Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH (REVISI)

Urgensi Ilmu dan Ulama’ (Hadis Bukhari No. 98)


Disusun Guna Memenuhi Tugas UAS

Mata Kuliah : Bahtsul Kutub

Dosen Pengampu : M. Bahauddin, S.Hum, M.Hum

Disusun Oleh :

Disusun Oleh Kelompok : 8 (Delapan) PAI C-3

1. Linda Wahyu Candrawati (1810110169)


2. Muhammad Ibnu Sulkhi (2010110098)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
TAHUN AJARAN 2021
A. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Diera saat ini Ilmu dan ‘Ulama haruslah menjadi prioritas dari segalanya juga harus
menjadi barang mahal yang wajib dimiliki dan dipegang erat agar kita tidak tersesat dan ter
arah kedalam kehidupan yang selamat baik dunia maupun akhirat, Kita telah menyaksikan
dan merasakan bahwa para ‘Ulama belakangan ini satu persatu telah dipanggil Oleh Allah
Subhanahu Wata’ala. Artinya ini merupakan salah satu tanda sudah akhir zaman, Oleh
karnanya ini seharusnya menjadi renungan bagi kita semua umat manusia khususnya kita
umat islam agar senantiasa bangkit.

Bangkit dalam artian memperbaiki keadaan yang ada jangan malah memperkeruh, Kita
harus bisa melanjutkan Estafet perjuangan mereka dengan cara berjuang dalam menuntut
Ilmu yang tujuanya menghilangkan kebodohan diri kita dan kebodohan orang-orang yang
ada disekitar kita. Kita mungkin tidak bisa sama persis menggantikan posisi mereka tapi
paling tidak kita bisa menjadi telur-telur hasil tetasan mereka(para ‘ulama) Yang tentunya
itu semua bisa kita gapai dengan cara bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan
meyebarkanya agar memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi orang-orang yang ada
disekitar kita yang ujungnya kita akan sampai pada tujuan akhir yaitu menjadi manusia
yang bermanfaat bagi sesama.
B. PEMBAHASAN

1.Kritik Sanad
Hadis Bukhori No 98

َّ ‫ك ع َْن ِه َش ِام ْب ِن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه ع َْن َع ْب ِد‬


ِ‫ّللا‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا إِ ْس َما ِعي ُل ب ُْن أَبِي أُ َو ْي‬
ٌ ِ‫س قَا َل َح َّدثَنِي َمال‬
َّ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن‬
ُ‫ّللاَ ََل يَ ْقبِض‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫ْت َرسُو َل‬
َ ِ‫ّللا‬ ِ ‫ْب ِن َع ْم ِرو ْب ِن ْال َع‬
ُ ‫اص قَا َل َس ِمع‬
‫ْق عَالِ ًما‬ِ ‫ْض ْال ُعلَ َما ِء َحتَّى إِ َذا لَ ْم يُب‬
ِ ‫ا ْنتِ َزاعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن ْال ِعبَا ِد َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب‬ ‫ْال ِع ْل َم‬
‫ضلُّوا قَا َل ْالفِ َرب ِْريُّ َح َّدثَنَا‬
َ َ‫ضلُّوا َوأ‬ َ َ‫النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم ف‬ ‫ات َّ َخ َذ‬
ُ‫َعب َّاسٌ قَا َل َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ َح َّدثَنَا َج ِري ٌر ع َْن ِه َش ٍام نَحْ َوه‬

Artinya : ”Telah menceritakan kepada kami [Isma’il bin Abu Uwais] berkata, telah
menceritakan kepadaku [Malik] dari [Hisyam bin ‘Urwah] dari [bapaknya] dari
[Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash] berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus
mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan
para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat
pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh, ketika mereka ditanya mereka berfatwa
tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan”. Berkata Al Firabri Telah menceritakan
kepada kami ‘Abbas berkata, Telah menceritakan kepada kami Qutaibah Telah
menceritakan kepada kami Jarir dari Hisyam seperti ini juga”.

Dari hadits diatas terdapat urut-urutan sanad sebagai berikut :

Abdullah bin 'Amru bin Al'Ash bin Wa'il

Urwah Bin Az Zubair Bin Al 'Awwam Bin Khuwailid Bin Asad Bin 'Abdul 'Izzi Bin Qu

Hisyam bin 'Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam


Malik bin Anas bin Malik bin 'Amir

Isma'il bin Abdullah bin Abdullah bin Uwais

Setelah diketahui urut-urutan sanadnya, berikut ini biografi dari perawi diatas :

a. Abdullah Bin ‘Amru bin Al ‘Ash


Nama Lengkap : Abdullah Bin ‘Amru bin Al ‘Ash
Kalangan : Sahabat
Kuiniyah : Abu Abdullah
Negri Semasa hidup : Maru
Wafat : 63 H

Komentar Ulama
Ibnu Hajar Al Shahabat
Atsqalani
Adz Dzahabi Shahabat

b. Urwah Bin Az Zubair Bin Al 'Awwam


Nama Lengkap : Abdullah Bin ‘Amru bin Al ‘Ash
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuiniyah : Abu 'Abdullah
Negri Semasa hidup : Madinah
Wafat : 93 H

Ulama Komentar
Al 'Ajli Tsiqah
Ibnu Hajar Tsiqah
Ibnu Hibban 'Ats Tsiqat'
c. Hisyam bin 'Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam
Nama Lengkap : Hisyam bin 'Urwah bin Az Zubair bin Al 'Awwam
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuiniyah : Abu Mundzir
Negri Semasa hidup : Madinah
Wafat : 145 H

Ulama Komentar
Al 'Ajli Tsiqah
Ibnu Sa'd tsiqah tsabat
Abu Hatim "tsiqah, imam fil hadits"

d. Malik bin Anas bin Malik bin 'Amir


Nama Lengkap : Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
Kuiniyah : Abu 'Abdullah
Negri Semasa hidup : Madinah
Wafat : 179 H

Ulama Komentar
Al 'Ajli Tsiqah
Ibnu Sa'd tsiqah tsabat
Abu Hatim "tsiqah, imam filhadits"

e. Isma'il bin Abdullah bin Abdullah bin Uwais


Nama Lengkap : Isma'il bin Abdullah bin Abdullah bin Uwais
Kalangan : Tabi’ul Atba’ Kalangan tua
Kuiniyah : Abu ‘Abdullah
Negri Semasa hidup : Madinah
Wafat :-

Ulama Komentar
Ahmad bin Hambal la ba`sa bih
Yahya bin Ma'in Dla'if
An Nasa'i Dla'if

Setelah mengetahui dari berbagai komentar ulama tentang para rawi diatas, dapat
disimpulkan bahwa hadits Bukhari No. 98 tergolong hadits yang sahih lighoirihi. Karena ada
salah satu komentar ulama yang menjelaskan bahwa hafalan salah satu rawi ada yang dla’if
(lemah). Namun hadits ini bisa dikatakan shahih bila ada beberapa hadits yang mendukung dan
hadits tersebut berstatus shahih.

