Anda di halaman 1dari 11

Analisis Hadits Sifat Kepribadian Pendidik (Hadisv Nasa’i No.

40)

Makalah Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Hadits Tarbawi

Dosen Pengampu: Mohammad Bahauddin, M.Pd.

Oleh:

Masruhatun Ni’mah (1810610104)

PROGAM STUDI S1 TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH REGULER

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

TAHUN AKADEMIK 2020


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam sistem pendidikan modern salah satu unsur terpenting yang harus ada pada
diri guru adalah kompetensi efektif, suatu kompetensi yang berkaitan erat dengan
perasaan. Jika berbicara perasaan, tidak akan ada yang mengalahkan apalagi
mengantikan perasaan orang tua terhadap anak-anak mereka. Setidaknya, demikian
idealnya. Tidak heran kemudia jika dalam dunia pendidikan dan pembelajaran
dikenal slogan “guru adalah orang tua kedua disekolah.” Maksudnya, dalam mendidik
dan mengajar peserta didik, guru dituntut mengedepankan perasaan cinta dan kasih
sayang, sebagaimana orang tua mencintai dan menyayangi anak-anak mereka.

Dalam hadits Nabi yang merupakan sumber tuntunan dan ajaran islam kedua
setelah al-Qur’an, banyak ditemukan nilai-nilai pendidikan yang dikontekstualisasi
pada zaman modern ini. Ini tidak berlebihan, sebab Rasulullah sendiri sebagai
penyabda hadits adalah seorang pendidik umat manusia seluruhnya dan umat muslim
khususnya. Dalam kaitanya dengan slogan diatas, hadits Nabi ( Hadits Nasa’i No.40)
yang talah diberikan dalam mata kuliah hadits tarbawi ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemahaman Hadits
Pada makalah ini penulis akan membahas mengenai hadits Nabi
Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh imam Nasa’I no.40 dengan lafadz
Berikut:
‫ع ع َْن أَبِي‬ ُ ‫أَ ْخبَ َرنَا يَ ْعقُوبُ بْنُ إِب َْرا ِهي َم قَا َل َح َّدثَنَا يَحْ يَى يَ ْعنِى ا ْبنَ َس ِعي ٍد ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َعجْ اَل نَ قَا َل أَ ْخبَ َرنِي ْالقَ ْعقَا‬
‫َب أَ َح ُد ُك ْم إِلَى‬َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم ِم ْث ُل ْال َوالِ ِد أُ َعلِّ ُم ُك ْم إِ َذا َذه‬
َ ‫ح ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ ع َْن النَّبِ ِّي‬ ٍ ِ‫صال‬َ
ْ
‫ث َوالرِّ َّم ِة‬ِ ْ‫ار َونَهَى ع َْن الرَّو‬ ٍ ‫ه َو َكانَ يَأ ُم ُر بِثَاَل ثَ ِة أَحْ َج‬tِ ِ‫ج بِيَ ِمين‬ ِ ‫ْالخَ اَل ِء فَاَل يَ ْستَ ْقبِلْ ْالقِ ْبلَةَ َواَل يَ ْستَ ْدبِرْ هَا َواَل يَ ْستَ ْن‬

Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim dia berkata; telah
menceritakan kepada kami Yahya yaitu Ibnu Sa'id dari Muhammad bin Ajlan
berkata; telah mengabarkan kepadaku Al Qa'qa' dari Abu Shalih dari Abu
Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Aku
bagi kalian seperti seorang ayah. Aku mengajari kalian apabila kalian hendak
pergi ke WC janganlah menghadap kiblat dan jangan membelakanginya, serta
jangan bersuci dengan tangan kanan." Beliau juga memerintahkan untuk bersuci
dengan tiga batu. Beliau melarang bersuci dengan kotoran hewan dan tulang."

