PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ijtihd Pada Akad Jual Beli ?
2. Bagaimana pengertian Salam, Istisna, Murabahah, Ba Al-wafa, Jual Beli
Secara Berutang?
3. Bagaimana Bai Al-Inah, Bai Tawaruq dan Bai Al-Da?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Apa Pengertian Ijtihd Pada Akad Jual Beli
2. Untuk mengetahui Bagaimana pengertian Salam, Istisna, Murabahah, Ba Al-
wafa, Jual Beli Secara Berutang
3. Untuk mengetahui Bagaimana Bai Al-Inah, Bai Tawaruq dan Bai Al-Da
2
BAB II
PEMBAHASAN
1 Muhammad Abu Zahrah, 1965, Ushul al-Fiqh, Mesr ; Dar al-Fikr al-Arabi. Hal. 19
2 Wahbah Zuhaili, 1986, Ushl al-Fiqh Al-Islmi, Juz II, Damaskus Seria ; Dar al-Fikr, Cet. I. hal.
36
3 Quthub Mustafa Sanu, 2000, Mujam Mustalahat Ushul al-Fiqh, Damaskus-Seria, Cet, I, hal. 27
3
banyak sekali, baik melalui pernyataan yang jelas maupun berdasarkan isyarat,
diantaranya yaitu :
1. Firman Allah SWT
{105 : }
Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu (Q.S An Nisa : 105)4
Wahbah Zuhaili, 1986, Ushl al-Fiqh Al-Islmi, Juz II, Damaskus Seria ; Dar al-Fikr, Cet. I. hal. 62
4 Al-Quran dan Terjemahannya surat An Nisa.105. Departemen Agama R.I Jakarta : Bumi.
5 Wahbah Zuhaili, 1986, Ushl al-Fiqh Al-Islmi, Juz II, Damaskus Seria ; Dar al-Fikr, Cet. I. hal.
44
6 Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta ; Logos Wacana Ilmu, Cet. II, hal. 227
4
9Amir Muallim-Yusdani, 1997, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. Yogyakarta; Titian
Ilahi Press. Cet. I. hal. 61
10Syarifuddin Amir, 2012. Garis-garis Besar Usuk Fiqh. Jakarta : Fajar Interpratama Offset. Hal. 74
11 Muhammad Abu Zahrah, 1965, Ushul al-Fiqh, Mesr ; Dar al-Fikr al-Arabi. Hal. 120
6
penjual, atau meminta di buatkan secara khusus sementara bahan bakunya dari
pihak penjual.12
3. Murabahah
Murabahah atau disebut juga ba bitsmail ajil. Kata murabahah berasal dari
kata ribhu (keuntungan). Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan.
Secara sederhana murabahah berarti jual beli barang ditambah keuntungan
yang disepakati. Jual beli murabahah secara terminologis adalah pembiayaan
saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal dengan pihak yang
membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan penjelasan bahwa harga
pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih yang merupakan
keuntungan atau laba bagi shaib al-mal dan pengembaliannya dilakukan
secara tunai atau angsur 13
Jual beli murabahah adalah pembelian oleh satu pihak untuk kemudian dijual
kepada pihak lain yang telah mengajukan permhonan pembelian terhadap
suatu barang dengan keuntungan atau tambahan harga yang transparan. Atau
singkatnya jual beli murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty
contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate profit-
nya (keuntungan yang ingin diperoleh)14
4. Bai Alwaha
Menurut Musthafa Ahmad az-Zarqa, dan Abdurrahman Ashabuni dalam
sejarahnya, bai al-wafa baru mendapat justifikasi para ulama fiqh setelah
berjalan beberapa lama. Maksudnya, bentuk jual beli ini telah berlangsung
beberapa lama dan bai al-wafa telah menjadi urf (adat kebiasaan) masyarakat
12 Amir Muallim-Yusdani, 1997, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi. Yogyakarta;
Titian Ilahi Press. Cet. I. hal. 69
13 Salam Madkur, 1984, Al-Ijtihd Fi Tasyr al-Islmi, Kairo ; Dar al-Nahda al-Arabiyah, Cet. I,
halanan 107-114.
