Anda di halaman 1dari 15

ULUMUL QUR'AN-2

“AWWALU MA NAZALA WA AKHIRUMA NAZALA”

(Di ajukan untuk memenuhi tugas Ulumul Qur'an-2)

Dosen pengampu:

Dr.H. Syamsu Syauqani, Lc.,M.A

Di susun oleh:

Aznatul Mardiah (200601079)

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, berkah
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Makalah Ulumul Qur'an-2 tentang
“AWWALU MA NAZALA WA AKHIRUMA NAZALA” ini dengan baik, meskipun
banyak kekurangan didalamnya. Kedua kalinya sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad SAW, keluarga beliau, para sahabat, dan
para ulama, yang telah memperjuangkan agama Allah SWT, dari zaman kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.

Penulis berharap Tugas Makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Sekian pengantar dari penulis, semoga bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan untuk itu, penulis berharap adanya kritik beserta saran dari berbagai
pihak untuk menyempurnakan makalah ini. Terima kasih.

Mataram, Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa yang dimaksud awwalu ma nazala wa akhiruma nazala dalam pembahasan ulumul
Qu'an...........................................................................................................................2
B. Jelaskan pendapat ulama ayat-ayat mana saja termasuk awwalu ma nazala wa akhiru
ma nazala....................................................................................................................2
C. manakah pendapat pemakalah manakah yang paling rajih berkenaan dengan ayat yang
menjadi awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala......................................................8
D. jelaskan surat apa saja yang termasuk awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala.......9
E. jelaskan menurut pemakalah manakah yang paling rajih mengenai surat yang menjadi
awwalu ma nazala wa akhiruma nazala.....................................................................9
F. jelaskan dalil-dalil yang memperkuat pendapat pemakalah ketika mentarjihkan salah
satu pendapat ulama ulumul Qur'an yang berkenaan dengan ayat atau surat yang
menjadi awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala.....................................................10
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ..............................................................................................................11
B. Penutup.....................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ungkapan bahwa Rasululloh s.a.w menerima Qur'an yang diturunkan kepadanya itu
mengesankan suatu kekuatan yang dipegang seseorang dalam menggambarkan segala yang
turun dari tempat yang lebih tinggi. Hal itu karena tingginya kedudukan qur'an dan agungnya
ajaran-ajarannya yang dapat mengubah perjalanan hidup umat manusia, menghubungkan langit
dengan bumi, dan dunia dengan akhirat. pengetahuan mengenai sejarah perundang-undangan
islam dari sumber pertama dan pokok – yaitu Qu'an – akan memberikan kepada kita gambaran
mengenai pentahapan hukum dan penyesuaiannya dengan keadaan tempat hukum diturunkan,
tanpa adanya kontradiksi antara yang lalu dengan yang akan datang.
Hal demikian memerlukan pembahasan mengenai apa yang pertama kali turun dan apa
yang terakhir kali. Demikian pula pembicaraan mengenai apa yang pertama kali turun dan yang
terakhir kali turun memerlukan pembahasan mengenai segala perundang-undangan ajaran-
ajaran Islam, seperti makanan, minuman, peperangan, dan lain sebagainya.
Dalam hal apa yang pertama kali turun dan apa yang terakhir kali, para ulama
mempunyai banyak pendapat, yang akan penulis ringkas dalam makalah ini mengingat
pentingnya pembahasan tentang "Awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala".

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud awwalu ma nazala wa akhiruma nazala dalam pembahasan ulumul
Qu'an?
2. Jelaskan pendapat ulama ayat-ayat mana saja termasuk awwalu ma nazala wa akhiru
ma nazala?
3. Manakah pendapat pemakalah manakah yang paling rajih berkenaan dengan ayat yang
menjadi awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala?
4. Jelaskan surat apa saja yang termasuk awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala?
5. Jelaskan menurut pemakalah manakah yang paling rajih mengenai surat yang menjadi
awwalu ma nazala wa akhiruma nazala?
6. Jelaskan dalil-dalil yang memperkuat pendapat pemakalah ketika mentarjihkan salah
satu pendapat ulama ulumul Qur'an yang berkenaan dengan ayat atau surat yang
menjadi awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian awwalu ma nazala wa akhiruma nazala dalam pembahasan ulumul Qu'an
Awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala mempunyai arti yaitu ayat atau surat
yang pertama kali turun dan ayat atau surat yang terakhir turun.

