FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT PERGURUAN TINGGI AL-QURAN JAKARTA
Jl. Batan I No. 2 Pasar Jum’at Rt. 5/Rw. 2, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, DKI Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam. Yang menjadikan dunia ini sebagai
rahmat bagi hamba-Nya. Dengan kuasa dan kehendak-Nya Ia menghadirkan kita di
dunia. Dihadirkan oleh-Nya sebuah petunjuk yang amat begitu sempurna untuk
kehidupan di dunia dan akhirat.
Salawat dan salam, semoga tetap tersampaikan kepada kekasih tercinta, sang
pelita alam semesta. Adanya ia di dunia sebagai rahmat bagi alam semesta. Yang
darinya kita dapat mengenal agama-Nya yang begitu sempurna. Yang darinya kita
dapat mengenal petunjuk dari-Nya yakni al-Quran yang mulia. Dialah nabi Muhammad
Saw. Tak lupa kepada keluarganya, para sahabatnya, para pengikutnya, serta kita selaku
umat yang sangat mencintainya, semoga kelak mendapatkan syafaatnya di hari kiamat.
Al-Quran hadir sebagai petunjuk bagi manusia. Mereka yang mengikutinya maka
akan selamat jalannya di dunia dan akhirat. Mereka yang menolaknya, maka merekalah
manusia yang paling merugi.
Kita sadar bahwa, al-Quran ini secara nampak memang adalah teks, yang mana
teks ini perlu dikaji demi menemukan pesan-pesan ilahi, sebagai petunjuk yang dicari
tersebut. Oleh karenanya, sejak zaman salaf al-Quran banyak dikaji, dan diteliti
sedemikiannya dengan tujuan yang sama, yakni menemukan pesan-pesan ilahi tersebut.
Kajian tersebut dikenal dengan tafsir.
Sejak lahirnya tafsir, sebagai bentuk studi keilmuan yang mana darinya lahir
Semakin berkembangnya studi ini, lahirlah berbagai corak dan metodologinya. Salah
satunya adalah corak hukum.
Oleh karena itu, tulisan ini hadir dengan menghadirkan tafsir al-Quran dengan
corak hukum. Oleh karenanya, ayat yang akan dibahas adalah ayat yang berkaitan
dengan hukum tersebut. Tentunya tujuan yang ingin disampaikan melalui tulisan ini
adalah, para pembaca dapat memahami hukum yang dijadikan tema pembahasan,
melalui sisi tafsir al-Quran.
Pembahasan pada tulisan ini, dimulai dengan mengkaji pengertian dari tema yang
diangkat, yang mana ditinjau dari segi bahasa dan istilah. Kemudian menghadirkan
ayat-ayat yang berkaitan dengan tema. Kemudian setelahnya menginventarisi dan
mengkaji kosa kata yang memang relevan dan unik untuk dikaji. Kemudian
menghadirkan penafsiran para ulama terhadap ayat-ayat tersebut. Kemudian pada
bahasan selanjutnya, penulis menyajikan hal-hal yang berkaitan dengan relevansi pada
keadaan masa kini dan dibahas hal tersebut dengan pendekatan hukum. Seperti
ii
fenomena pernikahan beda, yang hal ini disajikan sebagai bentuk kontekstualisasi
penafsiran ayat-ayat tersebut. Sajian terkahir yakni penutup, berisi kesimpulan dan
saran yang mana dapat ditinjau ulang pada penulisan berikutnya.
Harapan besar penulis pada tulisan ini, agar menjadi sebuah tulisan yang
bermanfaat untuk dibaca dan dikaji. Sehingga mempunyai nilai positif yang bermanfaat
bagi para pembaca khususnya, dan umumnya masyarakat. Oleh karena kami, memohon
kepada Allah Swt akan rahmat dan rido-Nya, agar membimbing kami dalam penulisan
makalah ini. Sehingga tulisan ini dapat jadi sebuah keberkahan untuk kami, di dunia
maupun di akhirat. Aamiiiin.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang tafsir, maka tidak akan jauh dengan namanya corak atau
metodologi. Mengapa demikian, karena al-Quran memuat berbacam-macam
ilmu, sehingga penafsirannya akan membutuh sebuah metodologi yang mana
melahirkan berbagai macam corak, contohnya adalah corak hukum.
Corak hukum ini, akan selalu berkaitan erat dengan hukum. Sehingga ayat
al-Quran yang disajikan akan selalu berwarna hukum. Baik hukum yang
berkaitan dengan ‘ubudiyyah seorang hamba dengan Allah, ataupun hukum
yang mana berkaitan dengan sesame manusia atau dikenal dengan istilah
mu’amalah.
Corak ini, sangat banyak melahirkan karya-karya fenomenal dalam sebuah
penafsiran. Seperti tafsir Ahkam al-Quran karya al-Jasshash, kemudian tafsir al-
Thabariy karangan al-Thabariy, tafsir al-Jaami’ Li Ahkam al-Quran karangan
al-Qurthubi, dan masih banyak lagi. Ini membuktikan bahwa corak ini banyak
diminati para pengkajia al-Quran.
Oleh karena itu, dengan corak ini dapat membantu kita sebagai para pengkaji
al-Quran untuk menjawab setiap permasalahan yang mana berkaitan dengan
hukum yang mana dipandang dari sisi penafsiran al-Quran.
Seperti halnya tema tentang pernikahan. Pernikahan tidaklah asing di telinga
manusia. Sebab pernikahan ini sudah ada sejak manusia pertama di muka bumi,
yakni nabi Adam As dan Hawa. Sehingga pernikahan merupakan sebuah
mu’amalah manusia yang cukup lama usianya.
