Anda di halaman 1dari 51

Judul Asli: Faidhul Mu’in ‘ala jam’il arba’în fi fadhlil

qur’an al mubîn
Judul Indonesia: 40 Keutamaan Al Qur’an
Karya: Ali bin Sulthan Muhammad al Qari
Penerjemah: M. Habiburrahim

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha


Pemurah
Mukaddimah
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada
hamba-Nya Al Qur'an dan Dia tidak mengadakan kebengkokan
didalamnya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah
kepada sebaik-baik manusia, Nabi kita Muhammad SAW,
beserta keluarga dan sahabat-sahabat beliau. Amma
ba’du...
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman
Allah SWT. Siapa saja membacanya, hatinya akan tenang.
Siapa mengamalkannya akan bagus perbuatannya. Siapa
berhukum dengannya akan adil, siapa menjadikannya
petunjuk akan menuntunnya ke surga. Siapa meninggalkannya
akan menyeretnya ke neraka.
Sekarang ini, di saat buku-buku dan media-media
cetak bertebaran, baik yang bagus atau yang tidak, yang
berbahaya maupun yang bermanfaat, semua itu hampir
melupakan kita dari Kitabulllah dan menghalangi kita dari
membacanya.
Sebagai bentuk persembahan saya dalam berdakwah
kepada Allah, mengajak orang lain membaca kitab-Nya,
memikirkan dan mentadabburi ayat-ayat-Nya, supaya
mendapat petunjuk di jalan yang lurus dan pegangan hidup
yang kuat, saya berkeinginan menyebarkan buku yang kecil
bentuknya, tapi besar faidahnya, yaitu buku yang
berjudul: “Jam’ul arba’in fî fadhâ`ilil Quran al mubin”,
karya al ‘allamah Mula Ali bin Sulthan Muhammad Al Qari
yang diambil dari manuskrip kuno yang terdapat di musium
nasional Baghdad, dengan nomer: 13195/18.
Saya telah mentakhrij hadits-haditsnya dan
mencocokkannya dengan teks aslinya dalam kitab-kitab
hadits terkenal. Saya juga menjelaskan sebagian kata-kata
penting dengan tetap menjaga keringkasan buku ini.
Kemudian buku ini saya namakan: “Faidhul mu’in ‘ala
jam’il arba’in fi fadhlil Qur’an al mubin”.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa menjadikannya
bermanfaat bagi umat Islam dan menjadi amal baik saya di
akhirat kelak. Sesungguhnya Dia adalah sebaik-baik
pelindung dan penolong.
Penutup doa kami adalah alhamdulillahi rabbil
‘alamîna.
Abu Muhammad Al Mayadini
Baghdad, 9 Dzul Hijjah 1405/25 Agustus 1985

Biografi Penulis Manuskrip Asli


Nama: Ali bin Sulthan Muhammad Al Harawi, Al Qari, Al
Hanafi (Nuruddin).
Lahir: saya (penyusun buku ini) tidak mendapatkan
seorangpun yang menyebutkan tanggal kelahirannya, orang-
orang hanya mengatakan bahwa beliau lahir di Herat,1
kemudian pergi ke Mekah dan menetap di sana.
Guru-guru beliau:
1. Ustadz Abu hasan Al Bakri.2

1
Salah satu kota terkenal di Khurasan.
2
Nama aslinya: Ali bin Muhammad Al Bakri, putera al qadhi
Jalaluddin Al Bakri. Belajar fikih dan ilmu-ilmu lainnya
dari qadhi Zakariya, Burhan bin Abi Syarif dan yang lain.
Di antara bukunya al kanzu fî syarhil minhaj li an
nawawi. Meninggal tahun 952 H. (lihat Mu’jamul
mu`allifîn: 7/208, al kawâkib: 2/194)
2. Asy Syihab Ahmad bin Hajar Al Haitami.3
3. Syeikh Abdullah As Sindi.4
Dan masih banyak yang lain.
Sifatnya:
Al Muhyi mengatakan dalam kitab Khulashatul Astar,
“Dia adalah salah seorang gudangnya ilmu, tokoh pada
masanya dan tersohor namanya.” Al Ishami berkata, “Dia
mengumpulkan ilmu-ilmu naqli dan aqli, mendalami sunnah
nabawiyah, salah satu ulama terkemuka dan di antara
orang-orang yang kuat hafalan dan cerdas.”
Kemudian Al Ishami melanjutkan perkataannya, “Namun
ada yang kurang darinya, yaitu dia berpaling dari imam-
imam terkemuka, terutama imam Asy Syafi’i dan murid-
muridnya. Menentang imam Malik dalam bolehnya tidak
menggenggam tangan (bersedekap) ketika berdiri dalam
shalat. Karena itu karya-karyanya tidak memancarkan
cahaya ilmu dan karena itu pula banyak di antara para
ulama yang melarang mempelajari buku-bukunya.” Selesai.
Imam Asy Syaukani menjawab perkataan Al Ishami ini
dengan mengatakan dalam Al Badru ath thâli’, “Ini adalah
bukti kedudukannya yang tidak bisa diremehkan. Karena
sifat seorang mujtahid adalah menjelaskan apa yang
bertentangan dengan dalil-dalil yang benar dan
mengungkapkannya, baik yang ditentangnya itu lebih mulia
atau hina. Ini adalah alasan yang jelas.” Selesai.
Karyanya:
Ismail Pasha Al Baghdadi dalam kitabnya yang
berjudul “Hadiyyatul ‘arifîn” menyebutkan nama-nama buku

3
Lahir tahun 909 H. di Mesir, meninggal di Madinah pada
tahun 973 atau 974 H. (lihat sejarahnya di al kawâkib:
3/111, Syadzarât: 8/370, Al Badru: 1/109)
4
Abdullah bin Sa’ad As Sindi Al Madani, salah seorang
ulama terkenal, meninggal di Makkah pada tahun 983 H.
(lihat Mu’jamul mu`allifîn: 6/57, Syadzarât: 8/403)
dan hasil karyanya yang mencapai seratus buah dalam
berbagai bidang ilmu, di antaranya:
1. Mirqâtul mafâtih li misykâtil mashâbih.
2. An Nâmus, Talkhîshul Qâmus.
3. Anwârul Qur’an, wa asrârul furqân.
4. Syarhu Asy Syifâ.
5. Syarhu Asy Syamâ`il.
6. Syarhu Nukhbatul Atsar.
7. Syarkhu Tsulâtsiyâtil Bukhari.
8. Al Astsmâr al janiyyah fi asma`l Hanafiyah.
9. Jam’ul Arba’îna fî fadhâ`ilil Qur’an Al mubin, yang
ada dihadapan kita ini.

Wafatnya:
Meninggal pada tahun 1014 H. Dimakamkan di Ma’la. Ketika
berita wafatnya sampai ke Mesir, diadakanlah shalat ghaib
di masjid Al Azhar yang diikuti oleh lebih dari 4 ribu
orang.

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah


“Wahai Tuhan Yang Maha Pemurah, tambahkanlah ilmu
kepadaku.”
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al
Furqan5 (Kitab pemisah antara yang hak dengan yang batil),
menurunkan Al Qur’an secara berangsur-angsur, melimpahkan
nikmat iman kepada kita dan menyempurnakannya dengan
ihsan.

5
Kata al furqân adalah salah satu nama dari nama-nama
kitab samawi, karena ia adalah pemisah antara yang hak
dengan yang batil. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya
adalah Al Qur’an. Disebutkan berulang kali sebagai sifat
bagi Al Qur’an dan pujian. Ada pula pendapat yang
mengatakan selain itu.
(lihat Al Bahru al muhîth: 2/378)
Kesejahteraan dan keselamatan yang sempurna semoga
tetap tercurah kepada pemimpin makhluk, penjunjung
kebenaran, Muhammad bin Abdullah dari Bani Adnan, beserta
keluarga beliau yang mulia dan para sahabat yang agung
sepanjang masa dan di semua tempat. Amma ba’du...
Pelayan Kitabullah dan hadits Nabi-Nya yang mulia,
yang butuh kepada anugerah Tuhannya, Ali bin Sulthan
Muhammad Al Qari, berkata, “Ini adalah empat puluh hadits
tentang keutamaan Al Qur’an dan keutamaan orang yang
membacanya.”

HADITS PERTAMA

‫ عن النبي صلللى الللله‬,‫عن عثمان بن عفان رضي الله عنه‬


.‫ه‬ َ ّ ‫ن وَعَل‬
ُ ‫م‬ َ ّ ‫ن ت َعَل‬
َ ‫م الُقْرآ‬ ْ ‫م‬ ْ ُ ‫خي ُْرك‬
َ ‫م‬ َ :‫عليه وسلم قال‬
Dari Ustman RA, Nabi SAW bersabda: “Sebaik-baik
kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan
mengajarkannya.”
(H.R. Imam Ahmad dan penulis kutubus sittah (yaitu,
Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa`i, Abu Dawud dan ibnu
Majah ))6

6
Musnad Imam Ahmad (1/69), Imam Ahmad meriwayatkan hadits
ini dari hadits Ali RA. Dia juga menyebutkan hadits ini
pada (1/153). Imam Bukhari meriwayatkan hadits ini dalam
FathulBari (9/74) dengan redaksi yang sama, sebagaimana
dia juga meriwayatkan dari Ustman dengan redaksi awalnya
berbunyi: “inna afdhalakum man…” (artinya: “Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kalian…”. Abu Dawud
meriwayatkan hadits ini dalam Mukhtashar Sunannya hadits
nomer: 1402. Imam At Tirmidzi juga meriwayatkan hadits
ini dari Ustman dan Ali, dan dia memberikan komentar,
“Kami tidak mengetahui hadits ini diriwayatkan dari Ali
dari Rasulullah SAW kecuali dari Abdurrahman bin Ishaq.”
Penyusun buku ini berkata, “Hadits Ali ini adalah hadits
Dalam riwayat Ibnu Majah dari Sa’ad dengan lafadz:

ْ ُ ‫خَياُرك‬
khiyârukum (‫م‬ ِ )7.
Ibnu Abu Dawud8 meriwayatakan dari Ibnu Mas’ud dengan
lafadz:
َ َ َ
9
َ ‫ن قََرأ ال ُْقْرآ‬
ُ ‫ن وَأقَْرأ‬
.‫ه‬ ْ ‫م‬ ْ ُ ‫خَياُرك‬
َ ‫م‬ ِ
Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang membaca Al
Qur’an dan membacakannya untuk orang lain.”

dha’if, karena Abdurrahman bin Ishaq Al Wasithi adalah


perawi yang lemah. Lihat Tuhfatul Ahwadzi (8/226).”
Imam An Nasa`i meriwayatkan hadits ini dalam As Sunan Al
Kubra, bukan dalam Al Mujtabâ, sebagaimana disebutkan
dalam Tuhfatul Asyraf (7/258). Ibnu Majah meriwayatkannya
dalam hadits nomer: 211 dan 212 dengan redaksi awalnya
“Afdhalukum…”
Penyusun buku ini berkata, “Imam Muslim tidak menyebutkan
hadits ini dalam Shahihnya. Sedangkan Imam Ad Darimi
meriwayatkannya dalam Sunannya (2/314) dan Ath Thayalisi
dalam Minhatul Ma’bud (2/2), sebagaimana diriwayatkan
oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Ash Shaghir dari Anas yang
di dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Sanan Al Qazaz.
Imam Ad Daraquthni menganggapnya tsiqah, sedangkan imam-
imam yang lain menghukuminya lemah (dha’if).
7
Ibnu Majah nomer: 213, penulis kitab Majma’uz Zawa`id
berkata, “Sanadnya lemah”.
8
Dalam naskah asli disebutkan “Ibnu Mardawaih” namun ini
salah.
9
Hafidz Ibnu Hajar menyebutkannya dalam Fathul Bari
(9/75), namun sanadnya lemah.
Hadits Ibnu Mas’ud dengan lafadz yang pertama
diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir dan
Ausath. Al Haitsami berkata (7/166), “Di dalam sanadnya
terdapat Syuraik dan Ashim keduanya tsiqat, namun dalam
hadits ini terdapat hal yang membuatnya lemah.
HADITS KEDUA

‫ قللال رسللول‬:‫عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال‬


َ
‫ب الللله‬
ِ ‫ن ك ِت َللا‬ ِ ‫حْرفًللا‬
ْ ‫مل‬ َ ‫ن قََرأ‬
ْ ‫م‬
َ :‫الله صلى الله عليه وسلم‬

Makna Hadits: Al Qur’an adalah ilmu yang paling mulia,


sehingga orang yang mempelajarinya dan mengajarkannya
kepada orang lain adalah lebih utama dari orang yang
belajar selain Al Qur’an dan mengajarkannya. Tidak
diragukan bahwa orang yang menggabungkan antara
mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya berarti dia
telah menyempurnakan kebaikan untuk dirinya dan untuk
orang lain, menggabungkan antara kebaikan yang terbatas
pada dirinya dengan kebaikan yang menyangkut orang
banyak, karena itu dia menjadi lebih utama. Allah SWT
berfirman: “Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan
amal shalih dan berkata, "Sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri." (QS. Fushshilat:33).
Menyeru kepada Allah bisa dengan berbagai cara, di
antaranya dengan mengajarkan Al Qur’an, yang merupakan
cara yang paling utama. Al Qari mengatakan dalam Al
Mirqah, “Jangan menyangka bahwa mengamalkan Al Qur’an
tidak termasuk dalam makna hadits ini, karena ilmu yang
tidak membawa kepada pengamalan, bukanlah di sebut ilmu
dalam pandangan syari’ah, karena para ulama sepakat bahwa
orang yang durhaka kepada Allah adalah orang bodoh.”
Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, “Apabila ada
yang mengatakan, ‘Jika demikian halnya, maka qari` (orang
yang ahli baca Al Qur’an) lebih mulia dari fakih,” jawab
kami, “Tidak, karena yang dimaksud dalam hadits ini
adalah orang-orang yang memahami makna-makna Al Qur’an,
{‫ }اللم‬:‫ل‬ُ ْ‫ ل َ أ َقُو‬،‫مَثال َِها‬ َ ْ ‫ة بع‬
ْ ‫شرِ أ‬ َ ِ ُ َ ‫سن‬
َ ‫ح‬َ ْ ‫ َوال‬،‫ة‬ٌ َ ‫سن‬
َ ‫ح‬
َ 10(‫ه‬ ُ َ ‫فَل‬
ِ ِ ‫ه )ب‬
.‫ف‬ٌ ‫حْر‬ َ ‫م‬ ٌ ‫ ومي‬،‫ف‬ ٌ ‫حْر‬َ ‫م‬ٌ ‫ َول‬،‫ف‬ ٌ ‫حْر‬ َ ‫ف‬
ٌ ‫ن أل‬ ْ ِ ‫ وَل َك‬،‫ف‬ ٌ ‫حْر‬ َ
Dari Abdullah Ibnu Mas’ud RA, Rasulullah SAW
bersabda, “Barang siapa membaca satu huruf dari
kitabullah, maka baginya kebaikan dengan satu huruf itu,
dan satu kebaikan akan dilipatgandakan sepuluh kali
lipat. Aku tidak mengatakan bahwa, “Alif, lâm, mîm: satu
huruf, tetapi alif satu huruf, lâm satu huruf dan mîm
satu huruf.” (H.R. At Tirmidzi, dia mengatakan, “Hadits
hasan shahih.”)11

sehingga dia menjadi fakih dengan sendirinya. Maka siapa


saja yang seperti mereka, dia termasuk dalam golongan
yang ditunjuk hadits ini, bukan hanya seorang qari` atau
orang yang membaca Al Qur’an untuk orang lain, namun dia
tidak memahami apa yang dibaca.”
10
Tambahan ini terdapat dalam Sunan At Tirmidzi, lihat
Tuhfadzul Ahwadzi (8/226-227).
11
At Tirmidzi berkata: “Hadits ini hasan shahih gharib
dari segi ini,” lalu ia menyebutkan bahwa hadits ini juga
diriwayatkan dari jalan periwayatan yang lain. Ad Darami
juga meriwayatkan hadits ini. (2/308).
Makna Hadits: Barangsiapa membaca satu huruf dari Al
Quran, Allah akan membalasnya dengan pahala kebaikan,
kemudian Ia akan melipat-gandakannya menjadi sepuluh kali
lipat, dan kelipatan itu adalah yang terkecil dari janji
Allah SWT pada ayat, “Barangsiapa yang melakukan kebaikan
maka baginya sepuluh kali lipat (kebaikan) darinya, dan
Allah melipat-gandakan bagi siapa saja yang Ia
kehendaki.”
Namun Rasulullah SAW tidak membiarkan permasalahan ini
buram. Maka beliau menjelaskan makna huruf yang dimaksud
dalam hadits beliau. Karena ada yang beranggapan bahwa
huruf yang dimaksud dengan huruf adalah huruf hijaiyah,
HADITS KETIGA

‫ عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن النبي صلى الله‬.