B. Ayat-ayat awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala


telah diperselisihkan mengenai yang pertama kali diturunkan dari Al-Qur’an
atas beberapa pendapat sebagai berikut :
Pendapat pertama, dan inilah yang shahih, yaitu “iqra’ bismi rabbika”1. Imam
Bukhari, Muslim, dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, “Pertama kali
Rasulullah saw. menerima wahyu adalah mimpi yang benar dalam tidur, maka Nabi
saw. tidak melihat mimpi kecuali mimpi itu datang seperti cahaya subuh. Kemudian
Nabi dibuat senang untuk menyendiri, maka beliau pergi ke Gua Hira’ untuk beribadah
di dalamnya beberapa malam yang dapat dihitung dan membawa perbekalan untuk itu
kemudian kembali kepada Khadijah ra. Maka Khadijah memberi beliau perbekalan
seperti sebelumnya, hingga al-haq (kebenaran) itu membuatnya terkejut, sedangkan dia
berada di Gua Hira’. Maka datanglah malaikat (Jibril) kepadanya di gua itu. Malaikat
itu berkata, ‘Bacalah (ya Muhammad).’ Nabi saw. berkata, ‘Kemudian saya katakan,
Saya tidak dapat membaca, kemudian dia memegang dan mendekapku hingga aku
merasa berat, kemudian melepaskanku dan dia berkata, Bacalah (hai Muhammad),
maka aku katakan, Saya tidak dapat membaca, kemudian Jibril mendekapku yang
kedua, hingga aku merasa payah, kemudian melepaskanku, kemudian ia berkata,
Bacalah (hai Muhammad), maka aku katakan, Aku tidak dapat membaca, maka ia
mendekapku yang ketiga hingga aku merasa payah, kemudian melepaskanku,
kemudian ia berkata, Iqra’ bismi rabbika hingga maa lam ya’lam (QS. al-‘Alaq: 1-5).’
Kemudian Rasulullah saw. pulang dengan membawa ayat-ayat itu dalam keadaan
gemetar…” (al-Hadits).
Imam al-Hakim mengeluarkan sebuah riwayat di dalam al-Mustadrak, juga al-
Baihaqi di dalam ad-Dalaail dan keduanya menshahihkannya, dari Aisyah, ia berkata:
bahwa surat yang turun pertama kali dari Al-Qur’an adalah: “iqra’ bismi rabbika”.
Imam ath-Thabrani mengeluarkan sebuah riwayat di dalam kitabnya, al-
Mu’jam al-Kabir, dengan sanad berdasarkan syarat shahih, dari Abi Raja’ al-‘Utharidi,
ia berkata: Abu Musa pernah membacakan (Al-Qur’an) pada kami, kemudian kami
duduk melingkar di sekelilingnya. Dia memakai dua pakaian putih, dan ketika
membaca surat: “iqra’ bismi rabbika alladzii khalaq”, beliau berkata, “Ini adalah
pertama kali surat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.”

1
Al-Itqan fi Ulumil Qur'an, hal 104

2
Sa’id bin Manshur berkata di dalam kitab Sunan-nya: telah menceritakan
kepada kita Sufyan, dari ‘Amr bin Dinar, dari ‘Ubaid bin ‘Umair, ia berkata: Jibril
datang kepada Nabi saw., kemudian ia berkata kepadanya, “Bacalah (ya Muhammad).
Nabi berkata, ‘Apa yang harus saya baca? Demi Allah, saya tidak bisa membaca.’ Maka
Jibril berkata, ‘Iqra’ bismi rabbikalladzii khalaq.’ Maka Nabi berkata, ‘Inilah yang
pertama kali diturunkan.’”
Abu ‘Ubaid berkata di dalam Fadha’il-nya: telah menceritakan kepada kita
Abdurrahman, dari Sufyan, dari Ibnu Abi Najih, dari Mujahid, ia berkata,
“Sesungguhnya pertama kali yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah ‘iqra’ bismi
rabbik’ dan ‘Nuun wal qalami’ (QS. al-Qalam: 1).” Ibnu Asytah mengeluarkan sebuah
riwayat di dalam kitabnya, al-Mashahif, dari ‘Ubaid bin ‘Umair, ia berkata: Jibril
datang kepada Nabi saw. dengan membawa selembar (sutra tertulis), kemudian ia
berkata, “Bacalah (ya Muhammad).” Nabi saw. berkata, “Saya tidak bisa membaca.”
Ia berkata, “Iqra’ bismi rabbik,” maka mereka mengetahui bahwa itulah pertama kali
surat yang diturunkan dari langit.
Dikeluarkan juga dalam sebuah riwayat dari az-Zuhri, sesungguhnya ketika
Nabi berada di Gua Hira’, tiba-tiba datang seorang malaikat (Jibril) dengan membawa
selembar kain dari sutra, tertulis di atasnya: “iqra’ bismi rabbikalladzii khalaq” hingga
“maa lam ya’lam” (QS. al-‘Alaq: 1-5)
Pendapat kedua, adalah “Yaa ayyuhal muddatstsir”, berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, ia berkata:
aku pernah bertanya kepada Jabir bin Abdillah, “Mana Al-Qur’an yang diturunkan
terlebih dahulu: yaa ayyuhal muddatstsir atau iqra’ bismi rabbika?” Jabir menjawab,
“Saya akan menceritakan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah saw.
kepada kami. Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya aku pernah berada di Gua
Hira’. Ketika sudah selesai keberadaanku di gua itu, aku turun (keluar dari gua itu)
kemudian aku berada di tengah lembah. Aku melihat ke depan dan ke belakang, ke
kanan dan ke kiri, kemudian aku melihat ke langit, tiba-tiba (aku melihat) Jibril. Aku
merasa takut, maka aku mendatangi Khadijah kemudian Khadijah menyuruh mereka,
dan mereka pun memberikan selimut padaku. Lalu Allah SWT menurunkan firman-
Nya: Yaa ayyuhal muddatstsir, qum fa andzir."2
Pendapat ketiga, bahwa yang pertama kali diturunkan dari Al-Qur’an adalah
surat al-Fatihah. Imam Fakhruddin ar-Razi berkata di dalam tafsirnya, al-Kasyaf,
bahwa Ibnu Abbas dan Mujahid berpendapat bahwa surat yang pertama kali diturunkan
adalah Iqra’, dan sebagian besar ahli tafsir berpendapat bahwa surat yang pertama kali
turun adalah “Fatihatul kitab”.

