Anda di halaman 1dari 26

AYAT AYAT DAN HADIS HADIS TENTANG JUAL

BELI
MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah : Tafsir dan Hadits Ekonomi
Dosen Pengampu : Cihwanul Kirom, Lc., M.E.I.

Disusun Oleh :
Kelompok 9
Nafisa Fitratunnada L.S (2020610050)
Shafa Byan Ailani (2020610064)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
PROGAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesikan makalah yang merupakan tugas mata
kuliah Tafsir dan Hadits Ekonomi yang membahas tentang ayat-ayat dan hadis-
hadis tentang jual beli.

Dan tak lupa kami mengucapkan terimakasi kepada Bapak Cihwanul


Kirom, Lc., M.E.I. yang merupakan dosen pembimbing mata kuliah Tafsir dan
Hadits Ekonomi.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat
penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Kudus, 2 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Jual Beli........................................................................................3
B. Ayat – Ayat dan Hadis Tentang Jual Beli......................................................4
C. Hukum Jual Beli.............................................................................................6
D. Rukun dan Syarat Jual Beli............................................................................8
E. Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli..........................................11
F. Prinsip – Prinsip Jual Beli.............................................................................12
G. Macam – Macam Jual Beli...........................................................................14
H. Jual Beli Secara Kredit.................................................................................17
I. Khiyar..............................................................................................................18
BAB III..................................................................................................................22
PENUTUP..............................................................................................................22
A. Kesimpulan...................................................................................................22
B. Saran.............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang ajarannya kaffah (utuh dan sempurna) dalam
menata kehidupan. Agama islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya.
Dimulai dari mengatur hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang
biasa disebut muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan
sesamanya yang biasa disebut muamalah ma;annas. Untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat maka diperlukannya kegiatan jual beli, sehingga
kegiatan jual beli sudah menjadi sebuah kegiatan yang selalu dilakukan atau
telah menjadi rutinitas dalam masyarakat. Kegiatan jual beli sendiri sudah ada
sejak dahulu namun dalam melakukan kegiatan jual beli masyarakat dahulu
melakukan kegiatan jual beli dengan cara tukar menukar barang yang dimiliki
dengan orang lain.
Dalam islam tidak semua kegiatan jual beli dibolehkan. Tidak semua
orang muslim mengetahui kegiatan jual beli yang benar menurut pandangan
islam, bahkan tidak mengetahui ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
oleh hukum islam dalam melakukan kegiatan jual beli. Al-Quran dan Hadis
menjadi sumber hukum islam dalam melaksanakan kegiatan jual beli tanpa
pedoman pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari jual beli?
2. Apa saja ayat-ayat dan hadis-hadis tentang jual beli?
3. Bagaimana hukum jual beli?
4. Apa saja rukun dan syarat jual beli?
5. Bagaimana hak dan kewajiban jual beli?
6. Bagaimana prinsip jual beli?

1
7. Apa saja macam-macam jual beli?
8. Apa itu jual beli secara kredit?
9. Apa itu khiyar?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahu pengertian dari jual beli
2. Untuk mengetahui ayat-ayat dan hadis-hadis tentang jual beli
3. Untuk mengetahui hukumjual beli
4. Untuk mengetahui rukun dan syarat jual beli
5. Untuk mengetahui hak dan kewajiban penjual dan pembeli
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip jual beli
7. Untuk mengetahui macam-macam jual beli
8. Untuk mengetahui jual beli secara kredit
9. Untuk mengetahui tentang khiyar

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai ‟yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal
al-bai ‟ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yakni kata asy syira (beli). Dengan demikian, kata al-ba i‟ berarti jual,
tetapi sekaligus juga berarti beli (Haroen, 2000:111). Jual beli atau bisnis
menurut bahasa berasal dari kata (‫بيعا‬-‫يبيع‬-‫ )باع‬bentuk jamaknya (‫ )البيوع‬yang
artinya menjual (al-Marbawy, t.th:72). Menurut bahasa, jual beli berarti
menukarkan sesuatu dengan sesuatu (Al Jaziri, 2003:123).

Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah:
a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan (Idris, 1986 :5).
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi: Menurut syara,
pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta (uang)
dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar memiliki
manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya yang
demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa uang (al-
Ghazzi, t.th:30).

3
c. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al- Akhyar: Saling
tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab qobul,
dengan cara yang sesuai dengan syara (Taqiyuddin, t.th:329).
d. Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al- Wahab:Tukar
menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)
(Zakariya, t.th:157).
e. Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah: Penukaran benda
dengan benda lain dengan jalan saling atau memindah kan hak milik
dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan (Sabiq,
t.th:126).
f. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis),
diantaranya; ulamak Hanafiyah “ Jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara‟
yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al-majmu’ mengatakan
“Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”.
Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan (Suhendi, 2007: 69-
70).1
Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar barang
atau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah pihak
sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat.