Hewan dan tumbuhan, melakukan pernikahan sama halnya seperti manusia.
Lantas apa yang membedakannya. Tentunya secara biologis pernikahan
manusia dan hewan serta tumbuhan sangat jauh berbeda. Dan yang paling
membedakan pernikahan manusia dengan hewan serta tumbuhan, yakni adanya
hukum yang mengikat manusia.
Kita ketahui bahwa setiap agama samawi, baik itu Islam, Kristen, Budha,
Hindu dan lainnya, memiliki tata cara dan hukum yang mengikat serta
membahas tentang pernikahan tersebut.
1
Islam, sebagai satu-satunya agama yang diterima dan diakui di sisi Allah
Swt, punya aturan dan hukum tersendiri berkaitan dengan pernikahan tersebut.
Melalui firman-Nya dan kalam dari kekasih-Nya yakni nabi Muhammad Saw.
Dari latar belakang tersebut makalah ini berusaha memuat penafsiran al-
Quran tentang pernikahan, tentunya dengan corak hukum itu sendiri. Seperti,
syarat dan pra-syarat, ketentuan pernikahan, hikmah dari pernikahan, dan lain-
lain. Dari latar belakang tersebut, penulis berusaha menyusun rumusan masalah
yang mana menjadi fokus kajian tulisan ini, dan menghadirkan tujuan-tujuan
yang hendak dicapai oleh tulisan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pernikahan, baik secara terminologi bahasa
dan istilah?
2. Apa saja ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan pernikahan?
3. Bagaimana pandangan mufasir terhadap ayat-ayat tersebut?
4. Bagaimana menanggapi fenomena-fenomena saat ini yang mana
berkaitan dengan pernikahan?
5. Hikmah apa yang dapat dipetik dari pernikahan tersebut?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian pernikahan.
2. Tahu dan faham akan ayat-ayat tentang pernikahan.
3. Menanggapi dengan bijak terkait fenomena yang memang berkaitan erat
dengan pernikahan pada saat ini.
4. Mendalami hikmah dari sebuah pernikahan, agar menjadi sebuah nilai
positif yang dapat diterapkan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Setiap hal, tentunya memiliki pengertiannya sendiri. Baik itu benda, atau
sebuah perbuatan dan lainnya. Termasuk pernikahan ini. Pernikahan
mempunyai pengetiannya sendiri. Oleh karenanya, untuk memahami secara
utuh tentang pernikahan ini, maka perlu membuka pintu pertamanya, yakni
mengetahui pengetian dari pernikahan tersebut, baik dilihat dari segi bahasa,
ataupun istilah.
Dalam kitab al-Ta’riifaat, karangan Ali bin Muhammad al-Jurjaaniy
dijelaskan tentang pengertian pernikahan, baik dipandang dari segi bahasa
ataupun istilah. Berikut kutipannya:
َ ض َع َهاٰأَيٰضا
ٰ َٰو َكذَلٰك، َ ٰ َبا:ٰونَ َك َح َٰهاٰ َينكحها.ا َٰ ٰنَ َك َح ٰف ََلن ٰاٰمٰ َٰرأَةٰ ٰ َينكحهاٰنكاحا ٰإذاٰتَزَٰ َّٰو:ح
َٰ ج َٰه َٰ نَ َٰك
ٰ دَ َح َم َٰهاٰو َخ َجأ َ َٰها
“(lafaz) Nakaha, bermakna nakaha fulaan imra’atan (seseorang menikahi
seorang perempuan) atau yankihuhaa nikaahan idzaa tazawwaja (lelaki itu
menikahinya sebagai bentuk pernikahan jika mengawininya). Dan lafaz
nakahaha (dan) yankihuhaa (semakna dengan): baadha’ahaa (menggauli),
1
Ali bin Muhammad al-Jurjaaniy, al-Ta’rifaat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ulumiyyah 1983 M),
hal. 246,.
3
semakna juga dengan dahamahaa dan khaja’ahaa (yang mempunyai makna
yang sama yakni menggauli)”2
Jika disimpulkan, makna nikah jika dipandang dari sisi bahasa maka
maknanya ada dua, pertama sebuah hubungan yang mana hubungan ini terjadi
dikarenakan adanya sebuah akad, dan yang kedua adalah menggauli. Dari
kedua penjelasan di atas, tentunya akad yang membuat adanya hubungan ini
adalah dalam rangka mengambil manfaat. Artinya yang berakad akan
mendapatkan apa yang diakadinya, dan yang diakadinya mendapatkan manfaat
juga dari yang berakad, yakni salah satunya dengan cara menggaulinya.
Secara logika, analogi seperti sangat logis. Sebab suami mendapatkan
manfaat dari hubungan biologisnya, begitupun dengan istri. Sebab suami yang
berakad dan istri yang diakadinya. Kedua-duanya saling mendapatkan manfaat
dari akad tersebut. Maka, jika ada sebuah pernikahan yang salah satunya atau
kedua-duanya tidak mendapatkan manfaat, maka ada yang salah dalam esensi
akadnya.
Jika kita melihat istilah bahasa arab, dalam mengartikan sebuah pernikahan
makan tidak akan terlepas dari istilah al-Ziwaaj dan al-Nikaah itu sendiri. Lalu
pertanyaannya adalah apa yang membedakan dari kedua istilah itu sendiri.
Di dalam kitab al-Hadyu al-Nabawiy Fii Binaa’i al-‘Allaaqaati al-
Zaujiyyah karangan Dr. Muhammad al-Khabbash, diterangkan pengertian al-
Ziwaaj dari segi bahasa dan istilah. Berikut kutipannya:
2
Jamaludiin Ibn Mandzhuur al-Ifriqiy, Lisaan al-‘Arab, (Beirut Dar Shaadir 1994 M), jilid. 2,
hal. 625,.