2
Studi Ilmu-ilmu Qur'an, hal 94

3
Ibnu Hajar berkata: pendapat yang diikuti oleh kebanyakan para imam adalah
pendapat pertama. Adapun pendapat yang disandarkan pada sebagian besar dari ulama,
maka tidak ada yang berkata demikian kecuali sedikit sekali dibanding dengan orang-
orang yang berkata dengan pendapat pertama. Sebagai hujahnya: hadits yang
dikeluarkan riwayatnya oleh Imam al-Baihaqi di dalam kitab ad-Dalaail, dan Imam Al-
Wahidi melalui Yunus bin Bukair, dari Yunus bin ‘Amr, dari ayahnya, dari Abi
Maisarah ‘Amr bin Syarahbil, sesungguhnya Rasulullah saw. berkata kepada Khadijah,
“Sesungguhnya bila aku sedang seorang diri maka aku mendengar seruan (panggilan).
Demi Allah, aku benar-benar khawatir bila terjadi apa-apa.” Kemudian
Khadijah berkata, “Ma’adzallah (semoga Allah melindungi engkau), Allah tidak akan
berbuat jahat kepadamu. Demi Allah, sesungguhnya engkaulah orang yang benar-benar
menyampaikan amanah, menyambung silaturrahim, dan jujur dalam tutur kata.” Ketika
Abu Bakar masuk maka Khadijah menyebut haditsnya pada Abu Bakar, dan Khadijah
berkata, “Pergilah engkau bersama Muhammad kepada Waraqah.” Keduanya pergi
menemui Waraqah, dan keduanya menceritakan kepadanya. Muhammad berkata,
“Apabila aku seorang diri maka aku mendengar suara memanggil di belakangku: ‘Ya
Muhammad! Ya Muhammad!,’ kemudian aku pergi keluar.” Waraqah berkata, “Jangan
berbuat begitu, apabila datang kepadamu maka tetaplah (di tempatmu) hingga kamu
mendengar apa yang ia katakan, kemudian datanglah kepadaku dan beritakan
kepadaku.” Kemudian ketika Muhammad sendirian maka Jibril memanggilnya, “Ya
Muhammad, katakanlah ‘Bismillahirrahmanirrahim, alhamdu lillahi rabbil ‘alamin’
hingga ‘wa ladhdhaallin’…” (al-Hadits). Hadits ini mursal, para perawinya tsiqat.
Imam al-Baihaqi berkata, “Apabila ia hadits mahfudz maka kemungkinan ia adalah
berita tentang turunnya surat al-Fatihah setelah turun kepada Nabi saw. surat Iqra’ dan
surat al-Muddatstsir.”
Pendapat yang keempat, mengatakan bahwa pertama kali yang diturunkan dari
Al-Qur’an adalah “Bismillahirrahmaanirrahiim”. Imam al-Wahidi mengeluarkan
sebuah riwayat dengan sanadnya dari Ikrimah dan Hasan, keduanya berkata, “Pertama
kali yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah ‘Bismillahirrahmaanirrahim’ dan awal
surat ‘Iqra’ bismi rabbik’.” Ibnu Jarir ath-Thabari dan lainnya juga mengeluarkan
sebuah riwayat melalui adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas ra., ia berkata, “Pertama kali
yang dibawa turun oleh Jibril as. kepada Nabi Muhammad saw. adalah perkataan Jibril
‘Ya Muhammad!, mohonlah perlindungan (kepada Allah), kemudian katakan
‘Bismillahirrahmaanirrahim’.”
Menurut saya (Imam Suyuthi): sesungguhnya pada dasarnya ini tidak dianggap
pendapat, karena sudah barang tentu konsekuensi turunnya suatu surat adalah turunnya
“basmalah” bersama surat itu, maka ia merupakan ayat yang pertama kali turun secara
mutlak. Berkenaan dengan pertama kali yang diturunkan dari Al-Qur’anul Karim, ada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra., ia
berkata, “Sesungguhnya pertama kali yang diturunkan adalah surat al-Mufashshal. Di
dalamnya disebutkan surga dan neraka, hingga ketika manusia melompat untuk masuk
Islam maka turunlah (ayat-ayat yang menjelaskan tentang) halal dan haram.”3
3