َ
ُ‫ضع‬
َ َ ‫ما وَي‬
ً ‫وا‬ ِ ‫ذا ال ْك َِتا‬
َ ْ‫ب أق‬ َ َ‫ه ي َْرفَعُ ب ِه‬
َ ‫ن الل‬
ّ ‫ إ‬:‫عليه وسلم قال‬
.‫ن‬
َ ْ ‫خرِي‬
َ ‫ب ِهِ آ‬
Dari Umar bin Khattab RA, Nabi SAW bersabda:
“Sesungguhnya dengan Kitab ini (Al Quran) Allah
mengangkat dan menurunkan suatu kaum.”
(HR. Muslim dan Ibnu Majah)12

macam-macam makna, kalimat sempurna, kata-kata yang


berbeda pengucapannya atau segala bentuk huruf. Beliau
bersabda: “Aku tidak mengatakan Alif lâm mîm itu huruf,
tetapi...”
12
Lihat Shahih Muslim (2/201) dan Ibnu Majah (218).
Saya mengatakan, “Hadits ini diriwayatkan oleh Ad Darami
dalam Fadlâil Al Qur’an (2/319) dan Ahmad dalam Al Musnad
(1/35). Riwayat Muslim berbunyi: “Dari ‘Amir bin
Watsilah, bahwa Nafi’ bin Abd Al Harits menjumpai Umar di
Usfan. Umar pada waktu itu memberinya wewenang di Mekah.
Ia bertanya, ‘Siapakah yang kau beri wewenang untuk
penduduk Al Wadi?’ Ia (Umar) menjawab, ‘Ibnu Abzi.’ Tanya
Nafi’, ‘Siapakah Ibnu Abzi itu?’ Jawab Umar, ‘Salah
seorang budak kita.’ Nafi’ bertanya lagi, ‘Mengapa kau
memberi wewenang kepada seorang budak?’ Jawab Umar, ‘Ia
itu Qari’ (ahli baca) Kitabullah dan pandai dalam ilmu
Faraidl.’ Umar menambahkan, ‘Bukankah Nabi kalian telah
bersabda, ‘Sesungguhnya Allah…’’”
Makna Hadits: Sesungguhnya Allah SWT niscaya mengangkat
siapa saja yang beriman kepada Al Quran, mengagungkan,
mempelajari, mengajarkan, melaksanakan segala yang
dihalalkannya dan menjauhi segala yang dilarangnya,
sehingga membuat mereka menjadi orang-orang mulia di
HADITS KEEMPAT

‫عن أبي سعيد رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى‬
ُ ‫ه ال ُْقْرآ‬
‫ن‬ ُ َ ‫شغَل‬
َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ َ :‫ل الرب عز وجل‬ ُ ‫ يقو‬:‫الله عليه وسلم‬
.‫ن‬ ‫ي‬ِ ‫ل‬ِ ‫ئ‬‫سا‬ ‫ال‬ ‫طي‬ ْ ‫ع‬ ُ ‫ل ما أ‬
َ ‫ض‬ ْ ‫ف‬‫أ‬ ‫ته‬ ‫ي‬َ ‫ط‬ ْ ‫ع‬َ ‫عَن ذك ْري و مسأ ََلتي أ‬
َ ْ ّ ِ َ َ ُ ْ ْ َ َ ِ ِ ْ
‫ل الله ت َعََلى‬ ِ ‫ض‬ ْ ‫كلم ِ ك ََف‬ َ ْ ‫سائ ِرِ ال‬
َ ‫ى‬ َ َ ‫ل‬
َ ‫كلم ِ الله ت ََعالىَعل‬ ْ َ‫وَف‬
ُ ‫ض‬
ِ ‫خل ِْق‬
.‫ه‬ َ ‫ى‬
َ ‫عل‬
َ
Dari Abu Sa’id Al Khudri RA, Rasulullah SAW
bersabda, “Rabb13 berfirman, “Barangsiapa yang disibukkan
dengan (membaca) Al Quran dari dzikir dan meminta-Ku
(berdo’a), niscaya Aku akan memberinya apa yang lebih

dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, “Allah akan


mengangkat derajat orang-orang yang beriman di antara
kalian dan orang-orang berilmu.”
Adapun orang yang tidak beriman pada Al Qur’an, tidak
ikhlas beramal dengannya, tidak melaksanakan perintah-
perintahnya serta meninggalkan larangannya, maka Allah
akan meletakkan mereka di neraka paling rendah.
“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta. Berkatalah ia: ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau
menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku
dahulunya adalah seorang yang melihat? Allah berfirman:
"Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka
kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu
pun dilupakan".
13
Di dalam manuskrip asli yang kami temukan menggunakan
kata “Allah”. Sedang yang kami tulis di sini berasal dari
teks asli hadits sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab
hadits.
baik yang telah Aku berikan kepada orang-orang yang
meminta-Ku. Keutamaan Kalamullah dari semua kalam
bagaikan keutamaan Allah dari segala ciptaan-Nya.
(H.R. At Tirmidzi, dan ia berkata, “Hasan Gharib.”)14

14
Tuhfatul Ahwadzi (8/244-245). Al hafizh Ibnu Hajar
berkata dalam Fathul Bari (9/66), “Para perawinya tsiqat
kecuali ‘Athiyah Al Aufi, dia agak lemah. Ia menyebutkan
hadits-hadits lain tentang keutamaan Kalamullah dan
semuanya lemah.”
Berkata Al Mubarakfuri, “Di dalam sanadnya ada Muhammad
bin Hasan bin Abu Yazid Al Hamdani, ia juga lemah.” Al
Hafizh Ibnu Hajar menyebutkan dalam Tahdzib at-Tahdzib
(9/120-121) dalam biografi Muhammad bin Hasan bin Abu
Yazid Al Hamdani: “Berkata Adz Dzahabi, ‘Menurut At
Tirmidzi haditsnya hasan. Namun pendapatnya ini kurang
valid.’ Selesai.’” Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ad
Darami (2/317) dan Al Baihaqi dalam Syi’ab al-Iman.
Makna Hadits: Barangsiapa menyibukkan diri dengan membaca
Al Qur’an, sehingga tidak sempat untuk berdzikir atau
berdoa, niscaya Allah SWT akan memberikan maksud serta
keinginannya yang lebih baik daripada yang telah Ia
berikan kepada orang-orang yang meminta-Nya. Hal itu
karena keutamaan Kalamullah melebihi segala kalam
(ucapan), dan pahala orang yang menyibukkan diri
dengannya melebihi pahala yang ada.
Berkata Imam Asy Syaukani dalam Tuhfatu adz-Dzâkirin
(325-326): “Kalaulah hadits ini tidak ada kelemahan di
dalamnya, niscaya menjadi sebuah dalil bahwa orang yang
menyibukkan diri dengan membaca Al Qur’an sehingga tidak
sempat melakukan dzikir atau do’a, maka akan mendapatkan
pahala yang besar. Selesai.”
HADITS KELIMA

‫ قال رسول‬:‫عن أبي موسى الشعري رضي الله عنه قال‬


ُ ‫ل ال ْمؤْمن ال ّذي يْقرأ‬ُ َ ‫مث‬
َ َ ِ ِ ِ ُ َ :‫الله صلى الله عليه وسلم‬
َ َ‫ و‬،‫مها ط َّيب‬
ُ ‫مث‬
‫ل‬ ُ ْ‫ب َوطع‬ٌ ّ ‫حها ط َي‬ ّ ‫ل ال ُت ُْر‬
ُ ْ ‫ رِي‬،‫جة‬ ِ َ ‫مث‬ َ ‫ال ُْقْرآ‬
َ َ‫ن ك‬
‫ح ل ََها‬ ُ
َ ْ ‫مَرةِ ل َ رِي‬ ِ َ ‫مث‬
ْ ّ ‫ل الت‬ َ َ‫ن ك‬ َ ‫ذي ل َ ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ ِ ّ ‫ن ال‬
ِ ‫م‬ ُ ْ ‫ال‬
ِ ْ ‫مؤ‬
ُ
ِ َ ‫مث‬
‫ل‬ َ َ‫ن ك‬ َ ‫ذي ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ ِ ّ ‫ق ال‬
ِ ِ‫مَناف‬ُ ْ ‫ل ال‬
ُ َ ‫مث‬ ٌ ْ ‫حل‬
َ َ‫ و‬،‫و‬ ُ ‫مَها‬ ُ ْ‫وَط َع‬
َ ‫ذي ل‬ ِ ّ ‫ق ال‬ ُ ْ ‫ل ال‬
ِ ِ‫مَناف‬ ُ َ ‫مث‬
َ َ‫ و‬،‫مّر‬
ُ ‫مَها‬ ُ ْ‫ب وَط َع‬ ٌ ّ ‫حَها ط َي‬ ُ ْ ‫حان َةِ رِي‬
َ ْ ‫الّري‬
ُ
.‫مّر‬
ُ ‫مَها‬ ُ ْ‫ح وَط َع‬ٌ ْ ‫س ل ََها رِي‬َ ْ ‫حن ْظ َل َةِ ل َي‬
َ ْ ‫ل ال‬ َ َ‫ن ك‬
ِ َ ‫مث‬ َ ‫ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬
Dari Abu Musa Al Asy’ari RA, Rasulullah SAW
bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Al
Quran bagaikan atrujjah15, baunya wangi dan rasanya enak.
Perumpamaan seorang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an
bagaikan kurma, tak berbau dan rasanya manis. Perumpamaan
orang munafik yang membaca Al Qur’an bagaikan kemangi,
baunya wangi dan rasanya pahit. Perumpamaan orang munafik
yang tidak membaca Al Quran bagaikan hanzhalah, tak
berbau dan rasanya pahit.”
Di dalam riwayat lain kata “munafik” diganti dengan
kata “fâjir” (jahat).16
(H.R. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At At
Tirmidzi, An Nasai, dan Ibnu Majah)17

15
Di dalam kamus kata: al-Atruj – al-Atrujah – at-
Turnujah – at-Turnuj sudah terkenal, yaitu buah-buahan
yang paling bagus dan paling berharga bagi bangsa Arab.
Selesai.
16
Dalam riwayat Syu’bah menggunakan kata “munafik’,
sedangkan dalam riwayat Hammam dengan kata “fâjir”.
17
Al Musnad (4/397), Fath al Bari (9/66), Shahih Muslim
(2/194), Mukhtashar Sunan Abu Dawud nomor (4663), Tuhfatu
al-Ahwadzi (8/164-166), Sunan Ibnu Majah nomor (214),
HADITS KEENAM

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫عن أنس رضي الله عنه قال‬
ُ
‫ة‬
ِ ‫ج‬ّ ‫ل ال ُت ُْر‬ َ َ‫ن ك‬
ِ َ ‫مث‬ َ ‫ذي ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ ِ ّ ‫ن ال‬ ِ ‫م‬ ِ ْ ‫مؤ‬ ُ ْ ‫ل ال‬ ُ َ ‫مث‬
َ :‫عليه وسلم‬
ُ ‫ل ال ْمؤْمن ال ّذي ل َ يْقرأ‬
َ َ ِ ِ ِ ُ ُ َ ‫مث‬َ َ‫ و‬،‫ب‬ ٌ ّ ‫مَها ط َي‬ ُ ْ‫ب وَط َع‬ ٌ ّ ‫حَها ط َي‬
ُ ْ ‫رِي‬
‫ر‬
ِ ‫ج‬ِ ‫ل ال َْفا‬ ُ َ ‫مث‬َ َ‫ و‬،‫ب‬ ٌ ّ ‫مَها ط َي‬ُ ْ‫ح ل ََها وَط َع‬ َ ْ ‫مَرةِ ل َرِي‬ ْ ّ ‫ل الت‬ َ َ‫ن ك‬
ِ َ ‫مث‬ َ ‫ال ُْقْرآ‬
ُ
،‫مّر‬ُ ‫مَها‬ ُ ْ‫ب وَط َع‬ ٌ ّ ‫حَها ط َي‬ُ ْ ‫حان َةِ رِي‬َ ْ ‫ل الّري‬ َ َ‫ن ك‬
ِ َ ‫مث‬ َ ‫ذي ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ ِ ّ ‫ال‬
Sunan an-Nasai (8/124-125), Ath Thayalisi sebagaimana
dalam Minhatu al-Ma’bud (2/1883), dan Sunan Ad Darami
(2/318).
Makna Hadits: Perumpamaan orang mukmin yang kontinyu
membaca Al Qur’an, melaksanakan hukum-hukumnya dan
mengajarkannya kepada orang lain, bagaikan al-atrujah,
sedap dipandang dan baunya wangi. Sehingga seorang mukmin
yang seperti itu ia takkan berbicara kecuali yang baik
dan jika anda bergaul dengannya ia akan membalas dengan
lebih baik.
Adapun orang mukmin yang tidak membaca Al Qur’an dan
mengamalkannya, maka perumpamaannya bagaikan kurma; anda
takkan mencium wanginya, tapi meskipun demikian ia terasa
manis karena amalannya sesuai dengan tuntunan Al Qur’an.
Orang munafik yang membaca Al Qur’an bagaikan daun
kemangi yang membuat manusia hanyut dalam wanginya.
Apabila dimakan, maka akan terasa pahit. Begitulah orang
munafik: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya
tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan
dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi
hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras.”
Sedangkan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al
Qur’an bagaikan hanzhalah, tak berbau dan terasa pahit.
Semoga Allah memberi kita keselamatan, kesehatan, serta
menjauhkan kita dari perpecahan, kemunafikan, dan akhlak
yang buruk.
ُ
‫مَها‬ُ ْ‫حن ْظ َل َةِ ط َع‬ َ ْ ‫ل ال‬ ِ َ ‫مث‬َ َ‫ن ك‬ َ ‫ذي ل َ ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ ِ ّ ‫جرِ ال‬ ِ ‫ل ال َْفا‬ ُ َ ‫مث‬ َ َ‫و‬
‫ب‬ِ ‫ح‬ ِ ‫صا‬ َ ‫ل‬ ِ َ ‫مث‬ َ َ‫ح ك‬ ِ ِ ‫صال‬
ّ ‫س ال‬ ِ ْ ‫جل ِي‬ َ ْ ‫ل ال‬ ُ َ ‫مث‬ َ َ‫ و‬،‫ح ل ََها‬ َ ْ ‫مّر وَل َ رِي‬ ُ
َ
ُ َ ‫مث‬
‫ل‬ َ َ‫ و‬،‫ه‬ِ ‫ح‬ ِ ْ ‫ن رِي‬ْ ‫م‬ ِ ‫ك‬ َ َ ‫صاب‬ َ ‫يٌء أ‬ ْ ‫ش‬َ ‫ه‬ ُ ْ ‫من‬ِ ‫ك‬ َ ْ ‫صب‬ ِ ُ‫م ي‬ ْ َ‫ن ل‬ ْ ‫ إ‬،‫ك‬ ِ ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ ْ ‫ال‬
‫ن‬
ْ ‫م‬ِ ‫ك‬ َ ْ ‫صب‬ ِ َ‫م ي‬ ْ َ‫ن ل‬ ْ ‫ب ال ْك ِي ْرِ إ‬
ِ ‫ح‬ ِ ‫صا‬ َ ‫ل‬ ِ َ ‫مث‬ َ َ ‫سوِْء ك‬ ّ ‫س ال‬ ِ ْ ‫جل ِي‬َ ْ ‫ال‬
.‫ه‬ َ َ ‫صاب‬ َ
ِ ِ ‫خان‬
َ ُ‫ن د‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ك‬ َ ‫وادِهِ أ‬ َ ‫س‬ َ
Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda: “Perumpamaan
orang mukmin yang membaca Al Qur’an bagaikan atrujah,
baunya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin
yang tidak membaca Al Qur’an bagaikan kurma, tak berbau
dan rasanya enak. Perumpamaan orang fajir (jahat) yang
membaca Al Qur’an bagaikan kemangi, baunya wangi dan
rasanya pahit. Perumpamaan orang fajir yang tidak membaca
Al Qur’an bagaikan hanzhalah, rasanya pahit dan tak
berbau. Perumpamaan teman yang shaleh bagaikan penjual
wewangian, jika kau tidak membeli darinya kau akan
mendapatkan wanginya. Perumpamaan teman yang jahat,
seperti tukang besi, jika kau tak terkena jelaganya maka
kau akan terkena asapnya.
(H.R. Abu Dawud)18

18
Mukhtashar Sunan Abu Dawud nomor (4662). Berkata Al
Mundziri: “An Nasai juga meriwayatkan hadits ini.” Aku
berkata: “Sanadnya shahih.”
Makna Hadits: Seperti hadits sebelumnya. Namun di sini
ada tambahan, yaitu teman yang baik dan shaleh
diumpamakan seperti penjual wewangian yang tak pernah
sepi dari manfaat, setidaknya kamu akan mencium darinya
bau wewangian. “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar.” Sedangkan teman yang jahat diumpamakan seperti
tukang besi yang sedang meniup api. Kamu takkan
mendapatkan apa-apa darinya kecuali kejelekan. Jika kamu
HADITS KETUJUH