B. Kritik sanad
Untuk melakukan kritik historis/sanad, terlebih dahulu mengetahui
biografi periwayat dari hadits diatas. Berikut adalah biografi perawi hadits :

Abdur Rahman bin Shakhr

Dzakwan

Al Qa'qa' bin Hakim

Muhammad bin 'Ajlan


Yahya bin Sa'id bin Farrukh

Ya'qub bin Ibrahim bin Katsi

1. Abdur Rahman bin Shakhr

 Nama Lengkap : Abdur Rahman bin ULAMA KOMENTAR


Shakhr Ibnu Hajar al 'Asqalani Shahabat
 Kalangan : Shahabat
 Kuniyah : Abu Hurairah
 Negeri semasa hidup : Madinah
 Wafat : 57 H

2. Dzakwan

 Nama Lengkap : Dzakwan ULAMA KOMENTAR


 Kalangan : Tabi'in kalangan Abu Zur'ah mustaqiimul hadist
pertengahan Tsiqah banyak
Muhammad bin Sa'd
 Kuniyah : Abu Shalih haditsnya
 Negeri semasa hidup : Madinah As Saaji Tsiqah Shaduuq

 Wafat : 101 H Al 'Ajli Tsiqah


disebutkan dalam 'ats
Ibnu Hibban
tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani tsiqah tsabat
Termasuk dari imam-
Adz Dzahabi
imam Tsiqah

3. Al Qa'qa' bin Hakim


 Nama Lengkap : Al Qa'qa' bin Hakim ULAMA KOMENTAR
 Kalangan : Tabi'in kalangan biasa disebutkan dalam 'ats
Ibnu Hibban
 Kuniyah : tsiqaat
 Negeri semasa hidup : Madinah Adz Dzahabi Mentsiqahkannya

 Wafat : Ahmad bin Hambal Tsiqah


Yahya bin Ma'in Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani Tsiqah

4. Muhammad bin 'Ajlan

 Nama Lengkap : Muhammad bin ULAMA KOMENTAR


'Ajlan Ahmad bin Hambal Tsiqah
 Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan Yahya bin Ma'in Tsiqah
pertengahan Ya'kub bin Syu'bah Tsiqah
 Kuniyah : Abu 'Abdullah Abu Hatim Tsiqah

 Negeri semasa hidup : Madinah An Nasa'i Tsiqah


Al 'Ajli Tsiqah
 Wafat : 148 H
Ibnu Uyainah Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani Shaduuq

5. Yahya bin Sa'id bin Farrukh

 Nama Lengkap : Yahya bin Sa'id bin ULAMA KOMENTAR


Farrukh An Nasa'i tsiqah tsabat
 Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan Abu Zur'ah tsiqoh hafidz
biasa Abu Hatim tsiqoh hafidz
 Kuniyah : Abu Sa'id Al 'Ajli Tsiqah

 Negeri semasa hidup : Bashrah Ibnu Sa'd tsiqah ma`mun


Ibnu Hajar al 'Asqalani tsiqah mutqin
 Wafat : 198 H
Adz Dzahabi hafidz kabir
Dari uraian tentang jalur sanad dan biografi perawi pada hadits Nasa’I no.40
diatas maka kemudian penulis mengambil kesimpulan bahwa status hadits tersebut
merupakan hadits yang shahih karena semua perawinya tsiqah.

C. Analisis Linguistik

Kajian linguistik atau bahasa adalah suatu pendekatan yang cenderung


mengandalkan bahasa dalam memahami hadits Nabi SAW. Dalam kajian hadits
tentang menghilangkan jarak dengan peserta didik tersebut, penulis menggunakan
lafadz :
‫إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم ِم ْث ُل ْال َوالِ ِد أُ َعلِّ ُم ُك ْم‬

(‫ )إنما‬- ‫ عامل نواسخ‬: ‫إن‬

- ‫ ما كافة‬: ‫ما‬

(‫مبتداء – )أنا‬

(‫ )لكم‬- ‫جار و مجرور‬

(‫مضاف – )مثل‬

(‫ ) الوالد‬- ‫ مضاف اليه‬.

(‫خبر المبتداء )مثل الوالد‬

(‫ )أعلم‬- ‫ وفاعله ضمير مستتر وجوبا‬. ‫فعل مضارع‬

(‫ )كم‬- ‫ مفعول به‬. ‫ضمير متصل‬


‫‪D. Kajian Tematis Komprehensif‬‬

‫‪Kajian ini berkaitan dengan mempertimbangan teks-teks hadits lain yang‬‬


‫‪memiliki tema yang serupa, baik dari segi lafadz atau pun maknanya. Berikut ini‬‬
‫‪beberapa hadits yang mempunyai persamaan dengan hadits Nasa’i No.40:‬‬

‫‪Hadits Abu Daud No.7‬‬

‫ح‬
‫صالِ ٍ‬ ‫اع ب ِْن َح ِك ٍيم ع َْن أَبِي َ‬ ‫ك ع َْن ُم َح َّم ِد ْب ِن َعجْ اَل نَ ع َْن ْالقَ ْعقَ ِ‬ ‫ار ِ‬ ‫َح َّدثَنَا َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ُم َح َّم ٍد النُّفَ ْيلِ ُّي َح َّدثَنَا ابْنُ ْال ُمبَ َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم بِ َم ْن ِزلَ ِة ْال َوالِ ِد أُ َعلِّ ُم ُك ْم فَإ ِ َذا أَتَى أَ َح ُد ُك ْم‬
‫ع َْن أَبِي هُ َر ْي َرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ َ‬
‫ْ‬
‫ث َوالرِّ َّم ِة‬ ‫ار َويَ ْنهَى ع َْن الرَّوْ ِ‬ ‫ْالغَائِطَ فَاَل يَ ْستَ ْقبِلْ ْالقِ ْبلَةَ َواَل يَ ْستَ ْدبِرْ هَا َواَل يَ ْستَ ِطبْ بِيَ ِمينِ ِه َو َكانَ يَأ ُم ُر بِثَاَل ثَ ِة أَحْ َج ٍ‬

‫‪Hadits Ibnu Majah No.309‬‬

‫ح ع َْن أَبِي‬ ‫صالِ ٍ‬‫اع ب ِْن َح ِك ٍيم ع َْن أَبِي َ‬ ‫َّاح أَ ْنبَأَنَا ُس ْفيَانُ بْنُ ُعيَ ْينَةَ ع َْن ا ْب ِن َعجْ اَل نَ ع َْن ْالقَ ْعقَ ِ‬ ‫صب ِ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ ال َّ‬
‫ط فَاَل‬‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم ِم ْث ُل ْال َوالِ ِد ِل َولَ ِد ِه أُ َعلِّ ُم ُك ْم إِ َذا أَتَ ْيتُ ْم ْالغَائِ َ‬
‫هُ َري َْرةَ قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا ِ َ‬
‫ث َوال ِّر َّم ِة َونَهَى أَ ْن يَ ْستَ ِط َ‬
‫يب ال َّر ُج ُل بِيَ ِمينِ ِه‬ ‫تَ ْستَ ْقبِلُوا ْالقِ ْبلَةَ َواَل تَ ْستَ ْدبِرُوهَا َوأَ َم َر بِثَاَل ثَ ِة أَحْ َج ٍ‬
‫ار َونَهَى ع َْن الرَّوْ ِ‬

