuk jual beli

tetapi bisa disebut upah atau gaji.

Jual beli adalah hal yang di syari’atkan menurut Al-Qur’an dan As-

Sunnah, karena jual beli merupakan kebutuhan seluruh umat manusia. Dalam jual

5
beli terdapat aturan dan ketentuan dalam islam yang harus ditaati oleh semua

pihak dab jika dilanggar berarti tidak sah dan bathil.

Para ulama telah menentuksn rumusan dalah jual beli yaitu;

‫االصل في البيوع االباحة‬.

“Asal dalam jual beli adalah mubah/boleh.”

Ini berarti jika ada hal yang terlarang dalam jual beli diperlukan dalil yang

menetapkan haram atau tidak sah. Contoh, jual beli ayam, kambing, sapi, boleh

karena tidak terdapat dalil yang melarang, sementara jual beli babi haram karena

terdapat dalil yang melarangkannya. Demikian juga dalam hal-hal lainnya.

2. Pengertian riba

Riba, secara Bahasa adalah ‫ادة‬yy‫ الزي‬artinya kelebihan atau penambahan.

Dilihat dari makna Bahasa, riba tidak jauh berbeda dengan ar-ribhu (profit,

keuntungan) yakni sama-sama ‫( الزيادة على راس المال‬penambahan atas harta pokok).

Dari pengertian Bahasa ini akan muncul anggapan bahwa jual-beli sama dengan

riba, karena keduanya menghasilkan kelebihan dari modal. Karena itu makna

secara Bahasa tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam pembahasan ini.

Kajian masalah ini telah dilakukan oleh para ulama dari masa ke masa,

sehingga kriteria riba yang ditetapkan pun mengalami perkembangan sebagai

berikut:

6
a. Pandangan ulama mutaqaddimin (abad I – V H)

Zaid bin Aslam berkata:

‫ِإَّنَم ا َك اَن الِّر َبا ِفي اْلَج اِه ِلَّيِة ِفي الَّتْض ِع ْي ِف َو ِفي الِّس ِّن َيُك ْو ُن ِللَّرُج ِل َفْض ُل َد ْيٍن َفَيْأِتْيِه ِإَذ ا َح َّل اَألَج ُل َفَيُقْو ُل َلُه‬

4:90 ‫– َتْقِض ْيِنْي َأْو َتِز ْيُد ِنْي – تفسر الطبري‬

Yang di maksud dengan riba jahiliyyah dalam pelipat gandaan dan usia

(waktu) adalah seseorang yang memiliki piutang. Pada saat jatuh tempo, ia

mendatanginya lalu berkata, “Lunasi sekarang atau tambah pembayaran”. Tafsir

At-Thabari, IV:90.

Qatadah berkata:

‫َأَّن ِر َبا اْلَج اِه ِلَّيِة َيِبْيُع الَّرُج ُل اْلَبْيَع ِإَلى َأَج ٍل ُمَس ًّمى َفِإَذ ا َح َّل اَألَج ُل َو َلْم َيُك ْن ِع ْنَد َص اِح ِبِه َقَض اٌء َز اَد ُه واخر‬

3:101 ‫تفسر الطبري‬- ‫َع ْنُه‬-

“Riba jahiliyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo

(kredit) hingga waktu tertentu. Apabila telah jatuh tempo dan si pembeli tidak

mampu membayar, ia memberikan bayaran atas penangguhan” Tafsir at-

Thabari, III:101

b. Pandangan ulama mutawasithin (abad VI – X)

Imam As-Sarkashi (W. 483 H)

‫الِر َبا ُهَو اْلَفْض ُل اْلَخ اِلْي َع ِن اْلِع َو ِض اْلَم ْش ُرْو ُط ِفي اْلَبْيِع‬

“Riba adalah tambahan tanpa adanya iwadh (transaksi pengganti atau

penyeimbang) yang disyaratkan dalam jual-beli” Al-Mabsuth, XII:109

7
Ibnul ‘Arabi (W. 543 H)

‫ألِّر َبا ِفي الُّلَغ ِة ُهَو الِّز َياَد ُة َو اْلُمَر اُد ِبِه ِفي اَألَيِة ُك ُّل ِز َياَدٍة َلْم ُيَقاِبْلَها ِع َو ٌض‬

“Riba secara bahasa adalah kelebihan atau penambahan, dan yang

dimaksud dengan riba dalam ayat (Alquran) itu adalah setiap penambahan yang

diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang.”