3
Al-Itqan fi Ulumil Qur'an, hal 107

4
Penjelasan tersebut agak sulit dipahami, karena pertama kali yang diturunkan
adalah “iqra”, padahal tidak ada di dalam surat “iqra” penyebutan surga dan neraka.
Tetapi kesulitan ini dapat dijawab bahwa di sana ada kata “min” yang diperkirakan
sehingga maknanya: di antara pertama kali yang diturunkan, dan yang dimaksud adalah
surat al-Muddatstsir, karena ia merupakan pertama kali yang diturunkan setelah masa
vakumnya (terputusnya) wahyu, dan di akhirnya terdapat penyebutan surga dan neraka.
Maka kemungkinan akhir surat al-Muddatstsir itu diturunkan sebelum turunnya ayat-
ayat kelengkapan dari surat “iqra”.
Di dalam pembahasan masalah ayat terakhir yang turun pun terdapat perbedaan
pendapat.
Pendapat pertama, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Bara’ bin
‘Azib, ia berkata: ayat yang terakhir turun adalah: “Yastaftuunaka qulillaahu yuftiikum
fil kalaalah” (QS. an-Nisa’: 176), dan surat yang terakhir turun adalah surat Bara’ah
(at-Taubah). Imam Bukhari juga mengeluarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, ia
berkata: ayat yang terakhir turun adalah “ayatur riba”.
Imam al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Umar seperti yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari, dan yang dimaksud tentang ayatur riba adalah: “Yaa ayyuhalladziina
aamanu ittaqullaha wa dzaruu maa baqiya minar ribaa” (QS. al-Baqarah: 278).
Imam Ahmad dan Ibnu Majah juga meriwayatkan dari Umar bahwa di antara
yang terakhir diturunkan adalah ayatur riba. Ibnu Mardawaih juga meriwayatkan dari
Abu Said al-Khudri, ia berkata: Umar pernah berkhutbah di hadapan kami kemudian ia
berkata, “Sesungguhnya di antara yang terakhir turun dari Al-Qur’an adalah ayatur
riba.”
Imam an-Nasa’i mengeluarkan sebuah riwayat melalui Ikrimah, dari Ibnu
Abbas ra. ia berkata bahwa ayat yang terakhir dari Al-Qur’an adalah: “wattaquu
yauman turja’una fiihi ilallah” (QS. al-Baqarah: 281).
Ibnu Mardawaih juga mengeluarkan sebuah riwayat sebagaimana tersebut
melalui Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dengan ungkapan: “bahwa ayat yang terakhir
turun”.
Ibnu Jarir juga mengeluarkan sebuah riwayat melalui al-‘Aufi dan adh-
Dhahhak, dari Ibnu Abbas. Al-Faryabi berkata dalam tafsirnya: telah menceritakan
kepada kami Sufyan, dari al-Kalbi, dari Ibnu Shalih, dari Ibnu Abbas, ia berkata: ayat
yang terakhir turun adalah: “wattaquu yauman turja’uuna fiihi ilallah” (al-aayah), dan
antara turunnya ayat ini dengan wafat Nabi saw. (masih ada waktu) delapan puluh satu
(81) hari.
Ibnu Abi Hatim juga mengeluarkan sebuah riwayat dari Said bin Jubair, ia
berkata: bahwa ayat yang terakhir diturunkan dari Al-Qur’an secara keseluruhan
(mutlak) adalah: “wattaquu yauman turja’uuna fiihi ilallah”, dan Nabi saw. masih hidup
setelah turunnya ayat ini selama sembilan malam. Kemudian beliau wafat pada (Ahad)
malam Senin setelah melewati dua malam pertama dari bulan Rabi’ul Awal.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan seperti tersebut di atas dari Ibnu Juraij dan
meriwayatkan pula melalui ‘Athiyyah dari Abu Sa’id, ia berkata: ayat yang terakhir
(turun) adalah: “wattaquu yauman turja’uuna...” (al-aayah).