B. Ayat – Ayat dan Hadis Tentang Jual Beli

Jual beli sebagai sarana saling membantu antara sesama Insan


mempunyai landasan yang kuat dalam Al quran dan Hadist . Terdapat dalam
beberapa ayat Al quran dan Hadist yang membahas tentang jual beli antara
lain :
1. Firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 275

1
Susiawati, Wati. "Jual Beli dan dalam Konteks Kekinian." Jurnal Ekonomi Islam 8.02 (2017):
171-184.

4
َ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَأْ ُكلُوْ نَ الرِّ ٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذيْ يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰط ُن ِمن‬
ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّر ٰب‬
‫وا‬ ۘ ‫ك بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل الر ِّٰب‬
َ ِ‫سِّ ٰذل‬ۗ ‫ْالم‬
َ
‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن عَا َد‬ ۗ َ‫فَ َم ْن َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنت َٰهى فَلَهٗ َما َسل‬
ٰۤ ُ
َ‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا ٰخلِ ُدوْ ن‬ ِ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ —ِ‫ول ِٕٕى‬ ‫فَا‬
Artinya: “Orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, ialah:
disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan
dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya
apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba),
Maka orang itu ialah: penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. (QS Al Baqarah: 275)
2. Firman Allah SWT dalam surat An-Nisa’ ayat 29
ً‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َجا َرة‬
‫اض ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬
ٍ ‫ع َْن ت ََر‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah ialah: Maha Penyayang
kepadamu”. ( QS An-Nisa’: 29)
3. Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 198

ٍ َ‫وا فَضْ اًل ِّمن َّربِّ ُك ْم ۚ فَإ ِ َذٓا أَفَضْ تُم ِّم ْن َع َر ٰف‬
‫ت‬ ۟ ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَن تَ ْبتَ ُغ‬
َ ‫لَي‬
‫ُوا ٱهَّلل َ ِعن َد ْٱل َم ْش َع ِر ْٱل َح َر ِام ۖ َو ْٱذ ُكرُوهُ َك َما هَد َٰى ُك ْم َوإِن ُكنتُم ِّمن قَ ْبلِِۦه‬ ۟ ‫فَ ْٱذ ُكر‬

َ‫لَ ِمنَ ٱلضَّٓالِّين‬

5
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang
sesat”. (QS. Al-Baqarah:198)
4. Hadist Riwayat Bazzar dan al-Hakim
ْ َ‫ب أ‬
‫طيَبُ ؟ قَا َل َع َم ُل ال َّر ُج ِل بِيَ ِد ِه‬ ِ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم أَيُّ ْال َك ْس‬
َ ‫ُسئِ َل النَّبِ ُّي‬
‫َو ُكلُّ بَي ٍْع َم ْبرُوْ ٍر – رواه االبزار والحاكم‬
Artinya: “Nabi saw pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang
paling baik (paling ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha)
seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar
dan al-Hakim)

5. Hadist Riwayat Al-Baihaqi

ٍ ‫إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ع َْن ت ََر‬


‫اض – رواه البيهقي‬
Artinya:“Sesungguhnya jual beli (harus) atas dasar saling ridha (suka sama
suka).” (HR. Al-Baihaqi).2

C. Hukum Jual Beli


Jual-beli adalah perkara muamalat yang hukumnya bisa berbeda-beda,
tergantung dari sejauh mana terjadinya pelanggaran syariah:

1. Jual Beli Halal


Secara asalnya, jual-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah
atau dibolehkan. Al-Imam Asy-Syafi'i menegaskan bahwa dasarnya
hukum jual-beli itu seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan
keridhaan dari kedua-belah pihak. Namun kehalalan ini akan berubah
menjadi haram bila terjadi hal-hal tertentu, misalnya apabila jual-beli itu

2
Redaksi Muhammaditah, Jual-Beli dalam Islam, https://muhammadiyah.or.id/jual-beli-dalam-
islam/, (diakses pada 31 Oktober, pukul 10.15)

6
dilarang oleh Rasulullah SAW atau yang maknanya termasuk yang
dilarang beliau SAW.
2. Jual Beli Haram
Di luar jual-beli yang hukumnya halal, maka ada juga jual-beli yang
hukumnya haram atau terlarang. Para ulama mengelompokkan keharaman
jual-beli dengan cara mengurutkan sebab-sebab keharamannya. Di antara
penyebab haramnya suatu akad jual-beli antara lain:

a. Haram Terkait Dengan Akad


Keharaman jual-beli yang terkait dengan akad yang haram terbagi
dua lagi, yaitu :
 Barang Melanggar Syariah
Keharamannya karena terkait barang yang dijadikan objek
akad tidak memenuhi syarat dan ketentuan dalam akad, seperti benda
najis, atau barang tidak pernah ada, atau barang itu merusak dan
tidak memberi manfaat, atau bisa juga barang itu tidak mungkin
diserahkan.
 Akad Melanggar Syariah
Contohnya jual-beli yang mengandung unsur riba dan gharar
dengan segala macam jenisnya. Jual-beli yang diharamkan karena
ada unsur riba antara lain bai'ul 'inah, al-muzabanah, al-muhaqalah,
al-araya, al-'urbun, baiul akli' bil kali', dan seterusnya. Sedangkan
jual-beli yang diharamkan karena unsur gharar antara jual-beli janin
hewan yang masih di perut induknya, jual-beli buah yang belum
masak, bai'us-sinin, jual-beli ikan di dalam air, jual-beli budak yang
kabur dari tuannya, jual-beli susu yang masih dalam tetek hewan,
jual-beli wol yang masih melekat pada kambing, jual-beli minyak
pada susu, dan baiuts-tsuyya.
b. Haram Terkait Dengan Hal-hal di Luar Akad
Jual-beli yang diharamkan karena terkait dengan hal-hal di luar
akad ada dua macam, yaitu :
 Dharah Mutlak

7
Misalnya jual-beli budak yang memisahkan antara ibu dan
anaknya, jual-beli perasan buah yang akan dibikin menjadi khamar,
jual-beli atas apa yang ditawar atau dibeli oleh saudaranya, jual-beli
an najsy, talaqqi ar-rukban, bai'u hadhirun li badiyyin dan lainnya.
 Melanggar Larangsan Agama
Diantara contoh jual-beli haram karena melanggar agama
misalanya jual-beli yang dilakukan pada saat terdengar azan untuk
shalat Jumat, dan jual-beli mushaf kepada orang kafir.3

D. Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli yang sesuai dengan Syariat Islam harus memenuhi rukun dan
syarat dari jual beli sementara rukun dan syarat adalah sesuatu yang harus
dipenuhi agar jual beli itu dipandang sah. Karena jual beli merupakan suatu
akad, maka harus dipenuhi rukun dan syaratnya.
Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama berbeda pendapat.
Menurut Mazhab Hanafi rukun jual beli hanya ijab dan Kabul. Menurut
ulama mazhab Hanafi yang menjadi rukun jual beli hanyalah kerelaan antara
kedua belah pihak untuk berjual beli. Ada dua indikator (qarīnah) yang
menunjukkan kerelaan dari kedua belah pihak, yaitu dalam bentuk perkataan
(ijab dan qabūl) dan dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi
(penyerahan barang dan penerimaan uang) untuk yang kedua dalam ilmu
fiqih disebut dengan istilah ‫المعاطة بيع‬
Jumhur ulama membagi rukun jual beli menjadi empat:
1. Orang yang berakad.
2. Sighat.
3. Ada barang yang dibeli.
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Namun mazhab Hanafi menganggap bahwa orang yang berakad, barang
yang dibeli, dan nilai tukar barang di atas termasuk syarat jual beli, bukan

3
Ahmad Sarwat, Fiqh Jual-Beli (Jakarta Selatan: Rumah Fiqh Publishing, 2018), 8-10.

8
rukun. Jumhur ulama menjelaskan bahwa syarat jual beli sesuai dengan rukun
jual beli itu yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad
Ulama fiqih sepakat, bahwa orang yang melakukan transaksi jual
beli harus memenuhi syarat-syarat :
a. Berakal. Dengan syarat tersebut maka anak kecil yang belum berakal
tidak boleh melakukan transaksi jual beli, dan jika telah terjadi
transaksinya tidak sah. Jumhur ulama berpendapat, bahwa orang yang
melakukan transaksi jual beli itu harus telah akil baliqh dan berakal.
Apabila orang yang bertransaksi itu masih mumayyiz, maka transaksi
jual beli itu tidak sah. Sekalipun mendapat izin dari walinya.
b. Orang yang melakukan transaksi itu, adalah orang yang berbeda.
Maksud dari syarat tersebut adalah bahwa seorang tidak boleh menjadi
pembeli dan penjual pada waktu yang bersamaan.
2. Syarat yang terkait dengan ijab dan qabūl
Ulama fiqih sepakat bahwa urusan utama dalam jual beli adalah
kerelaan antara penjual dan pembeli. Kerelaan ini dapat terlihat pada saat
transaksi berlangsung. Oleh karena itu, ijāb qabul harus diungkapkan
dengan jelas sehingga tidak terjadi penipuan dan dengan ijab Kabul dapat
mengikat kedua belah. pihak.
Apabila ijab-qabul telah diucapkan dalam transaksi, secara otamatis
kepemilikan barang dan uang telah berpindah tangan. Ulama fiqih
menjelaskan bahwa syarat dari ijab-qabul adalah sebagai berikut:
a. Jumhur ulama berpendapat bahwa orang yang mengucapkannya harus
telah akil baligh dan berakal, sedangkan menurut Ulama Mazhab
Hanafi mensyaratkan hanya telah berakal saja.
b. Kabul harus sesuai dengan ijab. Sebagai contoh : "saya jual mobil ini
dengan harga seratus juta rupiah", lalu pembeli menjawab: "saya beli
dengan harga seratus juta rupiah".