3
Muhammad al-Khabbaash, al-Hadyu al-Nabawiy Fii Binaa’i al-‘Allaaqaati al-Zaujiyyah,
(Yordania: Dar Kanuur al-Ma’rifah al-‘Uluumiyyah 2008 M), hal. 18,.
4
Lebih lanjut lagi Dr. Muhammad al-Khabbash di dalam kitab berliau, beliau
menjabarkan pengertian al-Ziwaaj dari segi istilah yang mana disandarkan pada
pendapat dari kalangan 4 mazhab. Berikut kutipannya:
َ ٰٰأَنَّه: ت َعريفٰٰاۡلحنَاف-
َ َعقدٰوض َعٰلت َ َملكٰالمتعَةٰٰباۡلنثَىٰق
صدا
ٰ,ٍٍٰوٰأ َ َم ٍٰةٰكت َابيَّة َ ٰٰأَنَّه: ت َعريفٰال َمالكيَّة-
َ عقدٰلَ َحلٰاستمت َاعٍٰباٰنثَىٰغَيرٰ َمح َر ٍم
َ ٰوٰ َمجوسيَّة,
ٰاجٰنَسَل َ َاجٰأَو
ٍ ٰر ٍ بصيغَةٍٰلقَادرٰمحت
ٰجٰأَوٰت َرجٰ َمته
ٍ احٰأَوٰت َزوي َٰ َض َّمنٰابَا َحة
ٍ ٰوطءٍ ٰبلَفظٰان َك َ ٰٰأَنَّه:شافعيَّة
َ َ عقدٰيَت َّ ت َعريفٰال-
َ ٰٰأَنَّه: ت َعريفٰال َحنَابلَة-
ٰعقدٰالتَّزيج
1. Pengertian di kalangan Hanafiyyah: Bahwasannya ia adalah suatu
akad yang diletakkan untuk memiliki sebuah kenikmatan terhadap
perempuan secara maksud tujuannya.
2. Pengertian kalangan Malikiyyah: Bahwasannya ia adalah sebuah
akad untuk menghalalkan mengambil manfaat dari perempuan yang
bukan mahram, dan bukan majusi, dan bukan perempuan ahli kitab.
Dengan cara yang ditujukan kepada yang mampu serta berhajat
atau yang matang keturunannya.
3. Pengertian menurut Syaafi’iyyah: Bahwasannya ia adalah sebuah
akad yang mencakup kebolehan untuk bersenggama dengan lafaz
nikah atau tazwiij (menggauli) atau menerangkannya (maksud
tujuan).
4. Pengertian menurut Hanabilah: Bahwasannya ia adalah akad untuk
menggauli.4
4
al-Hadyu al-Nabawiy Fii Binaa’i al-‘Allaaqaati al-Zaujiyyah, hal. 18-19,.
5
Oleh karenanya, al-Ziwaaj merupakan sebuah akad, yang mana dari
akad tersebut seseorang dapat meraih atau mendapatkan status bahwa ia
sudah menikah. Sehingga pernikahan tidak disebut sebuah pernikahan
tanpa adanya al-Ziwaaj atau akad tersebut.
ٰٰواٰ َولَعَأٰبدٰٰم أؤمنٰٰخأَٰيرٰٰمنٰم أشرٰكٍٰٰ َولَوأٰٰأ َ أع َجبَك أٰۗمٰأو َٰلَٓئكَٰٰيَ أدعونَٰٰإلَىٰٱلنَّار ٰۡۚ ىٰي أؤمن
َٰٰ َّ أٱلم أشركينَٰٰ َحت
ٰ ٢٢١َٰٰٰٱَّللٰيَ أدع ٓواٰٰإلَىٰ أٱل َجنَّةٰٰ َو أٱل َم أغف َرةٰٰبإ أذنهۦٰٰ َويبَينٰٰ َءاَٰٰيَتهۦٰللنَّاسٰٰلَ َعلَّه أٰمٰيَتَذَ َّكرٰون
َّٰ َو
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
6
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan
orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah
mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia
supaya mereka mengambil pelajaran.”
5
Ahmad Mukhtar Abdul Hamid Umar, Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah al-Ma’aashirah,
(Kairo: ‘Aalim al-Kitaab 2008 M), jilid. 1, hal. 145,.
7
Dari analisis kosa kata ini, pada surat al-Nuur ayat 32 tersebut, dapat
difahami bahwa jika ada seseorang yang masih membujang maka orang
tuanya, kerabat saudaranya atau siapapun yang mengenalnya agar segera
menikahkannya. Sebab, ada amr pada lafaz ankihuu. Yang mana salah satu
makna dari sebuah perintah (amr) adalah tadullu ‘ala al-wujuub (yakni
menunjukkan kepada hal yang wajib). Lalu yang menjadi sebuah
pertanyaan besar adalah, kapan seseorang dikatakan bujang, sehingga
khitob menikah ini ada padanya? Tentunya jawabannya akan ditemukan
pada tafsiran ayat tersebut pada pembahasan selanjutnya.
7
ٰأ َ َحبَّه:ٰو َوداداٰو َم َودَّةٰو َموددة
َ ٰوودادا
َ ٰو َودادة
َ ًّٰاٰو َودا
َ ًّاٰوود
َ ٰودَّٰالشي َءٰود:
َ ابنٰسيدَه
Dari kutipan di atas, dapat dipastikan bahwa kata mawaddah (ٰ) َم َودَّة
merupakan bentuk mashdar dari kata wadda yawaddu (ٰ) َو ٰد َّٰ–ٰ َي َود, yang mana
memiliki makna mencintai. Oleh karenanya mawaddah ini harus hadir
dalam pernikahan, agar pernikahan tersebut menjadi sebuah rahmat dan
ketenangan bagi setiap pasangan.
