Anda di halaman 1dari 16

ULAMA PEWARIS PARA NABI

MAKALAH
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas terstruktur pada mata
kuliah hadist tarbawi
Dosen Pengampu:
Khairul Amin, M.Pd.I

Disusun Oleh:
Ahmad Fauzi (12210111730)
Atom Suhendra (12210111537)
Hadi Kurniawan (12210111585)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2024 M/1445
KATA PENGANTAR
Bsimillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi allah atas rahmat dan karunianya serta sholawat dan salam
kepada ruh junjungan alam baginda besar Nabi Muhammad Saw yang membawa
cahaya terang kepada seluruh ummatmya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “ULAMA PEWARIS PARA NABI” tepat pada
waktunya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Khairul Amin,
M.Pd.I selaku dosen pengampu pada mata kuliah hadist tarbawi yang telah
banyak membantu dan memberikan ilmunya dalam proses pembuatan makalah
ini.

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas ujian akhir semester pada mata
kuliah hadist tarbawi. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat
untuk pembaca sekaligus dapat memahami isi dari makalah tersebut. Penulis juga
menyadari dalam pembuatan makalah ini tidak luput dari kesalahan. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar penulisan makalah
ini menjadi lebih baik dan menjadi lebih sempurna. Atas perhatiannya penulis
mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 27 Februari 2024

penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................

DAFTAR ISI.......................................................................................................................

BAB ....................................................................................................................................

PENDAHULUAN...............................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Rumusan Masalah....................................................................................................
C. Tujauan Masalah.....................................................................................................

BAB II.................................................................................................................................

PEMBAHASAN..................................................................................................................

A. Pengertian Ulama ...................................................................................................

B. Kedudukan Ulama...................................................................................................

C. Dalil Tentang Keutamaan Ilmu Dan Ulama..........................................................

BAB III................................................................................................................................

PENUTUP...........................................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah dalam menciptakan alam semesta ini juga menciptakan penghuninya, yaitu di
antaranya malaikat, manusia, jin, dan setan. Malaikat merupakan ciptaan Allah
yang selalu patuh kepada perintah Allah. Sebaliknya setan adalah ciptaan Allah
yang memilih menjadi penggoda manusia agar kelak menemaninya di neraka.
Adapun manusia adalah makhluk ciptaan yang diperintahkan untuk taat dan patuh
kepada Allah, di sisi lain manusia juga mendapatkan godaan dari setan agar
terjerumus ke dalam neraka. Manusia ibarat di antara dua pihak yang bertolak
belakang yaitu pihak malaikat yang selalu patuh dan pihak Dalam al-Qur’an juga
manusia tergolong menjadi dua macam, yaitu baik dan buruk. Dari sisi buruk
terbagi menjadi beberapa kategori kafir, musyrik, zalim, munafik, fasiq. Sedangkan
dari sisi baik juga terdapat beberapa kategori muslim, mukmin, muttaqin. Manusia
yang mempunyai perilaku yang buruk juga mempunyai keinginan untuk selalu
mengajak yang lain kepada keburukan yang ia lakukan. Di sisi lain manusia yang
mempunyai perilaku baik, juga ingin agar selalu mengajak kepada kebaikan.
Ajakan menuju kebaikan inilah yang seringkali disebut sebagai dakwa.

Allah dalam memberikan petunjuk kepada manusia melalui utusan-utusan-

nya (para Rasul). Rasul diberi tugas oleh Allah untuk memberikan kabar gembira
dan peringatan kepada manusia. Namun, ketika rasul sudah tiada, maka tugas rasul
tersebut diwariskan kepada para ulama Salah satu tugas dai adalah mengajak
manusia kepada jalan Allah. Oleh karena itu dai perlu meniru Rasulullah yang
merupakan Uswah H}asanah. Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan apakah
tugas para Nabi/Rasul dan bagaimana kriteria dai yang dapat menjadi pewaris nabi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud ulama?
2. Bagaimana kedudukan ulama?
3. Apa saja dalil tentang keutamaan ilmu dan ulama?
4. Apa yang di maksud ulama pewaris kemuliaan?
3
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ulama
2. Untuk mengetahui kedudukan ulama
3. Untuk mengetahui keutamaan ilmu dan ulama
4. Untuk mengetahui pengertian ulama pewaris kemuliaan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ulama