14 Salam Madkur, 1984, Al-Ijtihd Fi Tasyr al-Islmi, Kairo ; Dar al-Nahda al-Arabiyah, Cet. I, hal.
127
7
Bukhara dan Balkh. Baru kemudian para ulama fiqh, dalam hal ini ulama
Hanafi melegalisasi jual beli ini.15
Ulama Hanafiyah dalam memberikan justifikasi terhadap bain al-wafa
adalah didasarkan pada istihsan urfi. Akan tetapi para ulama fiqh lainnya tidak
boleh melagalisasi jual beli ini. Alasan mereka diantaranya:16
a. Dalam suatu akad jual beli tidak dibenarkan adanya tenggang waktu,
karena jual beli adalah akad yang mengakibatkan perpindahan hak milik
secara sempurna dari penjual kepada pembeli.
b. Dalam jual beli tidak boleh ada syarat bahwa barang yang dijual itu harus
dikembalikan oleh pembeli kepada penjual semula, apabila ia telah siap
mengembalikan uang seharga jual semula.
c. Bentuk jual beli ini tidak pernah ada di zaman Rasulullah SAW maupun di
zaman sahabat.
d. Jual beli ini merupakan hillah yang tidak sejalan dengan maksud syara
pensyariatan jual beli.
Namun, para ulama mutaakhiriin (generasi belakangan) dapat menerima
baik bentuk jual beli ini, dan menganggapnya sebagai akad yang sah. Bahkan
dijadikan hukum positif dalam majalah al-ahkam aladhliyah (Kodifikasi
Hukum Perdata Turki Ustmani) yang disusun pada tahun 1287 H. Begitupun
dalam hukum positif Indonesia bai al-wafa telah diatur didalam Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah Pasal 1112 s/d 115.17
5. Jual Beli Secara Berutang
Dikenal juga dengan jual beli tertangguh yaitu menjual sesuatu dengan
disegerakan penyerahan barang-barang yang dijual kepada pembeli dan
ditangguhkan pembayarannya. Dari segi bentuknya, jual beli ini berbeda
18 Muhammad Abu Zahrah, 1965, Ushul al-Fiqh, Mesr ; Dar al-Fikr al-Arabi. Hal. 174
19 Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh, Jilid II, Jakarta ; Logos Wacana Ilmu, Cet. II, hal. 227
20 Quthub Mustafa Sanu, 2000, Mujam Mustalahat Ushul al-Fiqh, Damaskus-Seria, Cet, I. hal. 170
9
murah, dan saat jatuh tempo pembeli membayar harga yang dibelinya
dengan harga awal.21
b. Hukum Bai Inah
Bentuk jual ini menjadi perbincangan para ulama. Mahzab Syafii
berpendapat bahwa bai al-inah dibolehkan karena akad jual beli ini telah
memenuhi rukun, yaitu ijab dan kabul tanpa memandang kepada niat
pelaku. Menurut pandangan ulama mahzab ini nia adalah urusan Allah
SWT, dan akad jual beli yang dilakukan dengan niat yang salah tidak
dianggap batal dan tidak bisa dibuktikan dengan jelas. Jual beli semacam
ini dibolehkan agar terhindar dari mafsadat (kerusakan), dan bukan
dimaksudkan untuk mengeruk keuntungan.22
2. Bai Tawaruq
a. Pengertian
Dalam kamus, kata tawarruq diartikan daun. Dalam konteks ini,
maknanya adalah memperbanyak harta. Menurut Ibnu Taimiyah, tawarruw
adalah seseorang membeli barang dengan harga tertangguh kemudian
menjualnya kepada orang lain (bukan penjual pertama) secara tunai,
karena ingin mendapatkan uang tunai dengan segera. Secara umum
tawarruq adalah akad jual beli seperti bai al-inaj (sale and buy back)
yang melibatkan tiga pihak, bukan dua pihak seperti dalam kasus bai
al-inah. Akad tawarruq digunakan banyak di negara Timur Tengah
sebagai alat untuk manajemen likuiditas. Tawarruq disebut juga sebagai
kredit murabahah.23
b. Hukum Jual Beli Tawarruq