‫ قال رسول الله صلى‬:‫عن عائشة رضي الله عنها قالت‬


ْ ِ ‫ماهُِر ِبال ُْقْرآ‬ َ ْ ‫ ا َل‬:‫الله عليه وسلم‬
ِ ‫سَفَرةِ الك َِرام‬ ّ ‫معَ ال‬ َ ‫ن‬
ُ
ُ َ ‫شاقّ فَل‬
‫ه‬ َ ِ‫ن وَي ُت َت َعْت َعُ فِي ْهِ وَهُوَ عَل َي ْه‬
َ ‫ذي ي َْقَرأ ال ُْقْرآ‬ِ ّ ‫ َوال‬،‫ة‬
ِ ‫ال ْب ََرَر‬
.‫ن‬ َ
ِ ‫جَرا‬ ْ ‫أ‬
Dari ‘Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Orang
yang mahir membaca Al Qur’an bersama para malaikat yang
mulia lagi patuh. Orang yang membaca Al Qur’an dengan
tersendat-sendat lagi kesulitan, maka baginya dua
pahala.”19

tidak terkena jelaganya yang akan membuat muka dan bajumu


hitam, maka kamu akan terganggu dengan asapnya.
Ya Allah, jadikan kami orang-orang yang menyertai orang
mukmin dan tak ada yang memakan makanan kami kecuali
orang yang bertakwa.
19
Orang yang mahir maksudnya orang yang pandai lagi
senantiasa membaca Al Qur’an, sehingga tidak kesulitan
membacanya.
Kata “As safarah” adalah jamak dari kata “sâfir”, artinya
para malaikat yang memiliki sifat “al kirâmil bararah”
(yang mulia lagi patuh). Menurut Ibnu Malik: “Yang
dimaksud adalah para malaikat pencatat amal manusia dan
penjaganya. Sedangkan maksud bahwa orang yang pandai
membaca Al Qur’an akan bersama para malaikat tersebut
adalah bahwa kelak di akhirat ia dan para malaikat itu
berada dalam kedudukan yang sama dan menjadi teman
mereka, karena ia memiliki sifat-sifat mereka, disebabkan
ia menjaga Al Qur’an dan selalu membacanya.”
Kata “al bararah” jamak dari kata al bâr artinya yang
berbuat baik dan taat.
Dalam riwayat lain: “Orang yang membaca Al Qur’an
dengan susah payah, maka baginya dua pahala.”20
(H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At Tirmidzi, An
Nasai, dan Ibnu Majah. Ini adalah riwayat Muslim.)21

HADITS KEDELAPAN

‫ه‬
ِ ‫ل الل‬ َ ْ ‫سو‬ ُ ‫ َيا َر‬:‫ت‬ ُ ْ ‫ قُل‬:‫عن أبي ذر رضي الله عنه قال‬
.‫وى الله‬ َ ْ ‫ عَل َي‬:‫ قال صلى الله عليه وسلم‬.‫صِني‬ َ
َ ‫ك ب ِت َْق‬ ِ ْ ‫أو‬
َ ْ
:‫ قال‬.‫ يا رسول الله زِد ِْني‬:‫ت‬ ُ ْ ‫ قُل‬.‫ه‬ ِ ّ ‫مرِ ك ُل‬
ْ ‫س اْل‬
ُ ‫َفإن َّها َرأ‬
‫ك ِفي‬َ َ ‫ض ون ُوٌْر ل‬ ِ ‫ك ِفي الْر‬ َ َ ‫ه ن ُوٌْر ل‬
ُ ّ ‫ فَإ ِن‬،‫ك ب ِت ََلوَةِ ال ُْقْرآن‬
َ ْ ‫عَل َي‬
.‫ماِء‬
َ ‫س‬
ّ ‫ال‬
Kata “yatata’ta’” artinya ragu-ragu, maksudnya
mengucapkan atau membaca dengan tidak lancar, karena
tidak pandai.
20
Riwayat ini ada pada Muslim.
21
Fath al-Bari (8/691), Shahih Muslim (2/195), Tuhfatu al
Ahwadzi (8/216), Mukhtashar Sunan Abu Dawud (1404), dan
Sunan Ibnu Majah (3779).
Aku berkata: Imam Ahmad meriwayatkan hadits ini dalam
Musnad-nya (6/48,94,98, dan yang lainnya), juga
diriwayatkan oleh Ath Thayalisi dalam Minhatu al Ma’bud
(2/1884), dan Ad Darami (2/319).
Makna Hadits: Bahwa barangsiapa yang menjaga Al Qur’an
hingga menjadi mahir membacanya, niscaya Allah akan
menempatkannya bersama para malaikat yang mulia lagi
patuh, juga bersama para rasul. Sedangkan orang yang
bersusah payah dalam membacanya dan bersabar dengannya,
maka baginya dua pahala: pahala membaca dan pahala
kesulitan. Karena pahala itu sesuai dengan tingkat
kesukaran. Dan, sebaik-baik ibadah adalah yang kontinyu.
Tapi kami tidak bermaksud kalau pahalanya melebihi pahala
orang yang mahir tadi. Wallahu a’lam.
Dari Abu Dzar RA berkata: “Kataku, ‘Wahai Rasulullah
SAW, berilah aku wasiat!’ Beliau bersabda, ‘Bertakwalah
kepada Allah karena itu adalah pangkal segala urusan.’
Kukatakan: ‘Wahai Rasulullah SAW, tambahkan lagi!’ Beliau
bersabda, ‘Bacalah Al Qur’an karena itu adalah cahayamu
di bumi dan di langit.’”
(H.R. Ibnu Hibban, dia menghukuminya shahih dalam
sebuah hasits yang panjang22, juga diriwayatkan oleh Ibnu
Adl Dlaris dan Abu Ya’la)

،‫ر‬
ٍ ‫خي ْل‬ ّ ‫مللاعُ ك ُل‬
َ ‫ل‬ ِ ‫وى الللهِ فَا ِن ّهَللا‬
َ ‫ج‬ َ ‫ عَل َي ْل‬:‫عن أبي سعيد‬
َ ‫ك ب ِت َْقل‬
‫ض‬
ِ ‫ك ِفللي الْر‬ َ ‫ه ن ُوٌْر َللل‬ ُ ّ ‫ فَإ ِن‬،‫ وَت ِل َوَةِ ال ُْقْرآن‬،‫ك ب ِذِك ْرِ الله‬
َ ْ ‫وَعَل َي‬
َ ‫ فَا ِن ّل‬،‫ر‬
‫ك‬ ٍ ‫خي ْل‬
َ ‫ن‬ ِ ّ ‫ك إل‬
ْ ‫مل‬ َ َ ‫سللان‬
َ ِ‫ن ل‬
ْ ِ‫خلز‬
ْ ‫ َوا‬،‫ماِء‬
َ ‫س‬ّ ‫ك ِفي ال‬ َ َ ‫وذِك ٌْر ل‬
.‫ن‬
َ ‫طا‬َ ْ ‫شي‬
ّ ‫ب ال‬ َ ِ ‫ب ِذ َل‬
ُ ِ ‫ك ت َغْل‬
Dari riwayat Abu Sa’id, “Kamu harus bertakwa pada
Allah karena itu adalah pokok segala kebaikan. Kamu harus
berdzikir pada Allah dan membaca Al Qur’an karena itulah
cahayamu di dunia serta dzikirmu di akhirat. Jagalah
lisanmu demi kebaikan karena dengannya kau mengalahkan
setan.”23

22
Berkata Al Mundziri dalam At Targhib wa at Tarhib
(3/513), “Diriwayatkan oleh Ahmad, Ath Thabrani, Ibnu
Hibban dalam shahihnya, dan Al Hakim. Redaksi hadits ini
adalah milik Al Hakim dan dia berkata, ‘Sanadnya
shahih.’”
Lihat: Al Mu’jam al kabir karya Ath Thabrani (2/ nomor
1651). Berkata Al Haitsami, “Diriwayatkan oleh Ath
Thabrani. Di dalam sanadnya ada Ibrahim bin Hisyam bin
Yahya Al Ghassani yang dianggap tsiqah oleh Ibnu Hibban
dan dianggap dla’if (lemah) oleh Abu Hatim dan Abu
Zar’ah. Lihat: Majma’ az-Zawaid (4/216).
23
Al Haitsami berkata dalam Majma’uz Zawa’id (2/ 215),
“Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Ya’la. Para perawi Ahmad
HADITS KESEMBILAN

‫عن جابر رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم‬
َ َ ‫ من جعل‬،‫ق‬
‫ه‬
ُ ‫م‬
َ ‫ما‬
َ ‫هأ‬ ُ َ َ ْ َ ٌ ّ ‫صد‬ َ ‫م‬ ُ ‫ل‬ٌ ‫ح‬ِ ‫ما‬
َ َ‫شّفعٌ و‬ َ ‫م‬ُ ٌ‫شافع‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ ا َل ُْقْرآ‬:‫قال‬
.‫ه إَلى الّناِر‬ َ ِ‫ف ظ َهْرِه‬
ُ َ‫ساق‬ َ ْ ‫خل‬
َ ‫ه‬ُ َ ‫جعَل‬َ ‫ن‬ْ ‫م‬ َ ْ ‫َقاد َهُ إَلى ال‬
َ َ‫جن ّةِ و‬

tsiqah, sedangkan dalam sanad Abu Ya’la terdapat Laits


bin Abu Salim, dia seorang mudallis.” Al Mundziri berkata
dalam at-Targhib wa at-Tarhib: “Diriwayatkan oleh Ath
Thabrani dalam ash-Shaghir, Abu Asy syaikh dalam ats-
Tsawab, keduanya dari riwayat Laits bin Abu Salim. Juga
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ad Dunya dan Abu Asy Syaikh
dengan ringkas.
Lihat: At-Targhib wa at-Tarhib (3/532).
Makna Hadits: Dalam kedua hadits ini terdapat wasiat Nabi
SAW kepada para sahabatnya agar memegangnya dengan teguh,
wasiat itu adalah:
1. Bertakwa kepada Allah SWT, karena takwa adalah
pangkal segala urusan atau pokok segala kebaikan.
2. Selalu membaca Al Qur’an. Karena dengan kontinyu
membaca Al Qur’an, pembacanya akan mendapatkan
cahaya yang menerangi jalannya di dunia sehingga ia
selamat dari kesesatan dan kehancuran. Penghuni bumi
akan menerimanya sebagaimana penghuni langit
menerimanya. Maka Allah akan mencintainya, lalu
memerintahkan para malaikat untuk mencintainya dan
memerintahkan mereka untuk menurunkan cinta padanya
dalam hati manusia.
3. Menggunakan lisan hanya demi kebaikan. Manusia
takkan tercampakkan wajahnya ke dalam api neraka,
melainkan akibat lisan mereka. Barangsiapa yang
menjaga lisannya, ia akan mengalahkan setan.
Dari Jabir RA, Nabi SAW bersabda, “Al Qur’an itu
pemberi syafaat dan pendebat.24 Barangsiapa menjadikannya
di hadapannya, maka ia akan menuntunnya ke surga dan
barangsiapa yang menjadikannya di belakangnya, maka ia
akan menuntunnya ke neraka.”
(H.R. Ibnu Hibban dalam Shahihnya dan Al Baihaqi
dalam sya’bnya dari Ibnu Mas’ud.)25

4. Senantiasa berdzikir pada Allah. “Bukankah dengan


berdzikir kepada Allah akan menenangkan hati.”
Barangsiapa yang berdzikir pada Allah, niscaya Allah
takkan lalai dari permintaannya.
24
Kata “mâhil” artinya pendebat dan pembela. Maksudnya:
barangsiapa yang mengikuti Al Qur’an dan mengamalkan
kandungannya, maka Al Qur’an akan menjadi pemberi syafaat
baginya yang diterima syafa’atnya di sisi Allah. Namun
apabila ia tidak mengamalkannya, maka Al Qur’an akan
menjadi saksi atas kejahatan-kejahatannya.
25
Mawarid Zham’an nomor (1793), Ath Thabrani dalam Al
Kabir (10/ nomor 10450). Al Haitsami berkata dalam Majma’
az Zawa’id (7/164), “Di dalam sanadnya ada Ar Rabi’ bin
Badr, dia seorang yang matruk.” Riwayat ini dari hadits
Ibnu Mas’ud. Telah diriwayatkan juga oleh Ibnu ‘Adi dan
Abu Hatim dalam al-Huliyyah, juga dari hadits Ibnu
Mas’ud. Syaikh Al Albani berkata dalam Shahih al-Jami’
(4319), “Shahih.”
Makna Hadits: Barangsiapa menjadikan Al Qur’an sebagai
pembimbingnya dan melaksanakan isi-isinya, maka Al Qur’an
itu akan menjadi pemimpin juga petunjuknya menuju surga.
Adapun orang yang meninggalkannya di belakang, enggan
membacanya dan tidak mau melaksanakan ajaran-ajarannya,
maka Al Qur’an itu akan menyeretnya ke neraka.
HADITS KESEPULUH

‫ سمعت‬:‫ عن أبي أمامة الباهلي رضي الله عنه قال‬.


ُ
َ ‫ ا ِقَْرأْوا ال ُْقْرآ‬:‫رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول‬
‫ن‬
ْ
.‫ه‬
ِ ِ ‫حاب‬
َ ‫ص‬
ْ ‫شِفي ًْعا ل‬ َ ‫م ال ِْقيا‬
َ ِ ‫مة‬ ُ ّ ‫َفإن‬
َ ْ‫ه يأِتي ي َو‬
Dari Abi Umamah RA berkata, “Aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ‘Bacalah Al Qur’an karena ia
pada hari kiamat menjadi syafaat bagi
pemiliknya(pembacanya).’”26
(H.R. Muslim)27.

26
Selengkapnya adalah:
َ‫و‬
‫م‬ ْ‫ي‬
َ ‫ن‬
ِ‫يا‬
َ‫ت‬ِ‫تأ‬
َ ‫ما‬
َ‫ن‬ُ‫فإ‬
ّ َ ،‫ران‬
َ‫م‬ْ‫ع‬
ِ ‫ل‬
ِ‫ة آ‬
ُ‫ر‬َ‫و‬
ْ‫س‬ُ‫و‬
َ ‫ة‬
ُ‫ر‬َ‫ق‬
َ‫ب‬َ‫ل‬
ْ‫ا‬َ :‫ن‬
ِ‫ي‬ْ‫و‬
َ‫را‬
َ‫ه‬ْ‫ز‬
ّ‫وا ال‬
ْ‫رأ‬
َ‫ق‬ْ‫ا‬
ِ
ْ‫ممم‬
‫ن‬ ِ ‫قان‬
َ‫ر‬ْ‫ف‬
ِ ‫ما‬
َ‫ن‬ُ‫كأ‬
ّ َ ‫و‬
ْ‫ن أ‬
ِ‫تا‬
َ‫ي‬َ‫يا‬
َ‫غ‬َ ‫ما‬
َ‫ن‬ُ‫كأ‬
ّ َ ‫و‬
ْ‫ن أ‬
ِ‫متا‬
َ‫ما‬
َ‫غ‬َ ‫ما‬
َ‫ن‬ُ‫كأ‬
ّ َ ‫ة‬
ِ‫م‬َ‫يا‬
َ‫ق‬ِ‫ل‬
ْ‫ا‬
‫ذها‬
َ‫خمم‬
ْ‫ن أ‬
ّ‫فممإ‬
َ ‫رة‬
َ‫قمم‬
َ‫ب‬َ‫ل‬
ْ‫ة ا‬
َ‫ر‬َ‫و‬
ْ‫س‬ُ ‫وا‬
ْ‫رأ‬
َ‫ق‬ْ‫ا‬
ِ ،‫بما‬
ِ‫حا‬
َ‫ص‬ْ‫ن أ‬
ْ‫ع‬َ ‫ن‬
ِ‫جا‬
َ‫تا‬
َ ‫ف‬
ّ‫وا‬
َ‫ص‬َ ‫ي‬
ٍ‫ط‬
ْ َ
‫نمم‬
ِ‫غ‬َ‫ل‬
ََ‫ ب‬:‫ قال معاويممة‬.‫ة‬
ِ‫ل‬َ‫ط‬
ْ‫ب‬ُ‫ل‬
ْ‫عها ا‬
َ‫طي‬
ِ‫ت‬َ‫س‬
ْ‫ت‬َ ‫ل‬
َ‫و‬َ ،‫ة‬
ٌ‫ر‬َ‫س‬
ْ‫ح‬َ ‫كها‬
َ‫ر‬ْ‫ت‬
َ‫و‬َ ،‫ة‬
ٌ‫ك‬َ‫ر‬
َ‫ب‬َ
.‫رة‬
َ‫ح‬ْ‫س‬
ّ‫لة ال‬
َ‫ط‬ْ‫ب‬
ُ‫ل‬ْ‫ن ا‬
ّ‫أ‬
“…bacalah kedua bunga, yaitu Surat Al Baqarah dan Surat
Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat
bagai awan yang melindungi kedua pemiliknya atau keduanya
bagaikan dua kelompok burung yang berbaris melindungi
pemiliknya; bacalah Surat Al Baqarah karena mengambilnya
itu berkah dan meninggalkannya rugi, serta takkan terkena
sihir.”
27
Shahih Muslim (2/197).
Aku berkata: Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya
(5/249, 251, dan lainnya).
Makna Hadits: Bahwa Al Qur’an akan menampakkan wujud pada
hari kiamat sehingga manusia dapat melihatnya. Ia akan
memohon izin kepada Tuhan untuk memberi syafaat kepada
pemiliknya yang telah begadang malam dan tak tidur
karenanya.
HADITS KESEBELAS