5
Abu Ubaid mengeluarkan sebuah riwayat di dalam kitabnya, al-Fadhail, dari
Ibnu Syihab, ia berkata: bahwa Al-Qur’an yang terakhir perjanjiannya dengan ‘Arasy
adalah ayatur riba dan ayat ad-dain (utang).
Ibnu Jarir juga mengeluarkan sebuah riwayat melalui Ibnu Syihab dari Sa’id bin
Musayyab: sesungguhnya telah sampai kepadanya bahwa sesungguhnya Al-Qur’an
yang terbaru perjanjiannya dengan ‘Arasy adalah ayat ad-dain (utang). Ini hadits
mursal, shahihul isnaad.
Saya (Imam Suyuthi) berpendapat: menurut saya tidak ada saling menafikan di
antara riwayat-riwayat tersebut tentang ayatur riba, yaitu “wattaquu yauman...” dengan
ayat ad-dain, karena secara zahir keduanya turun dalam satu tahapan secara langsung
sebagaimana urutannya di dalam al-Mushaf (Al-Qur’an). Keduanya dalam satu kisah,
maka masing-masing dari keduanya memberitahukan tentang apa yang diturunkan
bahwa ayat riba itulah yang terakhir, dan inilah yang shahih.
Sedangkan perkataan Bara’ bin ‘Azib bahwa yang terakhir diturunkan adalah:
“yastaftuunakan” maksudnya adalah dalam masalah fara’id (pembagian hukum waris).
Ibnu Hajar berkata di dalam Syarah Bukhari: cara untuk menjamak (mengompromikan)
di antara dua pendapat di dalam ayatur riba yaitu “wattaquu yauman...” adalah ayat ini
merupakan penutup dari ayat-ayat yang diturunkan tentang riba, karena ayat ini di-
‘athaf-kan (dihubungkan) dengan ayat-ayat yang diturunkan itu dan dikompromikan
antara ayat-ayat itu dengan perkataan Bara’ bahwa kedua ayat itu diturunkan secara
bersamaan.
Dengan demikian dapat dibenarkan bahwa ada di antara keduanya yang terakhir
bagi yang lainnya, dan mungkin ayat yang terakhir adalah ayat dari surat an-Nisa’ yang
terikat dengan sesuatu yang berhubungan dengan al-mawaarits (hukum waris), berbeda
dengan ayat al-Baqarah, tetapi juga mungkin terbalik. Tetapi pendapat yang pertama
itulah yang unggul, karena di dalam ayat al-Baqarah terdapat isyarat tentang makna al-
wafa’ ‘kesetiaan’ yang menjadi kelaziman terhadap penutupan turunnya Al-Qur’an.
Disebutkan di dalam kitab al-Mustadrak, dari Ubai bin Ka’ab, ia berkata: ayat
terakhir yang turun adalah: “laqad jaa’akum rasuulum min anfusikum” (QS. at-Taubah:
128-129). Abdullah bin Ahmad meriwayatkan di dalam Zawaid al-Musnad, dan Ibnu
Mardawaih dari Ubai bin Ka’ab: sesungguhnya mereka mengumpulkan Al-Qur’an
pada masa kekhilafahan Abu Bakar, dan pada saat itu ada orang-orang yang menulis.
Ketika sampai pada ayat yang ada di surat Bara’ah ini “tsumma insharafuu sharafallahu
quluubahum biannahum qaumun laa yafqahuun” (ayat 127), mereka mengira bahwa ini
merupakan ayat yang terakhir diturunkan dari Al-Qur’an. Maka Ubai bin Ka’ab berkata
kepada mereka, “Sesungguhnya Rasulullah saw. pernah membacakan dua ayat setelah
ayat tersebut, yaitu: ‘laqad jaa’akum rasuulun min anfusikum’ hingga ‘wa huwa rabbul
‘arsyil ‘adziim’.” Dan ia berkata, “Inilah yang terakhir diturunkan dari Al-Qur’an, maka
Allah mengakhiri dengan sesuatu yang Allah juga memulai dengannya, demi Allah
yang tiada Tuhan selain Dia, yaitu firman Allah: ‘wa maa arsalnaaka min qablika min
rasuulin illa nuuhii ilaihi annahuu laa ilaaha illaa ana fa’buduun’ (QS. al-Anbiya’: 25).”
Ibnu Mardawaih juga mengeluarkan sebuah riwayat dari Ubai bin Ka’ab, ia berkata:
Al-Qur’an yang terakhir ada perjanjian dengan Allah adalah dua ayat berikut ini, yaitu:
“laqad jaa’akum rasuulun min anfusikum...”.