1. Kritik Eidetis

a.Kajian Lenguistik
Menurut Ibnu Jinni, bahasa adalah bunyi yang diungkapkan oleh setiap kaum
untuk menyatakan tujuannya. Ini merupakan definisi yang cermat, yang menyebutkan
banyak aspek distingtif bahasa.
Pertama-tama Ibnu Jinni menegaskan tabiat bunyi bahasa; mengemukakan fungsi
sosial bahasa dalam ekspresi dan mengalihkan pikiran; dan mengemukakan bahwa
bahasa dipakai di masyarakat. Maka setiap kaum memiliki bahasa. Para linguis modern
mengemukakan berbagai definisi bahasa. Semua definisi modern ini menegaskan tabiat
bunyi bahasa, fungsi sosial bahasa, dan variasi konstruksi bahasa dari satu masyarakat
ke masyarakat lain.1
Kajian Linguistik adalah kajian dengan prosedur-prosedur gramatikal bahasa
Arab. Kajian seperti ini sangat diperlukan karena setiap teks hadis harus ditafsirkan
dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Arab.
Disini penulis akan membatasi linguistik yaitu membahas nahwu shorof. Yakni
pada kalimat berikut :

 ‫إِ َّن‬ : ‘Amil Nawasikh


 َّ
َ‫ّللا‬ : Isim dari ‫إِن‬
 ‫ََل‬ : La Nafi

1
Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung: Refika Aditama.
 ُ‫يَ ْقبِض‬ : Fi’il mudore dan menjadi khobarnya ‫إِن‬
ْ ْ
 ‫ال ِعل َم‬ : Maf’ul Bih
 ُ ‫عه‬ ُ ‫ ا ْنتِ َزاعًا يَ ْنت َِز‬: Berasal dari kata Al-Nazi’/ intaza’a yaitu mencabut, Dalam
bahasa arab kata ‫ انتزاء‬masdar yang semakna dengan lafadz ‫ يقبض‬status I’robnya
menjadi maf”ul muthlak.
 ‫ِم ْن ْال ِعبَا ِد‬ : Harfu Jar, ‫ الْ ِعبَا ِد‬Majrur dengan huruf ‫ِم ْن‬
 ‫ َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم‬: ‫ و‬Zaidah, ‫ لَ ِك ْن‬Huruf Athof, ُ‫ يَقْبِض‬Fi’il Mudhore, ‫ الْ ِعلْ َم‬Maf’ul
 ‫ْض ْال ُعلَ َما ِء‬ِ ‫ بِقَب‬: ‫ ب‬Huruf Jar, ‫ْض‬ ِ ‫ قَب‬Majrur dengan ‫ب‬, ‫ الْ ُعلَ َما ِء‬Mudhof Ilaihi
 ‫ْق‬ِ ‫ َحتَّى إِ َذا لَ ْم يُب‬: ‫ َحتَّى‬Huruf Athof, ‫ إِ َذا‬Huruf syarat, ‫ لَ ْم‬Nafi , ‫ يُب ِْق‬Fi’il mudhori
 ‫عَالِ ًما‬ : Maf’ul Bihi
 َّ
ُ‫ات َخذ الناس‬َ َّ : Jawab dari ‫ إِ َذا‬, ُ‫ النَّاس‬Fa’ilnya ‫اتَّ َخ َذ‬
 ‫ُر ُءوسًا‬ : Jama’ dari kata Ra’sin. Yang artinya kepala, Dan dalam
riwayat lain lafadz Ruusan adalah jamak dari kata Raisin yang artinya
pemimpin.
 ‫ُجه ًَّاَل‬ : Sifat
 ‫فَ ُسئِلُوا‬ : Fa Athof, ‫ ُسئِلُوا‬Fi’il madhi majhul
 ‫فَأ َ ْفتَوْ ا‬ : Fa Jawab, ‫ ا ْفتَوْ ا‬Fi’il madhi
 ‫بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم‬ : ‫ ب‬Huruf Jar, ‫ َغيْر‬Majrur dengan ‫ب‬, ‫ ِعلْ ٍم‬Mudhof Ilaihi
 ‫ضلُّوا‬ َ َ‫ف‬ : ‫ ف‬Athof, ‫ضلُّوا‬ َ Fi’il madhi
 ‫ضلُّوا‬ َ َ‫َوأ‬ :‫ و‬Huruf athof, ‫ضلُّوا‬ َ َ‫ أ‬Fi’il madhi

b. Kajian Tematis Komprehensif


Kajian ini berkaitan dengan mempertimbangkan teks-teks hadits lain yang
memiliki tema yang serupa, baik dari segi lafadz ataupun maknanya. Berikut ini
beberapa hadits yang hampir sama dengan hadits Bukhari No. 98 :

‫ْح َو َغ ْي ُرهُ ع َْن أَبِي‬


ٍ ‫ب َح َّدثَنِي َع ْب ُد الرَّحْ َم ِن ب ُْن ُش َري‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد ب ُْن تَلِي ٍد َح َّدثَنِي اب ُْن َو ْه‬
‫صلَّى‬
َ ‫ي‬ ُ ‫ّللاِ ب ُْن َع ْم ٍرو فَ َس ِم ْعتُهُ يَقُو ُل َس ِمع‬
َّ ِ‫ْت النَّب‬ َ َ‫ْاْلَس َْو ِد ع َْن عُرْ َوةَ ق‬
َّ ‫ال َح َّج َعلَ ْينَا َع ْب ُد‬
ُ‫ع ْال ِع ْل َم بَ ْع َد أَ ْن أَ ْعطَا ُك ُموهُ ا ْنتِزَاعًا َولَ ِك ْن يَ ْنتَ ِز ُعه‬ َّ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن‬
ُ ‫ّللاَ ََل يَ ْن ِز‬ َّ