:‫جَهني عن أبيه رضي الله عنه قال‬ ُ ‫عن سهل بن معاذ ال‬
َ
َ ‫ن قََرأ ال ُْقْرآ‬
‫ن‬ ْ ‫م‬
َ :‫ن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال‬ ّ ‫إ‬
ُ
ُ‫ضوْؤُه‬
َ ،‫ة‬ َ ‫م ال ِْقَيا‬
ِ ‫م‬ َ ْ‫جا ي َو‬
ً ‫داهُ َتا‬ َ ِ ‫ما فِي ْهِ أل ْب‬
َ ‫س وَِال‬ َ ‫م‬
َ ِ‫ل ب‬ ِ َ‫وَع‬
ْ ُ ‫ت فِي ْك‬
‫م‬ َ ْ‫ ل َو‬،‫ت الد ّن َْيا‬
ْ َ ‫كان‬ ِ ْ‫س ِفي ب ُي ُو‬ِ ‫م‬ ْ ‫ش‬ّ ‫ضوِْء ال‬َ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ن‬ َ ‫س‬
َ ‫ح‬ْ ‫أ‬
‫ذا؟‬ َ ‫م‬
َ َ‫ل ه‬ ِ َ‫ذي ع‬ ِ ّ ‫م ِبال‬ْ ُ ‫ما ظ َن ّك‬َ َ‫ف‬
Dari Sahal bin Muadz Al Juhani28 dari bapaknya RA
berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda,
‘Barangsiapa29 yang membaca Al Qur’an dan mengerjakan
kandungannya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan
mahkota pada hari kiamat, cahayanya lebih baik daripada
cahaya matahari dalam kehidupan dunia. Kalau hal itu ada
pada kalian,30 maka bagaimana menurut kalian dengan orang
yang mengerjakannya?’”
(H.R. Abu Dawud dan Al Hakim. Al Hakim berkata,
“Silsilah perawinya shahih.”)31

28
Berkata Al Mundziri, “Sahal bin Muadz dlaif (lemah),
diriwayatkan darinya Zabban bin Faid yang juga dlaif.”
29
Kata “man” (barangsiapa) tidak ada dalam manuskrip
aslinya.
30
Kalimat “lau kânat fîkum” (jikalau hal itu ada pada
kalian) tidak ada dalam manuskrip aslinya. Kami
mengambilnya dari teks hadits ini dalam kitab-kitab
hadits.
31
Lihat: Mukhtashar Sunan Abu Dawud nomor (1403) dan al
Mustadrak (1/568). Adz Dzahabi mengomentari dengan
perkataannya: “Zabban bukan orang yang kuat hafalannya .”
Aku berkata: “Ibnu Hajar berkata tentang Zabban bin Faid
dalam at-Taqrib: “Dia dha’if (lemah) dalam hadits,
meskipun ia shaleh dan taat beribadah. Adapun Sahal bin
Muadz bin Anas Al Juhani, tak apa-apa menggunakan
HADITS KEDUA BELAS

‫ قال رسول الله صلى‬:‫عن أبي بريدة رضي الله عنه قال‬
ُ َ
َ ِ ‫ل ب ِهِ أل ْب‬
‫س‬ َ ‫م‬ِ َ‫ه وَع‬ َ ّ ‫ن وَت َعَل‬
ُ ‫م‬ َ ‫ن قََرأ ال ُْقْرآ‬ْ ‫م‬َ :‫الله عليه وسلم‬
‫س‬
ِ ‫م‬ْ ‫ش‬ّ ‫ضوِْء ال‬ َ ‫ل‬ َ ْ ‫مث‬
ِ ُ‫ضوْؤُه‬ َ ٍ‫ن ن ُوْر‬ْ ‫م‬ ِ ‫جا‬ َ ‫م ال ِْقَيا‬
ً ‫مةِ تا‬ َ ْ‫داهُ ي َو‬
َ ِ ‫َوال‬
‫ما‬ ِ َ ‫ فَي َُقوْل‬،‫ما الد ّن َْيا‬
َ ِ ‫ ل‬:‫ن‬ َ ِ‫م ب ِه‬َ ْ‫ن ل َ ت َُقو‬ ِ ‫حل َّتا‬
ُ ُ‫داه‬
َ ِ ‫سى َوال‬َ ْ ‫وَي ُك‬
َ ُ ‫ك ُسينا هذا؟ فَيَقا‬
.‫ن‬ َ ‫ما ال ُْقْرآ‬ َ ُ ‫خذِ وَل َدِك‬ ْ ‫ ب ِأ‬:‫ل‬ ُ َ َْ ِ
Dari Abu Baridah RA Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa membaca Al Qur’an, mempelajarinya dan
mengamalkannya, maka kedua orang tuanya akan dipakaikan
mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya bagaikan
cahaya matahari. Lalu kedua orang tuanya akan dipakaikan
dua pakaian yang tak ada di dunia. Maka mereka berdua
bertanya, ‘Mengapa kami diberi pakaian ini?’ Dikatakan
pada mereka, ‘Karena anak kalian menjaga Al Qur’an.’”

haditsnya kecuali hadits yang ia riwayatkan dari Zabban.


Sedangkan hadits ini adalah dari riwayat Zabban, maka
hadits ini dlaif, wallahu a’lam.”
Makna Hadits: Bahwa pahala membaca Al Qur’an tidak hanya
terbatas untuk pembacanya saja, bahkan merambat kepada
kedua orang tuanya, sehingga mereka berdua dipakaikan
mahkota yang cahayanya lebih bagus dari cahaya matahari.
Adapun orang yang membaca dan mengamalkannya, maka
pahalanya lebih besar lagi. Karena itu, bersegeralah hai
orang-orang yang tidak sempat menghafal Al Qur’an untuk
mendorongnya anak-anaknya menghafal Al Qur’an, agar
mendapatkan pahala seperti ini!
(H.R. Al Hakim32, dan ia berkata, “Shahih dengan
syarat Muslim.”)33

HADITS KETIGA BELAS

‫ن النللبي صلللى الللله‬ ّ ‫ إ‬:‫عن أبي هريرة رضي الله عنه قال‬
،‫ة‬ َ ‫م ال ِْقَيا‬
ِ ‫مل‬ ِ ‫ب ال ُْق لْرآ‬
َ ْ‫ن ي َلو‬ ُ ‫ح‬
ِ ‫صللا‬
َ ‫جي لُء‬
ِ َ ‫ ي‬:‫عليلله وسلللم قللال‬
:‫ل‬ُ ْ‫م ي َُقلو‬
ّ ُ ‫ ث‬.‫ة‬ِ ‫م‬َ ‫ج ال ْك ََرا‬
ُ ‫س َتا‬ ُ َ ‫ فَي ُل ْب‬،‫ه‬ِ ّ ‫حل‬َ ‫ب‬ ّ ‫ َيا َر‬:‫ن‬ ُ ‫ل ال ُْقْرآ‬ُ ْ‫فَي َُقو‬
‫ض‬َ ‫ب اْر‬ ّ ‫ ي َللا َر‬:‫ل‬ ُ ْ‫ وَي َُق لو‬.‫ة‬ ِ ‫مل‬ َ ‫ة ال ْك ََرا‬ ُ ‫حل ّل‬
ُ ‫س‬ ُ ‫ فَي ُل ْب َل‬،‫ه‬
ُ ْ ‫ب زِد‬ّ ‫ي َللا َر‬
ْ
‫ة‬ ّ ‫داد ُ ب ِك ُل‬
ٍ ‫ل آي َل‬ َ ‫ ا ِقْ لَرأ َواْرقَ وَي ُلْز‬:‫ه‬ ُ َ‫ل ل‬ ُ ‫ فَي َُقا‬.‫ه‬
ُ ْ ‫ضى عَن‬ َ ‫ فَي َْر‬،‫ه‬ ُ ْ ‫عَن‬
.‫ة‬
ٌ َ ‫سن‬
َ ‫ح‬
َ
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, ‘Didatangkan pemilik (orang yang
senantiasa membaca) Al Qur’an pada hari kiamat, maka Al
Qur’an berkata, ‘Tuhanku hiasilah ia,’ maka ia pun
dipakaikan mahkota kemuliaan. Al Qur’an kembali berkata,
‘Tuhanku tambahkan lagi,’ maka dipakaikanlah perhiasan
kemuliaan. Al Qur’an berkata, ‘Tuhanku ridlailah ia,’
maka Allah pun meridlainya. Dikatakan padanya, ‘Baca dan
naiklah, niscaya akan ditambahkan pada setiap ayat dengan
kebaikan.’”
(H.R. At Tirmidzi -ia menghukumi hadits ini hasan-,
Ibnu Khuzaimah, dan Al Hakim. Al Hakim berkata, “Silsilah
periwayatannya shahih.”)34
32
Di dalam manuskrip berbunyi, “H.R. Muslim.” adalah
salah.
33
Al Mustadrak (1/568), dan disepakati oleh Adz Dzahabi.
Dalam hadits ini ada tambahan pahala bagi kedua orang
tua, yaitu mereka diberi dua pakian yang tak pernah ada
di dunia.
34
Tuhfatu al Ahwadzi (8/227-228), Al Mustadrak (1/552),
dan Al Mundziri menasabkan hadits ini kepada Ibnu
HADITS KEEMPAT BELAS

‫ قال النبي‬:‫عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال‬


َ ‫ ا ِقَْرأ ْ َواْر‬: ‫ن‬
‫ق‬ ِ ‫ب ال ُْقْرآ‬ ِ ‫ح‬ِ ‫صا‬َ ِ‫ل ل‬ ُ ‫ ي َُقا‬:‫صلى الله عليه وسلم‬
‫ة‬
ٍ َ ‫خرِ آي‬
ِ ‫عن ْد َ آ‬
ِ ‫ك‬َ َ ‫من ْزِل َت‬
َ ‫ن‬ّ ‫ َفإ‬،‫ل ِفي الد ّن َْيا‬ َ ْ ‫ما ك ُن‬
ُ ّ ‫ت ت َُرت‬ َ َ‫ل ك‬
ْ ّ ‫وََرت‬
َ ُ‫ت َْقَرؤ‬
.‫ها‬
Dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash RA berkata,
“Rasulullah SAW bersabda, ‘Dikatakan pada pemilik Al
Qur’an,35 ‘Bacalah, naiklah, dan baca dengan tartil
sebagaimana kau telah membacanya di dunia! Karena
kedudukanmu terdapat pada akhir ayat yang kau baca.”36

Khuzaimah dalam At-Targhib (2/350).


Aku berkata: “Diriwayatkan oleh At Tirmidzidari hadits
Abu Hurairah secara mauquf. At Tirmidzi berkata, ‘Menurut
kami hadits ini lebih shahih daripada hadits Abdush
Shamad dari Syu’bah (yakni hadits yang sebelumnya),
wallahu a’lam.”
Didalam hadits ini terdapat penjelasan mengenai pahala
pemilik (orang yang senantiasa membaca dan menjaga) Al
Qur’an pada hari kiamat, yaitu ia mendapat mahkota
kemuliaan, perhiasaan kemuliaan, dan naik di tingkatan-
tingkatan surga setelah mendapat ridla Allah SWT serta
ditambah kebaikannya.
35
Pemilik Al Qur’an adalah orang yang senantiasa bersama
Al Qur’an dengan membaca dan mengamalkannya.
36
Al Khitabi berkata, “Di dalam sebuah riwayat disebutkan
bahwa jumlah ayat-ayat Al Qur’an sesuai dengan jumlah
tingkatan-tingkatan surga di akhirat, maka dikatakanlah
pada pembaca Al Qur’an ‘naiklah ke tingkatan sesuai
dengan apa yang telah kau baca dari ayat-ayat Al Qur’an.’
Jadi barangsiapa yang sempurna membaca seluruh Al Qur’an,
maka ia akan tinggal di puncak tingkatan surga di
(H.R. At Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu
Hibban dalam Shahihnya. At Tirmidzi berkata, “Hadits
Hasan Shahih.”)37

HADITS KELIMA BELAS

‫ قال النبي صلى الله‬:‫عن ابن عمر رضي الله عنهما قال‬
َ ّ َ َ ‫ ل‬:‫عليه وسلم‬
َ َ‫ه ه‬
‫ذا‬ ُ ‫ل آَتاهُ الل‬ ٍ ‫ج‬
ُ ‫ َر‬:‫ن‬ ِ ْ ‫سد َ إل عَلى اث ْن َت َي‬ َ ‫ح‬
‫ه‬ َ ْ‫ل أ َع‬
ُ ‫طاهُ الل‬ ٍ ‫ج‬ ُ ‫ وََر‬.‫ل َوآَناَء الن َّهاِر‬ ِ ْ ‫م ب ِهِ آَناَء الل ّي‬َ ‫ فََقا‬،‫ب‬ َ ‫ال ْك َِتا‬
.‫ل َوآَناَء الن َّهاِر‬ ِ ْ ‫صد ّقَ ب ِهِ آَناَء الل ّي‬
َ َ ‫مال ً فَت‬ َ
Dari Ibn Umar RA berkata, “Rasulullah SAW bersabda,
‘Dilarang iri kecuali kepada dua orang: seseorang yang
Allah berikan Kitab Suci ini (Al Qur’an) sehingga ia
mengamalkannya siang dan malam. Dan, seseorang yang Allah
berikan harta sehingga ia menginfakkannya siang dan
malam.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)38

akhirat, dan barangsiapa yang membaca sebagian saja, maka


tingkatannya sesuai dengan bacaannya itu. Sehingga puncak
pahalanya sesuai dengan akhir bacaannya.
37
Tuhfatu al-Ahwadzi (8/232), Mukhtashar Sunan Abu Dawud
(1414), dan Sunan Ibnu Majah nomor (3780) dari hadits Abu
Sa’id Al Khudri. Disebutkan dalam Az-Zawaid, “Pada
silsilah perawinya terdapat ‘Athiyyah Al ‘Aufi yang
dlaif.” Lihat At-Targhib wa at-Tarhib (2/350).
Aku berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad
(2/192) dari Abdullah bin ‘Amru, dan (2/471) dari Abu
Hurairah atau dari Abu Sa’id. Al A’masy meragukannya.”
38
Fath al-Bari (9/73) dan Shahih Muslim (2/201).
Aku berkata: Bukhari memasukkan hadits ini dalam bab
‘Ghibthah (iri yang terpuji) kepada Pemilik Al Qur’an’
sebagaimana sebelumnya ia memasukkannya dalam bab
‘Ghibthah pada Ilmu dan Hikmah’, hal itu untuk
HADITS KEENAM BELAS