6
Ibnu al-Anbari juga mengeluarkan sebuah riwayat dengan ungkapan: “aqrab Al-
Qur‘an bissamaa’i ‘ahdan” artinya “Al-Qur’an yang paling dekat (akhir) perjanjiannya
dengan langit”. Abu asy-Syekh juga mengeluarkan sebuah riwayat di dalam Tafsir-nya
melalui Ali bin Zaid, dari Yusuf al-Makki, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Ayat yang
terakhir turun adalah ‘laqad jaa’akum rasuulun min anfusikum’."
Imam Muslim mengeluarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Surat
yang terakhir turun adalah: ‘idzaa jaa’a nashrullahi wal fath’.” Imam Tirmidzi dan
Hakim mengeluarkan sebuah riwayat, dari Aisyah, ia berkata: surat terakhir yang turun
adalah surat al-Ma’idah, maka apa-apa yang kamu dapati di dalamnya berupa halal
maka halalkanlah (al-Hadits). Kedua imam hadits tersebut juga mengeluarkan sebuah
riwayat dari Abdullah bin Amr, ia berkata: bahwa surat yang terakhir turun adalah surat
al-Ma’idah dan al-Fath. Saya (Imam Suyuthi berpendapat: yaitu “idza jaa’a nashrullahi
wal fath”. Di dalam hadits Utsman yang masyhur dikatakan bahwa ayat Bara’ah adalah
yang terakhir diturunkan di dalam Al-Qur’an. Imam Baihaqi berkata: berbagai
pendapat yang berbeda ini jika memang shahih (benar) maka dapat dijamak
(dikompromikan) yaitu bahwa setiap pendapat telah memberikan jawaban sesuai
dengan dalilnya masing-masing yang ada padanya. Al-Qadhi Abu Bakar berkata dalam
kitabnya, al-Intishar: pendapat-pendapat tersebut, tidak ada satu pun yang marfu’
kepada Rasulullah saw., dan setiap pendapat yang dikatakan itu merupakan salah satu
jenis dari ijtihad dan ghalabatidzan (kuatnya keyakinan).
Kemungkinan masing-masing dari mereka menceritakan kepada yang lain apa
yang ia dengar dari Nabi saw. pada hari ketika beliau wafat atau sebelum beliau sakit.
Yang lainnya mendengar dari beliau setelah itu meskipun dia tidak mendengar sendiri,
atau kemungkinan juga ayat tersebut adalah ayat terakhir yang dibacakan Rasulullah
saw. bersama dengan ayat-ayat yang turun bersamanya maka ia diperintahkan untuk
menulis apa yang turun bersamanya setelah menulis ayat-ayat itu, sehingga ia mengira
bahwa itu terakhir dari apa yang diturunkan secara urutannya
Di antara pendapat yang aneh tentang ayat yang terakhir diturunkan adalah
riwayat yang diceritakan oleh Ibnu Jarir, dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan,
sesungguhnya ia membaca ayat ini: “faman kaana yarjuu liqaa’a rabbihii” (QS. al-
Kahfi: 110) dan ia berkata bahwa ayat ini adalah ayat yang terakhir turun dari Al-
Qur’an. Ibnu Katsir berkata: ini adalah atsar (riwayat) yang sulit, dan mungkin dia
bermaksud bahwa tidak ada setelah ayat ini ayat lain yang menasakhnya atau mengubah
hukumnya, bahkan ayat ini ditetapkan dan diperkuat.
Menurut saya (Imam Suyuthi): sebagaimana riwayat tersebut adalah riwayat
yang dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan lainnya dari Ibnu Abbas, ia berkata: ayat ini:
“wa man yaqtul mu’minan muta’ammidan fa jazaauhu jahannam” (QS. an-Nisa’: 93),
adalah ayat yang terakhir diturunkan dan tidak ada suatu ayat pun yang menasakhnya.
Imam Ahmad dan Nasa’i juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas: sesungguhnya telah
turun ayat tersebut yang dia adalah yang terakhir diturunkan, tidak ada sesuatu pun yang
menasakhnya.
Ibnu Mardawaih mengeluarkan sebuah riwayat melalui Mujahid, dari Ummu
Salamah, ia berkata: ayat yang terakhir diturunkan adalah: “fastajaaba lahum rabbuhum
anni laa udhii’u ‘amala ‘aamilin” (QS. Ali Imran: 195).

7
Saya (Imam Suyuthi) berpendapat: demikian itu karena dia (Ummu Salamah)
berkata, “Wahai Rasulullah, saya melihat bahwa Allah menyebutkan kaum laki-laki,
dan tidak menyebutkan kaum perempuan.” Maka turunlah: “wa laa tatamannau maa
fadhdhalallahu bihi ba’dhakum ‘alaa ba’dhin” (QS. an-Nisa’: 32), dan turun pula “innal
muslimiina wal muslimaati” (QS. al-Ahzab: 35), dan turunlah ayat ini, maka dia adalah
tiga ayat yang terakhir turunnya atau ayat yang terakhir diturunkan setelah diturunkan
ayat yang khusus untuk kaum pria saja. Ibnu Jarir juga mengeluarkan sebuah riwayat
dari Anas, ia berkata: Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa berpisah dengan dunia
ini atas dasar ikhlas karena Allah semata dan untuk beribadah kepada-Nya, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat, maka dia dapat berpisah
dengan (dunia itu) sedangkan Allah meridhainya.” Anas berkata, “Untuk membenarkan
hal itu di dalam kitab Allah dalam kaitan dengan ayat yang terakhir diturunkan adalah
firman Allah ‘fa in taabuu wa aqaamush shalaata wa aatawuz zakaata’ (QS. at-Taubah:
5).” Saya (Imam Suyuthi) berpendapat: maksudnya di dalam akhir surat ia diturunkan
Di dalam kitab al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an karya Imam Haramain disebutkan
bahwa firman Allah “qul laa ajidu fii maa uukhiya ilayya muharraman” (QS. al-An’am:
145) adalah yang terakhir diturunkan, dan Ibnu al-Hashshar mengomentari bahwa surat
itu Makkiyyah secara ittifaq, dan tidak ada riwayat yang menerangkan tentang
terakhirnya ayat ini dari turunnya surat, bahkan ia menghujat orang-orang musyrik dan
membantah mereka, sedang mereka di Makkah