9
c. Ijab dan Kabul harus dilakukan dalam satu transaksi, dan tidak boleh
terpisah. Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan transaksi harus
hadir pada waktu yang bersamaan.
3. Syarat yang diperjual belikan
Syarat yang diperjualbelikan, adalah sebagai berikut :
a. Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual
menyatakan sanggup untuk mengadakan barang itu.
b. Barang tersebut dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh
karena itu keluar dari syarat ini adalah menjual khamar, bangkai haram
untuk diperjualbelikan, karena tidak bermanfaat bagi manusia dalam
pandangan syara'.
c. Milik seseorang. Maksudnya adalah barang yang belum milik seseorang
tidak boleh menjadi objek jual beli, seperti menjual ikan yang masih di
laut, emas yang masih dalam tanah, karena keduanya belum menjadi
milik penjual.
d. Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang
telah disepakati.
4. Syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar suatu barang merupakan salah satu unsur terpenting.
Yang pada zaman sekarang disebut dengan uang. Ulama fiqih memberikan
penjelasan bahwa syarat nilai tukar adalah sebagai berikut:
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b. Dapat diserahkan pada saat waktu transaksi, sekalipun secara hukum
seperti pembayaran dengan cek atau kartu kredit. Apabila barang
dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya harus jelas
waktunya.
c. Jika jual beli itu dilakukan dengan cara barter, maka barang yang
dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara' seperti babi
dan khamar.

10
Itulah syarat-syarat jual beli yang berkaitan dengan rukun-rukun jual
beli. Disamping syarat-syarat yang telah dipaparkan tersebut, ulama fiqh juga
mengemukakan beberapa syarat lain.
Ulama fiqih menyatakan, bahwa suatu jual beli baru dianggap sah, bila
terpenuhi dua hal: Pertama, jual beli tersebut terhindar dari cacat. Baik dari
segi barang yang diperjualbelikan tidak jelas, dan jual beli tersebut
mengandung unsur paksaan dan penipuan sehingga mengakibatkan jual beli
tersebut rusak.
Kedua, jika barang yang menjadi objek jual beli tersebut merupakan
barang yang bergerak, maka barang tersebut dengan otomatis menjadi milik
pembeli dan harga dari barang tersebut menjadi milik penjual. Namun jika
barang yang menjadi objel jual beli merupakan barang yang tidak bergerak,
maka barang tersebut boleh dikuasai setelah surat-menyuratnya sudah
diselesaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ditempat tersebut.
Selanjutnya, transaksi jual beli baru dapat dilaksanakan jika yang
berakad mempunyai kekuasaan penuh dalam bertransaksi. Kekuasaan yang
dimaksud di sini adalah bahwa orang yang berakad adalah punya wewenang
penuh terhadap barang yang menjadi objek transaksi. Apabila kekuasaan
tidak dimiliki oleh orang yang bertransaksi, maka jual beli tersebut tidak
dapat dilakukan.

Jika proses transaksi terbebas dari segala macam khiyar, maka transaksi
tersebut akan mengikat terhadap kedua belah pihak. Khiyar yang dimaksud di
sini adalah hak pilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli. Dan jual
beli yang masih mempunyai hak khiyar maka jual beli tersebut belum
mengikat dan dapat dibatalkan. Jika semua syarat-syarat diatas terpenuhi,
maka suatu proses jual beli telah dianggap sah. Dan bagi kedua belah pihak
tidak dapat lagi membatalkannya4.

4
Syaifullah, “ Etika Jual Beli dalam Islam”, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 11.2 (2014):371-
378.

11
E. Hak dan Kewajiban antara Penjual dan Pembeli

Untuk menghindari dari kerugian salah satu pihak maka jual beli
haruslah dilakukan dengan kejujuran, tidak ada penipuan, paksaan, kekeliruan
dan hal lain yang dapat mengakibatkan persengketaan dan kekecewaan atau
alasan penyesalan bagi kedua belah pihak maka kedua belah pihak haruslah
melaksanakan apa yang menjadi hak dan kewajiban masing-masing,
diantaranya: pihak penjual menyerahkan barangnya sedangkan pihak pembeli
menyerahkan uangnya sebagai pembayaran. Hal lain yang perlu diperhatikan
adalah hendaklah dilakukan penulisan dari transaksi tersebut. Sebagaiman
firman Allah SWT:

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن اِ ٰلٓى اَ َج ٍل ُّم َس ًّمى فَا ْكتُبُوْ ۗهُ َو ْليَ ْكتُبْ بَّ ْينَ ُك ْم‬
‫َكاتِ ۢبٌ بِ ْال َع ْد ِل‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya, dan
hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar”
(QS. Al-Baqarah: 282).