Secara etimologis, istilah ulama yang berasal dari bahasa Arab merupakan
bentuk jama' dari kata 'alim yang berarti orang yang mengetahui, orang yang
memiliki ilmu atau orang pandai atau "orang yang berilmu atau ilmuwan, baik di
bidang agama maupun non-agama.1
‫ َو ِإَّن الُعَلَم اَء َو َر َثُة اَأْلْنِبَياِء َو ِإَّن اَأْلْنِبَياَء َلْم ُيَو ِّر ُثوا ِدْيَناًر ا َو اَل ِدْر َهًم ا َو‬: ‫َرُس وَل هللا صلى هللا عليه وسلم َيُقوُل‬
‫ِإَّنَم ا َو َّر ُثوا اْلِع ْلَم َفَم ْن َأَخ َذ ُه َأَخ َذ ِبَح ٍّظ َو اِفٍر‬
Rasulullah saw. bersabda: "Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris
nabi. Dan sungguh para nabi itu tidak mewariskan uang dinar dan tidak juga
dirham. Mereka itu hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang
mengambilnya maka ia telah mendapat keuntungan yang besar". - HR. Abu
Dawud, at-Turmudziy, Ibnu Majah, Ahmad dan Ibnu Hibban.

Dengan perkataan lain, "ulama" itu sama pengertiannya dengan sarjana atau
cendekiawan. kemudian terjadi penyempitan arti menjadi semata-mata ahli
agama saja. Untuk mendapatkan konsep ulama secara komprehensif langkahnya
adalah dengan cara manelusuri makna ulama dari al-Qur' an maupun al-Hadits.
Al-Qur'an menyebut kata ulama hanya dua kali. Mengutip dari pendapat Quraish
Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, bahwa al-Qur'an menyebutkan kata ulama
sebanyak dua kali yaitu QS: Al-Fathir: 28 dan QS. Asyuara': 197
Pertama, berdasarkan ayat al-Fathir ayat 28.

‫۝‬٢٨ ‫َوِم َن الَّناِس َو الَّد َو ۤا ِّب َو اَاْلْنَعاِم ُم ْخ َتِلٌف َاْلَو اُنٗه َك ٰذ ِلَۗك ِاَّنَم ا َيْخ َشى َهّٰللا ِم ْن ِعَباِدِه اْلُعَلٰۤم ُؤ ۗا ِاَّن َهّٰللا َع ِزْيٌز َغُفْو ٌر‬

Demikian pula) di antara manusia, makhluk bergerak yang bernyawa, dan hewan-
hewan ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Di antara
hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sesungguhnya
Allah Mahaperkasa lagi Maha Pengampun.

Ayat tersebut memberikan informasi tentang fenomena alam seperti: proses

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990),
h. 744
5
turunnya hujan hingga dapat menghasilkan berbagai macam buah-buahan. Serta
gambaran gunung-gunung yang memiliki garis-garis yang beraneka macam
warnanya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ulama adalah mereka yang
mempunyai pengetahuan tentang fenomena alam.
Kedua, dengan berdasarkan ayat setelahnya, yaitu QS: al-Fathir 29.

‫۝‬٢٩ ‫َّن اَّلِذ ْيَن َيْتُلْو َن ِكٰت َب ِهّٰللا َو َاَقاُم وا الَّص ٰل وَة َو َاْنَفُقْو ا ِم َّم ا َر َز ْقٰن ُهْم ِس ًّر ا َّو َع اَل ِنَيًة َّيْر ُج ْو َن ِتَج اَر ًة َّلْن َتُبْو َۙر‬

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah (Al-Qur’an),


menegakkan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepadanya secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perdagangan yang tidak akan pernah rugi.