C. pendapat pemakalah manakah yang paling rajih berkenaan dengan ayat yang menjadi
awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala
Pendapat pertama menjawab hadits ini dengan beberapa jawaban sebagai
berikut:
a) turunnya surat “Iqra’” secara sempurna karena yang turun pertama adalah ayat-
ayat di awalnya. Ini diperkuat dengan hadits yang ada di kedua kitab Shahih
(Bukhari dan Muslim) ” Ungkapan Nabi saw.: “malaikat yang pernah datang
kepadaku di Gua Hira’” menunjukkan bahwa kisah yang ada di dalam hadits ini
terjadi setelah kisah Hira’ yang turun di dalamnya: “iqra’ bismi rabbik”.
b) Sesungguhnya apa yang dimaksudkan oleh Jabir tentang yang pertama itu
adalah yang pertama secara khusus, yaitu masa setelah wahyu itu vakum
(terputus), bukan yang pertama kali turun secara mutlak.
c) Sesungguhnya yang dimaksud adalah yang pertama kali turun secara khusus
dengan adanya perintah untuk mengingatkan (berdakwah). Sebagian ulama
mengungkapkan demikian itu dengan istilah: “pertama kali yang diturunkan
untuk kenabian adalah: “iqra’ bismi rabbik”, dan pertama kali yang diturunkan
untuk kerasulan adalah: “yaa ayyuhal muddatstsir”.
d) Sesungguhnya yang dimaksud adalah pertama kali yang diturunkan dengan
sebab terdahulu yaitu apa yang terjadi pada Nabi yang beliau memakai selimut
karena ketakutan. Adapun “iqra” itu turun sejak awal tanpa ada sebab yang
mendahului. Pendapat ini disebutkan oleh Ibnu Hajar.
e) Sesungguhnya Jabir mengeluarkan riwayat tersebut atas dasar ijtihadnya, bukan
dari riwayatnya. Dengan demikian maka hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
lebih didahulukan. Pendapat ini dikatakan oleh al-Karmani.
8
D. surat apa saja yang termasuk awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala
a) Al-Alaq ; 1-5
b) Al-Muddatsir
c) Al-Qalam
d) Al-Fatihah
e) Al-Basmalah
f) Al-Mufashal
g) An-Nisa ; 176
h) Al-Baqarah ; 278
i) Al-Baqarah ; 281
j) At-Taubah ; 128-129
k) Al-Anbiya ; 25
l) Al-Kahfi ; 110
m) An=Nisa ; 93
n) Al-Imron ; 195
o) An-Nisa ; 32
p) Al-Ahzab ; 35
q) At-Taubah ; 5

E. menurut pemakalah manakah yang paling rajih mengenai surat yang menjadi awwalu
ma nazala wa akhiruma nazala
Sesungguhnya yang ditanyakan adalah tentang turunnya satu surat secara
sempurna maka menjadi jelas bahwa surat al-Muddatstsir diturunkan secara
keseluruhan sebelum turunnya surat “Iqra’” secara sempurna karena yang turun
pertama adalah ayat-ayat di awalnya. Ini diperkuat dengan hadits yang ada di kedua
kitab Shahih (Bukhari dan Muslim) juga dari Abi Salamah dari Jabir (ia berkata): aku
mendengar Rasulullah saw. sedang berbicara tentang masa kevakuman wahyu, maka
beliau bersabda dalam haditsnya, “Ketika aku sedang berjalan, aku mendengar ada
suara dari langit, kemudian aku angkat kepalaku, ternyata ada seorang malaikat yang
pernah datang kepadaku di Hira’ sedang duduk di atas kursi antara langit dan bumi,
maka aku pulang dan aku katakan, ‘Tolong selimuti aku, selimuti aku,’ maka mereka
memberikan selimut padaku, dan Allah menurunkan: ‘yaa ayyuhal muddatstsir’.”
Ungkapan Nabi saw.: “malaikat yang pernah datang kepadaku di Gua Hira’”
menunjukkan bahwa kisah yang ada di dalam hadits ini terjadi setelah kisah Hira’ yang
turun di dalamnya: “iqra’ bismi rabbik”.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata:
ayat yang terakhir turun adalah: “Yastaftuunaka qulillaahu yuftiikum fil kalaalah” (QS.
an-Nisa’: 176), dan surat yang terakhir turun adalah surat Bara’ah (at-Taubah). Imam
Bukhari juga mengeluarkan sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, ia berkata: ayat yang
terakhir turun adalah “ayatur riba”.