6
Juhdi Rifa’i, Mudah Belajar Ilmu Shorf, (Jakarta: Taushia 2016 M), hal. 205,.
7
Lisaan al-‘Arab, jilid. 3, hal. 453,.
8
D. Pandangan Mufasir
Setelah membahas dua kosa kata yang cukup unik untuk dianalisis dan dikaji
dari segi kebahasaan, lanjut kepada bahasan selanjutnya yakni padangan para
mufasir berkaitan dengan ayat-ayat al-Quran yang disajikan di atas. Pada
bahasan ini, akan diisi oleh pandangan mufasir yang memang memiliki
kompetensi dibidangnya, khususnya tafsir-tafsir yang bercorak fikih/hukum
tersebut. Kemudian di setiap akhir kutipan pandangan, penulis akan berusaha
menyimpulkan sebagai bentuk khulaashah dari kutipan-kutipan tersebut.
a. Tafsir al-Qurthubiy
9
pada ayat ini adanya dalil bahwa perempuan tidak sah untuk
dinikahkan tanpa adanya wali, dan pendapat ini merupakan pendapat
dari kebanyakan ulama”8
8
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Qurthubiy, al-Jaami’ Li Ahkaam al-Quran,
(Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah 1964 M), jilid. 12, hal. 239,.
10
“Berkata ulama kami, adanya perbedaan hukum pada hal tersebut,
yakni berkaitan dengan pertimbangan keadaan seorang mukmin
tersebut apakah dia takut untuk berbuat dosa (zina), karena tidak dapat
menahannya, dan seorang mukmin yang kuat untuk bersabar dan
hilangnya ketakutan akan dosa (zina) tersebut darinya. Maka jika takut
akan kebinasaan tersebut yang merusak agama dan dunia atau
keduanya, maka nikah tersebut harus dilakukan. Akan tetapi jika tidak
takut akan hal tersebut, dan keadaanya memang sudah sempurna, maka
imam Syafi’i berkata:’Nikah itu boleh’. Dan berkata imam Malik dan
imam Abu Hanifah:’Nikah itu Mustahab (sunnah)’. Imam Syafi’i
mengaitkan hal tersebut bahwa nikah itu merupakan pemenuhan
kenikmatan sebagaimana bolehnya menikmati makan dan minum”9
9
Al-Jaami’ Li Ahkaam al-Quran, jilid. 12, hal. 239,.
10
Al-Jaami’ Li Ahkaam al-Quran, jilid. 12, hal. 240,.
11
Di awal pembahasan tentang kosa kata tadi terkait pembahasan atau
َٰٰ ) أٱۡل َ َٰيَ َم, bahwa maknanya adalah laki-laki atau
analisis dari kata ayaama (ى
perempuan yang masih lajang belum menikah. Akan tetapi di dalam
tafsir ini, disebutkan bahwa ahli bahasa sepakat bahwa lafaz tersebut
bermakna untuk perempuan yang belum menikah, baik ia memang lajang
atau berstatus janda. Sehingga sangat logis dengan analogi di atas tadi
tentang khitob dari lafaz ankihuu tersebut yang mana ditujukan kepada
wali perempuan. Tentunya perbedaan ini perlu dihormati agar
menjadikan rahmat bagi kita semua.
11
Al-Jaami’ Li Ahkaam al-Quran, jilid. 12, hal. 240,.
12
“(Firman Allah Swt) Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui.
Adapun kemiskinan senantiasa menjadi sebab dalam penolakan oleh
perempuan atau dari pihak ahli keluarga perempuan atas suami. Akan
tetapi, bagaimana Allah Swt menelantarkan kita, sedangkan kita
bertakwa kepadanya dan senantiasa kita bertujuan untuk menjadi hamba
yang saleh dan bersih? (tentu) tidak mungkin Allah menahan diri atas
kedua pasangan yang bertakwa tersebut atas kewajiban ini dan
keduanya berkumpul atas adab-adab tersebut. Dan tahukah kamu bahwa
rizki akan datang untuk keduanya secara bersamaan. Dan ada keduanya
berkumpul pada ikatan syar’i yersebut yakni (pasti) pintu rezki
dibukakan untuk dihadapan keduanya secara bersamaan.
(Firman Allah Swt) Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
Maka adapun pemberian Allah Swt senantiasa ada tidak akan pernah
terputus. Sebab pembedaharaan-Nya tidak pernah habis dan berkurang.
Dan adapun manusia, ia selalu menahan diri untuk membelanjakan
(mensedekahkan) hartanya karena takut akan kemiskinan tersebut.
Adapun Allah Swt yang Maha Benar, senantiasa memberikan pemberian
yang amat luas. Sebab apa yang ada di sisi-Nya tidaklah dapat habis.”12
12
Muhammad Mutawalli al-Sya’rawi, Tafsir al-Sya’raawiy, (Kairo: Muthaabi’ Akhbaar al-
Yaum 1997 M), jilid. 16, hal. ,.
13
yang Maha Kuasa, pembedaharaan-Nya amat begitu luas, tidak akan
pernah habis dan kekurangan. Maka, sungguh sangat aneh jika ada orang
yang mengaku beriman masih khawatir akan hal tersebut, maka ada yang
salah dengan imannya.
14
“Ungkapan (pendapat) dari firman Allah Swt:’ Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.
