Anda di halaman 1dari 17

Proses Wasiat Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata

(dan Penyebab Batalnya Wasiat)

Disusun oleh
Alib Putra Pratama (2111110001)
Sandi Novriansah (2011110041)
Agusti Randa (2011110049)

Dosen pengampuh

Edi Mulyono, M.E.Sy

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SOEKARNO BENGKULU

2022
KATA PENGANTAR

Bersyukur Kita dengan mengucapkan Alhamdulillah atas kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah

Hukum Hibah dan Wasiat dengan judul : “Proses Wasiat Menurut Hukum Islam

dan Hukum Perdata(dan Penyebab Batalnya Wasiat)” Kami menyadari bahwa

dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang

dengan tulus memberikan bantuan, doa, saran dan kritik sehingga makalah ini bisa

sampai sejauh ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami

miliki. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan

bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia

pendidikan.

Aamiin...

Bengkulu, 09 Mei 2022

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1

C. Tujuan ...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3

A. Proses Wasiat Menurut Hukum Islam....................................................... 3

B. Proses Wasiat Menurut Hukum Perdata ................................................... 7

C. Penyebab Batalnya Wasiat ....................................................................... 11

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 13

A. Kesimpulan .............................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut pandangan Islam, wasiat tidak sekadar menyangkut masalah harta

benda. Dalam makna luas, wasiat juga berkaitan dengan pesan-pesan moral

kepada umat manusia. Di dalam Alquran, Allah SWT sendiri telah mengingatkan

agar orang-orang beriman senantiasa berwasiat dalam kebajikan dan kesabaran

(QS al-Ashar [103]: 3). Dalam pengertian khusus, wasiat juga diartikan sebagai

pesan yang disampaikan orang yang hendak meninggal dunia. Pakar konsultasi

syariah Aris Munandar, dalam tulisannya Serba Serbi Wasiat dalam Islam

menuturkan, wasiat jenis ini dibagi menjadi dua kategori. Yang pertama adalah

permintaan orang yang akan meninggal kepada orang-orang yang masih hidup

untuk melakukan suatu pekerjaan. “Misalnya, membayarkan utang, memulangkan

barang-barang yang dipinjam atau merawat anak,” ujar Munandar mencontohkan.

Kedua, kata dia, wasiat bisa pula berbentuk harta benda yang ingin diberikan

kepada orang atau pihak tertentu. Wasiat semacam ini dilaksanakan setelah si

pembuat wasiat meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Proses Wasiat Menurut Hukum Islam ?

2. Apa Saja Proses Wasiat Menurut Hukum Perdata?

3. Apa itu Peristiwa Hukum ?

1
C. Tujuan

1. Agar menjadi masyarakat yang lebih mengerti mengenai hukumnya.

2. Menjadi insan yang tidak buta hukum.

3. Paham akan keilmuan hukum mengenai wasiatt.

4. Agar mahasiswa HKI memiliki dasar yang kuat mengenai hukum islam

dan hukum perdata.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Proses Wasiat Menurut Hukum Islam

Di dalam hukum Islam, sumber hukum yang mengatur tentang wasiat adalah

surat ke-2 (Al Baqarah) ayat 180

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ْل ْق َر ِبيْنَ ِبا‬ َ ْ ‫صيَّةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َوا‬


ِ ‫ض َر ا َ َحدَكُ ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْرا ۚ ْٱل َو‬
َ ‫علَ ْيكُ ْم اِذَا َح‬ َ ِ‫كُت‬
َ ‫ب‬
َ‫علَى ْال ُمت َّ ِقيْن‬َ ‫ف ۚ َحقًّا‬ ِ ‫ْل َم ْع ُر ْو‬
“Diwajibkan atas kamu, apabila diantara seorang diantara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk
ibu, bapak, dan karib kerabatnya secara ma’uf (ini adalah) kewajiban orang-
orang yang bertaqwa”.