Dalam hal jual beli tawarruq ulama berbeda pendapat. Menurut Ibnu
Taimiyah, jual beli tawarruq hukumnya adalah haram, karena merupakan
21 Syarifuddin Amir, 2012. Garis-garis Besar Usuk Fiqh. Jakarta : Fajar Interpratama Offset. Hal. 163
22 Quthub Mustafa Sanu, 2000, Mujam Mustalahat Ushul al-Fiqh, Damaskus-Seria, Cet, I. hal. 172
23 Ibid, hal. 34
10
24 Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh, Jilid 2, Jakarta ; PT. Logos Wacana Ilmu, Cet. II, hal. 267-268
25 Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh, Jilid 2, Jakarta ; PT. Logos Wacana Ilmu, Cet. II, hal. 267-268
26 Quthub Mustafa Sanu, 2000, Mujam Mustalahat Ushul al-Fiqh, Damaskus-Seria, Cet, I. hal. 197
11
Akan tetapi jual beli utang yang tidak tetap (ghairu mustaqir) tidak
dibolehkan menjualnya sebelum serah terima karena bisa terjadi
pembatalan kontrak perjanjian sebelum barang yang dipesan diterima.27
b) Jual beli utang kepada selain dari orang yang berutang
Jumhur ulama berpendapat jual beli ini tidak dibenarkan. Sementara
mahzab syafii menjelaskan boleh hukumnya menjual barang kepada
pighak ketiga sekiranya utang tersebut tetap dan ia jual dengan barang
secara tunai.28
27 Quthub Mustafa Sanu, 2000, Mujam Mustalahat Ushul al-Fiqh, Damaskus-Seria, Cet, I. hal. 29
28 Fathurrahman Djamil. 1987. Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta ; Logos
Pablishing Haouse, Cet. I, hal. 31-32.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan
yang telah dibenarkan Syara dan disepakati. Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab
qabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan makud alaih (objek
akad).
Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, ditinjau dari segi hukumnya, jual
beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum,
dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.
Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan
pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk.
"jual beli itu ada tiga macam: 1jual beli benda yang kelihatan, 2 jual beli yang
disebutkan sifat-sifatnya dalam janji, dan 3 jual beli benda yang tidak ada."
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi
motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Penyusun
i
14
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan ...................................................................................... 1
C. Rumusan Masalah................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ijtihd Pada Akad Jual Beli ............................................. 2
B. Salam, Istisna, Murabahah, Ba Al-wafa, Jual Beli Secara Berutang.. 5
C. Bai Al-Inah, Bai Tawaruq dan Bai Al-Da........................................... 8
ii
15
DAFTAR PUSTAKA
Amir Muallim-Yusdani, 1997, Ijtihad Suatu Kontroversi Antara Teori dan Fungsi.
Yogyakarta; Titian Ilahi Press. Cet. I
Wahbah Zuhaili, 1986, Ushl al-Fiqh Al-Islmi, Juz II, Damaskus Seria ; Dar al-
Fikr, Cet. I
Syarifuddin Amir, 2012. Garis-garis Besar Usuk Fiqh. Jakarta : Fajar Interpratama
Offset.
16
MAKALAH
USHUL FIQIH EKONOMI ISLAM
Memahami Ijtihad Dan Penerapan Dalam Ekonomi Keuangan
Oleh :
Ade Rezita Suryani : 1516130051
Mei Sri Rahayu : 1516130085
Yumi Anggraini : 1516130076
Dosen
Drs. Suansar Kihatib, SH,M.Ag