‫عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الللله صلللى الللله‬
َ ‫ه ال ُْقْرآ‬
‫ن‬ ُ ‫م‬ َ ّ ‫ل عَل‬ٍ ‫ َرج‬:‫ن‬ ِ ْ ‫سد َ إ ِل ّ ِفي اث ْن َت َي‬ َ ‫ح‬ َ َ ‫ ل‬:‫عليه وسلم قال‬
:‫ل‬ َ ‫ه فََقللا‬ ُ ‫جللاٌر ل َل‬ َ ‫ه‬ ُ َ ‫مع‬ ِ ‫سل‬ َ َ‫ ف‬،‫ل َوآَناَِء الن ّهَللاِر‬ ِ ْ ‫فَهُوَ ي َت ْل ُوْهُ آَناَء الل ّي‬
ُ ُ
ُ ‫مل‬
.‫ل‬ َ ْ‫مللا ي َع‬ َ ‫ل‬ َ ‫مث ْل‬ِ ‫ت‬ ُ ‫مل ْل‬ ِ َ‫ن فَع‬ ٌ َ ‫ي فُل‬ َ ‫مللا أوْت ِل‬ َ ‫ل‬ َ ْ ‫مث‬ ِ ‫ت‬ُ ْ ‫ل َي ْت َِني أوْت ِي‬
:‫ل‬ٌ ‫جل‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ فََقللا‬،‫ل‬ ّ ‫حل‬ ِ ْ ‫ه فِللي ال‬ ُ ‫مللال ً فَهُلوَ ي َهْل ِك ُل‬ َ ‫ه‬ ُ ‫ل آَتاهُ الل‬ ٍ ‫ج‬
ُ ‫وََر‬
ُ ُ
.‫ل‬ ُ ‫م‬ َ ْ‫ما ي َع‬َ ‫ل‬ َ ْ ‫مث‬ ِ ‫ت‬ ُ ْ ‫مل‬ ِ َ‫ن فَع‬ ٌ ‫ي فَل‬ َ ِ ‫ما أوْت‬ َ ‫ل‬ َ ْ ‫مث‬ ِ ‫ت‬ُ ْ ‫ل َي ْت َِني أوْت ِي‬
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Dilarang iri kecuali kepada dua orang: seseorang yang
diberi kepandaian Al Qur’an sehingga ia membacanya pagi
dan petang. Maka tetangganya mendengar dan berkata,
‘Andaikan saja aku diberikan seperti yang didapatkan si
Fulan, maka aku akan melakukan seperti yang ia lakukan.’
Dan seseorang yang Allah SWT berikan harta sehingga ia
menghabiskannya dalam kehalalan,39 maka seorang lelaki

menunjukkan bahwa rasa iri yang disebutkan pada hadits


ini termasuk dalam ghibthah, yaitu: mengharapkan apa yang
pada orang lain, tanpa menginginkan sesuatu itu sirna
dari orang lain tersebut. Keinginan seperti ini namanya
persaingan. Apabila dalam ketaatan maka ia terpuji,
disebutkan dalam ayat Al Qur’an: “Dan untuk yang demikian
itu hendaknya orang berlomba-lomba.” Namun, jika hal
tersebut untuk kemaksiatan, maka itulah yang tercela.
Disebutkan dalam Al Qur’an: “Janganlah kalian saling
bersaing.”
Adapun makna iri adalah: mengharapkan sirnanya kenikmatan
orang lain dan menginginkannya hanya untuk dirinya
sendiri. Orang yang bersifat demikian itu sangat tercela.
39
Dalam riwayat Bukhari berbunyi “fil haq” (Dalam
kebenaran).
berkata, ‘Andaikan aku diberikan seperti yang didapatkan
si Fulan, maka aku akan melakukan seperti yang ia
lakukan.’”
(H.R. Bukhari)40

HADITS KETUJUH BELAS

‫ قال رسول الله صلى‬:‫عن ابن عمر رضي الله عنهما قال‬
‫م‬ُ ُ‫ وَل َ ي ََنال ُه‬،‫م ال َْفَزعُ الك ْب َُر‬ ُ ُ‫ة ل َ ي َهُوْل ُه‬ ٌ َ ‫ ث َل َث‬:‫الله عليه وسلم‬
‫ب‬ِ ‫سا‬ َ ‫ح‬ ِ ‫ن‬ ْ ‫م‬ ِ َ‫حّتى ي َْفُرغ‬ َ ‫ك‬ ٍ ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ ‫ن‬ ْ ‫م‬ِ ‫ب‬ ٍ ْ ‫م عََلى ك َث ِي‬ ْ ُ‫ ه‬،‫ب‬ ُ ‫سا‬َ ‫ح‬ ِ ْ ‫ال‬
َ
ً ْ‫م ب ِهِ قَو‬
،‫ما‬ ّ ‫جهِ اللهِ َوأ‬ ْ َ‫ن ا ِب ْت َِغاَء و‬ َ ‫ل قََرأ ال ُْقْرآ‬ ٌ ‫ج‬ ُ ‫ َر‬:‫خل َِئق‬ َ ْ ‫ال‬
ٌ ‫ وَعَب ْد‬.‫ه‬ ِ ‫جهِ الل‬ ْ َ‫صل َةِ ا ِب ْت َِغاَء و‬ ّ ‫عو إ َِلى ال‬ ُ ْ ‫داٍع ي َد‬ َ َ‫ و‬.‫ن‬ َ ْ ‫ضو‬ ُ ‫م َرا‬ ْ ُ‫وَه‬
.‫ه‬ ً
ِ ْ ‫وال ِي‬
َ ‫م‬
َ ‫ن‬ َ ْ ‫ه وَب َي‬ُ َ ‫ما ب َي ْن‬
َ ْ ‫ وَفِي‬،‫ه‬ ِ ّ ‫ن َرب‬َ ْ ‫ه وَب َي‬ ُ َ ‫ن ب َي ْن‬
َ ‫س‬َ ‫ح‬ ْ ‫أ‬
Dari Ibn Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tiga
orang yang takkan terkejut dengan hari kiamat dan takkan
(takut) pada hari perhitungan41, mereka berada di atas
bukit kesturi hingga tuntas penghitungan seluruh makhluk:
seseorang yang membaca Al Qur’an demi mengharap ridla
Allah dan dengannya ia memimpin suatu kaum serta mereka
ridla dengannya; seorang dai yang menyerukan shalat demi
mengharap ridla Allah, serta seorang hamba yang berlaku
baik antara dirinya dengan Tuhannya, juga antara dirinya
dengan pembantu-pembantunya.’”
40
Fath al-Bari (9/73).
Dalam hadits ini terdapat pembatasan yang ditekankan,
yaitu pada sabda beliau SAW, “Sehingga ia menghabiskannya
dalam kebenaran”, seolah-olah ketika seseorang hendak
menghabiskan hartanya dalam kemubadziran dari segi
umumnya kata membelanjakan harta, maka di sini dibatasi
dengan kata “dalam kebenaran”. wallahu a’lam.
41
Di dalam manuskrip dengan kata “alhasanât” (kebaikan),
dan itu salah.
(H.R. Ath Thabrani dalam al Awsath dan ash Shaghir
dengan silsilah periwayatan cukup bagus.42 Begitu pula
dalam al Kabir, dengan ditambah di awalnya: “Berkata Ibnu
Umar RA, ‘Kalaulah aku tidak mendengarnya dari Rasulullah
SAW berkali-kali -hingga ia menghitungnya sampai tujuh
kali-, niscaya takkan kuberitahukan.” Adapun lafal di al-
Kabir yang seperti di ash-Shaghir adalah: “Tiga (orang)
yang berada di atas bukit kesturi pada hari kiamat,
mereka takkan gempar dengan kegoncangan hari itu dan
mereka tidak takut sampai selesai perhitungan semua
manusia: seseorang yang mempelajari Al Qur’an, lalu ia
melaksanakannya demi mencari keridlaan Allah; seseorang
yang menyerukan shalat setiap hari lima kali demi
mengharap keridlaan Allah; serta seorang hamba sahaya
yang mana perbudakan di dunia tak menghalanginya dari
mentaati Tuhannya.”)43

42
Berkata Al Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id (1/328):
“Diriwayatkan oleh At Tirmidzi dengan ringkas, dan telah
diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam al-Awsath dan ash-
Shaghir. Di dalam sanadnya ada Abdus Shamad bin Abdul
Aziz Al Muqri yang disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam
kitab ats-Tsiqat.
43
Al Mu’jam al Kabir (12/ nomor:13584) dengan redaksi
yang disebutkan di sini, dan dalam Al Jami’ ash Shaghir
nomor (3499). Berkata Al Haitsami dalam Majma’uz Zawa’id
(1/327): “Aku katakan: ‘-Diriwayatkan oleh At Tirmidzi
dengan selain redaksi ini- diriwayatkan oleh Ath Thabari
dalam al-Kabir, dan di dalam sanadnya terdapat Bahr bin
Katsir As Saqa’, dia dlaif.” Berkata Al Munawi, “Bahkan
dia matruk”. Berkata Al Albani dalam Dlaif al-Jami’
(3577), “Dlaif.”
Jadi, sebagaimana mereka di dunia takut kepada Allah,
lalu dengan berdzikir hati mereka tenang, maka balasan
mereka di akhirat adalah ketenangan ketika semua orang
HADITS KEDELAPAN BELAS

‫ث رسول الله صلى‬ َ َ‫ ب َع‬:‫عن أبي هريرة رضي الله عنه قال‬
َ ‫ َفاس لتْقرأ‬،‫ َفاستْقرأ َهُم‬،‫ وهُم ذ ُو عَدد‬،‫الله عليه وسلم بعًثا‬
َ َ ْ ْ َ َ ْ ٍ َ ْ ْ َ َْ
‫ى‬َ ‫علل‬ َ ‫ فَللاَتى‬- ‫ن ال ُْقلْرَأن‬ َ ‫مل‬ ِ ‫ه‬ ُ ‫مع َ ل‬ َ ‫مللا‬ َ ‫ ي َْعني‬- ‫م‬ ْ ُ‫من ْه‬ِ ‫ل‬ ٍ ‫ج‬ ُ ‫ل َر‬ ّ ُ‫ك‬
َ ‫رجل م‬
‫مِعللي‬ َ :‫ن؟ قال‬ ُ َ ‫ك َيا فُل‬ َ َ ‫مع‬ َ ‫ما‬ َ :‫ل‬ َ ‫ فََقا‬،‫سّنا‬ ِ ‫م‬ ْ ُ‫حد َث َه‬ ْ ‫نأ‬ ْ َ ٍ ُ َ
َ
:‫ة؟ قللال‬ ِ ‫سوَْرة ال ْب ََق لَر‬ ُ ‫ك‬ َ َ ‫مع‬ َ ‫ أ‬:‫ قال‬.‫ة‬ ِ ‫سوَْرةَ ال ْب ََقَر‬ ُ َ‫ذا و‬ َ َ ‫ذا وَك‬ َ َ‫ك‬
َ ‫ فََقللا‬.‫م‬ َ َ
‫ن‬ ْ ‫ملل‬ ِ ‫ل‬ ٌ ‫جلل‬ ُ ‫ل َر‬ ْ ‫هلل‬ ُ ‫مي ُْر‬ ِ ‫تأ‬ َ ْ ‫ َفللأن‬،‫ب‬ ْ ‫هلل‬ َ ْ ‫ ا ِذ‬:‫ َفقللال‬.‫م‬ ْ ‫ن ََعلل‬
َ َ ‫شلي‬ َ ّ ‫م ال ْب ََقَرةَ إل‬ َ ‫ والله ما منعِني أ‬:‫شرافهم‬ َ
َ‫ن ل‬ ْ ‫ةأ‬ َ ْ ‫خ‬ َ ّ ‫ن أت َعَل‬ ْ ََ َ َ ِ ْ ِ ِ َ ْ ‫أ‬
َ
‫وا‬ ْ ‫ملل‬ ُ ّ ‫ ت َعَل‬:‫ َفقال رسول الله صلى الله عليه وسلم‬.‫م ب َِها‬ َ ْ‫أقُو‬
َ ُ
‫م‬ َ ‫ه فََقلَرأهُ وَقَللا‬ ُ ‫م‬ َ ّ ‫ن ت َعَل‬ ْ ‫م‬َ ِ‫ن ل‬ ِ ‫ل ال ُْقْرآ‬ َ َ ‫مث‬َ ‫ن‬ ّ ‫ َفإ‬،‫ه‬ ُ ْ‫ن َواقَْرأو‬ َ ‫ال ُْقْرآ‬
،‫ن‬ ٍ ‫كللا‬ َ ‫م‬ َ ‫ل‬ ّ ‫كلل‬ُ ‫ه ِفي‬ ُ ‫ح‬ ُ ْ ‫ح رِي‬ ُ ْ‫كا ي َُفو‬ ً ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ ٍ ‫شو‬ ُ ‫ح‬ ْ ‫م‬ َ ‫ب‬ ٍ ‫جَرا‬ ِ ‫ل‬ ِ ‫ب ِهِ كمث‬
ُ
‫ي‬ َ ‫ب أوْك ِل‬ ٍ ‫ج لَرا‬ ِ ‫ل‬ ِ َ ‫مث‬ َ َ ‫جوْفِهِ ك‬ َ ‫ه فَي َْرقُد ُ وَهُوَ ِفي‬ ُ ‫م‬ َ ّ ‫ن ت َعَل‬ ْ ‫م‬ َ ‫ل‬ ُ ْ ‫مث‬ ِ َ‫و‬
.‫ك‬ ٍ ‫س‬ ْ ‫م‬ ِ ‫عََلى‬
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Rasulullah SAW
mengutus utusan berjumlah beberapa orang. Maka beliau
meminta mereka untuk membaca hafalannya. Beliau meminta
setiap orang untuk membaca –yakni membaca hafalan Al
Qur’annya-, maka beliau mendatangi seorang lelaki yang
paling muda di antara mereka. Beliau bertanya, ‘Apa yang
kamu hafal, hai anak muda?’ Jawabnya, ‘Aku hafal ini,
ini, dan Surat Al Baqarah.’ Beliau bersabda, ‘Benarkah
kamu hafal Surat Al Baqarah?’ jawabnya, ‘Iya.’ Beliau
bersabda, ‘Pergilah! Kamu menjadi pemimpin rombongan
ini.’ Maka berkata seorang lelaki dari pembesar mereka,
‘Demi Allah, tak ada yang menghalangiku untuk mempelajari
Al Baqarah, kecuali karena aku takut tak dapat
takut dan gentar.
melaksanakannya.’ Rasulullah SAW bersabda, ‘Pelajarilah
Al Qur’an dan bacalah, karena perumpamaan Al Qur’an bagi
orang yang mempelajarinya, membacanya, dan
melaksanakannya bagaikan sebuah kantung yang berisi
kasturi yang wanginya semerbak menyebar. Dan, perumpamaan
orang yang mempelajarinya kemudian ia tidur (tidak
melaksanakannya) sedangkan ia menghafalnya, bagaikan
kantung kasturi yang terikat.’”
(H.R. At Tirmidzi dan lafal hadits ini miliknya, ia
berkata, “Hadits hasan.” Juga Ibnu Majah secara ringkas
dan Ibnu Hibban dalam shahihnya).44

HADITS KESEMBILAN BELAS

‫ عن عبد الله بن عمرو بن العللاص رضللي الللله عنهمللا أن‬.


َ
َ ‫ن قَلَرأ ال ُْقلْرآ‬
‫ن‬ ْ ‫مل‬
َ :‫رسول الله صلى الله عليه وسلللم قللال‬
44
Tuhfatu al-Ahwadzi (8/186). Berkata At Tirmidzi,
“Hadits ini diriwayatkan dari Sa’id Al Maqbari dari
‘Atha, pembantunya Abu Ahmad, dari Nabi SAW secara
mursal.” Diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (217) dari
kalimat yang berbunyi “ta’allamû al qur’ân..”
(pelajarilah Al Qur’an...)’ Lihat: At-Targhib wa at-
Tarhib (2/352).
Hadits ini menyatakan bahwa barakah orang yang membaca Al
Qur’an akan sampai kepada orang lain yang
mendengarkannya, sehingga mereka yang mendengarkan
mendapatkan pahala dan ketenangan hati. Perumpamaannya
seperti sebuah kantung kasturi yang ketika dibuka
wanginya semerbak ke sekelilingnya.
Adapun orang yang memperlajari Al Qur’an dan tidak
membacanya, maka ia takkan mendapatkan barakahnya dan
bahkan menjadi penghalang barakah itu bagi orang lain di
sekitarnya. Perumpamaannya bagaikan kantung kasturi yang
terikat sehingga wanginya tak sampai kepada siapapun.
َ
َ ‫ ل‬،‫ه‬ ِ ‫حى إل َي ْل‬ َ ْ‫ه ل َ ي ُلو‬ ُ ‫جن ْب َي ْلهِ غَي ْلَر أن ّل‬
َ ‫ن‬ َ ‫ج الن ّب ُوَةَ ب َي ْل‬ ْ ِ ‫فََقد ْ ا‬
َ ‫ست َد َْر‬
َ ‫حب ال ُْقرآ‬
‫ل‬ ٍ ‫جه ْ ل‬َ َ ‫م لع‬ َ ‫جه َ ل‬
َ ‫ل‬ ْ َ ‫جلد ّ وَل َ ي‬ َ َ ‫مع‬ َ َ ‫جد‬ ِ َ‫ن ي‬ ْ ‫نأ‬ ِ ْ ِ ِ ‫صا‬ َ ِ ‫ي َن ْب َِغي ل‬
ُ َ ‫جوْفِهِ ك َل‬
.‫م الله تعالى‬ َ ‫وَِفي‬
Dari Abdullah bin ‘Amru RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang membaca Al Qur’an, maka kenabian telah
mendekatinya, hanya saja ia tak mendapatkan wahyu.
Sebaiknya pemilik Al Qur’an itu tidak bersikap keras
bersama orang yang keras dan tidak berbuat bodoh (jahat)
bersama orang bodoh, sedangkan di dalam hatinya ada
Kalamullah.’”
(H.R. Al Hakim, dan ia berkata, “Silsilah
periwayatannya shahih.”)45

HADITS KEDUA PULUH

‫عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما ان رسول الله‬


‫ن‬ِ ‫شَفَعا‬ْ َ‫ن ي‬ُ ‫م َوال ُْقْرآ‬
ُ ‫صَيا‬ ّ ‫ ال‬:‫صلى الله عليه وسلم قال‬
‫ب‬
َ ‫شَرا‬ ّ ‫م َوال‬ َ ‫ه الط َّعا‬ ُ ُ ‫من َعْت‬
َ ‫ب‬
ّ ‫ أي َر‬:‫م‬
ُ ‫صَيا‬
ّ ‫ل ال‬ ِ ْ ‫ل ِل ْعَب‬
ُ ْ‫ ي َُقو‬،‫د‬