Allah berfirman pada al-Dzikr-Nya:’Dan diantara bukti-bukti-Nya serta
petunjuk-Nya atas hal tersebut juga yakni diciptakannya dari Adam As
bapak kalian semua pasangan yang menentramkan untuknya. Dan karena
itu, sesungguhnya Hawa diciptakan dari salah satu tulang rusuk di antara
tulang rusuk Adam As yang lainnya. Sebagaimana diceritakan Basyar,
kemudian dari Yazid, dari Sa’id, dan dari Qatadah:’ Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri’, maksudnya adalah diciptakannya ia dari tulang rusuk di
antara tulang-tulang rusuknya.
Dan Firman-Nya:’ , dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang’,
Allah Swt berfirman:’telah menjadikan Allah Swt di antara kamu sekalian
hubungan kekeluargaan dan pernikahan sebagai bentuk cinta yang saling
mencintai kalian dengannya, dan kalian saling berkesinambungan dari
esensinya. Dan (rahmatan) rahmat, yakni Allah telah merahmati kalian
dengannya, maka Allah mengasihani sebagian dari kalian dengan hal
tersebut atas yang lainnya. (inna fii dzaalika la aayaatin liqaumin
yatafakkarun) Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Allah Swt berfirman:’Sesungguhnya
pada perbuatan-Nya tersebut ada sebuah pesan nasihat yang ditujukan
untuk orang-orang yang senantiasa mengingat akan bukti dan petunjuk
Allah Swt. Maka ketahuilah oleh kalian semua bahwa Allah Swt adalah
satu-satunya tuhan yang tidak dapat dilemahkan oleh apa pun, dan tidak
ada yang mustahil ketika Ia berkehendak”13
13
Muhammad bin Jariir al-Thabariy, Jaami’ al-Bayaan Fii Ta’wiil al-Quraan, (Kairo:
Muassasah al-Risaalah 2000 M), jilid. 20, hal. 87,.
15
mana kenyamanan itu dapat didapat, tentunya dari cinta dan rahmat Allah
Swt. Sehingga difahami bahwa, keluarga yang harmonis yakni keluarga
yang lahir atas dasar ibadah kepada Allah, dan cinta kepada-Nya. Sehingga
Allah mengahadirkan cinta dan kasih sayang-Nya pada keluarga tersebut,
sehingga keluarga itu menjadi sebuah keluarga yang harmonis.
a. Tafsir al-Maraaghi
ٰاب ٰ َ ٰ ٰالَلتٰي
َٰ َ َل ٰكٰٰت ٰ َ )ٰأ َيٰ ٰ َٰو
ٰ َّ ٰ َٰل ٰٰت َٰت َزَٰ َّٰوجٰوٰاٰالٰمٰشٰرٰ َٰكات ٰ (وَلٰت َنكحواٰالمشركات ٰ َحتَّىٰيؤم َّن
َ
ٰٰجا َٰءٰٰلَفٰظٰٰالٰمٰشٰرٰك َٰ سٰلَّ َٰم
َٰ ٰٰٰوٰقَد، َٰ ٰٰصٰلَّىٰهللا
َٰ عٰلَيٰهٰٰ َٰو َٰ ٰح َّٰم ٍٰد
َٰ ٰصدٰقٰنَٰٰبٰم َّٰ ٰحٰت َّىٰيٰؤٰم
َٰ ٰنٰبٰاللٰٰ َٰوي َّٰ ٰٰلَه
َٰ ٰن
َ ٰ َٰما ٰيَ َود ٰالَّذينَ ٰ َكفَروا ٰمن ٰأَهل ٰالكتاب:ٰفٰي ٰالٰقٰرٰآنٰ ٰبٰ َٰه ٰذَا ٰالٰ َٰمعٰنَى ٰفٰي ٰنَحٰوٰ ٰٰقَوٰلٰه
ٰٰو ََل
َ ٰلَمٰيَكنٰالَّذيٰنَ ٰ َكفَرواٰمنٰأَهلٰالكتاب:ٰٰوفٰيٰٰٰقَوٰلٰه
ٰٰوالمشركينَ ٰمنفَكينَ ٰ َحتَّى َٰ َالمشركين
ٰ .ٰت َأتيَهمٰالبَينَة
َّٰ ٰعٰلَىٰشٰرٰكٰه
ٰ .ن ٰ َ ٰٰصة
َٰ ََٰٰلٰٰت َٰت َزَٰ َّٰوجٰوٰاٰالٰمٰشٰرٰ َٰكاتٰٰ َٰماٰ ٰدَ َٰمن ٰ َ َٰٰوالٰخ
َٰ َل
َٰ ٰ ٰۡل َ َٰمةٰ ٰمٰؤٰمٰنَة
ٰٰعٰلَىٰ َٰماٰبٰ َٰهاٰمٰن ٰ َ )ٰأ َيٰ ٰ َٰو
ٰ ٰولَو ٰأَع َجبَتكم
َ (و َۡل َ َمة ٰمؤمنَة ٰخَير ٰمن ٰمشر َك ٍة
َ
ٰٰش َٰرفٰ ٰالٰحٰرٰيَّٰة َٰ ٰ ٍٰٰ َخٰيٰرٰ ٰمٰنٰ ٰمٰشٰرٰ َٰك ٍٰة ٰحٰ َّٰرة،ٰسةٰ ٰالرٰقٰ ٰ َٰوقٰٰلَّةٰ ٰالٰ َخٰطٰر
َٰ ٰ ٰعٰلَى ٰ َٰمالٰ َٰهاٰمٰن َٰ سا
َٰ َٰخ
ٰ .الرغٰبَٰ ٰةَٰفٰيٰ َٰها
َّٰ ٰٰجب
َٰ ٰسائٰرٰٰ َٰماٰيٰو
َٰ اٰو
َٰ اٰو َٰمالٰ َٰه
َٰ ج َٰمالٰ َٰه َٰ َٰٰونَبَٰا َٰهةٰٰالٰقَٰدٰرٰٰ َٰولَٰوٰٰٰأ َع
َٰ ٰجبَٰتٰكٰمٰٰب
16
ٰٰعايَٰةٰ ٰالدٰيٰن َٰ جاهٰ ٰيَٰكٰوٰنٰ ٰ َٰك َٰمالٰ ٰ ٰدنٰيَٰا َٰه
َٰ ٰٰور،ا َٰ إٰذٰ ٰبٰاْلٰيٰ َٰمانٰ ٰيَٰكٰوٰنٰ ٰ َٰك َٰمالٰ ٰدٰيٰنٰ َٰه
َٰ ٰٰوبٰالٰ َٰمالٰ ٰ َٰوال،ا
َٰ ٰٰأ َوٰٰلَىٰمٰنٰٰر
َٰ ٰعايَٰةٰٰالدٰنٰيَٰاٰإٰنٰٰٰلَمٰٰيَٰسٰٰت َطٰعٰٰال
جمٰعٰٰبَٰيٰنَهٰ َٰما
“Firman Allah Swt (Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman.) Dan janganlah kalian menikahi
perempuan musyrik yang mana mereka bukan ahli kitab, sehingga
mereka beriman kepada Allah Swt, dan mereka meyakini akan kenabian