Selain penulisan untuk menghindari dari kemungkinan perselisihan,


pengingkaran dan pemalsuan, maka diperlukan adanya saksi. Firman Allah:

‫َوا ْستَ ْش ِه ُدوْ ا َش ِه ْي َدي ِْن ِم ْن ِّر َجالِ ُك ۚ ْم فَا ِ ْن لَّ ْم يَ ُكوْ نَا َر ُجلَي ِْن فَ َر ُج ٌل َّوا ْم َراَ ٰت ِن‬
‫َض َّل اِحْ ٰدىهُ َما فَتُ َذ ِّك َر اِحْ ٰدىهُ َما ااْل ُ ْخ ٰرى‬ ِ ‫ضوْ نَ ِمنَ ال ُّشهَ ۤ َدا ِء اَ ْن ت‬ َ ْ‫ِم َّم ْن تَر‬
“Dan periksakanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
(diantaramu), jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang diridhai, supaya jika seorang
lupa maka yang seorang mengingatkannya” (QS. Al-Baqarah: 282)

12
Dalam ayat tersebut dapatlah dipahami bahwa antara penjual dan
pembeli mempunyai hak dan kewajiban yang mana hak dan kewajiban
tersebut harus dipenuhi oleh masing-masing pihak.5

F. Prinsip – Prinsip Jual Beli


Prinsip - prinsip jual beli diantaranya ialah:
1. Prinsip keadilan
Berdasarkan pendapat Islam adil merupakan aturan paling utama
dalam semua aspek perekonomian. Salah satu ciri keadilan ialah tidak
memaksa manusia membeli barang dengan harga tertentu, jangan ada
monopoli, jangan ada permainan harga, serta jangan ada cengkeraman
orang yang bermodal kuat terhadap orang kecil yang lemah.
2. Suka sama suka
Prinsip ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan, asas ini
mengakui bahwa setiap format muamalah antar pribadi atau antar pihak
harus berdasarkan kerelaan masing-masing, kerelaan disini dapat berarti
kerelaan mengerjakan suatu format muamalat, maupun kerelaan dalam
menerima atau memberikan harta yang dijadikan objek dalam format
muamalat lainnya.
3. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
a. Benar: Benar ialah merupakan ciri utama orang mukmin, bahkan ciri
pada Nabi. Tanpa kebenaran, agama tidak bakal tegak dan tidak bakal
stabil. Bencana terbesar di dalam pasar saat ini ialah meluasnya
tindakan dusta dan bathil, misalnya berdusta dalam mempromosikan
barang dan menetapkan harga, oleh sebab itu salah satu karakter
pedagang yang urgen dan diridhai oleh Allah ialah kebenaran. Karena
kebenaran menyebabkan berkah bagi penjual maupun pembeli, andai
keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kelemehan barang yang
diperdagangkan maka dua-duanya mendapatkan berkah dari jual
belinya. Namun andai keduanya saling menutupi aib barang dagangan

5
Shobirin, "Jual Beli Dalam Pandangan Islam.", BISNIS: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam 3.2
(2015): 239-261.

13
itu dan berbohong, maka andai mereka mendapat laba, hilanglah berkah
jual beli itu.
b. Amanah: Maksud amanat ialah mengembalikan hak apa saja kepada
pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak
meminimalisir hak orang lain, baik berupa harga atau upah Dalam
berniaga dikenal dengan istilah” memasarkan dengan “amanat” seperti
menjual murabaha maksudnya, penjual menjelaskan ciri-ciri,
kualitas,dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melehi-
lebihkannya. Di dalam hadist Qutdsi, Allah berfirman: “ Aku ialah yang
ketiga dari dua orang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak
menghianati temannya. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat,
aku keluar dari mereka”.
c. Jujur (setia): disamping benar dan amanat, seorang pedagang harus
berlaku jujur, dilandasi suapaya orang lain mendapatkan kebaikan dan
kebahagiaan sebagaimana ia menginginkannya dengan menjelaskan
cacat barang dagangnya yang dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh
pembeli. Salah satu sifat curang ialah melipatkan gandakan
hargaterhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran. Pedagang
mengelabui pembeli dengan memutuskan harga diatas harga pasaran.
4. Tidak mubazir (boros): Islam mengharuskan setiap orang membelanjakan
harta miliknya untuk memenuhi keperluan diri pribadinya dan keluarganya
serta menafkahkannya dijalan Allah dengan kata lain, Islam ialah agama
yang memerangi kekikiran dan kebatilan. Islam tidak mengizinkan
tindakan mubazir sebab Islam mengajarkan agar konsumen bersikap
sederhana.
5. Kasih sayang: Kasih sayang dijadikan lambang dari risalah Muhammad
SAW, dan Nabi sendiri menyikapi dirinya dengan kasih sayang beliau
bersabda “Saya ialah seorang yang pengasih dan mendapat petunjuk”.
Islam mewajibkan mengasih sayangi manusia dan seorang pedagang
jangan hendaknya perhatian umatnya dan tujuan usahanya untuk mengeruk
keuntungan sebesar-besarnya Islam ingin mengatakan dibawah naungan