‫‪Hadits Darimi No.672‬‬

‫ح ع َْن أَبِي ه َُر ْي َرةَ قَا َل قَا َل‬ ‫صالِ ٍ‬ ‫اع ع َْن أَبِي َ‬ ‫ك ع َْن اب ِْن َعجْ اَل نَ ع َْن ْالقَ ْعقَ ِ‬ ‫ار ِ‬‫َح َّدثَنَا زَ َك ِريَّا بْنُ َع ِديٍّ َح َّدثَنَا ابْنُ ْال ُمبَ َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِنَّ َما أَنَا لَ ُك ْم ِم ْث ُل ْال َوالِ ِد لِ ْل َولَ ِد أُ َعلِّ ُم ُك ْم فَاَل تَ ْستَ ْقبِلُوا ْالقِ ْبلَةَ َواَل تَ ْستَ ْدبِرُوهَا َوإِ َذا ا ْستَطَبْتَ فَاَل‬
‫َرسُو ُل هَّللا ِ َ‬
‫ث َوال ِّر َّم ِة قَا َل زَ َك ِريَّا يَ ْعنِي ْال ِعظَا َم ْالبَالِيَةَ‬ ‫ْ‬
‫ار َويَ ْنهَى ع َْن الرَّوْ ِ‬ ‫ك َو َكانَ يَأ ُم ُرنَا بِثَاَل ثَ ِ‪t‬ة أَحْ َج ٍ‬ ‫تَ ْستَ ِطبْ بِيَ ِمينِ َ‬

‫‪E. Kajian Konfirmatif‬‬


‫‪Kajian konfirmatif ini berguna untuk mengkonfirmasikan makna hadits‬‬
‫‪dengan petunjuk-petunjuk Al-Qur'an sebagai sumber tertinggi dalam islam.‬‬
Dalam hal ini, sehubungan dengan hadits yang akan dibahas, penulis
menkonfirmasikan hadits tersebut dengan ayat Al-Qur'an diantaranya:

1. Surah al isra ayat 23

‫ك أَاَّل تَ ْعبُد ُٓو ۟ا إِٓاَّل إِيَّاهُ َوبِ ْٱل ٰ َولِ َد ْي ِن إِحْ ٰ َسنًا ۚ إِ َّما يَ ْبلُغ ََّن ِعندَكَ ْٱل ِكبَ َر أَ َح ُدهُ َمٓا أَوْ ِكاَل هُ َما فَاَل تَقُل لَّهُ َمٓا أُفٍّ َواَل‬ َ َ‫َوق‬
َ ُّ‫ض ٰى َرب‬
‫تَ ْنهَرْ هُ َما َوقُل لَّهُ َما قَوْ اًل َك ِري ًما‬

Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain
Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia.

2. Surah al-isra ayat 24

َ ‫ٱخفِضْ لَهُ َما َجنَا َح ٱل ُّذ ِّل ِمنَ ٱلرَّحْ َم ِة َوقُل رَّبِّ ٱرْ َح ْمهُ َما َك َما َربَّيَانِى‬
‫ص ِغيرًا‬ ْ ‫َو‬

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil".

F. Analisis Realita Historis


Yaitu melakukan analisis terhadap makna atau isi hadits berdasarkan
realita, situasi, atau masalah sejarah turunnya hadits tersebut. Dalam kajian ilmu
hadis telah dikenal adanya ilmu asbab al-wurud. asbab al-wurud secara sederhana
dapat diartikan dengan segala sesuatu yang menyebabkan datangnya sesuatu.
Karena istilah ini biasa dipakai dalam diskursus ilmu hadis, maka asbab al-wurud
biasa diartikan dengan segala sesuatu (sebab-sebab) yang melatar belakangi
munculnya suatu hadis atau konteks historisitas, baik berupa peristiwa-peristiwa
atau pertanyaan-pertanyaan atau lainnya yang terjadi pada saat hadis itu
disampaikan oleh Nabi Saw.

Asbab al-wurud dapat berfungsi sebagai pisau analisis untuk menentukan


apakah hadis itu bersifat umum atau khusus, mutlaq atau muqayyad, nasakh atau
mansukh, dan sebagainya. Dalam kajian fiqh al-hadis, asbab al-wurud mempunyai
peranan yang sangat penting, karena dapat menghindarkan dari kesalahpahaman
(missunderstanding) dalam menangkap maksud suatu hadis.