nabi Muhammad Saw. Dan adapun lafaz musyrik di dalam al-Quran
terhadap makna tersebut ada pada contoh berikut ini, di dalam firman-
Nya berikut ini:’Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang
musyrik, dan pada firman-Nya:’Orang-orang kafir dari kalangan ahli
kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (agama
mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata. Adapun
kesimpulannya adalah tidak boleh menikahi orang-orang musyrik
terkecuali mereka bertaubat.
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Maksudnya adalah dan
sesungguhnya budak perempuan yang beriaman atas apa yang ada pada
dirinya yakni kerendahan setatus budak, dan kecilnya kedudukannya, itu
lebih baik daripada perempuan musyrik yang merdeka, dan baginya
harta dari kemuliaan status merdekanya, dan ketetapan yang mulia,
meskipun kamu menyenanginya karena kecantikan dan hartanya, serta
hal-hal yang memang disukai darinya.
Karena dengan iman, maka ada baginya kesempurnaan agamanya. Dan
jika dengan harta dan kedudukan, maka baginya hanya memperoleh
kemuliaan dunianya. Dan perhatian terhadap akhirat lebih utama
daripada perhatian kepada dunia, jika tidak mampu mengumpulkan
keduanya.”14
14
Ahmad bin Mushthafa al-Maraaghi, Tafsir al-Maraaghi, (Mesir: Syirkah Maktabah Wa
Mathba’ah Mushthafa al-Baabiy al-Halbiy 1946 M), jilid. 2, hal. 151,.
17
kata musyrik senantiasa pada ayat-ayat tertentu disandingkan, sehingga
seakan-akan statusnya sama.
Boleh menikahinya, jika perempuan tersebut beriman kepada Allah
dan rasulu-Nya Muhammad Saw. Artinya ia komitmen dengan agama
Islam itu sendiri. Sebab salah satu syarat dari calon mempelai, adalah
muslim. Larangan ini juga berlaku bagi perempuan yang hendak
menerima pinangan seorang pria, maka jangan ia menerima pinangan
tersebut jika laki-laki tersebut belum beriman kepada Allah dan rasul-
Nya. Sebagaimana al-Maraaghi menerangkan lebih lanjut pada kutipan
di bawah ini:
15
Tafsir al-Maraaghi, jilid. 2, hal. 152,.
18
pernikahan tersebut. Sehingga di dalam sabda nabi Muhammad Saw
disebutkan:
ٰ
ٰ،ٰو ََلٰت َزَ َّوجوه َّنٰۡلَم َٰواله َّن،
َ سىٰحسنه َّنٰأَنٰيٰرد َيه َّن
َ ٰفَ َع،ََلٰت َزَ َّوجواٰالن َسا َءٰلحسنه َّن
َ ٰٰو َۡل َ َمةٰخَر َماء،
ٰسودَاءٰٰذَات َ علَىٰالدين َ سىٰأَم َواله َّنٰأَنٰتطغ َيه َّن
َّٰ ٰولَكنٰت َزَ َّوجوه،
َ ٰن َ فَ َع
َ ينٰأَف
ٰ ٰضل ٍ د
“Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, bisa jadi
kecantikannya itu merusak mereka. Janganlah kalian menikahi mereka
karena harta-harta mereka, bisa jadi harta-harta mereka itu membuat
mereka sesat. Akan tetapi nikahilah mereka berdasarkan agamanya.
Seorang budak wanita berkulit hidatm yang telinganya sobek tetapi
memiliki agama adalah lebih utama” (Hr. Ibn Majah: 1859)16
16
Abu ‘Abdilllah Muhammad bin Yazid al-Qazwainiy, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Jiil
1418 H), jilid. 1, hal. 597,.
19
dan iradah, serta informasinya untuk menuju jalan yang benar. Maka
janganlah kalian bertentangan terhadap perintah-Nya, dan jangan juga
kalian menggerakkan diri kalian dengan hawa nafsu kalian atau tipu
daya syetan. Sebab penyebutan setiap hukum-hukum (di dalam al-
Quran) beserta dengan sebab akibatnya dan petunjuknya, itu menjadi
dalih untuk diterimanya hukum tersebut, serta rido dengannya, dan
tindakan dalam implementasiannya”17
Setiap hukum yang Allah hadirkan untuk hamba-Nya, pasti punya
nilai kebaikan di dalamnya. Lalu bagaimana cara menemukan setiap
hikmah di dalam syariat Allah tersebut. Tentunya dengan mengkajinya
secara baik, dan melaksanakannya dalam kehidupan. Sebab Allah Maha
Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya.