9
F. dalil-dalil yang memperkuat pendapat pemakalah ketika mentarjihkan salah satu
pendapat ulama ulumul Qur'an yang berkenaan dengan ayat atau surat yang menjadi
awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala
yang pertama surat Al-Alaq ; 1-5 didasarkan pada suatu hadist Imam Bukhari,
Muslim, dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah, ia berkata, “Pertama kali Rasulullah
saw. menerima wahyu adalah mimpi yang benar dalam tidur, maka Nabi saw. tidak
melihat mimpi kecuali mimpi itu datang seperti cahaya subuh. Kemudian Nabi dibuat
senang untuk menyendiri, maka beliau pergi ke Gua Hira’ untuk beribadah di dalamnya
beberapa malam yang dapat dihitung dan membawa perbekalan untuk itu kemudian
kembali kepada Khadijah ra. Maka Khadijah memberi beliau perbekalan seperti
sebelumnya, hingga al-haq (kebenaran) itu membuatnya terkejut, sedangkan dia berada
di Gua Hira’. Maka datanglah malaikat (Jibril) kepadanya di gua itu. Malaikat itu
berkata, ‘Bacalah (ya Muhammad).’ Nabi saw. berkata, ‘Kemudian saya katakan, Saya
tidak dapat membaca, kemudian dia memegang dan mendekapku hingga aku merasa
berat, kemudian melepaskanku dan dia berkata, Bacalah (hai Muhammad), maka aku
katakan, Saya tidak dapat membaca, kemudian Jibril mendekapku yang kedua, hingga
aku merasa payah, kemudian melepaskanku, kemudian ia berkata, Bacalah (hai
Muhammad), maka aku katakan, Aku tidak dapat membaca, maka ia mendekapku yang
ketiga hingga aku merasa payah, kemudian melepaskanku, kemudian ia berkata, Iqra’
bismi rabbika hingga maa lam ya’lam (QS. al-‘Alaq: 1-5).’ Kemudian Rasulullah saw.
pulang dengan membawa ayat-ayat itu dalam keadaan gemetar…” (al-Hadits).
Yang kedua surat Al-Muddastsir berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, dari Abi Salamah bin Abdurrahman, ia berkata: aku pernah
bertanya kepada Jabir bin Abdillah, “Mana Al-Qur’an yang diturunkan terlebih dahulu:
yaa ayyuhal muddatstsir atau iqra’ bismi rabbika?” Jabir menjawab, “Saya akan
menceritakan kepadamu apa yang pernah dikatakan oleh Rasulullah saw. kepada kami.
Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya aku pernah berada di Gua Hira’. Ketika
sudah selesai keberadaanku di gua itu, aku turun (keluar dari gua itu) kemudian aku
berada di tengah lembah. Aku melihat ke depan dan ke belakang, ke kanan dan ke kiri,
kemudian aku melihat ke langit, tiba-tiba (aku melihat) Jibril. Aku merasa takut, maka
aku mendatangi Khadijah kemudian Khadijah menyuruh mereka, dan mereka pun
memberikan selimut padaku. Lalu Allah SWT menurunkan firman-Nya: Yaa ayyuhal
muddatstsir, qum fa andzir."
Yang ketiga, ayat terakhir diturunkan mengenai riba pada surat Al-Baqarah ;
278 didasarkan pada hadist yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Ibnu Abbas.
Yang keempat , ayat terakhir diturunkan mengenai menjaga diri dari azab pada
surat Al-Baqarah ; 281 didasarkan pada hadist yang diriwayatkan oleh an-Nasa'i dan
lain-lain, dari ibnu abbas dan said bin jubair.
Yang kelima, ayat terakhir diturunkan mengenai hutang pada surah Al-Baqarah
; 282 didasarkan pada hadist yg diriwayatkan dari said bin al-Musayyab

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Awwalu ma nazala wa akhiru ma nazala mempunyai arti yaitu ayat atau surat
yang pertama kali turun dan ayat atau surat yang terakhir turun.
Beberapa pendapat ulama mengenai Awwalu ma nazala yaitu ; Pendapat
pertama, dan inilah yang shahih, yaitu “iqra’ bismi rabbika”1. Imam Bukhari, Muslim,
dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah, Pendapat kedua, adalah “Yaa ayyuhal
muddatstsir”, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abi
Salamah bin Abdurrahman, Pendapat ketiga, bahwa yang pertama kali diturunkan dari
Al-Qur’an adalah surat al-Fatihah, Pendapat yang keempat, mengatakan bahwa
pertama kali yang diturunkan dari Al-Qur’an adalah “Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Imam al-Wahidi mengeluarkan sebuah riwayat dengan sanadnya dari Ikrimah dan
Hasan.
Sedangkan pendapat mengenai wa akhiruma nazala yaitu ; Pendapat pertama,
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari al-Bara’ bin ‘Azib, ia berkata: ayat yang
terakhir turun adalah: “Yastaftuunaka qulillaahu yuftiikum fil kalaalah”, pendapat
kedua , adalah Imam al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Umar seperti yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, ayyuhalladziina aamanu ittaqullaha wa dzaruu maa
baqiya minar ribaa” , pendapat ketiga, Imam an-Nasa’i mengeluarkan sebuah riwayat
melalui Ikrimah, dari Ibnu Abbas ra. ia berkata bahwa ayat yang terakhir dari Al-Qur’an
adalah: “wattaquu yauman turja’una fiihi ilallah”, dan beberapa pendapat lainnya.
Yang termasuk ayat dan surat awwalu ma nazala wa akhiruma nazala yaitu ; Al-
Alaq ; 1-5, Al-Muddatsir, Al-Qalam, Al-Fatihah, Al-Basmalah, Al-Mufashal, An-Nisa
; 176, Al-Baqarah ; 278, Al-Baqarah ; 281, At-Taubah ; 128-129, Al-Anbiya ; 25, Al-
Kahfi ; 110, An-Nisa ; 93, Al-Imron ; 195, An-Nisa ; 32, Al-Ahzab ; 35 dan At-Taubah
;5
B, Penutup
Sekian penyajian makalah dari penulis. Semoga dengan adanya makalah ini bisa
memenuhi kriteria Tugas serta menambah wawasan dan pemahaman mengenai Awwalu ma
nazala wa akhiruma nazala dalam Al-Qur'an . Aamiin Allohumma Aamiin.

11
DAFTAR PUSTAKA

Study Ilmu-ilmu Qur'an, hal 92-107


Al-Itqan fi Ulumil Qur'an, hal. 103-120
Pustaka-indo.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai