Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TAFSIR MUAMALAH

“AYAT TENTANG JUAL BELI”

Di Susun Oleh:
1. Ikhsanudin (2011110015)
2. Riska Diah Putri (2011110016)

Dosen Pengampuh:
Ahlam Suskha, S. Th.I., M.Ag

FAKULTAS SYARI’AH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan
tak lupa pula kami ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Adapun makalah ini telah kami kerjakan semaksimal mungkin dari beberapa referensi
yang telah kami pakai. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terimakasih kepada
seluruh referensi-referensi yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari bahwa makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,adanya kritik,saran dan usulan demi perbaikan
makalah ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami serta memberikan kebermanfaatan bagi siapapun yang
membacanya.

Bengkulu, 14 April 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1

A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................................................ 2

A. Pengertian Jual Beli ................................................................................................ 2


B. Tafsiran Ayat Tentang Jual Beli ............................................................................. 3
C. Syarat-Syarat Jual beli ............................................................................................ 9
BAB III PENUTUP........................................................................................................................ 11

A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai’ - yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam bahasa Arab
digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira’ (beli).1
Secara etimologi, jual beli adalah proses tukar menukar barang dengan barang,
kata bai’ yang artinya jual beli termasuk kata bermakna ganda yang bersebrangan,
seperti hal-halnya kata syira’.2 Hal tersebut sebagaimana firman Allah SWT dalm surat
yusuf ayat 20 yang berbunyi:
ّٰ َ‫َوش ََر ْوهُ ِبثَ َم ٍۢ ٍن بَ ْخ ٍس دَ َراه َِم َم ْعد ُْودَةٍ ۚ َوكَا نُ ْوا فِ ْي ِه مِن‬
َ‫الز ِه ِديْن‬
Artinya:
"Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja,
sebab mereka tidak tertarik kepadanya." (Q.S. Yusuf: 20)

Jual beli juga merupakan suatu perbuatan tukar menukar barang dengan barang
atau uang dengan barang, tanpa tujuan mencari keuntungan. Hal ini karena alasan orang
menjual atau membeli barang adalah untuk suatu keperluan, tanpa menghiraukan
untung ruginya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap perdagangan dapat
dikatakan jual beli, tetapi tidak setiap jual beli dapat dikatakan perdagangan. 3
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti jual beli ialah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan
disepakati.4

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Jual Beli
2. Tafsiran Ayat Tentang Jual Beli
3. Syarat-Syarat Jual beli

1
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cet 1, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 101
2
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, Gema Insani, Jakarta, 2011, hlm. 25
3
Ibnu Mas‟ud, et al, Fiqih Madzhab Syafi’i Edisi Lengkap Muamalah, Munakahat, Jinayat, CV. Pustaka
Setia, Bandung, 1992, hlm.22
4
Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hlm.69

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
Di dalam hukum Islam, jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum
perjanjian/perikatan atau aqad dalam bahasa Arab. Jual beli adalah kegiatan tukar
menukar antara barang dengan uang, antara benda dengan benda lain dengan jalan
saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan
cara yang diperbolehkan. 5 Secara Bahasa jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan
sesuatu. Kata al-bai‟ (jual) dan al-syirâ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian
yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang. 6
Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan harta di sini,
diartikan dengan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan
manusia untuk menggunakannya. Cara tertentu yang dimaksud adalah shighat
atau ungkapan ijab dan qabul.
Sedangkan menurut madzhab Hambali Menurut ulama Hambali jual beli
menurut syara‟ ialah menukarkan harta dengan harta atau menukarkan manfaat yang
mubah dengan suatu manfaat yang mubah pula untuk selamanya. Kemudian mazhab
Maliki, jual beli atau bai‟ menurut istilah ada dua pengertian, yakni: a) Definisi untuk
seluruh satuannya bai‟ (jual beli), yang mencakup akad sharf, salam (jual beli dengan
cara titip) dan lain sebagainya. Sedangkan menurut mazhab Syafi’i jual
beli diperbolehkan dengan syarat barang telah disaksikan terlebih dahulu. Jual
beli diperbolehkan selama barang yang diperjual belikan sesuai dengan ciri-ciri yang
telah ditentukan, atau telah diketahui jenis dan sifat dan barang yang akan dibelinya.
Perkembangan teknologi juga membuat transaksi dagang tidak hanya terjadi
di pasar saja. Hukum jual beli online adalah boleh dan sama seperti hukum jual beli
secara offline (langsung). Ketentuan yang berlaku juga sama, seperti pada ketentuan
syarat sahnya. Ternyata tidak hanya satu macam praktik jual beli yang berkembang di
masyarakat. Bahkan kegiatan dagang dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian.
Ada tiga pembagian ditinjau dari sisi yang berbeda, diantaranya yaitu:
Dilihat dari Objek Dagangnya