Maka Sebelum seseorang memahami hadis nabi, ia harus mengetahui


Asbab al-wurud hadis (latar belakang hadis) terlebih dahulu. Jika dalam al-Quran
terdapat asbab al-Nuzul (latar belakang turunnya ayat) maka di dalam hadis
terdapat asbab al-wurud, dan perlu diketahui tidak semua hadis nabi memiliki
asbab al-wurud-nya.

Hadits nasa’I no.40 ini adalah salah satu contoh di mana hadis ini tidak
dapat dipahami secara komprehensif tanpa memahami asbab al-wurud-nya.
G. Analisis Generalisasi
Analisis generalisasi yaitu menangkap makna universal yang tercakup
dalam hadits yang merupakan inti dari esensi dari sebuah hadits. Penulis akan
mencoba mengambil inti-inti makna hadits secara umum yaitu:

 Hadis di atas dengan jelas mengatakan bahwa Rosullulloh SAW.


bagaikan orangtua dari para sahabatnya. Pengertian bagaikan orangtua adalah
mengajar, membimbing, dan mendidik anak-anak seperti yang pada umumnya
dilakukan oleh orangtua. Beliau mengajarkan kepada sahabat bagaimana adab
buang hajat. Sebenarnya, persoalan orangtua. Akan tetapi, Nabi yang tidak
diragukan lagi bagi umat islam, sebagai mahaguru dan pendidik ulung juga mau
mengajarkan hal itu.
Guru perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan
oleh Alloh dan orangtua peserta didik. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa
kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidik harus memperlakukan peserta didiknya
bagaikan anaknya sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik
dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidik tidak boleh merasa
benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak disenanginya.

Dengan demikian, diantara metode yang terpenting dalam mendidik anak


adalah mendidik dengan cara yang lemah lembut. Dengan kelembutan maka
diharapkan pelajaran yang disampaikan akan mudah dicerna dan dipahami oleh
peserta didik, disamping itu dalam mengajar, seorang guru hendaklah berusaha
agar peserta didik tidak merasa bosan dengan penyampaian si pendidik. Dengan
demikian seorang demikian metode dan strategi belajar haruslah sesuai dengan
materi pelajaran, situasi peserta didik dan kemampuannya.

H. Kritik Praktis
Dalam hal ini penulis akan mencoba mengaitkan makna hadis yang
diperoleh dari proses generalisasi ke dalam realitas yang ada sekarang ini,
sehingga memiliki makna praksis bagi problematika hukum dan kemasyarakatan
kekinian. Adapun kritik praktis yang terdapat pada hadits Nasa’i no.40 yaitu Saat
disekolah seorang guru merupakan orang tua bagi siswa. Guru harus bisa
menjalankan fungsinya sebagai orang tua. Mereka berkewajiban memberi kasih
sayang kepada semua siswa. Guru juga harus bisa mengarahkan anak agar saat
siswa belajar akan merasa betah seperti layaknya berada didalam rumah.
Dengan begitu para siswa dapat belajar dengan baik, bukan hanya secara
akademis, namun juga bisa mempelajari dan mengimplementasikan nilai yang ia
serap selama sekolah.
Seperti hal nya orang tua didalam rumah, guru juga harus bersama-sama
mengawal perkembangan siswa selama disekolah. Bukan hanya berkaitan dengan
nilai akademisnya, namun juga harus mengawal dan membimbing perkembangan
mental, moral dan prilaku para siswa sehingga mereka akan tumbuh menjadi
pribadi yang matang dan lebih baik.

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Berkaitan engan informasi tersebut, yang berkaitan erat dengan sifat yang harus di
miliki seorang guru ialah Rasullulloh memperlakukan para sahabat dengan santun dan
kasih sayang. Maka seorang guru harus memiliki sifat kasih sayang kepada peserta
didik agar mereka dapat menerima pendidikan dan pengajaran dengan hati senang
dan nyaman. Segala proses edukatif yang dilakakukan oleh guru harus diwarnai oleh
sifat ini.

Anda mungkin juga menyukai