ِ ْ ‫م ِبالل ّي‬
،‫ل‬ َ ْ‫ه الن ّو‬
ُ ُ ‫من َعْت‬ ُ ‫ل ال ُْقْرآ‬
َ :‫ن‬ ُ ْ‫ وَي َُقو‬- ِ‫شّفعِْني فِي ْه‬ َ َ‫ ف‬،‫ِبالن َّهاِر‬
.‫ن‬ ِ ‫شَفَعا‬ ْ َ ‫شّفعِْني فِي ْهِ – فَي‬ َ َ‫ف‬
Dari Abdullah bin ‘Amru RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Puasa dan Al Qur’an memberi syafaat kepada seorang
hamba. Berkata puasa, ‘Tuhanku aku telah melarangnya dari
makanan dan minuman pada siang hari, maka jadikanlah aku
syafaat untuknya.’ Dan, berkata Al Qur’an, ‘Aku telah
melarangnya dari tidur pada malam hari, maka jadikanlah
aku syafaat untuknya.’ Sehingga mereka berdua memberikan
syafaat.’”46
45
Al-Mustadrak (1/552) dan Adz Dzahabi menyepakatinya.
46
Makna “memberikan syafa’at” adalah memohonkan untuknya
pahala.
(H.R. Ahmad, Ibnu Abi Ad Dunya dalam Kitab Al Jû’,
Ath Thabrani dalam al-Kabir, dan Al Hakim. Lafal ini
miliknya dan ia berkata, “Shahih dengan syarat Muslim”)47

HADITS KEDUA PULUH SATU

‫ قال رسول الله‬:‫عن أبي ذر الغفاري رضي الله عنه قال‬


‫ن إَلى اللهِ ت ََعاَلى‬
َ ْ‫جعُو‬ ْ ُ ‫ إ ِن ّك‬:‫صلى الله عليه وسلم‬
ِ ‫م ل َ ت َْر‬
َ
.‫ه‬ َ ‫ ي َعِْني ال ُْقْرآن – ظ َهََر‬- ‫ه‬
ُ ْ ‫من‬ ُ ْ ‫من‬
ِ ‫ج‬ َ ‫خَر‬
َ ‫ما‬
ّ ‫م‬ َ ْ‫يٍء أف‬
ِ ‫ضل‬ َ ِ‫ب‬
ْ ‫ش‬
Dari Abu Dzar RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Sesungguhnya kalian takkan kembali kepada Allah dengan
sesuatu yang lebih baik daripada yang keluar dari-Nya –
yakni Al Qur’an- tampak dari-Nya.’”
(H.R. Al Hakim, menurutnya hadits ini shahih, juga
Abu Dawud dalam al Marâsil (kumpulan hadits-hadits
mursal).48

Makna ‘jadikanlah aku syafaat untuknya’ adalah agar


dibolehkan mengharapkan pengampunan untuknya sebagai
kemuliaan dari Allah, “Siapakah yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya.”
47
Demikian yang dikatakan oleh Al Mundziri dalam At-
Targhib wa at-Tarhib (2/353). Lihat: Al Musnad (2/174).
Aku berkata: “Di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi’ah.” Al
Haitsami berkata dalam al-Majma’ (3/181), “Diriwayatkan
oleh Ahmad, Ath Thabrani dalam al-Kabir. Para perawi Ath
Thabrani adalah perawi yang shahih. Juga Al Hakim dalam
Al Mustadarak (1/554). Disepakati oleh Adz Dzahabi. Al
Albani berkata dalam Shahih al-jami’ (3776), “Shahih.”
48
Demikian yang dikatakan oleh Al Mundziri dalam at-
Targhib wa at-Tarhib (2/354), ucapan selengkapnya adalah:
“...dari Jubair bin Nadlir”. Aku berkata: “Riwayat At
Tirmidzi seperti yang ada dalam at-Tuhfah (8/230) dan
lihatlah Al Mustadrak (1/555), juga disepakati oleh Adz
HADITS KEDUA PULUH DUA

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫عن أنس رضي الله عنه قال‬
َ
‫م َيا‬ْ ُ‫ن ه‬ْ ‫م‬ َ :‫وا‬ْ ُ ‫ َقال‬.‫س‬ِ ‫ن الّنا‬ َ ‫م‬
ِ ‫ن‬ َ ْ ‫ن للهِ أهْل ِي‬ّ ‫ إ‬:‫عليه وسلم‬
.‫ه‬
ُ ُ ‫صت‬
ّ ‫خا‬َ َ‫ل اللهِ و‬ ُ ْ‫م أ َه‬ ِ ‫ل ال ُْقْرآ‬
ْ ُ‫ن ه‬ ُ ْ‫ أ َه‬:‫ل الله؟ قال‬
َ ْ ‫سو‬
ُ ‫َر‬
Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah mempunyai para ahli dari manusia. Para sahabat
bertanya, ‘Siapakah mereka wahai Rasulullah SAW?’ Beliau
bersabda, ‘Pemilik Al Qur’an itulah para ahli Allah dan
orang-orang terdekatnya.’”

Dzahabi. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Kitab Az Zuhd. Al


Albani menganggapnya dlaif.”
Aku berkata: “Di dalam hadits Abi Umamah -yang
diriwayatkan oleh At Tirmidzi dan ia berkata tentangnya:
“Hadits hasan gharib.”- berbunyi (...seorang hamba takkan
mendekati Allah kecuali dengan apa yang keluar darinya,
yakni Al Qur’an). Lihat: Tuhfatu al-Ahwadzi (8/229-230).
Makna “dari apa yang keluar dari-Nya” adalah berasal dari
Allah SWT dan turun kepada Nabi-Nya. Dikatakan juga
maknanya adalah apa yang keluar dari seorang hamba, yaitu
yang diucapkan di lisannya, dihafal di dadanya, dan
ditulis dengan tangannya. Ada juga yang mengatkan
maknanya adalah apa yang keluar dari syariat-syariat-Nya
atau dari kitab suci-Nya. Huruf ‘Ma’ adalah istifhamiyah
(kata tanya) untuk inkar, boleh juga diartikan dekat,
yakni apa yang dekat dengannya. Berkata Abu An Nadlar
(salah seorang perawi hadits Abu Umamah), “Yakni Al
Qur’an, dan penafsiran ini lebih baik bagiku (Al
Mubarkafuri), yakni dlamir kata “minhu” kembali kepada
Allah, sehingga maksud dari “apa yang keluar darinya”
adalah apa yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi-Nya,
yaitu Al Qur’an.
(H.R. An Nasai, Ibnu Majah, Al Hakim, dan dihukumi
shahih oleh Al Mundziri).49

HADITS KEDUA PULUH TIGA


َ
ْ َ‫ن ل‬
‫م‬ َ ‫ن قََرأ ال ُْقْرآ‬ ْ ‫م‬ َ :‫عن ابن عباس رضي الله عنهما قال‬
َ
ّ ُ ‫ } ث‬:‫ك قوله عز وجل‬
ُ‫م َرد َد َْناه‬ َ ِ ‫ وَذ َل‬،‫ر‬ ُ ُ‫ل ال ْع‬
ِ ‫م‬ ِ َ ‫ي َُرد ّ إ َِلى أْرذ‬
َ
‫ن قََرؤُْوا‬ َ ْ ‫ إل ّ ال ّذِي‬:‫وا{ قال‬
ْ ُ ‫من‬
َ ‫نآ‬ َ ْ ‫ن إل ّ ال ّذِي‬ َ ْ ‫سافِل ِي‬َ ‫ل‬َ ‫سَف‬ ْ ‫أ‬
َ ‫ال ُْقْرآ‬
.‫ن‬
49
Sunan Ibnu Majah nomor (215). Disebutkan dalam Az
Zawaid , “Silsilah periwayatannya shahih. An Nasai
meriwayatkannya dalam as-Sunan al-Kabir bab: “Keutamaan-
keutamaan Al Qur’an”. Silsilah perawinya sama seperti
pada Ibnu Majah.” Hal ini, juga dinyatakan oleh Al Mizzi
dalam Tuhfatu al-Asyraf (1/98). Hadits ini juga
diriwayatkan dalam Al Mustadrak (1/556). Al Hakim
berkata, “Hadits ini telah diriwayatkan dari tiga
silsilah periwayatan dari Anas. Ini salah satunya.” Adz
Dzahabi menyepakatinya.
Al Mundziri menganggap shahih hadits ini, sebagaimana
disebutkan dalam At-Targhib wa at-Tarhib (2/354). Begitu
pula Imam Ahmad meriwayatkannya dalam Al-Musnad (3/127
dan lainnya), dan Ad Darami dalam Fadlail Al Qur’an
(2/311). Berkata Syaikh Al Albani dalam Shahih al-Jami’
(1261), “Shahih.” Hadits ini juga dinasabkan kepada Ath
Thayalisi, Abu Nua’im dalam al-Hilyah, Ibnu Nashr, dan
Ibnu ‘Asakir.”
Al Munawi berkata, “Yang dimaksud dengan ahli Allah dan
orang-orang terdekatnya adalah orang-orang yang
menghususkan dirinya untuk mengabdi kepada Allah.”
Menurut Al ‘Askari ini adalah majaz dan perumpamaan.
Karena saat mereka di dekatkan dan dikhususkan, maka
mereka seperti ahli atau keluarga-Nya.
Dari Ibnu Abbas RA, berkata, “Barangsiapa membaca Al
Qur’an takkan dikembalikan kepada sehina-hinanya umur.
Itu adalah makna firman Allah, ‘Kemudian Kami kembalikan
dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka),’ ia
berkata, ‘Kecuali orang-orang yang membaca Al Qur’an.’”
(H.R. Al Hakim, dan ia berkata “Silsilah perawinya
shahih.”)50

HADITS KEDUA PULUH EMPAT

‫ قللال رسللول الللله‬:‫عن ابن عباس رضي الللله عنهمللا قللال‬


ُ ُ ‫شللرا‬َ
ِ ‫ة ال ُْقللْرآ‬
‫ن‬ ُ ‫مَللل‬
َ ‫ح‬
َ ‫مِتللي‬
ّ ‫فأ‬ َ ْ ‫ أ‬:‫صلللى الللله عليلله وسلللم‬
َ
ِ ْ ‫ب الل ّي‬
.‫ل‬ ُ ‫حا‬
َ ‫ص‬
ْ ‫وَأ‬
Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Semulia-mulia umatku adalah para pembawa Al Qur’an dan
orang yang sering shalat malam.”
(H.R. Al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman, dan Ibnu Abi
Ad Dunya).51

50
Al-Mustadrak (2/528-529) dan Adz Dzahabi
menyepakatinya.
Makna “takkan di kembalikan ke sehina-hinanya umur”
adalah takkan sampai pada ketuaan, pikun dan lemah. Tapi
Allah SWT akan memuliakannya dengan kesehatan, kekuatan
dan tidak pikun.
51
Dalam Al-Jami’ ash-Shaghir nomor (1063) dinasabkan
kepada Ath Thabrani dalam al-Kabir, dan kutemukan dengan
nomor (12662). Berkata Al Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid
(7/161), “Di dalam sanadnya ada Sa’ad bin Sa’id Al
Jurjani, seorang yang dlaif.” Aku berkata, “Di dalam
sanadnya juga ada Nahsyal, seorang yang matruk. As
Suyuthi mengisyaratkan bahwa ia dlaif.”
Begitu pula hadits ini diriwayatkan oleh Al Khatib Al
Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (4/124) dan (8/80). Al
HADITS KEDUA PULUH LIMA

‫ن‬
ّ ‫عن عبد الرحمن بلن شلبل الْنصلارى رضلي اللله عنله ا‬
ْ ‫مُللل‬
‫وا‬ َ ْ‫ن َواع‬ َ ‫ اقَْرؤُْوا ال ُْقللْرآ‬:‫ل‬ َ ‫صّلى الله عليه وسلم َقا‬ َ ‫الن ِّبي‬
‫س لت َك ْث ُِرْوا‬ ُْ ‫وا فِي ْهِ وَل َ ت َلأ ْك ُل‬
ْ َ ‫وا ب ِلهِ وَل َ ت‬ ْ ُ ‫ه وَل َ ت َغْل‬
ُ ْ ‫وا عَن‬ ْ َ ‫ب ِهِ وَل َ ت‬
ْ ‫جُف‬
.‫ه‬
ِ ِ‫ب‬
Dari Abdurrahman bin Syabal Al Anshari RA bahwa Nabi
SAW bersabda, “Bacalah Al Qur’an dan berbuatlah (sesuai)
dengannya. Jangan kalian jauh darinya, jangan berlebihan
di dalamnya, jangan kalian makan dengannya, dan jangan
kalian memperbanyak dengannya.”52

Albani berkata dalam Dla’if al-Jâmi’ (972), “Maudlu’,”


dan ia berkata dalam Takhrij al-Misykat nomor (1239),
“Dla’if jiddan” (lemah sekali).
“Hamalatul Qur’an” (Pembawa Al Qur’an) adalah para
penghafalnya yang menyimpannya di dalam dada mereka, yang
mengetahui apa yang dibaca, juga melaksanakan
kandungannya.
“Ash hâbul lail” (Pemilik malam) adalah yang
menghidupkannya dengan berbagai macam ibadah, seperti
shalat, dzikir, tilawah, istighfar, berdoa, dll. Inilah
kemuliaan yang besar itu.
52
“Jangan kalian jauh darinya” yakni senantiasa
bersamanya dan jangan pernah meninggalkan membacanya.
“Jangan kalian berlebihan di dalamnya” yakni jangan
berlebihan membacanya, sehingga meninggalkan ibadah-
ibadah yang lain. Jadi, jauh darinya tidak bagus,
begitupula berlebihan dalam membacanya. Keduanya tercela.
Allah SWT telah memerintahkan kita agar bersikap seimbang
dalam segala hal.
“Jangan kalian makan dan meminta lebih dengannya” yakni
jangan kalian menjadikannya sebagai alat untuk
(H.R. Ahmad, Abu Ya’la, Ath Thabrani, dan Al
Baihaqi).53

HADITS KEDUA PULUH ENAM

‫مّر عََلى قَللاِرىٍء‬ َ


َ ‫ه‬ ُ ّ ‫ أن‬:‫صْين رضي الله عنه‬ َ ‫ح‬
ُ ‫مَران بن‬ ْ ُ‫عن ع‬
‫ول اللله‬ ْ ‫سل‬ُ ‫ت َر‬ ُ ْ ‫مع‬ ِ ‫سل‬ َ :‫ل‬َ ‫م قَللا‬
ّ ‫ ث ُل‬.‫ع‬
َ ‫ج‬ ْ ‫ َفا‬،‫ل‬
َ ‫ست َْر‬ َ َ ‫سأ‬
َ ‫م‬
ُ
ّ ُ ‫ ث‬،‫ي َْقَرأ‬
َ ‫ من قَرأ َ ال ُْقرآن فَل ْي‬:‫صلى الله عليه وسلم يقول‬
ِ‫ل الللله‬
ِ ‫سأ‬ ْ َ َ ْ َ ْ َ
.‫س‬ ‫نا‬ ‫ال‬ ‫به‬ ‫ن‬ ‫و‬ ُ ‫ل‬َ ‫ َفإنه سيجئ أ َقْوام يْقرؤُون ال ُْقرآن يسأ‬،‫به‬
َ ّ ِ َ ْ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ٌ َ ُ ِ َ َ ُ ّ ِ ِ
Dari Umran bin Hushain RA, “Bahwasannya ia melewati
seorang qari’ yang sedang membaca Al Qur’an, selesai
membaca qari’ itu meminta-minta. Maka ia mengucapkan
“innâ lillahi...”54 Kemudian ia berkata, “Aku mendengar

mengumpulkan harta dunia.