Dilihat dari sisi dagangnya, perniagaan dibagi menjadi tiga macam. Pertama,
perdagangan antar uang dengan barang, kedua perdagangan uang dengan uang atau
yang biasa disebut dengan money changer dan yang ketiga perdagangan barang dengan
barang yang umum disebut barter.

Jenis jual beli barter lumrah dilaksanakan pada zaman dahulu saat manusia belum
mengenal alat tukar yang sah. Namun tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada
yang melaksanakan praktik barter di masa sekarang ini

Dilihat dari Penetapan Harganya

5
Hendi Suhendi, Fiqh Muâmalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 68.
6
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Diterjemahkan oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12 (Bandung: al-
Ma‟arif, 1996), 44.

2
Perniagaan ditinjau dari penetapan harganya dibagi menjadi tiga jenis, yakni: Jual beli
tawar menawar, merupakan aktivitas niaga yang mana pembeli tidak mengetahui modal
atas barang yang sedang dibelinya.

Jual beli amanah, merupakan aktivitas niaga yang mana pembeli mengetahui modal
atas barang yang sedang dibelinya. Hal ini disebabkan penjual bersedia
memberitahukan harga modal barang yang dijual. Hukum jual beli ini melahirkan tiga
bentuk dagang yang lain, yaitu:

Perdagangan murabahah: perdagangan yang modal dan keuntungannya saling diketahui


oleh penjual dan pembeli.

Perdagangan wadiah: perdagangan yang mana penjual dan pembeli saling mengetahui
modal di atas harga penawar serta banyaknya kerugian yang ditanggung oleh penjual.

Perdagangan tauliyah: perdagangan yang modal dan harganya sama sehingga tidak
menghasilkan keuntungan maupun kerugian.

Jual beli lelang, merupakan aktivitas niaga di mana pembeli saling menawar suatu
barang diatas penawaran sebelumnya hingga akhirnya penjual mendapatkan untung
dari harga tertinggi yang berhasil dicapai.

Dari beberapa definisi tentang jual beli yang telah diuraikan, dapat diambil
kesimpulan bahwa jual beli secara etimologi adalah pertukaran. Sedangkan secara
terminologi adanya proses tukar menukar barang yang bernilai dengan
semacamnya, dengan cara yang sah dan khusus, yaitu dengan ijab qabul, dan
dengan kesepakatan serta adanya saling ridha oleh para pihak, baik dari penjual
maupun dari pembeli.

B. Tafsiran Ayat Tentang Jual Beli


1. Q.S Al-Baqarah: 275
‫َ َّ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ ِّ ٰ َ َ ُ ْ ُ ْ َ ا َ َ َ ُ ْ ُ َّ ْ َ َ َ ا ُ ُ ا‬
ِّ ‫الش ْي ٰط ُن ِم َن ْال َم‬
ۗ‫س‬ ‫ال ِذين يأ كلون الربوا َل يقومون ِاَل كما يقوم ال ِذي يتخبطه‬
َٗ َ ْ َ َ ٰ ِّ َ ‫َ َ َ ا ه ُ ْ َ ْ َ َ َ ا‬ ٰ ِّ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ‫ٰ َ َ ا ُ ْ َ ُ ْْۤ ا‬
‫الربوا ۗ وا حل اّٰلل البيع وحرم الربوا ۗ فمن جاءه‬ ‫ذ ِلك با نهم قا لوا ِانما البيع ِمثل‬
‫َ َ ْ ُ ْٗۤ َ ه‬
ُ‫اّٰلل ۗ َو َم ْن َعا َد َف ُا ولئ َك َا ْص ٰحب‬ َ َ َ َ ٗ َ َ ٰ َ ْ َ ِّ ‫َ ْ َ ِ ٌ ِّ ْ ا‬
ِ ِ ‫مو ِعظة من رب ٖه فا نتٰه فله ما سلف ۗ وا مره ِاَل‬
َ ُ ٰ ُ ‫ا‬
‫النا ر ۗ ه ْم ِف ْي َها خ ِلد ْون‬
Artinya:
"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena
mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal, Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya

3
dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa
mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
(Q.S Al-Baqarah: 275)

• Tafsiran Jalalyn
(Orang-orang yang memakan riba), artinya mengambilnya. Riba
itu ialah tambahan dalam muamalah dengan uang dan bahan makanan,
baik mengenai banyaknya maupun mengenai waktunya, (tidaklah
bangkit) dari kubur-kubur mereka (seperti bangkitnya orang yang
kemasukan setan disebabkan penyakit gila) yang menyerang mereka;
minal massi berkaitan dengan yaquumuuna. (Demikian itu), maksudnya
yang menimpa mereka itu (adalah karena), maksudnya disebabkan
mereka (mengatakan bahwa jual-beli itu seperti riba) dalam soal
diperbolehkannya. Berikut ini kebalikan dari persamaan yang mereka
katakan itu secara bertolak belakang, maka firman Allah menolaknya,
(padahal Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Maka
barang siapa yang datang kepadanya), maksudnya sampai kepadanya
(pelajaran) atau nasihat (dari Tuhannya, lalu ia menghentikannya),
artinya tidak memakan riba lagi (maka baginya apa yang telah berlalu),
artinya sebelum datangnya larangan dan doa tidak diminta untuk
mengembalikannya (dan urusannya) dalam memaafkannya terserah
(kepada Allah. Dan orang-orang yang mengulangi) memakannya dan
tetap menyamakannya dengan jual beli tentang halalnya, (maka mereka
adalah penghuni neraka, kekal mereka di dalamnya).

2. Q.S. Al-Ma'idah: 90
ٰ ‫ا‬ َ ْ ٌ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ‫ْٰۤ َ ُّ َ َّ ْ َ َ ُ ْْۤ ا‬
‫س ِّمن ع َم ِل الش ْيطن‬‫يا يها ال ِذين امنوا ِانما الخمر وا لمي ِِس وا ْل نصا ب وا ْل زَل م رج‬
َ ُ ْ ُ ُ َّ َ ُ َ َ
‫فا ْجت ِن ُب ْوه ل َعلك ْم تف ِلح ْون‬
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras,
berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah,
adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-
perbuatan) itu agar kamu beruntung."
(Q.S. Al-Ma'idah: 90)

• Tafsiran Jalalyn
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum
khamar) minuman yang memabukkan yang dapat menutupi akal sehat
(berjudi) taruhan (berkorban untuk berhala) patung-patung sesembahan
(mengundi nasib dengan anak panah) permainan undian dengan anak
panah (adalah perbuatan keji) menjijikkan lagi kotor (termasuk
perbuatan setan) yang dihiasi oleh setan. (Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu) yakni kekejian yang terkandung di dalam perbuatan-

4
perbuatan itu jangan sampai kamu melakukannya (agar kamu mendapat
keberuntungan).

3. Q.S. Al-Ma'idah: 1
ُ ْ ُ َ ْۤ ُ َ ْ َّ ُّ َ ْٰۤ
‫يـاي َها ال ِذين ا َمن ْوا ا ْوف ْوا ِبا ل ُعق ْو ِد‬
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-jani (aqad).”
(Q.S. Al-Ma'idah: 1)