14
norma pasar, kemanusiaan yang besar menghormati yang kecil, yang kuat
membantu yang lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar, dan manusia
menentang kezaliman.6

G. Macam – Macam Jual Beli


Macam–macam jual beli (bisnis) dalam Islam, dapat di lihat pada dua
sudut pandang yaitu dari kaca mata hukum Islam dan dari kaca mata barang
yang di perjual belikan. Bisnis dilihat dari kaca mata hukum Islam di bagi
menjadi dua macam, yaitu jual beli (bisnis) yang sah menurut hukum Islam
dan jual beli yang batal menurut hukum Islam.
Jual beli (bisnis) yang dapat dibatalkan menurut hukum Islam, yaitu;
1. Jual beli barang yang di haramkan

‫عن جابر رض آن رسول هللا ص م قال إن هللا ورسوله حرم بيع الخمر و‬
)‫الميته والخنير واالصنام (رواه البخارى ومسلم‬
“Dari jabir r.a Rasulullah, bersabda sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya
telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala”(HR
Bukhari dan Muslim)
2. Jual beli sperma (mani) hewan. Hukum Islam mebolehkan untuk menjual
daging kambing yang belum di kuliti dengan ukuran timbang ,dan sama
halnya dengan di bolehkan menjual ayam sembelihan dengan kotorannya
masih di dalam perut ayam tersebut (Abdurrahman, 2004: 40).
3. Jual beli dengan perantara (al–wasilat),melalui perantara artinya memesan
barang dengan akad jual membeli yang belum sempurna membayarnya
tetapi tiba tiba ia mundur dari hak akad. Para ulama’ memperbolehkan jual
beli dengan membayar dahulu agar barang tersebut tidak di beli oleh orang
lain.
4. Jual beli anak binatang yang masih berada di perut induknya karena
barangnya belum ada jadi tidak di bolehkan.

6
Akhmad Farroh Hasan, Fiqih Muammalah dari Kasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktek),
(Malang:UIN-Maliki Press, 2018), 34-35.

15
5. Jual beli muhaqallah / baqallah tanah, sawah dan kebun maksudnya jual
beli tanaman yang masih diladang atau sawah yang belum pasti wujudnya,
hal ini masih diragukan bisa mengakibatkan ketidak rilaan dari pembeli
atau penyesalan dari penjual, termasuk kategori jual beli gharar.
6. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah–buahan yang belum pantas
untuk panen, di dilarang karena masih samar karena dapat dimungkinkan
buah itu jatuh tertiup angin sebelum diambil oleh pembelinya atau busuk
dan lain sebaginya.
7. Jual beli muammasah, yaitu jual beli secara sentuh menyantuh kain yang
sedang dipajangkan, orang yang menyentuh kain tersebut harus membeli.
8. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar,
maksudnya seperti pelelengan barang harga yang paling besar itu yang
akan mendapatkan barang tersebut, hal ini ditakutkan adanya penipuan.
9. Jual beli muzaabanah, yaitu menjual barang yang basah dan yang kering,
maksudnya barang yang diperjual belikan dicampur dan mengakibatkan
tidak adanya keseimbangan barang.

‫عن أنس رض قال نى رسول هللا عن المحا قلة والمحا ضرة والمل مسة‬
)‫والمنا بذة والمزابنة (رواه البخا رى‬
Dari Anas r.a ,ia berkata: Rosulullah SAW melarang jual beli muhaqallah,
mukhadharah, mulammasah, munabazah, dan muzabannah.
Sedangkan jual beli ditinjau dari segi benda dibagi menjadi tiga
macam. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Taqiyuddin, jual beli dibagi
menjadi tiga bentuk, yaitu:

‫البيوع ثال ثة ييع عين مشا هدة وبيع و صوف فى الد مة لم تشاهد‬
“Jual beli ada tiga macam yaitu : 1) Jual beli barang yang kelihatan, 2) Jual
beli yang disebutkan sifat–sifat nya dalam janji dan 3) Jual beli benda yang
tidak ada.”
Jual beli benda yang kelihatan maksudnya pada waktu melakukan akad
jual beli antara pembeli dan penjual ada yang di perjual belikan ada di depan
mata. Hal ini banyak masyarakat yang melakukannya, ini dibolehkan, contoh