17
Wahbah bin Mushthafa al-Zuhaily, Tafsiir al-Muniir Fi al-‘Aqiidah Wa al-Syarii’ah Wa al-
Manhaj, (Damaskus: Dar al-Fikr al-Ma’aashir 1418 H), jilid. 2, hal. 292,.
18
Indra Akuntono, “Ada Permohonan Legalisasi Nikah Beda Agama, Apa Kata MUI?”,
https://nasional.kompas.com/read/2014/09/05/06294891/Ada.Permohonan.Legalisasi.Nikah.Beda.Aga
ma.Apa.Kata.MUI., (Diakses pada tanggal 24 Januari 2022, pukul 16:21),.
20
Kemudian menjadi pertayaan besar bagi kita umat muslim, bagaimana
cara menanggapi fenomena ini. Bagaimana Islam melihat fenomena
tersebut?
Sebetulnya, pada pembahasan sebelumnya telah sedikit dijelaskan
berkaitan dengan larangan pernikahan beda agama tersebut. Yakni pada
pembahasan surat al-Baqarah ayat 221 di atas. Sehingga, tinggal
melengkapi bagaimana para ulama yang kompeten di dalam bidang
hukum/fikih, khususnya ulama 4 mazhab cara pandang mereka.
Sebelum masuk pada bahasan qaul ulama 4 mazhab ini, terlebih dahulu
difahami apa perbedaan orang musyrik dan orang ahli kitab. Agar mudah
memahami status hukum dari keduanya.
Di dalam kitab Lisaan al-‘Arab, dijelaskan makna syirik sebagai berikut
ini:
19
Lisaan al-‘Araab, jilid. 10, hal. 449,.
21
ٰخاضٰعَٰ ٍٰة
َٰ ٰ ٰغيٰر َٰ ٰح َّٰرمٰ ٰٰت َزَٰوٰجٰ ٰالٰكٰٰت َابٰيَّٰةٰ ٰإٰ ٰذَا ٰ َٰكانَتٰ ٰفٰي ٰ ٰدَارٰ ٰال
َٰ ٰ ٰحرٰب َٰ ٰ ٰي:حنَفٰيَّٰةٰ ٰقَٰالٰوٰا
َٰ ٰ ٰا َل-
ٰ َ ٰخلٰقٰ ٰبٰٰأ َخ
َٰلقٰ َٰها َٰ َّ عٰلَىٰالٰت َّٰ َ ۡل
َٰ ٰ ٰفَٰقَٰدٰ ٰتٰرٰغٰمٰ ٰه،ٰنٰ ٰذَلٰكَٰٰفَٰتٰحٰ ٰلٰبَٰابٰ ٰالٰفٰتٰنَة ٰ َٰٰۡل َحٰ َٰكامٰ ٰالٰمٰسٰلٰمٰيٰن
ٰ
ٰ َ ٰاٰلَّتٰيٰٰيَٰأَٰٰبا َٰهاٰاْلٰس
َٰ َٰٰل َٰمٰ َٰويَٰعٰرٰضٰٰابٰنَ ٰهٰلٰلٰت َّ ٰدَيٰنٰٰبٰدٰيٰن
ٰغيٰرٰدٰيٰنٰه
“Kalangan Ulama Hanafiyah berkata:’Diharamkan untuk
menikahi perempuan ahli kitab jika dia ada di Dar al-Harb yang
mana tidak tunduk terhadap hukum-hukum Islam. Sebab hal
tersebut dapat memicu terjadinya fitnah. Dan hal tersebut dapat
mendorong prilaku (suami dan anak) pada perangai (prilaku) istri
(ahli kitab tersebut), yang mana perilaku tersebut tertolak di dalam
ajaran Islam, dan dapat mengajarkan kepada anaknya untuk
condong kepada agama selain agama bapaknya”
20
Orang yang bukan muslim, yang mendapat perlindungan di bawah pemerintahan muslim
21
Orang yang bukan muslim, yang mendapat perlindungan di bawah pemerintahan bukan
muslim
22
makan babi, pergi ke gereja, sedangkan ia sedang mengurus anak.
Maka masyarakat akan membeci apa yang memang bertentangan
dengan agama mereka. Adapun di negara Harb itu sangat kuat,
karena hal tersebut dapat berstatus haram, sebagaimana telah kami
jelaska pendapat tersebut menurut kalangan Hanafi”
ٰٰٰوٰت َشٰٰت َدٰ ٰ َٰك َٰرا َٰهة، ٰ َ ٰٰيٰكٰ َٰرهٰ ٰٰتَزَٰوٰجٰ ٰالٰكٰٰتَابٰيَّٰةٰ ٰإٰ ٰذَاٰ َٰكانَتٰ ٰفٰيٰ ٰدَارٰ ٰاْلٰس:شافٰعٰيَّٰةٰ ٰٰقَالٰوٰا
َٰ َٰلم َّٰ ال -
23
ٰٰصنَات
َٰ ٰٰ{والٰمٰح:ى
َٰ َٰلٰعٰمٰوٰمٰٰٰقَوٰلٰهٰٰٰت َعَٰاٰل،َلٰ َٰك َٰرا َٰه ٍٰة َٰ ٰٰي:حنَابٰٰلَةٰٰٰقَالٰوٰا
ٰ َ ٰحلٰٰنٰ َٰكاحٰٰالٰكٰٰت َابٰيَّٰةٰٰب َٰ ٰ ال-
َٰ َ مٰنَٰٰاٰلَّذٰيٰنَٰٰأٰوٰتٰواٰالٰكٰٰت
}ٰابٰمٰنٰٰٰقَبٰلٰكٰم
“Ulama dari kalangan mazhab Hambali berkata: Dihalalkan
untuk menikahi perempuan ahli kitab tanpa adanya status makruh,
sebab keumuman dari firman Allah Swt berikut:”Dan perempuan-
perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang
diberi kitab sebelum kamu”22
F. Hikmah Pernikahan
Setelah melakukan analisis, kemudian pembahasan yang sangat mendalam
terkait pernikahan dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Tiba pada akhir
pembahasan yakni hikmah apa saja yang dapat dipetik dari syariat pernikahan
tersebut.
