Kelompok : lll
2. Wahyu safii
3. Demi Septariza
Semester : 1 (satu)
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 2
Kesimpulan............................................................................................... 14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.
Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.
B. RUMUSAN MASALAH
a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?
c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?
C. TUJUAN
a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum
b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis
c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an
1
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :
AL – QUR’AN
1 Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007),
hal. 30
2
sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara
Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan
jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya
sebagai berikut “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah
dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta
Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya
orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.
Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran
ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya
(Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-
Nya.3
Artinya : “Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan
tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya,
yaitu kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)
Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar
hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh
Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,
karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.
Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 5
Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain:
Al-Qur’an
Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah
diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk
taat kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :
َيا َأُّيَه ا اَّل ِذ يَن َآَم ُن وا َأِط يُع وا َهَّللا َو َأِط يُع وا الَّرُس وَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم َف ِإْن َتَن اَز ْعُتْم ِفي َش ْي ٍء َف ُر ُّد وُه ِإَلى ِهَّللا
)59( َو الَّرُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اَآْلِخ ِر َذ ِلَك َخْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِوياًل
5 Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadith, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29
6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40
5
Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah
Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:
َفْلَيْح َذ ِر اَّلِذ يَن ُيَخ اِلُفوَن َع ْن َأْم ِر ِه َأْن ُتِص يَبُهْم ِفْتَنٌة َأْو ُيِص يَبُهْم َع َذ اٌب َأِليم
Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya
takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)
Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti al-
Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat
tersebut adalah firman Allah Swt:
َو َأْنَز َل ُهَّللا َع َلْيَك اْلِكَتاَب َو اْلِح ْك َم َة َو َع َّلَم َك َم ا َلْم َتُك ْن َتْع َلُم َو َك اَن َفْض ُل ِهَّللا َع َلْيَك َع ِظ يًم ا
Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :
113)\
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku
teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah
Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata
Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.
Hadits Nabi
Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang menunjukkan
kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah dan menegaskan bahwa Sunnah
itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai
sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:
ُك ُّل ُأَّمِتي َيْدُخ ُلوَن اْلَج َّنَة ِإاَّل َم ْن َأَبى َقاُلوا َيا َر ُسوَل ِهَّللا َو َم ْن َيْأَبى َقاَل َم ْن َأَطاَع ِني َد َخ َل اْلَج َّنَة َو َم ْن َع َص اِني َفَقْد
َأَبى
Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan
tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak
mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang
mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6
َتَر ْكُت ِفيُك ْم َأْمَر ْيِن َلْن َتِض ُّلوا َم ا َتَم َّسْكُتْم ِبِهَم ا ِكَتاَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َنِبِّيِه
Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian
tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada
keduanya yaitu Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”
6 Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109
7
beliau saw dan larangan melakukan kebid’ahan. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw:
ُأْل
َع َلْيُك ْم ِبُس َّنِتي َو ُس َّنِة اْلُخَلَفاِء اْلَم ْهِد ِّييَن الَّراِشِد يَن َتَم َّسُك وا ِبَها َو َعُّض وا َع َلْيَها ِبالَّنَو اِج ِذ َو ِإَّي اُك ْم َوُم ْح َد َثاِت ا ُم وِر
َفِإَّن ُك َّل ُم ْح َد َثٍة ِبْد َع ٌة َو ُك َّل ِبْد َعٍة َض اَل َلٌة
Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan
gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru,
krena segala bentuk yang bersifat baru adalah bid’ah dan semua bentuk
bid’ah adalah sesat”.
Ijma’ (Kesepakatan)
Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah
Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah
memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya
sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta
yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama
cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang
pun diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.
Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil
dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.
Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah
menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-
nuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.
8
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,
dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.
9
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45
9
Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke
pelbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi
penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;
1. Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:
)َفِإَذ ا َر َأْيـُتُم اْلِهَالَل َفُصْو ُم ْو ا َوِإَذ ا َر َأْيـُتُم ْو ُه َفَأْفِط ُرْو ا (رواه مسلم
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat
(ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:
“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)
Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan
istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadis-
hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8
2. Bayan at-Tafsir
Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-
ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayat-
ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan
memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.
11
3.Bayan al-Nasakh
Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.9
Kata nasakh secara bahasa
berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan),
dan taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak
yang melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan
pendapat dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa
terjadinya nasakh ini karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum
(ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak
bisa diamalkan lagi, dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut
tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi
hadis terhadap Al Qur’an
- Bayan At-taqrir
- Bayan At-tafsir
- Bayan At-tasyri
- Bayan Al-nasakh
13
DAFTAR PUSTAKA
Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media
Group
Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka
Al-Kautsar
Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media
Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press
Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
14