Sedangkan menurut pasal 195 ayat 3 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan

bahwa wasiat kepada ahli waris masih memungkinkan dengan syarat telah

mendapat persetujuan dari ahli waris yang lainnya1.

Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 195 disebutkan bahwa:

1. Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau tertulis di

hadapan 2 (dua) orang saksi, atau di hadapan Notaris. Jika wasiat dilakukan secara

lisan maka hal tersebut harus di hadapan dua orang saksi.


1
Pusat pengembangan hukum dan bisnis indonesia, hal 15

3
Lain lagi dalam KUHPerdata, hukum perdata tidak mengatur secara jelas tentang

wasiat secara lisan. Namun mengingat pasal 931 KUHPerdata yang pada

pokoknya menegaskan bahwa surat wasiat boleh dibuat dengan akta olografis atau

ditulis tangan sendiri maka dapat dipahami pada dasarnya wasiat dapat dilakukan

dengan cara lisan, sepanjang hal tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Jadi,

pewarisan secara lisan adalah hal yang sah dan tidak melawan hukum.

2. Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya (maksimum) 1/3 (sepertiga)

dari seluruh harta warisan; kecuali apabila semua ahliwaris menyetujui.

Sehubungan dengan batasan wasiat, KHI menentukan bahwa wasiat hanya

diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila

semua ahli waris menyetujui. Maksud dari adanya batasan wasiat bertujuan untuk

melindungi ahli waris yang bersangkutan dan mencegah praktek wasiat yang

bisamerugikan mereka. Bagi Pewaris yang akan mewasiatkan sebagian hartanya,

sebaiknya mendahulukan kepentingan ahli waris. Sebab meninggalkan ahli waris

dalam keadaan berkecukupan adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka

dalam keadaan miskin.

3. Wasiat kepada ahliwaris berlaku bila disetujui oleh semua ahliwaris. Dalam hal

ini persetujuan bisa lakukan secara kekeluargaan secara pribadi oleh pewasiat

kepada ahli waris atau juga bisa di lakukan bersamaan ketika proses wasiat itu

dilakukan.

4
4. Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di

hadapan 2 (dua) orang saksi atau tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi di

hadapan Notaris.

Dalam proses berwasiat memiliki beberapa ketentuan, yakni:

Pertama, orang yang berwasiat boleh meralat atau mengubah ubah isi wasiat.

Berdasarkan perkataan Umar, “Seseorang boleh mengubah isi wasiat sebagaimana

yang dia inginkan.” (Diriwayatkan oleh Baihaqi).

Kedua, tidak boleh wasiat harta melebihi sepertiga dari total kekayaan. Mengingat

sabda Nabi kepada Saad bin Abi Waqash yang melarangnya untuk berwasiat

dengan dua pertiga atau setengah dari total kekayaannya. Ketika Saad bertanya

kepada Nabi, bagaimana kalau sepertiga maka jawaban Nabi, “Sepertiga, namun

sepertiga itu sudah terhitung banyak. Jika kau tinggalkan ahli warismu dalam

kondisi berkecukupan itu lebih baik dari pada kau tinggalkan mereka dalam

kondisi miskin lantas mereka mengemis ngemis kepada banyak orang.” (HR.

Bukhari dan Muslim).

Ketiga, Dianjurkan agar kurang dari sepertiga, sebagaimana keterangan Ibnu

Abbas, “Andai manusia mau menurunkan kadar harta yang diwasiatkan dari

sepertiga menjadi seperempat mengingat sabda Nabi ‘sepertiga akan tetapi

sepertiga itu banyak’.” (HR. Bukhari dan Muslim). 2

2
Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., hal. 40

5
Keempat, yang terbaik adalah mencukupkan diri dengan berwasiat seperlima dari

total kekayaannya, mengingat perkataan Abu Bakar, “Aku ridho dengan dengan

apa yang Allah ridhoi untuk dirinya” yaitu seperlima.” (Syarh Riyadhus Shalihin

oleh Ibnu Utsaimin, 1/44).

Kelima, Larangan untuk berwasiat dengan lebih dari sepertiga itu hanya berlaku

orang yang memiliki ahli waris. Sedangkan orang yang sama sekali tidak

memiliki ahli waris dia diperbolehkan untuk berwasiat dengan seluruh hartanya.

Keenam, Wasiat dengan lebih dari sepertiga boleh dilaksanakan manakala seluruh

ahli waris menyetujuinya dan tidak mempermasalahkannya.

Ketujuh, tidak diperbolehkan [haram] dan tidak sah, wasiat harta yang diberikan

kepada ahli waris yang mendapatkan warisan meski dengan nominal yang kecil,

kecuali jika seluruh ahli waris sepakat membolehkannya, setelah pemberi wasiat

meninggal. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah itu

telah memberikan kepada semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya.

Oleh karena itu tidak ada wasiat harta bagi orang yang mendapatkan warisan.”

(HR Abu Daud, dinilai shahih oleh al Albani).

Kedelapan, Jika wasiat harta untuk orang yang mendapatkan warisan itu ternyata

hanya disetujui oleh sebagian ahli waris karena sebagian yang lain menyatakan

ketidaksetujuannya maka isi wasiat dalam kondisi ini hanya bisa dilaksanakan

pada bagian yang menyetujui isi wasiat namun tidak bisa diberlakukan pada

bagian warisan yang tidak menyetujuinya.

6
B. Proses Wasiat Menurut Hukum Perdata

Pengertian wasiat dalam Pasal 875 KUHPerdata adalah “Surat wasiat atau

testamen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang

dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal, yang dapat dicabut kembali

olehnya”. Wasiat tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang. pembatasan

pernyataan dalam wasiat penting,terutama dalam hal bagian mutlak hak waris

(legitime portie). Seorang pembuat wasiat harus mempunyai budi akalnya,artinya

tidak boleh sakit ingatan dan orang yang memiliki sakit berat,sehingga ia tidak

dapat berpikir secara teratur (Pasal 895 KUH Perdata), serta minimal berusia 18

tahun (Pasal 897 KUH Perdata).

Syarat sahnya wasiat diatur dalam pasal 888,890 dan 893 KUH Perdata. Wasiat

harus dapat dimengerti atau dapat dilaksanakan atau tidak bertentangan dengan

kesusilaan, tidak mengandung sebab yang palsu (artinya apabila si pewaris tahu

sebab yang palsu,ia tidak akan membuatnya),dan wasiat akan batal apabila dibuat

karena paksaan,dan tipu muslihat.3 Jenis-jenis wasiat menurut isinya dibedakan

atas :

1. Wasiat yang berisi erfstelling atau wasiat pengangkatan waris,yaitu wasiat

dengan nama orang yang mewasiatkan,memberikan kepada seseorang atau

lebih,seluruh atau sebagian (1/2 atau 1/3) dari harta kekayaannya,kalau ia

meninggal dunia.

3
Irma Devita Purnamasari, S.H., M.Kn., hal. 60

7
Orang yang ditunjuk (diangkat) tersebut disebut testamentaire erfgenaam,yang

berarti ahli waris menurut wasiat dan sama halnya dengan seorang ahli waris

menurut Undang-undang,atau berdasarkan dibawah titel umum (onder algemene

titel).

2. Wasiat yang berisi hibah (legaat), yaitu suatu pemberian kepada seorang atau

beberapa orang berupa satu atau beberapa benda tertentu,barang-barang dari jenis

tertentu,misalnya: Seluruh benda bergerak, hak pakai hasil (vruchtgebruik),

misalnya seluruh atau sebagian dari warisan,sesuatu hak lain terhadap boedel

misalnya: memberi satu atau beberapa benda tertentu dari boedel. Orang yang

menerima legaat disebut legataris. ia bukan ahli waris,sehingga ia tidak

menggantikan hak dan kewajiban si meninggal ,tidak diwajibkan membayar

hutang-hutangnya, dan legataris mendapat warisan dibawah titel khusus.

Menurut pasal 931 KUH Perdata,wasiat menurut bentuknya dibedakan menjadi

1. Wasiat olografis (olografis testament), yaitu suatu wasiat yang ditulis dengan

tangan orang yang yang akan meninggalkan warisan itu sendiri (eigen handing)

dan harus diserahkan pada notaris untuk disimpan (Pasal 932 ayat 1 dan 2 KUH

Perdata). Penyerahan ini harus dibuatkan akte yang disebut akta penyimpanan

(akta van depot) yang ditandatangani oleh pembuat wasiat, notaris dan 2 orang

saksi yang menghadiri peristiwa. 4

4
Abdurrahman Alfaqiih, S.H., M.A., LLM., hal. 25

8
Penyerahan kepada notaris dapat dilakukan secara terbuka atau tertutup (dalam

amplop), jika tertutup maka pembukaan dilakukan oleh Balai harta peninggalan

(BHP) dan dibuat proses verbal.

2. Wasiat umum (Openbare testament), dibuat oleh notaris (Pasal 938 dan 939

ayat (1) KUH Perdata). orang yang akan meninggalkan warisan menghadap

kepada notaris dan menyatakan kehendaknya. Notaris tersebut akan menulis dan

dihadiri oleh 2 orang saksi.bentuk ini paling banyak dan baik karena notaris dapat

mengawasi isinya dan memberikan nasehat-nasehat tentang isinya.

3. Wasiat rahasia dibuat oleh pemberinya atau orang lain kemudian

ditandatangani pewaris,dan harus diserahkan sendiri kepada notaris dengan empat

orang saksi,dalam keadaan tertutup dan disegel (Pasal 940 KUHPerdata).

Pembuatan akta wasiat/ testament dapat dilakukan di hadapan Notaris, dengan

membuatkannya berupa akta. Setiap testament yang dibuat di hadapan Notaris

berbentuk akta, yang disebut dengan Akta Notaris. Akta Notaris merupakan alat

pembuktian sempurna, terkuat dan terpenuh sehingga selain dapat menjamin

kepastian hukum, akta notaris juga dapat menghindari terjadinya sengketa.

Menuangkan suatu perbuatan, perjanjian, ketetapan dalam bentuk akta notaris

dianggap lebih baik dibandingkan dengan menuangkannya dalam surat di bawah

tangan. 5

5
Redaksi Justika, hal. 30

9
Jika membahas mengenai proses wasiat tentunya kita tak luput dari surat

wasiat, Surat wasiat atau testamen adalah pernyataan sah yang penulisnya selaku

pewasiat mencalonkan beberapa orang untuk mengurusi hartanya apabila pewasiat

meninggal dunia. Wasiat juga dapat menentukan amanat wasiat yang hanya

berlaku setelah kematian pewasiat.

Langkah pembuatan surat wasiat ini sering dilakukan oleh orang tua ketika

akan membagikan harta benda kepada ahli waris. Pembuatan surat wasiat ini

sangat bermanfaat karena memberikan kejelasan harta benda yang ditinggalkan

pemilik ketika meninggal dunia. Keputusan membuat surat wasit juga bisa

mencegah keributan antar ahli waris.6

Setelah kita mengetahui ketiga bentuk wasiat seperti pada pembahasan

sebelumnya maka kali ini kita akan membahas mengenai cara pembuatan surat

wasiat dari ketiga bentuk tersebut.

Pertama, wasiat Olografis. Pada pembuatan surat wasiat olografis dibutuhkan

dua orang saksi. Adapun prosesnya adalah sebagai berikut, pada saat pewaris

menitipkan surat waris, kemudian notaris langsung membuat akta penitipan (akta

van de pot) yang ditandatangani oleh notaris, pewaris, serta dua orang saksi dan

akta itu harus ditulis di bagian bawah wasiat itu bila wasiat itu diserahkan secara

terbuka, atau di kertas tersendiri bila itu disampaikan kepadanya dengan disegel.

6
Legal Smart Chanel, hal. 50

10
Kedua, pada pembuatan surat wasiat dengan akta umum dibutuhkan dua orang

saksi. Proses pembuatan surat wasiat dengan akta umum dilakukan di hadapan

notaris yang kemudian ditandatangani oleh pewaris, notaris dan dua orang saksi.

Ketiga, pada pembuatan surat wasiat dengan keadaan tertutup dibutuhkan

empat orang saksi. Prosesnya yaitu pada saat penyerahan kepada notaris, pewaris

harus menyampailkannya dalam keadaan tertutup dan disegel kepada Notaris, di

hadapan empat orang saksi, atau dia harus menerangkan bahwa dalam kertas

tersebut tercantum wasiatnya, dan bahwa wasiat itu ditulis dan ditandatangani

sendiri, atau ditulis oleh orang lain dan ditandatangani olehnya.

C. Penyebab Batalnya Wasiat

Wasiat dapat dinyatakan batal berdasarkan Pasal 838 KUH Perdata, yaitu bahwa

penerima warisan seperti yang disebutkan dalam surat wasiat dianggap tidak sah

dan tidak pantas menjadi ahli waris adalah :

1. Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan

Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat

kepada pewasiat; dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan

bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima

tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;

11
dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk

membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima

wasiat; dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat

wasiat dan pewasiat.

2. Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum

meninggalnya pewasiat; mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak

untuk menerimanya; mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah

menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya

pewasiat.

3. Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah. Pewasiat dapat

mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakan persetujuan

atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.

Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang

saksi atau tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte

Notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan. Apabila wasiat dibuat secara

tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua

orang saksi atau berdasarkan akte Notaris. Apabila wasiat dibuat berdasarkan akte

Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasartkan akta Notaris. 7

7
Putri Ayu Trisnawati, S/H, hal. 35

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses wasiat menurut hukum islam yaitu Di dalam Kompilasi Hukum Islam

Pasal 195 disebutkan bahwa: Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan 2 (dua)

orang saksi, atau tertulis di hadapan 2 (dua) orang saksi, atau di hadapan Notaris.

Jika wasiat dilakukan secara lisan maka hal tersebut harus di hadapan dua orang

saksi. Menurut hukum perdata syarat sahnya wasiat diatur dalam pasal 888,890

dan 893 KUH Perdata. Wasiat harus dapat dimengerti atau dapat dilaksanakan

atau tidak bertentangan dengan kesusilaan, tidak mengandung sebab yang palsu

(artinya apabila si pewaris tahu sebab yang palsu,ia tidak akan membuatnya),dan

wasiat akan batal apabila dibuat karena paksaan,dan tipu muslihat. Wasiat

menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang

telah mempunyai kekuatan hukum, Wasiat menjadi batal apabila orang yang

ditunjuk untuk menerima wasiat itu: tidak mengetahui adanya wasiat tersebut

sampai meninggal dunia, Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Betlehn,Andrew. 2016. apakah wasiat lisan itu sah. Depok: PPHBI.

 Purnamasari, Irma Devita. 2010. Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak

Mengatasi Masalah Hukum Pertanahan . Bandung: kAIFA PT. Mizan

Pustaka.

 Alfaqiih, Abdurrahman, 2021. Hukumnya Menjaminkan Tanah Warisan

Tanpa Persetujuan Ahli Waris, Jakarta: Hukum Online

 Trisnawati, Putri Ayu, 2020. Pembatalan Wasiat, Surabaya:

Doni.Advokat.

14

Anda mungkin juga menyukai