16
di pasar membeli beras. Tapi, juga ada praktek di masyarakat jual beli yang
hanya menyebutkan sifatnya atau contohnya, hal ini dilakukan di masyarakat
dalam jual beli pesan barang, misalnya, pesan makanan, disebut bai’ salam
dalam hukum Islam dibolehkan. Sedangakan jual beli yang barangnya belum
ada atau sifatnya belum ada seperti membeli kacang dalam tanah, membeli
ikan dalam kolam belum jelas, dalam hukum Islam tidak diperbolehkan.
Kecuali bagi orangorang tertentu yang mempunyai keahlian dalam menaksir,
maka diperbolehkan.7
H. Jual Beli Secara Kredit

1. Pengertian Jual Beli Secara Kredit


Jual beli secara kredit merupakan salah satu cara memiliki sesuatu
dengan cara mengangsur, sehingga barang tersebut resmi menjadi milik
seseorang. Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut ‫ تقسيط‬secara
bahasa berarti bagian, jatah atau membagi-bagi.
Dalam Mu‟jamul Wasith 2/140 dikatakan, “Mengkredit hutang
artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada
beberapa waktu yang ditentukan.” Adapun pengertian jual beli kredit
secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan
cara memberikan cicilan dalam jumlah tertentu selama waktu tertentu, dan
biasanya harganya lebih mahal dibanding harga kontan. (Susilo n.d.) Dan
menurut Hukum Islam, barang yang masih dalam masa cicilan itu tidak
bisa dijual.
Menurut kitab Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
tentang perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bung. (Ismail 2010, 94) Barang kredit merupakan hak milik

7
Shobirin, "Jual Beli Dalam Pandangan Islam.", BISNIS: Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam 3.2
(2015): 239-261.

17
pihak toko. Dan akan berpindah hak milik apabila seorang sudah melunasi
kewajiban sebagai pembeli.
Jadi, jual beli dengan sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan
tidak secara kontan di mana pembeli sudah menerima barang sebagai
objek jual beli, namun belum membayar harga, baik keseluruhan maupun
sebagian. Pembayaran dilakukan secara angsur dengan cara membayar
cicilan dalam jumlah tertentu dan waktu tertentu sesuai kesepakatan antara
kedua belah pihak.
2. Unsur-Unsur Dalam Kredit
Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian kredit adalah
sebagai berikut: (Kasmir 2014, 87-88)
a. Kepercayaan, merupakan suatu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit
yang telah diberikan, baik berupa uang maupun jasa akan benar-benar
dikembalikan pada masa yang akan datang.
b. Kesepakatan, ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana
masingmasing pihak menandatangani hak dan kewajibannya.
c. Jangka waktu, setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu
tertentu, dalam jangka waktu tersebut mencakup masa pengembalian
kredit yang telah disepakati.
d. Resiko, yaitu adanya suatu tenggang waktu pengembalian yang
menyebabkan tidak tertagihnya angsuran pada pemberian kredit.
e. Balas jasa, merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa
tersebut yang kita kenal dengan nama bunga.8

I. Khiyar

1. Pengertian Khiyar

Al-Khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara; melangsungkan


atau mebatalkan. atau proses melakukan pcmilihan terhadap sesuatu.

8
Khaer, Misbakul, dan Ratna Nurhayati. “Jual Beli Taqsith (kredit) dalam Prespektif Hukum
Ekonomi Islam.” AL MAQASHIDI 2.1 (2019): 99-110

18
Klayar menurut etimologi (bahasa) al-khiyar artinya pilihan. Pembahasan
al-khiyar dikemukakan oleh para ulama figh dalam permasalahan yang
menyangkut transkasi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi.
Sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi
(akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi yang dimaksud.
Secara terminology para ulama figh mendefiniskan al-Khiyar dengan hak
pilih salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk
melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan
kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

2. Syarat-Syarat Khiyar
Bertolak dari berbagai permasalahan yang ada maka syari'at Islam
memberikan kesempatan kepada orang melakukan jual beli agar waspada
terhadap dirinya dan mempertimbangkan barang dagangannya dengan hal
yang bersih agar dikemudian hari tidak terjadi penyesalan. Dengan
membatasinya yang berbentuk syarat-syarat menjamin tetapnya akad,
sehingaa memberikan peluang mengurungkan atau membatalkan akad
tanpa ada sebab yang ielas. Dengan melihat begitu kompleksnya
permasalahan ini maka menurut Asy-Syad'iyah "Sesungguhnya khiyar
dalam jual beli itu tidak sah kecuali dengan dua perkara" yakni :
a. Hendaknya penjual dan pembeli sepakat dengan cara khusus, yang akan
anda ketahui.
b. Hendaknya pada barang dagangan terdapat cacat yang
memperkenankan dikembalikan.9
3. Macam-Macam Khiyar
a. Khiyar Majlis
Yang dimaksud dengan khiyar majlis adalah hak pilih dari pihak
yang melangsungkan akad untuk membatalkan (mem-fasakh) kontrak
selama mereka masih berada di tempat diadakannya kontrak (majlis
akad) dan belum berpisah secara fisik. Khiyar ini terbatas hanya pada