Ayat tersebut menggambarkan seseorang yang memiliki kesadaran tanggung jawab


sosial. Seperti hanya memberikan nafkah kepada orang yang membutuhkan.
menumbuhkan sikap saling peduli terhadap sesama.
Ketiga, adalah mereka yang memiliki pemahaman terhadap kitab yang yang
telah diturunkan kepada Nabi. sehingga mampu mengimplementasikannya dalam
kehidupan sosial. Dengan kata lain, ulama adalah mereka yang memiliki
pemahaman mendalam terhadap kitab Allah. Sebagaimana QS ays-Syuaraa' ayat
192-197.
‫َوِإَّن ۥُه َلَتنِزيُل َرِّب ٱْلَٰع َلِم يَن‬
Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam,Ayat
193
‫َنَز َل ِبِه ٱلُّر وُح ٱَأْلِم يُن‬
dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),Ayat 194
‫َع َلٰى َقْلِبَك ِلَتُك وَن ِم َن ٱْلُم نِذ ِريَن‬
ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan,Ayat 195
‫ِبِلَس اٍن َعَر ِبٍّى ُّمِبيٍن‬
dengan bahasa Arab yang jelas.Ayat 196
‫َوِإَّن ۥُه َلِفى ُز ُبِر ٱَأْلَّوِليَن‬
Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar (tersebut) dalam Kitab-kitab orang yang
dahulu.Ayat 197

6
‫َأَو َلْم َيُك ن َّلُهْم َء اَيًة َأن َيْع َلَم ۥُه ُع َلَٰٓم ُؤ ۟ا َبِنٓى ِإْس َٰٓر ِء يَل‬
Dan apakah tidak cukup menjadi bukti bagi mereka, bahwa para ulama Bani Israil
mengetahuinya?
Dengan demikian, kriteria ulama menurut Quraish Shihab. adalah orang
mempunyai pemahaman mendalam terhadap kealaman, problem sosial, dan al-
Quran. Sehingga, apabila ulama benar-benar memiliki kriteria yang sebagaimana
disebutkan diatas, maka ulama akan lebih peka dan peduli terhadap berbagai kondisi
yang terjadi dan kemudian mampu memberikan solusi-solusi yang berdasarkan
petunjuk ilahi. Quraish Shihab dalam membahas ulama sebagai pewaris nabi,
menyebutkan bahwa yang disebut ulama adalah orang yang mempunyai
pengetahuan kaumingyuh (fenomena alam) dan qur'anityuh. Keberadaan ulama
yang mempunyai pengetahuan kuuniyyah (fenomena alam) dan qur'aniyyah adalah
ulama yang selalu memikirkan penciptaan langit dan bumi agar bertasbih kepada
Allah. 2
Ulama pewaris para nabi diartikan oleh al-Mawardi bahwa mereka (ulama)
kedudukan dalam agama setingkat dengan Nabi Ulama yang terdidik dengan etika
para nabi tidak menuntut sesuatu kepala. Menurut penulis, ulama yang menjadi
pewaris nabi adalah ulama-ulama yang mempunyai kriteria sebagaimana
karakteristik nabi, atam setidaknya mendekatinya (jika tidak memungkinkan).
Ulama yang menjadi pewaris nabi, juga merupakan ulama-ulama yang dipilih oleh
Allah di samping mereka juga diakui di masyarakat sebagai ulama. Seorang ulama
juga berinteraksi sangat kuat dengan umatnya baik secara individu maupun
keseluruhan sehingga ularna bisa mengetahui perkembangan atau kekurangaan
dalam perilaku kengamnan umatnya, baik yang bersifat personal maupun kolektif
Ulama pewaris nabi juga mempunyai dua makna: pertama, mempunyai pengetahuan
yang lebih, dan kedua, moralnya harus bisa dicontoh.