ِ ‫ْض ْال ُعلَ َما ِء بِ ِع ْل ِم ِه ْم فَيَ ْبقَى نَاسٌ ُجهَّا ٌل يُ ْستَ ْفتَوْ نَ فَيُ ْفتُونَ بِ َر ْأيِ ِه ْم فَي‬
َ‫ُضلُّون‬ ِ ‫ِم ْنهُ ْم َم َع قَب‬
‫ّللاِ ْبنَ َع ْم ٍرو‬ َّ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ثُ َّم إِ َّن َع ْب َد‬
َّ ‫صلَّى‬ ُ ‫ضلُّونَ فَ َح َّد ْث‬
َ ‫ت بِ ِه عَائِ َشةَ زَ وْ َج النَّبِ ِّي‬ ِ َ‫َوي‬
ُ‫ت لِي ِم ْنهُ الَّ ِذي َح َّد ْثتَنِي َع ْنه‬ َّ ‫ت يَا ا ْبنَ أُ ْختِي ا ْنطَلِ ْق إِلَى َع ْب ِد‬
ْ ِ‫ّللاِ فَا ْست َْثب‬ ْ َ‫َح َّج بَ ْع ُد فَقَال‬
َّ ‫ت َو‬
ِ‫ّللا‬ ْ َ‫ت فَقَال‬ ُ ‫فَ ِج ْئتُهُ فَ َسأ َ ْلتُهُ فَ َح َّدثَنِي بِ ِه َكنَحْ ِو َما َح َّدثَنِي فَأَتَي‬
ْ َ‫ْت عَائِ َشةَ فَأ َ ْخبَرْ تُهَا فَ َع ِجب‬
َّ ‫لَقَ ْد َحفِظَ َع ْب ُد‬
‫ّللاِ ب ُْن َع ْم ٍرو‬
‫‪1. Shahih Muslim 4828‬‬

‫َح َّدثَنَا قُتَ ْيبَةُ ب ُْن َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا َج ِري ٌر ع َْن ِه َش ِام ب ِْن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه َس ِمعْتَ َع ْب َد َّ‬
‫ّللاِ ْبنَ‬
‫ّللاَ ََل يَ ْقبِضُ‬‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن َّ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫وَل َس ِمع ُ‬
‫ْت َرس َ‬ ‫َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع ِ‬
‫اص يَقُ ُ‬
‫ْض ْال ُعلَ َما ِء َحتَّى إِ َذا لَ ْم يَ ْتر ْ‬
‫ُك‬ ‫اس َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب ِ‬ ‫ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن النَّ ِ‬
‫ضلُّوا َح َّدثَنَا أَبُو‬
‫ضلُّوا َوأَ َ‬ ‫عَالِ ًما اتَّخَ َذ النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ َ‬
‫يع ْال َعتَ ِك ُّي َح َّدثَنَا َح َّما ٌد يَ ْعنِي ا ْبنَ زَ ْي ٍد ح و َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن يَحْ يَى أَ ْخبَ َرنَا َعبَّا ُد ب ُْن‬
‫ال َّربِ ِ‬
‫اويَةَ ح و َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر ب ُْن أَبِي َش ْيبَةَ َو ُزهَ ْي ُر ب ُْن َحرْ ٍ‬
‫ب قَ َاَل َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع‬ ‫َعبَّا ٍد َوأَبُو ُم َع ِ‬
‫يس َوأَبُو أُ َسا َمةَ َواب ُْن نُ َمي ٍْر َو َع ْب َدةُ ح و َح َّدثَنَا اب ُْن‬ ‫ح و َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْي ٍ‬
‫ب َح َّدثَنَا اب ُْن إِ ْد ِر َ‬
‫ان ح و َح َّدثَنِي ُم َح َّم ُد ب ُْن َحاتِ ٍم َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن َس ِعي ٍد ح و َح َّدثَنِي‬ ‫أَبِي ُع َم َر َح َّدثَنَا ُس ْفيَ ُ‬
‫ال َح َّدثَنَا ُع َم ُر ب ُْن َعلِ ٍّي ح و َح َّدثَنَا َع ْب ُد ب ُْن ُح َم ْي ٍد َح َّدثَنَا يَ ِزي ُد ب ُْن‬‫أَبُو بَ ْك ِر ب ُْن نَافِ ٍع قَ َ‬
‫َّاج ُكلُّهُ ْم ع َْن ِه َش ِام ب ِْن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه ع َْن َع ْب ِد َّ‬ ‫ْ‬
‫ّللاِ ْب ِن‬ ‫هَارُونَ أَ ْخبَ َرنَا ُش ْعبَةُ ب ُْن ال َحج ِ‬
‫ث ُع َم َر ب ِْن‬ ‫ير َوزَ ا َد فِي َح ِدي ِ‬ ‫ث َج ِر ٍ‬ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َم بِ ِم ْث ِل َح ِدي ِ‬
‫صلَّى َّ‬‫َع ْم ٍرو ع َْن النَّبِ ِّي َ‬
‫س ْال َحوْ ِل فَ َسأ َ ْلتُهُ فَ َر َّد َعلَ ْينَا ْال َح ِد َ‬ ‫ْ‬ ‫يت َع ْب َد َّ‬
‫َعلِ ٍّي ثُ َّم لَقِ ُ‬
‫ث‬ ‫يث َك َما َح َّد َ‬ ‫ّللاِ ْبنَ َع ْم ٍرو َعلَى َرأ ِ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َم يَقُو ُل َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ب ُْن ْال ُمثَنَّى َح َّدثَنَا َع ْب ُد‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ْت َرس َ‬ ‫ال َس ِمع ُ‬ ‫قَ َ‬
‫ّللاِ ب ُْن ُح ْم َرانَ ع َْن َع ْب ِد ْال َح ِمي ِد ب ِْن َج ْعفَ ٍر أَ ْخبَ َرنِي أَبِي َج ْعفَ ٌر ع َْن ُع َم َر ب ِْن ْال َح َك ِم ع َْن‬
‫َّ‬
‫ث ِه َش ِام ب ِْن‬ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ِم ْث ِل َح ِدي ِ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع ِ‬
‫اص ع َْن النَّبِ ِّي َ‬ ‫َع ْب ِد َّ‬

‫عُرْ َوةََ‬

‫‪2. Shahih Muslim 4829‬‬

‫ْح أَ َّن أَبَا‬


‫ب َح َّدثَنِي أَبُو ُش َري ٍ‬ ‫َح َّدثَنَا َحرْ َملَةُ ب ُْن يَحْ يَى التُّ ِجيبِ ُّي أَ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد َّ‬
‫ّللاِ ب ُْن َو ْه ٍ‬
‫ت لِي عَائِ َشةُ يَا ا ْبنَ أُ ْختِي بَلَ َغنِي أَ َّن َع ْب َد َّ‬
‫ّللاِ‬ ‫ال قَالَ ْ‬
‫الزبَي ِْر قَ َ‬‫ْاْلَس َْو ِد َح َّدثَهُ ع َْن عُرْ َوةَ ب ِْن ُّ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫صلَّى َّ‬‫ْبنَ َع ْم ٍرو َمارٌّ بِنَا إِلَى ْال َحجِّ فَ ْالقَهُ فَ َسائِ ْلهُ فَإِنَّهُ قَ ْد َح َم َل ع َْن النَّبِ ِّي َ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ال فَلَقِيتُهُ فَ َسا َء ْلتُهُ ع َْن أَ ْشيَا َء يَ ْذ ُك ُرهَا ع َْن َرس ِ‬ ‫ِع ْل ًما َكثِيرًا قَ َ‬
‫ع ْال ِع ْل َم ِم ْن‬ ‫ال إِ َّن َّ‬
‫ّللاَ ََل يَ ْنت َِز ُ‬ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬
‫صلَّى َّ‬
‫ي َ‬ ‫ال عُرْ َوةُ فَ َكانَ فِي َما َذ َك َر أَ َّن النَّبِ َّ‬
‫قَ َ‬
‫اس ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل‬ ‫اس ا ْنتِزَ اعًا َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ُعلَ َما َء فَيَرْ فَ ُع ْال ِع ْل َم َم َعهُ ْم َويُ ْبقِي فِي النَّ ِ‬ ‫النَّ ِ‬
‫ت َذلِكَ‬ ‫ال عُرْ َوةُ فَلَ َّما َح َّد ْث ُ‬
‫ت عَائِ َشةَ بِ َذلِكَ أَ ْعظَ َم ْ‬ ‫ُضلُّونَ قَ َ‬ ‫ضلُّونَ َوي ِ‬ ‫يُ ْفتُونَهُ ْم بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَيَ ِ‬
‫ال عُرْ َوةُ َحتَّى‬‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َم يَقُو ُل هَ َذا قَ َ‬
‫صلَّى َّ‬‫ي َ‬ ‫ت أَ َح َّدثَكَ أَنَّهُ َس ِم َع النَّبِ َّ‬‫َوأَ ْن َك َر ْتهُ قَالَ ْ‬
‫ت لَهُ إِ َّن ا ْبنَ َع ْم ٍرو قَ ْد قَ ِد َم فَ ْالقَهُ ثُ َّم فَاتِحْ هُ َحتَّى تَسْأَلَهُ ع َْن ْال َح ِدي ِ‬
‫ث‬ ‫إِ َذا َكانَ قَابِ ٌل قَالَ ْ‬
‫ال فَلَقِيتُهُ فَ َسا َء ْلتُهُ فَ َذ َك َرهُ لِي نَحْ َو َما َح َّدثَنِي بِ ِه فِي َم َّرتِ ِه‬ ‫الَّ ِذي َذ َك َرهُ لَكَ فِي ْال ِع ْل ِم قَ َ‬
‫ق أَ َراهُ لَ ْم يَ ِز ْد فِي ِه َش ْيئًا‬ ‫ت َما أَحْ َسبُهُ إِ ََّل قَ ْد َ‬
‫ص َد َ‬ ‫ْاْلُولَى قَ َ‬
‫ال عُرْ َوةُ فَلَ َّما أَ ْخبَرْ تُهَا بِ َذلِكَ قَالَ ْ‬
‫َولَ ْم يَ ْنقُصْ‬

‫‪3. Sunan Tirmidzi 2576‬‬

‫ق ْالهَ ْمدَانِ ُّي َح َّدثَنَا َع ْب َدةُ ب ُْن ُسلَ ْي َمانَ ع َْن ِه َش ِام ب ِْن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه‬ ‫َح َّدثَنَا هَار ُ‬
‫ُون ب ُْن إِس َ‬
‫ْح َ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن َّ‬
‫ّللاَ ََل‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫ال َرسُو ُل َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ال قَ َ‬ ‫اص قَ َ‬ ‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع ِ‬
‫ع َْن َع ْب ِد َّ‬
‫ْض ْال ُعلَ َما ِء َحتَّى إِ َذا لَ ْم‬
‫اس َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب ِ‬ ‫يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن النَّ ِ‬
‫ضلُّوا َوفِي‬ ‫ضلُّوا َوأَ َ‬ ‫ُك عَالِ ًما اتَّخَ َذ النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ َ‬ ‫يَ ْتر ْ‬
‫ص ِحي ٌح َوقَ ْد َر َوى‬
‫يث َح َس ٌن َ‬ ‫ْالبَاب ع َْن عَائِ َشةَ َو ِزيَا ِد ب ِْن لَبِي ٍد قَ َ‬
‫ال أَبُو ِعي َسى هَ َذا َح ِد ٌ‬
‫الز ْه ِريُّ ع َْن عُرْ َوةَ ع َْن َع ْب ِد َّ‬
‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ٍرو َوع َْن عُرْ َوةَ ع َْن عَائِ َشةَ ع َْن‬ ‫يث ُّ‬ ‫هَ َذا ْال َح ِد َ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َم ِم ْث َل هَ َذا‬
‫صلَّى َّ‬‫النَّبِ ِّي َ‬

‫‪4. Sunan Ibnu Majah 51‬‬

‫ّللاِ ب ُْن نُ َمي ٍْر‬ ‫يس َو َع ْب َدةُ َوأَبُو ُم َع ِ‬


‫اويَةَ َو َع ْب ُد َّ‬ ‫ال َح َّدثَنَا َع ْب ُد َّ‬
‫ّللاِ ب ُْن إِ ْد ِر َ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ُك َر ْي ٍ‬
‫ب قَ َ‬
‫ك ب ُْن أَنَ ٍ‬
‫س‬ ‫ال َح َّدثَنَا َعلِ ُّي ب ُْن ُم ْس ِه ٍر َو َمالِ ُ‬‫َو ُم َح َّم ُد ب ُْن بِ ْش ٍر ح و َح َّدثَنَا س َُو ْي ُد ب ُْن َس ِعي ٍد قَ َ‬
‫ّللاِ ْب ِن‬ ‫ق ع َْن ِه َش ِام ب ِْن عُرْ َوةَ ع َْن أَبِي ِه ع َْن َع ْب ِد َّ‬ ‫َو َح ْفصُ ب ُْن َم ْي َس َرةَ َو ُش َعيْبُ ب ُْن إِس َ‬
‫ْح َ‬
‫ّللاَ ََل يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم‬ ‫ال إِ َّن َّ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫اص أَ َّن َرس َ‬ ‫َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع ِ‬
‫ْض ْال ُعلَ َما ِء فَإ ِ َذا لَ ْم يُب ِ‬
‫ْق عَالِ ًما اتَّخَ َذ‬ ‫اس َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل ُم بِقَب ِ‬ ‫ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن الن َّ ِ‬
‫ضلُّوا‬ ‫النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ َ‬
‫ضلُّوا َوأَ َ‬

‫‪5. Sunan Ibnu Majah 2084‬‬

‫ب‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو بَ ْك ِر ب ُْن أَبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َح َّما ُد ب ُْن خَ الِ ٍد ح و َح َّدثَنَا يَ ْعقُوبُ ب ُْن ُح َم ْي ِد ب ِْن َك ِ‬
‫اس ٍ‬
‫َح َّدثَنَا َمع ُْن ب ُْن ِعي َسى َج ِميعًا ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن ِه ََل ٍل ع َْن أَبِي ِه ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ قَ َ‬
‫ال َكان ْ‬
‫َت‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسل َّ َم ََل َوأَ ْستَ ْغفِ ُر َّ‬
‫ّللاَ‬ ‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫يَ ِم ُ‬
‫ين َرس ِ‬

‫‪6. Musnad Ahmad 6222‬‬

‫ّللاِ ْبنَ َع ْم ٍرو ِم ْن فِي ِه إِلَى‬ ‫ْت َع ْب َد َّ‬ ‫َح َّدثَنِي يَحْ يَى ع َْن ِه َش ٍام أَ ْم ََلهُ َعلَ ْينَا َح َّدثَنِي أَبِي َس ِمع ُ‬
‫ّللاَ ََل يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُو ُل إِ َّن َّ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ُول َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ْت َرس َ‬ ‫ي يَقُو ُل َس ِمع ُ‬ ‫فِ َّ‬
‫ْض ْال ُعلَ َما ِء َحتَّى إِ َذا لَ ْم يَ ْتر ْ‬
‫ُك عَالِ ًما اتَّخَ َذ الن َّاسُ‬ ‫اس َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب ِ‬ ‫يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن النَّ ِ‬
‫ضلُّوا َوأَ َ‬
‫ضلُّوا‬ ‫رُؤَ َسا َء ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ َ‬

‫‪7. Musnad Ahmad 6498‬‬


‫صلَّى َّ‬
‫ّللاُ‬ ‫ّللاِ َ‬ ‫ال َرسُو ُل َّ‬ ‫ال قَ َ‬ ‫َح َّدثَنَا َو ِكي ٌع أَ ْخبَ َرنَا ِه َشا ٌم ع َْن أَبِي ِه ع َْن َع ْب ِد َّ‬
‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ٍرو قَ َ‬
‫اس َولَ ِك ْن يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم بِقَب ِ‬
‫ْض‬ ‫ّللاَ ََل يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَاعًا يَ ْن ِز ُعهُ ِم ْن النَّ ِ‬
‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن َّ‬

‫ْق عَالِ ًما اتَّخَ َذ النَّاسُ رُؤَ َسا َء ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم فَ َ‬
‫ضلُّوا‬ ‫ا ْل ُعلَ َما ِء َحتَّى إِ َذا لَ ْم يُب ِ‬
‫ي ِه َشا ُم ب ُْن عُرْ َوةَ َح َّدثَنِي أَبِي قَ َ‬
‫ال َس ِمع ُ‬
‫ْت‬ ‫ال أَ ْملَى َعلَ َّ‬ ‫َوأَ َ‬
‫ضلُّوا َح َّدثَنَا يَحْ يَى ب ُْن َس ِعي ٍد قَ َ‬
‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫صلَّى َّ‬ ‫ال َرسُو ُل َّ‬
‫ّللاِ َ‬ ‫ال قَ َ‬ ‫ّللاِ ْبنَ َع ْم ِرو ب ِْن ْال َع ِ‬
‫اص ِم ْن فِي ِه إِلَى فِ َّ‬
‫ي قَ َ‬ ‫َع ْب َد َّ‬

‫فَ َذ َك َر نَحْ َوهُ‬

‫‪8. Musnad Darimi 241‬‬

‫ال َرسُو ُل‬ ‫ال قَ َ‬ ‫أَ ْخبَ َرنَا َج ْعفَ ُر ب ُْن عَوْ ٍن أَ ْخبَ َرنَا ِه َشا ٌم ع َْن أَبِي ِه ع َْن َع ْب ِد َّ‬
‫ّللاِ ب ِْن َع ْم ٍرو قَ َ‬
‫ّللاَ ََل يَ ْقبِضُ ْال ِع ْل َم ا ْنتِزَ اعًا يَ ْنت َِز ُعهُ ِم ْن النَّ ِ‬
‫اس َولَ ِك ْن قَبْضُ‬ ‫ّللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن َّ‬
‫صلَّى َّ‬ ‫َّ‬
‫ّللاِ َ‬
‫ْق عَالِ ًما اتَّخَ َذ النَّاسُ ُر ُءوسًا ُجه ًَّاَل فَ ُسئِلُوا فَأ َ ْفتَوْ ا بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم‬
‫ْال ِع ْل ِم قَبْضُ ْال ُعلَ َما ِء فَإ ِ َذا لَ ْم يُب ِ‬
‫ضلُّوا‬ ‫ضلُّوا َوأَ َ‬
‫فَ َ‬

‫‪c. Kajian Konfirmatif‬‬

‫‪Kajian ini berfungsi untuk mengkonfirmasikan makna hadist dengan petunjuk Al-‬‬
‫‪Quran. Dalam hal ini, Berkaitan dengan hadits Bukhari No. 98, Penulis mencoba‬‬
‫‪mengkonfirmasikan dan menyingkronkan Hadist tersebut dengan ayat Al-Qur’an yaitu‬‬
‫‪sebagai berikut :‬‬

‫‪1. Al-Mujadalah [58]:11,‬‬

‫ح ّٰللاُ لَ ُك ْۚ ْم َواِ َذا قِي َْل‬ ‫س فَا ْف َسحُوْ ا يَ ْف َس ِ‬ ‫ٰيٰٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اِ َذا قِي َْل لَ ُك ْم تَفَ َّسحُوْ ا فِى ْال َم ٰجلِ ِ‬
‫ت َو ّٰللاُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ‬ ‫ا ْن ُش ُزوْ ا فَا ْن ُش ُزوْ ا يَرْ فَ ِع ّٰللاُ الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا ِم ْن ُك ْۙ ْم َوالَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِع ْل َم د ََر ٰج ٍۗ ٍ‬
‫خَ بِيْر‬
Artinya : Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “ Berlapang-
lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “ Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadalah: 11).

2. Al-Fathir ayat 28,

‫ف اَ ْل َوانُهٗ َك ٰذلِ ٍۗكَ اِنَّ َما يَ ْخ َشى ّٰللاَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَمٰۤ ُؤ ٍۗا‬
ٌ ِ‫اس َوال َّد َو ۤابِّ َو ْاَلَ ْن َع ِام ُم ْختَل‬
ِ َّ ‫َو ِمنَ الن‬
‫َز ْي ٌز َغفُوْ ٌر‬ ٰ
ِ ‫اِ َّن ّللاَ ع‬

Artinya; “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan


binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (Qs. Al-
Fathir: 28)

Pada Surat pertama QS. Al Mujadalah : 11. Menjelaskan tentang adab saat
menghadiri mejelis dan pentingnya ilmu sebagai pegangan hidup manusia. Dalam surat
Al Mujadalah ayat 11 dijelaskan jika umat Muslim hendak menghadiri majelis ilmu
maka hendaklah setiap orang berlapang-lapang dalam majelis. Maksudnya jangan
sampai seorang muslim mengambil tempat duduk yang tidak perlu dan hendaklah
mempersilahkan orang lain supaya bisa turut duduk di majelis tersebut.
Al Mujadalah ayat 11 turun dilatarbelakangi oleh adanya majelis Rasulullah SAW
di serambi masjid Nabawi pada hari Jumat. Ketika itu datang sejumlah sahabat ahli badar
yang biasanya mendapat tempat khusus oleh Nabi Muhammad SAW.
Suatu ketika, saat ahli badar ini datang dan mengucap salam, orang-orang di
majelis menjawab salam namun tidak memberi tempat duduk untuknya. Ayat ini juga
menunjukkan keutamaan ahli ilmu. Bahwa orang-orang yang beriman dan berilmu akan
ditinggikan derajatnya oleh Allah. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al
Munir menjelaskan, tingginya derajat itu akan didapatkan oleh orang-orang yang
berilmu baik di dunia maupun di akhirat.
Para sahabat sangat memahami hal ini. Sehingga Umar yang awalnya
mempertanyakan mengapa Nafi’ memilih Ibnu Abza sebagai penggantinya menjadi amil
Makkah. Padahal Ibnu Abza adalah mantan budak. Ketika Nafi’ menjelaskan bahwa
Ibnu Abza adalah orang yang alim dan hafal Quran, Umar sebagai khalifah waktu itu
pun menyetujuinya.
Pada Surat kedua QS. Fathir : 28. Makna sederhana dari ‘‫ّللاَ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَ َما ُء‬
َّ ‫’إِنَّ َما يَ ْخشَى‬
adalah Sesungguhnya yang takut kepada Allah SWT adalah Ulama. Atau jika diartikan
dengan terbalik, Hanya Ulama yang Takut kepada Allah SWT. Pemaknaan ini sangat
bertolak belakang dengan Ustadz abal-abal dengan tafsir ngawurnya yang memasukan
hewan sebagai Ulama.
Konteksnya pada surat al-Fathir ayat 28 yakni pembatasan Ulama hanya kepada
mereka yan takut kepada Allah SWT. Ketika manusia yang tidak takut kepada Allah
SWT maka tidak disebut sebagai Ulama. Surat al-Fathir ayat 28 menyebutkan bahwa
rasa takut menjadi prasyarat untuk mendapatkan gelar Ulama. Rasa takut ini tidak
semata-mata hanya rasa takut saja tanpa dikawal dengan kemantapan dalam berakidah,
bersyariat dan berakhlak tassawuf kepada Allah SWT.
Jika ada seorang yang takut kepada Allah SWT dibuktikan dengan sujud sampai
jidat gosong berwarna hitam, berdiri untuk shalat sampai kakinya bengkak atau berdzikir
sampai lupa hitungan akan tetapi tidak mendapatkan pengawalan Ilmu maka tidak sah
disebut Ulama. Alasannya yaitu belum tentu sujud sampai jidat gosong dan seterusnya
sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam Islam.

d. Analisis Realitas Historis


Imam Ahmad dan At-Thabrani meriwayatkan dari hadist Abu Umamah, Berkata :
"Selesai melakukan haji wada'' Nabi bersabda : " Ambilah ilmu sebelum ia ditarik atau
diangkat!. , lalu Beliau bersabda : "Ketahuilah, Sesungguhnya hilangnya ilmu adalah
hilangnya Ulama'. Dalam riwayat lain dari Abu Umamah, Orang itu bertanya : "
Bagaimana mungkin ilmu itu terangkat, Padahal di tengah-tengah kami selalu ada
Mushaf(Al-Qur'an), Sedangkan kami mempelajarinya dan kami mempelajarinya dan
kami mengetahuinya, Serta kami ajarkan pula kepada anak-anak dan istri kami,
Demikian pula kepada para pelayan kami.
Rasulallah mengangkat kepalanya. Dan beliau bersabda : "Inilah Yahudi dan
Nasrani dikalangan merekan ada mushaf, Tetapi mereka tidak mempelajarinya, Tatkala
para nabi datang kepada mereka. Ibnu Hajar berkata : " Hadis masyhur dari riwayat
Hisyam dan dalam riwayat lain Bunyinya :... Sehingga tak ada lagi hidup seorang alim
pun.
Ini menunjukkan betapa mulia kedudukan ulama dan ilmu dalam Rasulallah
mengangkat pandangan agama. Kematian ulama berarti suatu kerugian bagi umat. Maka
kemuliaan ilmu dan kepentinganya harus dirasakan oleh seseorang yang menuntutnya.
Dan orang yang mengamalkanya maka hidupkan ilmu-ilmu Islam dengan memelihara
kitabullah dan sunah Rasul-Nya serta berusaha mengamalkanya, Agar ia tetap menjadi
teladan dan panutan. Jangan tanyakan perihal ilmu kepada orang bodoh. Karna bila
mereka berfatwa tanpa ilmu yang sebenarnya, Mereka justru akan menyesatkan (umat)
dari jalan lurus.

e. Analisis Generalisasi
Pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘Ulama’ Pada konteks
hadis ini adalah ”yang berpegetahuan agama” Bila ditinjau dari segi bahasa Arab
tidaklah mutlak demikian. Siapa pun yang memiliki pengetahuan , Dan dalam disiplin
apapun pengetahuan itu, Maka dapat disebut “Alim”. dalam konteks hadis ini pun. Dapat
memperoleh kesan bahwa ilmu yang disandang oleh ulama itu adalah ilmu yang
berkaitan dengan fenmena alam.
Sayyid Quthub menamai fenomena alam antara lain yang diuraikan ayat-ayat
diatas dega nama kitab alam yang sangat indah lembar-lembaranya dan sangat
menakjubkan bentuk dan warnanya. Ulama ini kemudian menulis bahwa : Ulam adalah
mereka yang memperhatikan kiitab, Yang menakjubkan itu, Karena itu mereka
mengenal-Nya melali hasil ciptaan-Nya, Mereka menjangkau-Nya melalui dampak
kuasa-Nya, Serta merasakan hakikat kebesaranya-Nya dengan melihat hakikat ciptaan-
Nya, Dari sini maka mereka takut kepada-Nya serta bertakwa dengan sebenar-benarnya.
Demikian Sayyid Quthub.
Dari konteks Hadist ini pun, Dapat memperoleh kesan bahwa ilmu yang disandang
oleh ulama itu adalah ilmu yang berkaitan dengan fenomena alam. Sayyid Quthub
menamai fenomena alam antara lain yang diuraikan konteks diatas dengan nama Kitab
alam yang sangat indah lembaran-lembaranya dan sangat menakjubkan bentuk
warnanya. Ulama ini kemudian menulis bahwa Ulama adalah mereka yang
memperhatikan kitab menakjubkan itu, Karena itu mereka mengenal-Nya melalui hasil
ciptaan-Nya, Mereka menjangkaunya melaui kuasanya, serta bertakwa dengan sebenar-
benarnya takwa.
Pada hadist ini menceritakn tentang krisis Ilmu dan Ulama’ yang merupakan tanda
dekatnya kiamat, Bahwa suatu ketika ilmu diangkat oleh Allah SWTdari muka bumi ini
sehingga manusia tidak mengenal Ilmu, Tidak mengenal kebenaran, Dan yang terjadi
pada manusia dibumi adalah kebodohan, Kebiadaban dan bembantaian. Itulah situasi
dunia jika Ulama telah lenyap atau tidak dihiraukan oleh Masyarakat.
Hadist ini memberikan Isyarat bahwa Ilmu dan Ulama’ suatu ketika akan hilang
dan lenyap. Demikian juga alim ulama ulama yang sebenarnya suatu ketika akan lenyap
yakni wafat dan sulit menggantinya, Demikian juga ketika manusia tidak menghargai
ilmu para ulama.
Hadis diatas mendorong kepada manusia untuk selalu menuntut ilmu. Hadist diatas
bukan berita penetapan Hadist bukan berarti kita berserah diri akan terjadinya krisis ilmu
dan ulama sebagaimana yang dijelaskan nabi SAW. Kita harus bisa membedakan dua
pemberitaan hadist tersebut.

2.Kritik Praksis

Pada hadist ini mengandung pengertian bahwa barang siapa yang berpergian untuk
mencari ilmu maka mendapatkan pahala yang menyamai dengan pahala yang menyamai
dengan pahala jihad. Mafhum muwafaqoh hadis ini ialah ketika orang tersebut dengan
ikhlas dan serius mencari ilmu tersebut kemudian ia meninggal dunia maka tiada pahala
yang lain baginya kecuali mendapatkan surga karena ia berjalan dijalan allah. Untuk itu
hendaknya setiap kaum muslimin menyadari bahwa belajar dengan sungguh-sungguh
dalam berbagai disiplin keilmuan dan disertai dengan sungguh-sungguh dalam berbagai
disiplin keilmuan dan disertai dengan iman yang kokoh niscaya upaya tersebut akan
membuahkan hasil yang positif bagi perkembangan kaum muslimin dan dunia islam saat
ini khususnya.
Sebagai seorang manusia terpelajar kita tidak boleh menyia-nyiakan masa muda
kita dengan berfoya-foya, Alangkah baiknya selagi kita masih muda, Carilah ilmu
sebanyak-banyaknya, dan jangan lupa mengamalkanya. Walaupun hanya satu ayat dan
itu hal kecil. Sebagai mana Nabi pernah bersabda " Sampaikanlah dariku walaupun
hanya satu ayat". Dan dikuatkan pula oleh perkataan Ulama "Ilmu yang tidak diamalkan
bagaikan pohon yang tidak berbuah". Ilmu dan Ulama' sangat penting untuk bimbingan
kepada setiap umat manusia kehidupan umat Islam, Karena mampu memberikan dalam
menjawab berbagi persoalan, Terutama persoalan yang banyak terjadi dimasa kini.
Dalam beberapa hadis yang terdapat dalam Kutub al-Tis’ah, Dikemukakan cukup
banyak yag menerangkan perihal ini.
Adab dan tugas seorang pelajar banyak sekali tapi dapat kita simpulkan pada
beberapa pokok :

1. Mengawali langkah dengan mensucikan hati dari perilaku yang tercela.


2. Mengurangi segala keterkaitan dengan kesibukan duniawi.
3. Tidak bersikap angkuh terhadap Ilmu.
4. Mengetahui hubungan antara suatu ilmu dengan tujuanya.

Dari uraian tersebut dapat menemukan adanya tiga kategori Ulama :

1. Ulama yang mendatangkan kebinasaan bagi dirinya sendiri dan orang lain,
Yaitu mereka yang secara terang-terangan mencari dunia dan berusaha
sungguh-sungguh untuk meraihnya.
2. Ulama yang mendatangkan kebahagiaan bagi dirinya sendiri dan orang lain,
Yaitu mereka yang menyeru kepada Allah Subhanahu Wata’ala secara lahir
batin.
3. Ulama yang membinasakan dirinya sendiri, Namun mendatangkan kebahagiaan
bagi orang lain, Yaitu yang menyeru kepada akhirat sementara ia sendiri
(tampaknya) seperti menolak dunia, Namun tujuan yang sebenarnya (dalam
hati) adalah agar orang banyak tertarik kepadanya sehingga ia dapat meraih
dukungan tinggi diantara mereka.

Ulama adalah pewaris para nabi merekalah yang menggantikan para Nabi setelah
wafatnya mereka, Ulama Sangat berperan penting dalam menyampaikan ilmu-ilmu
agama karena merekalah yang mampu menyampaikan secara lisan (ucapan), Af’al
(perbuatan).2

2
Utang ranuwijaya, ilmu Hadis,h.106
KESIMPULAN

Dari pemaparan yang telah diuraikan penulis mengemukakan kesimpulan, Antara


lain yang penulis dapat penulis simpulkan :
Keutamaan ilmu dan ulama ibarat kehidupan dan cahaya, Sedangkan kebodohan
ibarat kematian dan kegelapan. Semua kejahatan dan keburukan penyebabnya ialah
tidak adanya kehidupan dan cahaya, Dan semua kebaikan penyebanya ialah cahaya dan
kehidupan.
Jalan yang dilalui orang yang berilmu menuju surga sebagai balasan dari
perjalananya di dunia ialah jalan ilmu yang menghantarkannya kepada keridhaan Allah,
Sesungguhnya orang yang memiliki ilmu akan mendapat kedudukan sangat spesial disisi
Allah, Karna Allah, Para malaikat, Dan seluruh penghuni dilautan salah satunya ikan-
ikan yang ada didalamnya kelak mendoakan kepada orang-orang yang mengajarkan
kebaikan dan kemanfaatan kepada manusia. Karena pengajaranya kepada manusia
adalah penyebab keselamatan mereka, kebahagiaan mereka, dan kebersihan jiwa
mereka, Maka Allah membalasnya sesuai dengan amal perbuatanya dengan memberikan
padanya doa-Nya,doa para malaikat, dan doa penghuni bumi yang menjadi penyebab
keselamatan dan kebahagiaanya sesuai Sabda Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wasallam
yang Artinya : “ Kelebihan orang berilmu atas ahli ibadah adalah seperti kelebihanku
atas kalian kemudian membaca akan ini ayat (“ Sesungguhnya yang takut kepada Allah
diantara penghuni bumi dan penghuni lautnya pasti mendoakan orang-orang yang
mengajarkan kebaikan kepada manusia.”(Diriwayatkan Ad-Daromi)
Salah satu hadits Nabi Muhammad yang berkaitan dengan pendidikan antara lain
adalah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No. 98 yang mengajarkan kepada kita
bahwasanya Ilmu Dan Ulama merupakan dua hal yang sangat sakral dan keduanya
merupakan aset terbesar dalam kehidupan ini yang telah Allah anugrahkan kepada umat
manusia di muka bumi ini. Ilmu merupakan kunci sekaligus pintu untuk membuka
segala hal dalam kehidupan ini mustahil kita bisa membuka pintu tanpa adanya kunci
yaitu ilmu, Dan dengan ilmu lah kita dapat tertuntun menuju jalan yang benar sesuai
tuntunan Syari’at dan Aspek kehidupan yang ujungnya akan menyelamatkan kita dari
yang disebut Buta dan tersesat.
Kemudian adanya para ‘Ulama dalam kehidupan ini ialah mereka sebagai pewaris
ilmu yang bersumber daripada Nabi dan Rasul fungsi ulama selain sebagai pewaris dari
berbagai macam ilmu meraka pulalah yang mengarahkan ke arah yang benar, Maka kita
sangat salah ketika merasa puas dan cukup dengan ilmu yang kita miliki tanpa adanya
bimbingan dari Merka para ‘Ulama. Maka dari itu kita harus bisa memandukan keilmuan
kita dengan arahan dari pada ulama dan sering disebut ‘’Sanad Keilmuan” yang jelas,
Terutama diera sekarang ini sangatlah banyak orang berbicara sesuai kehedaknya tanpa
kita ketahui asal usul keilmuanya dari arah yang jelas atau tidak atau mungkin bisa
menyesatkan. Jika kita sudah bisa memadukan keduanya dengan baik dan benar dalam
kehidupan kita Maka kita akan terjamin dari yang namanya Sesat dan Menyesatkan.
DAFTAR PUSTAKA

Hijazi, 2005: 1. 1 Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah.
Bandung: Refika Aditama. https://www.dream.co.id/ https://pecihitam.org/kandungan-al-
fathir/ https://media.neliti.com/media/publications/92924-ID-none.pdf
http://www.infotbi.com/hadis9/cari_hadist.php?imam=darimi&keyNo=241&x=20&y=11

Utang ranuwijaya, ilmu Hadis,h 106.3,

Mundzir Suparta dan Utang Ranu Wijaya. Ilmu Hadis. (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1996)

Ibnu Hamzah al Husaini, Latar Belakang Historis Timbulnya Hadis-Hadis Rasul (Jakarta : kalam mulia, 1996), h. 55.

TORI-FUH.pdf

Anda mungkin juga menyukai