Oleh karena itu, di sini penulis berusaha memberikan poin-poin hikmah yang
dapat diambil dan dihayati dari syariat pernikahan tersebut, antara lain sebagai
berikut:
1. Pernikahan merupakan sebuah ibadah. Yang mana ibadah ada hubungan
erat yang terjalin antara seorang hamba dengan tuhan. Oleh karenanya
niatkan pernikahan ini sebagai bentuk ibadah kepada Allah Swt.
22
‘Abdurrahman al-Juzairiy, al-Fiqh ‘Alaa al-Madzaahib al-‘Arba’ah, (Beirut: Dar al-Kutub
al-‘Uluumiyyah 2003 M), jilid. 4, hal. 73-74,.
24
2. Suksesnya sebuah pernikahan dapat terwujudkan jika pernikahan ini
mulai dengan rasa cinta karena Allah. Sebab cinta dan rahmat Allah akan
turun kepada keduanya sehingga dapat menjadikan keluarganya menjadi
keluarga yang bahagia.
3. Adanya syariat pernikahan ini adalah sebagai bentuk cinta dan sayang
Allah Swt kepada hamba-hamba-Nya dalam menjaga keturunan, agama,
dan lainnya. Maka taatilah apa yang telah Allah perintahkan, niscaya
segala kebaikannya akan datang pada kita.
4. Adanya syariat pernikahan ini adalah sebagai media kita sebagai hamba-
Nya agar bersyukur akan segala nikmat yang telah Dia anugrahkan
kepada kita.
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pernikahan merupakan sebuah ibadah yang tentunya memiliki aturan-aturan
tersendiri yang mana Allah hadirkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada
hamba-hamba-Nya. Melalui pernikahan manusia dapat menjaga keturunannya,
menjaga agamanya, dan lainnya.
Oleh karena itu hadirnya syariat pernikahan ini adalah sebuah anugrah yang
amat begitu nikmat bagi kita sebagai umat muslim. Maka hendaknya kita
berterima kasih kepada Allah atas segala kenikmatan ini, termasuk
dihadirkannya syariat pernikahan tersebut.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih atas segala dukungan dan doanya
untuk kami dalam menyusun tulisan ini. Kami sadari bahwa masih banyak
sekali kekurangan yang ada pada tulisan ini. Semoga di suatu hari nanti tulisan
ini dapat ditinjau ulang, dikembangkan dan menjadi nilai positif bagi banyak
orang.
26
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jurjaaniy, Ali bin Muhammad. Thn. 1983 M. al-Ta’rifaat. Beirut. Dar al-
Kutub al-‘Ulumiyyah,.
Al-Ifriqiy, Jamaludiin Ibn Mandzhuur. Thn. 1994 M. Lisaan al-‘Arab. Beirut.
Dar Shaadir,.
Al-Juzairiy, Abdurrahman. Thn. 2003 M. al-Fiqh ‘Alaa al-Madzaahib al-
‘Arba’ah. Beirut. Dar al-Kutub al-‘Uluumiyyah,.
Al-Zuhaily, Wahbah bin Mushthafa. Thn. 1418 H. Tafsiir al-Muniir Fi al-
‘Aqiidah Wa al-Syarii’ah Wa al-Manhaj. Damaskus. Dar al-Fikr al-Ma’aashir,.
Al-Qazwainiy, Abu ‘Abdilllah Muhammad bin Yazid. Thn. 1418 H. Sunan Ibn
Majah. Beirut. Dar al-Jiil,.
Al-Maraaghi, Ahmad bin Mushthafa. Thn. 1946 M. Tafsir al-Maraaghi. Mesir.
Syirkah Maktabah Wa Mathba’ah Mushthafa al-Baabiy al-Halbiy,.
Al-Thabariy, Muhammad bin Jariir. Thn. 2000 M. Jaami’ al-Bayaan Fii Ta’wiil
al-Quraan. Kairo. Muassasah al-Risaalah,.
Al-Sya’rawi, Muhammad Mutawalli. Thn. 1997 M. Tafsir al-Sya’raawiy. Kairo.
Muthaabi’ Akhbaar al-Yaum,.
Al-Qurthubiy, Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad. Thn. 1964 M. al-Jaami’ Li
Ahkaam al-Quran. Kairo. Dar al-Kutub al-Mishriyyah,.
Umar, Ahmad Mukhtar Abdul Hamid. Thn. 2008 M. Mu’jam al-Lughah al-
‘Arabiyah al-Ma’aashirah. Kairo. ‘Aalim al-Kitaab,.
Rifa’i, Juhdi.Thn. 2016 M. Mudah Belajar Ilmu Shorf. Jakarta. Taushia,.
Al-Khabbaash, Muhammad. Thn. 2008 M. al-Hadyu al-Nabawiy Fii Binaa’i al-
‘Allaaqaati al-Zaujiyyah. Yordania. Dar Kanuur al-Ma’rifah al-‘Uluumiyyah,.
27