B. Kedudukan Ulama
Di sini dapat ditekankan bahwa posisi dan peran Ulama itu sangatlah pentingdan
terfokus pada dua hal.
Pertama, mereka dengan bobot kepakaran dan keulamaan masing-masing berposisi
dan sekaligus berperan sebagai “ pencerah” alam fikiran umat. Para ulama,
sesuai dengan disiplin ilmu mereka masing-masing berperan aktif dalam
2
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung : Mizan
7
“mencerdaskan” kehidupan umat. Pemikiran para ulama menjadi bahan rujukan
–rujukan ilmiah yang selalu dipegangi dan terus di gali untuk selalu di
kembangkan secara kreatif. Fatwa-fatwa hukum yang dihasilkan oleh para
Ulama selalu menjadi rujukan pengetahuan, menjadi dasar bimbingan moral dan
menjadi acuan hukum sehingga umat tidak terombang ambing dalam ketidak
pastian, terutama dalam menghadapi kompleksitas masalah sosial
kemasyarakatan yang selalu timbul dalam kehidupan ini sesuai dengan gerak
laju modernitas.3
Kedua, posisi sentral dan peranan strategis Ulama adalah sebagai panutan umat.
Kualitas moral yang baik diperlihatkan dan di contohkan oleh para Ulama
mencerminkan nilai dan peradaban suatu Bangsa. Umat Islam dan Bangsa
Indonesia kini sedang mengalami gelombang transformasi dari masyarakat
tradisional ke masyarakat modern atau dari masyarakat agraris ke masyarakat
industri. Dalam keadaan demikian, terjadi arus pergulatan dan pergumulan nilai
dalam berbagai aspek kehidupan sosial.4
Pembahasan ulama, kedudukan mereka dalam agama berikut di hadapan
umat, merupakan permasalahan yang menjadi bagian. dari agama. Mereka
adalah orang-orang yang menjadi penyambung umat dengan Rabbnya, agama
dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mereka adalah sederetan orang
yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang
dirahmati yaitu jalan yang lurus.
Oleh karena itu ketika seseorang melepaskan diri dari mereka berarti dia
telah melepaskan dan memutuskan tali yang kokoh dengan Rabbnya, agama dan
Rasul-Nya. Ini semua merupakan. malapetaka yang dahsyat yang akan menimpa
individu ataupun sekelompok orang Islam. Berarti siapapun atau kelompok
mapapun yang mengesampingkan ulama pasti akan tersesat jalannya dan akan
binasa, Bahkan karena mulianya para Ulama ini tintanya saja dianggap lebih
mulia dari darah seorang yang mati syahid.5

C. Dalil tentang Keutamaan Ilmu dan Ulama

3
Faisal Ismail, Dilema Nahdatul Ulama di tengah Badai Pragmatisme Politik, (Jakarta: Mitra
Cendikia,2004), h.5
4
Ibid
5
Muhammad Athiyah Al-Abrasjy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Prof. H. Bustami
A. Gani dan Djohat Bakry L.L.S, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 46
8
Berikut beberapa ayat al-Qur'an maupun al-Hadis yang merupakan dalil tentang
keutamaan ilmu dan ulama:
a. QS. al-Mujadalah ayat 11
‫يرفع هللا الذين امنوا منكم والذين أوتوا العلم درجات‬

"Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang


yang diberikan ilmu ke beberapa derajat."(AlMujadalah:11).

Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu berkata: "(Kedudukan) ulama berada di atas orang-
orang yang beriman sampai 100 derajat, jarak antara satu derajat dengan yang
lain seratus tahun." (Tadzkiratus Sami', hal. 27).
b. QS. Ali Imran ayat 18

‫شهد هللا أنه ال إله إال هو والمالئكة وأولوا العلم قائما بالقسط‬
"Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar
melainkan Dia dan para malaikat dan orang yang berilmu (ikut
mempersaksikan) dengan penuh keadilan." (Ali 'Imran: 18).
Al-Imam Badruddin rahimahullah berkata: "Allah memulai dengan
dirinya (dalam persaksian), lalu malaikat-malaikat-Nya, lalu orang-orang yang
berilmu. Cukuplah hal ini sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan, keagungan dan
kebaikan (buat mereka)." (Tadzkiratus Sami', hal 27).
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah dalam Tafsir-nya
mengatakan: "Di dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang keutamaan ilmu dan
ulama karena Allah Subhanahu wa Ta ala menyebut mereka secara khusus dari
manusia lain. Allah Subhanahu wa Ta'ala menggandengkan persaksian mereka
dengan persaksian diri…
‫قل هل يستوى الذين يعلمون والذين ال يعلمون‬

"Katakan (wahai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) apakah sama antara orang
yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu." (QS. Az-Zumar: 9)
C. QS. az-Zumar ayat 9
‫قل هل يستوى الذين يعلمون والذين ال يعلمون‬

9
"Katakan (wahai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam) apakah sama antara orang yang
berilmu dengan orang yang tidak berilmu."(QS. Az-Zumar: 9)

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Allah Subhanahu wa Ta'ala menafikan


unsur kesamaan antara ulama dengan selain mereka sebagaimana Allah menafikan
unsur kesamaan antara penduduk surga dan penduduk neraka. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman: "Katakan, tidaklah sama antara orang yang berilmu. dengan orang
yang tidak berilmu." (Az-Zumar: 9), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa
Ta'ala: "Tidak akan sama antara penduduk neraka dan penduduk surga. (Al-Hasyr:
20). Ini menunjukkan tingginya keutamaan ulama dan kemuliaan mereka." (Miftah
Dar As-Sa'adah, 1/221).
Quraish Shihab dalam membahas ulama sebagai pewaris nabi, menyebutkan
bahwa yang disebut ulama adalah orang yang mempunyai pengetahuan kaumingyuh
(fenomena alam) dan qur'anityuh. Keberadaan ulama yang meприпуні pengetahuan
kuuniyyah (fenomena alam) dan qur'aniyyah adalah ulama yang selalu memikirkan
penciptaan langit dan bumi agar bertasbih kepada Allah6
Menurut penulis, ulama yang menjadi pewaris nabi adalah ulama-ulama yang
mempunyai kriteria sebagaimana karakteristik nabi, atau setidaknya mendekatinya
(jika tidak memungkinkan)7. Ulama yang menjadi pewaris nabi, juga merupakan
ulama-ulama yang dipilih oleh Allah di samping mereka juga diakui di masyarakat
sebagai ulama. Seorang ulama juga berinteraksi sangat kuat dengan umatnya baik
secara individu maupun keseluruhan sehingga ularna bisa mengetahui
perkembangan atau kekurangaan dalam perilaku kengamnan umatnya, baik yang
bersifat personal maupun kolektif Ulama pewaris nabi juga mempunyai dua makna:
pertama, mempunyai pengetahuan yung lebih, dan kedua, moralnya harus bisa
dicontoh

D. Ulama Pewaris Kemuliaan


Jika kita menerima harta waris dari orang tua, maka kita disebut ahli waris.
Harta itu beralih kepemilikan dari orang tua kepada kita. Bagaimana dengan sabda
Nabi yang mengatakan "Ulama adalah pewaris Para nabi". Dari analogi diatas, maka
ulama memiliki hak waris akan peran kenabian. "Naba'a" adalah "pembawa berita"
6
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-qur’an, Mizan, Bandung 1996, hlm
7

10
dan "pemberi peringatan". Maka para ulama memiliki dua tugas, yakni membina
manusia agar tetap terjaga kemuliaannya dan mengingatkan manusia akan
bahayanya jika manusia terlepas dari kemuliaan. Dengan keluasan ilmu dan
wawasan, maka Ulama adalah manusia yang sangat takut kepada Allah. Ibarat padi
yang berisi, ia makin merunduk dan merendah karena muatan isi di dalam dirinya.
Terkait itu, Allah berfirman di dalam Al Qur'an, Surat Fathir (35), ayat 28:

‫َوِم َن الَّناِس َو الَّد َو اِت َو اَأْلْنَعاِم ُم ْخ َتِلُف َأْلَو اُنُه َك َذ ِلَك ِإَّنَم ا َتْخ َشى َهَّللا ِم ْن ِعَباِدِه اْلُعَلَم ُؤا ِإَّن َهَّللا‬
‫َع ِزيٌز َغُفوٌر‬
dan demikian (pula) di antara manusia, binatang- binatang melata dan binatang-
binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba- hamba-Nya, hanyalah
ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Ulama seperti apa yang layak memegang hak waris para Nabi? Untuk menjawab
pertanyaan ini, maka kita harus tahu terlebih dahulu sifat-sifat Nabi. Seperti kita
ketahui bersama, bahwa Nabi memiliki empat sifat yang terkenal. Sifat itu adalah:
shidik, amanah, tabligh dan fathanah. Empat sifat tersebut tergambar di dalam
keluhuran dan kemuliaan akhlaq, sosok manusia besar yang mendunia. Maka
seorang ulama pewaris Nabi, tidak terbelenggu pada masalah kecil, apalagi sekedar
urusan khilafiyah yang memicu perpecahan. Akan tetapi, ulama lebih berfikir
global. Ikut serta berkontribusi dalam menyelesaikan permasalahan dunia.
Shidik bermakna "baik". Oleh karena tidak semua yang "baik" pasti "benar",
maka "shidik" mengandung "nilai kebenaran". Dipandang dari kacamata akademis,
shidik seharusnya bisa dibuktikan dengan logika dan referensi empiris dari hasil
penelitian. Maka seorang ulama' memiliki wawasan ilmiah yang pendapatnya bisa
dipertanggungjawabkan oleh masyarakat dunia. Dengan sifat shidik, seorang ulama
selalu inspiratif terhadap segala hal yang mengarah pada perbaikan dan
kesempurnaan. Allah menjelaskan tentang sifat shidik ersebut di dalam Al Qur'an
Surat Al Mujadilah (58) ayat 12
‫َيَتَأُّيَها اَّلِذ يَن َء اَم ُنوا ِإَذ ا َتنَج ْيُتُم الَّرُس وَل َفَقِّد ُم وا َبْيَن َيَدى َنْج َو َنُك ْم َصَد َقًة َذ ِلَك َخ ْيٌر َّلُك ْم َو َأْطَهُر َفِإن َّلْم َتِج ُدوا َفِإَّن‬
‫) َهَّللا َغُفوٌر َّرِح يٌم‬
Hai orang-orang beriman, apabila kamu Mengadakan pembicaraan khusus dengan
Rasul hendaklah kamu mempersembahkan kebaikan (shidik) sebelum pembicaraan
11
itu. yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih, jika tidak, Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

'Kebaikan yang dipersembahkan bisa bermacam- macam. Bisa berupa gagasan,


inovasi, karya, harta dsb. Bertemu dengan seorang pemimpin seyogyanya tidak
menyampaikan beban permasalahan. Seorang warga masyarakat hadir di depan
pemimpinnya, seharusnya dengan membawa segudang pemikiran untuk kemajuan
bangsanya.
Amanah, adalah "dapat dipercaya". Sifat ini menjadi kekuatan siapapun jika
manusia membawa sebuah misi besar membangun perubahan. Jika ia seorang
pebisnis, maka 'kepercayaan' adalah modal utama untuk mengikat konsumen dan
investor. Jika ia seorang politisi, maka ia akan mampu mendulang dukungan banyak
suara dari masyarakat. Jika ia seorang karyawan, maka ia akan memperoleh
kepercayaan pimpinan dan relasi sesama pekerja yang baik. Dengan tegas. Allah
memerintah manusia agar amanah, sebagamana tersebut di dalam Al Qur'an, surat
An Nisa (4) ayat 58

‫ِإَّن َهَّللا َيْأُم ُر ُك ْم َأن ُتَؤُّدوا اَأْلَم اَناِت ِإَلى َأْه ِلَها َو ِإَذ ا َح َك ْم ُتم َبْيَن الَّناِس َأن َتْح ُك ُم وا ِباْلَعْد ِل ِإَّن َهَّللا ِنِع َّم ا‬

)3( ‫َيِع ُظُك م ِبِه ِإَّن َهَّللا َك اَن َسِم يًعا َبِص يًر ا‬

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


menerimanya, dan berhak (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat.

Tabligh, adalah dewasa. Manusia dewasa mampu menempatkan diri dengan


siapapun dan dimanapun secara bijaksana. Kedewasaan umumnya diukur dari umur
dan tingkat pendidikan. Memang, pendidikan adalah salah satu sarana membentuk
jiwa tabligh. Akan tetapi jika pendekatannya salah, maka pendidikan bukan satu-
satunya penjamin. Umur dan pendidikan tidak menentukan kedewasaan seseorang.
Fathonah, adalah kecerdasan intelektual. Kecerdasan akan mewakili mutu
seorang ulama pewaris Nabi. Ulama akan banyak bersentuhan dengan berbagai
12
elemen masyarakat mulai tingkat bawah hingga kaum cendikia. Jika seorang ulama
mudah menyerah dalam menghadapi masalah karena IQ rendah, maka masyarakat
sulit dipengaruhi. Mengajak manusia menuju situasi yang lebih baik, belum tentu
diterima dengan baik. Hal ini ika seorang ulama mudah menyerah dalam
menghadapi masalah karena IQ rendah, maka masyarakat sulit dipengaruhi.
Mengajak manusia menuju situasi yang lebih baik, belum tentu diterima dengan
baik. Hal ini perlu menjadi pertimbangan, karena jika salah memilih metoda dan
bahasa yang tepat, maka tujuan baik bisa menjadi malapetaka baginya.
Empat sifat diatas, yakni, shidik, amanah, tabligh dan fathonah adalah sifat yang
mempengaruhi manusia menjadi mulia. Maka dari itu, Nabi, para wali, menjadi
central figure dimasanya masing-masing. Ulama pewaris Nabi hendaknya juga
mewarisi sifat-sifat mulia itu. Dengan demikian, misi mulia, melekat di dalam jiwa
penerus risalah yang juga harus mulia.

KESIMPULAN
Peran yang dipikul oleh ulama tidaklah ringan Ulama mempuyai tanggung
jawab untuk menyampaikan kandungan isi al-Quran, bahkan memberikan suri
tauladan dalam mengamalkan ajaran al-Qur'an. Selain itu, ulama juga harus dapat
memberikan. penjelasan dan pemecahan mengenai problem yang dihadapi
masyarakat, berdasarkan al- Quran. Meskipun al-Quran secara gamblang tidak
memberikan konsep yang menguasai prinsip-prinsip dasar dan nilai-nilai yang
digariskanya, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya. Dengan
demikian, tidak boleh tidak, seorang ulama harus. menjadi pemimpin dalam
masyarakat, walaupun tentu saja tidak dapat menyamai prestasi Nabi dalam
memimpin umat yang kita ketahui bahwasanya tidak ada pemisahan antara ulama
dan umara' (pemerintah). Hal tersebut jika kita tarik ke konteks kelndonesiaan, di
mana kepemimpinan dipegang oleh pemerintah dan peran ulama tidak lagi
sepenuhnya menjadi pemimpin masyarakat, maka antara. keduanya harus ada
13
kerjasama yang baik untuk mewujudkan kesejahteraan ummat. Pemerintah
Indonesia kemudian mewujudkan adanya lembaga MUI yang diharapkan mampu
mengembalikan peran ulama sebagaimana pada masa Rassulullah dan khulafa ar-
rasyidin. Dengan demikian, ulama di Indonesia seharusnya tidak hanya sekedar
memberikan fatwa, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam program pemerintah sejak
perencanaan sampai pengawasan pelaksanaanya, mulai dari pemerintah Desa
sampai pusat.
Meskipun Nabi Muhammad SAW telah meninggal dunia, namun Rasu-
lullah telah mewariskan ilmunya kepada ulama. Ulama yang mendapatkan warisan
ilmu dari Nabi adalah ulama yang mempunyai karakteristik yang mendekati
sebagaimana karakteristik nabi. Sudah menjadi kewajiban fakultas dakwah untuk
mencetak dai-dai yang ahli dalam ilmu dakwah dan media-media dakwah, namun
juga mempunyai kepribadian selalu berusaha mencontoh kepada perilaku nabi.
Oleh karena itu diperlukan pendidikan spirit bagi maha- siswa fakultas Tarbiyah
dan keguruan agar bisa mencapai kesana.

14
DAFTAR PUSTAKA
Abdus Salalm, Izzuddin. “Tafsir Ibnu Abdu as-Salam”, dalam Maktabah Syamilah.
Al-Biqay, Burhanuddin. “Nadm ad-Durar fi Tanasub al-Ayati wa al-Suwar”, dalam
Maktabah Syamilah.
Al-Zarkasyi, Badr al-Din Muhamad ibn ‘Abdullah ibn Bahadur. Al-Burhan fi‘Ulum al-
Qur’an. Tahqiq: Muhamad Abu al-Fadhl Ibrahim. Beirut: Daral-Ma’rifah, tt. I:17.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1990)
Moesa, Ali Maschan. 2007. Nasionalisme Kyai: Konstruksi Sosial Berbasis Agama.
Yogyakarta: LKiS bekerjasama dengan IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan al-Qur’an. Bandung : Mizan
Muhammad Athiyah Al-Abrasjy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Prof. H.
Bustami A. Gani dan Djohat Bakry L.L.S, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), h. 46
Faisal Ismail, Dilema Nahdatul Ulama di tengah Badai Pragmatisme Politik, (Jakarta:
Mitra Cendikia,2004), h.5

15

Anda mungkin juga menyukai