Imam An-Nawawi (W. 676 H)

‫َطَلُب الِّز َياَد ِة ِفي اْلَم اِل ِبِز َياَد ِة اَألَج ِل‬

“Menuntut tambahan atas harta pokok karena penambahan waktu” Al-

Majmu’ Syarh Muhadzdzab, IX: 442

Bahruddin Al- ‘Aini (W. 855 H)

‫الِّز َياَد ُة َع َلى َأْص ِل َم اٍل ِم ْن َغْي ِر َع ْقِد َتَباُيٍع‬

“Riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya akad jual-beli”

c. Pandangan ulama mutaakhirin (abad XI – XV)

Al-Jurjani berkata:

‫الِّر َبا ُهَو ِفي الُّلَغ ِة الِّز َياَد ُة َو ِفي الَّش ْر ِع ُهَو َفْض ٌل َخ اٍل َع ْن ِع َو ٍض ُش ِر َط َأِلَح ِد اْلَع اِقَد ْيِن‬

8
“Riba menurut bahasa artinya penambahan, dan menurut syar’i adalah

tambahan tanpa adanya iwadh (transaksi pengganti atau penyeimbang) yang

disyaratkan kepada salah satu pihak yang berakad” At-Ta’rifat:146.

Keterangan-keterangan di atas menunjukkan bahwa di kalangan para

ulama terjadi pengembangan pemikiran dalam memaknai riba. Hal ini sejalan

dengan perkembangan situasi ekonomi dan perdagangan pada masa masing-

masing.

Dengan memperhatikan sistem riba yang di lakukan oleh kaum

jahiliyyah, ulama mutaqaddimin memaknai riba secara khusus (lebih spesififk),

namun terbagi kepada dua jenis. Secara umum, ulama membagi riba menjadi

dua bagian, yaitu riba nasi’ah dan riba fadhl.

Riba Nasi’ah, adalah tambahan yang disyaratkan dan di ambil oleh orang

yang meminjamkan atas adanya perbedaan waktu tanpa adanya transaksi

pembanding. Riba nasi’ah merupakan bentuk riba yang banyak terjadi pada

masa jahiliyyah.

Riba Fadhl, adalah adanya tambahan dalam pertukaran (jual-beli) barang

sejenis, seperti jual-beli uang dengan uang atau makanan dengan makanan yang

disertai dengan penambahhan. Riba fadhl diharamkan untuk mencegah

terjadinya riba nasi’ah. Riba fadhl diharamkan berdasarkan atas larangan

Rasulullah SAW. Beliau bersabda;

9
‫ والتبيعوا الورق باالورق اال مثل‬,‫ وال تشفوا بعضها على بعض‬,‫ال تبيعوا الذهب بالذهب اال مثال بمثل‬

)‫ (متفق عليه‬.‫ وال تبيعوا منها غائبا بناجز‬,‫ والثشفوا بعضها على بعضا‬,‫بمثل‬

Janganlah mejual emas dengan emas kecuali setara dengan setara, dan

janganlah tambah sebagiannya dengan sebagian, dan janganlah mejual perak

dengan perak kecuali setara dengan setara, dan janganlah tambah sebgainnya

dengan sebagian, dan janganlah menjual darinya yangbghaib dengan yang ada.

(Muttafaqun ‘alaih).

.‫ فمن زاد او اسثزاد فهو ربا‬,‫ والفضة بالفضة وزنا بوزن مثال بمثل‬.‫الذهب بالذهب وزنا بوزن مثال بمثل‬

)‫(رواه مسلم‬

Emas hendaklah dibayar dengan emas yang sama timbangannya dan

sama sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya dan sama

sebanding, barang siapa menambah atau meminta tambahan maka itu riba.

(Riwayat Muslim)

Dari hadist di atas, dapat dipahami bahwa riba tidak hanya terjadi pada

uang, tetapi komoditas lain. Hal itu akibat adanya penyelewengan atas ketentuan

yang telah ditetapkan.

B. Larangan Riba

Masalah riba adalah satu topik yang terus menjadi bahan kajian dan

diskusi diantara para ahli fiqih. Dan sekarang riba sudah tidak diperdebatkan lagi.

10
Para ulama seluruhnya sepakat akan haramnya riba, mengingat dalam Al-Qur’an

sudah dinyatakan dengan tegas dengan firmannya;

...)275:‫(البقرة‬...‫واحل هللا البيع وحرم الربوا‬

“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS.

Al-Baqarah:275)

Tetapi para ulama masih berbeda pendapat dalam menentukan mana yang

disebut atau termasuk riba.

Kalau kita perhatikan kata riba dalam Al-Qur’an ditemukan sebanyak

tujuh kali, yaitu pada surah Al-Baqarah ayat 275,276,278dan 279, surah Al-Imran

ayat130, surah An-Nisa ayat 161 dan surah Ar-Rum ayat 39.

Perlu diketahui bahwa larangan riba dalam Al-Qur’an tidak turun

sekaligus, melainkan secara bertahap, yakni dalam empat tahap;

Tahap pertama (awal), Ar-Rum ayat 39

‫َو َم ٓا َء اَتۡي ُتم ِّم ن ِّرٗب ا ِّلَيۡر ُبَو ْا ِفٓي َأۡم َٰو ِل ٱلَّناِس َفاَل َيۡر ُبوْا ِع نَد ٱِۖهَّلل َو َم ٓا َء اَتۡي ُتم ِّم ن َزَكٰو ٖة ُتِر يُد وَن َو ۡج َه ٱِهَّلل‬

٣٩ ‫َفُأْو َلٰٓـِئَك ُهُم ٱۡل ُم ۡض ِع ُفوَن‬

“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia

bertambah, maka tidak bertambah dalam pandanga Allah. Dan apa yang kamu

berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keeridoan Allah,

maka itulah orang-orang yang melipat gandakan hartanya”.

11
Ayat ini turun di Mekkah tidak mengharamkan secara jelas, hanya

merupakan penolakan terhadap anggapan bahwa pinjaman riba yang pada

zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai perbuatan

taqarrub kepada Allah.

Tahap kedua, An-Nisa ayat 161

١٦١ ‫َو َأۡخ ِذِهُم ٱلِّر َبٰو ْا َو َقۡد ُنُهوْا َع ۡن ُه َو َأۡك ِلِه ۡم َأۡم َٰو َل ٱلَّناِس ِبٱۡل َٰب ِط ِۚل َو َأۡع َتۡد َنا ِلۡل َٰك ِفِريَن ِم ۡن ُهۡم َع َذ اًبا َأِليٗم ا‬

“Dan karena mereka menjalankan riba, padhal sungguh mereka telah

dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara yang tidak

sah (bathil). Dan kami sediakan bagi orang-orang kafir adzab yang pedih”.

Ayat ini turun di Madinah sebelum tahun ke-3 hijriyah. Ayat ini pun

belum secara tegas mengharamkan riba, namun memberikan gambaran buruk

sebagai ancaman yanag keras terhadap orang Yahudi yang memakan riba.

Tahap ketiga, Al-Imran ayat 130

‫ۖٗة‬
١٣٠ ‫َيٰٓـَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا اَل َتۡأ ُك ُلوْا ٱلِّر َبٰٓو ْا َأۡض َٰع ٗف ا ُّم َٰض َع َف َو ٱَّتُقوْا ٱَهَّلل َلَع َّلُك ۡم ُتۡف ِلُحوَن‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan

berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.”

Ayat ini turun di Madinah pada tahun ke-3 hijriyah, untuk memberikan

gambaran bahwa pengambilan riba dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan

fenomena yang banyak di praktikan pada masa tersebut.

12
Tahap keempat (akhir), Al-Baqrah 275-279

‫ٱَّلِذ يَن َيۡأ ُك ُلوَن ٱلِّر َبٰو ْا اَل َيُقوُم وَن ِإاَّل َك َم ا َيُقوُم ٱَّلِذ ي َيَتَخَّبُطُه ٱلَّشۡي َٰط ُن ِم َن ٱۡل َم ِّۚس َٰذ ِلَك ِبَأَّنُهۡم َقاُلٓو ْا ِإَّنَم ا‬

‫ة ِّم ن َّرِّبِهۦ َفٱنَتَهٰى َفَل ۥُه َم ا َس َلَف َو َأۡم ُر ٓۥُه ِإَلى ٱِۖهَّلل‬ٞ‫ٱۡل َبۡي ُع ِم ۡث ُل ٱلِّر َبٰو ْۗا َو َأَح َّل ٱُهَّلل ٱۡل َبۡي َع َو َح َّر َم ٱلِّر َبٰو ْا ۚ َفَم ن َج ٓاَء ۥُه َم ۡو ِع َظ‬

٢٧٥ ‫َو َم ۡن َعاَد َفُأْو َلٰٓـِئَك َأۡص َٰح ُب ٱلَّناِۖر ُهۡم ِفيَها َٰخ ِلُد وَن‬

“Orang-orang yang memeakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti

berdirinya orang yang kerasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena

mereka berkata bahwa jual-beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah

menghalalkan juak-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat

peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya

dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) Allah. Barang siapa

mengulangi, maka mereka itu, penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

٢٧٦ ‫َيۡم َح ُق ٱُهَّلل ٱلِّر َبٰو ْا َو ُيۡر ِبي ٱلَّصَد َٰق ِۗت َو ٱُهَّلل اَل ُيِح ُّب ُك َّل َك َّفاٍر َأِثيٍم‬

“Allah memusnahka riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak

menyukai orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”

‫ِإَّن ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا َو َع ِم ُلوْا ٱلَّص ٰـِلَٰح ِت َو َأَقاُم وْا ٱلَّص َلٰو َة َو َء اَتُو ْا ٱلَّز َكٰو َة َلُهۡم َأۡج ُر ُهۡم ِع نَد َر ِّبِهۡم َو اَل َخۡو ٌف‬

٢٧٧ ‫َع َلۡي ِهۡم َو اَل ُهۡم َيۡح َز ُنوَن‬

“Sungguh, orang yang beriman, mengerjakan kebajikan, melaksanakan

shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak

ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”

٢٧٨ ‫َيٰٓـَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱَّتُقوْا ٱَهَّلل َو َذ ُروْا َم ا َبِقَي ِم َن ٱلِّر َبٰٓوْا ِإن ُك نُتم ُّم ۡؤ ِمِنيَن‬

13
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan

tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang beriman.”

‫َفِإن َّلۡم َتۡف َع ُلوْا َفۡأ َذُنوْا ِبَح ۡر ٖب ِّم َن ٱِهَّلل َو َر ُسو ۖۦِلِه َو ِإن ُتۡب ُتۡم َفَلُك ۡم ُر ُء وُس َأۡم َٰو ِلُك ۡم اَل َتۡظ ِلُم وَن َو اَل ُتۡظ َلُم وَن‬

٢٧٩

“Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah perang dari Allah

dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok

hartamu. Kamu tidak berbuat dzhalim (merugikan) dan tidak di dzhalimi

(dirugikan).”

Ayat ini turun di Madinah pada tahun ke-9 hijriyah, ayat ini dengan jelas

dan tegas mengharamkan riba dalam jenis apapun.

‫ رواه مسلم‬.‫ هم سواء‬:‫ وقال‬,‫ اكل الربا وموكله وكتابه وشاهديه‬.‫ص‬. ‫ لعن رسول هللا‬:‫ قال‬.‫ض‬. ‫عن جابر‬

Dari Jabir r.a, ia berkata: “Rasulullah memakan pemakan riba dan yang

memberi makannya, penulisnya, dan kedua saksinnya, beliau bersabda: Mereka

itu sama.” (H.R. Muslim)

C. Hikmah & Solusi Terhindar dari Praktek Riba

Agama islam dan seperangkat peraturannya di turunkan oleh Allah SWT

untuk mengatur kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia. Segala perintah

atau petunjuk yang ada dalam syara’ tentu saja akan mendatangkan keuntungan,

kebahagiaan dan kesempurnaan hidup manusia. Demikian juga yang dilarang oleh

14
agama, apapun bentuknya pasti akan membawa kemadharatan dan kerugian bagi

kehidupan manusia, baik kehidupan individu atatupun kehidupan sosial.

Seperti halnya rambu-rambu lalu lintas kendaraan, hal itu dibuat oleh

pemerintah untuk keselamatan dan ketertiban lalu lintas. Bayangkan saja kalau

terjadi rambu-rambu lallu lintas tidak jalan, kira-kira satu jam saja, ditambah

polisi tidak ada, dapat dipastikan aka macet total dan semraut sulit untuk di atasi.

Demikian pula kalau tidak ada aturan dalam lalu lintas harta atau

kepemilikan, sudah dapat di pastikan akan terjadi huru hara, bencana dan akan

hilangalah keamanan, kenyamanan dan ketertiban

Kuatnya disiplin, patuh terhadap aturan dari semua pihak tentu saja akan

membuat aman, nyaman dan tentram. Tetapi kepatuhan dan ketaatan dalam agama

hendaklah dilandasi dengan iman. Apapun yang diperintahkan atau dilarang

dalam agama akan mudah ditaati jika imannya kuat.

Seperti untuk menghentikan minuman keras dengan berbagai macamnya

ternyata tidak ada negara di dunia saat ini yang berhasil memberantasnya kecuali

Nabi Muhammad. Hanya dengan tiga tahapan peringatan Al-Qur’an dalam tiga

ayat ternyata mereka dapat meninggalkannya dengan penuh kesadaran.

Hanya dengan pertanyaan dari Allah;

)91:‫ (المائدة‬.‫فهل انتم منتهون‬... :‫قال هللا تعاللى‬

15
Allah SWT berfirman: “Apakah kamu akan meghentikannya?” (QS. Al-

Maidah:91)

Para sahabat serempat menjawab;

‫انتهينا يا ربنا‬.

“Ya Allah akan kami hentikan perbuatan itu”

Para sahabat melakukannya seraya menumpahkan sisa-sisa minuman keras

yang masih ada di rumahnya.

Itulah kekuatan iman, demikian juga sistem riba telah dapat diberantas

oleh Nabi di zamnnya dengan ajakan perang dari Allah dan Rasul-Nya bagi yang

tidak mau menghentikan riba.

‫(البقرة‬.‫ واتقوا يوما ترجعون فيه الى هللا ثم توفى كل نفس ما كسبت وهم ال يظلمون‬:‫قال هللا تعالى‬

)281

Allah SWT berfirman: “Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi

pada) hari yang ada waktu itu kamu semua di kembalikan kepada Allah.

Kemudian masing-masing diri diberi balsan yang sempurna terhadap apa yang

telah di kerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak di aniaya (dirugikan).” (QS.

Al-Baqarah:281)

Dengan peringatan dari Allah dalam ayat tersebut, hancurlah sistem riba

dan kuatlah sistem ekonomi islam.

16
Adapun hikmah di haramkannya riba, para ahli tafsir telah merincinya,

diantarannya;

1. Allah SWT tidak mengharamkan sesuatu yang baik dan bermanfaat

bagi manusia, tetapi hanya mengharamkan apa yang sekirannya dapat

membawa kerusakan baik individu maupun masyarakat.

2. Riba akan menghancurkan sifat-sifat yang terpuji, seperti murah hati,

dermawan, tolong menolong dan suasan yang penuh ukhuwah.

3. Riba dapat menimbulkan konflik sosial dan mengundang pertentangan

antara si kaya dan si miskin, karena yang kaya bertambah kaya

sedngkan yang miskin bertambah miskin. Sedangkan dengan

kesadaran zakat infaq dan pinjaman tanpa riba akan merekatkan

ukhuwah dan tali kasih sayang sehingga jurang pemisah antara si kaya

dan si miskin tidak akan melebar.

4. Riba akan menghilangkan semangat kerja dan usaha yang produktif,

karena menurut pikiran meraka bersusah payah membuka industri atau

lapangan kerja yang belum pasti mendatangkan keuntungan,

sedangkan usaha riba sudah pasti mendatangkan keuntungan yang

menjanjikan tanpa banyak resiko dan kesulitan.

5. Riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat. Keuntungannya di

peroleh dengan cara memeras tenaga orang lain yang pada dasarnya

lebih lemah dari padnnya.

6. Riba akan melemahkan keimanan karena seorang mukmin di tuntut

untuk mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri

17
7. Riba dapat mengakibatkan kehancuran, bnayak orang yang kehilangan

harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin.

Untuk mengatasi praktek riba sebenarnya dalam syara’ telah terdapat

solusi dari praktek riba, lakukanlah murbahah, yaitu dengan untung sama-sama

untung rugi sama-sama rugi. Dari keuntungan yang di peroleh dapat dibagi dua.

Adapun prosestasenya terserah kespakatan di antara kedua belah pihak.

Demikinalah aturan murabahah di tetapkan dalam syara’ agar kedua belah

pihak sama-sama bertnaggung jawab dalam kelangsungan usahanya, juga sama-

sama mengevaluasi dan mengawasi jalanya perusahaan.

18
BAB III

PEMBAHASAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pasar Tradisional Cigasong, JL. Jatiwangi -

Majalengka, Cigasong, Kabupaten Majalengka. Dari penelitian ini waktu yang

dibutuhkan adalah 1 hari, yaitu pada hari Rabu tanggal 19 Maret 2019 pukul

13.00 – 16.30 WIB.

B. Hasil Penelitian

Subjek Penelitian

Dalam menyelesaikan pembuatan karya tulis ini, penulis

melakukan penelitian terhadap beberapa pedagang dan pembeli di

Pasar Tradisional JL. Jatiwangi – Majalengka, Cigasoong, Kabupaten

Majalengka., sebagai contoh:

 Menurut pedagang

Nama: Pak Dermawan

1. Adakah penjualan yang melakukan hubungan dengan

melebihkan waktu dari waktu awal pembelian?

19
Menurut Pak Dermawan, penetapan kelebihan waktu itu

tidak ada karena pembeli kebanyakan membayar uang di muka

langsung (kontan) dan tidak melakukannya (kelebiham waktu).

2. Apakah ada penjual yang memberikan barang dengan

kuantitas dan kualitas barang yang berbeda dengan

harga jual?

Menurut Pak Dermawan, kadang kala ada yang seperti itu

untuk mendapatkan laba yang banyak tapi bagi saya apabila

pembeli minta komplain, saya akan menukarkan barang tersebut

dengan kuantitas dan kualitas barang yang sebanding supaya

pembeli puas dengan pelayanan yang diberikan. Karena hal itu

kalau dibiarakan dapat mengecewakan pelanggan dan pada

dasarnya pembeli adalah raja.

3. Adakah akad yang tidak jelas?

Menurut Pak Dermawan, kalau saya tidak ada karena saya

mejual pakaian jadi pembeli tidak ada berkelakuan yang tidak di

harapkan.

 Menururt pembeli

Nama: Bu Mumun Maemunah

1. Adakah penjualan yang melakukan hubungan dengan

melebihkan waktu dari waktu awal pembelian?

20
Menurut Bu Mumun, ada beberapa orang yang menyicil

pembelian deangan batasan waktu seperti contoh beberapa penjual

yang penjualannya memakai nota yang di dalamnya ada batasan

waktu tetapi dengan harga tetap.

2. Apakah ada penjual yang memberikan barang dengan

kuantitas dan kualitas barang yang berbeda dengan

harga jual?

Menurut Bu Mumun, barang sudah diketahui harganya

secara umum tapi ada beberapa penjual nakal yang melebihkan

harga dari yang biasanya dengan unsur pengelabuan.

3. Adakah akad yang tidak jelas?

Menururt Bu Mumun, biasanya ada penjual dengan

mengurangi timbangannya yang mengakibatkan penambaan laba

bagi penjual yang tidak diketahui si pembeli.

Dari hasil wawancara, penulis membuat tabel sebagai berikut:

NO Indikator Praktek Jawaban

1. Penetapan kelebihan Tidak di temukan

behubungan dengan waktu

2. Adanya perbedaan pada Beberapa ada yang melakukan

21
kuantitas barang

3. Akad yang tidak jelas Banyak terjadi

C. Pembahasan

Indikator pertama, melihat dari praktek jual beli yang dilakukan oleh para

pedagang dan para pembeli terlihat bahwa kedua belah pihak melakukan serah

terima secara kontan dan para pembeli tidak mau untuk melakukan pengunduran

waktu pembayaran. Yang pengunduran waktu ini dapat mendorong seseorang

untuk terjebak ke dalam riba nasi’ah.

Indikator kedua, perbedaan pada kuantitas barang kerap sekali dilakukan

oleh para pedagang yang nakal, yang sasaran mereka adalah para pembeli awam

atau yang menurut mereka bisa dikelabui. Mereka menjual 1 harga dengan 2

harga, hal ini dapat merugikan pembeli dan kesannya seperti di bodohi (ditipu).

Kasus ini pernah terjadi di kalangan penduduk khaibar. Pada saat itu,

mereka mengambil keuntungan dengan 1 sho’ dengan 2 sho’ dan 2 sho’ dengan 3

sho’, melihat perilaku penduduk khaibar ini Rasulullah bersabda;

‫ ثم ابتع بالدراهم جنيبا‬,‫ بع الجمع بالدراهم‬,‫ال تفعل‬

“ Janganlah lakukan (menjual 1sho’ dengan 2 sho’), juallah seluruh kurma

dengan dirham, kemudian beli dirham yang baik”

Praktek yang demikian pun kembali terjadi di zaman ini tetapi dengan

barang berbeda, penulis melihat seorang pedagang siomay yang mejual siomay

22
yang harga Rp. 5.000,00 dengan porsi yang harganya Rp. 3.000,00 kepada

pembeli awam, seperti anak-anak sekolahan. Perilaku seperti ini di khawatirkan

dapat mejerumuskan seseorang dalam praktek riba.

Indikator ketiga, Akad (serah terima yang tidak jelas) cenderung dilakukan

oleh para pembeli yang kemudian minta diskon kepada si penjual. Penulils

melihat, praktek ini kebanyakan di praktekan oleh para Ibu-ibu rumah tangga.

Dalam satu kejadian; Ada pembeli yang sedang membeli ayam, dia

membeli bagian kepalanya sebanyak 2 kg, kemudian ada 1 kepala ayam tersisa,

pembeli pun meminta kepada penjual untuk meamasukannya kedalam kantong

kreseknya sebagai bonus pembeliannya tetapi permintaannya di tolak oleh

penjual, sedangkan si pembeli mendesak minta 1 bagain kepala sisa tersebut.

Akhirnya, secara berat hati penjual memberikannya.

Dari kasus di atas, dapat kita fahami bahwa si pembeli meminta tambahan

kepada si penjual. Padahal jelas, segala bentuk menambah dan minta tambah itu

termasuk kategori riba (dalam hal ini dari segi timbangan dan sebanding dengan

hargannya).

23
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Ditinjau dari hasil penelitian yang penulis paparkan di atas, maka dapat di

tarik kesimpulan sebagai berikut:

 Dalam jual beli harus adanya persamaan pada kuantitas barang

 Serah terima haruslah kontan dan tidak di perbolehkan adanya

pengunduran

 Boleh ada perbedaan kuantitas barang jika objeknya berbeda dan tetap

harus kontan

 Menambah dan meminta tambah dari segi timbangan dan tidak

sebanding dengan harga tidak di perbolehkan, karena itu riba

NO Indikator Praktek Jawaban

1. Penetapan kelebihan Tidak di temukan

behubungan dengan waktu

2. Adanya perbedaan pada Beberapa ada yang melakukan

24
kuantitas barang

3. Akad yang tidak jelas Banyak terjadi

B. Saran

 Jauhilah sifat serakah terhadap nafsu dunia kepada harta benda

 Selalu murah hati, dermawan, tolong menolong yang bernuansa

ukhuwah

 Mendorong seseorang untuk bekerja dan menjadikannya ibadah

 Menumbuhkan kesadaran membayar zakat, infaq dan pinajaman tanpa

riba

 Memberi pemahaman mendalam berupa kajian tentang riba kepada

masyarakat

25
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Kitab Bulughul Maram

Aceng Zakaria. 2017. Etika Bisnis Dalam Islam. Ibn Azka press.

DR. Said Sa’ad Marthon. 2007. Ekonomi Islam Di Tengah Krisis

Ekonomi Global. Penerbit Maktabah Ar-Riyadh.

Anshorudin Ramdhani, Dialog Islam 8. Riba dalam Al-Qur’an

https://trysutiani.blogspot.com/2014/12/makalah-riba-dalam-ekonomi-

islam.html?m=1

26
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama lengkap penulis adalah Izzulhaq

Bintang Nurzaman, lahir di Majalengka pada

tanggal 28 Agustus 2001. Penulis adalah anak

ke-1 dari 2 bersaudara, dari pasangan Bapak

Jaja Sujana Dawa dan Ibu Mumun

Maemunah, sekarang penulis bertempat

tinggal di Majalengka RT/RW Kel. Majalengka Kulon, Kec. Majalengka, Kab.

Majalengka.

Adapun Pendidikan yanag pernah ditempuh adalah sebagai berikut:

1. TK Al-Ishlah Persatuan Islam (PERSIS)

2. SDN

27
LAMPIRAN-LAMPIRAN

28
29

Anda mungkin juga menyukai