53
Al-Musnad (3/428), berkata Al Haitsami dalam al-Majma’
(4/95), “Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Ya’la dengan
ringkas, Ath Thabrani dalam al-Kabir dan al-Awsath.
Perawinya tsiqat.” Dan ia berkata dalam (7/167-168),
“Diriwayatkan oleh Ahmad dan Al Bazzar seperti hadits di
atas. Para perawi Ahmad tsiqat.” Syaikh Al Albani berkata
dalam ash-Shahih nomor (260), “Bahkan sanadya shahih…”
54
Yakni menyebut kalimat “Inna lillahi wa inna ilaihi
raji’un”, karena sang Qari’ terkena musibah ini, yaitu
meminta-minta kepada manusia dengan bacaan Al Qur’an,
atau karena Umran menyaksikan keadaan buruk ini, dan itu
adalah musibah.
“Maka mintalah kepada Allah dengan Al Qur’an” yakni
dengan barakah bacaan Al Qur’an mintalah kepada Allah SWT
segala permasalahan dunia dan akhirat. Atau maksudnya,
jika ia melalui ayat rahmat maka sebaiknya meminta kepada
Allah, dan jika ia melewati ayat ancaman maka memohon
perlindungan-Nya, bisa juga dengan berdoa kepada Allah
setelah membaca Al Qur’an dengan do’a-doa’ yang ma’tsur.
Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang membaca Al
Qur’an maka mintalah kepada Allah dengannya. Karena akan
datang suatu kaum yang membaca Al Qur’an yang dengannya
mereka meminta-minta kepada manusia.”
(H.R. At Tirmidzi, dan ia berkata, “Hadits hasan.”)55

HADITS KEDUA PULUH TUJUH

‫ قال رسول الله صلى‬:‫عن أبي هريرة رضي الله عنه قال‬
ِ ‫ن ِبال ُْقْرآ‬
.‫ن‬ ْ َ‫ن ل‬
ّ َ‫م ي َت َغ‬ ْ ‫م‬
َ ‫مّنا‬ َ ْ ‫ ل َي‬:‫الله عليه وسلم‬
ِ ‫س‬
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan
Al Qur’an.”
(H.R. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al
Hakim dari Sa’ad).56
Mayoritas ulama berpendapat: “Yaitu mereka yang
tidak membaguskan suaranya.” Sedangkan sebagian yang lain
mengatakan: “Tidak mencukupkan diri dengannya dan
mengambil (kitab-kitab) selainnya.”57

55
Tuhfatu al-Ahwadzi (8/234-235) dan Imam Ahmad
meriwayatkannya dalam al-Musnad (4/432-433).
56
Lihat: Fath al-Bari (13/501) sebagaimana disebutkan
juga dalam (9/68) dengan redaksi, “Allah tidak
mengizinkan sesuatu yang diizinkan untuk seorang nabi,
yaitu agar melagukan Al Qur’an. Berkata sahabatnya,
‘Maksudnya menjaharkannya (membacanya keras).” Juga dalam
Al Musnad (1/172 dan lainnya), di dalamnya “berkata
Waqi’, ‘Yakni mencukupkan diri.’” Serta Mukhtashar Sunan
Abu Dawud nomor (1419 dan 1420), dan Al Mustadrak (1/570)
dari Sa’ad dan dari Ibnu Abbas. Al Baihaqi
meriwayatkannya dalam As-Sunan (10/230) dari hadits
Sa’ad, Abu Huraira, dan Abu Lubabah.
57
Maksudnya adalah bukan termasuk orang yang melaksanakan
sunnah kami atau berjalan di jalan kami, orang yang tidak
HADITS KEDUA PULUH DELAPAN

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫عن بريدة رضي الله عنه قال‬
‫م‬َ ْ‫جاَء ي َو‬
َ ‫س‬ ُ ّ ‫ن ي َت َأ َك‬
َ ‫ل ب ِهِ الّنا‬
َ
َ ‫ن قََرأ ال ُْقْرآ‬ ْ ‫م‬َ :‫عليه وسلم‬
.‫م‬
ٌ ‫ح‬ْ َ ‫س عَل َي ْهِ ل‬
َ ْ ‫م ل َي‬ ٌ ْ ‫ه عَظ‬
ُ ُ ‫جه‬ َ ‫ال ِْقَيا‬
ْ َ‫مةِ وَو‬

membaguskan suaranya ketika membaca Al Qur’an. Karena hal


tersebut lebih menyentuh hati, lebih menarik perhatian
dan lebih enak untuk didengarkan. Dengan syarat tidak
merusak hukum-hukum tajwidnya. Semisal dengan
menyembunyikan sebuah huruf atau menambahkannya, karena
yang demikian itu haram hukumnya secara ijma’. Berkata
Ibn Abu Malikah, “Jikalau seseorang tidak bagus suaranya,
sebaiknya ia membaguskannya semampunya.”
Abu Ubaid memilih penafsiran “melagukan” dengan
“mencukupkan” dan ia berkata, “Hal tersebut boleh dalam
bahasa Arab.” Bukhari memilih untuk mengkhususkan kata
mencukupkan diri. Yaitu, mencukupkan diri dengan Al
Qur’an dan tidak mengambil kitab-kitab lainnya.
Pendapat yang lain mengatakan, “Maksudnya adalah orang
yang belum dicukupi oleh Al Qur’an dan bermanfaat bagi
keimanannya serta meyakini kebenaran-kebenaran di
dalamnya, dsb.”
Berkata Ibnu Al Jauzi, “Ada perbedaan dalam makna
‘melagukan’ menjadi empat pendapat:
Pertama: memperbaiki suara, kedua: mencukupkan diri,
ketiga: bersedih hati (kata Asy Syafi’e), dan keempat:
menyibukkan diri dengannya.”
Berkata Al Hafizh: “Di dalamnya ada pendapat lain seperti
yang dikatakan oleh Ibnu Al Anbari dalam Az-Zâhir ia
berkata: “Maksudnya adalah menikmatinya, sebagaimana para
pemusik menikmati musik.” Ia juga berkata, “Ada pendapat
lain yang bagus, yaitu menjadikannya (Al Qur’an) sebagai
Dari Buraidah RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang membaca Al Qur’an dan dengannya ia
meminta makan kepada orang lain, maka akan datang pada
hari kiamat dengan wajah berupa tengkorak tanpa daging.’”
(H.R. Al Baihaqi).58

HADITS KEDUA PULUH SEMBILAN

‫عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وسلم‬
َ
‫ن‬ِ ‫ن قَِراَءةِ ال ُْقْرآ‬ ْ ‫م‬
ِ ‫ل‬ ُ ‫ض‬ َ ْ‫صل َةِ أف‬ ّ ‫ن ِفي ال‬ ِ ‫ قَِراَءةُ ال ُْقْرآ‬:‫قال‬
‫ن‬
َ ‫م‬ِ ‫ل‬ ُ ‫ض‬َ ْ‫صلة أف‬ ّ ‫ وَقَِراَءةُ ال ُْقْرآن ِفى غَي ْرِ ال‬،‫ة‬ ِ َ ‫صل‬
ّ ‫ِفى غَي ْرِ ال‬
ُ َ‫صد َق‬ َ ‫ والتسبي‬،‫التسبيح والتك ْبير‬
‫ة‬ ّ ‫ َوال‬،‫ة‬ ِ َ‫صد َق‬
ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬ِ ‫ل‬ ُ ‫ض‬ َ ْ‫ح أف‬ ُ ِْ ْ ّ َ ِ ِْ ّ َ ِ ِْ ْ ّ
َ
.‫ن الّناِر‬َ ‫م‬ِ ‫ة‬ ٌ ّ ‫جن‬
ُ ‫م‬ُ ْ ‫صو‬ّ ‫ َوال‬،‫م‬
ِ ْ ‫صو‬ّ ‫ن ال‬ َ ‫م‬
ِ ‫ل‬ َ ْ‫أف‬
ُ ‫ض‬
Dari ‘Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Membaca Al Qur’an di dalam shalat lebih baik daripada di

senandungnya, sebagaimana seorang pengelana yang


menjadikan musik sebagai senandungnya.” Berkata Ibnu Al
A’rabi, “Bangsa Arab dahulu jika mengendarai unta mereka
bernyanyi, begitu pula jika duduk di pekarangannya dan di
setiap tempat. Ketika Al Qur’an turun, Nabi SAW ingin
mengganti senandung mereka dengan Al Qur’an, wallahu
a’lam.”
58
Dalam asy-Syu’ab. Berkata Al Munawi dalam al-Faidl
(6/196), “Berkata Ibnu Abi Hatim, ‘Hadits ini tak ada
asalnya bahwa ia merupakan hadits Rasulullah SAW.’”
Berkata Ibnu Al Jauzi, “Di dalam sanadnya ada Ali bin
Qâdim yang didlaifkan oleh Yahya, juga ada Ahmad bin
Dlamir yang didlaifkan oleh Ad Daraquthni. Adz Dzahabi
memasukkannya dalam kumpulan orang-orang yang matruk,ia
berkata, “Didlaifkan oleh Ibnu Mu’in dan ia dahulu
seorang syiah garis keras.” Berkata Al Albani dalam Dlaif
al-Jami’ nomor (5775): “Maudlu’.”
luar shalat. Membacanya di luar shalat lebih baik
daripada tasbih dan takbir. Tasbih itu59 lebih baik
daripada sedekah. Sedekah itu lebih baik daripada puasa.
Dan, puasa itu penghalang dari api neraka.”
(H.R. Ad Daraquthni dalam al-Ifrad, dan Al Baihaqi
dalam Syu’ab al-Iman).60

HADITS KETIGA PULUH

‫ل‬
ِ ‫ج‬
ُ ‫ قَِراَءةُ الّر‬: ‫عا‬ ً ْ‫مْرفُو‬َ ‫عن أوس بن أبي أوس الثقفي‬
‫ه ِفي‬ ُ ُ ‫ وَقَِراَءت‬،‫ة‬ٍ ‫ج‬ ُ ْ ‫ف أ َل‬
َ ‫ف د ََر‬ ِ ‫ح‬
َ ‫ص‬ ُ ْ ‫ن ِفي غَي ْرِ ال‬
ْ ‫م‬ َ ‫ال ُْقْرآ‬
.‫ة‬
ٍ ‫ج‬ ْ ‫ك إَلى أل َْف‬
َ ‫ي د ََر‬ َ ِ ‫ف عََلى ذ َل‬
ُ َ‫ضاع‬
َ ُ‫ف ت‬
ِ ‫ح‬
َ ‫ص‬ ُ ْ ‫ال‬
ْ ‫م‬
Dari Aus bin Abi Aus secara marfu’, “Bacaan Al
Qur’an seseorang tanpa melihat mushhaf pahalanya sebanyak
seribu derajat, dan bacaannya dengan melihat mushhaf
dilipat gandakan menjadi dua ribu derajat.
(H.R. Ath Thabari dan Al Baihaqi).61

59
Kata ‘Tasbih’ tak ada dalam manuskrip, kami
menambahkannya dari al-Jami’ ash-Shaghir.
60
As Suyuthi dalam al-Jami’ al-Kabir (6112)
mengisyaratkan akan kedlaifannya. Berkata Al Munawi, “Di
dalamnya ada Muhammad bin Salam,” berkata Ibnu Manduh,
“Muhammad bin Salam memiliki riwayat-riwayat yang gharib
dari Al Fadl bin Sulaiman dan di dalam sanadnya ada
seorang lelaki dari Bani Khazimah yang tidak dikenal.”
Berkata syaikh Al Albani dalam Dla’if al-Jami’ nomor
(4086), “Dlaif.”
61
Al-Mu’jam al-Kabir (1/601) dan Al Haitsami berkata
dalam al-Majma’ (7/165), “Di dalam sanadnya ada Abu Sa’id
bin ‘Auf yang dianggap tsiqah oleh Ibnu Mu’in dalam suatu
riwayat dan dilemahkan dalam riwayat yang lain, sedangkan
perawi lainnya tsiqat (dipercaya).”
HADITS KETIGA PULUH SATU

ِ ‫ ا ِقَْرإ‬:‫عا‬
ً ْ‫مْرفُو‬ َ ‫عن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما‬
‫ ا ِقَْرأ ْهُ ِفي‬،‫ة‬
ٍ َ ‫ن ل َي ْل‬
َ ْ ‫شرِي‬ ْ ‫ع‬ِ ‫ ا ِقَْرأ ْهُ ِفي‬،‫ر‬ ٍ ْ‫شه‬ ّ ُ ‫ن ِفي ك‬
َ ‫ل‬ َ ‫ال ُْقْرآ‬
َ ِ ‫ى ذ َل‬ َ ْ ‫ وَل َ ت َزِد‬،‫سب ٍْع‬ ْ
.‫ك‬ َ ‫عل‬ َ ‫ ا ِقَْرأهُ ِفي‬،‫ر‬ ْ َ‫ع‬
ٍ ‫ش‬
Dari Ibn Umar RA secara marfu’, “Bacalah Al Qur’an
setiap bulan, bacalah selama dua puluh malam, bacalah
selama sepuluh hari, bacalah selama tujuh hari, dan
jangan lebih dari itu.62
(H.R. Syaikhan (Bukkhari dan Muslim) dan Abu
Dawud).63

Aku berkata: As Suyuthi dalam al-Jami’ ash-Shaghir nomor


(6113) mengisyaratkan kedlaifannya dan ia menyebutkan
bahwa Al Baihaqi meriwayatkannya dalam Syu’ab al-Iman.
Berkata Syaikh Al Albani dalam Dla’if al-Jâmi’ nomor
(4085), “Dlaif,” dan ia tidak menasabkannya kepada Al
Baihaqi. Al Munawi berkata, “Sebab keutamaan membaca Al
Qur’an dengan melihat mushaf karena dapat melihat,
membawa, menyentuh, memungkinkan mempelajari makna-
maknanya dengan seksama dan menggalihukum-hukumnya.” Al-
Faidl (4/531).
62
Hadits di sini tertera secara singkat, sedangkan
redaksi lengkapnya adalah sebagai berikut: “Bacalah Al
Qur’an dalam sebulan!” Ia berkata, ‘Aku punya kekuatan.’
Beliau bersabda: ‘Bacalah….’ (hadits).” Dan, setiap
selesai penyebutan jumlah hari disambung dengan kalimat:
“Aku punya kekuatan.”
63
Fath al-Bari (9/95), Shahih Muslim (3/162-163) bab
‘Larangan Puasa Dahr setahun penuh…,’ dan Mukhtashar
Sunan Abu Dawud nomor (1342).
Aku berkata: An Nasai meriwayatkannya dalam (4/210) bab
‘Puasa Sehari dan Buka Sehari,’ begitu pula Ibnu Majah
nomor (1346).
HADITS KETIGA PULUH DUA

‫ قال رسول الله صلى‬:‫عن ابن عمروا رضي الله عنه قال‬
َ
‫ك‬ ْ َ ‫ذا ل‬
َ َ‫م ي َن ْه‬ َ ‫ما ن ََها‬
َ ِ ‫ فَإ‬,‫ك‬ َ ‫ إقَْرإ ِ ال ُْقْرأ‬:‫الله عليه وسلم‬
َ ‫ن‬
ُ
.‫ه‬
ُ ‫ت ت َْقَرأ‬ ْ َ ‫فَل‬
َ ‫س‬

As Suyuthi dan Al Munawi menjadikan hadits ini termasuk


hadits Abdullah bin Umar bin Khattab, yang benar bahwa
hadits ini berasal dari hadits Abdullah bin Amru bin Ash,
wallahu a’lam.
Makna Hadits: Di dalam hadits ini terdapat petunjuk
tentang batas minimal dari bacaan Al Qur’an yang
sebaiknya dilakukan dalam sehari semalam. Di dalam hadits
Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1349), At
Tirmidzi dan An Nasai disebutkan bahwa sedikitnya satu
bagian dari empat puluh bagian yang diperbolehkan. Hal
ini dinukil dari pendapat Ishaq bin Rahawaih dan madzhab
Hambali. Hanya saja Bukhari yang menjelaskan hadits bab
ini berkata, “Bab: Seberapa banyak membaca Al Qur’an,”
dan ia meneruskannya dengan firman Allah SWT: “Karena itu
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an.” Jadi,
ini merupakan batasan minimal. Barangsiapa yang
berpendapat ada batasan tertentu, maka ia harus
mendatangkan dalil dan bukti. Di dalam sebuah hadits yang
lain dinyatakan, “Sesungguhnya barangsiapa hanya membaca
dua ayat di akhir Surat Al Baqarah dalam semalam, maka
itu sudah cukup baginya,” sebagaimana di dalamnya
terdapat penjelasan bahwa waktu paling sedikit untuk
membaca Al Qur’an adalah selama tujuh hari. Dalam hadits
Ibnu Amru yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (1348), At
Tirmidzi, dan At Tirmidzi berkata, “Hasan shahih.”, juga
An Nasai dan Ibnu Majah dinyatakan bahwa, “Orang yang
membaca Al Qur’an kurang dari tiga hari takkan mampu
Dari Ibn Amru RA, Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah
Al Qur’an apa yang melarangmu dan jika ia belum
melarangmu maka kamu belum membacanya.” (H.R. Ad Dailami
dalam Musnad al Firdaus).64