• Tafsiran Jajalyn
(Hai orang-orang yang beriman, penuhilah olehmu perjanjian
itu) baik perjanjian yang terpatri di antara kamu dengan Allah maupun
dengan sesama manusia. (Dihalalkan bagi kamu binatang ternak) artinya
halal memakan unta, sapi dan kambing setelah hewan itu disembelih
(kecuali apa yang dibacakan padamu) tentang pengharamannya dalam
ayat, "Hurrimat `alaikumul maitatu..." Istitsna` atau pengecualian di sini
munqathi` atau terputus tetapi dapat pula muttashil, misalnya yang
diharamkan karena mati dan sebagainya (tanpa menghalalkan berburu
ketika kamu mengerjakan haji) atau berihram; ghaira dijadikan manshub
karena menjadi hal bagi dhamir yang terdapat pada lakum.
(Sesungguhnya Allah menetapkan hukum menurut yang dikehendaki-
Nya) baik menghalalkan maupun mengharamkannya tanpa seorang pun
yang dapat menghalangi-Nya.

4. Q.S. Al-Munafiqun: 9
‫ْٰۤ َ ُّ َ َّ ْ َ َ ُ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ َ ْۤ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ْ ْ ه‬
ۗ ‫اّٰلل‬
ِ ‫يا يها ال ِذين امنوا َل تل ِهكم اموا لكم وْل اوَل دكم عن ِذكر‬
َ ُ ٰ ْ ُ ُ َ َُ َ ٰ ْ َ ْ ‫َ َ ْ ا‬
‫ِس ْون‬ ِ ‫ومن يفعل ذ ِلك فا ول ِئك هم الخ‬
Artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barang siapa berbuat
demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi."
(Q.S. Al-Munafiqun: 9)

• Tafsirannya
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala memulai memberikan
nasihat kepada orang-orang yang beriman, karena di sini Allah
subhanahu wa ta’ala memanggil dengan panggilan orang-orang yang
beriman. Nasihat tersebut adalah jangan sampai anak-anak dan harta
mereka menjadikan mereka sebagai orang-orang yang lalai, karena harta
dan anak-anak.

5
5. Q.S. An-Nisa: 29
ُ ْ
‫اض ِمنك ْم‬ ََ ْ َ ً َ َ َ ُ َ ْ َ ‫ا‬ َ ْ ْ ُ َ َْ ْ ُ َ َ َْ ُُ َْ ُ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ٍ ‫اط ِل ِإَل أن تكون ِتجارة عن تر‬
ِ ‫يا أيها ال ِذين آمنوا ال تأ كلوا أموالكم بينكم ِبالب‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
• Tafsiran Imam Nasafi dalam karyanya
Tafsir An-Nasafi menyebutkan maksud dari larangan makan
harta sesama dengan cara batil adalah segala sesuatu yang tidak
dibolehkan syari’at seperti pencurian, khianat, perampasan atau segala
bentuk akad yang mengandung riba. Kecuali dengan perdagangan yang
dilakukan atas dasar suka sama suka atau saling rela.

6. Q.S. Al-Baqarah: 198


ُ ِّ ْ ً ْ َ ُ َ َ ْ َ ٌ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ
ۗ ‫اح ان ت ْبتغ ْوا فضًل ِّمن اربك ْم‬ ‫ليس عليكم جن‬
Artinya:
“Tidaklah dosa bagi kalian untuk mencari keutaman (rizki) dari
Rabbmu,.”(ayat ini berkaitan dengan jual beli di musim haji).
• Tafsir Jalalyn
Tidak ada dosa bagi kamu) dalam (mencari) atau mengusahakan
(karunia) atau rezeki (dari Tuhanmu) yakni dengan berniaga di musim
haji. Ayat ini turun untuk menolak anggapan mereka yang keliru itu
(Maka jika kamu telah bertolak), artinya berangkat (dari Arafah) yakni
setelah wukuf di sana, (maka berzikirlah kepada Allah), yakni setelah
bermalam di Muzdalifah sambil membaca talbiah, tahlil dan berdoa (di
Masyarilharam) yaitu nama sebuah bukit di ujung Muzdalifah disebut
Quzah. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi saw. wukuf di sana,
berzikir dan berdoa kepada Allah hingga hari telah amat benderang."
(H.R. Muslim). (Dan berzikirlah kepada-Nya disebabkan petunjuk yang
diberikan-Nya kepadamu) untuk mengetahui pokok-pokok agama dan
tata cara hajinya. 'Kaf' menunjukkan sebab atau motifnya. (Dan
sesungguhnya) dibaca 'in' bukan 'inna' (kamu sebelum itu) maksudnya
sebelum petunjuk itu (termasuk orang-orang yang sesat).

6
7. Q.S. Asy Syuara' 181-183
َ ْ ْ ْ َ ُ ُ َ َ َ ْ ُ َ
١٨١ - ‫ا ْوفوا الك ْي َل َوَل تك ْون ْوا ِمن ال ُمخ ِِسين‬
Artinya:
“Dan timbanglah dengan timbangan yang benar.”
• Tafsir Jalalain
‫( أَ ْوفُوا ْال َك ْي َل‬Sempurnakanlah takaran) genapkanlah َ‫َو َل تَكُونُوا مِن‬
ِ ‫( ْال ُم ْخ‬dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang merugikan)
َ‫سِرين‬
yakni mengurangi hak-hak orang lain.

َ ْ َ ْ ُ
١٨٢ - ‫َوزن ْوا ِبال ِق ْسطاس ال ُم ْست ِق ْي ِم‬
Artinya:
“Dan timbanglah dengan timbangan yang benar.”
• Tafsir Jalalain
(Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus) timbangan yang
baik dan tidak berat sebelah.
• Tafsir Ibnu Katsir
Dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

َ ْ ْ َْ ِ َ َ َ ُ ۤ ْ َ َ ‫ا‬ َ َ َ
١٨٣ – ‫اس اش َيا َءه ْم َوَل ت ْعث ْوا ِف اْل ْرض ُمف ِس ِدين‬‫َوَل ت ْبخ ُسوا الن‬
Artinya:
“Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan mengurangi hak-
haknya dan janganlah membuat kerusakan di bumi”
• Tafsir Jalalain
(Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya)
janganlah kalian mengurangi hak mereka barang sedikit pun ‫َو َل تَ ْعثَ ْوا فِي‬
ِ ْ‫( ْاْلَر‬dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan
َ‫ض ُم ْفسِ دِين‬
membuat kerusakan) melakukan pembunuhan dan kerusakan-kerusakan
lainnya. Lafal Ta’tsau ini berasal dari ‘Atsiya yang artinya membuat
kerusakan; dan lafal Mufsidiina merupakan Hal atau kata keterangan
keadaan daripada ‘Amilnya, yaitu lafal Ta’tsau.
• Tafsir Ibnu katsir
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan
janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

7
8. Q.S. Al- Mutafifin: 1-6

َ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ ‫ا‬ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ َِ ‫َو ْي ٌل ل ْل ُم َط ِّفف‬


‫) َو ِإذا كالوه ْم أ ْو‬2( ‫) ال ِذ َين ِإذا اك ُتالوا ع ََل الناس ي ْست ْوفون‬1( ‫ي‬ ِ ِ
َ ِ َ َ ْ ِّ َ ُ ‫َ ْ َ َ ُ ُ ا‬ َ َْ َ ُ ُ ْ َ ْ ُ ‫َ َ ُ ُّ َ َ ا‬ َ ُ ْ ُ ْ ُ ََُ
)6( ‫) يوم يقوم الناس ِلرب العال ِمي‬5( ‫يم‬ ٍ ‫) ِليو ٍم ع ِظ‬4( ‫) أَل يظن أول ِئك أنهم مبعوثون‬3( ‫وزنوهم يخ ِِسون‬

Artinya:
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-
orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi,
dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka
akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia
berdiri menghadap Tuhan semesta alam?”
• Tafsir ibnu katsir
Imam Nasai dan Imam Ibnu Majah mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Aqil, Ibnu Majah
menambahkan dari Abdur Rahman ibnu Bisyr, keduanya mengatakan
bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain ibnu Waqid,
telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Yazid ibnu Abu Sa'id An-
Nahwi maula Quraisy, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa ketika Nabi Saw. tiba di Madinah, orang-orang Madinah terkenal
dengan kecurangannya dalam hal takaran. Maka Allah Swt. menurunkan
firman-Nya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Al-
Muthaffifin: 1) Setelah itu mereka menjadi orang-orang,yang baik
dalam menggunakan takaran.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, tclah menceritakan kepada kami
Ja'far ibnu Nadr ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Ubaid, dari Al-A'masy. dari Amr ibnu Murrah, dari
Abdullah ibnu Haris, dari Hilal ibnu Talq yang mengatakan bahwa
ketika aku sedang berjalan bersama Ibnu Umar. maka aku bertanya,
"'Siapakah manusia yang paling baik dan paling memenuhi dalam
memakai takaran, penduduk Mekah ataukah penduduk Madinah?' Ibnu
Umar menjawab.”Sudah seharusnya bagi mereka berbuat demikian.
tidakkah engkau telah mendengar firman-Nya: "Kecelakaan besarlah
bagi orang-orang yang curang" (Al-Muthaffifin: 1).'"
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus
Sa’ib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail. dari Dirar, dari
Abdullah Al-Maktab, dari seorang lelaki, dari Abdullah yang
mengatakan bahwa pernah seorang lelaki berkata kepadanya, "Wahai
Abu Abdur Rahman, sesungguhnya penduduk Madinah benar-benar
memenuhi takaran mereka." Abdullah menjawab, "Lalu apakah yang
mencegah mereka untuk tidak memenuhi takaran, sedangkan Allah Swt.
telah berfirman: "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang" (Al-Muthaffifin: 1).'sampai dengan firman-Nya: '(yaitu) hari

8
(ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam' (Al-
Muthaffifin: 6)

C. Syarat dan rukun jual beli


Dalam jual beli terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi sah dan tidaknya
akad tersebut. Diantaranya adalah syarat yang diperuntukan bagi dua orang yang
melaksanakan akad dan syarat yang diperuntukkan untuk barang yang akan dibeli. Jika
salah satu darinya tidak ada, maka akad jual beli tersebut dianggap tidak sah.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad jual beli sebagai berikut:
a. Syarat Terkait dengan Subjek Akad (aqid)
Aqid atau orang yang melakukan perikatan yaitu penjual (pedagang) dan
pembeli, transaksi jual beli tidak mungkin terlaksana tanpa kedua belah pihak
tersebut. Seseorang yang berakad terkadang orang yang memiliki hak dan
terkadang wakil dari yang memiliki hak.
Ulama fiqih sepakat bahwa orang yang melakukan jual beli harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
1) Aqil (Berakal)
2) Kehendak Sendiri
3) Tidak Pemboros (Tidak Mubazir)
4) Baligh

b. Syarat yang Terkait Objek Akad (Ma’qud ‘Alaih)


Objek atau benda yang menjadi sebab terjadinya transaksi jual beli,
dalam hal ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Suci atau bersih barangnya
2) Dapat dimanfaatkan
3) Milik Orang Yang Melakukan Akad
4) Dapat Diserahkan
5) Dapat Diketahui Barangnya
6) Barang Yang Ditransaksikan Ada Ditangan

c. Syarat Yang Terkait dengan Sighat


Sighat dalam jual beli merupakan suatu yang sangat penting dalam jual
beli, sebab tanpa adanya sighat (ijab dan qabul) maka jual beli tidak sah.
Sebagaimana menurut ulama Syafi‟iyah:
Artinya: “Tidak sah akad jual beli kecuali dengan sighat (ijab-qabul) yang
diucapkan”7
Adapun syarat-syarat sighat sebagai berikut:
1) Satu sama lainnya berhubungan di suatu tempat tanpa ada pemisahan
yang merusak.
2) Ada kesepakatan ijab dengan qabul pada barang yang saling mereka rela
berupa barang yang dijual dan harga barang. Jika sekiranya kedua belah
pihak tidak sepakat, jual beli (akad) dinyatakan tidak sah
3) Tidak disangkutkan dengan sesuatu urusan, seperti perkataan saya jual
jika saya jadi pergi dan perkataan lain yang serupa.