9
Indriati, Dewi Sri. “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli.” Jurnal Ilmiah Al-Syiriah 2.2 (2016)

19
akad-akad yang diselenggarakan oleh dua pihak seperti akad
muawazhot dan ijaroh. Madzhab yang sangat vokal membela
kedudukan khiyar majlis adalah mazhab Syafi, sedangkan mazhab
Maliki dan Hanafi menentang keberadaan khiyar majlis dalam akad.
b. Khiyar Syarat
Khiyar syarat merupakan hak dari masing-masing pihak yang
menyelenggarakan akad untuk melanjutkan atau membatalkan akad
dalam jangka waktu tertentu. Misalnya dalam suatu transaksi jual beli
seorang pembeli berkata kepada penjual : Aku membeli barang ini dari
kamu dengan syarat aku diberi khiyar selama sehari atau tiga hari.
Khiyar ini diperlukan karena si pembeli perlu waktu untuk
mempertimbangkan masak-masak pembelian ini. Ia juga perlu
diberikan kesempatan untuk mencari orang yang lebih ahli untuk
diminta pendapatnya mengenai barang yang akan dibeli sehingga
terhindar dari kerugian atau penipuan.
c. Khiyar ar-Ru'yah
Yang dimaksud dengan khiyar ar-Ru'yah adalah hak pilih bagi
pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan
terhadap suatu obyek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.
Khiyar ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang mengatakan:
“Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak
khiyar apabila telah melihat barang itu”. (HR. Ad-Daruqutni dari Abu
Hurairah).
d. Khiyar Aib
Yang dimaksud dengan khiyar aib adalah hak untuk membatalkan
atau meneruskan akad bila mana ditemukan aib (cacat), sedang pembeli
tidak tahu tentang hal itu pada saat akad berlangsung. Persoalan ini
muncul saat barang yang ditransaksikan itu cacat atau alat penukarnya
berkurang nilainya dan itu tidak diketahui oleh pembeli.10

Ridawati, Mujiatun. “Konsep Khiyar ‘Aib dan Relevansinya dengan Garansi.” Tafaqquh: Jurnal
10

Hukum Ekonomi Syariah dan Ahwal Syahsiyah 1.1 (2006): 80-92

20
21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai yang brarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut bahasa,
jual beli berarti menukarkan sesuatu dengan sesuatu. Sedangkan menurut
istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis adalah menukarkan barang dengan
barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang
satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan. Dalam islam tentunya ada
sumber hukum yang mengatur tentang jual beli yang terdapat dalam Al-
Quran dan Hadis. Selain itu, ada ketentuan-ketentuan yang harus dipahami
dalam bertransaksi jual beli, seperti rukun dan syarat, prinsip, hak dan
kewajiban seorang penjual dan pembeli. Oleh karena itu, dengan mengetahui
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh hukum islam dapat
diharapkan berjalan dengan baik.

B. Saran
Demikian makalah yang berjudul “Ayat – Ayat dan Hadis – Hadis
Tentang Jual Beli” yang penulis buat. Penulis menyadari dalam penyusunan
makalah ini banyak kekurangan. Maka, kritik dan saran kontruktif penulis
harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik. Semoga makalah ini
menjadi motivasi dan inspirasi bagi kita semua.

22
DAFTAR PUSTAKA

Susiawati, Wati. "Jual Beli dan dalam Konteks Kekinian." Jurnal Ekonomi Islam
8.02 (2017).
Redaksi Muhammaditah, Jual-Beli dalam Islam,
https://muhammadiyah.or.id/jual-beli-dalam-islam/, (diakses pada 31
Oktober, pukul 10.15)
Sarwat, Ahmad. Fiqh Jual-Beli (Jakarta Selatan: Rumah Fiqh Publishing, 2018).
Syaifullah, “ Etika Jual Beli dalam Islam” HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 11.2
(2014).
Shobirin, "Jual Beli Dalam Pandangan Islam." BISNIS: Jurnal Bisnis dan
Manajemen Islam 3.2 (2016).
Hasan, Akhmad Farroh, Fiqih Muammalah dari Kasik hingga Kontemporer
(Teori dan Praktek), (Malang:UIN-Maliki Press, 2018).
Khaer, Misbakul, dan Ratna Nurhayati. “Jual Beli Taqsith (kredit) dalam
Prespektif Hukum Ekonomi Islam.” AL MAQASHIDI 2.1 (2019)
Indriati, Dewi Sri. “Penerapan Khiyar Dalam Jual Beli.” Jurnal Ilmiah Al-
Syiriah 2.2 (2016)
Ridawati, Mujiatun. “Konsep Khiyar ‘Aib dan Relevansinya dengan Garansi.”
Tafaqquh: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Ahwal Syahsiyah 1.1 (2006)

23

Anda mungkin juga menyukai