HADITS KETIGA PULUH TIGA

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫عن ب َُرْيدة رضي الله عنه قال‬
ُ
.‫ن‬ َ ْ ‫ل ِبال‬
ِ ‫حَز‬ ُ ّ ‫ َفإن‬،‫ن‬
َ ‫ه ن ََز‬ َ ْ ‫ن ِبال‬
ِ ‫حَز‬ َ ‫ ا ِقَْرأْوا ال ُْقْرآ‬:‫عليه وسلم‬
Dari Buraidah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah
Al Qur’an dengan sedih, karena ia diturunkan demikian.”
(H.R. Abu Ya’la, Ath Thabrani dalam al-Awsath, dan
Abu Nua’im dalam Al Hilyah).65

memahaminya.”
64
Di sebutkan dalam al-Faidl (2/62) berkata Az Zain Al
Iraqi, “Sanadnya dlaif.”
Berkata Syaikh Al Albani dalam Dla’if al-Jâmi’ nomor
(1164), “Dla’if.”
Makna Hadits: Barangsiapa yang belum menerima Al Qur’an
dengan seluruh jiwa raganya, secara lahir dangan
membaguskan bacaannya dan secara batin dengan cara
mentadabburinya, memikirkannya, mengamalkan hukum-
hukumnya, dan meninggalkan larangan-larangannya, maka ia
belum membaca Al Qur’an dengan sesungguhnya.
Adapun hadits Ath Thabrani berbunyi: “Bisa jadi pembawa
fikih itu bukanlah seorang yang fakih (mengerti dan
paham), dan barangsiapa yang belum bisa memanfaatkan
ilmunya niscaya kebodohannya akan menyusahkannya. Bacalah
Al Qur’an….”(hadits). Berkata As Suyuthi, “Dla’if.”
Berkata Al Munawi, “Berkata Al Mundziri, ‘Di dalam
sanadnya ada Syahar bin Hausyab.” Syaikh Al Albani
berkata dalam Dla’if al-Jâmi’ nomor (3089), “Dla’if.”
65
Al-Jâmi’ ash-Shâghir (1335), hadits ini menurut As
Suyuthi dla’if. Al Munawi berkata dalam al Faidl (2/63),
HADITS KETIGA PULUH EMPAT

‫ قال رسول الله صلىاالله‬:‫ب رضي الله عنه قال‬ َ ُ ‫جن ْد‬
ُ ‫عن‬
َ ُ
ْ ُ ‫ت عَل َي ْهِ قُل ُوْب ُك‬
َ ‫ َفإ‬،‫م‬
‫ذا‬ ْ ‫ما أت ْل ََف‬ َ ‫ ا ِقَْرأْوا ال ُْقْرآ‬:‫عليه وسلم‬
َ ‫ن‬
.‫وا‬ ُ ‫م فِي ْهِ َفقو‬
ْ ‫م‬ ْ ُ ‫خت َل َْفت‬
ْ ِ‫ا‬

“Seharusnya penulis memperbanyak orang-orang yang


meriwayatkannya, agar kedla’ifan hadits ini bisa
terangkat. Di antara yang meriwayatkannya: Al ‘Uqaili
dalam adl Dlu’afâ, Ibnu Mardawih dalam tafsirnya dan yang
lain. Lihatlah: al-Majma’ (7/169-170). Berkata Al
Haitsami, “Di dalam sanadnya ada Ismail bin Saif, seorang
yang dla’if. Dalam al-Mîzan, Ibnu ‘Adi berkata, “Dia
dahulu mencuri hadits.” Sedang dalam al-Lisân, Al Bazzar
mendla’ifkannya. Berkata Al Munawi, “Di dalam sanadnya
ada ‘Aun bin Amru yang dikelompokkan Adz Dzahabi dalam
Adh Dhu’afâ’ (kumpulan orang-orang yang dha’if). Berkata
Ibnu Mu’in, “Dia tidak dianggap.” Lihat Hilyatul Awliyâ
(6/196). Aku berkata: “Hadits ini dikuatkan oleh hadits
Ibnu Abbas RA yang diriwayatkan oleh Ath Thabari:
“Sesungguhnya manusia yang paling baik membaca (Al
Qur’an) adalah yang sedih ketika membacanya.” Berkata Al
Haitsami (7/170), “Di dalam sanadnya ada Ibnu Lahi’ah,
haditsnya hasan dan agak dha’if.”
Makna Hadits: Bacalah Al Qur’an dengan suara yang lembut,
khusyuk, menangis, dan membuat suaranya bagai orang yang
sedih. Berkata Ibnu Hajar, “Diriwayatkan oleh Ibnu Abu
Dawud dengan sanad yang hasan, dari Abu Hurairah RA,
“Bahwasannya dia membaca sebuah surat Al Qur’an, maka dia
membacanya dengan suara sedih, mirip ritsâ’ (syair duka
cita).” Tak ragu lagi, kalau membaca dengan sedih bisa
lebih menyentuh hati.
Dari Jundub RA, Rasulullah SAW bersabda, “Bacalah Al
Qur’an selama hati kalian menyatu, jika hati kalian
berselisih dalam membacanya, maka bangunlah.”
(H.R. Ahmad, Syaikhân, dan An Nasai).66

HADITS KETIGA PULUH LIMA

‫عن أبي أمامة رضي الله عنه عن النللبى صلللى الللله عليلله‬
‫ب قَل ْب ًللا وَعَللى‬ ُ
ُ ّ ‫ه ت ََعالى ل َ ي ُعَلذ‬ َ ‫ ا ِقَْرأْوا ال ُْقْرآ‬:‫وسلم‬
ّ ‫ َفإ‬،‫ن‬
َ ‫ن الل‬
َ ‫ال ُْقْرآ‬
.‫ن‬
Dari Abu Umamah RA, dari Nabi SAW, “Bacalah Al
Qur’an, sesungguhnya Allah takkan menyiksa hati yang
menyimpan Al Qur’an.”
(H.R. Tamam).67

“Karena Al Qur’an itu diturunkan dengan sedih.” Maksudnya


Al Qur’an turun menyesali keadaan orang kafir yang
tersesat, maka ia memperingati mereka dari akibat
kesesatan tersebut. Hikmah dari pemilihan sikap sedih
dalam membaca adalah agar pembaca menghayati ancaman,
keadaan akhirat dan kesalahan-kesalahan serta dosa yang
telah dilakukannya, sehingga ia menangisi dirinya.
66
Al Musnad (4/313), Fath al-Bari (9/101), Shahih Muslim
(8/67), dan Ad Darami (2/318).
Makna Hadits: Bacalah Al Qur’an ketika kalian
bersemangat, siap untuk memahaminya, penuh konsentrasi,
dan selama hati kalian sedang tidak kacau. Jika kalian
bosan dan hanya membacanya dengan lisan saja, sedang
pikiran kalian kemana-mana, maka bangunlah dan berhenti
membacanya, sampai hati kalian siap kembali untuk
membacanya.
67
Dalam Fawaidlnya. Lihat: al-Jâmi’ ash-Shaghir (1340)
dan As Suyuthi mengisyaratkan bahwa hadits itu hasan.
Hanya saja Syaikh Al Albani berkata dalam Dla’if al-Jami’
HADITS KETIGA PULUH ENAM

‫عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه‬
ُ ‫ ا َل ُْقْرآ‬:‫وسلم قال‬
ُ َ ‫ن ِغًنى ل َ فَْقَر ب َعْد َهُ وَل َ ِغًنى د ُوْن‬
.‫ه‬
Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Al Qur’an
itu kekayaan yang takkan miskin setelahnya dan tak ada
kekayaan selainnya.
(H.R. Abu Ya’la).68

ash-Shaghir nomor (1166), “Dlaif.” Aku berkata:


Diriwayatkan oleh Ad Darami (2/311) dari Abu Umamah
secara mauquf: “Bacalah Al Qur’an! Dan, janganlah kalian
terperdaya dengan mushaf-mushaf yang tergantung, karena
sesungguhnya Allah…” (hadits).
“Menyimpan Al Qur’an” Maknanya menghafalnya,
mentadabburinya, dan mengamalkannya.
Berkata Sahal, “Tanda cinta kepada Allah adalah mencintai
Al Qur’an, tanda cinta pada Al Qur’an adalah mencintai
Nabi SAW, tanda cinta pada Nabi SAW adalah mencintai
Sunnah, tanda cinta pada Sunnah adalah mencintai akhirat,
tanda cinta pada akhirat adalah membenci dunia, dan tanda
membenci dunia adalah dengan mengambil darinya sekadarnya
saja.
68
Berkata Al Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (7/158),
“Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan di dalam sanadnya ada
Yazid bin Aban Ar Raqqasyi, seorang yang dla’if.”
Kemudian ia menyebutkannya dari hadits Abu Hurairah RA
dan ia berkata, “Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dan di
dalam sanadnya ada Yazid Ar Raqqasyi yang dla’if.”
As Suyuthi berkata bahwa hadits ini diriwayatkan oleh
Muhammad bin Nashar dari Anas. Menurutnya hadits ini
dha’if. Begitu pula yang dikatakan oleh Al Hafizh Al
Iraqi, “Sanadnya dla’if.” Lihat: Faidl al-Qadir (4/535).
Berkata Syaikh Al Albani dalam Dlaif al-Jami’ nomor
HADITS KETIGA PULUH TUJUH

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫وعن عمر بن الخطاب قال‬


َ ْ ‫ن أ َل‬
‫ف‬ ْ ‫ع‬
َ ْ‫شُرو‬ ِ َ‫ة و‬ٌ َ‫سب ْع‬
َ َ‫ف و‬ ٍ ‫حْر‬
َ ‫ف‬
َ ُ ْ ‫ ا َل ُْقرآن أ َل‬:‫عليه وسلم‬
ِ ْ ‫ف أل‬ ُ ْ
َ
‫ة‬
ٌ ‫ج‬َ ْ‫ف َزو‬ ٍ ‫حْر‬
َ ‫ل‬ ّ ُ ‫ه ب ِك‬ُ َ‫ن ل‬ َ ‫سًبا‬
َ ‫كا‬ ِ َ ‫حت‬
ْ ‫م‬ َ ُ‫ن قََرأه‬
ُ ‫صاب ًِرا‬ َ َ‫ ف‬،‫ف‬
ْ ‫م‬ ٍ ‫حْر‬
َ
.‫ن‬ ْ ُ ْ ‫ن ال‬
ِ ْ ‫حوْرِ العَي‬ َ ‫م‬
ِ
Dari Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, “Al Qur’an
itu satu juta dua puluh tujuh ribu huruf, maka
barangsiapa yang membacanya dengan sabar dan mengharapkan
pahala dari Allah, ia akan mendapatkan dari setiap
hurufnya seorang istri dari bidadari.”

(4138), “Dla’if.” Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al


Qudla’i dalam Musnad asy-Syihab (276) juga dla’if.
Makna Hadits: Bahwa Al Qur’an itu kekayaan bagi hati
seorang mukmin, maka barangsiapa yang mengikutinya dan
berpegang teguh dengan hukum-hukumnya, maka hal itu akan
mencukupinya dari segala hukum dunia.
Mungkin juga Makna Hadits adalah menafikan kemiskinan
yang konkrit. Al Ghazali berkata, “Ada seorang lelaki
yang senantiasa berada di depan pintu rumah Umar RA. Maka
Umar berkata, ‘Hai Fulan, kau ini berhijrah kepada Umar
atau kepada Allah? Pelajarilah Al Qur’an, karena itu akan
mencukupimu dari pintuku.’ Maka lelaki itu menghilang,
sampai Umar RA mencarinya. Ketika ia menemukannya, orang
itu sedang beribadah. Umar bertanya, ‘Apa yang
menyibukkanmu, sehingga kamu tidak datang lagi kepada
kami?’ Jawab, ‘Aku telah membaca Al Qur’an, maka hal itu
mencukupiku dari Umar.’ Umar bertanya lagi, ‘Apa yang kau
dapati di dalamnya?’ jawabnya, ‘Dan di langit rizki
kalian serta yang dijanjikan.’ Maka Umar menangis
karenanya.”
(H.R. Ath Thabrani dalam al Awsath).69

HADITS KETIGA PULUH DELAPAN

ُ ‫ ا َل ُْقْرآ‬:‫وعن رجل عن النبي صلى الله عليه وسلم قال‬


‫ن‬
.‫م‬ُ ْ ‫ست َِقي‬ ُ ْ ‫ط ال‬
ْ ‫م‬ ُ ‫صَرا‬
ّ ‫ َوال‬،‫م‬ َ ْ ‫ َوالذ ّك ُْر ال‬،‫ن‬
ُ ْ ‫حك ِي‬ ُ ْ ‫هُوَ الن ّوُْر ال‬
ُ ْ ‫مب ِي‬
Dari seseorang, dari Nabi SAW bersabda, “Al Qur’an
adalah cahaya yang jelas, pengingat yang bijaksana, dan
jalan yang lurus.”
(H.R. Al Baihaqi).70

HADITS KETIGA PULUH SEMBILAN

‫ قال رسول الله صلى الله‬:‫عن علي رضي الله عنه قال‬
ُ ‫ ا َل ُْقْرآ‬:‫عليه وسلم‬
.‫ن هُوَ الد ًّواُء‬
69
Berkata Al
ِ Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid (7/163),
“Diriwayatkan oleh Ath Thabrani dalam al-Awsath dari
gurunya, Muhammad bin Abid bin Adam bin Abi Iyyas. Adz
Dzahabi menyebutkannya dalam al-Mizan dan aku tidak
menemukan pendapat yang lain di dalamnya, dan sisa
perawinya tsiqat.
Aku berkata: Disebutkan dalam al-Mizan: “Muhammad bin
Abid bin Adam bin Abi Iyyas sering meriwayatkan berita
yang batil tanpa ada yang mendukungnya. Dan, ia
menyampaikan hadits ini. Berkata Ath Thabrani, “Ia tidak
meriwayatkan selain dengan isnad (silsilah periwayatan)
ini.” Menurut As Suyuthi hadits ini dla’if. Bahkan Syaikh
Al Albani mengatakan dalam Dlaif al-Jami’ (4317),
“Maudlu’.”
70
Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman.
Menurut As-Suyuthi dla’if. Al Munawi tidak memberikan
komentar. Lihat: Al Faidl (4/536).
Berkata Syaikh Al Albani dalam Dlaif al-Jami’ (4140),
“Dla’if.”
Dari Ali RA, Rasulullah SAW bersabda, “Al Qur’an itu
obat.”
(H.R. Al Qudla’i).71

HADITS KEEMPAT PULUH

‫عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه‬
َ ُ ْ‫ أ َه‬:‫وسلم قال‬
.‫ة‬ َ ْ ‫ل ال‬
ِ ّ ‫جن‬ ِ ْ‫عرَفاُء أه‬ ِ ‫ل ال ُْقْرآ‬
ُ ‫ن‬
Dari Anas RA, Rasulullah SAW bersabda, “Pemilik Al
Qur’an adalah pemimpin penghuni surga.”
(H.R. Adl Dliyâ’).72

71
As Suyuthi berkata dalam al-Jami’ (6287), “Diriwayatkan
oleh As Sijziy dalam al-Ibanah dan Al Qudla’i dari Ali.
Menurut As-Suyuthi dla’if.
Berkata Syaikh Al Albani dalam Dlaif al-Jami’, “Dla’if.”
Lihat: Musnad Asy-Syihab (1/28). Di dalam sanadnya ada Al
Hasan bin Rasyiq yang disebutkan Adz Dzahabi dalam Adl
Dlu’afâ’ (kumpulan orang-orang dla’if). Adz Dzahabi
berkata, “Tsiqah (kuat hafalannya). Namun, Abdul Ghani
menganggapnya lemah.” Di dalam sanadnya juga ada Su’ad
yang disebutkan Adz Dzahabi dalam Dzail adl-Dlu’afa, dan
ia berkata, “Berkata Abu Hatim, ‘Su’ad itu syiah, dan
tidak kuat hafalannya.’” Aku mengatakan: Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Ibnu Majah nomor (3501 dan 3533) dengan
lafal: ‘Sebaik-baik obat adalah Al Qur’an’. Di dalam
sanadnya ada Al Harits Al A’war, seorang yang dla’if.
Makna Hadits: Al Qur’an adalah obat yang manjur untuk
segala penyakit hati, seperti keyakinan-keyakinan yang
buruk dan keragu-raguan yang mematikan “Dan tidakkah
dengan berdzikir kepada Allah niscaya hatimu tenteram.”
Begitu pula, bisa menjadi obat untuk penyakit badan
dengan cara “Ruqyah”. “Dan Kami turunkan dari Al Qur'an
suatu yang menjadi penawar.”
Penulis berkata:
“Selesai penulisan empat puluh hadits, dan hanya Allah-
lah satu-satunya penolongku.”

DAFTAR ISI:
Pendahuluan
Biografi penulis
Tuhanku tambahlah aku ilmu
HADITS pertama s/d
HADITS keempat puluh

72
Demikian yang terdapat dalam manuskrip. Sedangkan yang
di al-Jami’ ash-Shaghir nomor (2767): “Diriwayatkan oleh
Al Hakim dan At Tirmidzi dari Abu Umamah al-Bahili.
Menurut As Suyuthi dla’if. Begitu pula yang dikatakan
oleh Syaikh Al Albani dalam Dla’if al-Jami’ nomor
(2106).
Pemilik Al Qur’an adalah para penghafalnya yang
melaksanakan hukum-hukumnya.
Berkata Al Munawi, “Di dalam hadits ini terdapat
pengertian, bahwa di surga terdapat pemimpin dan
panglima. Maka pemimpian penduduk surga adalah para nabi,
sedangkan panglimanya adalah para Qari’.”

Anda mungkin juga menyukai