7
Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit., hlm. 155

9
4) Tidak berwaktu, artinya tidak boleh berjualbeli dalam tempo waktu yang
tertentu atau jual beli yang sifatnya sementara waktu.8
Adapun jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang
menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan qabul, ini adalah pendapat
jumhur.9 Menurut fatwa ulama Syafi‟iyah, jual beli barang-barang yang kecil pun harus
ijab dan qabul, tetapi menurut Imam An-Nawawi dan ulama Muta‟akhirin Syafi‟iyah
berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil dengan tidak ijab dan
qabul seperti membeli sebungkus rokok.10

d. Rukun jual beli


Berikut daftar rukun jual beli dalam Islam yang wajib Anda ketahui, khususnya
apabila Anda seorang pedagang atau konsumen.

1) Pihak yang bertransaksi


Dalam jual beli, dua pihak yang bertransaksi harus ada dan hadir. Harus ada
penjual dan pembeli. Jika tak ada salah satu pihak itu, maka jual beli tak bisa
dipenuhi.

2) Barang atau objek jual beli


Jual beli adalah aktivitas tukar menukar barang/jasa. Maka, saat jual beli barang
atau objek ini harus ada dan bisa dipahami oleh kedua pihak.

3) Harga yang disepakati


Jika sudah ada penjual, pembeli, dan barang yang mereka transaksikan, maka
harus ada kesepakatan harga. Harga ini, harus terbuka dan diketahui oleh kedua
pihak. Jika ada pihak yang tak sepakat dengan harga, maka jual beli tak tidak
sah.

4) Akad atau serah terima


Akad ini menunjukkan bahwa penjual dan pembeli sudah akur. Penjual sudah
mau melepas barang/objeknya, pembeli mau membayar sesuai dengan harga
yang disepakati. Dalam dunia properti, akad ini bahkan dibuat secara tertulis
dan dibuat di depan notaris.

8
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaludin A. Marzuki, Op. Cit., hlm. 50
9
Muhammad Al-Kahlani Ibn Isma‟il, Subuh Al-Salam, Juz II, Dahlan, Bandung, hlm. 4
10
Hendi Suhendi, Op. Cit., hlm. 71

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Di dalam hukum Islam, jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum
perjanjian/perikatan atau aqad dalam bahasa Arab. Jual beli adalah kegiatan tukar
menukar antara barang dengan uang, antara benda dengan benda lain dengan jalan
saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan
cara yang diperbolehkan. Secara Bahasa jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan
sesuatu. Kata al-bai‟ (jual) dan al-syirâ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian
yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang.
Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Pertukaran harta dengan harta di sini,
diartikan dengan harta yang memiliki manfaat serta terdapat kecenderungan
manusia untuk menggunakannya. Cara tertentu yang dimaksud adalah shighat
atau ungkapan ijab dan qabul.

Ayat-ayat yang berkaitan dengan Jual Beli Yaitu:


1) (Q.S. Al-Baqarah: Ayat 275)
2) (Q.S. Al-Ma'idah: Ayat 90)
3) (Q.S. Al-Ma'idah: Ayat 1)
4) (Q.S. Al-Munafiqun: Ayat 9)
5) (Q.S. An-Nisa: Ayat 29)
6) (Q.S. Al-Baqarah: Ayat 198)
7) (Q.S. Asy Syuara: Ayat 181-183)
8) (Q.S. Al- Mutafifin: Ayat 1-6)

11
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Al-Jaziri, Op. Cit., hlm. 155
Gemala Dewi, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cet 1, Prenada Media, Jakarta,
2005, hlm. 101
Hendi Suhendi, Fiqh Muâmalah (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), 68.
Hendi Suhendi, Op. Cit., hlm. 71
Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hlm.69
Ibnu Mas‟ud, et al, Fiqih Madzhab Syafi’i Edisi Lengkap Muamalah, Munakahat,
Jinayat, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1992, hlm.22
Muhammad Al-Kahlani Ibn Isma‟il, Subuh Al-Salam, Juz II, Dahlan, Bandung, hlm. 4
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Oleh Kamaludin A. Marzuki, Op. Cit., hlm. 50
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Diterjemahkan oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12
(Bandung: al- Ma‟arif, 1996), 44.
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, jilid 5, Gema Insani, Jakarta, 2011,
hlm. 25

12

Anda mungkin juga menyukai